Anda di halaman 1dari 30

FILIPINA (MINDANAO: KESULTANAN SULU) DAN

MYANMAR MUSLIM

Disusun Oleh:

1. Bunga Sadina (2130203133) 7. Nur Indah Dita (2130203151)

2. Intan Rahmadania (2130203134) 8. Ilham Syah (2130203153)

3. Tria Agustin (2130203138) 9. Amelia (2130203154)

4. Mia Miranti (2130203141) 10. Alifka Regina Thahara (2130203158)

5. Tri Aprilia Saputri (2130203144) 11. Dian Safitri (2280203183)

6. Rikke Vitaloka (2130203146)

Dosen Pengampu:
Nyi Herlinsi, M. Pd. I

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayahNya terutama nikmat kesempaatan dan kesehatan. Kemudian shalawat
beserta salam kita sampaikan kepada nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat
dunia.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Islam
Dan Peradaban Melayu, adapun judul makalah kami yaitu Filipina (Mindanao:
Kesultanan Sulu) Dan Myanmar Muslim. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Nyi Herlinsi, M. Pd. I selaku dosen mata kuliah Islam Dan Peradaban
Melayu serta segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan dalam
penulisan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini,


sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima kritik dan saran dari pembaca
demi penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Palembang, Desember 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Sejarah Masuknya Islam Di Filipina ............................................................ 3
B. Kondisi Geografis Filipina ........................................................................... 5
C. Asal Usul Perkembangan Dakwah Islam Di Filipina .................................. 6
D. Faktor Islam Menjadi Agama Minoritas Di Filipina .................................. 15
E. Hukum Islam Di Filipina ........................................................................... 16
F. Sejarah Masuknya Islam Di Myanmar ....................................................... 19
BAB III ................................................................................................................. 26
PENUTUP ............................................................................................................ 26
A. Kesimpulan ................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut Azyumardi Azra, bahwa kawasan asia tenggara terbagi
menjadi tiga bagian berdasarkan atas pengaruh yang diterima wilayah
tersebut. Pertama, adalah wilayah Indianized Southeast Asia, Asia Tenggara
yang dipengaruhi India yang dalam hal ini hindu dan budha. Kedua, Sinized
South East Asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh China, adalah
Vietnam. Ketiga, yaitu wilayah Asia Tenggara yang dispanyolkan, atau
Hispainized South East Asia, yaitu Philipina.
Ketiga pembagian tersebut seolah meniadakan pengaruh Islam yang
begitu besar di Asia Tenggara, khususnya Philipina. Seperti tertulis bahwa
Philipina termasuk negara yang terpengaruhi oleh Spanyol. Hal itu benar
adanya, akan tetapi pranata kehidupan di Philipina juga terpengaruhi oleh
Islam pada masa penjajahan amerika dan spanyol. Sedikit makalah dibawah
ini akan menyingkap dengan singkat tentang sejarah masuknya Islam di
Philipina.
Asia tenggara adalah sebutan untuk wialyah daratan Asia bagian timur
yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan yang banyak serta
terilingkupi dalam Negara Indonesia dan Philipina. Melihat sejarah masa
lalu, terlihat bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh pesat, akan
tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu itu telah memiliki
peradaban, budaya, dan agama.
Masyarakat Muslim Di Myanmar pada dasarnya, merupakan
Masyarakat yang telah berdiam diri lama di Myanmar khususnya Arakan,
bahkan telah membangun sebuah kebudayaan dan peradaban disana, dan
antara umat Muslim dan Budha tidak ada perpecahan yang menimbulkan
kekerasan. Namun pada masa kolonialisme perpecahan etnis terjadi sebagai
hasil dari politik adu domba yang kemudian memeras suatu daerah tertentu,
sehingga kekerasan tidak dapat dibendung dan akibatnya hingga masa pasca
kolonialisme. Hal itu pun mempengaruhi pada masalah sosial, politik,

1
budaya, ekonomi dan pendidikan. Masalah politik masyarakat minoritas,
Islam khususnya, tidak boleh ikut andil dalam masalah politik di Myanmar,
sehingga suara mereka tidak pernah sampai di parlemen.
Myanmar atau Burma merupakan salah satu negara di Asia
Tenggara. Negara ini hingga saat ini masih menebar konflik dalam politik
maupun sosial yang ada di dalam negara tersebut. Sehingga Martin Smith,
salah seorang jurnalis dan dokumentator sekaligus penulis dalam
spesialisasi negeri Myanmar, pada tahun 1991, menyebutkan bahwa Negara
Myanmmar merupakan negara yang menakutkan, hal ini terjadi karena
konflik yang berkepanjangan didaerah tersebut. Dia menuliskan, Kondisi
saat ini di Burma secara kualitatif berbeda dari banyak negara-negara lain
di mana sensor yang ketat sedang berlaku. Dalam makalah ini, pemakalah
akan mencoba membahas beberapa hal penting tentang Islam di Filipina dan
myanmar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya islam ke Filipina?
2. Bagaimana kondisi geografis Filipina?
3. Asal usul perkembangan dakwah Islam di Filipina?
4. Faktor islam menjadi agama minoritas di Filipina?
5. Bagaimanakah Hukum Islam di Filipina?
6. Bagaimana sejarah masuknya islam ke Myanmar?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah masuknya islam ke Filipina
2. Untuk mengetahui Bagaimana kondisi geografis Filipina
3. Untuk mengetahui Asal usul perkembangan dakwah Islam di Filipina
4. Untuk mengetahui Faktor islam menjadi agama minoritas di Filipina
5. Untuk mengetahui Bagaimanakah Hukum Islam di Filipina
6. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah masuknya islam ke Myanmar

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam Di Filipina


Sejarah masuknya Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan dari
kondisi sosio-cultural wilayah tersebut sebelum kedatangan Islam. Filipina
adalah sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari 7107 pulau. Penduduknya
yang berjumlah 47 jiwa menggunakan 87 dialek bahasa yang berbeda yang
mencerminkan banyaknya suku dan komunitas etnis. Sebelum kedatangan
Islam, Filipina adalah sebuah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan.
Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk setempat
setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang
telah mereka lakukan selama ini.
Para ahli sejarah menemukan bukti abad ke-16 dan abad ke-17 dari
sumber-sumber Spanyol tentang keyakinan agama penduduk Asia Tenggara
termasuk Luzon, yang merupakan bagian dari Negara Filipina saat ini, sebelum
kedatangan Islam. Sumber-sumber tersebut memberikan penjelasan bahwa
sistem keyakinan agama yang sangat dominan ketika Islam datang pada abad
ke-14 dengan syarat berbagai upacara pemujaan untuk orang yang sudah
meninggal.
Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan ajaran Islam yang menentang
keras penyembahan berhala dan politeisme. Namun tampaknya Islam dapat
memperlihatkan kepada mereka bahwa agama ini memiliki cara tersendiri yang
menjamin arwah orang yang meninggal dunia berada dalam keadaan tenang,
yang ternyata dapat mereka terima.
Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu
dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama
Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang
menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja
Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba
di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di
kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya

3
Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk
Islam.Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.Adapula
pendapat yang lain mengenai masuknya Islam datang kekepulaun Sulu.
Bahwasannya Islam datang ke Sulu pada abad ke-9 melalui perdagangan. Tapi
itu tidak menjadi faktor yang penting dalam sejarah Sulu, sampai abad ke 13
ketika orang-orang menyebarkan Islam (da’i) mulai pertama kali tinggal di
Buasna (Jolo) kemudian di daerah-daerah lain kepulauan Sulu.
Islam di asia menurut Dr. Hamid mempunyai 3 bentuk penyebaran.
Pertama, penyebaran Islam melahirkan mayoritas penduduk. Kedua, kelompok
minoritas Islam. Ketiga, kelompok negera negara Islam tertindas. Dalam
bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr.
Hamidmencantumkan bahwa Islam di Philipina merukan salah satu kelompok
ninoritas diantara negara negara yang lain. Dari statsitk demografi pada tahun
1977, Masyarakat Philipina berjumlah 44.300.000 jiwa.Sedangkan jumlah
masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur
dominan komunitas Mindanao dan mogondinao. Hal itu pastinya tidak lepas
dari sejarah latar belakang Islam di negeri philipina. Bahkan lebih dari itu,
bukan hanya penjajahan saja, akan tetapi konflik internal yang masih berlanjut
sampai saat ini.
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan,
khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib
dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat
sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan
tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari
Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah
berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil
kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari
Manguindanao memeluk Islam.Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah
ini mulai dirintis.Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan
peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang
didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-
Thullab.Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di

4
propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao.Setelah itu, Islam
disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai
lainnya.Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah
kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.Menurut
ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata Amanullah
(negeri Allah yang aman).Pendapat ini bisa jadi benar, mengingat kalimat
tersebut banyak digunakan oleh masyarakat sub-kontinen.

B. Kondisi Geografis Filipina


Filipina adalah sebuah negara Republik dengan luas wilayah 114.830
mil dengan jumlah penduduk 49.139. 350 jiwa. Dilihat dari luas wilayahnya,
maka Filipina tidaklah termasuk negara padat penduduk. Mayoritas
penduduknya beragama Katolik yaitu, 85,8% dari keseluruhan jumlah
penduduk. Islam 4%, Protestan 3,1%, Iglesiani Kristo 1,3%, Budhis 0,08%, dan
lain-lain 20%. Iklim daerah Filipina adalah tropis yang hampir sama dengan
semua yang terjadi di Asia Tenggara, namun Filipina mempunyai temperatur
panas yang tinggi dan kurang berawan.
Sedangkan dalam bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan
International, Dr. Hamid mencantumkan bahwa Islam di Philipina merukan
salah satu kelompok ninoritas diantara negara negara yang lain. Dari statsitik
demografi pada tahun 1977, Masyarakat Philipina berjumlah 44. 300.000 jiwa.
Sedangkan jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase
5,3% dengan unsur dominan komunitas Mindanao dan mogondinao.
Kedaulatan Filipina di peroleh pada tanggal 4 Juli 1946 didasarkan
Undang-Undang 1935. Bahasa Nasional Filipina adalah “Philipino” yang pada
dasarnya diambil dari bahasa “Tagalog” yang banyak digunakan oleh
masyarakat di Manila dan sekitarnya. Ada 87 banyaknya dialek bahasa, hal ini
mencerminkan banyaknya suku dan etnis. Mata uangnya adalah Peso terdiri dari
kertas Dan logam.

5
C. Asal Usul Perkembangan Dakwah Islam Di Filipina
Sejarah masuknya Islam di Filipina dimulai pada abad ke-14 melalui
kepulauan Sulu. Disebutkan bahwa orang yang sangat berjasa dalam
penyebaran Islam pertama di kepulaan tersebut adalah Syarif Karim al-
Makhdum, ia adalah orang Arab yang datang ke Malaka dan mengislamkan
Sultan Muhammad Syah dan rakyat Malaka. Setelah beberapa lama menetap,
ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Timur dan tiba di Sulu sekitar tahun
1380 dan menetap di Bwansa, ibu kota Sulu yang lama, di sana al-Makhdum
bersama penduduk setempat membangun sebuah masjid sebagai sentral
kegiatan dakwah, hasil dari usaha tersebut cukup menggembirakan karena
banyak pemimpin-pemimpin lokal yang tertarik menerima ajarannya.
Muballigh lainnya yang patut disebutkan kerena jasanya dalam penyebaran
Islam di Filipina yakni Abu Bakar, ia juga seorang Arab yang memulai tugas
dakwahnya di Malaka, Palembang, Brunei dan akhirnya sampai di Sulu sekitar
tahun 1450.
Setelah tiba di Kepulaun tersebut dan merasa telah cukup
pengikutnyanya ia pun mendirikan masjid sebagaimana pendahulunya sehingga
kegitan dakwahnya berkembang, puncak kesuksesannya ketika Raja Bwansa,
Raja Baginda menjadikannya menantu dan ahli waris kerajaan. Abu Bakar pun
kemudian menjadi Sultan dengan gelar Sharif al-Hashim, ia dianggap peletak
dasar kesultanan Sulu dan cikal bakal dari sultan-sultan dan datu-datu di
kepulauan tersebut. Bersamaan dengan datangnya Abu Bakar ke Sulu, di tempat
lain juga telah datang para muballigh yang berdarah Arab ke Mangindanao,
merekalah yang mula-mula yang membuntuk tatanan masyarakat Islam di sana.
Sementara abad ke-16, datang Syarif Muhammad Kabungsuan yang konon
adalah seorang pangeran dari Johor bersama pengikutnya, seperti halnya Abu
Bakar, Kabungsuan tidak hanya melanjutkan proses Islamisasi, tetapi lebih
penting adalah meletakkan dasar kesultanan Maguindanao. Ia sering disebut
dalam silsilah raja-raja sebagai orang satu-satunya yang bertanggungjawab
dalam Islamisasi Mindanao.
Data historis tersebut di atas, menunjukkan kuatnya pendapat yang
mengatakan bahwa Islam datang ke Asia Tenggara langsung dari Arab termasuk

