Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ANALISIS PERADABAN ISLAM NUSANTARA SERTA PERPADUAN ISLAM DAN


BUDAYA LOKAL
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Studi Gerakan Islam Indonesia
Dosen Pengampu : Mahillah, M. Fil. I

Disusun oleh :
1. Abdul Bais 211104040026
2. Muhammad Amir 211104040042
3. Hafifah Izmatuzzakiyah 211104040039

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER
Maret 2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Analisis Peradaban Islam Nusantara serta Perpaduan Islam dan Budaya Lokal” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Studi Gerakan Islam Indonesia. Sholawat serta salam kita
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah
menuju zaman yang terang benderang ini.
Terima kasih kami ucapkan kepada ibu Mahillah M. Fil. I.. selaku dosen pengampu mata
kuliah Analisis Peradaban Islam Nusantara serta Perpaduan Islam dan Budaya Lokal dan tak lupa
terima kasih kami ucapkan kepada rekan kami yang membantu dalam menyelesaikan tugas
makalah ini, sehingga tugas makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh sebab itu
kami mengharap kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................4
1.3 Tujuan Masalah..................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................6
2.1 Peradaban Islam dan Realitas Situasi Nusantara................................................................6
2.2 Persinggungan Peradaban Islam dengan Situasi Budaya Lokal.........................................9
2.3 Komunitas Muslim di Nusantara........................................................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................15
3.2 Saran...................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peradaban islam di mulai dari era nabi menjadi seorang rasul hinga era nabi wafat.
Sebelum islam berkembang hingga ke berbagai daerah, di Arab pada era nabi masih banyak
menimbulkan konfrontasi-konfrontasi yang secara tidak di ketahui. Lalu Ketika nabi menjadi
rasul peradaban islam sudah mulai terpandang, dan mulainya transformasi nilai-nilai ajaran
keislaman yang di utarakan oleh Rasulullah kepada sahabat-sahabatnya. Hingga para sahabat
menyebarkan ajaran islam kepada para murid-murid dan pengikut-pengikutnya. Dari para
pengikut sahabat nabi tersebut lalu mulai menjalar ke beberapa daerah-daerah yang terpencil.

Dari berkembangnya islam yang sudah menyebar ke berbagia pelosok hingga ke


nusantara, tidak luput dari kejadian-kejadian yang sesungguhnya sangat bertolak belakang
dengan situasi yang ada di wilayah tersebut. Mulai dari dialektik antara ajaran agama islam
dengan budaya yang terdapat di nusantara, sehingga tidak sedikit konfrontasi dan asimilasi
antara kedunya sering terjadi di masyarakat nusantara. Timbulnya kejadikan tersebut tidak
sesederhana itu, namun karena banyaknya konfrontasi dan asimilasi nantinya yang menimbulkan
suatu komunal atau komunitas-komunitas tertentu.

Terbentuknya komunitas yang yang di nusantara di aibatkan oleh adanya konflik-konflik


antara beberapa komunal. bukan hanya konflik antara komunal nusantara dengan colonial, akan
tetapi tidak luput juga terlibat konflik dengan sekawan dan sesama rakyat nusantara. Seperti SI
yang terbentuk karena hak-hak orang islam yang di eksploitasi oleh orang-orang colonial,
sehingga pada akhirnya SI tersebut terbagi menjadi dua SI Putih dan SI Merah. Namun sebelum
terbentuknya SI para tokoh-tokoh di nusantara masih dalam belenggu orang colonial, bebasnya
rakyat nusantara karena terjadi politik etis yang di lakukan oleh orang-prang colonial terhadap
rakyat nusantara tetapi maksud dari orang-orang colonial memebebaskan rakyat nusantara
kalangan mudanya untuk di jadikan budak intelektual colonial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Pergerakan Peradaban Islam dan Realitas Situasi Nusantara?
2. Bagaimana terjadinya Persinggungan Peradaban Islam Dengan Situasi Budaya Lokal?
3. Bagaimana Komunitas Muslim di Nusantara bisa terbentuk?

4
1.1 Tujuan Masalah
1. Menjelaskan Peradaban Islam dan Realitas Situasi Nusantara
2. Memaparkan Persinggungan Peradaban Islam dengan Situasi Budaya Lokal
3. Menjelaskan Komunitas Muslim di Nusantara

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peradaban islam dan realitas situasi nusantara

Pada sekitar abad ke-1 Hijriah islam sedang mengalami sebuah peradaban yang mulai di
pandang oleh orang-orang barat, sehingga ulama-ulama pada zaman itu memprediksi islam
Ketika sudah tidak ada Rasulullah. Apakah akan bisa mengembangkan ajaran islam atau tidak?.
Namun prediksi para ulama tidak hanya cukup sampai di situ saja, mereka memberikan
kontribusi yang begitu banyak pada agama islam seperti mengadakan suatu perkumpulan yang
bermanfaat (manifes pemikiran untuk bergerak), menjalankan system pemerintahan demokrasi,
membuat administrasi arus air, pembukuan al quran, dan transformasi intelektul. 1 Semua ini
mereka berikan bukan hanya untuk islam pada zaman dulu, akan tetapi sebuah orientasi islam
pada masa-masa setelah kematian rasullah, supaya penerusnya tidak kebingungan lagi dalam
menjalankan nilai-nilai keislaman.

Sebelum islam menjelang peradabannya, negara-negara di bagian barat sudah terlebih


dulu mengatur dan mencari kebijakan yang baru terhadap Negara lain. Ekspansi yang meraka
lakukan tidak hanya berfokus pada perluasan saja, namun banyak keinginan yang meraka
lakukan untuk menuju pada peradaban negara dan agamanya sendiri. Sedangkan negara yang
meraka jajah hanya bisa memberikan pandangan yang sedikit berbeda dari negaranya sendiri,
seperti negara-negara yang teguh kepada ajaran agama nenek moyangnya. Agama nenek moyang
meraka tidak jauh berbeda dengan agama yang sedang di anut oleh negara penjajah, jadi para
penjajah belum menemukan hal yang sangat berbeda dengan ajaran-ajarannya. Hingga nanti
Ketika islam muncul, barulah meraka mulai melirik dengan sangat tajam kepada agama islam
karena berbedanya ajaran agamanya dan peradabannya yang sangat unik.

Peradaban yang tejadi pada waktu itu, jauh berbeda dengan peradaban yang terjadi di
barat. Maka mengapa orang-orang barat berharat sekali untuk dapat mengusai peradaban islam?,
karena selaras dengan tulisan di atas yang mengkaji islam dengan Gerakan yang berbeda dan
sangat berbahaya terhadap berkembangnya orang-orang barat. Uniknya peradaban yang terjadi di
islam karena dari banyaknya agama-agama yang ada sebelum islam, masih bisa menerima islam

1
Ely Zainuddin, Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidi, Inteledensia: Jurnal Pendidikan Islam 3, (Januari, 2015): 1

6
dengan cara yang berbeda. Dan peradaban islam yang terjadi dibarat dengan di indonesia sangat
berbeda, meski tidak sedikit kesamaan yang ada.

Dalam peradaban islam dari masa ke masa ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
ulama-ulama islam yang di jalankan, dari peradaban islam pada zaman Rasulullah hingga
peradaban islam yang ada di nusantara. Ulama-ulama dalam menjalankan islam tidak serta merta
mengenalkan islam secara syariatnya, mereka terlebih dahulu memahami kebiasaan orang-orang
yang hendak di islamkan. Dari masyarakat pinggiran yang kental dengan ajarannya hingga
masyarakat elit yang berada di kota-kota sentralnya. Bahkan sebelum islam melakukan
ekspansinya, peradaban yang terjadi di kota-kota tersebut sudah mengalami kemajuan yang
signifikan seperti polkitik, ekonomi, dan militernya.2 Namun karena masih belum adanya sebuah
kebaruan di kota-kota pra-islam, atau peradabannya masih di kuasi oleh orang-orang barat meski
pemerintahnya aorang raja di kota tersebut, akan tetapi pengola tata kekuasan yang sentral masih
berpusat pada kebudayaan barat.

