Anda di halaman 1dari 8

filsafat metodologi

FILSAFAT METODOLOGI
1.    Pengertian Filsafat
Secara epistemologis filsafat berasal dari kata Yunani, philosophia. Dalam
bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terjadi
dari philos (cinta, suka) dan sophia (kebijaksanaan). Dengan demikian secara
sederhana filsafat dapat diartikan sebagai cinta atau suka akan kebijaksanaan.
Bijaksana berarti pandai (tahu dengan mendalam ) atau “ingin tahu dengan lebih
mendalam”.
Jadi filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan menggunakan akal
budi (rasio) tentang sebab-sebab, asas-asas, hukum-hukum dan sebagainya,dari
segala sesuatu yang ada di alam semesta tentang kebenaran dan arti dari
keberadaan itu. Dengan kata lain, filsafat adalah usaha untuk  mengerti dunia dalam
makna dan nilai-nilainya. Filsafat merupakan disiplin ilmu terkait dengan
kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan, karena dapat
menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar pertimbangan
kemanusiaan yang tinggi (actus humanis), bukan asal bertindak sebagaimana yang
biasa dilakukan manusia (actus homini).
Karakteristik berpikir filsafat adalah menyeluruh, mendasar dan spekulatif.,
sedangkan tugas utama filsafat menurut Wittgenstein, bukanlah menghasilkan
sesusun pernyataan filsafati, melainkan menyatakan sebuah pernyataan sejelas
mungkin, sehingga epistemologi dan bahasa merupakan gumulan utama para filsuf.
Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran,dimana
dengan cara ini pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-
karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu rasional dan teruji.
Maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara
berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Berpikir deduktif dan
induktif disatu padukan dalam penelitian,dan kedua-duanya saling menunjang.
Berpikir deduktif adalah dimulai secara umum dan berakhir secara khusus,
sedangkan berpikir induktif adalah dimulai secara khusus dan berakhir secara
umum.

2.    Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi biasa diartikan
ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal dari kata
Yunani methods.  Sambungan kata depan meta ( menuju, melalui,
mengikiuti,sesudah) dan kata benda hodos  ( jalan, perjalanan, cara, arah ) kata
Imethodos I sendiri lalu berarti : penelitian, metode, ilmiah, hipotesis ilmiah, urian
ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut system aturan tertentu. ( Anton Bakker,
1984, hlm . 10 )  
Pengertian metode berbeda denngan metodologi. Metode adalah suatu cara,
jalan, petunjuk  pelaksanaan atau teknis, sehingga memiliki sifat yang
membicarakan cara, jalan atau petunjuk dalam  penelitian, sehingga metodologi
penelitian membahas konsep konsep teoritis berbagai metode. Dapat pula dikatakan
bahwa metodologi penelitian adalah membaasa tentangdasar-dasar filsafat ilmu dari
metode penelitian, karena metodologi belum memiliki langkah-langkah praktis,
adapun derivasinya adalah pada metode  penelitian. Bagi ilmu-ilmu seperti sosiologi,
antropoplogi, polotik, komunikasi, ekonomi, hokum, serta ilmu-ilmu kealama,
metodologi adalah  merupakan dasar-dasar filsafat ilmu darisuatu metode, atau
dasar dari langkah-langkah  praktis penelitian. Seorang peneliti dapat memilih suatu
metode dengan dasar-dasar filosofis tertentu, yang konsekuensinya diikuti dengan
metode penelitian yang konsisten dengan metode yang dipilihnya. ( Kaeln, 2005,
hlm. 7 )
Jadi, metode bias dirumuskan suatu p[roses atau prosedur yang sistematik
berdasarkan prinsip dan teknik ilmiah yang dipakai oleh disiplin ( bidang studi) untuk
mencapai suatu tujuan. Adapun metodologi adalah pengkajian mengenai model atau
bentuk bentuk metode, aturan yang harus dipakai dalam kegiatan
ilmu  pengetahuan. Jika dibandingkan antar metode dan metodologi, maka
metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. ( Suparlan
Suhartono, 2005, hlm. 94-95 )
Dengan kata lain dapat dipahami bahwa metodologi bersangkutan dengan
jenis, sifat dan bentuk umum  mengenai cara-cara, aturan dan patokan prosedur
jalannya penyelidikan secara sistematik menurut metodologi itu, agar dapat tercapai
suatu tujuan yaitu kebenaran ilmiah.
Peter R. Senn dalam membedakan metode dengan metodologi ( dalam jujun
S. Suriasumantri, 1987 ) berpendapat bahwa metode adalah suatu prosedur  atau
cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Adapun
metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam
metode tersebut.

3.    Unsur-unsur metodologi
Menurut anton Baker dan ahmad charris zubair adalah :
a.    Interpretasi (menafsirkan)
Artinya menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi yang tidak bersifat subjektif
( menurut selera orang menafsirkan ) melainkan haus bertumpu pada evidensi
objektif, untuk dapat memperoleh pengertian, pemahaman atau versetehen. Pada
dasarny interprestasi  berarti tercapainya pemahaman yang benar mengeni ekspresi
manusiawi yang dipelajarinya.

b.    Deduksi dan Induksi


Dikatakan oleh Beerling, bahwa setiap ilmu terdapat penggunaan metode
induksi dan deduksi, menurut pengertian siklus empiris. Siklus empiris meliputi
bebrapa tahapan, yakni observasi, induksi, deduksi, kajian ( eksperimentasi ) dan
evaluasi. Tahapan itu pada dasarnya tidak berlaku secara berturut-turut melainkan
terjadi sekaligus. Akan tetapi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam penelitian
filsafat, berhubungan dengan sifat-sifat objek formal yang istimewa, yaitu manusia.

1)    Metode Deduktif
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang memadai
dan dapat dipercaya adalah akal (rasio). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui
akal saja yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan harus mutlak,
yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah. Sedangkan pengalaman
hanya dapat dipakai untuk mengukuhkan kebenaran pengetahuan yang telah
diperoleh melalui akal. Akal tidak memerlukan pengalaman dalam memperoleh
pengetahuan yang benar, karena akal dapat menurunkan kebenaran itu dari dirinya
sendiri, dengan menerapkan metode deduktif.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah
dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya.

