Anda di halaman 1dari 57

1

ILMU, ILMUWAN DAN TANGGUNG JAWAB ILMUWAN

MAKALAH
http://serambima.blogspot.co.id/2014/08/ilmu-ilmuwan-dan-tanggung-jawab-ilmuwan.html

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Semester Genap tahun akademik 2013-2014

(Your Logo’s University)

Oleh:

Nama : RUDYANTO

NIM :

DOSEN PENGAMPU

Bapak Muzhoffar Akhwan


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2014
__________________________________________________________________

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mempermudahkan penulis untuk dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu.Terlebih juga penulis memiliki maksud lebih
dalam penulisan sehingga bukan hanya menyelesaikan namun juga mengembangkan keahlian
karya tulis bagi penulis sendiri.

Penyelesaian tugas makalah dengan tema “Ilmu, Ilmuan dan Tanggung jawab sebagai
Ilmuan” mengarah kepada nilai koheren antara ilmu dan ilmuwan itu sendiri.Secara eksplisit,
seorang ilmuwan haruslah memiliki nilai dasar dan tujuan jelas (rasional) dan manusiawi
sehingga dapat diterima sebagai karya yang positif bagi kehidupan manusia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah memberi pengarahan
dalam proses penyelesaian tulisan ini. Sehingga dapat diselesaikan dengan penilaian tepat pada
waktunya dan terlebih kepada bapak Muzhoffar Akhwan yang telah memberi pengajaran
kepada penulis dalam masa pengajarannya.

Demikian dan sega dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan kepada yang lain.

Wassalamu’alaikum
10 Juli 2014

Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pembuka

a. Latar Belakang

b. Rumusan Masalah

Bab II Isi

1.1.1 Ilmu

1.1.1 Pengertian Ilmu

1.1.2 Syarat-syarat Ilmu

1.2 Ilmuwan

1.2.1 Pengertian Ilmuwan

1.2.2 Kedudukan Ilmuwan atau Ulama

1.2.3 Tanggung Jawab Seorang Ilmuan

Bab III Penutup


a. Kesimpulan

b. Saran

c. Referensi

Bab I

a. Latar Belakang

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial.Terbukti dengan berbagai penemuan


sejarah bahwa manusia hidup dalam berkelompok. Cara hidup yang berbeda-beda membuat
manusia memiliki nilai akreditas terbaik daripaa makhluk lain di bumi. Terbentuknya variasi
semacam ini bukan hanya sekedar kebetulan semata, melainkan dibutuhkannya kecerdasan
mental dalam pengolahan dan penyikapannya.

Kedua hal ini berkembang dan dinamakan sebagai ilmu bagi manusia.Namun, mengenai
hakekat ilmu itu sendiri masih dipertentangkan apakah bersifat relatif ataukah absolut.Terlebih
daripada itu, kebenaran esensi ilmu tersendiri timbul berdasarkan penyifatan yang telah
disepakati oleh manusia.Rasionalitas, manusiawi dan empirik adalah diantaranya sifat dalam
ilmu itu sendiri.

Menjadi suatu pertanyaan besar oleh sebagian para peneliti barat maupun timur ialah
“bagaimana dengan agama?” “apakah termasuk ilmu ataukah hal lain hanya sebagai
pengetahuan yang bersifat ortodok ?” Maka penulisan di bawah ini akan lebih memperjelas
mengenai Ilmu dan Ilmuan. Sehingga penemuan benar tidaknya mengambil satu pilihan
berdasarkan argumen yang telah tersedia dalam tulisan.

b. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Ilmu, Ilmuwan?

b. Bagaimana tanggung jawab seorang ilmuwan terhadap ilmu ?


BAB II

1.1 Ilmu

1.1.1 Pengertian Ilmu

Ilmu[1], sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.[2] Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.[3]

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan


pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya.Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang
bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup
pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret.Berkenaan
dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan
bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.

Secara etimologi, kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm (‫["(علم‬4] yang berarti memahami,
mengerti, atau mengetahui.Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti
memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah
sosial, dan sebagainya.

Bila ada istilah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela maka ilmu juga bisa
diatikan sebagai penerang dunia. Karena ibarat hidup tanpa ilmu maka kita akan hidup dalam
sebuah kegelapan yang tanpa berujung. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu mencari
dan memperdalam ilmu supaya kita bisa mengikuti perkembangan jaman tanpa dihantui rasa
ketakutan karena kedangkalan ilmu yang kita miliki.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi ilmu menurut beberapa ahli[5]:

# M. IZUDDIN TAUFIQ

Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen,
dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya

# THOMAS KUHN
Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, bail dalam bentuk
penolakan maupun pengembangannya

# Dr. MAURICE BUCAILLE

Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama
maupun sebentar.

# NS. ASMADI

Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui
penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah)

# POESPOPRODJO

Ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi perkembangan teori
dan uji empiris

# MINTO RAHAYU

Ilmu adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan berlaku umum, sedangkan
pengetahuan adalah pengalaman yang bersifat pribadi/kelompok dan belum disusun secara
sistematis karena belum dicoba dan diuji

# POPPER

Ilmu adalah tetap dalam keseluruhan dan hanya mungkin direorganisasi.

# DR. H. M. GADE

Ilmu adalah falsafah.yaitu hasil pemikiran tentang batas-batas kemungkinan pengetahuan


manusia

# FRANCIS BACON

Ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan hanya fakta-fakta yang dapat menjadi
objek pengetahuan

# CHARLES SINGER

Ilmu adalah suatu proses yang membuat pengetahuan (science is the process which makes
knowledge)
1.1.2 Syarat-syarat Ilmu :

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa


penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai
ilmu.[6]Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam
yang telah ada lebih dahulu.

Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat
ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya.Dalam mengkaji objek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut
kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang
penelitian.

Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan


terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu
untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang
berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan
umumnya merujuk pada metode ilmiah.

Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek,


ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

Universal.Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat


umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal
merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-
an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah
tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial,
harus tersedia konteks dan tertentu pula.

1.2 Ilmuwan[7]

1.2.1 Pengertian Ilmuwan

Secara terminologi, Ilmuwan ialah orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan
dengan tekun dan sungguh-sungguh.[8] Sedangkan secara etimologi, ilmuwan diartikan sebagai
seorang ulama. Secara bahasa, ulama berasal dari kata kerja dasar ‘alima (telah mengetahui);
berubah menjadi kata benda pelaku ‘alimun berarti orang yang mengetahui (mufrad/singular)
dan ulama (jamak taksir/irregular plural).Berdasarkan istilah, pengertian ulama dapat dirujuk
pada al-Quran. Yang sangat masyhur dalam hal ini adalah :

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah diantara hambaNya adalah ulama” (Qs.Fathir
28).

Merujuk dari Nash yang jelas tentang lafadz al Ulama dalam al Quran di atas adalah
hamba Allah yang takut melanggar perintah Allah dan takut melalaikan perintahNya
dikarenakan dengan ilmunya ia sangat mengenal keagungan Allah. Ia bertahuid (mengesakan)
Allah dalam rububiyah, uluhiyah dan asma wa sifat. Mereka sangat berhati-hati dalam ucapan
dan tindakan karena memiliki sifat wara, khowasy dan ’arif.[9]

Kata al Ulama’ bukan sekedar istilah dan kedudukan sosial buatan manusia. Bukan pula
orang yang didudukan di lembaga bentukan pemerintahan dengan subsidi dana. Namun kosa
kata al Ulama berasal dari Kalamullah dan memiliki arti dan kedudukan sangat terhormat disisi
Rabb.Oleh karena itu, termasuk perkara yang sangat penting untuk kita ketahui dan pahami
adalah manzilah (kedudukan) ahlul ilmi yang mulia di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sehingga kita bisa beradab terhadap mereka, menghargai mereka dan menempatkan mereka
pada kedudukannya.Itulah tanda barakahnya ilmu dan rasa syukur kita dengan masih
banyaknya para ulama di zaman ini.

1.2.2 Kedudukan Ilmuwan atau Ulama

1. Orang yang berkedudukan tinggi di sisi Allah.

Hal ini sebagaimana penegasan sekaligus janji Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Ulama’
dalam firmannya yaitu QS. al Mujaddalah Ayat 11, artinya:

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata dalam tafsirnya: “Allah Subhanahu wa


Ta’ala akan mengangkat ahlul ilmi dan ahlul iman beberapa derajat, sesuai dengan apa yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala khususkan kepada mereka (berupa ilmu dan iman).”[10]

2. Orang Yang paling khasyyah/ Taqwa kepada Allah.

Sebagaimana dalam Q.S Fathir: 28 Allah memuji Ulama dengan firmannya yang berbunyi:

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS.
Fathir: 28)
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Rasulullah memberikan gambaran akan kedudukan
ulama’ sebagai pewarisnya yakni dalam hal khasyyahnya kepada Allah.

3. Orang yang paling peduli terhadap umat.

Firman Allah:

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran:
110)

Dalam Ayat ini sangat jelas kedudukan Ulama, sebagai Orang yang Sangat peduli Pada
Umat, Karena Di dunia ini tiada Orang yang sangat getol mengumandangkan ‘Amar Ma’rur dan
Nahi Mungkar selain para Ulama’.

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi rahimahullahu berkata “Para Ulama itu lebih belas kasihan
terhadap umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada bapak-bapak dan ibu-ibu
mereka.” Ditanyakan kepadanya: “Bagaimana demikian?” Dia menjawab: “Bapak-bapak dan
ibu-ibu mereka menjaga mereka dari api di dunia, sedangkan para ulama menjaga mereka dari
api di akhirat.”[11]

4. Ulama’ adalah rujukan umat dan pembimbing mereka ke jalan yang benar.

Allah SWT berfirman, artinya: “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang
berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. al-Anbiya’: 7)

Ini adalah pelajaran adab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya
tentang sikap dan perbuatan mereka yang tidak pantas. Seharusnya, apabila datang kepada
mereka berita penting yang terkait dengan kepentingan umat, seperti berita keamanan dan hal-
hal yang menggembirakan orang-orang yang beriman, atau berita yang mengkhawatirkan/
menakutkan, yang di dalamnya ada musibah yang menimpa sebagian mereka, hendaknya
mereka memperjelas terlebih dahulu akan kebenarannya dan tidak tergesa-gesa
menyebarkannya. Namun hendaknya mereka mengembalikan hal itu kepada Rasul Shallallahu
‘alaihi wa sallam (semasa beliau masih hidup) dan kepada ulil amri, yaitu orang yang ahli
berpendapat, ahli nasihat, yang berakal (para ulama).Mereka adalah orang-orang yang paham
terhadap berbagai permasalahan dan memahami sisi-sisi kebaikannya bagi umat, sekaligus
mengetahui hal-hal yang tidak bermanfaat bagi mereka. Apabila mereka melihat sisi kebaikan,
motivasi yang baik bagi orang-orang yang beriman dan menggembirakan mereka bila berita
tersebut disebarkan, atau akan menumbuhkan kewaspadaan mereka terhadap musuh-
musuhnya, tentu mereka akan menyebarkannya (atau memerintahkan untuk
menyebarkan).Apabila mereka melihat (disebarkannya berita tersebut) tidak mengandung
kebaikan, atau dampak negatifnya lebih besar, maka mereka tidak akan menyebarkannya.

Selain Kedudukan Ulama sebagaimana penjelasan ayat dan hadis di atas, kedudukan
mereka dalam agama berikut di hadapan umat, merupakan permasalahan yang menjadi bagian
dari agama.Mereka adalah orang-orang yang menjadi penyambung umat dengan Rabbnya,
agama dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka adalah sederetan orang yang akan
menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang dirahmati yaitu jalan yang
lurus. Oleh karena itu, ketika seseorang melepaskan diri dari mereka berarti dia telah
melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh dengan Rabbnya, agama dan Rasul-Nya. Ini
semua merupakan malapetaka yang dahsyat yang akan menimpa individu ataupun sekelompok
orang Islam. Berarti siapapun atau kelompok mapapun yang mengesampingkan ulama pasti
akan tersesat jalannya dan akan binasa.Al-Imam Al-Ajurri rahimahullah dalam muqaddimah
kitab Akhlaq Al-Ulama mengatakan[12]:

Para ulama adalah lentera hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala, lambang sebuah
negara, lambang kekokohan umat, sumber ilmu dan hikmah, serta mereka adalah musuh
syaithan. Dengan ulama akan menjadikan hidupnya hati para ahli haq dan matinya hati para
penyeleweng. Keberadaan mereka di muka bumi bagaikan bintang-bintang di langit yang akan
bisa menerangi dan dipakai untuk menunjuki jalan dalam kegelapan di daratan dan di lautan.
Ketika bintang-bintang itu redup (tidak muncul), mereka (umat) kebingungan.Dan bila muncul,
mereka (bisa) melihat jalan dalam kegelapan.

Dari ucapan Al-Imam Al-Ajurri di atas jelas bagaimana kedudukan ulama dalam agama
dan butuhnya umat kepada mereka serta betapa besar bahayanya meninggalkan mereka,
Orang yang paling peduli terhadap umat.

Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS. al Mujadalah: 11)[13],
artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah
dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan
apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-
orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

1.2.3 Tanggung Jawab Seorang Ilmuan

a. Tanggung Jawab Seorang Ilmuan Dalam Perspektif Agama Islam[14]


Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai tanggung
jawab, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang dimilikinya. Rasulullah SAW
bersabda:

َ ‫ « ََل ت َ ُزو ُل قَدَ َما‬:‫سله َم‬


‫ع ْب ٍد َي ْو َم ال ِق َيا َم ِة‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ قَا َل‬،ِ‫ع ْن أ َ ِبي َب ْرزَ ة َ األ َ ْسلَ ِمي‬َ
‫ع ْن‬ َ ‫ َو‬،ُ‫يم أ َ ْنفَقَه‬ َ َ‫ع ْن َما ِل ِه ِم ْن أَيْنَ ا ْكت‬
َ ‫سبَهُ َو ِف‬ َ ِ‫ع ْن ِع ْل ِم ِه ف‬
َ ‫ َو‬،‫يم َف َع َل‬ َ ‫ َو‬،ُ‫ع ُم ِر ِه فِي َما أ َ ْفنَاه‬ َ ‫َحت هى يُسْأ َ َل‬
ُ ‫ع ْن‬
‫ص ِحي ٌح‬ َ ‫س ٌن‬ َ ‫ِيث َح‬ٌ ‫ َهذَا َحد‬: ‫ وقال‬،‫يم أَب ََْلهُ» (رواه الترمذي‬ َ ‫[ ِجس ِْم ِه ِف‬2417]
Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser kedua
telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya; dalam hal
apa ia menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam hal apa ia berbuat, tentang hartanya; dari
mana ia mendapatkannya dan dalam hal apa ia membelanjakannya, dan tentang pisiknya;
dalam hal apa ia mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan
shahih”, hadits no. 2417).

Bagaimana cara mempertanggungjawabkan ilmu? DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan


ada tujuh sisi tanggung jawab seorang ilmuwan muslim, yaitu:

1 - ،‫صيَا َنتِ ِه َو ِح ْف ِظ ِه َحتهى يَ ْب َقى‬


ِ ‫ع ْن‬
َ ‫َم ْس ُؤ ْو ٌل‬
2 - ،‫ع ْن ت َ ْع ِم ْي ِق ِه َوت َ ْح ِق ْي ِق ِه َحتهى يَ ْرقَى‬
َ ‫َو َمسْؤُ ْو ٌل‬
3 - ،‫ع ِن ْال َع َم ِل ِب ِه َحتهى يُثْ ِم َر‬
َ ‫َو َمسْؤُ ْو ٌل‬
ْ ‫ع ْن ت َ ْع ِلي ِْم ِه ِل َم ْن َي‬
4 - ،‫طلُبُهُ َحتهى يَ ْز ُك َو‬ َ ‫َو َمسْؤُ ْو ٌل‬
5 - ،ُ‫ع ْن َبثِ ِه َو َن ْش ِر ِه َحتهى َيعُ هم نَ ْفعُه‬
َ ‫َو َمسْؤُ ْو ٌل‬

َ ِ‫ع ْن ِإ ْعدَا ِد َم ْن َي ِرثُهُ َو َي ْح ِملُهُ َحتهى َيد ُْو َم اِت‬


6 - ‫ َو َق ْب َل ذَ ِل َك ُك ِل ِه‬،‫صا ُل َحلَقَاتِ ِه‬ َ ‫ َو َمسْؤُ ْو ٌل‬:

ِ ‫ص ِه ِف ْي ِع ْل ِم ِه‬
7 - ُ‫هلل َحتهى َي ْق َبلَهُ ِم ْنه‬ ِ ‫ع ْن ِإ ْخ ََل‬
َ ‫ َم ْس ُؤ ْو ٌل‬.

1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap ada (tidak
hilang),
2. Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar ilmu itu
menjadi meningkat,

3. Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,

4. Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya, agar ilmu itu
menjadi bersih (terbayar zakatnya),

5. Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu


itu semakin luas,

6. Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan memikulkan
agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan pertama sekali

7. Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata, agar ilmu itu
diterima oleh Allah SWT.

b. Tanggung Jawab Seorang Ilmuwan Dalam perspektif selain Islam[15]

Sejatinya ilmu pengetahuan digunakan untuk mempermudah kegiatan manusia dalam


melakukan aktifitas dan kegiatannya.Ilmu penegatahuan merupakan produk dari kebudayaan
enlightenment, pencerahan.Ilmu penetahuan digunakan sebagai sarana mempermudah
manusia mencapai dan mendapatkan tujuan hidupnya.Selain itu, ilmu pengetahuan juga
berfungsi sebagai fasilitator.Fasilitator yang berupa sandaran untuk melakukan sesuatu.Karena
ilmu pengetahuan adalah jembatan bagi manusia untuk mempermudah mendapatkan
keinginannya dan manusia dapat berbuat banyak.Segala kegiatan ada konsekuensinya, begitu
juga dengan kegiatan dalam perkembangan ilmu pengetahun ini.Karena sekarang, kita harus
menyasuaikan diri dengan kemajuan ilmu, bukan ilmu yang berkembang seiring perkembangan
manusia.Ilmu pengetahuan banyak melupakan faktor manusia.Selain menimbulkan gejala
dehumanisme juga mengubah hakikat kemanusiaan.Karena itulah peran dari para ilmuan dalam
menyikapi hal ini sangat dibutuhkan.

Peran ilmuwan itu antara lain, mereka harus peka terhadap perubahan sosial dan
berupaya mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Mereka juga bertanggung jawab
terhadap hasil penelaahan penelitian agar bermanfaaat bagi masyarakat.Teori adanya
komunikasi antar warga dapat menjadi acuan untuk menerapakan masyarakat yang bebas juga
dapat diterapkan.Seorang ilmuan harus membuka diri pada fakta-fakta baru dan mencoba
berusaha memahaminya demi kebahagiaan umat manusia.Meraka juga harus mempunyai rasa
iba yang merupakan implikasi dari rasa cinta yaitu berusaha untuk benar-benar memahami
penderitaan agar mampu menyembuhkannya.
Ilmuwan harus bisa melibatkan diri, selain dalam proses spesialisasi juga dalam seluruh proses
self-understanding masyarakat. Dalam rangka ini ilmuwan harus dapat mengintegrasikan
kebudayaan teknik dengan kepribadian kultural.Tanggung jawab yang utama dari seorang
ilmuan bagi dirinya sendiri, ilmuwan lain, dan masyarakat adalah menjamin kebenaran dan
keterandalan pernyataaan-pernyataan ilmiah yang dibuatanya dan dapat dibuat oleh ilmuwan
yang lainnya. Sebagai seorang yang dianggap lebih oleh masyarakat bahkan ilmuwan lain tidak
boleh memberikan atau memalsukan data. Mereka hanya memberikan pengetahuan
sumbangan pengetahuan baru yang benar yang sudah ada walaupun ada banyak tekanan untuk
tidak melakukan itu, karena tanggung jawab batiniahnya adalah memerangi ketidaktahuan,
prasangka, dan takhayul di kalangan manusia dalam alam semesta ini.

Context of discovery adalah menyangkut dimana ilmu pengetahuan itu ditemukan.Ilmu


pengetahuan selalu ditemukan dan berkembang dalam konteks waktu dan tempat
tertentu.Ilmu pengetahuan tidak muncul begitu saja, ada hal yang melahirkannya.Ada
perasaan, keinginan, kepentingan pribadi, sosial, budaya, politik yang ikut mewarnai dan
mendorong penelitian dan kegiatan ilmiah. Hubungan antara tanggung jawab ilmuwan dan COD
ini adalah kadang kala para ilmuwan mengembangkan penetahuannya bukan semata-mata
hanya untuk ilmu itu sendiri, tetapi ada hal lain yang menyebabkan adanya ilmu pengetahuan
itu. Salah satunya adalah karena keprihatinan para ilmuwan terhadap perkembangan
kehidupan manusia.Mereka mengumpulkan masalah yang dihadapi masyarakat dan berupaya
untuk mencari solusi dari permasalahan itu. Hal ini terjadi karena pada hakikatnya, ilmu
pengetahuan itu berkembang dalam interaksi dan ketertarikan dengan semua nilai dan semua
hal lain diluar pengetahuan itu. Karena sadanya kesamaan sosial, perasaan dan lain sebagainya
inilah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan baru yang menyangkut tanggung jawab
seorang yang mempunyai ilmu lebih dari yang lainnya.

Context of Justification merupakan konteks pengujian ilmiah terhadap hasil penelitian dan
kegiatan alamiah berdasarkan kategori dan kriteria yang murni ilmiah.Nilai kebenaran adalah
yang satu-satunya nilai yang berlaku dan dipertimbangakan. Hubungan antara COJ dengan
tanggung jawab ilmuwan adalah, hakikatnya konsekuensi dalam kegiatan penelitian harus
mempertimbangkan beberapa hal, antara lain rasionalitas atau berkaitan dengan nilai
kebenaran, berkaitan dengan ilmu-ilmu empiris, penilaian hasil kegiatan ilmiah hanya
didasarkan pada keberhasilan dan kegagalan empiris. Dilihat dari dua kriteria tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam memberikan pengetahuan kepada khalayak umum, para ilmuwan
harus se-objektif mungkin sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Yang harus menjadi fokus utama dari seorang ilmuwan dalam menetapakan konteks mana yang
penting dan harus diperhatikan adalah dengan melihat beberapa aspek dari konsekuensi setiap
konteks.Namun yang paling harus diperhatikan oleh ilmuwan adalah context of discovery
karena dalam konteks ini, diperhitungkan apakah ilmu itu berguna atau tidak.Sedangkan dalam
context of justification, segala kriteria kebenarannya tidak bisa dibantah dan dianggap benar.

BAB III

a. Kesimpulan

Ilmu , sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.

Ilmuwan ialah orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan
sungguh-sungguh

Diantara tanggung jawab ilmuan, yaitu: Pertama, Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan
dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu itu semakin luas. Kedua, Menjamin kebenaran dan
keterandalan pernyataaan-pernyataan ilmiah yang dibuatanya dan dapat dibuat oleh ilmuwan
yang lainnya.

b. Saran

Setiap pengkaryaan seseorang bersifat relatif, yang berarti akan ditemukan kesalahan
atau memiliki kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun nilai
tulisan ke depannya. Bisa melalui, email : rudyanto2133@yahoo.co.id.

c. Referensi
 http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu, data diunggah pada bulan Juli 2014

 Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief
Sidharta. Apakah

 Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11.

 Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu'ran, Grafindo, Jakarta, 1996, hal. 7

 Carapedia.Pengertian dan Definisi Ilmu Menurut Para Ahli.


http://carapedia.com/pengertian_definisi_ilmu_menurut_para_ahli_info515.html. Data
diunggah pada bulan Juli 2014

 Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008.
Halaman 8

 Koleksi Makalah Ms Zaky. Kedudukan Ilmuwan.


http://makalahzaki.blogspot.com/2012/10/kedudukan-ilmuwan.html. Diakses pada bulan
Juli 2014

 http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmuwan. Diakses pada bulan Juli 2014

 Al-Ustadz Abul ‘Abbas Muhammad Ihsan, Kedudukan Ulama’ dalam Al-Qur`an dan As-
Sunnah, 15/03/2009 In: http://belajaralislam.wordpres.com/

 Mohammad Jamaluddin, Ulama Pewaris Para Nabi, Minggu, 2007 Okt. 07 In:
http://wong-cirebon.blogspot.com/

 Mukhtashar Nashihat Ahlil Hadits, hal. 168

 Ulama ahlus sunnah, Pewaris Para Nabi & Rintangan dalam Menuntut Ilmu, In: http://al-
aisar.com

 Software Quran in word

 DPS PKS Banguntapan.Inilah Tanggung Jawab Ilmuwan Islam.


http://www.pksbanguntapan.com/2013/02/inilah-tanggungjawab-ilmuan- muslim.html
diakses pada bulan Juli 2014

 Anditaa08’s Blog.Memahami Etika dan Tanggung Jawab Ilmuwan.


http://anditaa08.student.ipb.ac.id/memahami-etika-dan-tanggung-jawab- ilmuwan/.
Diakses pada bulan Juli 2014
2
JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2014
http://barorohnurul.blogspot.co.id/2014/10/filsafat-ilmu.html

KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الحيم‬

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikanmakalah yang berjudul “Tanggung Jawab Ilmuan dalam Menggali
dan Mengembangkan Ilmu”dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah FILSAFAT ILMU. Penulisan makalah ini
dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. H. Ahmad Barizi, MA sebagai dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu

2. Orang tua yang telah banyak memberikan dukungan dan sumbangan moral maupan
material.

3. Teman-teman yang telah banyak membantu penulisan makalah ini, sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi semuapihak yang berkepentingan.

Malang, 22 Oktober 2014


Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Allah SWT menulis dengan jelas dalam surah Al- Mudattsir ayat 38:

َ ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس بِما َك‬


ْ َ‫سب‬
‫ت َرهين‬

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya

Ayat ini, kita tahu bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan segala potensinya
untuk selalu berkarya dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat juga memilik tugas dan
tanggung jawab yang harus dipenuhi.

Fungsi manusia sebagai khalifah/ wakil Allah di muka bumi, ia mempunyai tanggung jawab
untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungannya tempat mereka tinggal. Manusia
diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya serta
memanfaatkannya dengan sebesar-besar kemanfaatan.Karena alam diciptakan untuk
kehidupan manusia sendiri.Untuk menggali potensi dan memanfaatkannya diperlukan ilmu
pengetahuan yang memadai.Hanya orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang
cukuplah atau para ilmuwan dan para intelektual yang sanggup mengeksplorasi sumber alam
ini. Akan tetapi para ilmuwan itu harus sadar bahwa potensi sumber daya alam akan habis
terkuras untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia apabila tidak dijaga keseimbangannya.

Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara tiba-tiba,
melainkan melalui proses bertahap dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara
periodik.Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas
tertentu.

Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Hal ini
didukung oleh beberapa faktor, antara lain: mitologi bangsa Yunani, kesusastraan Yunani, dan
pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu yang sudah sampai di Timur Kuno. Terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan di setiap periode dikarenakan pola pikir manusia yang
mengalami perubahan dari mitos-mitos menjadi lebih rasionil.Manusia menjadi lebih proaktif
dan kreatif menjadikan alam sebagai objek penelitian dan pengkajian.

Oleh Karena itu, dalam makalah singkat ini, penulis akan memaparkan tentang Tanggung Jawab
Ilmuan dalam Menggali dan Mengembangkan Ilmu. Hal ini merupakan sebatas akumulasi
pengetahuan yang dipahami oleh penulis dan tidak menutup kemungkinan adanya khilaf dan
keterbatasan literatur yang dipakai dalam menuliskan sekelumit makalah singkat ini.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya:

1. Apa saja yang menjadi tanggung jawab ilmuan terhadap ilmu?

2. Apa saja sikap yang harus dimiliki ilmuwan dalam menggali dan mengembangkan ilmu?

3. Bagaimana peran ilmuwan dalam pengembangan ilmu?

3. Tujuan

Tujuan dituliskannya makalah ini diantaranya:

1. Untuk mengetahui tanggung jawab ilmuan terhadap ilmu

2. Untuk mengetahui sikap apa yang harus dimiliki ilmuwan dalam menggali dan
mengembangkan ilmu

3. Untuk mengetahui peran ilmuwan dalam pengembangan ilmu


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmuwan

Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan masyarakat kepada
seorang yang mengabdikan dirinya.Pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, termasuk fenomena fisika,
matematis dan kehidupan social.

Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan
ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti
hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada
masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya.

B. Ciri Ilmuwan

Ciri yang menonjol pada ilmuwan terletak pada cara berpikir yang dianut serta dapat dilihat
pula pada perilaku ilmuwan tersebut. Para ilmuwan memilih bidang keilmuan sebagai profesi,
dengan demikian harus tunduk pada wibawa ilmu karena ilmu merupakan alat yang paling
mampu untuk dimanfaatkan dalam mencari dan mengetahui kebenaran.

Seorang ilmuwan tidak cukup hanya dengan mempunyai daya kritis yang tinggi atau
pun pragmatis, namun juga harus jujur, memiliki jiwa yang terbuka dan tekad besar dalam
mencari atau menunjukkan kebenaran, netral, yang tidak kalah penting adalah penghayatan
terhadap etika serta moral ilmu yang harus di junjung tinggi.

Seorang Ilmuwan dapat dilihat dari beberapa aspek :

Dari cara kerja; cara kerja untuk mengungkap segala sesuatu dengan metode sains yaitu:
mengamati, menjelaskan, merumuskan masalah, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan
menganalisa data, membuat kesimpulan.

Dari kemampuan menjelaskan hasil dan cara memperolehnya, misalnya jika seorang mengklaim
telah melihat Gajah, maka ia harus mempu menjelaskan ciri-ciri gajah, seperti: memiliki taring,
badannya besar, kupingnya lebar.

Dari sikap terhadap alam dan permasalahan yang dihadapi.

Sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan antara lain adalah: hasrat ingin tahu yang tinggi,
tidak mudah putus asa, terbuka untuk dikritik dan diuji, menghargai dan menerima masukan,
jujur, kritis, kreatif, sikap positif terhadap kegagalan, rendah hati, hanya menyimpulkan dengan
data memadai.

C. Syarat Yang Harus Dipatuhi Sebagai Seorang Ilmuwan

Ada beberapa syarat yang harus dilalui seseorang agar layak disebut sebagai ilmuwan, salah
satunya adalah ilmuwan tersebut harus mengadakan penelitian yang menghasilkan karya ilmiah
yang bisa diterima di masyarakat, karya ilmiah tersebut harus memenuhi sistematika-
sistematika yang harus dipenuhi oleh ilmuwan sebagai syarat agar penelitiannya layak disebut
sebagai karya ilmiah.Yang pokok dalam sistematika penulisan adalah logical sequence (urutan-
urutan logik) dari penulisan. Sistematika suatu karya ilmiah sangat perlu disesuaikan dengan
sistematika yang diminta oleh media publikasi (jurnal atau majalah ilmiah), sebab bila tidak
sesuai akan sulit untuk dimuat. Sedangkan suatu karya ilmiah tidak ada artinya sebelum
dipublikasi. Walaupun ada keragaman permintaan penerbit tentang sistematika karya ilmiah
yang akan dipublikasi, namun pada umumnya meminta penulis untuk menjawab empat
pertanyaan berikut: (1) Apa yang menjadi masalah?; (2) Kerangka acuan teoretik apa yang
dipakai untuk memecahkan masalah?; (3) Bagaimana cara yang telah dilakukan untuk
memecahkan masalah itu?; (4) Apa yang ditemukan?; serta (5) Makna apa yang dapat diambil
dari temuan itu?.

Dalam penulisan karya ilmiah, penulis harus secara jujur menyebutkan rujukan terhadap bahan
atau pikiran yang diambil dari sumber lain. Pemakaian bahan atau pikiran dari suatu sumber
atau orang lain yang tidak disertai dengan rujukan dapat diidentikkan dengan pencurian.
Penulis karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak kecurangan yang lazim disebut
plagiat. Plagiat merupakan tindak kecurangan yang berupa pengambilan tulisan atau pemikiran
orang lain yang diaku sebagai hasil tulisan atau hasil pemikirannya sendiri. Karya
ilmiah juga perlu dilengkapi dengan daftar pustaka, yang memaparkan karya ilmiah lain yang
digunakan sebagai rujukan. Agar dapat ditelusuri orang lain penulisan karya ilmiah rujukan
tersebut perlu memuat nama pengarang, judul karya ilmiah, tahun penerbitan, serta
penerbitnya.

D. Peran dan Fungsi Ilmuwan

Selain memiliki ciri, sikap, dan tanggung jawab, ilmuwan tentunya mempunyai peran dan
fungsi. Berikut adalah peran atau fungsi ilmuwan yang berkaitan langsung dengan aktivitasnya
sebagai ilmuwan, meliputi:

1. Sebagai intelektual, ia berperan sebagai ilmuan sosial yang selalu berdialog dengan
masyarakat dan terlibat didalamnya secara intensif dan sensitif.
2. Sebagai ilmuwan, ia akan selalu mencoba dan berusaha untuk memperluas wawasan
teoritis, memiliki keterbukaan terhadap kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang
keilmuan.

3. Sebagai teknikus, ia akan tetap terus menjaga keterampilannya dan selalu menggunakan
instrumen yang tersedia dalam disiplin ilmu yang dikuasainya.

4. Peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat manusia (Daniel, 2003),
sedangkan dua peran terakhir memungkinkan ia menjaga martabat ilmunya. Fungsi seorang
ilmuawan tidak hanya berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga
bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
luas (suriasumantri, 2001).

E. Tanggung Jawab sebagai Seorang Ilmuwan

Secara garis besar dapat di uraikan bahwa tanggung jawab pokok ilmuwan adalah (1)
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (berpikir, melakukan penelitian dan
pengembangan, menumbuhkan sikap positif-konstruktif, meningkatkan nilai tambah dan
produktivitas, konsisten dengan proses penelaahan keilmuan, menguasai bidang kajian ilmu
secara mendalam, mengkaji perkembangan teknologi secara rinci, bersifat terbuka, professional
dan mempublikasikan temuannya); (2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
menemukan masalah yang sudah/akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan
mengkomunikasikannya, menemukan pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat,
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggunakan hasil penemuan untuk
kepentingan kemanusiaan, mengungkapkan kebenaran dengan segala konsekuensinya dan
mengembangkan kebudayaan nasional.

Selain yang tersebut di atas, sebagaimana yang telah disinggung bahwa ilmuwan memiliki
tanggung jawab sosial, moral, dan etika. Dan berikut ini akan di uraikan berbagai tanggung
jawab ilmuwan yang berkenaan dengan sosial, moral dan etika.

a. Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui
masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. beberapa bentuk tanggung jawab
sosial ilmuwan, salah satunya, seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan
permasalahan sosial yang akan berkembang berdasarkan permalahan sosial yang sering terjadi
dimasyarakat.

b. Tanggung Jawab Moral


Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu sendiri
sebagi seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga pilihannya
ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan keputusan
serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan untuk
kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. Moral dan etika yang baik perlu kepekaan
atas rasa bersalah, kepekaan atas rasa malu, kepatuhan pada hukum dan kesadaran diketahui
oleh Tuhan. Ilmuwan juga memiliki kewajiban moral untuk memberi contoh (obyektif, terbuka,
menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya
benar, berani mengakui kesalahan) dan mampu menegakkan kebenaran.Sehingga ilmu yang
dikembangkan dengan mempertimbangkan tanggung jawab moralnya sebagai seorang ilmuwan
dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia dan secara integral tetap menjaga
keberlangsungan kehidupan lingkungan di sekitarnya dan dapat tergajanya keseimbangan
ekologis (Basuki, 2009).

c. Tanggung Jawab Etika

Kemudian tanggung jawab yang berkaitan dengan etika meliputi etika kerja seorang ilmuwan
yang berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman, aturan, standar atau
ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai moral (Kode Etik)
dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk. Misalnya saja tanggung jawab etika
ilmuwan yang berkenaan dengan penulisan karya ilmiah, maka kode etik pada penulisan karya
ilmiah harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut: OBYEKTIF,(berdasarkan kondisi
faktual), UP TO DATE, (yang ditulis merupakan perkembangan ilmu paling
akhir), RASIONAL, (berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbal-
balik), RESERVED, (tidak overcliming, jujur, lugas dan tidak bermotif pribadi),EFEKTIF dan
EFISIEN, (tulisan sebagai alat komunikasi yang berdaya tarik tinggi).

F. Pelanggaran Etika Ilmiah

Pelanggaran etika ilmiah sering terjadi, hal ini terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Pada umumnya pelanggaran etika ilmiah berkisar pada tiga wilayah, yaitu:

1. Fabrikasi data -- ‘mempabrik’ data atau membuat-buat data yang sebenarnya tidak ada
atau lebih umumnya membuat data fiktif.

2. Falsifikasi data -- bisa berarti mengubah data sesuai dengan keinginan, terutama agar
sesuai dengan kesimpulan yang ‘ingin’ diambil dari sebuah penelitian.

3. Plagiarisme; Plagiarisme --- mengambil kata-kata atau kalimat atau teks orang lain tanpa
memberikan acknowledgment (dalam bentuk sitasi) yang secukupnya
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ilmuwan secara etimologi bermakna orang yg ahli atau banyak pengetahuannya mengenai
suatu ilmu, sedangkan menurut terminologi ilmuwan banyak sekali peneliti atau para cendikia
yang mencoba untuk memberi definisi mengenai ilmuwan salah satunya adalah sebagaimana
dalam pandangan McGraw-Hill Dictionary Of Scientific and Technical Term, ilmuwan adalah
seorang yang mempunyai kemampuan dan hasrat untuk mencari pengetahuan baru, asas-asas
baru, dan bahan-bahan baru dalam suatu bidang ilmu.

Dengan demikian orang yang disebut sebagai Ilmuwan harus memiliki ciri-ciri sebagai ilmuwan
yang dapat dikenali lewat paradigma serta sikapnya dalam kehidupan sosial, memiliki daya
kritis yang tinggi, jujur, bersifat terbuka, dan netral.Selain itu pula seorang ilmuwan harus patuh
pada sistematika penulisan karya ilmiah serta syarat-syarat yang berkenaan dengan kode
etiknya.

Peran dan fungsi ilmuwan dalam masyarakat juga perlu diperhitungkan, karena ilmuwan
merupakan orang yang dapat menemukan masalah spesifik dalam ilmu.Selain itu, ilmuwan pula
terbebani oleh tanggung jawab, tanggung jawab yang diemban oleh ilmuwan meliputi tanggung
jawab sosial, moral, dan etika.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai pelanggaran etika ilmiah yang wajib dihindari
oleh para ilmuwan adalah fabrikasi data, falsifikasi data, dan plagiarisme.

3.2 Saran

Saran yang dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan motivasi pada para pembaca khususnya bagi para ilmuwan-ilmuwan muda.

DAFTAR PUSTAKA

The, Liang Gie. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.

Syamsir, Elvira. 2009. Tanggung Jawab


Ilmuwan.file:///E:/tanggung%20jwb%20ilmuwan/TANGGUNG_JAWAB_ILMUWAN.htm. Diakses
pada 13 Januari 2010.00.21 WIB.

Basuki, Ahmad. 2008. Menggugat Moral Ilmuwan (dimuat pada artikel opini Bengawan pos).

http://achmadbasuki.files.wordpress.com/2008/07/menggugat-moral-
ilmuwan_bengpos050902.doc. Di akses pada 13 Januari 2010. 01.47 WIB.

http://developer.ning.com/profiles/blog/show?id=1185512%3A111905. Di akses pada 13


Januari 2010. 01.47 WIB.

Dhaniel, Dhakidae. 2003. Cendikiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru. Jakarta:
Gramedia.

Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Perngantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
3
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB ILMUAN

http://www.kompasiana.com/jokowinarto/tugas-dan-tanggung-jawab-
ilmuan_5500d5018133111918fa7e8b

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/jokowinarto/tugas-dan-tanggung-jawab-
ilmuan_5500d5018133111918fa7e8b

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menulis dengan jelas dalam surah Al- Mudattsir ayat 38.
Artinya: “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya” (Qs. Al-Mudatsir:38)
Dari kontek ayat ini, kita tahu bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan segala potensinya
memiliki “tugas” untuk tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum Allah SWT dan suatu saat nanti
pada saat yang ditentukan oleh Allah semua manusia akan diminta pertanggung jawabannya
sebagai bukti bahwa manusia sebagai pengemban amanah Allah SWT. Dalam melakukan misinya,
manusia diberi petunjuk bahwa dalam hidup ada dua jalan yaitu, jalan baik dan jalan yang buruk.
Artinya: “ kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. ( kebaikan dan keburukan )”Q.S Al-Balad (
90 ) ayat 10 Proses menerima petunjuk ini adalah bagaimana manusia mengembangkan
kemampuan potensi akal ( ratio ) nya dalam memahami “alam” yang telah diciptakan dan disediakan
oleh Allah SWT sebagai saran dan sumber belajar, kemudian ketika “ilmu” sudah dimiliki diharapkan
manusia dapat berkarya (beramal) dengan ilmunya untuk terus membina hubungan vertical dan
horizontal. Manusia yang mau mengembangkan potensi akalnya dapat memanfaatkan
pengetahuannya tersebut untuk pencerahan dirinya dan memiliki tanggung jawab moral dan
menyebarkan kepada sesama, mereka biasa disebut ilmuwan, cendikiawan atau intelektual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam
tugas dan tanggung jawab ilmuan sebagai berikut: Ilmuwan dan Intelektual B. Tanggung Jawab
Ilmuwan dan Sosial C. Intelektual sebagai “ Change Maker “

C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
tugas dan tanggung jawab ilmuan.Khususnya dalam dunia pendidikan dan lebih khusus lagi di
negeri Indonesia yang tercinta ini.

BAB II PEMBAHASAN

A, Ilmuwan, dan Intelektual Upaya memberi perbedaan yang tegas dalam mendefinisikan istilah
sarjana, ilmuwan, dan intelektual merupakan persoalan yang tidak mudah, sepintas terlihat sama
tetapi ketiganya saling berkaitan. Untuk memahami fungsi dan tugas dari sarjana, Ilmuwan, dan
intelektual kita lihat beberapa definisi :
a. Definisi Sarjana Dalam kamus besar Bahasa Indonesia hal. 785, Sarjana disebutkan sebagai
orang pandai ( Ahli Ilmu Pengetahuan ) atau tingkat yang dicapai oleh seseorang yang telah
menamatkan pendidikan terakhir di perguruan tinggi.[1]

b. Definisi Ilmuwan Ø Menurut kamus besar Bahasa Indonesia hal. 325, Ilmuwan adalah : · orang
yang ahli, · orang yang banyak pengetahuan mengetahui suatu ilmu, · orang yang berkecimpung
dalam ilmu pengetahuan · orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan
sungguh-sungguh.[2] Ø Menurut Webster Dictionary, Ilmuwan ( Sciantist ) adalah seorang yang
terlibat dalam kegiatan sistematis untuk memperoleh pengetahuan ( ilmu ) Ø Ensiklopedia Islam
mengartikan ilmuwan sebagai orang yang ahli dan banyak pengetahuannya dalam suatu atau
beberapa bidang ilmu.[3]

c. Definisi Intelektual Ø Intelektual berasal dari bahasa Inggris : “ Having or showing good mental
powers and understanding” ( memiliki atau menunjukkan kekuatan-kekuatan mental dan
pemahaman yang baik ) Ø Intelektual “the power of mind by which we know, reason and think” (
kekuatan pikiran yang dengannya kita mengetahui, menalar dan berfikir). Ø Intelektual adalah
seseorang yang memiliki potensi secara actual Ø Intelektual adalah pemikir-pemikir yang memiliki
kemampuan penganalisaan terhadap masalah tertentu.Ø Menurut George A. Theodorson dan
Archiles G.intelektual adalah masyarakat yang mengabdikan diri kepada pengembangan gagasan
orisinil dan terlibat dalam usaha intelektual kreatif. Ø Menurut Shils ( sosiolog barat ) intelektual
adalah orang yang terpilih dalam masyarakat yang sering menggunakan symbol symbol bersifat
umum dan rujukan abstrak tentang manusia dan masyarakat. Ø Menurut Prof. Ganjar Kurnia
Intelektual adalah orang yang memiliki kesadaran tingkat tinggi, istilah Al-Qur’an Ulil Albab

B. Tanggung Jawab Ilmuwan dan Sosial Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian
professional yang diberikan masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya.Pada kegiatan
penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam
semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan social.Istilah ilmuwan dipakai untuk
menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan
mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan
juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa
bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya. Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh
cara berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan
sebagai profesi.Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu.Karena ilmu
merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang ilmuwan
tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka
dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari
semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu
harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama. Oleh karena itu seorang ilmuwan harus
memenuhi beberapa syarat, diantaranya : a. Prosedur ilmiah b. Metode ilmiah c. Adanya suatu gelar
yang berdasarkan pendidikan formal yang ditempuh d. Kejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan
yang besar, ketertarikan pada perkembangan Ilmu Pengetahuan terbaru dalam rangka
profesionalitas keilmuannya.

e. Peran dan Fungsi Ilmuwan 1. Sebagai intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap
mempertahankan dialognya yang kontinyu dengan masyarakat sekitar dan suatu keterlibatan yang
intensif dan sensitif. 2. Sebagai ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan
keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keahliannya. 3. Sebagai
teknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam disiplin yang
dikuasainya. Dua peran terakhir memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya, sedangkan peran
pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat.

Tanggung Jawab Ilmuwan

Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religious atau
etis dan social.Pada intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan hendaknya tidak
melanggar kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang
ditekuninya. Sedangkan dimensi sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur,
mengakui keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani prosedur
ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau mengkomunikasikan hal baru
dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah ada untuk mendapatkan konfirmasi,
menjelaskan hasil-hasil temuannya secara terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat
dimengerti orang lain sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna
mendukung teori-teori yang dikembangkannya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar
mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan
ilmu.

“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh

Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “

C. Intelektual sebagai “ Change Maker “

Intelektual adalah pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan penganalisisan terhadap masalah


tertentu atau yang potensial dibidangnya. “Change maker” adalah orang yang membuat perubahan
atau agar terjadi perubahan di dalam masyarakat. Dengan demikian intelektual memiliki ciri-ciri : 1.
Memiliki ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang mampu diteorisasikan dan direalisasikan di tengah
masyarakat 2. Dapat “berbicara” dengan bahasa kaumnya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungan. 3. Mengemban tugas sebagai artikulator 4. Memiliki tanggung jawab sosial untuk
mengubah masyarakat yang statis menjadi masyarakat yang dinamis

Secara khusus, menurut Prof. Quraish Shihab intelektual muslim haruslah memiliki ciri-ciri : 1.
Mengingat ( Dzikir ) kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi ( surah Fathir 28 dan Assyuaro
197 ) 2. Memikirkan / memperhatikan fenomena alam raya yang pada saatnya member manfaat
ganda yaitu memahami tujuan hidup serta memperoleh manfaat dari alam raya untuk kebahagian
dan kenyamanan hidup 3. Berusaha dan berkreasi dalam bentuk nyata dengan hasil-hasil dari buah
pemikiran dan penelitian untuk mengubah kondisi masyarakat dari zero to hero.[4] Maka intelektual
adalah pemikir yang tidak harus menghasilkan “sebuah” pemikiran tetapi juga dapat merumuskan
dan mengarahkan serta memberikan contoh pelaksanaan dari sosialisasinya ditengah masyarakat
agar segala persoalan – persoalan kehidupan baik pribadi, masyarakat nasional maupun
internasional dapat terpecahkan serta dapat menjawab tantangan-tantangan kehidupan di masa
yang akan datang. Peran “merubah” itulah yang menjadikan fungsi “change maker” seorang
intelektual dapat berjalan dengan baik yang dimulai dari dirinya kemudian dimanfaatkan dan
disebarkan kepada masyarakat . Allah SWT memberikan “ “ ( sumber alam ) kemudian diolah
dengan “ “ ( teori dan pemikiran ) kemudian dibuktikan dengan “ “ ( karya ) nyata yang bermanfaat
buat kehidupan manusia.

Kontribusi bagi kemajuan bangsa

Intelektual adalah golongan masyarakat tentang yang memiliki kecakapan yang kemudian bertugas
merumuskan perubahan masyarakat yang akan membawa pada kemajuan bangsa yang maju dan
bermartabat. Aspek-aspek yang membawa kemajuan bangsa sangatlah banyak diantaranya :

Aspek Idiologi

Intelektual berperan dalam : § Memelihara keyakinan dan kebudayaan bangsa § Berupaya


membangun jaringan-jaringan yang kuat untuk memfilter budaya yang masuk akibat globalisasi §
Memberikan pemahaman

Aspek politik

Kompleksitas masyarakat dan kepentingan-kepentingannya menuntut adanya pemikiran-pemikiran


untuk membina dan membangun masyarakat agar tidak terjadi instabilitasi politik sehingga dalam
bernegara para intelektual dapat memberikan solusi terhadap problem-problem yang terjadi.

Aspek ekonomi

Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi yang adil dan
merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup bangsa. Maka para intelek
dituntut dengan teorinya dapat merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan cermat dan dapat
memberikan solusi agar pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta tercipta kesetiakawanan
agar terhindar dari kecemburuan.

Aspek sosial dan budaya

Intelektual dituntut untuk mengerahkan segenap kemampuannya untuk membina masyarakat dan
menciptakan harmoni sosial yaitu: § Saling menghormati § Saling menghargai § Saling membantu
dan § Saling mengisi

Aspek pertahanan dan keamanan

Intelektual turut serta membantu masyarakat dalam menandai nilai-nilai dalam kehidupan agar : §
Tidak mudah terprovokasi hal-hal yang negative § Tidak mudah terpengaruh pada faham-faham
atau aliran yang menyesatkan. § Memiliki rasa tanggung jawab terhadap keutuhan bangsa dengan
prinsip bahwa “ hari ini harus lebih baik dari hari kemarin “

BAB III KESIMPULAN

Dengan memperhatikan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sarjana adalah
orang pandai atau ahli ilmu pengetahuan karena sudah mencapai target terakhir dalam
pendidikannya di PT. 2. Ilmuwan adalah sebuah profesi atau gelar dalam cakupan professional
karena sudah mengabdiakn dirinya pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, fenomena fisika, matematis dan
kehidupan social. 3. Intelektual adalah golongan atau kelas masyarakat yang mempunyai
kecakapan tertentu dan dengan kecakapannya mereka merumuskan perubahan masyarakat. Sebab
itu intelektual dituntut secara terus menerus untuk mendefinisikan kebenaran dan tidak boleh
memilih kepentingan-kepentingan praktis kecuali tegaknya kebenaran itu. 4. Sarjana, ilmuwan, dan
intelektual memiliki komitmen yang tinggi untuk membina dan membangun masyarakat. Sebagian
tanggung jawab moralnya terhadap keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab perannya sebagai
bagian dari masyarakat ( social ) 5. Intelektual dengan kecakapan dan keterampilannya harus
mampu merumuskan perubahan masyarakat menuju keadaan yang lebih baik, aktif, dinamis dan
bermartabat.Tugas yang diemban ini merupakan bukti bahwa mereka sebagai “change maker” atau
orang yang membuat perubahan. 6. Sebuah bangsa dikatakan maju apabila memiliki ideology yang
kuat sehingga tidak mudah goyah oleh serangan-serangan yang dating dari luar, kondisi politik yang
sehat, pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, kondisi social budaya yang kondusif serta
memiliki stabilitas dalam pertahanan dan keamanan. Intelektual haruslah mempunyai peran yang
penting dalam proses pembangunan bangsa supaya maju dan bermartabat.

DAFTAR PUSTAKA Al Qur-an dan Terjemhannya, Depag, RI, 2006

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. 1989

Dr. M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an. Mirzan. 1992

Jalaluddin Rakhmat. Islam Alternatif.Mirzan. 1989

Ensiklopedia Islam. Jilid 2.PT. Ichtra Baru Van Hoeve. Jakarta. 1994. Hal 203

Gramsci, Anthonio. Prison Notebooks.Newyork : Penjuin Books.1991

Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Mizan Pustaka. 2003

Murtadha Muthahhar. Ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan.Lentera. 2000

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA. Filsafat Ilmu. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2010

[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hal.785

[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hal 325

[3] Ensiklopedia Islam. Jilid 2.Hal.203 [4] Dr. M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/jokowinarto/tugas-dan-tanggung-jawab-
ilmuan_5500d5018133111918fa7e8b
Pendahuluan
Peranan ilmuwan dalam pemberdayaan masyarakat adalah aktivitas manusia yang sejak
lahirnya pemiliki perhatian yang mendalam pada pemberdayaan masyarakat, khususnya
masyarakat yang lemah dan kurang beruntung seperti orang miskin, orang yang cacat,
komunitas adat terpencil.Peranan ilmuwan dalam pemberdaya masyarakat mempunyai prinsip
sosial seperti menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri, penentuan nasip sendiri,
bekerja dengan masyarakat, bekerja untuk masyarakat, menunjukkan betapa peranan ilmuwan
sangat dibutuhkan dan memiliki komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan
masyarakat.Ilmuwan adalah profesi populis dan tidak elitis.Oleh karena itu peranan ilmuwan
dalam pemberdayaan masyarakat menyangkut pengertian pemberdayaan masyarakat,
pengertian ilmuwan, strategi pemberdayaan, serta tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh
ilmuwan tersebut dalam pemberdayaan masyarakat tersebut.