Dari beberapa peradaban islam yang lahir, lebih uniknya peradaban islam yang ada di
nusantara meskipun semua masuknya islam di berbagai neragar memiliki ciri khas yang berbeda
atau unik-unik. Masuknya ke nusantara saja melewati jalan lemah lembut, seperti berdagang,
sufisme dan peleburan terhadap kebudayaan yang ada di nusantara. Ulama-ulama yang
memasuki nusantara pada awalnya hanya menjalani kegiatan berkelana saja sembari melakukan
dagang, di samping itu mereka juga melakukan Analisa kepada orang-orang nusantara. Analisa
yang mereka lakukan bukan hanya hegemoni atas ekonomi politiknya, akan tetapi dalam suatu
agama yang mereka anut terdapat pelajaran untuk menjalankan dan memberikan pengetahuan
yang baik kepada sesama manusia meski dalam penerimaan tidak selalu indah.3

Situasi yang tejadi Ketika islam mulai melakukan peradabannya di nusantara, banyak
pergolakan-pergolakan yang di hadapinya. Seperti serangan yang dilancarkan oleh belanda yang
hendak menggegemoni jalur perdagangan di lautan nusantara, hingga masa-masa pertarungan
kambing hitam yang dilakukan oleh raja-raja zaman pra kemerdekaan untuk mendapatkan
wilayah yang banyak dan untuk meluaskan kekuasaanya ke berbagai daerah-daerah. Dari abad
ke 16 masehi hingga abad ke 20 masehi,4 lautan nusantara banyak di lalui oleh pendekar dari
berbagai negara. Pelayaran mereka tentunya tidak hanya ingin merebut tanah yang subur dan
2
Imelda Wahyuni, Pendidikan Islam Masa Pra Islam Indonesia, Al-TA’DIB: Jurnal Kajian Kependidikan 6, (February, 2013): 1
3
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: Serambi, 2007), 130-135.

7
Makmur, akan tetapi karena berkembangnya ajaran agama islam yang meluas dan mudah di
terima tersebutlah yang membuat negara-negara lain untuk berkunjung ke nusantara. Dalam
kunjungan berbagai negara ke nusantara bukan mengadakan musyawarah yang dapat
menimbulkan kebijakan bagi semua, mereka melakukan jajahan atas semua hak-hak yang di
miliki oleh orang-orang nusantara.

Banyak tokoh-tokoh nusantara yang di adu domba oleh orang-orang jajah. Mereka
melakukan kesepakatan dengan raja-raja atau tokoh-tokoh nusantara dengan system politik etis,
meskipun pada zaman itu politik etis5 belum muncul. Nusantara pada zaman itu masih labil
terhadap alih-alih orang barat, sehingga mereka mudah menerima suatu putusan tanpa untuk
memikirkan keputusan yang begitu matang bahwa di dalam keputusan yang mereka sepakati
nantinya mendorong beberapa tokoh untuk saling memusuhi antar sesama wilayah.

Dari orientasi itu banyak memunculkan pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang
nusantara kepada para colonial. Meski pada awalnya masih banyak raja-raja6 yang berpihak
kepada orang colonial, namun pada akhirnya mereka merasakan dekadensi kepemimpinan dan
peradaban yang seharusnya nusantara menguasai tanahnya secara sepenuhnya. Akibat dari
Kerjasama yang di lakukan pribumi dengan colonial, sehingga menimbulkan Kerjasama yang
merugikan pihak nusantara. Karena mereka melakukan Kerjasama bukan untuk menjadikan
wilayah raja luas, akan tetapi mereka menjadikan wilayah yang di serang oleh raja tersebut
hanya di jadikan alat untuk memperluas wilayah jajahan.

