Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH:

PENDEKATAN KULTURAL
DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


ANEKA PENDEKATAN STUDI PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pengampu:
Dr. ASRIANA KIBTIYAH, M.Si

Oleh:

1. HENDRA NAINGGOLAN NIM : 2198225010


2. A’ADZKIYAUL FAIZIN NIM : 2198225008

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI

TEBUIRENG JOMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas ridho dan


hidayah-Nya sehingga tugas Makalah ini dapat terselesaikan dengan penuh keyakinan serta
usaha optimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi energi positif bagi
kita semua.
Sholawat dan salam terlimpahkan kepada Junjungan Agung Nabiyullah Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga dan shahabatnya. Semoga kita semua berhak
mendapat syafa’at beliau dunia dan akhirat.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada ibu dosen Dr. ASRIANA
KIBTIYAH, M.Si mata kuliah ANEKA PENDEKATAN STUDI PENDIDIKAN ISLAM
yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memacu motivasi
kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya
mengenai “PENDEKATAN KULTURAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA” sehingga kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami
dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha seoptimal mungkin. Terima kasih
pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga
dalam penyelesaian Makalah ini, tetap saja kami tak luput dari sifat manusiawi yang penuh
khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran kami harapkan dari semua pihak guna
perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.

Jombang, 20 Maret 2022


Penyusun

Kelompok 9 Kelas A Pasca UNHASY

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................................3
A. Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam........................................................................3
1. Term Pendekatan Kultural..................................................................................................3
2. Unsur-unsur Kebudayaan...................................................................................................3
3. Pendekatan Kultural dalam pendidikan Islam.....................................................................4
4. Sikap Islam Terhadap Kebudayaan....................................................................................5
B. Urgensi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di Indonesia......................................7
C. Implementasi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di Indonesia..............................9
1. Implementasi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam Masa Rasulullah ‫ﷺ‬.............9
2. Implementasi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa
Walisongo................................................................................................................................12
3. Implementasi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa
Sekarang...................................................................................................................................14
BAB III............................................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan menjadi salah satu kunci penting sebagai instrumen membangun
peradaban manusia dan bangsa. Keberadaannya masih diyakini mempunyai peran besar dalam
membentuk karakter individu-individu yang dididiknya, dan mampu menjadi “guiding light”
bagi generasi muda penerus bangsa.

Manusia adalah mahluk yang diciptakan berbeda-beda dan beragam, dari jenis
kelamin, suku bangsa, bahasa, hingga agama. Bangsa Indonesia melebihi bangsa-bangsa lain,
dianugerahi sebuah kemajemukan. Tidak saja lantaran kondisi sosio-geografis dan kesukuan
semata, tetapi keragaman ini telah dimulai sejak cikal bakal sejarah kelahirannya. Sejatinya
keragaman ini menjadi alat perekat harmonisasi bangunan kebersamaan antar sesama. Namun
faktanya, perbedaan SARA acapkali memicu timbulnya sebuah konflik dan ketegangan.
Kemajemukan merupakan sunatullah yang meski terjadi, sebagaimana adanya langit dan
bumi.

Kemajemukan (pluralitas), keanekaragaman (diversitas), dan kepelbagaian


(heterogenitas) serta kebermacam-macaman (multiformisme) masyarakat dan kebudayaan di
Indonesia merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan, sejak dulu sebelum terbentuk
negara/bangsa ini. Ini harus kita akui secara jujur , terima dengan lapang dada, resapi dengan
penuh kesadaran, kelola rawat dengan cermat, dan jaga dengan penuh suka cita, Bukan harus
kita tolak, pungkiri, abaikan, sesalkan, biarkan dan ingkari hanya karena kemajemukan dan
keanekaragaman ternyata telah menimbulkan ekses negatif dan resiko kritis belakangan ini,
antara lain benturan masyarakat dan kebudayaan lokal di pelbagai tempat di Indonesia.
Begitulah Indonesia ditakdirkan melebihi negara-negara lain karena tidak saja multi-suku,
multi-etnik, multi-agama tetapi juga multi-budaya. Dilihat dari permasalahan diatas, maka
penulis membuat makalah ini dengan judul “Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di
Indonesia”.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pendekatan kultural dalam pendidikan Islam?
2. Apa urgensi pendekatan kultural dalam pendidikan islam di Indonesia?
3. Bagaimana implementasi pendekatan kultural dalam pendidikan Islam di Indonesia?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pendekatan kultural dalam pendidikan islam.
2. Untuk mengertahui urgensi pendekatan kultural dalam pendidikan islam di Indonesia.
3. Untuk mengetahui implementasi pendekatan kultural dalam pendidikan Islam di
Indonesia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam


1. Term Pendekatan Kultural
Pendekatan menurut KBBI adalah proses, cara, perbuatan mendekati. Pendekatan
dalam Bahasa Inggris berasal dari kata approach adalah cara mendekatkan diri kepada
objek atau langkah-langkah menuju objek. Sedangkan kultural berarti berhubungan
dengan kebudayaan. Alisyahbana mengatakan bahwa term kultur berasal dari bahasa latin
yaitu dari kata cultural (kata kerjanya colo, colere). Arti kultur adalah memelihara,
mengerjakan, satu mengolah. Dengan demikian, Culture atau Cultuur berarti sebagai
segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.1
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, mereka mendefinisikan kultur sebagai
semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat, karya yang menghasilkan teknologi dan
kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan manusia untuk menguasai
alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat. Dengan demikian, kultur atau budaya pada dasarnya adalah hasil karya, rasa,
cipta dan cita-cita manusia.2 Sofia menyatakan bahwa kebudayaan adalah hasil karya akal
dan budi manusia, yang meliputi tiga wujud yakni: pertama wujud kebudayaan sebagai
suatu khasanah dari ide-ide gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan. Kedua,
wujud kebudayaan sebagai khasanah, aktivitas perilaku terpola dari manusia dan
masyarakat. Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.3
2. Unsur-unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap masyarakat terdiri dari unsur-unsur tertentu yang merupakan
bagian dari suatu kebulatan kebudayaan itu sendiri. Clude Kluckhohn menyebutkan tujuh
unsur kebudayaan yakni:4