6
wilayah Filipina, atau tepatnya dari Hadramaut. Dari seluruh tokoh yang berjasa
dalam penyebaran Islam di Filipina, mereka adalah berasal dari Arab dengan
gelar Syarif atau Sayyid. Alasan lain yang memperkuat tesis yang mengatakan
Islam datang ke Asia Tenggara berasal dari Hadramaut walau sifatnya lebih
umum yaitu adanya kesamaan mazhab yang dianut pada semua tempat di Asia
Tenggara yakni mazhab Syafi’i.
Dakwah Islam terus berlangsung sampai tersebar ke hampir keseluruh
Filipina termasuk di kota Manila, hanya saja penyebarannya terhenti ketika
orang-orang Spanyol datang dibawah Agustin de Lagasapi sekitar 1565, maka
sejak itu pula Filipina dijajah sekaligus dijadikan lahan penyebarkan agama
Kristen Katolik. Namun penguasaan penjajah tersebut tidak berhasil menduduki
semua daerah dalam wilayah Filipina, kesultanan Islam di Mindanau dan Sulu
berhasil mempertahankan diri dari serangan Portugis dari arah Selatan. Tahun
1898, karena sesuatu hal Spanyol harus menyerahkan kekuasaan kepada
Amerika, Selama pendudukan tersebut kesultanan Mindanao dan Sulu dapat
disatukan pada tahun 1903. Sedangkan secara administratif kedua wilyah itu
baru diakui oleh pemerintahan Filipina tahun 1914-1920. Suatu hal yang
menarik disimak, masyarakat muslim Filipina tidak banyak terpengaruh dengan
penetrasi kolonialisme, meskipun ia termasuk negara di Asia Tenggara yang
paling lama dijajah, bahwa umat Islam Filipina tetap tidak pernah mengikuti
keinginan penjajah, dalam artian bahwa masyarakat muslim Filipina sangat kuat
memegang tradisinya, ulet dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kebebasannya (terkontekstualisasi pemikiran keagamaannya).
Kebangkitan Islam terus digaungkan oleh dua kelompok yang sama-
sama mengatasnamakan umat Islam Filipina. Kelompok pertama yang
berpandagan radikal, dipegang oleh para anggota Moro National Liberation
Front (MNLF) yang merupakan minoritas di kalangan penduduk muslim,
sedangkan kedua yang berpandagan moderat, dipegang oleh warga Muslim
yang ingin memprakarsai berbagai perubahan dalam masyarakat yang lebih
luas. Kelompok moderat yang didukung oleh mayoritas penduduk berusaha
mempertahankan diri sebagai masyarakat Muslim. Mereka mau masuk ke
dalam sistem politik Filipina demi mencapai tujuan-tujuan mereka, dengan

7
menggunakan semua cara-cara legal dan konstitusional yang ada, termasuk
penyebarluasan ide-ide pemikiran, mengorganisir kelompok-kelompok
penekan dan berpartisipasi dalam usaha-usaha pemerintah untuk menemukan
suatu penyelesaian yang damai adil terhadap Moro. Sedangkan Moro National
Liberation Front (MNLF) menggunakan dua strategi yakni menarik perhatian
internasional, khususnya negara-negara Islam – tentang nasib mereka yang
tertindas; menjalankan perang gerilya untuk melemahkan Pemerintah Filipina.
Suasana dan posisi umat Islam yang sedemikian tersebut di atas
mempengaruhi strategi dan keberlangsungan kegiatan dakwah. Sebuah
organisasi Islam yang berskala Filipina adalah CONVISLAM atau “Converst
to Islam”, didirikan pada 1954 secara aktif bergerak untuk kegiatan dakwah.
Pada tahun 1981, Convislam mempelopori sebuah organisasi dakwah yang
berskala nasional yang disebut Islamic Da’wah Council of the Philippines, Inc
(Majlis al-Da’wah al-Islamiyyah al-Philipiniyyah) untuk menjadi payung
semua gerakan dan kegiatan dakwah. Kegiatan-kegiatannya antara lain
penerbitan buku-buku Islam, kunjungan ke cabang-cabang provinsi,
menyelenggarakan serangkaian kuliah umum, membangun masjid, menghadiri
konferensi-konferensi internasional dan program-program pelatihan untuk
usaha dakwah Islam, menyelenggarakan sekolah minggu dan kursus-kursus
bahasa Arab, dan banyak lagi yang lainnya. Di samping itu, terdapat banyak
sekolah madrasah yang didirikan oleh organisasi-organisasi Muslim terutama
di provinsi-provinsi bagian selatan.
Kemudian seorang tokoh terkenal Muslim Filipina, Peter Gordon
Gowing, juga menyebutkan kelompok dakwah seperti tableegh Marawi City.
Mereka ini adalah Shubba’anol Muslimeen Tableegh of Philippenes, Jama’at
Tableegh, dan Islamic Tableegh of the Philippines. Organisasi-organisasi ini
sedikit yang dapat diketahui karena kurangnya informasi yang lebih jauh
mengenai eksistensi dan kegiatannya, kendati dari sisi distribusi
keanggotaannya cukup luas. Hal yang tidak dapat dilewatkan mengenai
organisasi-organisasi yang erat kaitannya dengan kebangkitan Islam di Filipina
walaupun sangat terkait dengan posisi tawar –menawar antara umat Islam
secara umum dengan pemerintah antara lain lahirnya Peranan Kementerian