Kejadian tersebut yang membuat islam mundur secara perlahan-lahan, dan menimbulkan
pemikiran tokoh-tokoh berkembang. Karena orang-orang pinggiran yang membantu para tokoh-
tokoh untuk dapat mengeluarkan penjajah dari nusantara, sehingga dari kegiatan tersebut
muncullah Gerakan-gerakan inelektual yang di koordinatori oleh para tokoh. 7 Bukan hanya
dalam Gerakan intelektual, namun mereka juga membantu rakyat pribumi dalam melakukan
kegiatan kebudayaanya. Para tokoh-tokoh islam pada masa hindia belanda menggerakkan diri
untuk dapat keluar dari belenggu colonial melalui beberapa strategi dan bertahap-tahap tidak
serta merta bebas, mereka juga sering melakukan keiatan spiritaulnya untuk menyatukan dan
4
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium sampai Imperium Jilid I dan Pengantar
Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), 33.
5
Ibid, 25-36
6
Ibid, 95
7
Ibid, 14

8
meneguhkan jiwa8 orang-orang pribumi. Dengan ajaran agama islam yang benar dan tidak
menghilangkan kultur yang ada di nusantara, para tokoh-tokoh nusantara dapat di terima dengan
legowo oleh rakyat pribumi.

2.2 Persinggungan Peradaban Islam dengan Situasi Budaya Lokal

Agama juga merupakan sebuah sistem yang menjadi bagian terpenting didalam sebuah
masyarakat. Agama yang sudah diyakini dan dianut didalam sebuh masyarakat tidaklah hanya
satu akan tetapi bermacam-macam, selain dianut dan diyakini oleh masyarakat, agama juga
memiliki sejarah tersendiri dalam sebuah perkembangan dan penyebarannya sehingga sampai
sekarang.

Dari berbagai macam agama, agama Islam merupakan salah satu agama yang besar dan
jumlah pengikutnya terbanyak, bahkan didalam suatu negara pun mayoritas penduduknya
beragama Islam. Penyebaran agama Islam dipenjuru dunia khususnya di Nusantara bukan
semudah membalikkan telapak tangan, bahkan agama Islam pada awal masuknya juga
mengalami jatuh bangun dalam penyebaran dan perkembangannya.9

Sudah dapat diketahui bahwa budaya lokal yang ada di Indonesia merupakan sebuah
perpaduan antara budaya hindu dan suku, sehingga tidak dapat dipungkiri akan terciptanya suatu
budaya baru yang dapat dikatakan hasil dari akulturasi budaya tersebut. Menurut Kuntjaraningrat
kebudayaan adalah suatu bentuk proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur unsur kebudayaan asing (terjadi
kontak budaya), yang mana unsur unsur budaya asing lambat laun diterima dan diolah kedalam
kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan unsur - unsur kepribadian kebudayaan sendiri,
sehingga akan timbul suatu kebudayaan yang baru yang dinamakan akulturasi dari budaya yang
dipadukan.10

Agama dan budaya dalam aspek masyarakat merupakan sebuah unsur yang penting dan
tidak bisa dipisahkan atau ditiadakan keberadaannya, tak bisa dipungkiri jika akan terjadinya
pergesekan diantara unsur agama dan budaya didalam masyarakat, apalagi masyakarat Nusantara
yang kaya dan kental akan budaya dan tradisi. Oleh karena itu, didalam perkembangan agama
8
Ali Mas’ud, Analisis dan Mapping Syariah versus Tasawuf melalui pendekatan historis, Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu
Kesenian 8, (Januari, 2013): 1
9
Ni'matun Najah, Pemikiran dan Peradaban Islam di Nusantara. Hal. 1
10
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, ( Jakarta: Gramedia, 1982), cet. IX, h. 2

9
harus menggunakan pendekatan-pendekatan yang mumpuni agar terciptanya sebuah
perkembangan yang sejahtera dan tidak terjadi pertumpahan darah.

Seperti halnya yang dicontohkan oleh walisanga dalam menyebarkan agama di Nusantara
ini, salah satunya adalah sunan kalijaga yang menyebarkan agama dengan perpaduan budaya
tanpa menghilangkan budaya yang lama, dan sunan-sunan lainya. Akan tetapi, pergesekan
diantara agama dan budaya juga sering terjadi didalam masyarakat, didalam pergesekan tersebut
diantaranya ada yang bisa dinetralisirkan oleh agama islam yang sifatnya adalah pendatang dan
juga ada pula yang memang harus ditolak mentah-mentah oleh agama Islam karena mengandung
unsur-unsur yang memang sudah dilarang didalam ajaran agama islam.

Budaya lokal yang termasuk dilarang didalam ajaran agama Islam adalah :

1. Ngaben yang biasanya dilakukan oleh masyakarat Bali khususnya, adalah upacara
pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan riang gembira, dan
secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk kegembiraan akan bagi orang yang meninggal
supaya kembali kepada penciptanya. Didalam pelaksanaan ngaben membutuhkan sebuah biaya
atau anggaran yang tidak sedikit, hal ini dapat menimbulkan tidak stabilnya jalan perekonomian
bagi masyarakat tersebut.11

2. Tiwah yang dilakukan oleh masyakarat Kalimantan Tengah adalah tradisi yang dilaksanakan
saat pemakaman mayat, sama halnya dengan ngaben yang ada di Bali. Yakni, upacara
pembakaran mayat, tetapi beda dalam proses pelaksanaannya dimana sebelum pembakaran
maya, jenazah akan dimakamkan dengan makam yang berbentuk lesung terlebih dahulu sampai
pada watunya jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar.

3. Pemakaman di Toraja, di Toraja dalam menyelenggarakankan upacara pemakaman mayat


sikeluarga korban akan membeli sebuah kerbau yang harganya mahal untuk diqurbankan dan
mengadakan sebuah pesta rakyat.

4. Tumpeng Rosulan adalah acara pemakaman yang diselenggarakan di Cilacap, Jawa Tengah.
Dalam pelaksanaannya, upacara ini membuat 2 buah tumpeng yang mana tumpeng pertama

11
Http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dankebudayaan, diakses 28 September 2012.

10
ditujukan kepada Rosul dan Allah, dan tumpeng kedua ditujukan kepada Nyi Roro Kidul yang
dalam mitologi jawa adalah penguasa lautan selatan (amudra Hindia).12

Bentuk kebudayaan yang disebutkan diatas merupakan sebuah kebudayaan yang sangat
bersinggungan atau bergesekan dengan agama Islam, dan pergesekan tersebut tidak bisa
dinetralisir oleh agama islam, dan tidak sesuai dengan apa yang ada di UndangUndang Dasar
(UUD) Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat
perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, dijelaskan:
“Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak
menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau
memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Indonesia.”13

2.3 Definisi komunitas Islam

Istilah komunitas menurut Koentjaranigrat adalah “suatu kesatuan hidup manusia yang
menempati suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat dan
terikat oleh suatu rasa identitas komunitas” (Koentjaraningrat, 2009). Sementara itu Victor
Turner seperti dikutip Peter Burke, menyatakan bahwa komunitas digunakan untuk menyebut
solidaritas sosial yang spontan dan tidak terstruktur, solidaritas ini tentu saja bersifat sementara
karena kelompok informal sering bubar secara perlahanlahan atau melebur ke dalam institusi
formal (Burke, 2011). Secara terminologi, komunitas muslim menurut Sayid Qutub yang
14

dikutip oleh AM Saefuddin (1999:23) “adalah sekelompok manusia yang kehidupannya,


konsepsinya, situasi, sistem, nilai dan keseluruhan pertimbangannya bersumber pada metode
Islam. Suatu masyarakat yang hanya meng-hamba-kan diri pada Allah SWT. semata-mata”.
Definisi ini, menurut AM Saefuddin (1999:23) “lebih tepat ditujukan pada masyarakat muslim di
zaman Rasulullah saw. atau setidaknya zaman Khulafaur Rasyiddin”. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa komunitas sosial muslim adalah kelompok yang menjalankan aktivitas
sosialnya berdasarkan aturan Islam atau aturan yang telah diislamkan dan solidaritas sosial
mereka diikat oleh identitas kemuslimannya.
12
Dalam hal ini al KamalIbnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab
13
Badrudin, M.Ag., Antara Islam dan Kebudayaan
14
Ahmad Zainuri, KEBERAGAMAN KOMUNITAS MUSLIM DAN ISLAM KEINDONESIAAN, , VOL.16, NO.1, Juni 2017,
hlm1.

