Filsafat
1. Ilmu Sains dan Hubungannya dengan Filsafat
Menurut Titus (1959) dalam Uyoh Sadulloh (2012), sains diartikan sebagai common sense
yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau
peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode observasi yang teliti dan krisis. Sains
merupakan suatu metode berfikir yang bersifat objektif, tujuannya untuk
menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia factual. Sains juga bersifat relative,
dalam arti bahwa suatu kebenaran sains dapat diuji kembali oleh pengalaman berikutnya
kemungkinan diperbaharui, bahkan dapat saja ditolak kalau memang hasil temuan baru
tersebut harus menolak.
Dalam perkembangan sains banyak terpengaruh dari pemikiran-pemikiran para filsuf,
seperti Leibniz yang menemukan “kalkulus diferensial”, Whitehead dan Bartrand Russel
dengan teori matematikanya yang terkenal, Ibnu Sina seorang filsuf muslin yang telah
banyak memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu kedokteran, Ibnu Khaldun
seorang filsuf muslim juga yang telah berjasa dalam mempelopori pengembangan ilmu
sejarah dan sosiologi, mendahului Agust Comte yang oleh Barat dianggap sebagai Bapak
Sosiologi. Tidak hanya perkembangan sains yang dipengaruhi oleh filsafat, namun
perkembangan filsafat juga dipengaruhi oleh sains. Sains membantu filsafat dalam
mengembangkan sejumlah bahan-bahan deskriptif dan factual serta esensialbagi
pemikiran filsafat, sains mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan sejumlah ide-ide
yang bertentangan dengan pengetahuan ilmiah. (Uyoh Sadulloh, 2012).
Filsafat dan sains memiliki beberapa kesamaan, diantaranya adalah 1) keduanya
menunjukkan metode berfikir reflektif dalam menghadapi fakta-fakta dunia dan hidup, 2)
keduanya menunjukkan sikap kritis dan terbuka, serta memberikan perhatian yang tidak
berat sebelah terhadap kebenarannya, 3) keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang
terorganisasi dan tersusun secara sistematis.
1. Definisi Filsafat
Kata filsafat yang dalam bahasa arab adalah falsafah dan dalam bahasa inggris adalah
philosophy adalah berasal dari bahasa yunani yaitu philosophia yang terdiri atas kata
philien yang berarti cinta dan shopis yang berarti kebijaksanaan, sehingga secara
etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan dalam arti yang sedalam-dalamnya (Surajiyo,
2007).
Secara terminologis, terdapat banyak definisi tentang pengertian filasafat. Berikut ini
beberapa definisi filsafat dari beberapa filsuf dan ahli filsafat.
1. Para filsuf pra-Socrates
Filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas dengan
mengandalkan akal budi.
2. Plato
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murn.
Plato juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-
asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
3. Aristoteles
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan
penyebab-penyebab dari realitas yang ada.
4. Rene Descartes
Filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah
mengenai tuhan, alam, dan manusia.
5. Wiliam James
Filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang.
6. F. Beerling
Filsafat adalah mempertanyakan tentang seluruh kenyataan atau tentang hakikat, asas,
prinsip dari kenyataan. Berling juga mengatakan bahwa filsafat adalah usaha untuk
mencapai akar terdalam kenyataan dunia wujud, juga akar terdalam pengetahuan tentang
diri sendiri.
7. Louis O. Kattsoff
Filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran
mengenai suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut
pandang yang menjadi dasar suatu tindakan.
Dari beberapa pengertian filsafat adalah suatu proses berpikir yang mendalam secara
sistematis terhadap segala sesuatu yang ada dan mungkin ada (Ali Maksaum, 2009).
1. Perkembangan Filsafat
2. Perkembangan filsafat barat
3. Perkembangan dari Mitos ke Filsafat
Periodisasi perkembangan filsafat dibagi dalam enam periode, yaitu : periode purba,
periode Yunani, periode Iskandariyah, periode islam, periodee Renaissance dan periode
modern (Atang dan Beni, 2008)
Zaman purba
Periode purba adalah zaman batu yang dipandang oleh para sejarawan sebagai zaman
pengetahuan ilmiah.±400.000 tahun yang lalu, manusia mulai membuat alat-alat dan
senjata-senjata tertentu.Keberhasilan manusia dalam membuat benda-benda itu setelah
melalui pengalaman mencoba-coba.Sebagai hasilnya mereka mampu menemukan
pengetahuan ilmiah.Perkembangan ilmu terjadi sejak 2000 tahun sampai 3000 tahun
sebelum masehi diantaranya matematika, astronomi, geologi, biologi, social.
Periode yunani
Periode ini dikaji zaman yunani kuno (600 SM -200 M).pada zaman yunani kuno terdaapat
tiga periode masa sejarah filsafat, yaitu masa awal, amsa keemasan, serta masa helenitas
dan romawi. Masa awal filsafat Yunani Kuno ditandai dengan tercatatnya tiga nama filsof
yang berasal dari daerah miletos, yaitu Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pikiran-
pikiran Thales ditulis oleh murid-muridnya yaitu anaximandros dan
Anaximenes.Perhatiannya badalah pada alam dan kejadian alamiah terutama dalam
hubungan perubahan-perubahan yang terjadi. Dilanjutkan pada masa keemasan Yunani
kuno yang ditandai oleh sejumlah nama besar yang sampai sekarang tidak pernah
dilupakan oleh kalangan pemikir, termasuk masa kini yang berbeda pendapat. Prikles
yang tinggal di Athena.Pitagoras merupakan tokoh pada zaman
keemasan.Pemahammanya memperlihatkan sifat-sifat relitivisme atau kebenaran bersifat
relative, tidak ada kebenaran yang tetap dan definitif.Benar, baik dan bagus selalu
berhubungan dengan manusi, tidak mandiri sabagai kebenaran mutlak.Ilmu pengetahuan
Yunani ini mencapai puncak tertinggi dan kebesarannya di Athena. Ilmu mereka jauh
melebihi semua Negara lain karena Akademi plato dan Lyceum Aristoteles. Periode
gemilang ilmu-ilmu helenis ini berakhir dengan meninggalnya Iskandar Yang Agung,
kemudian disusul Aristoteles.
Periode Iskandariyah
Pada periode iskandariyah, ilmu dan para ilmumuwan memperoleh perlindungan dari
pendukung-pendukung Ptolemeus.Ada masa ini perkembnagan ilmu pengetahuan
mengalami akselerasi kurang lebih pada tahun 105.Ta’ai Lun, seorang pegawai negeri
pada pengadilan kerajaan telah mempersembahkan penemuan contoh kertas kepada
kaisar cina.Dikatakan selanjutnya bahwa ppada ke-4 Masehi, Cina secara politisi terpecah-
pecah, tetapi Cina telah menunjukkan pada dunia bahwa pada masa itu telah di temukan
kompas, bahan peledak, dan percetakan.Tokoh lain adalah Socrates (470 SM – 399 SM)
yang menentang sofistik dengan mengatakan bahwa benar dan baik adalah nilai objektif
yang harus di junjung tinggi semua orang.Jasa Socrates yang paling besar adalah
mempertahankan tradisi filsafat Yunani yang pada saait itu sedang digoyahkan oleh kaum
sofis. Tokoh selanjutnya yaitu Plato , ia adalah murid Socrates yang terkenal sampai
sekarang lahir dari kalangan bangsawan Athena. Dalam filsafatnya, Plato menentang
realismee karena apa yang dinyatakan benar menurut realism, ialah yang dapat diindra,
sebenarnya adalah bayangan. Selanjutnya, Plato mengatakan bahwa realitas seluruhnya
dibagi dua dunia, yaitu dunia gagasan yang hanya terbuka bagi rasio, tidak dapat berubah
dan telah sempurna, serta dunia jasmani yang hanya terbuka bagi indra manusia yang
senantiasa berubah, secara tidak sempurna y\hanya mengutip dunia gagasan, seperti
suatu gagasan di papan tulis yang sewaktu –waktu dapat dihapus. Murid plato yang
terkenal adalah aristoteles (384 SM-322SM) dari Yunani Utara. Merupakan bapak filsafat
ilmu, menurut aristoteles, yanga ada adalah sesuatu yang konkret, benda ini atau benda
itu, bukan benda umumnya atau ciri benda.Jadi, yang ada adalah yang konkret, bukan
sekedar gagasan atau idea.
Karya aristoteles tentang logika, yang kelak diberi nama To Organon oleh muridnya yang
bernama Andrinikos dari Rhodos mencakup (1) katagorial (2) Peri hermenias, (3)
Analytical Protera, (4) Analytica Hystera, (5) Topica, (6) peri Sophistikoon Elegchoon.
Periode Renaissance
Zaman Renaissance logika dalam abad ke 20 di tandai dengan terbitnya principia
Mathematica Jilid I yang merupakan karya Whitehead dan Betrand A.W. Russel.Karya ini
membuktikan bahwa matematika murni berasal dari logika.Pada tahun 1913, H.M. Sheffer
mengoreksi beberapa pemikiran Principia seorang mahaguru Matematika Universsitas
Havard, Profesor Clerence Irving Lewis.Ia mengajukan dan mempertahankan gagasan
strict Implication sebagai bertentangan dengan material Implication. Ludwig Wittgenstein
mengadakan pembaharuan teknis pada teori dan logika, khususnya mengenai tautologi
dan probabilitas. Akan tetapi jasanya lebih besar, akan tetapi, jasanya lebih besar dalam
bidang penelitian bahasa. Masalah yang ia tangani dalam Tractatus Logico-
Philosophicusadalah ketentuan-ketentuan apakah yang harus dipenuhi oleh setiap system
symbol sebagai representasi fakta. A. Tarski, pemikir Polandia berjasa dalam bentuk
sumbangan pada logika matematika disamping menggarap konsep-konsep dasar seperti
‘kebenaran’, ‘metabahasa’, ‘matematika’.Pada abad ke-2 di amping perkembangan logika
yang de facto beberapa dasarnya telah dibakukan oleh Aristoteles, juga terdapat kritik
terhadap logika klassik.Pengaruh tradisi empiris-rasional yang dibangun aristoteles dan
diawali guru-gurunya di yunani, telah mengubah dunia mistik menjadi dunia ilmu. Namun,
ternyata proses ini tidak lama bertahan. Penalaran mistik kembali mengalahkan
penalaran ilmiah yang telah susah payah dikerjakan oleh para filsof besar Yunani. Pasca
kematian Aristoteles, filsafat Yunani Kuno, kembali menjadi ajaran praksis dan bahkan
dan bahkan mistik.Ajaran mistik ini terlihat misalnya dari ajaran Stoa, Epicurus, dan
Plotinus.Filsafat Yunani dikesankan sangat secular, khususnya pada pemikiran Aristoteles
yang telah dicairkan dari antoniminya dengan doktrin gerejani. Ilmu pengetahuan
dihubungkan dengan kitab suci umat kristiani dalam bentuk hubungan history of scientific
progress (sejarah perkembangan ilmu) sehingga elastisitas ilmu pengetahuan menjadi
tidak tampak kalau bukan hilang sama sekali. Bentuk hubungan seperti yang diperagakan
masyarakat Kristen dicatat sejarah telah melahirkan sejumlah kerugian, diantaranya
adalah terjadinya pertentangan antara kajian keilmuan dan kajian keagamaan sehingga
perkembangan ilmu menjadi ilmu pengetahuan adalah upaya menentang doktrin agama,
dan ilmuwan adalah para penentang agama yang harus disingkirkan. Kondisi ini harus
diakui telah menyebabkan hilangnya tradisi agung Yunani yang kritis dan dialektika.
Sebagian besar pengikut ajaran Kristus yang fanatic terhadap agamanya, justru memberi
kesan lahirnya kembali mitologi seperti pernah Berjaya pada abad-abad pra Socrates,
Plato, Aristoteles.Halini juga mengakibatkan perpustakaan iskandaria satu-satunya
dibakar oleh sabgian pengikut setia ajaran Kristus yang fanatic.Seorang gadis cantik
dibunuh oleh kaum gerejawan Kristen yang menolak lamaran setiap laki-laki bangsawan
dan kaum gerejawan Kristen.Hal ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mencurahkan
pikirannya dalam pengembanga ilmu pengetahuan.Ia ingin menghabiskan waktu
perpustakaan dan tidak terganggu oleh pikiran-pikiran duniawi. Sikap sebagian
masyarakat Kristen terhadap ilmu sebagaimana diilustrasi tadi, nyatanya masih terjadi
pada ilmuwan-ilmuwan abad medeavelis (ilmuwan abad pertengahan), dengan tokoh
kunci terlihat pada fenomena inkuisi Galileo Galilei dan Giordano Bruno. Inkuisi yang
dilakukan gereja terhadap dua tokoh kunci ilmuwan abadd pertengahan ini, ditengerai
karena penemuan ilmiahnya yang dianggap bertentangan dengan apa yang terjadi dalam
kitab suci Kristen.
Periode Helenitas dan Romawi
Masa Helenitas dan Romawi adalah suatu masa yang tidak dapat dilepaskan dara peranan
Raja Alexender Agung.Raja ini telah mampu mendirikan Negara besar yang tidak sekedar
meliputi seluruh Yunani, tetapi daerah-daerah di sebelah Timurnya.Kebudayaan Yunani
menjadi kebudayaan supernasional. Kebudayaan Yunani disebut juga “kebudayaan
Helenitas”. Ada sejumlah aliran pada massa ini seperti stoisisme, epikurisme, skeptisisme,
ekletisisme dan neoplatonisme. Stoisisme merupakan mazhab yang didirikan di Athena
oleh Zeno dari Kition.Menurut stoisisme, jagat raya di tentukan “logos” yang berarti
rasio.Epikurisme dibangun Epikuros (341-270 SM) yang telah mendirikan sekolah sendiri
di Athena dan membangun kembali atomisme Demokritos.Menurut aliran ini segala hal
terdiri atas atom yang senantiasa bergerak dan secara kebetuan bertabrakan. Di Yunani ,
Skeptisisme dipelopori oleh Pyrro (365-275 SM), yaitu aliran tidak jelass identitassnya
pada masa Helenitas. Ajaran dalam aliran ini lebih tampak sebagai sikap umum
masyarakat luas yang menyakini bahwa kemampuan manusia tidak akan sampai pada
kebenaran yang mutlak. Isi ajaran mazhab ini adalah kesangsian.
Ekletisisme bukanlah sebagai mazhab atau aliran, seperti skeptisisme.Aliran ini
merupakan kecenderungan masyarakat luas untuk memetik berbagai unsur filsafat dari
berbagai aliran dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tidak sampai pada
kesatuan pemikiran.Tokoh yang hidup di Roma dalam aliran ini adalag Cicero (106-43
SM).Neoplatonisme perlu dipandang sebagai puncak terakhir filsafat Yunani. Sesuai
dengan namanya, neoplatonis menghidupkan kembali filsafat Plato, tetapi para
pngikutnya dipengaruhi filsafat lain yang lahir sesudah Plato, misalnya Aristoteles dan
Stoa. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila aliran ini ditanggapi sebagai sintesis
dari semua lairan pemikiran saat itu.Tokohnya adalah Plotinos (203/4 – 269/70).System
filsafat Plotinos adalah kesatuan yang disebut Allah atau “yang satu” (toHen).Artinya
semua berasal dan kembali pada “Yang Satu” itu sehingga menimbulkan gerakan
pemikiran dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.Neoplatonisme merupakan aliran
filsafat yang dianggap sebagai filsafat baru dalam filsafat Yunani Kuno, menjadi aliran
intelektual yang dominan yang tamoak bersaing dengan dunia Kristen (teologi
Kristiani).Seorang filsof yang sukses dalam mengajarkan neoplatonisme di Athena adalah
Proklos (410-485 SM).
1. Abad Pertengahan
Ini adalah zaman dimana filsafat berfungsi sebagai alat untuk pembenaran atau justifikasi
ajaran agama. Salah satu tokoh filsafat pada abad ini adalah Thomas Aquinas (1225-1274).
Thomas adlah seorang filsuf paling terkenal pada abad pertengahan ini. Ada sejumlah
pemikiran yang ditulisnya, salah satunya adalah mengenai “Lima Argumen Untuk
Membuktikan Keberadaan Tuhan”, lima argument tersebut adalah gerak, sebab-akibat,
ada dan tiada, kelas kualitas, dan keteraturan perencanaan.
1. Filsafat Modern
Filsafat modern berawal dari paruh kedua abad ke-16 Masehi. Berikut ini adalah beberapa
filsuf pada zaman filsafa modern :
Francis Bacon (1561-1626) adalah seorang filsuf pertaman yang berusaha menggali
perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan alam dan menyusun metode ilmiah yang
disebut Novum Organum (alat atau metode baru). Melalui metode ini para
ilmuwan berangkat dari pengamatan-pengamatan terhadap kasus-kasus khusus
untuk kemudian menyusun kesimpulan-kesimpulan umum.
Rene Descartes (1596-1650) yang merupakan filsuf paling terkenal pada zaman ini,
sehingga ia disebut Bapak Filsafat Modern. Yang menjadi perhatian utama
filsafatnya adalah tentang masalah pengetahuan (eistemologi), dan manusia
(filsafat manusia).
John Locke (1632-1704), yang berkeyakinan bahwa semua pengetahuan manusia
diperoleh melalui pengalaman, dan alat-alat indera. Yang merupakan pintu masuk
bagi pengalaman tersebut.
Karl Marx (1818-1883), merupakan filsuf modern yang banyak dikenal oleh dunia.
Marx mengecam kapitalisme yang dinilainya jahat, Karena menjadikan para
pengusaha menjadi kaya, tetapi buruh atau pekerja tetap miskin.
1. Filsafat Kontemporer
Filsafat kontemporer ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan
kaya. Tema-tema filsafat yang banyak dikaji oleh para filsuf pada zaman ini berkaitan
tentang manusia dan bahasa manusia, ilmu pengetahuan, kesetaraan gender, kuasa dan
struktur yang mengungkup hidup manusia, dan isu-isu actual yang berkaitan dengan
budaya, social, politik, ekonomi, teknologi, moral, ilmu pengetahuan, dan hak asasi
manusia. Tokoh-tokoh filsafat pada zaman ini antara lain :
Wilhelm Dilthey (1833-1911), yang juga merupakan seorang sejarahwan. Oleh
sebab itu ia sangat menentang upaya-upaya yang dilakukan oleh para ilmuwan
social pada zamannya untuk menjadikan ilmu pengetahuan alam sebagai model
bagi ilmu pengetahuan social, karena menurut Dilthey ada perbedaan antara IPA
dan IPS, terutama dalam objek kajiannya. Objek kajian IPA adalah benda-benda
alam, sedangkan objek kajian IPS adalah gejala tindakan manusia.
Jean Paul Sartre (1905-1980) yang terkenal dengan ketegasannya tentang
kebebasan manusia.
1. Cabang-Cabang Ilmu Filsafat
[
[Pengamat dan pengkaji filsafat melakukan pembagian yang berbeda-beda mengenai
cabang filsafat. Berikut ini adalah pembagian yang dilakukan oleh para filsuf, pengamat,
dan ahli filsafat (Nurani Soyomukti, 2011):
1. Menurut Platon, filsafat dibagi menjadi tiga cabang, yaitu dialektia ( tantang ide-
ide atau pengertian umum), Fisika (tentang dunia material), dan Etika (tentang hal
ikhwal baik atau buruk).
2. Aristoteles membagi filsafat menjadi empat cabang, yaitu Logika (ilmu yang
dianggap mendahului filsafat), Filsafat Teoritis (cabang ini mencangkup ilmu fisika
yang mempersoalkan dunia materi dan alam nyata, ilmu matematika yang
mempersoalkan hakikat segala sesuatu dalam kuantitasnya, ilmu metafisika yang
mempersoalkan hakikat segala sesuatu), Filsafat Praktis (cabang ini mencangkup
ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorangan
dan ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam Negara),
dan Filsafat Poetika (ilmu kesenian).
3. De Vos menggolongankan filsafat menjadi beberapa cabang, yaitu Metafisika,
Logika, Filsafat Alam, Filsafat Sejarah, Etika, Estetika, dan Antropilogi.
4. Albuerey Castell membagi masalah-masalah filsafat menjadi enam bagian, yaitu
Teologis, Metafisika, Epistimologi, Etika, Politik, dan Sejarah.
5. Richard H. Popkin dan Dr. Avrum Astroll membagi filsafat ke dalam tujuh cabang
ilmu, yaitu Etika, Filsafat Politik, Metafisika, Filsafat Agama, Teori Pengetahuan,
Logika, dan Filsafat Kontemporer.
6. M. J. Langeveld mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang kesatuannya terdiri
atas tiga lingkungan masalah, yaitu Masalah Keadaan (Metafisika manusia, alam,
dan seterusnya), Masalah Pengetahuan (Teori kebenaran, teori pengetahuan, dan
logika), Masalah Nilai (teori nilai etika, estetika yang bernilai berdasaarkan religi).
Berdasarkan pada uraian pembagian cabang-cabang filsafat menurut para filsuf,
pengamat, dan ahli filsafat di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat terbagi kedalam
beberapa cabang. Secara garis besar cabang filsafat terbagi atas dua bagian, yaitu cabang
filsafat umum, dan cabang filsafat khusus. Cabang filsafat umum adalah metafisika, logika,
etika, estetika, dan epistimologi. Dan cabang filsafat khusus adalah filsafat agama, filsafat
manusia, filsafat hokum, filsafat politik filsafat sejarah, dan sebagainya.
Dari beberapa cabang filsafat diatas, hanya beberapa cabang saja yang umum dan sering
menjadi kajian dan harus benar-benar diajarkan, cabang-cabang tersebut adalah
(Sorajiwo, 2007) :
1. Logika, cabang filsafat yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Lapangan
dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan
sehat. Dengan mempelajari logikan, diharapkan dapat menerapkan asas bernalar
sehingga sapat menarik kesimpulan dengan tepat.
2. Epistemology, bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan,
sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan
kesahihan pengetahuan. Dengan mempelajari epistemology ini diharapkan dapat
membedakan antara pengetahuan dengan ilmu serta mengetahui dan
menggunakan metode yang tepat dalam memperoleh suatu ilmu serta mengetahui
kebenaran ilmu tersebut ditinjau dari isinya.
3. Etika, cabang filsafat yang membicarakan lingkah laku atau perbuatan manusia
dalam hubungannya dengan baik-buruk. Dengan mempelajari etika diharapkan
dapat membedakan istilah yang sering muncul seperti etika, norma, dan moral.
Disamping itu, dapat mengetahui dan memahami tingkah laku apa yang baik
menurut teori-teori tertentu, dan sikap yang baik sesuatu dengan kaidah-kaidah
etika.
4. Estetika, cabang filsafat yang membicarakan tentang keindahan. Dengan
mempelajari cabang filsafat ini diharapkan dapat membedakan antara estetiks
filsafati dan estetika ilmiah, berbagai teori-teori keindahan, pengertian seni,
penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.
5. Metafisika, cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Metafisika
membicarakan sesuatu dibalikyang tampak. Dengan belajar metafisika ini orang
justru akan mengenak tuhannya, dan mengetahui berbagai macam aliran yang ada
dalam metafisika. Aliran-aliran tersebut adalah ontology, kosmologi, dan
antropologi.
MAKALAH FILSAFAT ILMU
PERKEMBANGAN DAN CABANG-CABANG FILSAFAT
B. Hakikat Pengetahuan
1. Hakikat Pengetahuan
Secara biologis manusia memang diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, karena
adanya berbagai kesamaan dengan hewan[1]. Namun, manusia dikatakan memiliki
keunggulan terutama pada kecerdasannya. Karena hanya manusialah yang mampu
menafsirkan alam semesta beserta interaksi-interaksi yang ada di dalamnya melalui rasa
ingin tahu. Banyak ilmuwan yang telah berupaya mengidentifikasi perihal kemamapuan
manusia untuk “tahu” ini, contohnya melalui tinjauan otak manusia. Manusia itu
mempunyai otak besar serta kulit otak yang paling sempurna tumbuhnnya dan paling
banyak berliku-likunya. Ini menyebabkan bahwa ia menjadi suatu ‘binatang berpikir’,
sehingga ia membuka kemungkinan-kemungkinan bagi kekuatan berpikir, daya
mengangan-angankan, kesadaran dan keinsafan, kemampuan bicara, daya belajar yang
sempurna sekali dan daya menggunakan alat[2]. Melalui penerjemahan tentang otak
tersebut, ilmuwan mencoba memberikan kesimpulan bahwa rasa ingin tahu manusia
dapat ada karena salah satunya didukung oleh fisiologi sel-sel otak manusia. Namun
sejauh yang penulis ketahui, belum ada ilmu yang mampu menjelaskan lebih rinci
mengenai kemampuan dan mekanisme kerja otak manusia yang dapat berpikir untuk
tahu, menganalisis, mengingat, dan berangan-angan. Setidaknya biologi telah berupaya
menjelaskan otak manusia tersebut, yang dapat memberikan informasi terkait rasa ingin
tahu manusia.
Rasa ingin tahu yang ada pada manusia menjadikan manusia memiliki pengetahuan.
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge.
Sedangkan secara terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah
segala sesuatu yang diketahui; segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata
pelajaran). Dalam penjelasan lain, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu[3]. Melalui dua pengertian di atas, dapatlah dipahami secara
sederhana bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang manusia ketahui sebagai
hasil dari proses mencari tahu. Pengetahuan menjadi sebuah hal yang luar biasa dalam
peradaban manusia, karena melalui pengetahuanlah aspek-aspek dalam peradaban
manusia berkembang yang kemudian seluruhnya dapat dibedakan berdasarkan ontologi,
epistemologi dan aksiologinya[4].
Agar lebih sederhana dalam memahami pengetahuan ini, maka penulis menganalogikan
dengan hal berikut: Anda adalah mahasiswa baru di Pascasarjana UNY, kemudian Anda
ingin mengetahui perpustakaan Pascasarjana UNY. Oleh karena itu, Anda menanyakan
pada seseorang, yang kemudian dengan informasi yang diberikannya Anda akhirnya tahu
dan dapat menemukan perpustakaan Pascasarjana UNY. Informasi yang Anda tanyakan
tadi akhirnya membantu Anda untuk menemukan perpustakaan Pascasarjana UNY.
Informasi tentang perpustakaan Pascasarjana UNY yang baru Anda dapatkan tadi, itulah
pengetahuan baru bagi Anda.
Manusia berpengetahuan bukan semata-mata untuk mempertahankan keberlangsungan
hidupnya, melainkan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pada masa lalu, manusia berupaya
mencari tahu untuk mengetahui suatu hal, umumnya menggunakan cara-cara yang
sederhana yakni melalui aktivitasnya dengan alam. Sehingga ia akan menemukan cara
hidup yang sesuai dengan alam. Untuk dapat memahami tahapan pengetahuan, secara
umum August Comte (1798-1857)[5] membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan
manusia dalam tahap religius, metafisik dan positif. Tahapan tersebut jugalah yang ada
pada peradaban bangsa Indonesia. Pada tahap pertama, asas religilah yang dijadikan
postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi.
Tahap kedua, orang mulai berspekulasi tentang metafisika (kebendaan) ujud yang
menjadi objek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem
pengetahuan di atas dasar postulat metafisik tersebut. Sedangkan tahap ketiga adalah
tahap pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif
dalam proses verifikasi yang objektif[6].