8
Urusan Muslim, yang di antara lain-lainnya, bertugas menyelenggarakan ibadat
haji. Demikian pula Bank Amanah, sebuah bank Muslim yang berhubungan
dengan kementerian, dan secra khusus didirikan untuk melaksanakan ketentuan
Islam mengenai larangan riba. Didirikannya bank semacam ini sungguh
merupakan suatu prestasi.
Secara umum, gambaran Islam masuk di Philiphina melalui beberapa
fase, dari penjajahan sampai masa modern.
a. Masa Kolonial Spanyol
Proses Islamisasi di seluruh Filipina secara tiba-tiba terhenti
akibat datangnya bangsa Spanyol dari Utara sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya, akibatnya Islam tidak dapat memiliki kesempatan untuk
berkembang secara penuh dan mendapatkan akarnya di bagian-bagian lain
negara kecuali Filipina Selatan dan beberapa daerah pantai. Keadaan ini
terus berlanjut sampai Filipina merdeka, kekuasaan baik secara politik,
ekonomi dan sosial didominasi oleh kalangan Non-Muslim yang membuat
warga muslim Filipina merasa terancam di negara sendiri dengan kebijakan
pemerintah yang mengecilkan arti kelompok-kelompok minoritas. Kondisi
ini tidak membuat warga muslim Filipina tinggal berdiam diri, mereka
menyadari keberadaannya sebagai bagian dari warga bangsa yang
mempunyai hak yang sama, maka mereka melakukan kegiatan atau aktifitas
yang dapat menyadarkan kaum muslim.
Sejak masuknya orang-orang Spanyol ke Filipina, pada 16 Maret
1521 M, penduduk pribumi telah mencium adanya maksud lain dibalik
“ekspedisi ilmiah” Ferdinand de Magellans. Ketika kolonial Spanyol
menaklukan wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti,
tidak demikian halnya dengan wilayah selatan. Mereka justru menemukan
penduduk wilayah selatan melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan
pantang menyerah. Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian
kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu
takluk pada tahun 1876 M).Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa
kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin.

9
Walaupun demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat
ditundukan secara total. Selama masa kolonial, Spanyol menerapkan politik
devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mision-sacre (misi suci
Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di-
stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai “Moor” (Moro).
Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados
(tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang
Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut. Tahun 1578 M
terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri. Penduduk
pribumi wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan
kolonial Spanyol, kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan
orang-orang Islam di selatan.
Sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri
dengan mengatasnamakan “misi suci”. Dari sinilah kemudian timbul
kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa
Moro yang Islam hingga sekarang. Sejarah mencatat, orang Islam pertama
yang masuk Kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini
adalah istri Raja Humabon dari pulau Cebu.
b. Masa Imperialisme Amerika Serikat
Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu,
Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu merupakan bagian dari
teritorialnya. Secara tidak sah dan tak bermoral, Spanyol kemudian menjual
Filipina kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M
melalui Traktat Paris. Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan
diri sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat dipercaya. Dan inilah
karakter musuh-musuh Islam sebenarnya pada abad ini. Hal ini dibuktikan
dengan ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang
menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat,
kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro. Namun traktat
tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak
memberontak, karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan
dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio

10
Aguinaldo. Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada 1902 M,
kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan
langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian (1903 M) Mindanao
dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk
memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu.
Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak.
Teofisto Guingona, Sr. mencatat antara tahun 1914-1920 rata-rata terjadi 19
kali pertempuran. Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali pertempuran. Patut
dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah menggunakan
waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro
untuk keperluan ekspansi para kapitalis. Bahkan periode 1903-1913
dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa
Moro. Namun Amerika memandang peperangan tak cukup efektif meredam
perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya menerapkan strategi
penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan. Kebijakan ini
kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas
penjajahan mereka. Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan
Amerika terbukti merupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam
perlawanan Bangsa Moro. Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan
diantara masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai
diserang oleh norma-norma Barat.
Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan Amerika
memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat Filipina di
Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan
orang-orang Kristen. Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para
Sultan dan berpindahnya kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan
ini sedikit demi sedikit mengancam tradisi kemandirian.
c. Masa Peralihan
Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan
kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di Utara.
Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis,
diberlakukanlah hukum-hukum tanah warisan jajahan AS yang sangat

11
kapitalistis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902) yang
menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis,
ditandatangani dan di bawah sumpah. Kemudian Philippine Commission
Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para Sultan,
Datu, atau kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa
ada wewenang atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act
No. 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak
didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496 sebagai tanah
negara, The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara di
Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan
pembelian oleh WN Filipina dan AS, serta Cadastral Act of 1907 yang
membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang berpendidikan, dan para
spekulan tanah Amerika, yang lebih paham dengan urusan birokrasi, untuk
melegalisasi klaim-klaim atas tanah. Pada intinya ketentuan tentang hukum
tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah
adat dan ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di
Utara yang menguntungkan para kapitalis.
Pemberlakukan Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada
12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih agresif
untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula
berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara,
sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang baru. NLSA – National
Land Settlement Administration – didirikan berdasarkan Act No. 441 pada
1939.Di bawah NLSA, tiga pemukiman besar yang menampung ribuan
pemukim dari Utara dibangun di propinsi Cotabato Lama.Bahkan seorang
senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan
program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk
menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah Bangsa
Moro di Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam
masyarakat Filipina secara umum.
Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi
dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran

12
orang-orang Utara ke Mindanao. Banyak pemukim yang datang, seperti di
Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan
mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik
banyak pemukim dari utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-
koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan.
Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina
begitu AS hengkang dari negeri tersebut. Sehingga perlahan tapi pasti
orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah mereka.
d. Masa Pasca Kemerdekaan hingga Sekarang
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946 M) dari Amerika
Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro.
Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata
memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat,
pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan
dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti
MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun
pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro
menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara
keseluruhan. Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan
dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan
Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro
dikurangi. Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan
gerakan rakyat anti penjajahan Jepang. Setelah Jepang menyerah, mereka
mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina. Pemberontakan ini
baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan pada masa
pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953). Tekanan semakin terasa hebat
dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986).
Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina
dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand
Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro.
Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro
Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik

13
Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu.
Perkembangan berikutnya kita semua tahu.MLF sebagai induk perjuangan
Bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front
(MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-
sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat
Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan
bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan. Namun dalam
perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami
perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas
Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani
(1993).
Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro
secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam
menghadapi Bangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara
Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada
30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan
ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang telah
memasuki 2 dasawarsa itu. Disatu pihak mereka menghendaki
diselesaikannya konflik dengan cara diplomatik (diwakili oleh MNLF),
sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili
oleh MILF). Semua pihak memandang caranyalah yang paling tepat dan
efektif.Namun agaknya Ramos telah memilih salah satu diantara mereka
walaupun dengan penuh resiko.“Semua orang harus memilih, tidak
mungkin memuaskan semua pihak,” katanya.Dan jadilah bangsa Moro
seperti saat ini, minoritas di negeri sendiri.
Seorang ilmuan Muslim, Asiri Abu Bakar, menunjukkan faktor-
faktor bangkitnya warga muslim Filipina:
1. Bertambahnya hubungan ulama dan para pendatang dengan muslim
yang terpelajar dari dunia Arab;
2. Bertambahnya jumlah warga Moro yang pergi naik haji;
3. Bertambahnya kesempatan kesempatan melakukan studi di berbagai
pusat Islam di seluruh dunia;

