Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA SEJAK

MASA KERAJAAN ISLAM SAMPAI SEKARANG

Dhea Puti Andini, Fadhilatur Rohmah, Fauzi Sholihin, Laili Nadhiroh Widya
Sari

Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Univesitas Negeri Malang,

Jl. Semarang No. 5 Malang, Email : fauzymufc@gmail.com, 085745837433

ABSTRAK

Hukum Islam merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan


hukum yang dari dan menjadi bagian agama Islam. Hukum islam
mengalami perkembangan sejak masa sebelum kolinial hingga
sekarang ini. Pengumpulan data yang dilakukan ini bertujuan untuk
mengetahui sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia mulai
dari masa sebelum kolonial sampai sekarang secara menyeluruh.
metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini yaitu dengan
melakukan wawancara bersama salah satu tokoh agama dan dengan
literatur buku. Sehingga dengan ini dapat diketahui perkembangan
hukum Islam yang ada di Indonesia. Karena hukum Islam telah ada
sudah dari masa sebelum kolonial hingga masa sekarang, akan tetapi
banyak mengalami perubahan dari masa ke masa. Namun, kita
sebagai warga negara Indonesia selain melaksanakan hukum yang
ada di Indonesia terutama hukum islam juga harus mengetahui
perkembangan hukum tersebut yang dapat berlaku hingga sekarang.
Kata kunci : sejarah, hukum Islam

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan sebuah negara yang penduduknya mayoritas beragama


Islam.Dalam agama Islam tedapat system hokum yang membatasi setiap tingkah laku
seseorang yaitu hukum Islam.Menurut Daud (2012) Hukum Islam adalah hukum yang
dari dan menjadi bagian agama Islam. Sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa
istilah kunci. Yang dimaksud adalah istlah-istilah (1) hukum, (2) hukm dan ahkam, (3)
syariah atau syariat, (4) fiqih atau fiqh dan beberapa kata lainnya. Pada saat ini hokum
slam di indonesia mengalami perkembangan dari jaman ke jaman. Sejarah
perkembangan hukum Islam tidak selalu berjalan sesuai keinginan.Namun, terdapat
banyak hambatan yang terjadi dalam penyebaran hukum Islam di Indonesia.

Penyebaran hukum Islam dalam sejarah Islam di Indonesia dilakukan oleh


tokoh agama seperti ulama-ulama, walisongo, tokoh terkemuka dan lain-lain.Hal ini
dapat memudahkan jalannya penyebaran hukum Islam dalam masyarakat dengan
berbagai jalur.Menurut Daud (2012) Masuknya Islam ke Indonesia melalui jalur-jalur
yang pada waktu itu menjadi kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan sosial maupun
ekonomi. Jalur-jalur itu antara lain sebagai berikut : (1) jalur perdagagan dan
perkawinan, (2) jalur pendidkan, (3) jalur tarekat, (4) jalur kesenian, (5) jalur politik.
Dengan adanya jalur-jalur tersebut sangat memudahkan dalam penyebaran hukum
Islam di Indonesia.

Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada awalnya terjadi sebelum masa


Kolonial yaitu ke kerajaan-kerajaan Islam di nusantara.Dengan dibantu oleh tokoh-
tokoh agama dengan berbagai metode.Setelah melakukan penyebaran di nusantara,
hukum Islam berkembang pada masa Kolonial dan diawali dengan masuknya Belanda
ke Indonesia.Keadaan hukum Islam pada zaman VOC dapat dikatakan lebih maju
daripada sebelumnya, karena telah terhimpun dalam beberapa kitab hukum.Kemudian
perkembangan hukum Islam berlanjut pada masa penjajahan Jepang dan mejelang
kemerdekaan. Belanda maupun Jepang memiliki tujuan yang sama yaitu ingin
mengeksploitasi umat Islam sebagai penduduk mayoritas untuk memeprcepat maksud
mereka menguasai bumi nusantara. Perkembangan hukum Islam tidak berhenti disini
saja, namun terus berlanjut ke masa Orde Lama dan Orde Baru hingga berlanjur pada
Era Reformasi. Dapat dilihat bahwa hukum Islam yang ada di Indonesia terus
mengalami kemajuan dari masa ke masa. Sehingga sebagai warga negara Indonesia
seharusnya dapat mempertahankan keberadaan hukum Islam di Indonesia.

METODE

Metode yang digunakan untuk penulisan artikel ilmiah ini yaitu melakukan
wawancara dengan salah satu tokoh agama dan mencari literatur buku yang
bersangkutan dengan perkembangan hukum Islam yang ada di Indonesia. Obyek dalam
wawancara ini yaitu salah satu tokoh agama yang bersedia untuk memberikan
informasi terkait perkembangan hukum Islam di indonesia dan menjelaskan secara
rinci dari awal hingga akhir perkembangan hukum Islam di Indonesia dan menjelaskan
tantang masuknya Islam di Indonesia. Kemudian hasil dari wawancara tersebut dapat
diketahui banyak informasi yangbelum kita ketahui tentang perkembangan Islam di
Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masa Kerajaan

Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa kerajaan pertama kali


masuk yaitu Kerajaan Samudera Pasai.Samudera Pasai merupakan kerajaan pertama
kali yang menerima pengaruh hukum Islam dari nusantara. Kerajaan ini didirikan pada
abad sekitar 13 M, Raja pertama kali yang memimpin Kerajaan Samudera Pasai adalah
Sultan Malik Al-Saleh.Berkembangnya Islam di Samuder Pasai didukung oleh berita
Cina dan pendapat Ibnu Batutah seorang pengembara terkenal asal Maroko. Kerajaan
ini merupakan tempat strategis untuk perdagangan melalui transportasi laut.Adapun
mazhab (aliran) hukum Islam yang berkembang dikerajaan samudera pasai yaitu
mazhab Syafi’i dan disebarkan ke kerajaan-kerajaan lainnya di Indonesia. Bahkan
sekitar tahun 1400-1500 M, para ahli hukum Islam Malaka datang ke Samudera Pasai
untuk meminta keputusan mengenai berbagai masalah hukum dalam masyarakat.
Kerajaan Islam yang kedua yaitu kerajaan Aceh yang dikenal pula dengan kerajaan
Aceh Pider. Raja yang berkuasa pertama kali yaitu Ali Mukhayatsyah. Dibawah
kepemimpinan beliaulah kerajaan Aceh dapat berkembang dengan baik, terutama
dibidang perdagangan. Terbukanya jalur perdagangan antar pulau (yang tidak perlu
lagi melalui Malaka), hal itu memudahkan para pedagang muslim untuk menyebarkan
agama Islam dan memperdalam hukum Islam. Masa kejayaan Kerajaan Aceh terjadi
pada masa Sultan Alaudin Riayat Syah berkuasa. Mazhab hukum islam yang
berkembang di kerajaan Aceh yaitu mazhab syafi’i, yang pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda memiliki seorang mufti terkemuka bernama Syekh Abdul Ra’uf
Singkel. Dalam penyebaran hukum islam di Aceh terdapat seorang ulama besar
Nurrudin Arraniri dengan karyanya sebuah kitab “Sirathal Mustaqim” yang digunakan
sebagai media penyebaran Islam dan sebagai pedoman bagi guru-guru agama dan
Qodhi.

Kerajaan Islam pertama dipulau Jawa yaitu kerajaan Demak yang memiliki
Raja pertama Raden Patah dengan gelar “Senopati Jimbun Ngabdurrahman”. Setelah
Raden Patah wafat digantikan oleh raja-raja berikutnya, yaitu Pangeran Sabrang Lor
atau Patiunus, Trenggono, dan Prawoto. Penyebaran islam di Demak waktu itu dibantu
oleh para Wali Songo. Para imam masjid yang dikenal sebagai penghulu inilah yang
memegang peranan penting bagi pelaksanaan hukum Islam yang berkaitan dengan
masalah-masalah kehidupan dalam masyarakat juga bertindak sebagai panutan
masyarakat. Kemudian dilanjutkan ke kerajaan Mataram, Raja pertama yang berkuasa
yakni Senopati, dilanjutkan oleh puteranya Seda Ing Krapyak, yang kemudian diganti
oleh Sultan Agung. Sebelum Sultan Agung berkuasa, hukum islam tidak banyak
berpengaruh dikalangan kerajaan. Pada masa Sultan Agung hukum Islam mulai hidup
dan berpengaruh besar dikerajaan tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan
berubahnya tatanan hukum di Mataram yang mengadili perkara-perkara yang
membahayakan keselamatan kerajaan. Kemudian terdapat kerajaan Cirebon yang
sudah ada sekitar tahun 1470-1475 M dan Rajanya Syarif Hidayat yang terkenal dengan
gelar “Sunan Gunung Jati”. Hukum islam dikerajaan Cirebon dapat berkembang
dengan baik, terutama hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah
kekeluargaan. Pada saat kepemimpinan Fattahilah seorang tokoh walisongo hukum
islam dikerajaan Cirebon mengalami perkembangan pesat. Pesatnya hukum islam
disana mampu menggesr hukum Jawa kuno sebagai hukum asli penduduk setempat,
apalagi pengaruh hukum Hindu yang juga merupakan hukum pendatang.

Pada masa pemerintahan kerajaan Banten yang dipegang oleh Yusuf, terdapat
ulama yang bernama “Maulana Judda” dari Jedda, Arab. Berkat jasa dari ulama itu
hukum Islam di Banten dapat berkembang lebik baik. Penguasa kedua yang
menggantikan Sunan Gunung Jati, yaitu Hasanuddin yang dilanjutkan oleh Yusuf
kemudian digantikan oleh Muhammad. Perkembangan hukum Islam yang baik
diteruskan oleh Muhammad sebagai penguasa kerajaan Banten. Muhammad telah
melakukan ekspedisi bersenjata ke Palembang guna memperluas daerah islam. Setelah
itu penyebaran Islam masuk di Kerajaan Tuban yang dikuasai sekitar tahun 1500 M
yaitu Aria Wila Tikta. Kerajaan Tuban mempunyai peranan penting bagi penyebaran
Islam di Jawa Timur. Hukum islam disini berkembang dengan baik selain karena
penguasa setempat dan keluarga Kerajaan telah beragama Islam, juga karena terdapat
para ulama yang pada waktu itu berperan sebagai tempat bertanya tentang hukum Islam
yang berhubungan dengan masalah-masalah kehidupan. Penyebaran hukum islam terus
berlanjut ke Kerajaan Gresik pada abad ke 16 kota Gresik menjadi pelabuhan strategis
di Pulau Jawa itulah sebabnya banyak pendatang dari luar diantaranya terdiri atas para
ulama atau orang alim yang berdagang sambil menyebarkan Islam. Menurut cerita
Jawa, Islam masuk di Gresik sudah cukup lama. Hal itu dapat dibuktikan dengan
ditemukannya makam-makan Islam yang sudah tua sekali.

Kerajaan Banjar sebagai Kerajaan Islam di Kalimantan Selatan di kuasai


Pangeran Suriansyah/ Sultan Suryanullah sebagai raja pertama. Hukum Islam yang
berkembang tidak jauh berbeda dengan hukum Islam di Jawa karena sebelum Islam
datang masyarakat Banjar sudah di dasari oleh unsur mistik atau ajaran animisme.
Kentalnya perkembangan hukum Islam ini dibuktikan dengan terbentuknya para mufti
dan qadhi yang bertugas menangani masalah-masalah bidang hukum keluarga, hukum
pidana yang kemudian di kodifikasi sederhana yang disebut dengan undang-undang
Sultan Adam. Terakhir, Kerajaan Islam di Kalimantan Timur yaitu Kerajaan Kutai.
Pernyebaran Islam ini dimulai pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Untuk
memperkuat agama Islam kemudian didirikan masjid dan dilakukan kajian
pengislaman. Pada mulanya, pengislaman di Kutai dilakukan di lingkungan penguasan
kerajaan, baru kemudian diteruskanoleh rakyat dan sampai ke daerah pedalaman.

Perkembangan Hokum Islam Di Tengah Dinamika Dunia Social Politik


Penjajahan Belanda

A. Zaman VOC
Belanda pertama kali datang ke Indonesia semula bertujuan untuk
mengembangkan usaha perdagangan, khususnya ingin mendapatkan rempah-rempah
yang harganya sangat mahal di Eropa. Pada tahun 1602, perseroan-perseroan itu
bergabung dan disahkan oleh Staten General Republik (Badan Pemerintah Tertinggi)
dengan persatuan bernama Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pada
perkembangannya, maksud VOC semula hanya untuk berdagang kemudian berubah
haluan menjadi maksud politik, yakni ingin menguasai kepulauan Indonesia. Dalam
melaksanakan perdagangan VOC menerapkan prinsip monopoli, ini sangat sesui
dengan masyarakat adat tradisional yangb mengutamakan gotong-
royong/kekeluargaan. Kemudian muncul perlawanan keras dari masyarkat, sehingga
pada tahun 1798 VOC resmi dibubarkan.

Dalam memperkuat misinya di bidang politik, VOC membentuk badan


peradilan “ College Van Schepenen” atau “schepenbanki” di Batavia. Akan tetap[I
dlaam kenyataannya masyarakat lebih memilih mencari keadilan di peradilan adat
karena lebih efektif. Berdasarkan kenyataan itu, pada tahun 1642 VOC membentuk
“statuta Batavia” yaitu mengenai kewarisan orang-orang Indonesia yang beragama
Islam harus menggunakan hokum Islam yaitu hokum yang dipakai rakyat sehari-hari.
Tahun 1760 VOC, D.W.Freijer membentuk kitab hokum “Compendiun Freijer” yang
memuat hokum perkawinan dan kewarisan Islam.selain itu kitab hokum “Mugharaer”
yang berlaku di Pengadilan Negeri Semarang. Kitab hokum “Papaken Cirebon” berisi
kumpulan hokum Jawa Kuno yang semula kompilasi hokum Hindu kemudian berubah
akibat adanya pengaruh hokum Islam. Begitu juga peraturan-peraturan yang ada di
Bone dan Goa Sulawesi Selatan atas prakarsa B.J.D.Clootwijk. Keadaan hokum Islam
pada zaman VOC dapat dikatakan lebih maju dari pada sebelumnya karena telah
terhimpun dalam beberapa kitab hokum.

B. Zaman pemerintah colonial belanda/disela Inggris


1. Rekayasa colonial belanda tentang berlakunya hokum Islam di Indonesia
Sejak pemerintah colonial Belanda bekuasa di Indonesia, hokum Islam mulai
berubah secara berangsur-angsur mulai dibatasi, karena menurutnya jika dibiarkan
berlangsung bagi pribumi dikhawatirkan akan membentuk kekuatan untuk merdeka.
Tahun 1807 pada masa pemerintahan Mr. Herman William Daendles melalukan
perubahan dan mengeluarkan “Charter” peraturan perihal (hokum) rakyat pribumi
yakni hokum Islam dan hokum adat tetap dipertahankan dalam sehari-hari. Pada
masa Inggris berkuasa Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) mengeluarkan
maklumat 27 Januari 1812 yang menegaskan bahwa pribumi harus mematuhi
hokum Eropa. Akan tetapi semua itu tidak berjalan dan ia membiarkan berlakunya
hokum Islam bagi pribumi.

Setelah itu Indonesia dikembalikan oleh Inggris kepada Belanda dalam konvesi
London 13 Agustus 1814 melakukan perubahan semua kebijakan yang merugikan
di bidang hokum. Untuk membatasi ruang gerak ulama dalam mengembangkan
hokum Islam, belanda mengeluarkan keputusan Raja 4 Februari 1859 No. 78 yang
menugaskan kepada Gubernur Jendral untuk mencampuri masalah agama dan
ordonasi yang mengatur maslah ibadah haji lebih ketat dari pada sebelumnya.
Bersamaan dengan berlakunya ordonasi itu, Belanda gencar melakukan kristenisasi
pada pribumi yang begara Islam. Harapan Belanda ini ternyata meleset, keislaman
pribumi bukannya tambah menipis tetapi justru semakin bertambah ketaatannya
kepada hokum Islam. Kenyataan ini diakui oleh Prof.Mr.lodewyk Williem
Chirstiaan Van Den Berg dalam terotinya “Receptio in Complexie” bahwa hukumj
mengikuti agama yang dianut jika orang itu memeluk agama Islam, hokum Islam
lah yang berlaku. Carl Frederik Winter seorang ahli tertua mengenai Jawa-avinici
(1799-1859) mengakui berlakunya hokum Islam di nusantara. Begitu pula Solomon
Keyzer (1823-1868) seorang ahli kebudayaan Hindia Belanda menulis banyak
tentang islam di Jawad an menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Belanda.

2. Pengaruh politik Islam Snouck Hurgronje terhadap perkembangan hokum islam di


tanah air
Kedatangan Cristian Snouck Hurgronje seorang penasihat pemerintah Belanda
sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan hokum Islam pada masa-masa
berikutnya. Dalalam buku hasil tesis penelitiannya “De Atjehers” untuk daerah
Aceh dan “De Gajoland”. Isinya bahwa kedua daerah itu memberlakukan hokum
adat bukan hokum islam (hokum Islam itu dapat memiliki kekuatan hokum apabila
sudah diterima hokum adat). Tesis ini dikenal dengan teori “Receptie”. Selain, itu
ia juga menerapkan sikap politik Islamnya, yang mempersempit peluang bagi orang
Islam untuk bangkit menyingkirkan penjajah.
 Belanda memeberikan kebebasan orang Islam untuk melakukan ibadah sepanjang
tidak mengganggu kekuasaan Belanda
 Belanda harus memberikan kesempatan orang-orang islam untuk bermuamalah
(hubungan antar sesama manusia).
 Belanda tidak memberi peluang kepada orang-orang Islam untuk melakukan
gerakan pan-Islam (politik).

Di samping, tindakan nyata Belanda untuk menghambat berlakunya hokum


Islam melalui diadakannya lembaga “Executoire Verklairing”, artinya setiap
putusan peradilan agam bisa mempunyai kekuatan hokum apabila mendapat
persetujuan dari Landraad (pengadilan negeri) atau menempatkan kedudukan
peradilan agama di bawah peradilan umum. Meski demikian, masyarakat Jawa dan
Kalimantan Selatan memilih membawa dan menyelesaikan perkaranya ke peradilan
agama. Alasannya karena kebiasaan, mereka anggap apapun yang diputuskan
pengadilan agama itu lebih tepat dan benar sesuai dengan ajaran Islam, cara
penyelesaiannya lebih mudah, cepat tidak terlalu procedural, fleksibel dan
kekeluargaan.

3. Perlawanan raja-raja islam terhadap politik Belanda


Perang Padri di Minangkabau ini diawali dengan kedatangan kelompok ulama
permbaruan (H.Miskin, H.Semanik, H.Siobang) yang ingin memurnikan ajaran
hokum Islam dengan ulama-ulama tradisonal yang kental dengan tradisinya.
Kemudian berkembang menjadi perjuangan untuk mengusir penjajah. Meskipun
perang ini kalah di tangan Belanda tetapi gerakan tersebut berhasil memperkuat
posisi agama disamping adat sehingga terjadi asimilasi doktrin agama di dalam adat
Minangkabau. Ini tercermin pada pepatah “Adat bersendi Syara’ dan Syara’
bersendi Kitabullah”, artinya hokum adat harus berdasarkan Al-Qur’an. Kedua
adanya perang Diponegoro. Sikap pangeran Diponegoro dalam mempertahankan
hokum Islam sangat jelas. Sikapnya yang tetap konsisten dan bersikeras untuk
membentuk perang sebagai perlawanan terhadap Belanda yakni pertama
mendirikan masyarakat yang bersendikan agama Islam. Kedua mengembalikan
keluhuran adat Jawa yang bersih dari pengaruh Barat.
Selanjutnya, bentuk perlawanan rakyat terbesar yang terjadi adalah di Aceh,
karena seluruh rakyat Aceh terlibat sacara aktif melawan kolonial. Perang Aceh ini
berkecamuk diawali dengan sikap Sultan Aceh yang menentang isi kontrak antara
Aceh dengan pemerintah Belanda yang ingin melakukan perdagangan bebas dan
memperluas daerah kekuasaannya di Aceh. Keberadaan Belanda ini sangat
merugikan bagi masa depan rakyat Aceh dari segi politik dan ekonomi yang selalu
berupaya mengkafirkan penduduk nusantara. Dalam perang itu akhirnya Teuku
Umar gugur, dilanjutkan oleh isterinya Cut Nyak Dien. Sedangkan Sultan tertawan
dan Panglima Polim menyerah. Namun hal itu, tidak membuat rakyat Aceh
menyerah. Dibawah pimpinan para ulama dan semangat rakyat Aceh dalam
memberikan perlawanan, Belanda pun keluar dari Indonesia pada tahun 1942.
Bersamaan dengan semangat perang mereka, misi penyebaran & pengembangan
hukum Islam masih terus berlangsung, dengan ditopangnya oleh media cetak berupa
buku yang ditulis Ibnu Hajar Al Haitimi dan Al-Ramli, Syekh Taher Djalaludin,
Mohammad Abduh, Syekh Nawawi, Syekh Ahmad Khatib, Syekh Muhammad
Djamil Djambek, Haji Abdul Karim Amrullah, Haji Abdullah Ahmad, Syekh
Ibrahim dan Zainuddin Labai Al-Janusi. Peraan para ulama tersebut sangat penting
bagi perkembangan hukum Islam, karena selain sebagai narasumber dan tempat
bertanya bagi masyarakatnya, tetapi menyebarluaskan hukum Islam lewat lembaga-
lembaga pendidikan formal maupun informal. Para ulama itu pula yang banyak
mengisi artikel/ulasan-ulasan hukum islam di berbagai media cetak yang ada.

Perkembangan Hukum Islam Di Tengah Dinamika Sosial Politik Penjajahan


Jepang Dan Menjelang Kemerdekaan
Pada tahun 1942 setelah Belanda meninggalkan bumi Indonesia sebagai akibat
dari pecahnya perang pasifik. Kemudian Jepang datang ke Indonesia, dan
kedatangannya sangat disambut dengan senang hati dengan seluruh bangsa
Indonesia termasuk sebagian besar umat Islam. Walau sebenaranya Jepang masuk
Indonesia memiliki tujuan sama dengan Belanda yang waktu itu telah menjajah
Indonesia ratusan tahun yaitu ingin mengeksploitasi umat Islam sebagai penduduk
mayoritas untuk mempercepat menguasai nusantara ini. Akan tetapi, masing-masing
memiliki kebijakan berbeda. Kalau Belanda tidak memberi peluang kepada orang-
orang Islam untuk bergerak di bidang politik, di khawatirkan akan terpengaruh oleh
gerakan “Pan-Islam”, di bidang hukum dan peradilan Belanda juga menghalang-
halangi berlakunya hukum Islam di peradilan agama dengan berbagai peraturan
yang telah dibuat. Berbeda dengan Jepang, dia megklaim dirinya sebagai saudara
untuk rakyat Indonesia. kebijakanya berusaha merangkul pemimpin Islam untuk
diajak bekerjasama dan memobilisasi seluruh penduduk termasuk para pemimpin
Islam yang dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan latihan-latihan
militer dalam rangka mempercepat tercapainya tujuan-tujuan perang. Kelannjutan
politinya secara bertahap, Jepang mengakui kembali organisasi-organisasi Islam
yang sebelumnya di bekukan dan memberi motivasi kepada kalangan Islam untuk
mendirikan organisasi-organisasi Islam baru. Tujuannya tidak lain untuk
kepentingan jajahannya. Namun disisi lain ini berdampak positif pada orang-orang
Islam dalam menyebarkan hukum Islam ke berbagai lapisan masyarakat.

Pada awal kekuasaannya di Indonesia, Jepang membentuk Shumubu/shumuka


(Kantor Departemen Agama) di Ibukota Jakarta yang diketuai pertama orang
Jepang yaitu Kolonel Hara kemdian digantikan Husen Djajadiningrat dan
dilanjutkan oleh K.H.Hasyim Asy/ariuntuk menarik simpati para pemimpin Islam.
Kemudian didirikannya Hizbullah semacam organisasi militer bagi pemuda Islam,
dan organisasi federasi Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Masyumi
dibentuk untuk mendukung pemerintah Jepang, namun oleh K.H.Hasyim Asy’ari
memiliki komitmen yang kuat dalam menyelamatkan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Denga demikian, jepang menjadikan organisasi ini sebagai “boneka”
sepenuhnya tidak berhasil. Bahkan setelah Jepang keluar dari Indonesia, Masyumi
tidak ikut bubar dan turut mewarnai percaturan politik Indonesia. Kebijakan Jepag
terhadap peradilan agam masih tetap meneruskan kebijakan belanda yang tertuang
dalam peraturan peralihan pasal 3 Undang-Undang Bala Tentara Jepang (osamu
saire) tanggal 7 maret 1942 No.1 hanya terdapat perubahan nama pengadilan agama
tingkat pertama “sooryoo hooim” dan Mahkamah Konstitusi, sedangkan peradilan
tingkat bandig “kaikyo kootoohoin”, karena singkatnya waktu berkuasa di
Indonesia, maka jepang tidak sempat membuat peraturan yang berkenaan dengan
pengadilan.

Pergulatan Mengangkat Hukum Islam dalam Masa Persiapan Kemerdekaan

Dalam masa persiapan kemerdekaan Indonesia , Jepang memebentuk BPUPKI


(Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk menyusun
undang-undang dasar negara , para pemimpin Islam menuntut tegas bahwa negara
Indonesia dibentuk harus mendukung kedudukan hokum islam. Memang Islam
sendiri tidak memeberikan contoh baku tentang system pemerintahan, tetapi
memberikan seperangkat prinsip tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Pada
Pancasila di sila pertama di rumuskan yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya “. Kemudian pada saat
dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dalam persidangannya
dihapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yaitu kata Allah dalam Mukaddimah
diganti dengan Tuhan. Hal ini merupakan pengorbanan yang tidak kecil nilainya
untuk kepentingan besar yaitu persatuan bangsa. Namun golongan islam tetap
berpendapat bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa itu merupakan nama lain dari tauhid
menurut Islam, sebab hanya Islamlah yang mengenal tauhid. Semangat tauhid yang
tersirat dan tersurat dalam Piagam Jakarta itulah yang kemudian menjadi pijakan
bagi berlakunya hokum islam di Indonesia pada masa-masa berikutnya.

Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru


Orde Lama adalah eranya kaum nasionalis dan komunis. Sementara kaum
muslim di era ini perlu sedikit merunduk dalam memperjuangkan cita-citanya. Salah
satu partai yang mewakili aspirasi umat Islam kala itu, Masyumi harus dibubarkan
pada tanggal 15 Agustus 1960 oleh Soekarno, dengan alasan tokoh-tokohnya
terlibat pemberontakan (PRRI di Sumatera Barat). Sementara NU –yang kemudian
menerima Manipol Usdek-nya Soekarno[27]- bersama dengan PKI dan PNI
kemudian menyusun komposisi DPR Gotong Royong yang berjiwa Nasakom.
Berdasarkan itu, terbentuklah MPRS yang kemudian menghasilkan 2 ketetapan,
salah satunya adalah tentang upaya unifikasi hukum yang harus memperhatikan
kenyataan-kenyataan umum yang hidup di Indonesia. Meskipun hukum Islam
adalah salah satu kenyataan umum yang selama ini hidup di Indonesia, dan atas
dasar itu Tap MPRS tersebut membuka peluang untuk memposisikan hukum Islam
sebagaimana mestinya, namun lagi-lagi ketidakjelasan batasan “perhatian” itu
membuat hal ini semakin kabur. Dan peran hukum Islam di era inipun kembali tidak
mendapatkan tempat yang semestinya.
Menyusul gagalnya kudeta PKI pada 1965 dan berkuasanya Orde Baru, banyak
pemimpin Islam Indonesia yang sempat menaruh harapan besar dalam upaya politik
mereka mendudukkan Islam sebagaimana mestinya dalam tatanan politik maupun
hukum di Indonesia. Apalagi kemudian Orde Baru membebaskan bekas tokoh-
tokoh Masyumi yang sebelumnya dipenjara oleh Soekarno. Namun segera saja,
Orde ini menegaskan perannya sebagai pembela Pancasila dan UUD 1945. Bahkan
di awal 1967, Soeharto menegaskan bahwa militer tidak akan menyetujui upaya
rehabilitasi kembali partai Masyumi.
Lalu bagaimana dengan hukum Islam? Meskipun kedudukan hukum Islam
sebagai salah satu sumber hukum nasional tidak begitu tegas di masa awal Orde ini,
namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap terus dilakukan. Hal ini
ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang menteri agama dari kalangan
NU, yang mencoba mengajukan Rancangan Undang-undang Perkawinan Umat
Islam dengan dukunagn kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR. Meskipun gagal, upaya
ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan hukum formil yang
mengatur lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya ini kemudian
membuahkan hasil dengan lahirnya UU No.14/1970, yang mengakui Pengadilan
Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk pada Mahkamah Agung.
Dengan UU ini, dengan sendirinya menurut Hazairin, hukum Islam telah berlaku
secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri.
Penegasan terhadap berlakunya hukum Islam semakin jelas ketika UU no. 14
Tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan. Hal ini kemudian disusul dengan
usaha-usaha intensif untuk mengompilasikan hukum Islam di bidang-bidang
tertentu. Dan upaya ini membuahkan hasil saat pada bulan Februari 1988, Soeharto
sebagai presiden menerima hasil kompilasi itu, dan menginstruksikan
penyebarluasannya kepada Menteri Agama.

Hukum Islam di Era Reformasi


Soeharto akhirnya jatuh.Gemuruh demokrasi dan kebebasan bergemuruh di
seluruh pelosok Indonesia.Setelah melalui perjalanan yang panjang, di era ini
setidaknya hukum Islam mulai menempati posisinya secara perlahan tapi
pasti.Lahirnya Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan semakin membuka peluang lahirnya aturan
undang-undang yang berlandaskan hukum Islam. Terutama pada Pasal 2 ayat 7 yang
menegaskan ditampungnya peraturan daerah yang didasarkan pada kondisi khusus
dari suatu daerah di Indonesia, dan bahwa peraturan itu dapat mengesampingkan
berlakunya suatu peraturan yang bersifat umum.
Lebih dari itu, disamping peluang yang semakin jelas, upaya kongkrit
merealisasikan hukum Islam dalam wujud undang-undang dan peraturan telah
membuahkan hasil yang nyata di era ini.Salah satu buktinya adalah Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe Aceh Darussalam tentang
Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002.
Dengan demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem
hukum Islam untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat
melakukan langkah-langkah pembaruan, dan bahkan pembentukan hukum baru
yang bersumber dan berlandaskan sistem hukum Islam, untuk kemudian dijadikan
sebagai norma hukum positif yang berlaku dalam hukum Nasional kita.

SIMPULAN

Berkembangnya hukum islam di Indonesia di awali dengan masukknya


ajaran agama Islam di berbagai Kerajaan-Kerajaan di wilayah Nusantara. Seperti
kerajaan Samudra Pasai pada abad ke 13 M, kemudian dari sinilah hukum islam
berkembang ke kerajaan-kerajaan lainnya yaitu kerajaan Malaka, Kerajaan Aceh
Pider, Kerajaan Demak, kerajaan Mataram, kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten,
kerajaan Tuban, Kerajaan Gresik, Kerajaan Banjar, Kerajaan Kutai. Dalam proses
berkembangnya hukum Islam yang masuk ke nusantara selalu dapat diterima baik
oleh pribumi, karena hukum islam masuk dengan cara yang halus/jalur perdagangan,
perkawinan atau melalui proses akulturasi kebadayaan Islam dengan kebudayaan
adat tradisional masyarakat setempat. Kemudian pada tahun 1602 Belanda masuk
ke Indonesia melalui organisasinya yaitu VOC. Tujuannya tidak lain untuk
mengeksploitasi hasil bumi rakyat Indonesia serta memonopoli dalam hal
perdagangan. Selain itu dalam bidang politik, Belanda ingin menguasai kursi
pemerintahan dan di bidang hukum dan peradilan Belanda juga menghalang-halangi
berlakunya hukum Islam di peradilan agama dengan berbagai peraturan yang telah
dibuat dengan hukum kolonial dengan cara mengkristenisasi pribumi. Namun,
harapan Belanda ini ternyata meleset, keislaman pribumi bukannya tambah menipis
tetapi justru semakin bertambah ketaatannya kepada hokum Islam. Hal ini di
buktikan dengan adanya bentuk perlawanan rakyat Indonesia untuk mengusir
Belanda seperti Perang Padri, Perang Diponegoro, Perang Aceh. Setelah itu di tahun
1942 Jepang masuk ke Indonesia yang sebenarnya tujuannya sama dengan Belanda
yang ingin menguasai Indonesia, akan tetapi Jepang dalam kebijakannya lebih
berusaha mengakui dan memotivasi kalangan orang-orang untuk mendirikan
organisasi-organisasi Islam. Dan ini sangat berdampak positif dalam penyebaran
hukum Islam.

Pada masa Orde Lama sementara kaum muslim di era ini perlu sedikit
merunduk dalam memperjuangkan cita-citanya. Meskipun hukum Islam adalah
salah satu kenyataan umum yang selama ini hidup di Indonesia, dan atas dasar itu
Tap MPRS tersebut membuka peluang untuk memposisikan hukum Islam
sebagaimana mestinya, dan peran hukum Islam di era ini pun kembali tidak
mendapatkan tempat yang semestinya. Apalagi kemudian Orde Baru, meskipun
kedudukan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum nasional tidak begitu
tegas di masa awal Orde ini, namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap terus
dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang menteri
agama dari kalangan NU, sehingga penegasan terhadap berlakunya hukum Islam
semakin jelas ketika UU no. 14 Tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan.
Kemudian di era Reformasi ini hukum Islam mulai menempati posisinya. Salah satu
buktinya Lahir Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 Terutama pada Pasal 2 ayat 7 dan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe Aceh
Darussalam tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002. Dengan
demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem hukum Islam
untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan
langkah-langkah pembaruan, dan bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber
dan berlandaskan sistem hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma
hukum positif yang berlaku dalam hukum Nasional kita.
DAFTAR RUJUKAN

Daud, Muhammad. 2012. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di

Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Hanafi, Ahmad. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang),

1977.

Sumitro, Warkum. 2016. Hukum Islam. Setara Press Kelompok Intrans Pulbishing :

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai