Anda di halaman 1dari 15

Islam Dalam Struktur Sosial Masyarakat Minangkabau

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Islam dan Budaya Alam Minangkabau

Dosen Pengampu :

Dr. Romi Yilhas. MA

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8

Muhammad Fauzi Idris 2216050017

Atikah Raihanah 2216050032

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. shalawat dan salam selalu tercurahkan untuk
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya. Penyusun mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas matakuliah Islam dan Budaya Alam Minangkabau.

Dalam penyusunan tugas atau bahan ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi..
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Islam dan Budaya Alam
Minangkabau khususnya tentang Islam dalam struktur sosial masyarakat minangkabau.

Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan baik itu yang datang dari
diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan keutama
pertolongan Allah SWT akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Semoga makalah ini dapat
memberi wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya
sadar bahwa maka ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kepada
dosen pengampu saya minta masukan demi memperbaiki pembuatan makalah saya di masa yang
akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................. 2

A. Agama dan Kepercayaan Orang Minangkabau Pra Islam ................................................ 2


B. Masuknya Islam ke Minangkabau ................................................................................... 3
C. Sistem Keagamaan di Minangkabau ................................................................................ 6
D. Sosial Kemasyarakatan di Minangkabau (persukuan, nagari, penghulu, kerajaan) ........... 7

BAB III PENUTUP .......................................................................................................................... 11

A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 11
B. Saran .................................................................................................................................... 11

DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebelum agama Islam masuk ke Minangkabau, adat banyak dipengaruhi
pemahaman dan kepercayaan animisme dan dinamisme. Oleh sebab itu alam menjadi
fokus perhatian penting dan ketergantungan kepadanya sangat kuat. Dengan demikian
terciptalah budaya/kultur masyarakat yang memuja alam karena takut akan
kemurkaan sekaligus meminta perlindungannya. Alam mempunyai kekuatan gaib dan
roh dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan. Oleh sebab itu, budaya sesajian ke
tempat-tempat yang dianggap keramat (sakti) serta pemujaan kepada benda-benda
merupakan kultur masyarakat yang meningkat menjadi keyakinan.
Minangkabau merupakan salah satu daerah penting dalam sejarah Islam di
Nusantara karena dari daerah inilah bermulanya penyebaran Islam dan pembaharuan
Islam. Beberapa pendapat tentang awal mula masuknya Islam dan penyebarannya di
minangkabau adalah dari Buya Hamka, Amir Syarifuddin, M.D.Mansoer, Azyumardi
Azra, dan sebagainya. Syekh Burhanuddin juga merupakan tokoh ulama besar yang
sangat berperan penting dalam mengembangkan agama Islam di Minangkabau
khususnya di Nagari Ulakan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana agama dan kepercayaan orang Minangkabau pra-Islam?
2. Bagaimana masuknya Islam ke Minangkabau?
3. Bagaimana sistem keagamaan di Minangkabau?
4. Bagaimana sosial kemasyarakatan di Minangkabau?

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana agama dan kepercayaan orang Minangkabau pra-Islam
2. Mengetahui bagaimana masuknya Islam ke Minangkabau
3. Mengetahui bagaimana sistem keagamaan di Minangkabau
4. Mengetahui bagaimana sosial kemasyarakatan di Minangkabau

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Agama dan Kepercayaan Orang Minangkabau Pra Islam


