Dhea Puti Andini, Fadhilatur Rohmah, Fauzi Sholihin, Laili Nadhiroh Widya
Sari
ABSTRAK
PENDAHULUAN
METODE
Metode yang digunakan untuk penulisan artikel ilmiah ini yaitu melakukan
wawancara dengan salah satu tokoh agama dan mencari literatur buku yang
bersangkutan dengan perkembangan hukum Islam yang ada di Indonesia. Obyek dalam
wawancara ini yaitu salah satu tokoh agama yang bersedia untuk memberikan
informasi terkait perkembangan hukum Islam di indonesia dan menjelaskan secara
rinci dari awal hingga akhir perkembangan hukum Islam di Indonesia dan menjelaskan
tantang masuknya Islam di Indonesia. Kemudian hasil dari wawancara tersebut dapat
diketahui banyak informasi yangbelum kita ketahui tentang perkembangan Islam di
Indonesia.
Masa Kerajaan
Kerajaan Islam pertama dipulau Jawa yaitu kerajaan Demak yang memiliki
Raja pertama Raden Patah dengan gelar “Senopati Jimbun Ngabdurrahman”. Setelah
Raden Patah wafat digantikan oleh raja-raja berikutnya, yaitu Pangeran Sabrang Lor
atau Patiunus, Trenggono, dan Prawoto. Penyebaran islam di Demak waktu itu dibantu
oleh para Wali Songo. Para imam masjid yang dikenal sebagai penghulu inilah yang
memegang peranan penting bagi pelaksanaan hukum Islam yang berkaitan dengan
masalah-masalah kehidupan dalam masyarakat juga bertindak sebagai panutan
masyarakat. Kemudian dilanjutkan ke kerajaan Mataram, Raja pertama yang berkuasa
yakni Senopati, dilanjutkan oleh puteranya Seda Ing Krapyak, yang kemudian diganti
oleh Sultan Agung. Sebelum Sultan Agung berkuasa, hukum islam tidak banyak
berpengaruh dikalangan kerajaan. Pada masa Sultan Agung hukum Islam mulai hidup
dan berpengaruh besar dikerajaan tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan
berubahnya tatanan hukum di Mataram yang mengadili perkara-perkara yang
membahayakan keselamatan kerajaan. Kemudian terdapat kerajaan Cirebon yang
sudah ada sekitar tahun 1470-1475 M dan Rajanya Syarif Hidayat yang terkenal dengan
gelar “Sunan Gunung Jati”. Hukum islam dikerajaan Cirebon dapat berkembang
dengan baik, terutama hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah
kekeluargaan. Pada saat kepemimpinan Fattahilah seorang tokoh walisongo hukum
islam dikerajaan Cirebon mengalami perkembangan pesat. Pesatnya hukum islam
disana mampu menggesr hukum Jawa kuno sebagai hukum asli penduduk setempat,
apalagi pengaruh hukum Hindu yang juga merupakan hukum pendatang.
Pada masa pemerintahan kerajaan Banten yang dipegang oleh Yusuf, terdapat
ulama yang bernama “Maulana Judda” dari Jedda, Arab. Berkat jasa dari ulama itu
hukum Islam di Banten dapat berkembang lebik baik. Penguasa kedua yang
menggantikan Sunan Gunung Jati, yaitu Hasanuddin yang dilanjutkan oleh Yusuf
kemudian digantikan oleh Muhammad. Perkembangan hukum Islam yang baik
diteruskan oleh Muhammad sebagai penguasa kerajaan Banten. Muhammad telah
melakukan ekspedisi bersenjata ke Palembang guna memperluas daerah islam. Setelah
itu penyebaran Islam masuk di Kerajaan Tuban yang dikuasai sekitar tahun 1500 M
yaitu Aria Wila Tikta. Kerajaan Tuban mempunyai peranan penting bagi penyebaran
Islam di Jawa Timur. Hukum islam disini berkembang dengan baik selain karena
penguasa setempat dan keluarga Kerajaan telah beragama Islam, juga karena terdapat
para ulama yang pada waktu itu berperan sebagai tempat bertanya tentang hukum Islam
yang berhubungan dengan masalah-masalah kehidupan. Penyebaran hukum islam terus
berlanjut ke Kerajaan Gresik pada abad ke 16 kota Gresik menjadi pelabuhan strategis
di Pulau Jawa itulah sebabnya banyak pendatang dari luar diantaranya terdiri atas para
ulama atau orang alim yang berdagang sambil menyebarkan Islam. Menurut cerita
Jawa, Islam masuk di Gresik sudah cukup lama. Hal itu dapat dibuktikan dengan
ditemukannya makam-makan Islam yang sudah tua sekali.