Pembahasan
Secara bahasa pemberdayaan atau pemberkuasaan berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau
pemberdayaan). Pemberdayaan secara istilah adalah sebuah proses dengan dimana seseorang
menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan mempengaruhi
terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.
Pemberdayaan menekankan bahwa orang yang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan
kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang
menjadi perhatiannya. (parsons, et.al., 1994). Dalam hal ini pemberdayaan dapat dikatakan
sebagai suatu cara dengan dimana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu
menguasai kehidupannya. Sedangkan tujuan dari pemberdayaan itu sendiri adalah untuk
meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.

Dapat dikatagorikan sebagai orang-orang yang lemah atau tidak beruntung yakni :

1. Kelompok lemah secara struktual, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis.

2. Kelompok lemah khusus seperti manula, anak-anak, remaja, penyandaang cacat, gay,
lesbian, masyarakat terasingkan.

3. Kelompok lemah secara personal yakni mereka yang mengalami masalah pribadi atau
masalah keluarga.

Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat, seperti


masyarakat kelas sosial ekonomi rendah, kelompok minoritas etnis, wanita, populasi lanjut usia,
serta penyandang cacat mereka semua adalah orang-orang mengalami ketidak berdayaan.
Keadan dan perilaku mereka yang berbeda dari ‘kerumunan’ seringkali dipandang sebagai
‘deviant’ (penyimpang).Mereka serigkali kurang dihargai dan bahkan dicap sebagai orang yang
malas, lemah, yang disebabkan oleh dirinya sendiri.Padahal ketidak berdayaan mereka
seringkali merupakan akibat dari adanya kekurang adilan dan diskriminasi dalam aspek-aspek
kehidupan tertentu.Solomon (1979) melihat bahwa ketidak berdayaan dapat bersumber dari
faktor eksternal maupun internal. Menurutnya, ketidak berdayaan dapat berasal dari penilaian
diri yang negative, interaksi yang negative dengan lingkungan, atau berasal dari blockade dan
hambatan yang berasal dari lingkungan yang besar (Suharto, 1997: 213-214 ).

Dengan demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Dikatakan sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang
ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan
atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik
yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti peraya diri, mampu menyampaikan inspirasi,
mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali
digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Di dalam strategi pemberdayaan Parsons menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya


dilakukan secara kolektif. Menurutnya tidak ada literature yang menyatakan bahwa proses
pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien dalam
setting pertolongan perorangan. Dalam konteks pekerja sosial, pemberdayaan dapat dilakukan
melalui tiga aras atau matra pemberdayaan yakni :

1. Aras Mikro yakni pemberdayaan yang dilakukan terhadap klien secara individu melalui
bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Yang tujuan utamanya adalah
untuk membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya.

2. Aras Mezzo yakni pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok klien. Pendidikan
dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan
memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3. Aras Makro. Dalam pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar, karena
sasaran diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas.Perumusan kebijakan, prencanaan
sosial, kampanye, aksi sosial, pengorganisasian masyarakat, menegement konflik, adalah
beberapa strtegi dalam pendekatan ini.

Setelah strategi pemberdayaan dilakukan maka pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan
pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat
disingkat menjadi 5P, yaitu : Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyongkongan, dan
Pemeliharaan.

Di dalam penerapan pemberdayaan masyarakat di butuhkan peranan ilmuwan, sedangkan


ilmuwan itu sendiri mempunyai arti sebagai sebuah atribut yang melekat pada diri seseorang
dengan personal qualification, antara lain memiliki IQ di atas nilai rata-rata, kreatif, inovatif,
mampu berpikir dinamis, aktual, logis dan sistematis. Dengan kemampuannya itulah, seorang
ilmuwan akan menyandang berbagai macam gelar sesuai dengan jenjang pendidikan dan field
of interest keilmuannya. Tuntutan kompetensi seorang ilmuwan antara lain mampu
mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan keterampilannya serta seluruh kapasitas dan
kemampuannya relevan dengan tuntutan problematika yang berkembang di masyarakat baik di
tingkat nasional maupun kelas dunia.

Orientasi pengembangan keilmuwan bukan hanya untuk kepentingan diri atau golongan atau
kelompok tertentu, melainkan harus selalu diproyeksikan pada penyelesaian problematika
masyarakat atau bangsa.Kerangka konseptual inilah yang harus selalu ditanamkan sejak dini,
bukan saat mereka berada di jenjang pendidikan tinggi, melainkan sejak mereka mengenal
pendidikan baik formal maupun nonformal. Dengan ketaqwaan ilmuwan akan memahami,
empat hal; yaitu hakikat penciptaan manusia (1), hakikat penciptaan ilmuwan (2), tugas, fungsi
dan peran ilmuwan (3) serta tanggung jawab ilmuwan (4), Jaminan keberhasilan seseorang.

Dari pengertian pemberdayaan masyarakat dan pengertian ilmuwan itu sendiri dapat kita ambil
kesimpulannya secara garis besar mengenai peranan ilmuwan dalam pemberdayaan
masyarakat yakni peranan seorang ilmuwan yang dapat memberikan suatu acuan atau arahan
baik itu dalam bidang teori, penerapan dalam pemberdayaan, memotivasi, menjadikan mereka
masyarakat yang aktif, kreatif dan inofatif, tidak bergantung kepada si pembangun proyek
pemberdayaan sosial. dan hal lain sebagainya yang menyangkut dalam pemberdayaan itu
sendiri, sehingga sebuah pembangunan atau kegiatan tersebut dapat di laksanakan dengan
penuh rasa tanggung jawab dan karena adanya peran ilmuwan maka ilmuwan harus bisa
memberikan jaminan kepada masyarakat terhadap pembedayaan masyarakat tersebut.

Selain itu ilmuwan berperan sebagaimana para pemilik kepentingan yang dapat mempengaruhi
dan berbagi pengawasan atas inisiatif dan keputusan pembangunan serta sumberdaya yang
berdampak pada mereka, selain menjadikan mereka masyarakat yang aktif, masyarakat juga
dapat bersikap kreatif dan inovatif, tidak bergantung kepada si pemilik proyek pemberdaya.
Jadi peranan ilmuwan tidak sekedar dimaksudkan untuk mencapai perbaikan kesejahteraan
masyarakat (secara material), akan tetapi harus mampu menjadikan warga masyarakatnya
menjadi lebih kreatif dan inovatif.

Adapun tugas ilmuwan dalam pemberdayaan masyarakat, Schwartz mengemukakan 5 tugas


yang dapat dilaksanakan oleh ilmuwan yaitu :

1. Mencari persamaan mendasar antara persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka


sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yang dihadapi mereka.

2. Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat banyak ornag dan


menbuat frustasi usaha-usaha orang untuk mengidentifikasi kepentingan mereka dan
kepentingan orang-orang yang berpengaruh.

3. Member kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsep yang tidak di miliki oleh
masyarakat, tetapi bermanfaat kepada mereka dalammenghadapi realitas social dan masalah
yang dihadapi mereka.

4. Membagi visi kepada msyarakat, harapan dan inspirasi ilmuwan merupakan investasi bagi
interaksi antara orang, masyarakat, dan bagi kesejahteraan individu dan sosial.
5. Mendefinisikan syarat-syarat dan batasan-batasan situasi dengan mana sistem relasi antara
peran ilmuwan dan masyarakat yang dibentuk. Aturan-aturan tersebut membentuk konteks
bagi ‘kontrak kerja’ yang mengikat masyarakat dan lembaga.Dan batasan-batasan tersebut juga
mampu menciptakan kondisi yang membuat masyarakat dan ilmuwan menjalankan fungsinya
masing-masing.

Penutup
Dari berbagai pengertian pemberdayaan masyarakat dan pengertian ilmuwan serta tugas-
tugasnya dapat kita simpulkan secara garis besar mengenai peranan ilmuwan dalam
pemberdayaan masyarakat bahwa peranan seorang ilmuwan yang dapat memberikan suatu
acuan atau arahan baik itu dalam bidang teori, penerapan dalam pemberdayaan,
memotivasi, menjadikan mereka masyarakat yang aktif, kreatif dan inovatif, tidak bergantung
kepada si pembangun proyek pemberdayaan sosial. dan hal lain sebagainya yang menyangkut
dalam pemberdayaan itu sendiri, sehingga sebuah pembangunan atau kegiatan tersebut dapat
di laksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab dan karena adanya peran ilmuwan maka
ilmuwan harus bisa memberikan jaminan kepada masyarakat terhadap pembedayaan
masyarakat itu sendiri.
TANGGUNG JAWAB ILMUWAN
Oleh: Nita Zakiyah, M.A

http://niethazakia.blogspot.co.id/2013/03/tanggung-jawab-ilmuwan.html

I. Pendahuluan

Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia fakta, sedangkan life world mencakup pengalaman subjek-
praktis manusia ketika ia lahir, hidup dan mati, pengalaman cinta dan kebencian, harapan dan
putus asa, penderitaan dan kegembiraan, kebodohan dan kebijaksanaan. Dunia ilmu
pengetahuan ialah dunia objektif, universal, rasional, sedangkanlife world adalah dunia sehari-
hari yang subjektif, praktis dan situasional. Lebih dari itu, realitanya adalah bahwa manusia
memang hidup di dalam dua dunia, yaitu: dunia ilmu pengetahuan dan dunia praktis. Ilmu
pengetahuan menawarkan cara kerja rasional. Prinsip kausalitas misalnya menjadi prinsip
rasional dari ilmu pengetahuan.Sementara itu kita juga tidak bisa melepaskan diri dari dunia
sehari-hari dan tradisi dengan segala macam bentuk kepercayaan dan prakteknya.Berbicara
tentang ilmu pengetahuan, maka sudah tidak asing bahwa orang yang bekerja dan mendalami
dengan tekun dan sungguh-sungguh dalam bidangilmu pengetahuan tersebut disebut dengan
ilmuwan.

Ketika seseorang diberi ‘label’ sebagai ilmuwan, maka hal itu didasari dengan peran yang
dilakukannya, ciri, serta tanggung jawabnya dalam ilmu atau hasil penemuannya. Tanggung
jawab secara umum tidak hanya ada pada makhluk hidup namun terdapat juga pada bidang
yang ditekuni oleh manusia, seperti negarawan, budayawan, ilmuwan dan sebagainya.Karena
pada hakikatnya tanggung jawab merupakan hal yang lazim ada pada setiap makhluk hidup
(Tarigan, 2004).

Kata ilmuwan ini muncul kira-kira tahun 1840 untuk membedakan ilmuwan dengan para filsuf,
kaum terpelajar, kaum cendikiawan, dan lain sebagainya.Dewasa ini, kata ilmuwan tentu
bukanlah hal yang asing. Secara sederhana ia diberi makna ahli atau pakar; dalam KBBI, kata
ilmuwan sendiri bermakna: orang yg ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu;
orang yg berkecimpung dalam ilmu pengetahuan (KBBI Online). Serta orang yang melakukan
serangkaian aktivitas yang disebut ilmu, kini lazim disebut pula sebagai ilmuwan (scientist).

Sedangkan dalam buku Filsafat Ilmu, kata ilmuwan memiliki beberapa pengertian sebagaimana
dalam pandangan McGraw-Hill Dictionary Of Scientific and Technical Termadalah seorang yang
mempunyai kemampuan dan hasrat untuk mencari pengetahuan baru, asas-asas baru, dan
bahan-bahan baru dalam suatu bidang ilmu. Pandangan lain tentang ilmuwan dikemukakan
oleh Maurice Richer, Jr., menurutnya ilmuwan adalah mereka yang ikut serta dalam ilmu, dalam
cara-cara yang secara relatif langsung dan kreatif (The, 2000). Dari baberapa pemaparan pokok
tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmuwan merupakan orang yang melakukan kegiatan atau
aktivitas yang berkaitan dengan bidang keilmuan.

Media yang dimanfaatkan oleh ilmuwan adalah permasalahan, yang mana permasalahan ini
merupakan objek dalam ilmu pengetahuan, dan objek tersebut terdiri dari dua kategori, objek
material dan objek formal.Yang berkaitan dengan objek material adalah sasaran material suatu
penyelidikan, pemikiran atau penelitian ilmu; objek material penelitian mencakup sifat kongkrit,
abstrak, material, non material.Adapun objek formalnya adalah pendekatan secara cermat dan
bertahap menurut segi-segi yang dimiliki oleh objek materi dan berdasarkan kemampuan
seseorang.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa ilmuwan merupakan seorang yang ahli dalam suatu
bidang ilmu tertentu dan berkewajiban mengembangkan suatu bidang ilmu yang menjadi
keahliannya dengan mengadakan penelitian demi menemukan hal-hal baru yang akan menjadi
kontribusi ilmiah khususnya bagi bidang ilmu tertentu yang menjadi spesialisasi keahliannya
dan umumnya bagi bidang-bidang ilmu lain, karena tidak dapat dipungkiri bahwa hakikatnya
antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya memiliki keterkaitan, satu sama lainnya
saling melengkapi. Selain itu pula Ilmu pengetahuan membawa berkah dan nilai kemakmuran
bagi manusia tanpa meninggalkan tata nilai, etika, moral dan filosofi. Seorang ilmuwan
memiliki kemampuan untuk bertindak persuasif dan argumentatif berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki dan kemampuan analisis dan sintesis untuk mengubah kegiatan non produktif
menjadi produktif. Namun tugas ilmuwan bukan hanya sekedar untuk mencari permasalahan
yang bertujuan mencari kebenaran, akan tetapi seorang ilmuwan juga mengemban suatu
tanggung jawab memecahkan permasalahan keilmuan serta mempertanggung jawabkan hasil
temuannya dan mempublikasikan keseluruh dunia.