Sebelum agama Islam masuk ke Minangkabau, adat banyak dipengaruhi
pemahaman dan kepercayaan animisme dan dinamisme. Oleh sebab itu alam
menjadi fokus perhatian penting dan ketergantungan kepadanya sangat kuat.
Dengan demikian terciptalah budaya/kultur masyarakat yang memuja alam karena
takut akan kemurkaan sekaligus meminta perlindungannya. Alam mempunyai
kekuatan gaib dan roh dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan. Oleh sebab
itu, budaya sesajian ke tempat-tempat yang dianggap keramat (sakti) serta
pemujaan kepada benda-benda merupakan kultur masyarakat yang meningkat
menjadi keyakinan.
Secara historis, sebelum masuknya berbagai agama ke Minangkabau,
masyarakat di samping mentaati peraturan- peraturan adat, juga telah menganut
kepercayaan pra-agama, dalam bentuk animisme dan dinamisme. Realisasi dari
kepercayaan ini, mereka percaya kepada makhluk halus yang dianggap dapat
membahayakan manusia, sehingga kepadanya harus diberikan sesajian serta
diiringi dengan pembacaan mantra-mantra. Bahkan sampai sekarang, pada
sebagian masyarakat, masih terdapat kepercayaan seperti itu terutama pada
masyarakat pedesaan.
Agama Hindu Brahmana diperkirakan masuk ke Minangkabau pada abad ke-
5, disusul oleh agama Budha Hinayana pada abad ke-7 dan Budha Mahayana pada
abad ke-7 hingga abad ke-10. Masuknya agama-agama ini, baik yang dibawa
langsung oleh para pendatang dari negeri Hindustan (India) maupun mereka yang
datang dari kerajaan Majapahit.(Kamal, 2000:84-85)
Orang Minangkabau tidak begitu terpengaruh dengan agama Hindu dan
Budha, sebagai bukti mereka menyusun kebudayaan dan adat istiadat tersendiri.
Susunan adat dan pemerintahannya berdasarkan kepada dua, yaitu Koto Piliang
dan Bodi Chaniago. Setiap nagari menyusun masyarakatnya dengan dasar kata
mufakat dan maharaja hanyalah sebagai lambang saja, sebab rakyat disusun dan
dipimpin oleh kepala suku masing-masing.
Sebelum datangnya Islam, masyarakat Minangkabau telah memiliki sistem
adat yang berorientasi kepada alam, sehingga paham Hinduisme dan Budhisme

2
tidaklah begitu berpengaruh. Itulah makanya orang Minang menyebut daerahnya
bukan dengan kata tanah ataupun daerah, tetapi dengan “Alam Minangkabau”.
Konsep adat yang berorientasikan ke alam tersebut tercermin dalam pepatah
petitih serta pantun-pantun yang terdapat dalam tambo adat alam minangkabau,
seperti alam takambang jadi guru (dari alam dapat diambil pelajaran). Di samping
itu, adat Minangkabau tidaklah memiliki hal-hal yang bersifat keakhiratan, tetapi
selalu berorientasi kepada gejalagejala alam. Landasan pembentukan sistem adat
termasuk etika adalah alue jo patuik (alur dan patut) serta raso jo pareso (rasa dan
periksa) sangat dominan, sehingga adat dan etika menyatu dalam individu atau
anggota masyarakat.(Zulfis, Kajian Islam, Vol. XI. No.2, 2001)
Dalam penjelasan J.L Budhisme (1974), bahwa agama Hindu dan Budha
kurang berpengaruh di Minangkabau disebabkan oleh:
1. Karena kedua agama tersebut datang ke Minangkabau melalui kerjaan
(Sriwijaya dan Majapahit) yang bermisikan penaklukan dan dibawa oleh
para penyerbu.
2. Walaupun Adityawarman akhirnya berhasil menjadi raja di Minangkabau
(Raja Pagaruyung –tahun 1347), namun kekuasaannya dapat dikebiri
sehingga tangannya tidak dapat menjangkau kehidupan masyarakat di
nagari-nagari, terutrama di daerah luhak Nan Tigo.
3. Misinya dalam bidang politik dan militer jauh lebih menonjol sehingga
penyebaran agama kurang mendapat perhatiannya (kurang disertai dengan
ahli-ahli agama).
4. Pengaruh adat dalam masyarakat Minangkabau jauh lebih kuat dan benar-
benar berurat berakar, sehingga tidak mudah dipengaruhi paham-paham
lainnya.
5. Susunan masyarakat berdasarkan kasta-kasta tidak berkenan di hati
masyarakat Minangkabau, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan
kehidupan demokratis yang telah mendarah daging bagi mereka.

B. Masuknya Islam ke Minangkabau

Minangkabau merupakan salah satu daerah penting dalam sejarah Islam di


Nusantara karena dari daerah inilah bermulanya penyebaran Islam dan pembaharuan
Islam. Beberapa pendapat tentang awal mula masuknya Islam dan penyebarannya di

3
minangkabau adalah dari Buya Hamka, Amir Syarifuddin, M.D.Mansoer, Azyumardi
Azra, dan sebagainya. Syekh Burhanuddin juga merupakan tokoh ulama besar yang
sangat berperan penting dalam mengembangkan agama Islam di Minangkabau
khususnya di Nagari Ulakan.

Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam, menyebutkan bahwa pada
tahun 684 M sudah terdapat orang Arab di pesisir barat Sumatra. Hamka juga
menyebutkannya dalam karyanya yang berjudul Ayahku, bahwa pada abad ke-7 orang
Arab telah masuk di Pariaman, tetapi mereka belum menyebarkan agama Islam.
Pendapat lainnya dari P.M. Holt yang menyebutkan bahwa perkembangan agama
Islam di Minangkabau bermula dari pesisir Pariaman, yang berasal dari Aceh pada
abad ke-14 M.

Adapun proses masuknya Islam ke Minangkabau, yaitu:


1. Proses pertama masuknya Islam di Minangkabau berlangsung melalui jalur
perdagangan yang terjadi antara penduduk lokal dan para pelaut muslim
asal Arab, Persia, dan Gujarat. Mereka tidak hanya berniaga, tetapi juga
menyampaikan ajaran Islam. Bahkan, sebagian di antaranya menikah
dengan perempuan setempat. Agama Islam dinilai cocok dengan falsafah
adat Minangkabau yang memang sudah mengakar lama saat itu.

2. Tahap kedua berlangsung pada abad ke15 M. Dakwah Islam terjadi


dengan perantaraan para saudagar Aceh. Memang, daerah di ujung Pulau
Sumatra itu lebih dahulu menerima risalah Islam. Pada tahap inilah
dakwah Islam berkembang pesat di Samudra Pasai dan lebih sistematis
dalam menjangkau seluruh penduduk pesisir Minangkabau ( Taufik
Abdullah, Jilid 3, 2012; 21).

3. Tahap ketiga ditandai dengan perkembangan Islam dari daerah rantau


(pesisir) ke darek (dataran tinggi). Menurut Holt, memang penduduk di
daerah Darek lebih belakangan menerima agama Islam karena di sanalah
para pemangku adat yang memegang peran yang bernuansa Hindu-
Buddha.

4
Setelah agama Islam diterima oleh masyarakat Minangkabau, adat
Minangkabau yang sudah lebih dulu ada, dapat disempurnakan dengan ketentuan
agama, yakni disesuaikan dengan Al Quran dan Hadis. Adat dan agama hidup
berdampingan secara harmonis. Pepatah adat mengatakan bahwa “Adat basandi
syara’, syara’ basandi kitabullah”. Adat berjalan seiring dengan tuntunan agama
Islam. Seorang penghulu sudah pasti beragama Islam, tetapi belum tentu menjalankan
agama Islam dengan sempurna. Seorang ulama harus memahami adat Minangkabau
dan tidak akan menerima apabila dikatakan tidak beradat.

Persebaran Islam di Minangkabau terjadi dalam dua gelombang, yang


dikategorikan bukan saja berdasarkan masa (periode) melainkan juga secara geografis
dan sosiologis. Ada dua persebaran islam berdasarkan geografis, yaitu:

a. Terjadi di kawasan pesisir Tapakis dan Ulakan.


b. Masuknya paham Ahlusunnah waljamaah di dataran tinggi Luhak Nan
Tigo.

Secara sosiologis, interaksi orang pesisir dengan dunia luar sudah lebih dulu
terjadi apabila dibandingkan dengan daerah pedalaman. Selain berinteraksi dengan
para pedagang yang berasal luar dan pedagang lokal, pasar-pasar rempah sebagai
pusat interaksi orang lokal itu sendiri juga mulai tumbuh. Para pedagang lokal di
pelabuhan Tiku di pesisir barat Sumatera berinteraksi dengan para pedagang Islam
Gujarat. Kawasan pesisir berhasil diislamisasi pada dekade kedua abad ke-16. Dobbin
menunjukan bahwa semua petinggi beserta jajaran bawah pelabuhan pada saat itu
sudah beragama Islam ( Christine Dobbin, 1983: 140 ).