11
Dari penjelasan tentang pengertian komunitas di atas, dapat diketahui bahwa sebuah
komunitas termasuk juga komunitas muslim sifatnya sementara karena berlangsung secara
alamiah yang paling tidak didorong oleh faktor kesamaan latar belakang seperti keyakinan.

Proses terbentuknya komunitas islam di Indonesia

Berbicara mengenai terbentuknya komunitas dan institusi sosial muslim di Indonesia,


sudah selayaknya memperhatikan data islamisasi, karena kelompok masyarakat yang kemudian
disebut muslim, wujud setelah datangnya Islam. Latar historis tentang islamisasi Nusantara dapat
dikemukakan bahwa sebagai kawasan perantara yang dilintasi semua rute perdagangan maritim
besar yang mengaitkan Tiongkok dengan India dan lebih jauh dengan Laut Tengah, dunia
Melayu tersentuh oleh semua ideologi dan agama yang pernah berkembang di jaringan itu.

Masuknya Islam di Indonesia agak unik dan relatif berbeda bila dibandingkan dengan
masuknya Islam ke wilayah-wilayah lain. Keunikannya terlihat pada proses masuknya Islam ke
Indonesia yang cenderung berlangsung damai dan evolutif, meskipun hal ini tidak bisa untuk
menjeneralisir keseluruhan proses tersebut. Proses islamisasi di Indonesia memakan waktu yang
sangat panjang dan melalui saluran-saluran yang beragam yaitu, perdagangan, perkawinan,
tarekat (tasawuf), pendidikan, dan kesenian (Huda, 2007). Demikian halnya dengan
pembentukan komunitas dan institusi sosial muslim juga melalui proses yang tidak instan, paling
tidak dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil awal dari upaya para
mubaligh saat itu.

Jadi, Untuk mengetahui kapan mulai munculnya komunitas muslim dan terbentuknya
sebuah institusi atau lembaga sosial, dapat dilihat dari beberapa teori islamisasi. Seperti
dikemukakan Abdul Hadi W.M. mengenai tiga tahapan perkembangan agama Islam. Pertama,
sejak kedatangan para saudagar Muslim Arab, Persia, Turki dan lain-lain, sampai terbentuknya
komunitas-komunitas Islam di kota-kota pelabuhan. Dalam fase ini perkawinan antara pedagang
asing dengan wanita setempat, merupakan saluran awal bagi proses islamisasi. Lembaga
pendidikan Islam dengan sendirinya harus dibangun dan guru-guru agama didatangkan dari
negeri Arab dan Persia. Kehadiran guru agama itu diikuti hadirnya para pendakwah Islam yang
lebih profesional dan memiliki banyak keahlian, apalagi setelah jatuhnya kekhalifahan Baghdad
tahun 1256. Tahapan ini berlangsung sejak abad VIII hingga awal abad XIII.

12
Hasan Muarif Ambary mengenai tahapan islamisasi; fase pertama, kehadiran para
pedagang muslim, fase kedua, terbentuknya kerajaan Islam, dan fase ketiga, pelembagaan Islam.
Dari tahapan tersebut dapat diperoleh penjelasan bahwa pada fase pertama merupakan
persentuhan awal antara Islam dengan individu-individu dalam masyarakat lokal, pada fase ini
Islam belum menjadi komunitas karena saat itu baru mewarnai atau menjadi bagian kecil di
antara komunitas masyarakat yang ada sebelumnya. Munculnya pusat-pusat kerajaan Islam
merupakan akumulasi dari gejala dan proses pada fase-fase awal, dari situlah komunitas muslim
mulai terbentuk, disusul dengan sosialisasi ajaran Islam sehingga menjadi agama yang diterima
luas di Nusantara (Ambary, 1998 dan Huda, 2007)