2)     Metode Francis Bacon: Metode Induktif


Sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman, yaitu pengalaman
lahir (dunia) dan pengalaman batin (pribadi manusia). Sedangkan akal hanya
berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan / data yang
diperoleh melalui pengalaman. Menurut pendapat aliran empirisme metode ilmu
pengetahuan bukan a priori tapi a posteriori yaitu metode yang berdasarkan hal-hal
yang ada atau terjadinya kemudian. Aliran ini yakin bahwa manusia tidak
punya innate ideas ( ide-ide bawaan). Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon,
kemudian Thomas Hobbes dan David Hume. Bacon dengan metode
eksperimennya, manusia melalui pengalaman dapat mengetahui benda- benda dan
hukum-hukum relasi antara benda-benda.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dapat diketahui bahwa
ciri khas pemikiran rasional bersifat a priori yang terdiri dari proposisi analitik, yaitu
proposisi yang predikatnya sudah tercakup dalam subyek, sedangkan ciri khas
pemikiran empiris adalah a posteriori, dengan proposisi sintetik yaitu yang tidak
dapat diuji kebenarannya dengan menganalisis pernyataan, tapi harus diuji
kebenarannya secara empiris.
Epistemologi adalah filsafat ilmu. Sifat filsafat adalah nalar atau pemikiran.
Landasan ilmu adalah juga nalar, namun titik beratnya pada empiri, nalar untuk
mengungkapkan alam empiri. Dengan demikian kita bisa melihat pertautan antara
metodologi dan filsafat ilmu.
Metodologi merupakan upaya untuk mengembangkan sains, sehingga baik
metodologi maupun epistemologi (filsafat ilmu) adalah keduanya perlu dan penting,
dan tidak dapat hanya mempelajari salah satunya saja. Mempelajari metodologi
tanpa menjamah epistemologi (filsafat ilmu) akan sampai pada kedangkalan ilmu.
Dengan demikian pemikiran atau metode deduktif yang dikemukakannya
belum dapat memberikan kesimpulan yang bersifat final, karena sesuai dengan sifat
rasionalisme yang pluralistik maka dimungkinkan disusunnya berbagai jawaban atau
penjelasan atas suatu persoalan yang menjadi obyek pemikiran. Meskipun dalam
argumentasi yang rasional didasarkan pada premis-premis ilmiah yang teruji
kebenarannya namun ada kemungkinan terdapat pilihan kesimpulan yang berbeda-
beda.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam mencai kebenaran ilmiah metode
deduktif harus didampingi oleh metode induktif. Pemikiran empiris yang
dikemukakan oleh Bacon menyatakan bahwa manusia melalui pengalamannya
dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi antar benda-benda.
Sedangkan Hume mengemukakan sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman,
dengan pengamatan manusia memperoleh kesan-kesan (impression) dan
pengertian-pengertian (ideas). Pemikiran induktif mempunyai proposisi a
posteriori, sintetik yang berarti tidak dapat diuji kebenarannya hanya dengan analitis
pernyataan tapi harus diuji secara empiris. Teori empirikal berdasarkan atas
eksperimentasi. Eksperimen ilmiah telah menunjukkan bahwa indera adalah yang
memberikan persepsi-persepsi yang menghasilkan konsepsi-konsepsi manusia.
Berpikir secara induktif dianggap lebih luwes dibandingkan dengan deduktif karena
menggunakan data-data empirik yang tidak dipatok oleh pola apapun, dan berdasar
data-data empiriklah kemudian disusun suatu model yang menggambarkan
hubungan sebab-akibat. Kaum empiris mengembangkan pengamatannya dari
pengalaman itu menjadi pengetahuan yang cakupannya lebih luas dan umum.
Namun demikian induktif ini juga mempunyai kelemahan yang fundamental yaitu
orang harus menunnggu terkumpulnya sejumlah fakta untuk menentukan suatu pola
yang tampak pada seseorang dari alam empiris,dan apabila terjadi kesalahan dalam
melakukan perumusan akan merugikan berbagai pihak.
Namun juga harus diperhatikan bahwa eksperimen manusia, secara umum
tidak dapat membuka jalan untuk mendapatkan kesimpulan-kesimpulan dan realitas-
realitas tanpa pengetahuan-pengetahuan sebelumnya. Sehingga penggabungan
antara metode deduktif dengan induktiflah yang paling tepat, dalam rangka mencari
kebenaran ilmiah. Metode ilmiah mencoba menggabungkan berpikir deduktif dengan
berpikir induktif dalam membangun pengetahuannya. Argumentasi rasional meski
didasarkan pada premis ilmiah yang teruji kebenarannya mungkin saja terjadi
kesalahan dalam penyusunan argumentasi, sehingga untuk menghindari kesalahan
tersebut perlu dipergunakan metode induktif yang didasarkan pada kebenaran
korespondensi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pandangan-pandangan Bacon bersifat
praktis, konkret, dan utilitaris. Untuk mengenal sifat-sifat segala sesuatu, dibutuhkan
penelitian-penelitian yang empiris. Pengalamanlah yang menjadi dasar
pengetahuan. Pengetahuan itu sangat penting dan sangat diperlukan oleh manusia
karena hanya dengan pengetahuanlah manusia sanggup menaklukka alam kodrat.
Menurut Bacon, logika silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan
penemuan-penemuan empiris. Ia mengatakan bahwa logika silogistis tradisional
hanya dapat membantu mewujudka konsekuensi deduktif dari apa yang sebenarnya
telah diketahui. Agar pengetahuan itu berkembang dan memperoleh pengetahuan
baru, metode deduktif harus ditinggalkan dan diganti dengan metode induktif.
Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-hal
yang umum. Bacon memang bukan penemu metode induktif, namun ia berupaya
memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui pengkombinasian metode
induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat.