14
4. Partisipasi aktif dalam berbagai pertemuan;
5. Kembalinya ratusan pelajar Muslim dari luar negeri;
6. Semakin banyaknya didirikan madrasah-madrasah di daerah;
7. Kedatanagan para pejabat dari dunia Islam ke Moro;
8. Banyaknya konferensi pers internasional dan peliputan perang yang
berlangsung di Mindanao serta kekejaman beberapa personel meliter di
wilayah tersebut.
Kebangkitan tersebut dapat dilihat pula dari,
1. Dibayarkannya tunggakan perang Dunia II kepada beberapa Muslim
yang memungkinkan mereka naik haji dan kemudian membangkitkan
kesadaran Islam mereka;
2. Bertambahnya perkumpulan dan organisasi Islam yang didukung oleh
warga lokal maupun luar negeri;
3. Didirikannya sekolah-sekolah tinggi dan universitas-universitas swasta
dan negeri di negara ini yang memberikan kuliah-kuliah dan gelar-gelar
dalam studi Islam;
4. Pemberontakan Moro, yang telah mengakibatkan peningkatan
kesadaran dan kewaspadaan Muslim

D. Faktor Islam Menjadi Agama Minoritas Di Filipina


Mayoritas penduduk Filipina beragama Katolik, walaupun katolik
menjadi agama mayoritas, tetapi di Filipina terdapat tiga ribu masjid, terutama
di selatan. Penduduk Filipina sekitar 85.236.900 juta pada tahun 2006 dan setiap
tahunnya pertumbuhan penduduknya 1,92% dengan luas wilayah 300.076 km
terdiri dari 7.107 pulau. Penduduknya terdiri dari beberapa suku yaitu suku
Filipino 80%, Tionghoa 10%, Indo Arya 5%, Eropa dan Amerika 2%, Arab 1%,
suku lain 2%. Kota Marawi dan Jolo dapat dianggap sebagai pusat keagamaan
bagi komunitas muslim. Kitab suci alQur’an telah diterjemahkan oleh
dr.Ahmad Domacao Alonto kedalaam bahasa Maranao, bahasa yang paling
utama dikalangan muslim kebanyakan muslim di Moro adalah petani dan
nelayan. Dijabatan tinggi pemerintah Filipina tidak berarti. Asosiasi islam yang
paaling aktif adalah Asosiasi Muslim Filipina (Manila), Ansar al Islam(Kota

15
Marawi), Masyarakat Islam Mualaf (Manila) dan yayasan Islam Sulu (jolo) dan
sebagainya. Tahun 1983, Dewan Dakwah Islam Filipina telah dibentuk untuk
mempersatukan organisasi-organisasi Muslim di utara dan selatan.
Menurut Majul, ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya
bangsa Moro berintegerasi secara penuh kepada republik Filipina. Pertama,
bangsa Moro sulit menghargai undang-undang Nasional, khususnya yang
mengenai hubungan pribadi daan keluarga, karena undang-undang tersebut
berasal daari Barat dan Katolik, seperti larangan bercerai dan poligami yang
sangat bertentangan dengan hukum Islam yang membolehkannya. Kedua,
system sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama, bagi setiap anak
Filipina disemua daerah, tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur,
membuat bangsa Moro malas untuk belajar disekolah yang didirikan
pemerintah. Mereka menghendaki dalam kurikulum itu adanya perbedaan
khusus bagi bangsa Moro, karena adanya perbedaan agama dan kultur.Ketiga,
bangsa Moro masih trauma dan kebencian yang mendalam terhadap program
perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina kewilayah
mereka di Mindanao, karena program ini telah mengubah posisi mereka dari
mayoritas menjadi minoritas hamper disegala bidang kehidupan.

E. Hukum Islam Di Filipina


Bangsa Moro adalah tanah muslim yang penduduknya mengikuti
madzhab Syafi’i. Selama periode pra-Islam, yang Bangsa berbeda atau
barangay (masyarakat) yang burik kepulauan tidak memiliki hukum tertulis dan
dipimpin oleh datus (kepala suku) dengan hak atas tanah leluhur. Menjelang
akhir abad ke-13, pulau Sulu pemukim Muslim terlindung dari Arab,
Kalimantan, Sumatera, dan Malaya yang bekerja sebagai pedagang dan
misionaris, beberapa di antaranya perempuan lokal menikah, berbagi keyakinan
agama mereka, dan menjalin aliansi politik. Islam kemudian disebarkan di
Filipina selatan pra-kolonial melalui sarana ekonomi dan relasional sebagai
pengganti penaklukan, yang mengakibatkan integrasi hukum adat baru dan
yang sudah ada. Ketika datus masuk Islam, kesultanan didirikan di Magindanao
dan Sulu. Ini, menurut Justin Holbrook (2009): "berfungsi seperti" mini-negara

16
", dengan pemerintah memiliki kekuatan baik dan peradilan administrasi ...
Agama pengadilan Moro diterapkan hukum adat, atau adat, serta hukum syariah
..." ini didefinisikan sifat komprehensif dari sistem hukum Islam (juga disebut
sebagai Agama Sara System) yang mencakup, sosio-politik, dan hubungan-
hubungan hukum sipil.
Holbrook catatan lebih lanjut bahwa Muslim awal dilaksanakan
"pluralisme hukum untuk menjalin hubungan dengan orang-orang dari
keyakinan yang berbeda ...", menunjukkan bahwa mereka tinggal di ko-
eksistensi damai dengan dan tidak memaksakan iman mereka terhadap non-
Muslim.
Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan
hukum yaituManguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas
Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab.
Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi
Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke
pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya.
Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan
pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja. Istilah luwaran,
yang dipakaai oleh orang Moro Mindanao dalam kitab hokum, berarti “pilihan”
ataau “terpilih”. Undang-undang yang terkandung didalam kitab Luwaran
merupakan pilihan dari hokum Arab lama yang kemudian diterjemaahkan dan
dikompilasikan untu digunakan sebagai pegangan serta informasi bagi
para datu, hakim dan pandita di Mindanao yang tidak mengerti bahasa Arab.
Kitab luwaran dari Mindanao tidak ada taanggalnya sama sekali, tak ada
seorangpun yang mengetahui kapan kitab ini di buat. Sebagian orang
berpendapat bahwa kitab Mindanao ini disusun beberapa waktuyang lalu oleh
para hakim di Mindanaao. Kitab utama yang dirujuk oleh kitab luwaran adalah
Minhaj Al TThalibin karya ahli hokum mazhab Syafi’I Zakaria yahya bin syaraf
Al Nawawi.
Daerah Filipina yang eksis dengan Islamnya yakni Sulu dan
Magindanao. Masing-masing pengasa Sulu dan Magindanao memberlakukan
kitab hukum Diwan Tousug dan Luwara sa Maguindanao. Dua kitab hukum ini

17
menegaskan tentang kedudukan kedaulatan dalam masalah-masalah yuridis.
Kedua kitab ini berdasarkan pada kitab fikh Islam mazhab Syafi’i.
Pada tahap selanjutnya, masyarakat muslim Filipina sebagaimana
masyarakat muslim negara lain, menginginkan adanya kodifikasi hukum Islam
sebagai bentuk unifikasi hukum Islam masyarakat muslim Filipina. Ide
kodifikasi hukum ini telah muncul dalam akta No. 787 Komisi Filipina tahun
1903. Hingga kurun waktu sampai tahun 1973, belum terdapat kodifikasi
hukum Islam yang mutlak, masih bersifat peraturan yang disahkan oleh
pemerintah dan selalu berubah-rubah.
Pada akhirnya pada tanggal 13 Agustus 1973, dibentuklah Staf Riset
untuk Kodifikasi UU Islam Filipina. Staf tersebut bertugas menggali,
mengumpulkan, dan menyusun bahan penelitian tentang Hukum Perseorang
Muslim Filipina. Maka pada tanggal 23 Desember 1974, pemerintah
mengeluarkan Perintah Eksekutif No. 442 yang menetapkan “Komite UU
Kepresidenan untuk Mengkaji Kitab UU Muslim Filipina”. Sebagai hasil dari
kinerja komite ini, setelah diajukan kepada Presiden Filipina saat itu yakni
Presiden Marcos, ditetapkan P.D. No. 1083 pada tanggal 4 Februari 1977 yang
dikenal sebagai “Kitab UU Perseorangan Muslim Filipina”.
Undang-undang ini disusun dalam lima buah buku yang memuat 190
pasal yang meliputi perkara: ketentuan umum, hubungan keluarga dan manusia,
pewarisan, penyelesaian pertikaian dan pendapat berkaitan undang-undang,
peruntukan jinayah dan peruntukan peralihan.
Terdapat tiga tujuan dasar dalam pembentukan undang-undang untuk
muslim Filipina. Pertama, sebagai rujukan kepada budaya masyarakat Filipina.
Hal ini merujuk pada orang Filipina yang menganut agama selain Kristen.
Seperti diatur dalam akta republic No 1888 tanggal 22 Juni 1957 dalam
pembentukan “Suruhanjaya Perpaduan Negara” untuk memajukan masyarakat
dalam bidang moral, ekonomi dan politik. Dalam pembukaan undang-undang
Islam ditekankan tentang pemeliharaan “adat, tradisi, kepercayaan” yang
merupakan usaha baru untuk memenuhi keinginan umat Islam yang kembali
pada sumber agamanya sendiri.

18
Kedua, sebagai rujukan terhadap pembuatan undang-undang. Teks
undang-undang Islam bukan mewujudkan prinsip undang-undang tetapi
membuat sesuatu yang baru. Pada dasarnya jika melihat penjelasan awal
mengenai kenyataan sosial umat islam, undang-undang untuk orang Islam tidak
mungkin dibentuk. Melihat kenyataan lain bahwa undang-undang ini adalah
yang pertama dibuat, setiap pembentukan undang-undang sulit dilakukan.
Seperti dalam undang-undang ini, bukan sebagai bentuk undang-undang yang
ideal tapi sebagian besar isinya merupakan ringkasan dari mazhab syafi’I yang
berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan nafkah serta warisan.
Ketiga, dalam pembukaan undang-undang merujuk pada persoalan
pengelolaan undang-undang untuk orang Islam dan aturan itu kemudian
mengatur secara rinci tentang pembentukan Mahkamah Syariah. Aturan ini
menjadi inovasi Mahkamah agung yang ada disetiap daerah tapi kurang
berfungsi bahkan tidak ada di beberapa daerah lain. Bagaimanapun, mahkamah
syari’ah tidak terpisah dari system mahkamah sekuler secara keseluruhan.
Terdapat kesamaan dalam bidang perekrutan pegawai, tugas, dan pembiayaan.
Ini pertama kalinya pengelolaan undang-undang untuk orang Islam yang
tersusun rapi dibentuk di Filipina.
Undang-undang Islam merupakan langkah percobaan menyatukan
orang Moro secara resmi menjadi masyarakat modern Filipina. Undang-undang
memberikan batas yang jelas tentang prinsip-prinsip Islam dalam aturan Negara
sekuler. Penerapan ajaran Islam dalam bentuk Undang-undang dan aturan
khusus bagi mahkamah Negara untuk Moro muslim ini menjadikan etika agama
diserap oleh aturan Negara. Perubahan dasar pada peraturan undang-undang
bagi muslim di Filipina ini meletakkan orang islam Filipina setara dengan umat
Islam lainnya di Malaysia, Indonesia dan Singapura.

F. Sejarah Masuknya Islam Di Myanmar


Sebelum Kita membahas keadaan Islam di Myanmmar pada saat ini
perlu kita melihat pada sejarah awal mula kemunculan Islam di Myanmar,
sebagai kesadaran sejarah bahwa Islam di Myanmar bukan sebagai masyarakat
yang baru dan tidak memiliki kontribusi apa-apa terhadap kehidupan di

19
Myanmar. Burma (Myanmar) adalah Negara dengan berbagai ras dan disana
terdapat 135 kelompok etnik. Populasinya hampir 50 juta. Mayoritas adalah
etnik Bamas, yang lain seperti Shan, Kachin, Kayin, Chin, Mon, Rokhine,
Muslim Burma, Muslim India, Muslim Cina, dan lainnya merupakan kelompok
minoritas di Burma.
Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055. Para
saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady,
Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin. Kedatangan umat Islam ini
dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia. Populasi umat Islam yang ada
di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan
dan Melayu. Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam
seperti dari etnis Rakhin dan Shan.
Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah,
pelaut, saudagar dan tentara. Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai
penasehat politik Kerajaan Burma. Muslim Persia menemukan Myanmar
setelah menjelajahi daerah selatan Cina. Koloni muslim Persia di Myanmar ini
tercatatdi buku Chronicles of China di 860. Umat muslim asli Myanmar disebut
Pathi dan muslim Cina disebut Panthay. Konon, nama Panthay berasal dari kata
Parsi. Kemudian, komunitas muslim bertambah di daerah Pegu, Tenasserim,
dan Pathein. Tapi komunitas muslim ini mulai berkurang seiring dengan
bertambahnya populasi asli Myanmar. Pada abad ke-19, daerah Pathein dikuasai
oleh tiga raja muslim India.
mPopulasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa
penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyak umat Muslim India yang
bermigrasi ke Myanmar. Tapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika
perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941.
1. Etnis Rohingya
Orang-orang Rohingya adalah muslim di wilayah Frontier
Mayu, saat ini Buthidaung dan kota-kota Maungdaw Arakan
(Rakhine), sebuah provinsi terpencil di bagian barat negara itu di
mana termasuk didalamnya seluruh Naaf Sungai sebagai batas dari
Bangladesh. Arakan pernah menjadi kerajaan yang independen

20
sebelum ditaklukkan oleh Burma di 1784. Sejarawan Rohingya telah
menulis banyak risalah di mana mereka mengklaim untuk diri mereka
sendiri status asli yang dapat dilacak dalam Negara Arakan selama
lebih dari seribu tahun.
Untuk melacak nama dari Rohingya tidak perlu bagi kita
melakukan penelusuran yang jauh terhadap nama itu, tetapi kita cukup
melihat Pada awal tahun 1950 bahwa beberapa Bengali intelektual
Muslim dari bagian barat laut Arakan mulai menggunakan
"Rohingya" untuk menyebut diri mereka. Mereka memang langsung
keturunan imigran dari Chittagong Distrik di TimorBengal (sekarang
Bangladesh), yang telah bermigrasi ke Arakan setelah provinsi ini
diserahkan ke British India berdasarkan ketentuan Perjanjian
Yandabo, suatuperistiwa yang menyimpulkan Perang Anglo-Burma
Pertama (1824-1826).
Kaum Muslim di Negara Arakan dapat dibagi menjadi
empat berbagai kelompok, yaitu Bengali Chittagong di Mayu
Frontier, keturunan dari Komunitas Muslim di Arakan periode Mrauk-
U (1430-1784), saat ini tinggal diMrauk-U dan Kyauktaw kotapraja,
keturunan tentara bayaran Muslim di Pulau Ramree diketahui oleh
masyarakat Arakan sebagai Kaman, dan Muslim dari daerah Myedu
Tengah Burma, ditinggalkan oleh penyerbu Burma di Kabupaten
Sandoway setelah penaklukan Arakan pada tahun 1784.
Komunitas Rohingya, yang bermukim dinegeri bagian
Arakan atau Rakhine. Suku Rohingya adalah orang Islam dengan
budaya mereka yang kelasterlihat di daerah Arakan. Hal itu karena
mereka menurunkan agama mereka pada seluruh keturunan mereka
dari bangsa Arab, Moor, Pathan, Moghul, Asia Tengah, Bengal dan
beberapa bangsa Indo-Mongol. Percampuran dari suku, membuat
penampakan fisik unik mereka seperti tulang pipi yang tidak begitu
keras, mata mereka tidak begitu sipit (seperti orang Rakhine Magh dan

21
orang Burma). Hidung mereka tidak begitu pesek. Mereka lebih tinggi
dari orang Rakhine Magh tetapi kulit mereka lebih gelap, beberapa
dari mereka kulitnya kemerahan, tetapi tidak terlalu kekuningan.
Beginilah kaum muslim Rohingya di Arakan yang memang sejak dulu
kala telah menempati posisi penting dalam kebudayaan dan sejarah di
Myanmmar, yang walaupun pada tahun-tahun berikutnya kaum
muslim di Arakan hidup dalam kekerasan yang dilancarkan oleh kaum
penjajah yaitu Inggris dan pemerintah sesudahnya yaitu junta militer
Budha Myanmar.
2. Pertikaian antara Muslim Rohingya dan Budha Arakan
Dalam periode gerakan kemerdekaan di Burma di 1920-an
dan 1930-an kaum muslim dari Frontier Mayu lebih bersangkutan
dengan kemajuan Liga Muslim di India, meskipun beberapa tokoh
Muslim Burma seperti MA Rashid dan U Razak memainkan peran
penting dalam kepemimpinan gerakan nasionalis Burma. Pada tahun
1931, Komisi Simon ditunjuk oleh Parlemen Inggris untuk
menanyakan pendapat Burma orang untuk reformasi konstitusional
dan pada masalah apakah Birma harus dipisahkan dari Kekaisaran
India. Juru bicara dari Liga Muslim menganjurkan untuk bagian yang
adil dari keparlemenan, sepuluh persen perwakilan di semua badan
publik, dan khususnya di Arakan perlakuan yang sama bagi umat
Islam dalam bidang pertanian dan perdagangan.
Ketika tahun 1942 dimana pada saat itu tentara Inggris
ditarik ke India dan pada saat itu kaum Budha yang dendam terhadap
kaum Muslim, karena mendapatkan hak khusus dari Inggris,
menyerang Arakan sehingga umat Muslim disana mengungsi dari
Arakan ke India dan Bangladesh, dan pada saat ini populasi Islam di
Burma menurun.
Selama masa perang dunia II th 1948 terjadi pertumpahan
darah antara etnik Budhist dan etnik Muslim, hal ini meruncing

22
hampir selama satu abad, hal ini terjadi karena system Zamindary
yang mana dibawa oleh pemerintahan Inggris dalam pengaturan para
pemilik tanah, sehingga para petani tidak lagi memiliki pekerjaan.10
Hingga saat ini kekerasan dikawasan Myanmmar terus meruncing,
sehingga umat Muslim di Arakan, harus terus berusaha menghadapi
kebebasan mereka melawan Gerakan Militer Junta Budha yang terus
mendesak Umat Muslim sehingga umat Muslim Khususnya di Arakan
dari segi populasi, pendidikan, kebudayaan dan ekonomi sehingga
kita bisa melihat perbandingan populasi Muslim di Arakan pada tahun
1983 sebanyak 24,3% dan populasi Budha sebanyak 67,8%.11dan
hingga tahun ini terus menurun.
3. Pendidikan Masyarakat Rohingya
Akibat dari perpecahan etnis di Myanmar berpengaruh hebat
terhadap segala segi kehidupan yang ada di Arakan, hal ini juga
berpengaruh terhadap kondisi pendidikan yang ada di Myanmar,
dimana terjadi pendiskriminisasian etnis dalam tiap jenjang
pendidikan, khususnya etnik Muslim Rohingya. Pada Tahun 2003 saja
misalkan, di Arakan setiap desa dilaporkan hanya memiliki satu
sekolah dasar didaerah terpencil dengan akses yang terganggu,
sehingga anak- anak hanya merasa perlu untuk berkontribusi bagi
kehidupan mereka, sehingga orang tua hanya menyekolahkan
anaknya di madrasah dan maktab untuk mempelajari agama, Al-
Quran dan bahasa Arab, dan juga mereka diajari bahasa Burma yang
mana anak-anak tersebut tidak berbicara dengan bahasa itu.
Dilaporkan pula bahwa hanya ada 35 sekolah menengah dan 6 sekolah
tinggi yang terdapat di Maungdaw dan Buthidaung, dan perguruan
tinggi hanya ada satu yaitu di Sittwe, yang mana pada februari 2001
akses ke Sitwee ditutup dan Siswa Rohingya tidak diperbolehkan
bergabung di universitas.
Tingkat pendidikan yang buruk diperparah dengan

23
kekurangan guru di pedesaan dan kualitas pengajaran yang buruk.
Guru-guru Rohingya yang ditolak kewarganegaraannya tidak dapat
dipekerjakan sebagai pegawai negeri, dan tidak diperbolehkan di
sekolahan pemerintahan. Akhirnya mereka beralih ke sekolahan yang
dibayar oleh desa dengan menggunakan padi dan oleh organisasi
Internasional.
Di Rahkine utara, sekitar 85% gurunya adalah Budha dan
15% sisanya adalah Muslim. Hal ini berdampak pada pengabaian
anak-anak Muslim, karena hasil dari kekerasan etnis disana, yang
mengakibatkan para guru Budha mengabaikan para murid Muslim.12
4. Madrasah di Arakan
Diskriminasi etnis di Arakan menyebabkan pemerintahan
Myanmar hanya memperhatikan pendidikan pada etnis Budha saja
dengan mengesampingkan etnis-etnis yang lain. Sehingga etnis-etnis
lain membuat suatu tatanan yang independent dalam pendidikan etnis
mereka, dan hal ini tak terkecuali Muslim Rohingya yang mana
membuat Madrasah dan maktab dengan kurikulum yang independent.
Di Myanmar terdapat ratusan Madrasah berdasarkan data
tahun 1997 jumlah Madrasah diseluruh Myanmar sejumlah 759 buah
dan di Yangon sendiri sebagai ibu kota Myanmar sejumlah 171 buah.
Madrasah-madrasah ini dananya berasal dari dalam negeri dan luar
negeri, ini merupakan fenomena baru yang mana umat Islam Bamar,
yaitu salah satu etnis Islam di Myanmar selain Rohingya, berupaya
untuk berhubungan dengan rekan-rekan mereka yang berasal dari
Arab, ini merupakan salah satu bentuk penyeimbangan ideologi Islam
di India.
Madrasah di Myanmar belum terorganisir dengan rapi,
seperti: tidak adanya usia khusus dalam pendaftaran, dan hanya
menerima minimal masuk adalah umur 7 tahun, tidak ada pembatasan
jenjang pendidikan, bahkan standar pendidikan biasanya selama 10

24
tahun. Para siswa biasanya menghafalkan Al- Quran selama 2 sampai
4 tahun tanpa memahami makna dari ayat Al-Quran, setelah itu
mereka melanjutan studi ke Pakistan, Bangladesh bahkan
semenanjung Arab.
Selain menghafalkan Al-Quran, Pelajaran yang diajarkan di
Madrasah diantaranya adalah Fiqih, Bahasa Arab sekaligus
Nahwunya, lalu Hadits. Dengan pembahasan buku-buku, dalam
bidang fiqih misalnya mereka memakai buku, Sharah Wiqayah dan
juga Kanzad Daqa'iq, lalu dalam hal Hadits mereka pun memakai
buku-buku seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Abi Dawod, Ni
Sai'i', Tirmidzi, Ibnu Majad Tahawi, Muwatha' milik Imam Malik.
Sedangkan bahasa yang digunakannya adalah bahasa Urdu bagi
tingkat pemula dan Bahasa Arab, jika tingkatannya sudah memadai.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan,
khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib
dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat
sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan
tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari
Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah
berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan.
Filipina merupakan salah satu Negara yang terdapat di Asia Tenggara
yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.Islam menjadi agama
minoritas.Meskipun Islam menjadi minoritas, terdapat wilayah yang yang
menjadikan Islam sebagai agama mayoritas yaitu di Filipina bagian
Selatan.Perlu perjuangan untuk menjadikan Islam sebagai agama mayoritas
disana.Banyak Negara yang menjajah negera itu seperti Spanyol dan Amerika,
selain menajah mereka juga sebagai misionaris yang mempersulit untuk
berkembangnya agama Islam.Dengan perjuangan dan persatuan yang tinggi
membuat Negara Filipina wilayah selatan penduduknya merdeka dari penjajah
dan misionaris.
Masyarakat Muslim Di Myanmar pada dasarnya, merupakan
Masyarakat yang telah berdiam diri lama di Myanmar khususnya Arakan,
bahkan telah membangun sebuah kebudayaan dan peradaban disana, dan antara
umat Muslimdan Budha tidak ada perpecahan yang menimbulkan kekerasan.
Namun pada masa kolonialisme perpecahan etnis terjadi sebagai hasil dari
politik adu domba yang kemudian memeras suatu daerah tertentu, sehingga
kekerasan tidak dapat dibendung dan akibatnya hingga masa pasca
kolonialisme. Hal itu pun mempengaruhi pada masalah social, politik, budaya,
ekonomi dan pendidikan. Masalah politik masyarakat minoritas, Islam
khususnya, tidak boleh ikut andil dalam masalah politik di Myanmar, sehingga
suara mereka tidak pernah sampaidi parlemen.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ahm Asy’ari, Akhwan Mukarrom dkk, Pengantar Studi Islam, Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Press, 2008
Kettani M Ali, Minoritas Muslim di dewasa ini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005
Muzani Saiful, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta:
LP3ES, 1993
Tebba Sudirman, Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara: Studi
Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasinya, Bandung: Mizan,1993
Siti Maryam dkk Sejarah Peradaban Islam, Lkis, 2004
Dr. Hamid A. Rabie, Islam Sebagai Kekuatan International, CV. Rosda Bandung
1985
Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Hidayah, 2001
Artikel Sejarah Masuknya Islam di Philipina. oleh Imam nugroho
diwww.duiniaislam.com

27

Anda mungkin juga menyukai