Berikut adalah kajian yang membahas tentang ilmuwan dan seluk beluknya yang berupa ciri-
ciri, kode etik sebagai seorang ilmuwan, peran dan fungsinya, tanggung jawab yang diemban,
dan hal-hal yang harus dilakukan dan dihindari sebagai seorang ilmuwan yang berkaitan dengan
karya ilmiah yang dihasilkan.
II. Ciri Ilmuwan

Ciri yang menonjol pada ilmuwan terletak pada cara berpikir yang dianut serta dapat dilihat
pula pada perilaku ilmuwan tersebut. Para ilmuwan memilih bidang keilmuan sebagai profesi,
dengan demikian harus tunduk pada wibawa ilmu karena ilmu merupakan alat yang paling
mampu untuk dimanfaatkan dalam mencari dan mengetahui kebenaran.

Seorang ilmuwan tidak cukup hanya dengan mempunyai daya kritis yang tinggi atau
pun pragmatis, namun juga harus jujur, memiliki jiwa yang terbuka dan tekad besar dalam
mencari atau menunjukkan kebenaran, netral, yang tidak kalah penting adalah penghayatan
terhadap etika serta moral ilmu yang harus di junjung tinggi.

Seorang Ilmuwan dapat dilihat dari beberapa aspek :

Dari cara kerja; cara kerja untuk mengungkap segala sesuatu dengan metode sains yaitu:
mengamati, menjelaskan, merumuskan masalah, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan
menganalisa data, membuat kesimpulan.

Dari kemampuan menjelaskan hasil dan cara memperolehnya, misalnya jika seorang mengklaim
telah melihat Gajah, maka ia harus mempu menjelaskan ciri-ciri gajah, seperti: memiliki taring,
badannya besar, kupingnya lebar.

Dari sikap terhadap alam dan permasalahan yang dihadapi.

Sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan antara lain adalah:

 hasrat ingin tahu yang tinggi

 tidak mudah putus asa

 terbuka untuk dikritik dan diuji

 menghargai dan menerima masukan

 jujur

 kritis

 kreatif

 sikap positif terhadap kegagalan


 rendah hati

 hanya menyimpulkan dengan data memadai.

III. Syarat Yang Harus Dipatuhi Sebagai Seorang Ilmuwan

Ada beberapa syarat yang harus dilalui seseorang agar layak disebut sebagai ilmuwan, salah
satunya adalah ilmuwan tersebut harus mengadakan penelitian yang menghasilkan karya ilmiah
yang bisa diterima di masyarakat, karya ilmiah tersebut harus memenuhi sistematika-
sistematika yang harus dipenuhi oleh ilmuwan sebagai syarat agar penelitiannya layak disebut
sebagai karya ilmiah. Yang pokok dalam sistematika penulisan adalah logical sequence(urutan-
urutan logik) dari penulisan. Sistematika suatu karya ilmiah sangat perlu disesuaikan dengan
sistematika yang diminta oleh media publikasi (jurnal atau majalah ilmiah), sebab bila tidak
sesuai akan sulit untuk dimuat. Sedangkan suatu karya ilmiah tidak ada artinya sebelum
dipublikasi. Walaupun ada keragaman permintaan penerbit tentang sistematika karya ilmiah
yang akan dipublikasi, namun pada umumnya meminta penulis untuk menjawab empat
pertanyaan berikut: (1) Apa yang menjadi masalah?; (2) Kerangka acuan teoretik apa yang
dipakai untuk memecahkan masalah?; (3) Bagaimana cara yang telah dilakukan untuk
memecahkan masalah itu?; (4) Apa yang ditemukan?; serta (5) Makna apa yang dapat diambil
dari temuan itu?. Paparan tentang apa yang menjadi masalah dengan latar belakangnya
biasanya dikemas dalam bagian Pendahuluan. Paparan tentang kerangka acuan teoretik yang
digunakan dalam memecahkan masalah umumya dikemukakan dalan bagian dengan
judulKerangka Teoritis atau Teori atau Landasan Teori , atau Telaah Kepustakaan, atau label-
label lain yang semacamnya. Paparan mengenai apa yang dilakukan dikemas dalam bagian yang
seringkali diberi judul Metode atau Metodologi atau Prosedur atau Bahan dan Metode.Jawaban
terhadap pertanyaan apa yang ditemukan umumnya dikemukakan dalam
bagianTemuan atau Hasil Penelitian. Sementara itu paparan tentang makna dari temuan
penelitian umumnya dikemukakan dalam bagian Diskusi atau Pembahasan.

Dalam penulisan karya ilmiah, penulis harus secara jujur menyebutkan rujukan terhadap bahan
atau pikiran yang diambil dari sumber lain. Pemakaian bahan atau pikiran dari suatu sumber
atau orang lain yang tidak disertai dengan rujukan dapat diidentikkan dengan
pencurian. Penulis karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak kecurangan yang lazim
disebut plagiat. Plagiat merupakan tindak kecurangan yang berupa pengambilan tulisan atau
pemikiran orang lain yang diaku sebagai hasil tulisan atau hasil pemikirannya sendiri. Dalam
menulis karya ilmiah, rujuk-merujuk dan kutip-mengutip merupakan kegiatan yang tidak dapat
dihindari. Kegiatan ini amat dianjurkan, karena perujukan dan pengutipan akan membantu
perkembangan ilmu.
Atau dengan kata lain, karya ilmiah perlu dilengkapi dengan daftar pustaka, yang memaparkan
karya ilmiah lain yang digunakan sebagai rujukan. Agar dapat ditelusuri orang lain penulisan
karya ilmiah rujukan tersebut perlu memuat nama pengarang, judul karya ilmiah, tahun
penerbitan, serta penerbitnya. Tata cara penulisan daftar pustaka perlu juga memberikan
isyarat apakah karya ilmiah yang dirujuk itu berupa buku, jurnal, makalah seminar, laporan
penelitian yang tidak dipublikasi, dokumen Web, dll. Oleh karenanya ada tata cara yang
ditetapkan untuk menuliskan daftar pustaka. Namun demikian terdapat banyak versi tata cara
penulisan daftar pustaka, bergantung pada tradisi yang dipegang oleh masyarakat keilmuan
dalam masing-masing bidang. Namun Tata cara apapun dapat saja dipakai asalkan
pemakaiannya konsisten. Namun demikian apabila karya ilmiah kita ingin dipublikasikan dalam
jurnal tertentu, kita harus menyesuaikan diri dengan tata cara penulisan daftar pustaka yang
ditetapkan oleh redaksi jurnal tersebut.

IV. Peran dan Fungsi Ilmuwan

Selain memiliki ciri, sikap, dan tanggung jawab, ilmuwan tentunya mempunyai peran dan
fungsi. Berikut adalah peran atau fungsi ilmuwan yang berkaitan langsung dengan aktivitasnya
sebagai ilmuwan, meliputi:

Sebagai intelektual, ia berperan sebagai ilmuan sosial yang selalu berdialog dengan
masyarakat dan terlibat didalamnya secara intensif dan sensitif.

Sebagai ilmuwan, ia akan selalu mencoba dan berusaha untuk memperluas wawasan
teoritis, memiliki keterbukaan terhadap kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang
keilmuan.

Sebagai teknikus, ia akan tetap terus menjaga keterampilannya dan selalu menggunakan
instrumen yang tersedia dalam disiplin ilmu yang dikuasainya.

Peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat manusia (Daniel, 2003),
sedangkan dua peran terakhir memungkinkan ia menjaga martabat ilmunya. Fungsi seorang
ilmuawan tidak hanya berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga
bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
luas (suriasumantri, 2001).

V. Tanggung Jawab Ilmuwan

Pada bab ini akan kupas mengenai tanggung jawab ilmuwan. Secara garis besar dapat di uraikan
bahwa tanggung jawab pokok ilmuwan adalah (1) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi (berpikir, melakukan penelitian dan pengembangan, menumbuhkan sikap positif-
konstruktif, meningkatkan nilai tambah dan produktivitas, konsisten dengan proses penelaahan
keilmuan, menguasai bidang kajian ilmu secara mendalam, mengkaji perkembangan teknologi
secara rinci, bersifat terbuka, professional dan mempublikasikan temuannya); (2) Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan menemukan masalah yang sudah/akan mempengaruhi
kehidupan masyarakat dan mengkomunikasikannya, menemukan pemecahan masalah yang
dihadapi masyarakat, membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggunakan hasil
penemuan untuk kepentingan kemanusiaan, mengungkapkan kebenaran dengan segala
konsekuensinya dan mengembangkan kebudayaan nasional.

Selain yang tersebut di atas, sebagaimana yang telah disinggung bahwa ilmuwan memiliki
tanggung jawab sosial, moral, dan etika. Dan berikut ini akan di uraikan berbagai tanggung
jawab ilmuwan yang berkenaan dengan sosial, moral dan etika.

a. Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui
masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. beberapa bentuk tanggung jawab
sosial ilmuwan, yaitu :

Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang


akan berkembang berdasarkan permalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat.

Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana


dimasyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu
merumuskan jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut.

Seorang ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian permasalahan
sosial dimasyarakat yang mana masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras,
agama, etnis dan kebudayaan sehingga berpotensi besar untuk timbulnya suatu konflik.

Membantu pemerintah untuk menemukan cara dalam rangka mempercepat proses


intergrasi sosial budaya yang mana integrasi tersebut bertujuan untuk mempererat tali
kesatuan antara masyarakat Indonesia. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
konflik.

b. Tanggung Jawab Moral

Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu sendiri
sebagi seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga pilihannya
ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan keputusan
serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan untuk
kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. Moral dan etika yang baik perlu kepekaan
atas rasa bersalah, kepekaan atas rasa malu, kepatuhan pada hukum dan kesadaran diketahui
oleh Tuhan. Ilmuwan juga memiliki kewajiban moral untuk memberi contoh (obyektif, terbuka,
menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya
benar, berani mengakui kesalahan) dan mampu menegakkan kebenaran.Sehingga ilmu yang
dikembangkan dengan mempertimbangkan tanggung jawab moralnya sebagai seorang ilmuwan
dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia dan secara integral tetap menjaga
keberlangsungan kehidupan lingkungan di sekitarnya dan dapat tergajanya keseimbangan
ekologis. Atau dengan meminjam istilah Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, sebagai teknosuf, yang merupakan paduan dari kata teknik/teknologi
dan sophia yang berarti kearifan. Sehingga teknosuf dimaksudkan sebagai teknokrat yang
mempunyai kearifan dalam melakukan rekayasa bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya
(Basuki, 2009).

a. Tanggung Jawab Etika

Kemudian tanggung jawab yang berkaitan dengan etika meliputi etika kerja seorang ilmuwan
yang berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman, aturan, standar atau
ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai moral (Kode Etik)
dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk. Misalnya saja tanggung jawab etika
ilmuwan yang berkenaan dengan penulisan karya ilmiah, maka kode etik pada penulisan karya
ilmiah harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut:

• OBYEKTIF, (berdasarkan kondisi faktual)

• UP TO DATE, (yang ditulis merupakan perkembangan ilmu paling akhir)

• RASIONAL, (berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbal-balik)

• RESERVED, (tidak overcliming, jujur, lugas dan tidak bermotif pribadi)

• EFEKTIF dan EFISIEN, (tulisan sebagai alat komunikasi yang berdaya tarik tinggi).

Mengenai kode etik penulisan karya ilmiah, hal yang harus dipenuhi oleh ilmuwan adalah:

- Melahirkan karya orisinal, bukan jiplakan

- Menjunjung tinggi posisinya sebagai orang terpelajar, menjaga kebenaran dan manfaat
serta makna informasi yang disebarkan sehingga tidak menyesatkan

- Menulis secara cermat, teliti, dan tepat.

- Bertanggung jawab secara akademis atas tulisannya.


- Memberi manfaat kepada masyarakat pengguna.

- Menjunjung tinggi hak, pendapat atau temuan orang lain.

- Menyadari sepenuhnya bahwa tiga pelanggaran kode etik berakibat pada hilangnya
integritas penulis jika melakukannya.

- Secara moral cacat, apalagi dilihat dari kacamata agama. Nilai keagamaan mencela
pelanggaran sebagai bagian dari ketidakjujuran, pencurian atau mengambil kepunyaan orang
lain tanpa hak.

Aspek Lain yang terkait dengan etika penulisan adalah menghindari kekeliruan yang lazim
dalam penulisan draft:

 Judul; Judul menjelaskan isi tulisan secara ringkas, jelas, dan tepat, sehingga pembaca dapat
segera memutuskan apakah akan membacanya atau tidak. Selain itu, judul juga merupakan
kata-kata kunci yang biasanya digunakan untuk daftar indeks penelitian. Dalam membuat judul,
hindari kata-kata yang tidak perlu, misalnya : "studi tentang" atau "suatu penelitian tentang",
dan sejenisnya. Hindari penggunaan singkatan dan jargon, serta hindari judul yang mempunyai
kesan "aneh".yang menjadi catatan yang harus dihindari pada pemilihan judul adalah hindari
judul yang tidak jelas, dan menimbulkan mis-interpretasi pembaca.

 Abstrak; abstrak merupakan laporan keseluruhan secara ringkas, tanpa adanya suatu
tambahan di luar tulisan/artikel dan tanpa adanya kerincian tertentu, misalnya menunjuk pada
gambar, tabel atau sumber tertentu. Abstrak berisi pernyataan tujuan utama penelitian,
metoda yang digunakan, ringkasan hasil yang terpenting, serta pernyataan kesimpulan yang
utama dan yang paling signifikan.Abstrak dibatasi oleh jumlah kata yang biasanya sekitar 50
sampai 300 kata. Proses penyusunan abstrak dapat dilakukan dengan cara menyarikan hal-hal
pokok dari setiap bagian tulisan, yang kemudian dipadatkan menjadi suatu kesatuan tulisan.
Dalam penulisan abstrak terdapat dua hal yang harus dihindari, yaitu: abstrak yang tidak
mencerminkan isi keseluruhan tulisan, tidak fokus, dan lebih dari ukuran ideal.