c.    Koherensi Intern
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat dengan
menunjukkan semua unsur structural dilihat dalam suatu struktur yang konsisten,
sehingga benar-benar merupakan internal structure atau  internal
relations . walaupun mungkin terdapat semacam  oposisi di antaranya, tetapi unsur-
unsur itu tidak boleh bertentangan satu sama lain. Dengan demikian akan terjadi
suatu lingkaran pemahaman antara hakikat menurut keseluruhannya dari suatu
pihak dan unsur-unsurnya dipihak lain.
d.    Holistis
Tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai suatu kebenaran secara utuh.
Objek dilihat interaksi dengan seluruh kenyataannya. Identitas objek akan terlihat
bila ada korelasi dan komunikasi dengan lingkungnnya. Objek ( manusia ) hanya
dapat dipahami dengan mengamati seluruh kenyataan dalam hubungannya dengan
manusia, dan manusia sendiri dalam hubungannya dengan segalanya yang
mencakup hubungan ajksi-reaksi sesuai dengan tema zamannya. Pandangan
menyeluruh ini juga disebut totalitas.
e.    Kesinambungan Historis
Jika ditinjau menurut perkembangannya, manusia itu adalah makhluk historis.
Manusia disebut demikian karena ia berkembang dalam pengalaman dan pikiran,
bersama dengan lingkungan zamannya. Masing-masing orang bergerumul dalam
relasi dengan dunianya untuk membentuk nasib sekaligus nasibnya dibentuk oleh
mereka. Dalam perkembangan pribadi itu harus dapat dipahami melalui suatu
proses kesinambungan. Rangkaian kegiatan dan peristiwa dalam kehidupan setiap
orang merupakan mata rantai yang tidak terputus. Yng baru masih berlandaskan
yang dffahulu, tetapi yang lama juga mendapatkan arti dan relevansi baru dalam
perkembangaan yang lebih kemudian. Justru dalam hubungan mata rantai itulh
harkat manusia yang unik dapat diselami.
f.     Idealisasi
Idealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya dalam
penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal atau sempurna.

g.    Komparasi
Adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakikat dalam objek penelitian
sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan itu dapat
menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga hakikat
objek dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan dengan
objek lain yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan
perbandingan itu, meminimalkan perbedaan yan masih ada, banyak ditemukan
kategori dan sifat yang berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga dapat
diadakan dengan objek lain yang sangat berbeda dan jauh dari objek utama. Dalam
perbandingan itu dimaksimalkan perbedaan-perbedaan yang berlaku untuk dua
objek, namun skaligus dapat ditemukan beberapa persamaan ang mungkin sangat
strategies.
h.    Heuristika
Adalah metode untuk menemukan jalan baru secra ilmiah untuk memecahkan
masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur terjadinya pembaharuan ilmiah
dan sekurang-kurangnya dapat memberikan kaidah yang mengacu.
i.       Analogical
Adalah filsafat meneliti arti, nilai dan maksud yang diekspresikan dalam fakta
dan data. Dengan demikian, akan dilihat analogi antar situasi atau kasus yang lebih
terbatas dengan yang lebih luas.

j.      Deskripsi
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang dieksplisitkan
memungkinkan dapat dipahami secara mantap.
4.    Beberapa pandangan tentang prinsip metodologi
a.    Rene Descartes
Dalam  karyanya  Discourse On Methoda, dikemukakan 6 (enam ) prinsip
metodologi yaitu :
1)    Membicarakan masalah ilmu pengetahuan diawali dengan menyebutkan akal sehat
(common sense) yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang. Akal sehat
menurut Descartes ada yang kurang, adapula yang lebih banyak memilikinya,
namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
2)    Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam
aktivitas ilmiah maupun penelitian.
3)    Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan
metode sebagai berikut.
4)    Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acap kali terkecoh oleh indera. Kita
memang dapat membayangkan diri kita tidak berubah namun kita tidak dapat
membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat menyangsikan
kebenaran pendapat lain.  Oleh karena itu, kita dapat saja meragukan segala
sesuatu, namun kita tidak mungkin meragukan kita sendiri yang sedang dalam
keadaan ragu-ragu.
5)    Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua substansi
yaitu RESCOGITANS (jiwa bernalar) dan RES-EXTENSA (jasmani yang meluas).
b.    Alfred Julesayer
Dalam karyanya yang berjudul Language, Truth and Logic yang terkait dengan
prinsip metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua jenis verifikasi yaitu:
Verifikasi dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana kebenaran
suatu proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara meyakinkan.
Verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka kemungkinan untuk
menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan ramalan masa
depan sebagai pernyataan yang mengandung makna. Ayer menampik kekuatiran
metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-pernyataan metafisika (termasuk
etika theologi) merupakan pernyataan yang MEANING LESS (tidak bermakna)
lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi apapun
c.    Karl Raimund Popper