Sementara J. Noorduyn seperti dikutip Ahmad M. Sewang (2005), menyebutkan bahwa


proses islamisasi itu dapat dipahami melalui tiga tahap. Pertama, kedatangan, yaitu datangnya
orangorang Islam untuk pertama kalinya di suatu daerah. Kedua, penerimaan, yaitu penduduk
setempat telah memeluk agama Islam. Ketiga, penyebaran, yaitu Islam mulai disebarkan ke luar
daerah di mana Islam pertama kali diterima. Apabila dibandingkan dengan tahapan islamisasi
yang dikemukakan Hasan Muarif Ambary di atas, tanpak bahwa tahapan-tahapan ini merupakan
bagian dari fase pertama yaitu kehadiran pedagang muslim. Ketika hadir di suatu daerah (tahap
kedatangan), para pedagang muslim setidaknya melaksanakan aktivitas keberagamaannya dan
tinggal bersama masyarakat lokal. Dari aktivitas yang dilakukan para pedagang tadi, setidaknya
juga berpengaruh terhadap masyarakat sekitar dalam bentuk konversi ke Islam (tahap
penerimaan) atau yang lainnya. Pada tahap penerimaan, munculah pribadi-pribadi muslim
sebagai awal terbentuknya komunitas muslim.

Pada sekitar abad XIII, lembaga perkawinan dan keluarga merupakan komponen penting
dalam pembentukan komunitas muslim. Karena itu, proses terbentuknya komunitas muslim
tersebut berlangsung melalui kontak dagang dan perkawinan antar mubaligh-mubaligh Islam,
yang sekaligus pada umumnya juga merupakan pedagang-pedagang dengan penduduk setempat
(one.indoskripsi.com,). Dengan adanya perkawinan tersebut, di samping untuk menciptakan dan
membentuk generasi Islam, juga akan besar sekali pengaruhnya terhadap pengislaman dan
pembentukan komunitas muslim di Indonesia.

Selanjutnya mengenai komunitas muslim Indonesia, sampai abad XIX masih merupakan
komunitas sosial yang bersifat komunal. Menurut Kuntowijoyo (1994), umat muslim saat itu

13
belum mampu mengorganisir diri, mereka mengelompok dibelakang tokoh-tokoh kharismatik
seperti Kyai dan Haji. Dinamika komunitas sosial komunal memiliki ciri yakni menggunakan
solidaritas pedesaan atau solidaritas petani. Meminjam istilah sosiologi dari Durkheim seperti
dikutip A. Zaeny (2005), bahwa solidaritas semacam ini disebut solidaritas mekanis, suatu
solidaritas yang terdapat dalam masyarakat komunal. Solidaritas semacam ini memang berakar
pada struktur masyarakat agraris, dan biasanya berpusat pada sekitar tokoh-tokoh kharismatis.
Pola gerakan komunal dengan menggunakan solidaritas mekanis seperti ini bersifat sangat lokal,
dalam arti mobilitasnya masih parsial atau belum menunjukan kesatuan masyarakat yang
menjangkau berbagai lapisan sosial dan teritorial.

Namun demikian, sekitar akhir abad XIX atau awal abad XX, mulai ada gejala
munculnya kesadaran baru, jika sebelumnya umat muslim memiliki kesadaran mistis, maka
mulai mencoba merumuskan ideologi. Sejarah mencatat bahwa Syarekat Islam (SI) mencoba
mendefinisikan diri sebagai suatu kelompok kelas sosial, terutama pada periode awal yakni SDI
(Syarekat Dagang Islam) yang merumuskan diri sebagai kelompok pedagang (Kuntowijoyo,
1994). Menurut Ricklefs (2008), pada tahun 1911, Tirtodisurjo mendorong seorang pedagang
batik yang berhasil di surakarta Haji Samanhudi untuk mendirikan Syarikat Dagang Islam
sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Setelah itu muncul organisasi Muhammadiyah yang
didirikan pada tahun 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan tujuan untuk memperbaiki praktik
Islam dan memperbaiki kehidupan komunitas muslim (Lapidus, 1999). Banyak lagi
institusiinstitusi sosial muslim yang terbentuk yang dapat juga diidentifikasi sebagai sebuah
gerakan sosial.15

15
Laniijaman, KOMUNITAS DAN INSTITUSI SOSIAL MUSLIM DI INDONESIA (Telaah Historis atas Pembentukan dan
Perkembangannya), Vol. 3 No. 2 Juli 2020, hlm76.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam peradaban islam dari masa ke masa ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
ulama-ulama islam yang di jalankan, dari peradaban islam pada zaman Rasulullah hingga
peradaban islam yang ada di nusantara. Dari beberapa peradaban islam yang lahir, lebih uniknya
peradaban islam yang ada di nusantara meskipun semua masuknya islam di berbagai neragar
memiliki ciri khas yang berbeda atau unik-unik. Masuknya ke nusantara saja melewati jalan
lemah lembut, seperti berdagang, sufisme dan peleburan terhadap kebudayaan yang ada di
nusantara. Situasi yang tejadi Ketika islam mulai melakukan peradabannya di nusantara, banyak
pergolakan-pergolakan yang di hadapinya.

Sudah dapat diketahui bahwa budaya lokal yang ada di Indonesia merupakan sebuah
perpaduan antara budaya hindu dan suku, sehingga tidak dapat dipungkiri akan terciptanya suatu
budaya baru yang dapat dikatakan hasil dari akulturasi budaya tersebut. Menurut Kuntjaraningrat
kebudayaan adalah suatu bentuk proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur unsur kebudayaan asing (terjadi
kontak budaya).

Istilah komunitas menurut Koentjaranigrat adalah “suatu kesatuan hidup manusia yang
menempati suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat dan
terikat oleh suatu rasa identitas komunitas” (Koentjaraningrat, 2009). Sementara itu Victor
Turner seperti dikutip Peter Burke, menyatakan bahwa komunitas digunakan untuk menyebut
solidaritas sosial yang spontan dan tidak terstruktur, solidaritas ini tentu saja bersifat sementara
karena kelompok informal sering bubar secara perlahanlahan atau melebur ke dalam institusi
formal (Burke, 2011).

3.2 Saran

Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan, besar harapan kami
makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan
referensi, penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan

15
kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik
dimasa yang akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Zainuddin, Ely, Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidi, Inteledensia: Jurnal Pendidikan
Islam 3, (2015): 1
Wahyuni, Imelda, Pendidikan Islam Masa Pra Islam Indonesia, Al-TA’DIB: Jurnal Kajian
Kependidikan 6, (2013): 1
Ricklefs, M. C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: Serambi, 2007.
Kartodirjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium sampai
Imperium Jilid I dan Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional,
Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014.
Mas’ud, Ali, Analisis dan Mapping Syariah versus Tasawuf melalui pendekatan historis,
Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Kesenian 8, (2013): 1
Najah, Ni'matun, Pemikiran dan Peradaban Islam di Nusantara. Hal. 1
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1982.
Http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dankebudayaan, diakses 28
September 2012.
Dalam hal ini al KamalIbnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab
Badrudin, M.Ag., Antara Islam dan Kebudayaan
Zainuri, Ahmad, KEBERAGAMAN KOMUNITAS MUSLIM DAN ISLAM
KEINDONESIAAN, , VOL.16, NO.1, (2017), hlm1.
Laniijaman, KOMUNITAS DAN INSTITUSI SOSIAL MUSLIM DI INDONESIA (Telaah
Historis atas Pembentukan dan Perkembangannya), Vol. 3 No. (2020), hlm76.

17

Anda mungkin juga menyukai