1
Deni Irawan and Suriadi Suriadi, “Komunikasi Dakwah Kultural Di Era Millennial,” Alhadharah: Jurnal Ilmu
Dakwah 18, no. 2 (2020): 86–96, doi:10.18592/alhadharah.v18i2.3383.
2
Ibid.
3
Muchammad Agung Miftahuddin, Edi Joko Setiyadi, and Totok Haryanto, “Analisis Tingkat Keterlibatan
( Involvement ) Remaja Dalam Keputusan Pembelian Keluarga Ditinjau Berdasarkan Pendekatan Kultural,”
Prosiding Seminar Nasional Lppm Ump (Pp. 498-513)., no. 2009 (2019): 498–513.
4
Ibid.

5
a. Penataan dan kelengkapan hidup manusia, pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga,
senjata, alat-alat produksi dan transportasi;
b. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, dan sistem
produksi);
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum dan
sistem perkawinan);
d. Bahasa (lisan maupun tertulis);
e. Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak);
f. Sistem pengetahuan (ilmu pengetahuan dan teknologi);
g. Sistem kepercayaan (religi).
3. Pendekatan Kultural dalam pendidikan Islam
Pendekatan kultural dalam pendidikan Islam bisa diartikan sebagai pendekatan
yang dilakukan dengan cara mengikuti budaya-budaya kultur masyarakat setempat
dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya
secara luas dalam rangka menghasilkan kultur baru yang bernuansa Islami atau kegiatan
pendidikan dengan memanfaatkan adat, tradisi, seni, dan budaya lokal dalam proses
menghantarkan peserta didik menuju kehidupan Islami. Pendekatan kultural adalah cara
pendidik mentransformasikan pendidikan dalam bentuk gagasan atau ide, pendapat, saran,
kepada peserta didik dalam bingkai kemasan kultural (budaya) setempat.
Dalam pendekatan kultural, pendidikan Islam diarahkan pada persoalan autentitas
dan perubahan budaya yang berkembang dimasyarakat. Diharapkan pendekatan ini akan
membantu mahasiswa untuk memahami baik tradisi-tradisi yang pernah terjadi, berikut
dengan segala karakteristiknya, maupun persoalan-persoalan kontekstual yang terjadi di
masyarakat. Untuk masuk ke dalam wilayah pengembangan sikap penerimaan kultural
yang sadar terhadap perubahan, maka melalui pendekatan kultural, diharapkan akan
melahirkan sistem pendidikan yang lebih berorientasi ke masa depan (future oriented),
menuju transformasi sosial yang humanis dan transcendental. Pendidikan Islam, mau
tidak mau harus mengubah wajahnya yang selama ini hanya bersifat doktrinal-formal-
literal ke arah studi dan pendekatan kebudayaan dengan semangat untuk mencari nilai-
nilai fundamental keagamaan Islam.5
5
Samsul Hidayat, “Urgensi Cultural Approach Sebagai Metodologi Keilmuan Dalam Pendidikan Islam
Kontemporer,” Al-Hikmah 7, no. 1 (2015): 51–65, doi:10.24260/al-hikmah.v7i1.53.

6
4. Sikap Islam Terhadap Kebudayaan
Budaya bisa berbeda sesuai adat dan lingkungan masyarakat. Budaya kita di
Indonesia ada bedanya dengan budaya masyarakat di Eropa ada bedanya dengan budaya
masyarakat di Mesir, berbeda juga dengan budaya di Arab Saudi dan lain sebagainya.
Bahkan bisa jadi budaya itu berbeda karena perkembangannya sehingga kalau dulu pada
suatu waktu budaya itu dianggap baik, bisa jadi sekarang hal itu dianggap buruk. Prof
Quraish Shihab, menegaskan bahwa yang perlu digaris bawahi adalah Islam itu datang
bukan di dalam suatu masyarakat yang tanpa budaya. Islam menghadapi budaya
masyarakat itu dengan tiga sikap sesuai dengan substansi budaya yang dihadapinya,
yaitu:6
a. Budaya yang ditolak oleh Islam karena tidak sesuai syariat Islam, seperti budaya barat
yang gemar cipika-cipiki ketika bertemu dengan lawan jenis. Maka budaya ini perlu
kita tolak.
b. Kemudian ada budaya yang bisa ditoleransi tetapi perlu ada perbaikan hal ini disebut
dengan akulturasi budaya. Misalnya budaya masyarakat Arab dahulu ketika bersumpah
dhihar maka itu dianggap sebagai talak. Akan tetapi Islam memberikan hukum
tersendiri dalam masalah tersebut. Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki Al-Hasani
dalam Kitab Syari’atullahul Kholidah mengatakan:7
‫ التحرمي للزوجه وأقرها الاسالم مث نسخ وذكل‬، ‫ عُدَّ طالقا‬، ‫ يه عليه كظهر امه‬: ‫اكن العريب اذا قال لزوجه‬
‫ َ(وٱذَّل ِ َين‬: ‫ا) إىل قوهل‬00َ ‫و َل ٱلَّىِت جُت َٰ ِدكُل َ ىِف َز ْوهِج‬0ْ 0َ‫دْ مَس ِ َع ٱهَّلل ُ ق‬00َ‫ )ق‬: ‫اىل‬00‫زنل قوهل تع‬00‫ه ف‬00‫يف الس نه السادس‬
‫ٱ‬
ُ ‫ون بِ ِۚه َو هَّلل‬ َ ‫ون ِمن ِن ّ َسٓاهِئ ِ ْم مُث َّ ي َ ُعود‬
َ ‫ظ‬0ُ ‫ا ۚ َذٰ ِلمُك ْ تُو َع‬0‫ل َأن ي َ َت َمٓا َّس‬0ِ ‫ُون ِل َما قَالُو ۟ا فَتَ ْح ِر ُير َرقَ َب ٍة ِ ّمن قَ ْب‬ َ ‫ي ُ َظٰ ه ُِر‬
‫ا ُم‬0‫ا ۖ فَ َمن ل َّ ْم ي َْس َت ِط ْع فَ ْط َع‬0‫ل َأن ي َ َت َمٓا َّس‬0ِ ‫ا ِب َعنْي ِ ِمن قَ ْب‬0‫ فَ َمن ل َّ ْم جَي ِدْ فَ ِص َيا ُم َشه َْر ْي ِن ُمتَ َت‬. ٌ‫ون َخبِري‬
َ ُ‫ِب َما تَ ْع َمل‬
‫ِإ‬
‫ِس ِتّ َني ِم ْس ِكينًا) فاكنت الكفارة ختفيفا ورمحة‬
Artinya: Jika seorang Arab berkata kepada istrinya: Dia seperti punggung ibunya, itu
dianggap sebagai thalak dan mengharamkan istri tersebut untuk dijimak. Islam pernah