K.R. Popper seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip


verifikasi berupa sifat pembenaran (justification) terhadap teori yang telah ada. K.R.
Popper mengajukan prinsip verifikasi sebagai berikut: Popper menolak anggapan
umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui
prinsip verifikasi. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak
ada kebenaran terakhir. Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori lain
yang lebih tepat. Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari
pengamatan (observasi) secara teliti gejala (simpton) yang sedang diselidiki.
Pengamatan yang berulang -ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum
yang dirumuskan menjadi hipotesa. Selanjutnya hipotesa itu dikukuhkan dengan
cara menemukan bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya. Hipotesa yang
berhasil dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum.
K.R. Popper menolak cara kerja di atas, terutama pada asas verifiabilitas,
bahwa sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti verifikasi
pengamatan empiris. K.R Popper menawarkan pemecahan baru dengan
mengajukan prinsip FALSIFABILITAS, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat
dibuktikan kesalahannya. Maksudnya sebuah hipotesa, hukum, ataukah teori
kebenarannya bersifat sementara, sejauh belum ada ditemukan kesalahan-
kesalahan yang ada di dalamnya. Misalnya, jika ada pernyataan bahwa semua
angsa berbulu putih melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor angsa
yang bukan berbulu putih (entah hitam, kuning, hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah
pernyataan tersebut. Namun apabila suatu hipotesa dapat bertahan melawan segala
usaha penyangkalan, maka hipotesa tersebut semakin diperkokoh
(CORROBORATION). Akhirnya, semoga peristiwa mengarang indah seperti yang
saya lamunkan dapat dihindari dan sekelumit eceran informasi ini bisa mengisi
penelitian yang benar indah

5.    Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan gabungan metode deduktif dan induktif yang mana
deduktif (rasionalisme) memberikan kerangka pemikiran yang logis, sedangkan
metode induktif (empirisme) memberikan kerangka pembuktian atau kerangka
pengujian untuk memastikan suatu kebenaran. Kerangka pemikiran demikian
disebut dengan “deducto-hypothetico-verifikatif”, dengan langkah-langkahnya
sebagai berikut :
1) Perumusan masalah
2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengujian hipotesis
3) Perumusan hipotesis,
4) Pengujian hipotesis
5) Penarikan kesimpulan
Filsafat berusaha untuk menyatukan masing-masing ilmu, karena filsafat itu
merupakan salah satu bagian dariproses pendidikan secara alami dari mahluk yang
berpikir yaitu manuisa. Manusia dalam mencari kebenaran dapat menggunakan
metode ilmiah yaitu yang menggabungkan metode deduktif dan induktif, yang
dikenal dengan “deduct hypothetico-verifikatif”, walaupun kebenarannya bersifat
relatif karena ilmu pengetahuan berkembang terus agar dapat dimanfaatkan demi
kesejahteraan manusia, sesuai dengan aspek epistemologi dan aksiologi dari ilmu
itu sendiri.

6.    KESIMPULAN
Filsafat berusaha untuk menyatukan masing-masing ilmu, karena filsafat itu
merupakan salah satu bagian dariproses pendidikan secara alami dari mahluk yang
berpikir yaitu manuisa.metode ilmiah merupakan bagian dari ruang lingkup filsafat
ilmu, Metode ilmiah merupakan metode yang menggabungkan metode deduktif
dengan metode induktif, yang dikenal dengan “ deducto – hypothetico – verifikatif.”.
Dengan metode ilmiah manusia berusaha terus untuk mendapatkan
kebenaran ilmiah dari suatu obyek penelitian., yang hasilnya diharapkan dapat
dimanfaatkan demi kesejahteraan manusia. Hal ini tentunya sesuai dengan aspek
epistemologi dan aksiologi dari ilmu.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin cepat, pengaruhnya sangat
besar terhadap kehidupan manusia, untuk itulah keberadaan filsafat sangat
diperlukan untuk menjembatani ilmu-ilmu yang seakan terputus satu samalain,
sehingga tetap mempunyai hubungan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.

Anda mungkin juga menyukai