A. Zaman VOC
Belanda pertama kali datang ke Indonesia semula bertujuan untuk
mengembangkan usaha perdagangan, khususnya ingin mendapatkan rempah-rempah
yang harganya sangat mahal di Eropa. Pada tahun 1602, perseroan-perseroan itu
bergabung dan disahkan oleh Staten General Republik (Badan Pemerintah Tertinggi)
dengan persatuan bernama Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pada
perkembangannya, maksud VOC semula hanya untuk berdagang kemudian berubah
haluan menjadi maksud politik, yakni ingin menguasai kepulauan Indonesia. Dalam
melaksanakan perdagangan VOC menerapkan prinsip monopoli, ini sangat sesui
dengan masyarakat adat tradisional yangb mengutamakan gotong-
royong/kekeluargaan. Kemudian muncul perlawanan keras dari masyarkat, sehingga
pada tahun 1798 VOC resmi dibubarkan.
Setelah itu Indonesia dikembalikan oleh Inggris kepada Belanda dalam konvesi
London 13 Agustus 1814 melakukan perubahan semua kebijakan yang merugikan
di bidang hokum. Untuk membatasi ruang gerak ulama dalam mengembangkan
hokum Islam, belanda mengeluarkan keputusan Raja 4 Februari 1859 No. 78 yang
menugaskan kepada Gubernur Jendral untuk mencampuri masalah agama dan
ordonasi yang mengatur maslah ibadah haji lebih ketat dari pada sebelumnya.
Bersamaan dengan berlakunya ordonasi itu, Belanda gencar melakukan kristenisasi
pada pribumi yang begara Islam. Harapan Belanda ini ternyata meleset, keislaman
pribumi bukannya tambah menipis tetapi justru semakin bertambah ketaatannya
kepada hokum Islam. Kenyataan ini diakui oleh Prof.Mr.lodewyk Williem
Chirstiaan Van Den Berg dalam terotinya “Receptio in Complexie” bahwa hukumj
mengikuti agama yang dianut jika orang itu memeluk agama Islam, hokum Islam
lah yang berlaku. Carl Frederik Winter seorang ahli tertua mengenai Jawa-avinici
(1799-1859) mengakui berlakunya hokum Islam di nusantara. Begitu pula Solomon
Keyzer (1823-1868) seorang ahli kebudayaan Hindia Belanda menulis banyak
tentang islam di Jawad an menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Belanda.
SIMPULAN
Pada masa Orde Lama sementara kaum muslim di era ini perlu sedikit
merunduk dalam memperjuangkan cita-citanya. Meskipun hukum Islam adalah
salah satu kenyataan umum yang selama ini hidup di Indonesia, dan atas dasar itu
Tap MPRS tersebut membuka peluang untuk memposisikan hukum Islam
sebagaimana mestinya, dan peran hukum Islam di era ini pun kembali tidak
mendapatkan tempat yang semestinya. Apalagi kemudian Orde Baru, meskipun
kedudukan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum nasional tidak begitu
tegas di masa awal Orde ini, namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap terus
dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang menteri
agama dari kalangan NU, sehingga penegasan terhadap berlakunya hukum Islam
semakin jelas ketika UU no. 14 Tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan.
Kemudian di era Reformasi ini hukum Islam mulai menempati posisinya. Salah satu
buktinya Lahir Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 Terutama pada Pasal 2 ayat 7 dan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe Aceh
Darussalam tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002. Dengan
demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem hukum Islam
untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan
langkah-langkah pembaruan, dan bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber
dan berlandaskan sistem hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma
hukum positif yang berlaku dalam hukum Nasional kita.
DAFTAR RUJUKAN
Daud, Muhammad. 2012. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di
Hanafi, Ahmad. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang),
1977.
Sumitro, Warkum. 2016. Hukum Islam. Setara Press Kelompok Intrans Pulbishing :
Jakarta.