Corak Islam yang menyebar dari para pedagang lokal juga lebih sering
menekankan faktor identitas. Penyebaran Islam di sini tidak bisa dilepaskan dari
kepentingan perdagangan, yang akan lebih mulus jika baik pedagang dari luar
maupun orang-orang lokal memeluk agama yang sama. Pedagang lokal lebih leluasa
berdagang dengan orang Gujarat maupun orang India yang sudah beragama Islam,
yang pada saat itu sudah membanjiri pesisir barat pada era kejayaan komoditas
rempah. Selain rempah, ada juga jalur perdagangan emas. Jalur perdagangan emas
menghubungkan dunia Islam dengan pusat kerajaan Pagaruyung, yang memonopoli
pertambangan emas yang berasal dari Saruaso. Jalur perdagangan inilah yang
kemudian membuat keluarga kerajaan Pagaruyung mengenal memeluk Islam. Proses

5
Islamisasi di Luhak Nan Tigo bisa dikatakan dipermudah oleh jalur perdagangan
emas antara Pagaruyumg dan pesisir Minangkabau, seperti Tiku, Pariaman, dan
Bandar Sepuluh. (Mhd. Nur, 2018).

Walaupun pada tahap awal kerajaan Pagaruyung dan Raja-Raja pesisir telah
memeluk Islam, hampir tidak ada kehidupan sosial keagamaan dari keluarga kerajaan
yang berubah. Mereka telah menganut agama Islam, namun sama sekali belum
meninggalkan keyakinan dan praktek Hindu-Budha yang cenderung mistik dan magis.
Berbeda halnya dengan lembaga pendidikan Islam di surau, yang sekaligus
mengembangkan tarekat. Gerakan tarekat bisa diterima oleh murid-murid seorang
ulama karena fanatisme yang tinggi terhadap guru di surau. Menurut Azyumardi Azra
dalam karyanya, di antara surau yang mendominasi tarekat adalah di Tapakis dan
Ulakan Padang Pariaman, yakni Surau Syekh Madinah dan Surau Tanjung Medan
Ulakan.

C. Sistem Keagamaan di Minangkabau

Pada prinsipnya orang Minangkabau menganut agama islam. Jika ada orang
Minangkabau yang tidak memeluk agama islam itu merupakan suatu keganjilan,
walaupun kenyataan ada sebagian yang tidak patuh menjalankan syari’at islam
tersebut. Akibat dari kuatnya pengaruh adat istiadat timbullah pertentangan yang
hebat antara kaum adat yang ingin tetap dengan adatnya dan ada kaum paderi yang
ingin membersihkan ajaran islam dari pengaruh adat yang menyimpang dari ajaran
islam.

Sistem keagamaan di Minangkabau didasarkan pada agama Islam yang dianut


oleh mayoritas masyarakatnya. Islam masuk ke daerah ini pada abad ke-7 Masehi,
melalui hubungan dagang dengan Arab dan India. Namun, agama Islam di
Minangkabau memiliki ciri khas yang berbeda dengan agama Islam di daerah lain di
Indonesia. Salah satu ciri khas sistem keagamaan di Minangkabau adalah adanya
sistem adat yang disebut dengan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Artinya, adat di Minangkabau didasarkan pada ajaran Islam dan Al-Quran. Namun,
adat juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat
Minangkabau.

6
Selain itu, di Minangkabau juga terdapat lembaga-lembaga agama yang khas
seperti surau dan nagari. Surau merupakan tempat ibadah dan juga tempat
pembelajaran agama Islam. Sementara nagari adalah lembaga yang mengatur tata
kelola kehidupan masyarakat di tingkat desa. Nagari juga memiliki tugas dalam
menjaga keberlangsungan adat dan kebudayaan Minangkabau.

Dalam sistem keagamaan Minangkabau, terdapat peran yang penting bagi


ulama atau pemuka agama. Mereka berperan dalam memberikan pengajaran dan
penjelasan tentang agama Islam kepada masyarakat. Selain itu, ulama juga berperan
dalam menjaga kesucian dan kemurnian agama Islam di Minangkabau. Meskipun
mayoritas masyarakat Minangkabau beragama Islam, namun di daerah ini juga
terdapat keberagaman agama lain seperti agama Kristen, Hindu, dan Budha. Namun,
keberagaman agama ini tidak mempengaruhi sistem keagamaan Islam yang menjadi
dasar kehidupan masyarakat Minangkabau.