6
Syihab, M. Quraish. “Pandangan Islam tentang Budaya: Memahami Islam Bersama M. Quraish Shihab”
YouTube, diunggah oleh Metrotvnews, 21 Des 2021. https://www.youtube.com/watch?v=MD3O7VhLNWM
7
Al-Hasany, Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki. “Syari’atullah AL-Kholidah”. Surabaya: Hai’ah Ash-Shofwah
Al-Malikiyah, 2020. Cet.III. hal.73

7
mengakui hukum tersebut, kemudian hukum tersebut dihapus pada Tahun ke-6
Hijriyah. Kemudian turunlah firman Allah: “Sesungguhnya Allah telah mendengar
perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya” sampai
pada ayat “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan
seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa
yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-
turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya)
memberi makan enam puluh orang miskin”. Adanya kafarat tersebut merupakan
keringanan dan rahmat.
c. Budaya yang direstui oleh Islam karena memang tidak bertentangan dengan syariat
Islam. seperti budaya hormat kepada orang tua adalah budaya yang didukung oleh
Islam. Lebih lanjut Prof Quraish Shihab mengatakan bahwa budaya yang didukung
Islam ini dinamakan sebagai hal yang ma'ruf. Kata ma'ruf berarti sesuatu yang
dianggap baik oleh masyarakat, dengan catatan tidak bertentangan dengan nilai-nilai
keislaman. Syekh ibnu Asyur mengatakan bahwa:8
‫واًل‬0‫ا َم ْق ُب‬00ً‫اكن َمْألُوف‬ َ ‫ أِل َّن اليَّش ْ َء إذا‬،‫ولِ امل َ ْريِض ِ ّ بِ ِه‬00‫ازٌ يف امل َ ْق ُب‬00‫و َمج‬00‫ر ُف وه‬0َ 0‫ا يُ ْع‬00‫و م‬00‫ر ُوف ه‬0ُ 0‫وامل َ ْع‬
َ ‫ا‬00ً‫اكن َم ْع ُروف‬
َ‫د‬00‫و ٌل ِع ْن‬00‫ أِل َّن َذكِل َ َم ْق ُب‬،‫الح‬ َّ ‫ وهو احل َُّق‬،ِ‫ ويف الرَّش اِئع‬، ِ‫ وُأ ِريدَ ِب ِه هُنا ما يُ ْق َب ُل ِع ْندَ أ ْهلِ ال ُع ُقول‬،‫َم ْر ِض ًّيا ِب ِه‬
ُ ‫والص‬
ِ 0‫لِ ال ِل ّس‬0‫اكر أِل َّن امل ُ ْن َك َر يف أ ْص‬
‫ ُه‬0‫ل و ِمن‬0ُ 0ْ‫و اجلَه‬00‫ان ه‬0 ِ ‫ وال ُك ْر ُه‬،‫ وامل ُ ْن َك ُر َمجازٌ يف امل َ ْك ُرو ِه‬.‫وارض‬
ِ ‫الز ٌم ِلإْل ْن‬ ِ ‫انْ ِتفا ِء ال َع‬
.‫وار ِض‬ِ ‫ أِلهَّن ُام ِم َن امل َ ْك ُرو ِه يف ا ِجل ِبةَّل ِ ِع ْندَ انْ ِتفا ِء ال َع‬،ُ‫ وُأ ِريدَ ِب ِه هُنا البا ِط ُل وال َفساد‬،ً‫وف نَ ِك َرة‬ ِ ُ‫ت َ ْس ِم َي ُة غَرْي ِ املَْأل‬
Artinya: “Ma’ruf adalah sesuatu yang dikenali, dan itu adalah metafora untuk apa
yang dapat diterima dan apa yang menyenangkannya. Karena jika sesuatu tersebut
dikenali, maka hal itu menjadi terbiasa (akrab), diterima, dan menyenangkannya. Yang
dikehandaki di sini adalah sesuatu yang diterima oleh ahli berakal. Dan di dalam
syari’at, hal itu adalah barang yang haq (benar) dan baik, karena hal itu diterima tanpa
penyangkalan. Sedangkan Munkar adalah metafora untuk apa yang dibenci, dan
kebencian menetap pada perkara asing (tidak dikenal). Karena munkar dalam bahasa

8
Ibnu ‘Asyur, Muhammad Thohir. “Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, Jilid 24”. Tunisia: Dar Tunisia, 2007. Hal.40

8
lisan adalah ketidaktahuan (dibodohi). Dari sini, sesuatu yang tidak akrab disebut
nakiroh (hal yang tidak jelas). Dan yang saya maksud di sini adalah kebatilan dan
kerusakan, karena keduanya adalah di antara hal-hal yang tidak disukai secara watak
tanpa adanya penyangkalan.”