 Kata kunci; kata kunci yang tidak baik dan harus dihindari adalah kata kunci yang tidak
mencerminkan hal paling penting.

 Pendahuluan; pendahuluan berisi tentang persoalan yang dibahas yang meliputi persoalan
yang diteliti, ringkasan penelitian sebelumnya yang relevan, dan konsep yang melandasi
penelitian yang akan dilakukan; pentingnya persoalan; serta tujuan penelitian yang berupa
upaya untuk menjawab hipotesis, pertanyaan penelitian, atau penggunaan/perbaikan metoda.
Proses penulisan pengantar atau pendahuluan ini dimulai dari pernyataan yang bersifat umum
menuju ke pernyataan yang spesifik. Dalam hal ini dapat berupa persoalan dalam dunia nyata
atau studi literatur menuju ke eksperimen atau pengembangan yang dilakukan. Dalam
penulisan pendahuluan hendaknya menghindari beberapa hal yaitu menulis pendahuluan yang
terlalu panjang, tidak proporsional, tidak memuat posisi tulisan, dan yang tidak secara jelas
menyebut metodologi.

 Pembahasan atau analisis; Diskusi/analisis berisi tentang hasil dari metoda, yang
menjelaskan temuan-temuan yang terpenting dengan memperhatikan kesimpulan awal yang
dapat diambil yang berupa pola, prinsip, atau hubungan; kaitan dengan penelitian sebelumnya
yang dicuplik atau dijadikan basis penelitian. Pada bagian ini juga berisi penjelasan tentang hasil
atau temuan-temuan tersebut. Pada bagian ini, yang perlu dihindari adalah pembahasan atau
analisis yang tidak fokus, mengupas analisis yang tidak mendalam, dan menggunakan alat bantu
yang tidak jelas.

 Kesimpulan; bagian ini berisi penjelasan tentang bagaimana hasil yang diperoleh menjawab
tujuan penelitian serta persoalan yang lebih luas, yang berupa implikasi teoritik, aplikasi praktis,
atau generalisasi pada situasi yang berbeda. Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan sehingga tidak terkesan spekulatif dan melakukan generalisasi yang
berlebihan.Selain itu, bagian ini dapat berisi penelitian lanjut untuk menjawab kontradiksi yang
terjadi atau untuk menjelaskan kekecualian yang terjadi. Pada kesimpulan, yang harus dihindari
adalah penulisan kesimpulan yang tidak menjawab masalah yang diangkat, dan mengulang-
ulang statemen yang ada dalam pembahasan (Toha,http://lpfilkom.freeservers.com).

VI. Pelanggaran Etika Ilmiah

Pelanggaran etika ilmiah sering terjadi, hal ini terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Pada umumnya pelanggaran etika ilmiah berkisar pada tiga wilayah, yaitu:

 Fabrikasi data; Fabrikasi data -- ‘mempabrik’ data atau membuat-buat data yang
sebenarnya tidak ada atau lebih umumnya membuat data fiktif.

 Falsifikasi data; Falsifikasi data -- bisa berarti mengubah data sesuai dengan keinginan,
terutama agar sesuai dengan kesimpulan yang ‘ingin’ diambil dari sebuah penelitian.

 Plagiarisme; Plagiarisme --- mengambil kata-kata atau kalimat atau teks orang lain tanpa
memberikan acknowledgment (dalam bentuk sitasi) yang secukupnya.

VII. Kesimpulan

Ilmuwan secara etimologi bermakna orang yg ahli atau banyak pengetahuannya mengenai
suatu ilmu, sedangkan menurut terminologi ilmuwan banyak sekali peneliti atau para cendikia
yang mencoba untuk memberi definisi mengenai ilmuwan salah satunya adalah sebagaimana
dalam pandangan McGraw-Hill Dictionary Of Scientific and Technical Term, ilmuwan adalah
seorang yang mempunyai kemampuan dan hasrat untuk mencari pengetahuan baru, asas-asas
baru, dan bahan-bahan baru dalam suatu bidang ilmu.

Dengan demikian orang yang disebut sebagai Ilmuwan harus memiliki ciri-ciri sebagai ilmuwan
yang dapat dikenali lewat paradigma serta sikapnya dalam kehidupan sosial, memiliki daya
kritis yang tinggi, jujur, bersifat terbuka, dan netral.Selain itu pula seorang ilmuwan harus patuh
pada sistematika penulisan karya ilmiah serta syarat-syarat yang berkenaan dengan kode
etiknya.

Peran dan fungsi ilmuwan dalam masyarakat juga perlu diperhitungkan, karena ilmuwan
merupakan orang yang dapat menemukan masalah spesifik dalam ilmu.Selain itu, ilmuwan pula
terbebani oleh tanggung jawab, tanggung jawab yang diemban oleh ilmuwan meliputi tanggung
jawab sosial, moral, dan etika.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai pelanggaran etika ilmiah yang wajib dihindari
oleh para ilmuwan adalah fabrikasi data, falsifikasi data, dan plagiarisme.

Daftar Pustaka

Tarigan, Mhd. Iqbal. Generasi Bebek, Suara Binjai 17 Juli 2004, Binjai.

Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Online. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php. Di akses pada 12 Januari 2010. 23.30
WIB.

The, Liang Gie. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.

Syamsir, Elvira. 2009. Tanggung Jawab Ilmuwan.

file:///E:/tanggung%20jwb%20ilmuwan/TANGGUNG_JAWAB_ILMUWAN.htm. Diakses pada 13


Januari 2010.00.21 WIB.

Basuki, Ahmad. 2008. Menggugat Moral Ilmuwan (dimuat pada artikel opini Bengawan pos).

http://achmadbasuki.files.wordpress.com/2008/07/menggugat-moral-
ilmuwan_bengpos050902.doc. Di akses pada 13 Januari 2010. 01.47 WIB.

http://developer.ning.com/profiles/blog/show?id=1185512%3A111905. Di akses pada 13


Januari 2010. 01.47 WIB.
Dhaniel, Dhakidae. 2003. Cendikiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru. Jakarta:
Gramedia.

Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Perngantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Toha, Isa Setiasyah. Teknik Dan Etika Penulisan Artikel


Ilmiah.http://lpfilkom.freeservers.com/lain/Etika.htm. diakses pada 19 Januari 2010. 03.05
WIB.

Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Masa Depan Kehidupan Manusia

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penelaahan keilmuan dimulai dengan permasalahan.Singkatnya, terdapat banyak sekali masalah dalam ilmu.Hal ini
memang tak aneh bila diingat betapa rumitnya hakikat manusia dan kehidupan.Akibat dari kerumitan ini maka tiap
masalah keilmuan sudah harus merupakan seleksi dari data yang diberikan oleh penghidupan kepada kita. Ini juga
berarti bahwa tak seorang pun, memecahkan suatu masalah, dapat memilih seluruh fakta. Dalam permasalahan
keilmuan ini, kita dikenalkan dengan nama ilmuwan yang merupakan ahli atau pakar dalam bidang keilmuan. Kata
ilmuwan ini muncul kira-kira tahun 1840 untuk membedakan mereka dengan para filsuf, kaum terpelajar dan
cendekiawan dan lain sebagainya.Ilmuwan di sini mempunyai beberapa arti, peran, ciri serta tanggung jawab dalam
ilmu atau hasil penemuannya. Maka dari itu, ilmuwan tidaklah lain orang yang mencari permasalahan dalam alam
yang bersifat kognitif, rasional dan teoritis yang nantinya akan menghasilkan sebuah ilmu. Karena ilmu yang
diperkembangkan oleh para ilmuwan untuk mencapai kebenaran atau memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan coba dikaji tentang “ Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Masa Depan Kehidupan Manusia
”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam tugas dan
tanggung jawab ilmuwan sebagai berikut:

Apa pengertian ilmuwan?

Apa peran dan fungsi ilmuwan?

Apa pedoman kerja bagi ilmuwan?

Apa tanggung jawab ilmuwan terhadap kehidupan manusia?

BAB II.PEMBAHASAN
2.1. Definisi dari Ilmuwan

Dari pertumbuhan ilmu sejak zaman Yunani Kuno sampai abad modern ini tampak nyata bahwa ilmu merupakan
aktivitas manusia, suatu kegiatan melakukan sesuatu yang dilaksanakan orang atau lebih tepat suatu rangkaian
aktivitas yang membentuk suatu proses. Seorang yang melakukan rangkaian aktivitas yang disebut ilmu itu kini
lazim dinamakan ilmuwan (scientist ).

Kata ilmuwan sekarang tentu bukanlah hal yang asing. Secara sederhana ia diberi makna ahli atau pakar. Dalam
kamus Indonesia, kata ilmuwan bermakna orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu, atau
orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan serta orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan
dengan tekun dan sungguh-sungguh.

Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan masyarakat kepada seorang yang
mengabdikan dirinya pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih
komprehensif tentang alam semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan sosial.

Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan secara
menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga
untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab
itu ada dipundaknya.

Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang
ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi.Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah
wibawa ilmu.Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang
ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan
tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah
penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus menjadi pilihan juga sekaligus
junjungan utama

2.2. Peran dan Fungsi Ilmuwan

Adapun peran dan fungsi ilmuwan antara lain :

Sebagai intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap mempertahankan dialognya yang kontinyu dengan masyarakat
sekitar dan suatu keterlibatan yang intensif dan sensitif.

Sebagai ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan dan
penemuan baru dalam bidang keahliannya.

Sebagai teknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam disiplin yang
dikuasainya. Dua peran terakhir memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya, sedangkan peran pertama
mengharuskannya untuk turut menjaga martabat.

2.3. Pedoman Kerja Bagi Ilmuwan

Kewajiban batiniah seorang ilmuwan ialah memberikan sumbangan pengetahuan baru yang benar saja ke kumpulan
pengetahuan benar yang sudah ada, walaupun ada tekanan-tekanan ekonomi atau sosial yang memintanya untuk
tidak melakukan hal itu, karena tanggung jawabnya ialah memerang ketidaktahuan, prasangka dan mitos di kalangan
manusia mengenai alam semesta ini. Adapun pedoman kerja yang disepakati dan harus diikuti para ilmuwan ialah :
Bekerjalah dengan jujur.

Jangan sekali-sekali memanipulasi data.

Selalulah bertindak tepat, teliti dan cermat.

Berlakulah adil terhadap pendapat orang lain yang muncul terlebih dahulu.

Jauhilah pandangan berbias terhadap data dan pemikiran ilmuwan lain.

Jangan berkompromi tetapi usahakanlah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan tuntas.

Perlunya Etika dan Ketaatan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Hal itu juga sejalan dengan asas moral menurut Jujun (1990 : 93), yaitu ”

Kebenaran.

Kejujuran.

Tidak mempunyai kepentingan.

Menyandarkan diri pada kekuatan argumentasi dalam menilai kebenaran.

Kebenaran ilmiah yang dihasilkan dari pemikiran dan pengamatan seorang ilmuwan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada seluruh umat manusia.Hal itu berarti perlunya kode etik ilmuwan.Mau tidak mau
kode etik itu harus dikaitkan dengan sistem ‘dosa’. Setiap kali seorang ilmuwan akan mengadakan penelitian, ia
harus sadar akan kedudukannya sebagai manusia di bumi ini. Artinya ia harus sadar bahwa ilmu pengetahuan yang
dimilikinya hanya sebagian kecil saja dari Al’ilmi-nya Allah SWT dan bahwa ia hanyalah pesuruh-Nya di muka
bumi ini sesuai dengan Al Qur’an surat Al Baqarah : 30-34.

2.4. Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Kehidupan Manusia.

Ilmuwan sebagai manusia yang diberi kemampuan merenung dan menggunakan pikirannya untuk
bernalar.Kemampuan berpikir dan bernalar itu pula yang membuat kita sebagai manusia menemukan berbagai
pengetahuan baru.Pengetahuan baru itu kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya
dari lingkungan alam yang tersedia di sekitar kita. Oleh karena itu tanggung jawab ilmuwan terhadap masa depan
kehidupan manusia diantaranya adalah :

Tanggung Jawab Profesional terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan dan masyarakat, yaitu menjamin kebenaran
dan keterandalan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya secara formal. Agar semua pernyataan ilmiah yang
dibuatnya selalu benar dan memberikan tanggapan apabila ia merasa ada pernyataan ada pernyataan ilmiah yang
dibuat ilmuwan lain yang tidak benar.

Tanggung Jawab Sosial, yaitu tanggung jawab ilmuwan terhadap masyarakat yang menyangkut asas moral dan
etika. Pengalaman dua perang dunia I (terkenal dengan perang kuman) dan II (terkenal dengan bom atom) telah
membuktikan bahwa ilmu digunakan untuk tujuan-tujuan yang destruktif.

Sikap Politis Formal Ilmuwan

Jika ilmuwan mempunyai rasa tanggung jawab moral dan sosial yang formal, maka konsekuensinya ilmuwan harus
mempunyai sikap politik formal.Sebab sikap politik formal merupakan konsisten dengan asas moral keilmuan serta
merupakan pengejawantahan/implementasi dari tanggung jawab sosial dalam mengambil keputusan politis, dimana
keputusan ini bersifat mengikat (authorative).