Berdasarkan tahapan pengetahuan yang telah dikembangkan oleh August Comte,
dapatlah dipahami bahwa pengetahuan manusia pada mulanya didasari dengan suatu
sikap pasif terhadap alam semesta. Sehingga yang muncul adalah kepatuhan terhadap
alam semesta dengan cara memujanya agar kebaikan-kebaikanlah yang didapatkan dari
alam. Hal ini dapat diketahui melalui adat-istiadat beberapa masyarakat kita yang masih
mengadakan ritual tertentu sebagai bentuk penghormatan terhadap alam. Secara
sederhana masyarakat memandang lingkungan sekitarnya penuh dengan sumber daya
alam yang dapat dimanfaatkan, maka sistem pengetahuannya menyatakan bahwa semua
itu adalah karunia sesuatu yang tidak tampak. Akhirnya kekompleksitasan yang ada pada
alam semesta menjadikan manusia pada zaman dahulu mencoba menafsirkan alam
semesta dengan mengkaitkannya pada wujud dan sifat-sifat manusia. Kemudian
termanifestasikanlah ke dalam bentuk para dewa[7]. Karena pada dasarnya, setiap suku
bangsa umumnya mempunyai cerita mitos yang merupakan hasil pemikiran masyarakat.
Mitos mengandung unsur-unsur simbolik yang mempunyai arti dan pesan bagi hubungan
sosial maupun kehidupan sehari-hari masyarakat.
Masyarakat Indonesia juga memiliki mitos sendiri yang berasal dari asimilasi paham
animisme dengan paham Hindu dalam tindakan religius orang Jawa, akhirnya melahirkan
berbagai bentuk dewa. Dapatlah dianalogikan perkembangan pengetahuan manusia
menurut August Comte seperti ini, manusia yang hidup dengan mengandalkan alam
seperti pertanian. Sebagai contoh, masyarakat Jawa mempercayai bahwa melimpahnya
tanaman yang tumbuh di tanah Jawa sebagai karunia Yang Maha Kuasa, yang diperoleh
melalui pengorbanan seorang dewi, yaitu Dewi Sri[8]. Melalui pemahaman akan adanya
sosok Dewi Sri tersebut, maka masyarakat menganggap tumbuhan yang melimpah adalah
karunia sehingga memerlukan perlakuan yang baik. Maka, untuk menjaga agar tumbuhan
tetap dapat tumbuh subur dan menghasilkan panen yang melimpah, masyarakat
menggelar ritual untuk “menyenangkan” dan menghormati Sang Dewi. Hal tersebut
umumnya diselenggarakan dalam bentuk upacara-upacara pada proses penanaman padi,
mulai dari pembenihan hingga panen bahkan ketika terjadi gagal panen.
Oleh karena itu, jika pada suatu waktu padi yang ditanam tiba-tiba menjadi mengering
dan tidak memberikan hasil panen yang memuaskan, manusia menyimpulkan bahwa
alam telah marah padanya karena kurang dimuliakan maka mulailah mereka kembali
memuliakan alam melalui ritual-ritual tertentu[9]. Hal tersebut sebagai manifestasi dari
pengetahuan manusia bahwa ada kekuatan di luar diri manusia yang tidak bisa
dikendalikan oleh manusia, maka manusia harus memulikan kekuatan tersebut agar
kehidupan manusia dapat terjamin. Setelah itu, pengetahuan manusia terus berkembang,
sehingga memandang fenomena tanaman yang tiba-tiba tidak produktif ternyata terjadi
secara berkala, yakni pada suatu waktu tertentu[10]. Melalui pengalaman tersebut
akhirnya manusia menyimpulkan bahwa bukan semata-mata alam marah jika tanaman
tidak berproduksi melainkan hal tersebut terjadi karena suatu hal yang tidak nyata di
alam namun memiliki pengaruh pada pertumbuhan tanaman, seperti musim. Akhirnya
berdasarkan pengalaman manusia, pengetahuannya menyimpulkan bahwa ketika musim
tertentu (kemarau) padi yang ditanam tidak akan membuahkan hasil. Dengan demikian
pada tahap pengetahuan yang kedua ini, manusia mulai menafsirkan bahwa alam
memiliki siklus musim. Namun, manusia belum dapat berbuat banyak karena hanya
sekedar mengetahui adanya musim pengering. Maka, mereka memulai untuk
mengantisipasi ketersediaan air melalui sistem irigasi secara sederhana.
Selanjutnya, di tahap akhir manusia menafsirkan alam berdasarkan ilmu pengetahuan
seperti sekarang ini. Manusia mencoba menafsirkan mengapa musim kemarau itu dapat
terjadi dan pada dewasa ini cenderung tidak dapat terprediksikan. Sehingga seharusnya
mereka dapat memanen hasil pertanian namun terkadang gagal panen karena kekeringan
yang melanda. Pada tahap selanjutnya inilah, manusia mulai mengenal ilmu pengetahuan
maka untuk menafsirkan fenomena alam yang tidak terprediksikan tersebut mulailah
manusia meninjaunya secara lebih objektif atau berdasarkan kondisi alam apa adanya.
1. Hakikat Ilmu Pengetahuan
Banyak orang mengartikan pengetahuan dan ilmu pengetahuan itu sama, hal tersebut
memang tidak salah seluruhnya namun perlu ditinjau berdasarkan kaidah keilmuan agar
dapat memahami sesungguhnya. Sebagaimana analogi yang telah dipaparkan, bahwa
ilmu pengetahuan adalah tahapan atau bagian dari pengetahuan. Sehingga dapat
dipahami bahwa pengetahuan berbeda dengan ilmu. Lebih tepatnya ilmu adalah bagian
dari pengetahuan. Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata “science”, yang secara
etimologis berasal dari kata latin “scinre”, artinya “to know”. Namun,
pengertian science ini sering salah diartikan, dan direduksi berkaitan dengan ilmu alam
semata padahal tidak demikian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu merupakan
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu. Pendapat lain menerangkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan
yang mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainnya dengan penuh tanggung
jawab dan kesungguhannya[11]. Melalui pendapat tersebut dipahami bahwa ilmu
merupakan pengembangan dari pengetahuan yang memiliki aturan tertentu dan dapat
diuji kebenarannya karena berkaitan dengan penafsiran suatu hal yang pada umumnya
berlaku secara umum. Science is the system of man’s knowledge on nature, society and
thought. It reflect the world in concepts, categories and law, the correctness and truth of
which are verified by practical experience[12], demikian pernyataan Afanasyef seorang
ahli pikir Marxist berkebangsaan Rusia. Melalui penjabaran yang telah dikemukakan maka
dapatlah dipahami bahwa ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai
suatu hal tertentu (obyek/ lapangan), yang merupakan kesatuan yang sistematis dan
memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan
menunjukkan sebab-sebab hal atau kejadian itu[13].
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan, maka ilmu menunjukan perkembangan
pengetahuan manusia yang telah tersusun secara lebih terstruktur dan dapat diuji
kebenarannya oleh semua orang. Pada akhirnya alam semesta dapat diterjemahkan oleh
manusia menggunakan cara-cara yang lebih sesuai dengan dinamika alam apa adanya.