B. Urgensi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di Indonesia


Globalisasi dengan motor utamanya, yaitu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
begitu menantang dalam kehadirannya yang berwajah ganda. Di satu sisi, kemajuan ilmu
pengetahuan, inovasi teknologi, keterbukaan informasi dan kemudahan komunikasi memang
diakui menjanjikan banyak jalan menuju kemajuan. Akan tetapi, di sisi lain, globalisasi yang
mensyaratkan keterbukaan total, peleburan batas antarbangsa, juga membuat penetrasi dan
asimilasi budaya menjadi pengalaman tak terhindarkan. Di titik inilah, globalisasi memberi
ruang bagi kebudayaan dan ideologi negatif seperti kapitalisme, konsumerisme, hedonisme,
individualisme, dan lain-lain untuk merangsek masuk, mengancam tatanan nilai nasional dan
lokal serentak merongrong kemandirian serta jati diri bangsa.9
Belum lagi derasnya arus gerakan islam transnasional dalam menyebarkan gagasan dan
ideologi-ideologi puritanisme ke semua lapisan masyarakat indonesia yang tidak hanya kepada
masyarakat perkotaan, tetapi juga telah merambah ke pelosok desa setidaknya hal tersebut
telah menimbulkan resistensi dari masyarakat muslim indonesia, khususnya masyarakat
muslim yang masih kuat memegang teguh nilai-nilai tradisional dalam sistem keberagamaan
mereka.
Resistensi tersebut misalnya terlihat dalam tindakan intoleransi yang baru-baru ini
terjadi. Baik intoleransi itu antar sesama muslim maupun antar umat beragama. Contoh kasus
intoleransi yang terjadi antara sesama muslim adalah kasus viral perihal wayang. Dimana
salah seorang Ustadz menjawab pertanyaan jemaahnya mengenai hukum bermain wayang, dia
mengatakan tanpa mengurangi rasa hormat terhadap budaya di Indonesia, bahwa Islam
melarang permainan wayang dan sudah semestinya dimusnahkan. Berita tersebut pun meledak
dengan bumbu-bumbu intoleransi dan caci maki. Bahkan ditanggapi oleh Ustadz yang lain
dengan menampilkan pementasan wayang yang wajahnya mirip Ustadz yang mengharamkan

9
Rudolof Ngalu, “Pendidikan Karakter Melalui Pengembangan Kultur Sekolah,” Jurnal Lonto Leok Pendidikan
Anak Usia Dini 2, no. 1 (2019): 84–94, http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jllpaud/article/view/342.

9
wayang tadi lengkap dengan kata-kata kasar dan sebagainya. Meskipun akhirnya kontroversi
tersebut berujung permintaan maaf dari kedua belah pihak melalui media online.
Kasus viral berikutnya adalah adanya intoleransi antar umat beragama. Diawali dari
beredarnya video yang merekam aksi seorang pria memaki pemakaian sesaji dan menendang
sesajen tersebut di kawasan Gunung Semeru, belum lama ini dilanda erupsi yang memakan
banyak korban jiwa. Padahal warga masyarakat yang meletakkan sesaji itu beragama Hindu.
Aksi itu mengundang reaksi keras dari netizen. Bahkan pihak Dewan Perwakilan Daerah
Prajaniti Hindu Indonesia Jawa Timur mengambil langkah hukum dengan melaporkan pria
tersebut ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim (Kepolisian Daerah
Jawa Timur). Kasus itupun berakhir permintaan maaf dan tertangkapnya pelaku intoleran
tersebut oleh pihak berwajib (polisi).10
Fenomena tersebut tentu berbeda dengan masuknya Islam ke Indonesia terutama pada
zaman Walisongao yang lebih lentur dan bijak dalam memandang tradisi. Tradisi dan adat
tidak lantas dipahami sebagai sesuatu yang sesat, selagi tidak bertentangan dengan ajaran
Islam, sekalipun tidak ditemukan landasan normatifnya dalam Islam. Yang dilakukan para
ulama dahulu pada umumnya adalah memasukkan nilai-nilai Islam hingga menjadi spirit
dalam pengembangan dan pelaksanaan tradisi yang ada, sehingga tidak terjadi benturan antara
tradisi di satu sisi, dan agama Islam di sisi yang lain. Islam sebagai agama tampil secara
kreatif berdialog dengan masyarakat setempat (lokal), berada dalam posisi yang menerima
tradisi masyarakat, sekaligus memodifikasinya menjadi budaya baru yang dapat diterima oleh
masyarakat setempat dan masih berada di dalam jalur Islam.11
Selain itu, pendekatan kultural juga sesuai dengan prinsip pendidikan nasional yang
diamanatkan dalam dalam Pasal 4 UU Nomor 20 Tahun 2003 disebutkanmengenai prinsip
pendidikan sebagai berikut:12
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan keadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjujung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa.
10
https://karanganyarnews.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1903474341/kronologi-lengkap-penendang-sesaji-
di-semeru-jadi-tersangka-hingga-minta-maaf diakses tanggal 11 Juni 2022
11
Ahmad Syarif Hidayatullah, “Eksistensi Islam Kultural Di Tengah Gempuran Gerakan Islam Transnasional,”
Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 19, no. 1 (2018): 38–75,
doi:10.19109/jia.v19i1.2380.
12
Muhamad Turmuzi and Fatia Inas, “Pendidikan Islam Ramah Budaya: Pendekatan Filosofis,” Journal of Islamic
Education Research 1, no. 02 (2020): 15–27, doi:10.35719/jier.v1i02.21.

10
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistematis dengan sistem terbuka
dan multimakna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Pendekatan kultural dalam pendidikan Islam inilah yang diharapkan dapat mengubah
tingkah laku individu agar tidak meremehkan apalagi melecehkan budaya orang lain atau
kelompok lain khususnya dari kalangan minoritas. Menurut Herry Sucipto, ada tujuh tujuan
yang berkaitan dengan pendidikan dengan pendekatan kultural sehingga pendekatan kultural
menjadi sangat urgen dan dibutuhkan dalam pendidikan islam di indonseia, yaitu:13
1. Mengembangkan perspektif sejarah (etnohistorisitas) yang beragam dari masyarakat;
2. Memperkuat kesadaran budaya yang hidup dalam masyarakat;
3. Memperkuat kompetensi interkultural dari budaya-budaya yang hidup dalam masyarakat;
4. Membasmi rasisme dan berbagai jenis prasangka;
5. Mengembangkan kesadaran atas kepemilikan planet bumi;
6. Mengembangkan keterampilan aksi sosial;
7. Pendekatan kultural ditujukan untuk menumbuhkan toleransi dalam diri individu terhadap
berbagai perbedaan rasial, etnis, agama, dan lain-lain.

C. Implementasi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di Indonesia

1. Implementasi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam Masa Rasulullah ‫ﷺ‬

Diantara pendekatan kultural dalam Pendidikan Islam pada masa Rasulullah ‫ﷺ‬
salah satunya adalah pendekatan kultural dalam mengharamkan khamr (arak). Budaya
buruk masyarakat Arab jahiliyah adalah akrab dengan mabuk. Masyarakat Arab jahiliyah
terbiasa meminum khamr. Bagi mereka, minuman memabukkan itu layaknya air putih
yang menyegarkan sebagai penghilang dahaga. Oleh karena itu pengharaman khamr
tersebut terbagi dalam 4 tahap, yaitu:14

a. Pertama, khamr adalah minuman yang halal dan sebagai rezeki yang baik dengan
turunnya Q.S. An-Nahl: 67. Dijelaskan dalam kitab Sayri’atullah Al-Kholidah:

13
Saikhu, “Pendidikan Islam Multikulturalisme,” Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam 1, no. 2 (2019):
170–87, doi:10.36670/alamin.v1i2.8.
14
Al-Hasany, Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki. “Syari’atullah AL-Kholidah”. hal.71-72

11
‫ة إذا‬00‫اب تَتَّ ِخ ُذ ْو َن ِمنْ ُه َس َك ًرا َّو ِر ْزقًا َح َسنًا ۗ (وهذه مكي‬
ِ َ‫ َو ِم ْن ثَ َم ٰر ِت النَّ ِخ ْي ِل َوااْل َ ْعن‬: )‫األوىل قوهل تعاىل‬
‫ين انقيت‬00‫ر بط‬00‫ه ملا بق‬00‫ع لس يدان محزة ريض هللا عن‬00‫كرون كام وق‬00‫اكنت امخلر حالال هلم يرشبوهنا وقد اكنوا يس‬
‫ل عيل محزة‬00‫مل دخ‬00‫ه وس‬00‫ىل هللا علي‬00‫سيدان عيل كرم هللا وجه امجليع وقصهتام يف الصحيحني و فهيا أن النيب ص‬
 ‫وهو سكران ومل ينقل عليه انه عتب عليه يف السكر والعد ذكل قادحا فيه وال مرتكبا امثا‬
Artinya: Pertama adalah firman Allah Ta’ala: “Dan dari buah kurma dan anggur,
kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik.” Ini adalah ayat
Makiyah, Karena Khamr saat itu masih halal, dan Para Sahabat meminumnya bahkan
mabuk. Sebagaimana yeng terjadi pada Sayyidina hamzah rodliyallahu ‘anhu ketika
membelah dua perut unta dari Sayyidina ‘Ali karromallahu wajhal jami’. Kisah
mereka berdua diceritakan dalam dua hadits shohih. Dalam kisah tersebut Nabi
shollallahu ‘alaihi wasallam menemukan Sayyidna Hamzah rodliyallahu ‘anhu dalam
keadaan mabuk. Dan tidak pernah dinukil bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam
menyalahkannya karena mabuk, menganggapnya melakukan keburukan atau sebagai
pendosa.
b. Kedua, turun Q.S. Al-baqoroh:219 untuk menjauhkan diri dari khamar karena
mudaratnya lebih besar dibanding maslahatnya. Sayyid Muhammad Al-Maliki
mengatakan:

‫ ٓا اَ ْكرَب ُ ِم ْن‬0‫ا ِف ُع ِللنَّ ِ ۖاس َو ِاثْ ُمهُ َم‬00َ‫ ٓا ِامْث ٌ َك ِبرْي ٌ َّو َمن‬0‫ل ِفهْي ِ َم‬0ْ 0ُ‫ ِر َوالْ َميْرِس ِۗ ق‬0‫(ي َْسـَٔلُ ْون ََك َع ِن الْ َخ ْم‬ ‫اىل‬00‫ة قوهل تع‬00‫الثاني‬
‫ وامليرس‬ ‫ا يف امخلر‬00‫ول هللا اقتن‬00‫الوا اي رس‬00‫ل ريض هللا عهنم ق‬00‫اذ بن جب‬00‫زلت يف معر ومحزه و مع‬00‫ ن‬.)ۗ ‫ن َّ ْف ِعهِ َما‬
 ‫ فرتكها قوم حتراي عن اإلمث وشارهبا آخرون للمنافع‬، ‫ فزنلت‬، ‫ و مفسداتن الموالنا‬، ‫فإهنام مذهبتان لعقولنا‬
Artinya: Yang kedua firman Allah Ta’ala: “Mereka menanyakan kepadamu
(Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada
manfaatnya.” Turunnya ayat ini tentang Umar, Hamzah, dan Muadz bin Jabal
radhiyallahu 'anhu, mereka berkata, "Ya Rasulullah, berilah kami fatwa mengenai
anggur dan judi, karena keduanya menghilangkan akal kami.dan merusak harta kami.
Maka sebagian sahabat meninggalkan minum khamr agar terjaga dari dosa

12
(madlorotnya), sebagian yang lain masih tetap meminum khamr karena
kemanfatannya.
c. Ketiga, turun Q.S. An-Nisa’:43 untuk melarang khamar pada waktu sholat, dan
dibolehkan pada waktu lainnya. Sayyid Muhammad berkata:

‫زلت يف‬00‫(ن‬. ‫و َن‬0ْ 0ُ‫الص ٰلو َة َو َانْمُت ْ ُس ٰك ٰرى َحىّٰت تَ ْعلَ ُم ْوا َما تَ ُق ْول‬
َّ ‫ (آٰي َهُّي َا اذَّل ِ ْي َن ٰا َمنُ ْوا اَل تَ ْق َربُوا‬: ‫الثالثة قوهل تعاىل‬
‫ل أن حترم امخلر‬00‫ فسقاهام قب‬ ‫عيل بن ايب طالب ريض هللا عنه دعاه و عبد الرمحن بن عوف رجل من األنصار‬
‫وا اَل‬0ْ ُ‫ا اذَّل ِ ْي َن ٰا َمن‬0َ ‫زنلت (آٰي َهُّي‬00‫ط فهيا ف‬00‫ فأ ّمـهم عيل ريض هللا عنه يف املغرب فقرأ (قل اي أهيا الاكفرون) خفل‬،
‫د‬00‫ حفرم هللا تناولها يف اوقات الصلوات فرتكها قوم عن‬. ‫ رواه ابو داود‬، ‫الص ٰلو َة َو َانْمُت ْ ُس ٰك ٰرى ( الاية‬
َّ ‫تَ ْق َربُوا‬
.‫ أخذا بسد اذلرائع‬، ‫ وتركها قوم‬، ‫ وقوفا مع الظاهر‬، ‫وقت الصاله خاصة‬
Artinya: Yang ketiga firman Allah Ta’ala: “Wahai orang yang beriman! Janganlah
kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa
yang kamu ucapkan”. Ayat ini diturunkan tentang Sayyidina ‘Ali bin Abi Tholib
radhiyallahu 'anhu yang diundang bersama Sayyidina Abdur Rohman bin ‘Auf
radhiyallahu 'anhu oleh seorang lelaki dari Sahabat Anshor, yang menghidangkan
minuman khamr sebelum diharamkan. Kemudian Shohabat ‘Ali radhiyallahu 'anhu
mengimami mereka dan beliau membaca Surat Al-Kafirun dengan salah. Maka
turunlah ayat tersebut. H.R. Abu Dawud. Maka Allah mengharamkan memakan
khamr pada waktu salat, maka sebagian orang meninggalkannya pada waktu-waktu
sholat. Maka sebagian sahabat meninggalkan khamr di waktu sholat secara khusus
karena berpegangan pada dzhohir ayat, dan sebagian lagi meninggalkan khamr secara
mutlak dengan alasan sebagai tindakan mencegah sarana (yang dapat menjerumuskan
ke dalam hal yang dibenci).
d. Keempat dan terakhir, khamar diharamkan secara tegas dengan diturunkannya Q.S.
Al-Maidah:90. Sebagaimana firman Allah:
ْ ‫ا ْجتَ ِن ُب ْو ُه لَ َعلَّمُك‬00َ‫الش ْي ٰط ِن ف‬ ُ ‫آٰي َهُّي َا اذَّل ِ ْي َن ٰا َمنُ ْوٓا ِان َّ َما الْ َخ ْم ُر َوالْ َميْرِس ُ َوااْل َن َْص‬
َّ ‫اب َوااْل َ ْزاَل ُم ِر ْج ٌس ِّم ْن مَع َ ِل‬
‫تُ ْف ِل ُح ْو َن‬

13
Terjemahan: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu
agar kamu beruntung.” (Q.S. Al-Maidah: 90).

Adapun sebab turunnya ayat di atas karena Sahabat Sa’ad bin Abi Waqosh
radhiyallahu 'anhu bertamu kepada Sahabat Utban bin Malik radhiyallahu 'anhuma
bersama dengan segolongan sahabat. Kemudian mereka mabuk kepayang dan
mendendangkan syi’ir dan mebangga-banggakan Sa’ad serta mengungul-unggulkan
sahabat Muhajirin di atas sahabat Anshar. Maka Sa’ad dipukul oleh salah seorang
sahabat Anshor hingga terlukalah hidungnya.

2. Implementasi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di Indonesia pada


Masa Walisongo
Walisongo secara sederhana artinya sembilan orang yang telah mencapai tingkat
suatu derajat tingkat tinggi sehingga memiliki peringkat wali. Para wali tidak hidup secara
bersamaan. Namun satu sama lain memiliki keterkaitan yang sangat erat, bila tidak dalam
ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Menurut Solichin Salam dalam Sekitar
Wali dan Songo. Kata wali berasal dari bahasa Arab, suatu bentuk singkatan dari
waliyullah, yang berarti orang yang mencintai dan dicintai Allah. Sedangkan kata songo
berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Jadi, Wali Songo berarti wali sembilan,
yakni sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah. Mereka dipandang sebagai ketua
kelompok dari sejumlah besar mubaligh Islam yang bertugas mengadakan dakwah Islam
di daerah-daerah yang belum memeluk Islam di Jawa.15
Hasil sukses yang diperoleh Walisongo dalam menyebarkan dakwah islam ditanah
Jawa tidak bisa lepas dari metode yang dipakai kala itu, salah satunya adalah dengan
pendekatan kultural dengan mengembangkan kebudayaan Jawa dalam, kebudayaan Jawa
Walisongo memberikan andil yang sangat besar. Bukan hanya dalam pendidikan dan
pelajaran, tetapi meluas pada bidang hiburan, tata sibuk, kesenian dan aspek-aspek lain
dibidang kebudayaan pada umumnya. Pada bidang ini antara lain 16
15
Fantris Fitranda and Nahkar Saputra, “Penyebaran Islam Di Jawa Dalam Buku Atlas Relevansinya Dengan
Materi Ski Kelas Ix,” Penyebaran Islam Di Jawa Dalam Buku Atlas Relevansinya Dengan Materi Ski Kelas Ix 1
(2019): 82.
16
Fantris Fitranda and Nahkar Saputra, “Penyebaran Islam Di Jawa Dalam Buku Atlas Relevansinya Dengan
Materi Ski Kelas Ix,” Penyebaran Islam Di Jawa Dalam Buku Atlas Relevansinya Dengan Materi Ski Kelas Ix 1
(2019): 82.

14
a. Sunan Bonang (Raden Mahdum Ibrahim) dikenal sering menggunakan wahana
kesenian dan kebudayaan untuk menarik simpati masyarakat. Salah satunya dengan
perangkat gamelan Jawa yang disebut bonang.
b. Sunan Kalijaga membolehkan pembakaran kemenyan. Semula pembakaran
kemenyan menjadi sarana penyembahan para dewa tetapi oleh Sunan Kalijaga
fungsinya diubah sebagai pengharum ruangan ketika seorang muslim berdoa. Dengan
suasana yang harum itu, diharapkan do‘a dapat dilaksanakan lebih khusyuk
c. Sunan Kudus melarang penyembelihan lembu bagi masyarakat muslim di Kudus.
Larangan ini adalah bentuk toleransi terhadap adat istiadat serta watak masyarakat
setempat yang sebelumnya masih kental dengan agama Hindunya. Dalam keyakinan
Hindu, lembu termasuk binatang yang dikeramatkan dan suci.
d. Para wali mengadopsi bentuk atap masjid yang bersusun tiga, yang merupakan
peninggalan tradisi lama (Hindu). Namun, para wali memberikan penafsiran baru
terhadap bemtuk atap susun tersebut. Bentuk atap itu merupakan lambing dari iman,
islam dan ihsan.
e. Para wali tidak sekadar menggarap bidang pendidikan anak-anak melalui tembang-
tembang dan permainanpermainan untuk anak-anak, melainkan menggarap pula
pendidikan bagi orang dewasa melalui tembang-tembang macapatan berisi doa-doa,
cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam, pelatihan membuat alat-
alat pertanian, pelatihan membuat pakaian yang sesuai untuk masyarakat Islam di
Jawa, pendidikan politik dan ketatanegaraan yang baik dan benar bagi penguasa,
pembentukan nilai-nilai etis kemasyarakatan yang bersumber dari ajaran Islam, dan
pendidikan rohani yang bersumber dari ilmu tasawuf.
3. Implementasi Pendekatan Kultural dalam Pendidikan Islam di Indonesia pada
Masa Sekarang
Proses yang efektif untuk menerapkan pendekatan kultural dalam pendidikan
Islam pada masa sekarang adalah dengan melibatkan dan mengajak semua pihak atau
pemangku kepentingan untuk bersama-sama memberikan komitmennya. Untuk itu,
pimpinan sekolah, para guru, dan karyawan, harus fokus pada usaha pengorganisasian
yang mengarah pada komitmen tersebut dengan cara sebagai berikut:17
17
Munadlir, Agus. "Strategi Sekolah Dalam Pendidikan Multikultural." Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar Ahmad
Dahlan, vol. 2, no. 2, Aug. 2016, pp. 114-130, doi:10.12928/jpsd.v3i1.6030

15
1. Proses pendidikan di lembaga pendidikan Islam diusahakan menerapakan manajemen
yang mendukung penerapan pendekatan kultural dalam proses belajar mengajar oleh
pihak-pihak yang terkait dengan lembaga tersebut yakni: kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, semua guru, semua peserta didik, orang tua dan komite sekolah.
2. Mengembangkan suasana yang kondusif di lembaga pendidikan Islam, ditandai oleh
adanya saling menghormati, menghargai antara berbagai pihak yang berbeda dari
aspek kulturalnya, seperti: budaya, etnis, sosial ekonomi, agama, bahasa, gender, dan
usia.
3. Mengembangkan kebijakan/peraturan lembaga pendidikan Islam yang menghindarkan
sifat diskriminatif terhadap salah satu kelompok multikultural atau lebih yang ada di
lembaga pendidikan Islam.
4. Lembaga pendidikan Islam dapat memenuhi kebutuhan semua unsur kultural secara
proporsional baik aspek budaya, sosial ekonomi, bahasa, gender, usia, etnis dan
sebagainya dalam pliralitas komunitas lembaga pendidikan Islam yang dinamis.
5. Mengembangkan komunikasi dan interaksi yang efektif antar warga lembaga
pendidikan Islam, guna menghindari munculnya permasalahan kultural.
6. Lembaga pendidikan Islam mengembangkan visi, misi, dan tujuan lembaga
pendidikan Islam agar mendapat dukungan dari semua warga lembaga pendidikan
Islam dengan memperhatikan aspek sosio-kultur masyarakat setempat.
7. Lembaga pendidikan Islam perlu mengembangkan dukungan normatif untuk
mencegah, mengembangkan dan menindak agar pendidikan Islam di lembaga tersebut
berjalan secara harmonis dan dinamis.
BAB III
PENUTUP

Hingga saat ini, pendidikan Islam masih menghadapi problem yang mendasar,
diantaranya adalah seputar penggunaan pendekatan sebagai metodologi keilmuan. Jika
problem tersebut tidak segera ditanggapi secara serius dan berkelanjutan, maka peran
pendidikan Islam akan kehilangan daya tariknya. Idealnya, pendekatan-pendekatan yang
digunakan sebagai metodologi dalam pendidikan Islam diakomodir secara integral, baik
melalui pendekatan historis, psikologis, sosiologis, kultural maupun estetik. Dalam

16
pendekatan kultural, pendidikan Islam diarahkan pada persoalan autentitas dan perubahan
budaya yang berkembang dimasyarakat. Diharapkan pendekatan ini akan membantu peserta
didik untuk memahami baik tradisi-tradisi yang pernah terjadi, berikut dengan segala
karakteristiknya, maupun persoalan-persoalan kontekstual yang terjadi di masyarakat.
Seharusnya proses pendidikan Islam yang kita tempuh lebih menggunakan term ta’dib
ketimbang tarbiyah, karena ta’dib lebih mengarah kepada inkulturasi, proses pembudayaan,
tidak sekedar proses intelektualisasi. Melalui proses ta’dib maka akan muncul dari sistem
pendidikan manusia yang betul-betul berbudaya, berkarakter dan berakhlak. Untuk masuk ke
dalam wilayah pengembangan sikap penerimaan kultural yang sadar terhadap perubahan,
maka melalui pendekatan kultural, diharapkan akan melahirkan sistem pendidikan yang lebih
berorientasi ke masa depan (future oriented), menuju transformasi sosial yang humanis dan
transendental.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasany, Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki. “Syari’atullah AL-Kholidah”.


Surabaya: Hai’ah Ash-Shofwah Al-Malikiyah, 2020. Cet.III.
Fitranda, Fantris, and Nahkar Saputra. “Penyebaran Islam Di Jawa Dalam Buku Atlas
Relevansinya Dengan Materi Ski Kelas Ix.” Penyebaran Islam Di Jawa Dalam Buku
Atlas Relevansinya Dengan Materi Ski Kelas Ix 1 (2019): 82.
Hidayat, Samsul. “Urgensi Cultural Approach Sebagai Metodologi Keilmuan Dalam
Pendidikan Islam Kontemporer.” Al-Hikmah 7, no. 1 (2015): 51–65. doi:10.24260/al-
hikmah.v7i1.53.
Hidayatullah, Ahmad Syarif. “Eksistensi Islam Kultural Di Tengah Gempuran Gerakan Islam
Transnasional.” Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena
Agama 19, no. 1 (2018): 38–75. doi:10.19109/jia.v19i1.2380.
Ibnu ‘Asyur, Muhammad Thohir. “Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, Jilid 24”. Tunisia: Dar
Tunisia, 2007
Irawan, Deni, and Suriadi Suriadi. “Komunikasi Dakwah Kultural Di Era Millennial.”
Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah 18, no. 2 (2020): 86–96.
doi:10.18592/alhadharah.v18i2.3383.
Miftahuddin, Muchammad Agung, Edi Joko Setiyadi, and Totok Haryanto. “Analisis Tingkat
Keterlibatan ( Involvement ) Remaja Dalam Keputusan Pembelian Keluarga Ditinjau
Berdasarkan Pendekatan Kultural.” Prosiding Seminar Nasional Lppm Ump (Pp. 498-
513)., no. 2009 (2019): 498–513.
Munadlir, Agus. "Strategi Sekolah Dalam Pendidikan Multikultural." Jurnal Pendidikan
Sekolah Dasar Ahmad Dahlan, vol. 2, no. 2, Aug. 2016, pp. 114-130,
doi:10.12928/jpsd.v3i1.6030
Ngalu, Rudolof. “Pendidikan Karakter Melalui Pengembangan Kultur Sekolah.” Jurnal Lonto
Leok Pendidikan Anak Usia Dini 2, no. 1 (2019): 84–94.
http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jllpaud/article/view/342.
Saikhu. “Pendidikan Islam Multikulturalisme.” Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya
Islam 1, no. 2 (2019): 170–87. doi:10.36670/alamin.v1i2.8.
Syihab, M. Quraish. “Pandangan Islam tentang Budaya: Memahami Islam Bersama M.
Quraish Shihab” YouTube, diunggah oleh Metrotvnews, 21 Des 2021.
https://www.youtube.com/watch?v=MD3O7VhLNWM
Turmuzi, Muhamad, and Fatia Inas. “Pendidikan Islam Ramah Budaya: Pendekatan Filosofis.”
Journal of Islamic Education Research 1, no. 02 (2020): 15–27.
doi:10.35719/jier.v1i02.21.

18

Anda mungkin juga menyukai