Demi pertanggungan jawaban ilmuwan terhadap masa depan umat manusia, semua dampak negatif sains dan
teknologi terus ditangani secara bersama-sama, bukan saja oleh masyarakat ilmuwan dunia, melainkan juga oleh
pemerintah semua negara, berlandaskan suatu pandangan bahwa manusia di bumi ini mempunyai tugas untuk
mengelolanya dengan sebaik-baiknya. Maka dari itu manusia juga harus melakukan hal-hal sebagai berikut :

Mengadakan kerjasama dengan ilmuwan dan ahli teknologi berbagai negara dalam menerapkan pengetahuannya
demi kepentingan seluruh umat manusia.

Perlunya pembangunan yang berorientasi masa depan dan wawasan lingkungan.

BAB III. KESIMPULAN

Dari apa yang kita ketahui bersama di atas dapat kita simpulkan, bahwa ilmuwan adalah seorang yang berkecimpung
dalam beberapa bidanng keilmuwan. Sebagai mana kita lihat bersama dalam beberapa pengertian ilmuwan yang
disajikan dipoin kedua.Yang mana seorang ilmuwan itu tidak luput dari hal ilmiah.Karena karya ilmiah ini
merupakan salah satu pokok yang terpenting untuk mempublikasikan karyanya dengan riset-riset tertentu.Di
samping itu, ilmuwan tidak hanya terpaku dalam hal sikap saja melainkan dalam tanggung jawab.Karena tanggung
jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk
menyalahgunakan ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Nur Karim dan Terjemahan.

Afgani, M.W. Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Masa Depan Kehidupan


Manusia (Online)http://www.geocities.ws/m_win_afgani/arsip/.pdf (diakses tanggal 6 Agustus 2012)

Depdiknas.2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Ibrahim, M. 2009. Tanggung Jawab Ilmuwan. (online) http://id.scribd.com/doc/24070734/KAJIAN-TENTANG-


ILMUWAN-YANG-MELIPUTI-CIRI-DAN-PERAN-SERTA-TANGGUNG-JAWABNYA-TERHADAP-
TEMUANNY1 ( diakses tanggal 11 Desember 2012)

Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Winarto, J. 2011. Tugas dan Tanggung Jawab Ilmuwan. (Online)


Dari semua kualifikasi yang harus dipenuhi oleh seorang ilmuwan, Weinberg (1978)
menempatkan tanggung jawab (sense of responsibility) pada urutan paling atas.Lebih
lanjut ia menyatakan bahwa boleh jadi seorang ilmuwan adalah seorang yang cerdas,
imaginatif, cekatan, memiliki penguasaan ilmu yang mendalam, luas, dan seksama.
Akan tetapi ia tidak cukup pantas disebut ilmuwan manakala ia tidak memiliki rasa
tanggung jawab.

Apa yang disampaikan Weinberg lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun silam tersebut
relevan hingga saat ini. Kasus-kasus aktual yang mendominasi pemberitaan media
massa hingga hari ini adalah hal-hal yang berkenaan dengan apa yang diungkapkan
Weinberg. Tentu kita masih ingat laporan utama yang diketengahkan Majalah Tempo
edisi 24 Februari – 2 Maret 2014 tentang ulah seorang ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang ditengarai memainkan kesempatan label “halal” secara
“haram”. Halaman depan (cover) majalah edisi tersebut berupa ilustrasi kaleng
dengan gambar babi dengan tulisan dibawahnya “DIJAMIN HALAL” dengan logo MUI.
Di samping kaleng itu ada tulisan: “ASTAGA! LABEL HALAL. Petinggi Majelis MUI
ditengarai memperdagangkan label halal. Tempo melacak hingga Australia dan
Belgia.”

Lepas dari kesahihan isi berita majalah tersebut, tetaplah membuat


kita semua terhenyak. MUI yang berisi para ilmuwan-agamawan adalah lembaga
yang berwenang memberi label halal suatu produk, termasuk produk luar yang akan
masuk ke Indonesia. MUI juga memberi izin atau lisensi kepada perusahaan di luar
negeri untuk memberi sertifikat halal yang diakui di Indonesia. Dalam prakteknya,
salah seorang oknum ketua MUI memainkan otoritas label halal untuk kepentingan
pribadinya. Walhasil, ada beberapa produk yang semestinya tidak memenuhi syarat
menyandang label halal tetapi dinyatakan sebagai produk halal. Masyarakat luaslah
yang menanggung dampaknya.

Contoh kasus lainnya yang masih lekat dalam ingatan kita adalah kontroversi hasil
hitung cepat (quick count) pemilihan umum Presiden tanggal 9 Juli 2014 silam. Ulah
beberapa lembaga survei tersebut nyaris menimbulkan konflik horizontal diantara
sesama warga bangsa. Beberapa hasil hitung cepat menyatakan pasangan capres dan
cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang. Hasil lainnya menunjukkan
Jokowi-JK unggul. Selisih perbedaannya bahkan mencapai 5 persen.

Terdapat keanehan-keanehan menyangkut hasil hitung cepat lembaga-lembaga


survei tersebut yang notabene berisi para ilmuwan (peneliti)
yang tentunya menguasai metodologi dengan sangat baik. Keanehan pertama, kita
menduga sangat tidak mungkin mereka tidak memahami metode sampling sehingga
sampel tidak representatif terhadap populasi. Kedua, sangat tidak mungkin mereka
memahami metode sampling tetapi pelaksanaan teknis di lapangan berantakan,
sehingga data tidak akurat. Kemudian yang ketiga, tidak mungkin pula mereka tidak
memahami metodologi dan tidak turun ke lapangan, atau tidak mempunyai kerangka
sampel TPS, tidak mempunyai enumerator, bahkan tidak mempunyai data center.
Sehingga boleh saja kita menduga data yang mereka sampaikan ke publik bukan dari
lapangan melainkan fiktif, diubah atau diutak-atik sesuai kepentingan pihak tertentu.

Dua kasus di atas menunjukkan betapa ‘kekuasaan’ yang disandang kaum ilmuwan
rawan disalahgunakan untuk berbagai kepentingan. Tepat sekali apa yang dikatakan
Bronowski, bahwa tidak ada seorang pun ilmuwan yang kebal terhadap infeksi
kekuasaan politik dan korupsi. Hanya rasa tanggung jawablah yang dapat
mengendalikan dan mengarahkan perilaku mereka sehingga tetap berada dalam
batas-batas kedudukan sebagai ilmuwan.

Secara umum Frankel (1994) mengelompokkan tanggung jawab ilmuwan ke dalam


dua jenis. Pertama, tanggung jawab ke dalam yang ditujukan terhadap ilmu
pengetahuan itu sendiri. Tanggung jawab ini menuntut para ilmuwan untuk selalu
setia terhadap standar dan norma praktek yang telah disepakati oleh komunitasnya.
Jenis kedua adalah tanggung jawab yang ditujukan keluar terhadap masyarakat yang
lebih besar. Tugas inilah yang biasa disebut sebagai tanggung jawab sosial ilmuwan.

Empat Pilar Dasar

Setidaknya ada empat pilar alasan yang mendasari adanya tanggung jawab sosial
ilmuwan. Empat pilar tersebut mencakup otonomi profesional (professional
autonomy), keahlian khusus (special expertise), dampak ilmu pengetahuan (impact of
science), serta dukungan masyarakat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
(public support of science).
Otonomi profesional merepresentasikan kewenangan yang dimiliki seorang ilmuwan
untuk mempraktekkan keahlian yang dimiliki, dimana keahlian tersebut tidak dimiliki
oleh orang lain. Otonomi profesional ini merupakan salah satu privilege yang mereka
miliki untuk ‘memonopoli’ bidang keahlian tertentu. Seorang dokter bedah misalnya,
memiliki kewenangan melakukan apapun terhadap pasiennya dalam lingkup keahlian
yang dimilikinya. Apapun yang ia katakan, ia tuliskan, atau ia lakukan di ruang
praktek mutlak diikuti dan dituruti oleh pasien tanpa penolakan sedikit pun. Pasien
berada dalam posisi membutuhkan pelayanan profesional sang dokter dan ia awam
terhadap bidang keahlian profesional tersebut. Kekuasaan inilah yang rawan untuk
disalahgunakan dan berisiko tinggi untuk terjadinya pelanggaran.

Oleh karenanya, otonomi yang dimiliki kaum ilmuwan di satu sisi perlu dibarengi
dengan tanggung jawab sosial di sisi yang lain. Privilege-privilege yang berhubungan
dengan otonomi profesional secara bersamaan membawa tanggung jawab untuk
selalu menunjukkan komitmen pada standar etik tertinggi dalam rangka melindungi
pengguna jasa profesional mereka.

Keahlian khusus dalam bidang profesional tertentu merupakan kelebihan yang


melekat pada seorang ilmuwan. Karena keahlian khusus tersebut, masyarakat
membutuhkan pandangan-pandangan ilmiah yang independen dan reliabel ketika
hendak memutuskan suatu kebijakan. Dengan keahlian khusus dan keterampilan
teknis mereka, para ilmuwan memiliki kemampuan istimewa untuk menunjukkan
peluang-peluang sekaligus bahaya-bahaya yang mungkin terjadi berkaitan dengan
bidang pekerjaan mereka dan memberikan pertimbangan dalam menghadapi suatu
permasalahan. Mereka sering diminta oleh masyarakat untuk melakukan tugas-tugas
tersebut. Dan karena tanggung jawab sosial yang diemban, mereka harus rela
melakukan perannya dengan penuh kesungguhan.

Dampak ilmu pengetahuan diasosiasikan dengan kenyataan bahwa ilmu


pengetahuan bukan sekedar pengetahuan (knowing) belaka, tetapi juga menyangkut
tindakan atau perbuatan (doing). Pelaksanaan penelitian (research) secara langsung
bisa berdampak terhadap manusia, binatang atau lingkungan. Penerapan ilmu
pengetahuan juga mempunyai dampak mendalam terhadap kemanusiaan dan
kelangsungan hidup bumi. Oleh sebab itu, ada prinsip dasar moralitas yang
menuntut para ilmuwan untuk bertanggung jawab terhadap konsekuensi-
konsekuensi tindakannya terhadap yang lain. Para ilmuwan tidak bisa meninggalkan
implikasi-implikasi yang berkaitan dengan tindakan-tindakan dalam lingkup
pekerjaan mereka.

Dukungan masyarakat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan diwujudkan


melalui investasi mereka dalam proses pendidikan dan pelatihan ilmuwan, seperti
halnya dalam penyelenggaraan penelitian dan penyediaan infrastruktur yang
dibutuhkan dalam kesinambungan pendidikan dan penelitian ilmiah. Ilmuwan
dituntut memiliki hasrat yang kuat untuk memberikan hasil terbaik kepada
masyarakat. Sebagai imbal jasa atas investasi sosial yang telah diberikan, masyarakat
berhak menuntut para ilmuwan bertanggung jawab terhadap apa yang mereka
lakukan.

Tantangan ke Depan

Kebutuhan terhadap para ilmuwan untuk membantu Negara dalam merancang


tujuan nasional dan menetapkan prioritas pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dipastikan akan semakin meningkat di masa mendatang. Terbatasnya
anggaran pemerintah dan juga ancaman menipisnya sumber daya alam akan
meningkatkan kebutuhan untuk mengaitkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
pencapaian tujuan nasional serta mencari alternatif cara-cara baru yang lebih tepat
dan efisien. Karena keahlian khusus yang dimiliki, para ilmuwan memiliki posisi yang
tepat untuk menyumbangkan kontribusinya dalam area tersebut.

Tanggung jawab sosial komunitas ilmuwan salah satunya juga diberikan terhadap
keragaman dan perspektif multikultural dalam pelaksanaan penelitian dan
penerapannya. Secara moral, ras dan masyarakat etnik minoritas harus diberikan
kesempatan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai jalan untuk
meningkatkan kesejahteraan kehidupan mereka. Masyarakat minoritas juga harus
dilindungi dari eksploitasi para peneliti.

Kita bisa belajar dari kasus eksperimen Tuskegee (Tuskegee experiment) yang amat
terkenal itu. Sebuah penelitian tentang Syphilis yang dimulai pada tahun 1930-an
hingga 1970-an yang melibatkan 600 subjek laki-laki kulit hitam di Alabama, Amerika
Serikat. Dalam kurun 40 tahun penelitian tersebut, tidak ada satu pun dari 399
subjek penelitian yang positif mengidap Syphilis yang diobati. Meskipun setelah
Penicillin ditemukan sebagai pengobatan yang efektif di awal tahun 1950-an. Para
subjek penelitian diabaikan partisipasi mereka dalam eksperimen tersebut.

Tantangan lain ke depan yang menuntut tanggung jawab sosial ilmuwan adalah
menyangkut peningkatan literasi ilmiah dan pemahaman masyarakat terhadap ilmu
pengetahuan. Peran komunitas ilmuwan dalam mengedukasi masyarakat agar
‘melek’ ilmu pengetahuan merupakan tanggung jawab yang mendasar. Hasil-hasil
penelitian yang didapatkan perlu dipublikasikan dan dikomunikasikan dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh masyarakat. Para ilmuwan dituntut untuk
mengejawantahkan ‘menara gading’ ilmu pengetahuan ke tengah-tengah
masyarakat sehingga bermanfaat dan berkontribusi dalam membantu meningkatkan
kesejahteraan mereka.

Penutup

Hak-hak istimewa yang dimiliki kaum ilmuwan di satu sisi membawa tanggung jawab
sosial di sisi lainnya. Keduanya harus berjalan bersama-sama sebagaimana hak dan
kewajiban. Tanpa adanya rasa tanggung jawab, maka sebenarnya predikat ilmuwan
yang disandang seseorang telah gugur dengan sendirinya.

ADVERTISING

Anda mungkin juga menyukai