Berdasarkan kajian-kajian yang ada, maka penulis menyimpulkan bahwa ilmu sebagai
bagian dari pengetahuan memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari pengetahuan lain,
yaitu: logis, sistematis, universal dan empiris. Logis menunjukan bahwa ilmu dapat
dijangkau dan diterima oleh nalar manusia. Karena sifatnya dapat teramati oleh indera
manusia atau dapat dijangkau oleh alat-alat yang mampu membantu indera manusia
dalam menafsirkan gejala alam. Sistematis menunjukkan pada sebuah hal yang runut,
memiliki tahapan-tahapan yang jelas dalam memahaminya. Universal, bersifat
menyeluruh yang berarti ilmu pengetahuan berlaku secara umum. Sedangkan empiris
menunjukan bahwa semua orang dapat mengalami ilmu pengetahuan itu atau dapat
mengembangkan ilmu tersebut.
Cerita tentang tanaman padi kita tadi yang tiba-tiba mengering secara tidak
terprediksikan, pada akhirnya dapat dijelaskan secara lebih ilmiah oleh keilmuan.
Fenomena tersebut dapat dijelaskan oleh ilmu geografi misalnya yang dapat menelaah
pergantian musim terjadi berdasarkan letak suatu wilayah dan penyinaran matahari.
Sedangkan secara biologi misalnya, pada dewasa ini terjadi fenomena padi yang tiba-tiba
mengering sebelum masanya dapat terjadi karena adanya fenomena pemanasan global
yang menyebabkan musim menjadi tidak menentu dan meningkatnya suhu bumi sehingga
menjadi lebih panas akibat kerusakan ozon[14]. Hal tersebut dapat menjadi salah satu
penyebab yang lebih ilmiah dan berlaku secara umum untuk menjelaskan faktor
penyebab fenomena padi kita.
Setelah dipahami bahwa penyebab kekeringan itu adalah siklus penyinaran matahari dan
pada dewasa ini dapat pula terjadi karena adanya pemanasan global maka, ilmu jugalah
yang mengembangkan solusi bagi pertanian. Kemajuan di bidang biologi sel dan
molekuler[15] menjadikan para biologiwan dapat mengembangkan varietas tanaman
dengan keunggulan tertentu. Biologiwan dapat menghasilkan tanaman padi yang lebih
unggul dengan waktu produksi panen yang lebih singkat dan hasil yang baik. Sebagai
contoh adalah padi yang dihasilkan oleh BATAN atau lembaga pertanian. Karena padi
yang dihasilkan terbukti memiliki keunggulan seperti masa panen yang pendek, tahan
terhadap hama, tahan terhadap kondisi panas yang ekstrem. Dengan demikian solusi dari
masalah kegagalan panen karena musim tadi, bukan hanya dapat diselesaikan melalui
sistem irigasi sederhana melainkan dapat diantisipasi dengan adanya padi dengan varietas
yang lebih unggul.
Ilmu merupakan hasil dari peradaban manusia yang semata-mata membantu
memudahkan pekerjaan manusia. Dalam hal ini pekerjaan manusia bukan hanya aspek
praktis semata melainkan ilmu berhasil menerjemahkan alam semesta yang berlaku
secara umum. Sehingga setiap orang dapat memahami gejala-gejala alam secara serentak
dan ilmu itu juga dapat digunakan oleh semua orang tanpa batas apapun. Maka, di akhir
pembahasan mengenai hakikat ilmu ini dapatlah kita mengutip pernyataan berikut ini,
“ilmu itu ibarat bis kota: memang tidak senyaman Mercy Tiger, tapi rutenya jelas dan
jadwalnya dapat dipercaya. Jelas bukan tunggangannya nabi yang diberkahi wahyu atau
seniman besar yang penuh ilham, namun kendaraan orang-orang biasa seperti kita”[16].
C.Batasan Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan memiliki ontologi, epistemologi dan aksiologi, maka apakah segala sesuatu
yang terjadi pada manusia mampu dijelaskan oleh ilmu pengetahuan? Ternyata
jawabannya tidak. Karena ilmu pengetahuan memiliki batasan, seperti itu jawaban
sederhananya. Namun, apakah batas dari ilmu itu?. Secara ontologis, ilmu membatasi diri
pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia[17].
Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan
kehidupan sehari-hari manusia, serta digunakan untuk menawarkan kemudahan pada
kehidupan manusia. Melalui hal tersebut dapatlah dipahami bahwa ilmu berbatas pada
sesuatu yang dialami manusia, karena pengetahuan yang belum dialami manusia
berupaya dijelaskan oleh pengetahuan lain, seperti agama contohnya.
Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya telah menghasilkan banyak hal dalam
peradaban manusia. Bahkan seperti yang diketahui makhluk hidup yang tidak dapat
dilihat oleh mata telanjang saja, dapat diidentifikasi menggunakan mikroskop sebagai
salah satu hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan. Lebih menakjubkan lagi, karena
makhluk mikroskopik tersebut memiliki peran dalam kehidupan manusia. Seperti cerita
kekeringan padi tadi. Setelah manusia mampu mengidentifikasi penyebab kekeringan,
manusia mulai memikirkan cara untuk menghasilkan padi yang lebih baik, yang dapat
tahan pada kondisi dengan ketersediaan air yang rendah. Akhirnya melalui cabang ilmu
biologi, yakni rekayasa genetika, manusia dapat menggabungkan gen padi yang unggul
dengan gen padi yang biasa dengan menggunakan plasmid bakteri sebagai resipennya.
Apabila gen padi unggul tadi dapat berekspresi maka, munculah padi unggul dengan jenis
baru, dan dapat dikembangkan lagi keunggulannya itu. Hal ini tentu bermanfaat bagi
peningkatan produk pertanian. Demikianlah irama ilmu pengetahuan yang senantiasa
berdinamika dalam dinamika kehidupan manusia.
Ilmu telah membantu manusia menafsirkan alam semesta, bahkan membantu manusia
dalam meramalkan suatu kejadian berdasarkan pola-pola yang tampak. Namun, banyak
pula yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan tidak selalu menghasilkan dampak
positif, melainkan juga terdapat dampak negatifnya. Seperti padi hasil rekayasa genetika
tadi, dinilai dapat mengurangi varietas padi. Sehingga padi yang tidak unggul akan punah,
karena tidak dikembangkan. Melalui hal ini perlulah pemahaman yang lebih bijak, bahwa
ilmu merupakan alat yang dapat digunakan sesuai tujuannya. Kutipan bijak mengenai
ilmu tampaknya cocok sebagai penutup pada pembahasan batasan ilmu ini
yakni, menolak kehadiran ilmu dengan picik berarti kita menutup mata terhadap semua
kemajuan masa kini di mana hampir semua aspek kehidupan modern dipengaruhi oleh
produk ilmu dan teknologi. Sebaliknya dengan jalan mendewa-dewakan ilmu, hal ini
menunjukan bahwa disini pun kita gagal untuk mendapatkan pengertian mengenai
hakikat ilmu yang sesungguhnya. Mereka yang sungguh-sungguh berilmu adalah mereka
yang mengetahui kelebihan dan kekurangan ilmu, di atas dasar itu mereka menerima
ilmu sebagaimana adanya, mencintainya dengan bijaksana, serta menjadikan dia bagian
dari kepribadian dan kehidupannya. Bersama-sama pengetahuan lainnya dan bersama
pelengkap kehidupan dan memenuhkan kebahagiaan kita[18].