Syekh Burhanuddin diketahui membangun sebuah surau di Ulakan. Surau itu


menjadi tempat pertama ulama-ulama minangkabau belajar agama islam secara lebih
dalam. Murid-murid Syekh Burhanuddin berasal dari berbagai daerah di
Minangkabau. Setiap orang baik muda ataupun tua, yang ingin memperdalam tentang
islam boleh belajar disana.

D. Sosial Kemasyarakatan di Minangkabau (persukuan, nagari, penghulu,


kerajaan)

Minangkabau adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang memiliki


sistem sosial kemasyarakatan yang unik dan terorganisir dengan baik. Sistem sosial
kemasyarakatan di Minangkabau didasarkan pada sistem persukuan, nagari, penghulu,
dan kerajaan. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang masing-masing sistem tersebut:

1. Persukuan
Persukuan adalah sistem kekerabatan yang menjadi landasan dasar bagi
masyarakat Minangkabau. Sistem ini dibentuk berdasarkan hubungan
kekerabatan yang diwarisi dari ibu atau disebut dengan sistem matrilineal.
Dalam sistem persukuan, keluarga besar yang memiliki hubungan kekerabatan
yang sama disebut dengan satu suku atau kaum. Pada awal pembentukan

7
budaya Minangkabau oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan
Sebatang, hanya ada empat suku induk dari dua kelarasan. Suku-suku tersebut
adalah:
a. Suku Koto
Suku Koto merupakan satu dari dua suku induk dalam suku
minangkabau. Suku minangkabau memiliki dua suku. Suku Koto
Pilang, Suku Bodi Caniago. Macam-macam suku koto yaitu;
1) Suku Koto kaciak
Suku Koto piliang di nagari Kacang,Solok.
2) Suku Piliang
Suku Piliang ini adalah salah satu suku yang terdapat
dalam suku minangkabau. Suku ini merupakan salah satu suku
induk yang berkerabat denga Suku Koto membentuk adat
Katumanggungan yang juga terkenal dengan lareh koto piliang.
Macam-macam suku piliang, yaitu;
a) Piliang Koto Kaciak
b) Pilian Dalam
c) Piliang Koto.

3) Suku Bodi
Suku bodi adalah salah satu suku dalam kelompok etnis
minangkabau yang juga merupakan sekutu suku chaniago Adat
Perpatih atau Lareh Bodi Chaniago. Suku ini didirikan oleh
Datuk Perpatih Nan Sebatang. Dan suku ini banyak terdapat di
Kabupaten Tanah Datar.
4) Suku Caniago
Suku yang dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang
ini merupakan salah satu induk suku minangkabau selain suku
Piliang. Chaniago ini memiliki falsafah hidup demokratis yaitu
“bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat, nan bulek
samo digolongkan nan picak samo dilayangkan”. Yang artinya
“bulat air karna pembuluh, bulat kata karena mufakat”.

8
2. Nagari

Nagari adalah sistem pemerintahan setempat yang ada di Minangkabau.


Nagari memiliki struktur pemerintahan yang terdiri dari Kepala Nagari, Sekretaris
Nagari, dan Dewan Nagari. Sistem nagari memungkinkan masyarakat setempat untuk
mengatur dan mengelola masalah sosial, ekonomi, dan politik di wilayah mereka
sendiri.

Ada istilah “Adat Salingka Nagari” yang mengatur tata kehidupan


masyarakatnya, namun nagari itu merupakan anggota dari Federasi Pemerintahan
Adat Minangkabau yang diatur lagi dalam luhak-luhak, yaitu:

1) luhak Tanah Datar


2) Luhak Agam
3) Luhak 50 Koto

3. Penghulu

Di Minangkabau setiap kaum itu dipimpin seorang penghulu (Datuk). Dalam


pendapat lain penghulu adalah yang sebenar-benarnya memerintah (memimpin)
kaumnya dalam nilai-nilai dunia dan akhirat. Seorang penghulu dalam masyarakat
Minagkabau sebenarnya bukanlah sembarang orang, tetapi adalah orang-orang
pilihan. Untuk bisa diangkat sebagai seorang penghulu harus memenuhi beberapa
kriteria dan persyaratan yang melekat pada diri orang bersangkutan.penghulu di
masyatakat Minangkabau dikelompokkan dalam beberapa kekeadaan, yaitu:

a. penghulu yang dibangsokan kepada syarak yaitu orang memelihara


kaumnnya pada dunia dan akhirat. Dan orang inilah yang dinamakan
penghulu pada syarak, dan dalam hal ini si penghulu akan selalu
menyuruh berbuat baik dan melarang dari berbuat mungkar (jahat).
b. Panghulu yang dibangsokan kepada Hindu sangsakerta, yaitu orang
yang mengepalai akan barang-barang tiap-tiap sesuatu yang baik.
c. penghulu yang dibangsokan kepada adat alam Minangkabau, yaitu
orang diamba gadang, randah dianjuang tinggi , terjadinya dek
mufakat. Dimano terjadinyo , tumbuah karano ditanam, Diluhak Nan
Tigo, dilareh nan Duo.

9
4. Kerajaan

Di Minangkabau juga terdapat sistem kerajaan yang dipimpin oleh seorang


raja. Sistem kerajaan ini biasanya terdapat di wilayah-wilayah yang lebih besar dan
memiliki banyak nagari, seperti zaman dahulu adanya kerajaan Pagaruyuang. Raja
memimpin dan mengatur seluruh wilayah yang berada di bawah kekuasaannya.

Secara keseluruhan, sistem sosial kemasyarakatan di Minangkabau sangat


terorganisir dan memiliki struktur yang jelas. Hal ini memungkinkan masyarakat
setempat untuk hidup dalam keharmonisan dan kebersamaan yang tinggi. Sistem
persukuan yang kuat juga membantu menjaga kestabilan dan keberlangsungan
kebudayaan Minangkabau.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebelum agama Islam masuk ke Minangkabau, adat banyak
dipengaruhi pemahaman dan kepercayaan animisme dan dinamisme. Sebelum
datangnya Islam, masyarakat Minangkabau telah memiliki sistem adat yang
berorientasi kepada alam, sehingga paham Hinduisme dan Budhisme tidaklah
begitu berpengaruh. Itulah makanya orang Minang menyebut daerahnya bukan
dengan kata tanah ataupun daerah, tetapi dengan “Alam Minangkabau”.
Setelah agama Islam diterima oleh masyarakat Minangkabau, adat
Minangkabau yang sudah lebih dulu ada, dapat disempurnakan dengan
ketentuan agama, yakni disesuaikan dengan Al Quran dan Hadis. Adat dan
agama hidup berdampingan secara harmonis. Pepatah adat mengatakan bahwa
“Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”.
Di Minangkabau juga terdapat lembaga-lembaga agama yang khas
seperti surau dan nagari. Surau merupakan tempat ibadah dan juga tempat
pembelajaran agama Islam. Sementara nagari adalah lembaga yang mengatur
tata kelola kehidupan masyarakat di tingkat desa.
Minangkabau adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang
memiliki sistem sosial kemasyarakatan yang unik dan terorganisir dengan
baik. Sistem sosial kemasyarakatan di Minangkabau didasarkan pada sistem
persukuan, nagari, penghulu, dan kerajaan.

B. SARAN
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca, khusunya juga
bermanfaat bagi penyusun. Penyusun menyadari adanya kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun dengan senang hati
menerima kritikan dan saran dari pembaca guna bisa menyempurnakan dalam
pembuatan makalah selanjutnya.

11
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Wiryono, S. (2019). Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah: The Minangkabau
Way of Life. Jakarta: LIPI Press.

ttps://historia.id/agama/articles/islamisasi-minangkabau-v5bxa/page/1

https://www.boyyendratamin.com/2011/04/penghulu-datuk-sebagai-pemimpin-kaum-di.html

http://makalahirfan.blogspot.com/2019/01/kehidupan-masyarakat-persukuan.html

https://www.sumbarprov.go.id/home/news/20935-asal-usul-nagari-minangkabau-
#:~:text=Nagari%20merupakan%20lembaga%20pemerintah%20dan,kesatuan%20sos
ial%20utama%20yang%20dominan.

12

Anda mungkin juga menyukai