1. Kebenaran Ilmiah
Pada dasarnya ilmu pengetahuan menjelaskan segala sesuatu dengan maksud untuk
mencari kebenaran. Kebenaran dalam wilayah ilmu pengetahuan ini memiliki berbagai
pandangan yang akhirnya menghasilkan berbagai aliran pemikiran. Aliran-aliran tersebut
berasal dari hasil pemikiran para ahli yang berupaya mencari tahu kebenaran yang
dimaksud oleh ilmu pengetahuan.
Pada dasarnya kebenaran telah menjadi kajian berpikir sejak lama. Plato (427-347) dan
Aristoteles (384-322) telah mencoba merumuskan kebenaran ini. Teori kebenaran yang
dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles adalah teori koherensi. Teori koherensi
beranggapan bahwa suatu hal dikatakan benar berdasarkan pernyataan-pernyataan yang
sebelumnya. Sehingga, apabila ada pernyataan “semua hewan menyusui masuk ke dalam
kelas mamalia” adalah pernyataan yang benar. Maka, pernyataan bahwa paus menyusui
dan ia termasuk ke dalam kelas mamalia” adalah pernyataan yang benar karena
pernyataan-pernyataan yang ada saling berkaitan dan menunjukan kebenaran. Walaupun
yang kita tahu paus adalah ikan, namun karena ia menyusui ia tidak masuk ke dalam kelas
Pisces melainkan Mamalia. Selanjutnya teori kebenaran dikembangkan oleh Bertrand
Russell (1872-1970) dengan teori korespondensi. Berdasarkan teori koherensi, suatu hal
dianggap benar apabila dapat diuji dengan kesesuaian obyek yang ada. Sebagai contoh,
apabila terdapat pernyataan “ayam berkembang biak dengan bertelur”. Maka pernyataan
dikatakan benar karena secara faktual, ayam memang berkembang biak dengan bertelur
dan ditemukan pula telur ayam itu. Demikian teori kebenaran yang umumnya digunakan.
Teori koherensi dan korespondensi bermanfaat dalam memahami suatu hal karena dilatar
belakangi oleh metode ilmiah. Sehingga kebenaran dalam wilayah ilmu pengetahuan
merupakan kebenaran ilmiah yang berangkat melalui metode ilmiah. Metode ilmiah ini
diidentikan sebagai cara yang tepat untuk memahami sesuatu, karena didasarkan pada
ciri-ciri keilmuan, yakni rasional, empiris dan sistematis.
Pada perkembangannya banyak ahli-ahli yang masih mencoba merumuskan kebenaran
itu, yang kemudian melahirkan berbagai aliran seperti empirisme, idealisme,
eksistensialisme dan pragmatisme. Teori-teori tersebut akan coba untuk dibahas berikut
ini:
1. Aliran Empirisme
Suatu hal dianggap benar menurut teori ini, jika suatu hal tersebut dapat dialami oleh
semua orang. Sehingga pengetahuan itu hanya didapatkan melalui pengalaman.
Pengalaman ini dibantu oleh alat-alat indera. Sehingga pengetahuan hanya didapatkan
jika alat-alat indera menerima suatu hal sebagai pengalamannya. Sebagai contoh: Api itu
panas. Hal ini dapat diketahui oleh semua orang karena ketika tangannya terbakar, ia
akan merasakan panas. Maka api itu panas adalah benar, karena semua orang dapat
mengalami rasa panas ketika kulit sebagai indera peraba terkena api. Tokoh dari aliran
empirisme ini adalah John Locke.
2. Idealisme
Immanuel Kant merupakan tokoh dalam teori ini. Idealisme sering disebut sebagai aliran
romantik. Kant dalam sistemnya memberi keterangan tentang kemampuan budi
mencapai pengetahuan: ia mengatakan sampai dimana kemampuan budi itu. Dengan
terang dikatakannya, bahwa dengan budi murni orang tak mungkin mengenal yang diluar
pengalaman, karena pengetahuan budi itu selalu mulai dengan pengalaman: metafisika
murni tak mungkin![19]. Secara sederhana dipahami bahwa idealisme berkaitan dengan
pikiran manusia sehingga sesuatu dinyatakan benar jika dapat terpikirkan oleh manusia.
Aliran ini dianggap terlalu subyektif dan romantik karena budi setiap orang itu berbeda-
beda.
3. Eksistensialisme
Eksistensi membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh
eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertatanam, tumbuh,
berkembang. Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja,
berbakti dan membentuk kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia,
segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia
meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak
hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga. Harimau menjadi bangkai.
Manusia mati. Demikianlah peranan eksistensia. Olehnya segalanya dapat nyata ada,
hidup, tampil, berperan. Tanpanya, segala sesuatu tidak nyata ada, apalagi hidup dan
berperan[20] Sehingga dapat dipahami kebenaran menurut eksistensi adalah apabila
sesuatu itu ada, eksis meskipun saat itu ia tidak benar-benar ada di tempat kita
memikirkannya.
4. Pragmatisme
John Dewey merupakan tokoh yang ada pada teori ini. Pragmatisme beranggapan bahwa
sesuatu adalah benar jika memiliki fungsi secara praktis. Sebagai contoh: metode
pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah metode yang tepat untuk belajar Biologi.
Karena melalui metode ini, siswa akan lebih mampu memahami materi ajar biologi dan
memperoleh hasil belajar yang bagus karena didasarkan pada kearifan lokal yang ada di
sekitarnya. Maka dalam pragmatisme, metode tersebut dianggap benar karena memiliki
fungsi untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Hal yang mendasar dari manausia adalah rasa ingin tahu. Dengan rasa ingin tahu ini,
dalam perkembangannya melahirkan adanya pengetahuan dan ilmu. Pengetahuan dan
ilmu sering sekali ditafsirkan sebagai hal yang sama. Namun, ternyata secara esensi
keduanya berbeda. Pengetahuan berkaitan dengan segala sesuatu yang manusia ketahui.
Sedangkan ilmu merupakan kumpulan dari pengetahuan yang telah tersistematis, jelas
ontologi, epistemologi dan aksiologinya dan dapat diuji kebenarannya. Melalui ilmu ini
terus berupaya memahami alam semesta sehingga ilmu itu bersifat dinamis. Karena
secara hakiki melalui ilmu, manusia berupaya mencari kebenaran dari fenomena yang
ada. Sehingga tidak mengherankan dalam perjalanannya, suatu fenomena dapat dinilai
benar saat itu karena dapat dibuktikan kebenarannya. Namun, pada beberapa tahun
setelahnya dapat saja kebenaran yang lalu itu tergantikan oleh kebenaran yang lain
karena telah lebih kompleksnya sarana pengujian fenomena tersebut. Akhirnya
kebenaran dalam wilayah ilmu ini pun menjadi bahasan di kalangan para pemikir, yang
kemudian melahirkan berbagai pemahaman terkait kebenaran. Menjadi sebuah hal yang
menarik untuk dikaji karena mampu menjadi landasan pemikiran bagi insan akademis
pada khususnya dan pada setiap insan pada umumnya.
1. Saran
Diperlukan adanya makalah khusus yang mengkaji lebih dalam mengenai teori-teori
pemikiran yang berkaitan dengan filsafat ilmu, sehingga mampu menafsirkan realitas hari
ini berdasarkan sudut pandang keilmuan.
Bahan Pustaka:
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Maksum, Ali. 2012. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Poedjawijatna. 1997. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: PT Rineka Cipta
Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi aksara
Suriasumantri, Jujun. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Poedjawijatna. 1997. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: PT Rineka Cipta
Utsman, Muhammad. 2012. Dewi Sri dan Masyarakat Agraris Jawa. Jakarta: Universitas
Indonesia Fakultas Ilmu Budaya
Vaas, K.F. 1956. Darwinisme dan Ajaran Revolusi. Jakarta: PT Pustaka Rakyat
(http://filsafat.kompasiana.com/2013/11/30/auguste-comte–615312.html).28 September
2014.
[1] Makhluk hidup dalam biologi terbagi dalam lima kingdom. Secara biologis, manusia
masuk ke dalam kingdom
Animalia karena multiseluler, sel-sel terspesialisasi, eukariotik, heterotof, memerlukan
oksigen dalam respirainya,
reproduksi seksual.
[2] K.F. Vaas, Darwinisme dan Ajaran Evolusi (Jakarta: PT Pustaka Rakyat,1956), hlm. 117.
[3] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: Bumi aksara, 2003), hlm.5.
[4] “Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang
suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian
dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya
seperti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara
langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana
kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tak ada, sebab pengetahuan merupakan
sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Setiap jenis
pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi)”Jujun
Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebagai Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2009), hlm. 104-105.
[5] August Comte dikenal sebagai filsuf Perancis karena memperkenalkan bidang ilmu
sosiologi serta aliran positivisme. Positivisme ini yang mempengaruhi pikirannya.
Positivisme diturunkan dari kata positif, filsafat ini berpangkal dari apa yang telah
diketahui, yang faktual, yang positif. Positivisme hanya membetasi diri pada apa yang
tampak, segala gejala. (http://filsafat.kompasiana.com/2013/11/30/auguste-comte–
615312.html)
[6] Jujun, op cit., hlm. 25.
[7] Nenek moyang kita pada masa lalu telah berupaya membangun pengetahuannya
berdasarkan pengalamannya memahami kondisi alam semesta. Dengan cara yang tidak
juga mudah karena tentu dilakukan dengan cara pengamatan dan perhitungan yang
sederhana sampai akhirnya manusia mampu menelaah kondisi alam walaupun dengan
cara tahayul. Sehingga dapat dipahami bahwa sejak dahulu, masyarakat telah mencoba
mencari tahu sebab-sebab sesuatu terjadi dan apa yang pantas dilakukan untuk
mencegah hal buruk terjadi. Kemudian dengan cara berpikir yang tahayul tersebut,
mereka mengkaitkan gejala alam dengan sifat-sifat manusia yang termanifestasikan
dalam bentuk berbagai dewa lengkap dengan cerita-cerita mitosnya. Dengan demikian,
mulailah lahir ritual-ritual yang bermaksud memuja dewa guna menjaga kestabilan alam
semesta.
[8] Dalam masyarakat pertanian, melimpahnya hasil panen berkaitan erat dengan
kesuburan yang identik dengan perempuan. Dewi Sri muncul sebagai gambaran dari dewi
kesuburan dalam masyarakat Jawa. Kesuburan dikaitkan dengan perempuan karena
fungsi produksi dan reproduksinya. Dalam kebudayaan agraris, perempuan dianggap
melahirkan segala sesuatu di dunia ini. Karena itulah muncul konsepsi pemujaan dewi ibu
(mother goddess) dalam masyarakat agraris. Dewi ibu berperan sebagai pelindung
kelahiran dan kehidupan, mengendalikan bahan makanan (padi), mengetur kehidupan,
kekayaan dan kemakmuran” Sumintarsih dalam Muhammad Sandy Utsman, Dewi Sri dan
Masyarakat Agraris Jawa(Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, 2012).
[9] Bentuk ritual yang dilakukan masyarakat Jawa adalah upacara ketika menabur benih,
upacara ketika menyemai, upacara proses menandur, upacara Tingkep Tandur, yang
merupakan upacara yang dilakukan ketika gabah mulai tumbuh dan berisi, kemudian
upacara wirit/ methik yang dilakukan pada saat panen. Selain upacara-upacara yang
dilakukan, masyarakat Jawa juga menghormati Dewi Sri lewat adanya pemujaan terhadap
Dewi Sri di Candi Barong dan juga di dalam rumah adat orang Jawa yang pada umumnya
menyediakan tempat khusus untuk pemujaan sang Dewi.
[10] Pada suatu waktu terkadang petani mengalami gagal panen. Dalam pertanian
banyak faktor yang mempengaruhi produksi tani, seperti: serangan hama, ketersediaan
air, pergantian musim sebagai faktor eksternal pertanian, selain itu jenis dan sifat
tanaman yang juga mempengaruhi cocok atau tidaknya di tanam di tanah tersebut.
[11] Jujun, op cit., hlm.35.
[12] Burhanudin Salam, op cit., hlm.10.
[13] Ibid., hlm. 14.
[14] Pemanasan global merupakan peristiwa meningkatnya suhu rata-rata di permukaan
bumi. Fenomena ini banyak diperbincangkan beberapa tahun belakangan ini. Karena
dapat dirasakan di hampir seluruh wilayah yang ada di permukaan bumi. Seperti,
meningkatnya suhu panas di bumi, naiknya permukaan air laut, intensitas cuaca yang
ektrem dan tidak terprediksikannya perubahan musim. Setelah melalui penelitian
akhirnya diketahui bahwa penyebab dari pemanasan global ini adalah menumpuknya gas-
gas emisi yang berasal dari aktivitas manusia. Pemanasan global ini menyebabkan
kerugian bagi manusia sendiri, seperti terpengaruhnya hasil pertanian, pencarian kutub,
kebakaran hutan pada lahan gambut, dan masih banyak lagi.
[15] Kemajuan di bidang biologi sel dan molekuler ditandai dengan diketahuinya gen
sebagai unsur yang mempengaruhi pewarisan sifat pada seluruh makhluk hidup.
Kemudian, biologi molekuler mengetaui bahwa plasmid bakteri dapat digunakan sebagai
resipen untuk mereaksikan gen antar makhluk hidup. Penemuan inilah yang kemudian
dikembangkan guna mendapatkan tanaman dengan varietas unggul melalui rekayasa
genetika. Rekayasa genetika pada pertanian sudah banyak dilakukan guna memberikan
solusi pada masalah-masalah pertanian.
[16] Jujun,. op cit., hlm.56.
[17] Ibid., hlm.105.
[18] Ibid., hlm. 140.
[19] Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1997), hlm.114
[20] Ali Maksum, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2012), hlm.363-364.
Bagikan ini: