Setelah Kemerdekaan
Nurmawati (nrmawti01@gmail.com)
ABSTRACT
arrival of Islam to Indonesia in its history. After Islam entered Indonesia, its
followers have followed and practiced Islamic law in this region of the archipelago.
The Dutch colonial government recognized the existence of Islamic law that applied
among the people. The Dutch government realized that Islam was one of the pillars
of strength that could resist Dutch political policies. Therefore, the Netherlands
changed its policy by stipulating that Islamic law would apply if it was recognized by
local customs. The struggle of Indonesian Islamic legal scholars to change this policy
resulted in the impact that customary laws that conflicted with Islamic law would be
significant development. This sign is that regulations have been implemented by the
ABSTRAK
salah satu pilar kekuatan yang dapat melakukan perlawanan terhadap kebijakan
politik Belanda. Oleh sebab itu, Belanda mengubah kebijakannya dengan menetapkan
bahwa hukum Islam akan berlaku jika telah diakui oleh adat istiadat setempat.
menghasilkan dampak bahwa hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam
akan ditolak oleh umat Islam. Setelah itu, setelah kemerdekaan, hukum Islam
penduduknya memeluk agama Islam. Sebagian hukum Islam telah berlaku di wilayah
dalam Papakeum Cirebon adalah suatu indikasi yang jelas. Kerajaan Sultan di Aceh,
kerajaan Pasai, Pagar Ruyung dengan Dang Tuanku Bundo Kanduang, Padri dengan
Imam Bonjol (Minangkabau), Demak, Pajang, Mataram, serta Malaka dan Brunei
Sejak lama, agama Islam telah memberikan pengaruh yang kuat terhadap
pandangan hidup masyarakat Indonesia, terutama dalam hal hukum. Sebagai agama
nilai-nilai dan norma dalam masyarakat. Pernyataan ini telah diamati oleh ahli hukum
Belanda sendiri, yang kemudian mendorong Lodewijk Willem Christian Van den
complexu. Bahwa aturan harus sesuai dengan keyakinan agama yang dipeluk
seseorang. Bagi penduduk Muslim Indonesia, aturan Islamlah yang harus diikuti,
meskipun ada perbedaan dalam cara menjalankannya. Selama lebih dari seratus
tahun, situasi ini terus berlangsung hingga kedatangan pakar hukum adat Belanda
1
Ramulyo, M. Idris. (1985), Hukum Islam dan Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika).
Hal. 53
seperti Snouck Hurgronje (1875-1936) dan Cornelis Van Vollenhoven (1874-1933)
diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan menurut Hurgronje, hukum Islam hanya
berlaku setelah disesuaikan dengan hukum adat dan menjadi bagian dari hukum adat,
bukan lagi hukum Islam.3 Menurut penelitian Hurgronje tentang penduduk Aceh dan
Gayo di Banda Aceh, diketahui bahwa yang diterapkan untuk umat Islam di kedua
wilayah tersebut adalah bukan hukum Islam, melainkan hukum ada. Hukum adat
telah mengalami pengaruh hukum Islam, namun pengaruh tersebut hanya akan
memiliki kekuatan hukum jika telah secara resmi diakui oleh hukum adat.4
Teori yang disebutkan di atas (teori receptie), mendapat kritik dari para
berani menentang teori tersebut, adalah seorang ahli terkemuka dalam hukum adat
dan hukum Islam dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Menurutnya, teori
2
Assaad, A.Sukmawati. (2014). Teori Pemberlakuan Hukum Islam di Indonesia. “Jurnal al- Ahkam
STAIN Palopo” Volume IV, Nomor 2 Agustus 2014. Palopo: STAIN Palopo.
3
Dahlan, Abdul Azis. et.al (editor). (1996). Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve). Hal. 967.
4
Ali, Mohammad Daud. (1990). Asas-Asas Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers).Hal.219.
jahat karena mengajak umat Islam untuk tidak mengikuti dan melaksanakan perintah
diterapkan jika sejalan dengan hukum Islam. Isi, hukum adat yang bertentangan
dengan hukum Islam harus dicabut, direspon atau ditentang. Teori ini dikenal sebagai
Dengan berbagai macam teori hukum dan perubahan pemikiran serta praktik hukum
Islam di Indonesia dari dulu sampai sekarang, terdapat konsep eksistensi yaitu teori
yang menjelaskan tentang keberadaan hukum Islam dalam hukum nasional Indonesia.
. Menurut teori ini, bentuk eksistensi (keberadaan) hukum Islam dalam hukum
nasional adalah: 1) hukum Islam adalah bagian integral dari hukum nasional
Indonesia. 2) hukum Islam bersifat mandiri, dalam arti kekuatan dan wibawanya
diakui oleh hukum nasional dan diberi status sebagai hukum nasional. 3) norma
Indonesia. 4). Hukum Islam merupakan bahan dan unsur utama hukum nasional.7
METODE PENELITIAN
5
Ali, Mohammad Daud. (1990). Asas-Asas Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers). Hal.220.
6
Rofiq, Ahmad. (2000).Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada).hal.21
7
Dahlan, Abdul Azis. et.al (editor). (1996). Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve).hal.713.
Studi ini merupakan bagian dari analisis kepustakaan (library reseach) yang
kepustakaan dipilih oleh penulis karena dokumen tertulis menjadi sumber utama
referensi dalam hukum Indonesia. Selain itu, tulisan ini menerapkan pendekatan
sejarah yang berorientasi pada norma, karena penulis menyoroti sejumlah aturan
normatif yang terkait dengan produk hukum Islam di Indonesia. Penulis juga
Indonesia akan menjadi lebih menyeluruh. Penelitian ini juga memiliki ciri deskriptif
Hukum Islam mulai diakui di Indonesia setelah agama Islam tersebar luas di
Indonesia. Para ahli sejarah belum mencapai kesepakatan mengenai waktu pertama
kali Islam masuk ke Indonesia. Sebagian orang menyebutnya sebagai abad pertama
Hijriyah atau abad ketujuh Masehi, sementara yang lain menyebutnya sebagai abad
ketujuh Hijriyah atau abad ketiga belas Masehi. Meskipun terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ahli sejarah mengenai saat Islam pertama kali masuk ke
Indonesia, tetapi dapat disimpulkan bahwa setelah kedatangan Islam, hukum Islam
telah diikuti dan diterapkan oleh umat Muslim di wilayah Nusantara ini. Dapat
disimpulkan dari hasil karya para ahli hukum Islam Indonesia. Misalnya, Miratul
Thullab, Sirathal Mustaqim, Sabilal Muhtadin, Kutaragama, Sajinatul Hukum, dan
sebagainya.8
Menurut Azra (2007: 19), koneksi awal antara daerah Nusantara dan Timur Tengah,
terutama dalam hal perdagangan, telah dimulai sejak masa Phunisi dan Saba.
Memang benar, hubungan antara keduanya pada masa sebelum munculnya agama
Islam dan pada awal mula agama Islam sebagian besar terkait dengan kegiatan
perdagangan antara masyarakat Arab dan Persia dengan Dinasti Cina. Rupanya,
kapal-kapal dari wilayah Arab dan Persia telah melakukan perjalanan ke Nusantara
sebelum agama Islam menyebar di wilayah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
hubungan perdagangan dan kebudayaan antara Nusantara dengan Arab dan Persia
telah terjalin sejak zaman dahulu. Menurut Azyumardi Azra (2007: 31), pada masa
lampau, Muslim Arab dan Persia lebih terfokus pada aktivitas perdagangan. Akan
tetapi, sejak akhir abad ke-12, mereka mulai mengabdikan perhatian yang lebih intens
Sejak abad ke-1 Hijriyah, Islam telah sampai di Kepulauan Indonesia pada
abad ke-7 Masehi. Proses penyebaran agama Islam berjalan dengan aman dan tanpa
kekerasan. Pada abad ke-13, sebuah kesultanan Islam pertama didirikan di ujung
Utara pulau Sumatra yang dikenal sebagai Samudera Pasai. Kemudian, kerajaan-
8
Ali, Mohammad Daud. (1990). Asas-Asas Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers). Hal.189.
9
Azra, Azyumardi. (2007). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana).hal.31.
kerajaan Islam lainnya juga didirikan, termasuk Demak (1500), Aceh Darussalam
(1514), Banten (1568), Mataram (1582), Kerajaan Gowa (abad ke-13), Ternate (abad
ke-15), Tidore (abad ke-16), Pajang (abad ke-16), Cirebon (abad ke-17), dan Tallo
(1500), Riau (1521), Banjar (1595), Bima (1620), Palembang (1662), Kutai (abad ke-
16), dan lain-lain. Pada abad ke-18, ajaran Islam telah tersebar di hampir semua
berperan sebagai penasehat bagi raja, tetapi juga menduduki posisi-posisi penting di
bidang keagamaan yang berbeda nama dan tingkatannya antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya.10
Menurut Ras (1990: 118), sejarah penelusuran hukum Islam juga dapat dilihat
dari pendirian Masjid Demak abad ke-14 sebagai lambang awal keberadaan Islam.
Menurutnya, awal masuknya Islam ke dalam budaya Jawa memiliki keterkaitan yang
kuat dengan dua kejadian: (1). Kejatuhan kuasa agama Budda yang disimbolkan oleh
kekuasaan Islam yang baru, sebagai tempat ibadah wajib khususnya hari Jumat bagi
raja dan penduduk istana. Masjid Demak mulai dibangun pada tahun 1428 Masehi
(1506).11
10
Dahlan, Abdul Azis. et.al (editor). (1996). Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve).hal.710.
11
Ras, JJ. (1990). “Tradisi Jawa Mengenai Masuknya Islam di Indonesia”, dalam Beberapa
Kajian Indonesia dan Islam, (Jakarta: INIS).hal.118.
Sejak awal abad ke-13, pemikiran syariat (fikih, hukum Islam) telah
Batutah (w. 779 H / 1377 M), seorang musafir Muslim asal Afrika Utara, yang pada
746 H / 1325 M singgah di Samudera Pasai ketika sedang dalam perjalanan dari
Samudera Pasai diperintah olehnya, beliau adalah putra dari Sultan Malikush Shaleh
(w. Pada tahun 1297, (kalimat akan dilanjutkan dengan informasi lainnya). Ibnu
Selanjutnya, ketika Belanda pertama kali tiba, keberadaan hukum Islam yang
dianut oleh masyarakat diakui oleh ahli hukum Belanda Van den Berg, yang
menyatakan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia adalah sesuai dengan agama
kolonial Belanda menyadari bahwa hukum Islam memiliki potensi untuk menentang
kebijakan politik mereka. Oleh karena itu, berdasarkan saran dari pakar hukum
mengubah kebijakannya dengan menetapkan bahwa hukum Islam akan berlaku jika
telah diakui oleh hukum adat. Kaitannya dengan hal ini, dalam pasal 134 ayat (2)
Indische Staatsregeling (IS) dirumuskan: “Dalam hal terjadi perkara perdata antara
sesama orang Islam akan diselesaikan oleh hakim agama Islam apabila hukum adat
mereka menghendakinya dan sejauh itu tidak ditentukan lain dengan suatu
ordonansi”.
Menurut Ali (1990: 223), sejak tahun 1830, setelah Belanda memerintah
Indonesia, Pengadilan Agama yang dijalankan oleh para penghulu di Jawa sejak abad
dijalankan).
hukum Islam dalam masalah kekeluargaan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Daniel
S. , Lev yang dikutip oleh Rofiq (2000: 19) menyatakan bahwa pada tahun 1937
diterbitkan Stbl. Berikut adalah nomor yang harus Anda hubungi. Pasal 638 dan 639
Selatan dengan wewenang yang serupa dengan Pengadilan Agama di Jawa dan
Madura. Batas wewenang Pengadilan Agama didasarkan pada Stbl. 1937 No. 116
adalah: 1). Perselisihan antara suami istri yang beragama Islam. 2). Perkara-perkara
tentang: nikah, talak, rujuk, dan perceraian antara orang-orang yang beragama Islam
yang memerlukan perantara hakim agama Islam. 3). Memberi keputusan perceraian.
4). Menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya talak yang digantungkan (taklik talak)
sudah ada. 5). Perkara mahar. 6). Perkara tentang keperluan kehidupan istri yang
berkuasa, segala hal yang terkait dengan wakaf, waris, hibah, wasiat, hadhanah,
12
Rofiq, Ahmad. (2000).Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada).hal.19.
sadaqah, dan baitul mal yang semula masuk dalam wewenang Peradilan Agama
diubah menjadi wewenang peradilan umum. Sejak tahun 1882, wewenang mengenai
Negeri. Selanjutnya, selama masa pemerintahan Jepang, status hukum Islam tetap
tidak berubah. Dengan kata lain, pemerintah Jepang tidak mengubah kompetensi
hukum Islam ke tempatnya yang seharusnya dan berjuang agar hukum Islam dapat
berlaku di wilayah Nusantara. Menurut Dahlan et. al (1996: 712), pertempuran umat
Muslim terus berlanjut selama masa kekuasaan Jepang. Jepang sedang berusaha
menyesuaikan diri dengan dua kekuatan yang ada; nasionalis Islam dan nasionalis
non-religius. Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) didirikan pada waktu itu
umat Islam berharap dapat menerapkan hukum agamanya di Indonesia yang merdeka.
13
Dahlan, Abdul Azis. et.al (editor). (1996). Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve).hal.712.
Tujuh kata tersebut yakni “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
ketujuh kata tersebut dihilangkan setelah terjadi perdebatan di antara para anggota
tidak digunakan saat proklamasi karena adanya perundingan kompromi dan keinginan
Islam terjadi pada tahun 1959. Pada tahun 1959, terjadi perdebatan tentang penerapan
Juli 1959 yang menyatakan bahwa Piagam Jakarta telah mengilhami semua bagian
pemberlakuan hukum Islam untuk umat Islam, namun secara tidak langsung, isi
dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa Piagam Jakarta berhubungan erat
dengan UUD 1945, bisa membuka peluang untuk berlakunya hukum Islam bagi para
pemeluknya. Dengan alasan ini, semangat UUD 1945 menjadi landasan bagi
bagian. Hukum Islam yang berlaku secara resmi adalah hukum yang mengatur
hubungan antar manusia dan juga harta benda, yang dikenal sebagai hukum
muamalat. Hukum positif ini adalah bentuk hukum yang berlaku berdasarkan
dan wakaf. Hukum Islam kedua yang normatif menetapkan sanksi atau hukuman
ditafsirkan sebagai perbuatan ibadah yang bersih atau sebagai pelanggaran hukum
bentuk kode. Namun, kedudukan hukumnya masih tergantung pada kekuasaan hukum
adat. Karena teori resepsi memiliki pengaruh besar dalam struktur hukum pada saat
itu. Produk hukum Islam pada masa pemerintahan Belanda telah terdapat dalam
bentuk regulasi Peradilan Agama dan substansi hukumnya, namun hukum adat
nomor 1 tahun 1974 mengenai Perkawinan, hukum Islam menjadi sumber hukum
utama tanpa harus melalui adat istiadat lagi. Pengaruh tokoh-tokoh muslim sangat
kuat dalam berinteraksi dengan kalangan elit, sehingga mereka berhasil menghasilkan
15
Rofiq, Ahmad. (2000).Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada).hal.19.
UU Perkawinan dan Perceraian (UUP) beserta peraturan turunannya, yakni
Tahun 1983, telah mengatur secara detil mengenai prosedur perkawinan dan
perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Angkatan Bersenjata Republik
Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Keempat lembaga peradilan
memiliki posisi yang setara dan memiliki kewenangan yang independen untuk
Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku dalam hukum pernikahan, warisan, dan
wakaf.
periode di mana hukum Islam diterima sebagai sumber persuasif yang harus
dipercayai oleh masyarakat. Rentang waktu ini berjalan mulai dari tahun 1945 hingga
tahun 1959. Dalam konteks ini, keputusan tentang "kewajiban mengikuti ajaran Islam
bagi para penganutnya" yang sebelumnya telah diambil oleh BPUPKI dapat dianggap
sebagai sumber persuasif. Periode kedua, saat Islam diakui sebagai sumber otoritatif
yang memberikan kekuatan yang harus diakui dan dilaksanakan. Periode ini telah
Islam (KHI) yang terkait dengan kodifikasi hukum keluarga dalam Islam, termasuk
aturan waris. Semasa pemerintahan presiden Habibie (1998-1999) ada tambahan dua
Kompilasi Hukum
Islam
4 UU No. 10 / 1998: Perbankan -
Syari’ah
5 Diubah/ditambah UU No.13 /
UU No. 17 / 1999: 2008
Penyelenggaraan
Ibadah Haji
16
Sunny, Ismail. (1997). Tradisi dan Inovasi Keislaman di Indonesia dalam Bidang Hukum Islam.
Dalam Bunga Rampai Peradilan Islam di Indonesia, (Bandung: Ulul Albab Press).
6 UU No.38 / 1999: Pengelolaan Diubah/ditambah UU No.23 /
Zakat 2011
7 UU No. 44 / 1999: Penyelenggaraan -
Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh
8 -
UU No. 18 / 2001: Otonomi
Khusus Prov.Daerah
Istimewa Aceh
9 UU No.1 / 2004: Wakaf PP No.42 / 2006
10 UU No. 11 / 2006: Pemerintahan
Aceh
Beberapa produk hukum di atas hanya terkait dengan hukum ibadah, keluarga
dan muamalah, tidak ada produk yang secara khusus mengatur hukum pidana Islam
(jinayah). Meskipun hukum pidana Islam diatur oleh UU No. November 2006 tentang
pemerintahan Aceh. Namun penerapan aturan tersebut hanya berlaku khusus di Aceh
Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh, yang mewajibkan penerapan syariah bagi umat
Islam dan memberi wewenang kepada pemerintah Aceh untuk membuat kebijakan
terkait kehidupan beragama, adat, pendidikan, dan peran ulama. Otonomi khusus
menangani masalah hukum keluarga, warisan, serta kasus kriminal atau pidana, tidak
17
Sila, Muhammad Adlin.(2009). Book Review: Menantang Negara Sekuler: Upaya Islamisasi
Hukum di Indonesia. “Studia Islamika, Indonesian Journal for Islamic Studies” Volume 16, Number
Di samping itu, tidak hanya ada beberapa peraturan yang tercantum dalam
tabel di atas, tetapi juga terdapat produk hukum lainnya, seperti keputusan yang
dikeluarkan oleh Komisi Fatwa dan Hukum Majelis Ulama Indonesia (KFHMUI)
yang fokus pada isu-isu keagamaan dan sosial. Secara prinsip, KFHMUI menetapkan
empat jenis hasil keputusan yang dihasilkan dan disampaikan kepada pemerintah atau
masyarakat atau keduanya: (1). Fatwa adalah sebuah keputusan yang berkaitan
dengan masalah keagamaan Islam yang perlu dijalankan oleh pemerintah maupun
masyarakat untuk kepentingan negara (2). Nasihat adalah suatu keputusan yang
berkaitan dengan masalah sosial yang diharapkan dapat dijalankan oleh pemerintah
dan masyarakat. (3). Anjuran adalah sebuah keputusan yang berhubungan dengan isu-
isu sosial yang bertujuan untuk mendorong pemerintah dan masyarakat untuk lebih
aktif dalam pelaksanaannya, karena hal tersebut dianggap memiliki manfaat yang
signifikan. (4). Seruan adalah keputusan yang menentukan apakah suatu tindakan
tercantum dalam tabel sebelumnya) adalah mengikat bagi umat Islam. Namun,
produk fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa dan Hukum Majelis Ulama
bersifat mengikat bagi umat Islam. Dalam kesamaan dengan ini, Rofiq (2000: 32-33)
menjelaskan bahwa hukum Islam dalam bentuk fatwa, seperti fatwa MUI, bersifat
peminta fatwa. Fatwa tidaklah bersifat mengikat, yang berarti orang yang meminta
fatwa tidak terikat untuk mengikuti isi hukum fatwa yang diberikan kepadanya.
kekuatan mengikat yang sangat kuat. Bahkan, cakupan pengaruhnya lebih luas.
tidak cukup fleksibel untuk merespons tuntutan waktu dan perubahan yang terjadi.
agama dengan pengetahuan dan pemikiran yang modern. Namun, penting untuk
diingat bahwa dalam agama Islam, terdapat prinsip-prinsip yang bersifat tetap dan
tidak dapat diubah. Hanya penafsiran atau interpretasi dari ajaran-ajaran yang bersifat
mutlaklah yang bisa mengalami perubahan, tidak ajaran-ajaran itu sendiri. Artinya,
berbagai aspek, seperti teologi, hukum, politik, dan lain-lain, serta terhadap lembaga-
reinterpretasi dan inovasi dalam sejarah Islam. Pertama: penerapan sempurna Al-
Quran dan Sunnah merupakan respon reformis terhadap krisis dan permasalahan yang
dihadapi umat Islam. Para reformis berpendapat, baik sebagai individu maupun
Segala sesuatu yang menyimpang dari tema aslinya harus ditolak sesuai tata cara
tajdid dan islah. Kedua: Keharusan ijtihad merupakan kelanjutan dari tema pertama
tentang kesempurnaan penerapan Al-Quran dan Sunnah. Jika Al-Quran dan Sunnah
memuat apa yang perlu dan sangat bermanfaat sebagai pedoman dan renungan, maka
sumber hukum lain tetap berguna namun tidak boleh diikuti secara mutlak. Para
dan Sunnah. Dan ini tidak ada hubungannya dengan tafsir dan pemikiran yang
muncul setelah Nabi dan para sahabatnya. Ketiga: Menegaskan kembali keaslian
Islam. Meskipun ijtihad adalah hak para reformis untuk secara akurat menerapkan
pesan-pesan Al-Quran dalam situasi yang berubah, tidak perlu meminjam tradisi di
Islam memiliki sifat yang dinamis dan selalu mendorong terjadinya inovasi,
oleh karena itu sulit untuk dipahami jika ada sekelompok orang yang hanya berusaha
Mereka bahkan berpendapat bahwa perubahan hukum Islam saat ini semata-mata
atau mengikuti Barat, tetapi lebih untuk membawa umat Islam ke arah yang sesuai
dengan ajaran hukum Islam. Dengan demikian, ungkapan "kembali pada al-Qur'an
dan Sunnah" sering kali dijadikan sebagai motto oleh para penegak pembaruan dan
telah menjadi ciri umum dari gerakan reformasi di berbagai negara, termasuk di
Indonesia.20
Mengenai inovasi hukum Islam, Noel J. Coulson yang dikutip oleh Mualim
dan Yusdani (2001:15) mengatakan bahwa inovasi hukum Islam diwujudkan dalam
empat bentuk, yaitu: 1). Konsep hukum Islam ke dalam hukum negara, disebut
dengan doktrin siyasa. 2). Fakta bahwa umat Islam tidak terikat pada mazhab tertentu
peristiwa hukum yang baru timbul disebut doktrin tatbiq (penerapan hukum terhadap
peristiwa baru). 4). Perubahan hukum dari yang lama ke yang baru disebut dengan
20
Tahir, Masnun. (2005). Dasar-Dasar Pemikiran Pembaharuan Liberalisme Hukum Islam di
Indonesia. “Istinbath: Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam” Nomor.1 Vol.3 Desember 2005. Mataram:
IAIN Mataram Fakultas Syari’ah.
dalam syari'at, prinsip-prinsip umum dan hukum-hukum yang terinci mengenai
Menurut Fazlur Rahman, seperti yang dikutip oleh Efrinaldi (2013), Ijtihad
adalah sebuah teknik untuk menemukan makna dan isi hukum dengan
dalam teks al-Quran dan Sunnah agar dapat mencakup situasi dan kondisi terbaru
Islam melibatkan perubahan hukum Islam melalui proses ijtihad. Isu-isu hukum
seperti dalam hal keluarga, ekonomi, pemerintahan, keuangan, kejahatan, dan isu-isu
hukum publik lainnya dapat berubah sehingga memerlukan usaha untuk melakukan
penafsiran hukum di dalamnya. Hukum Islam dalam bidang ibadah bersifat konstan
dan tidak terpengaruh oleh perubahan waktu, sehingga umat Islam harus patuh
terhadapnya. Artinya, ada hukum yang didasarkan pada akal dan ada hukum yang
berkaitan dengan ibadah. Hukum Islam harus dapat dibedakan antara yang bersifat
pasti (qath’i) dan yang bersifat dugaan (zhanni/relatif). Dengan adanya pemetaan
yang teratur, hukum Islam akan tetap memiliki fleksibilitas dan dinamika yang
21
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. (1975). Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang).
KESIMPULAN
hidup masyarakat, termasuk dalam hal hukum. Sejarah hukum Islam di Nusantara
dapat dilacak melalui berdirinya berbagai kerajaan Islam di wilayah tersebut. Ahli
Indonesia diakui sebagai hukum yang sesuai dengan agama yang dianut oleh
dalam hal-hal yang berkaitan dengan keluarga. Dalam pemerintahan Belanda pada
masa itu, terdapat produk hukum Islam yang mengatur sistem Peradilan Agama dan
materi hukumnya, namun hukum adat lebih mendominasi dalam penerapan aturan
Perkawinan, hukum Islam menjadi sumber hukum primer tanpa melewati hukum
adat. Peran tokoh-tokoh Muslim menjadi sangat signifikan dalam berinteraksi dengan
golongan elit, sehingga UU Perkawinan dapat diatur dalam bentuk hukum tertulis dan
Pengelolaan Zakat, Wakaf, Perbankan Syariah, KHI, dan lain-lain. Kontribusi hukum
ijtihad.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. (1990). Asas-Asas Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers).
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. (1975). Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang).
Assaad, A.Sukmawati. (2014). Teori Pemberlakuan Hukum Islam di Indonesia.
“Jurnal al- Ahkam STAIN Palopo” Volume IV, Nomor 2 Agustus 2014.
Palopo: STAIN Palopo.
Azra, Azyumardi. (2007). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia,
(Jakarta: Kencana).
Dahlan, Abdul Azis. et.al (editor). (1996). Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3,
(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve).
Efrinaldi, (2013). Dekonstruksi Hukum Islam dan Kristalisasi di Indonesia,
“Jurnal al- Adalah”Volume XI, Nomor 1 Januari 2013. Lampung: IAIN
Raden Intan.
Esposito, John L. (ed.), (1983). Voices of Resurgent Islam, (Oxford: Oxford
University Press).
Mu’alim, Amirdan Yusdani. (2001). Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam,
(Yogyakarta: UII Press).
Nasution, Harun. (1985). Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, jilid 2, (Jakarta:
UI Press).
Ramulyo, M. Idris. (1985), Hukum Islam dan Peradilan Agama di Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika).
Ras, JJ. (1990). “Tradisi Jawa Mengenai Masuknya Islam di Indonesia”, dalam
Beberapa Kajian Indonesia dan Islam, (Jakarta: INIS).
Rofiq, Ahmad. (2000).Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada).
Salim, Arskal dan Azyumardi Azra.(2003). Negara dan Syariat dalam Perspektif
Politik Hukum Indonesia. Dalam Syariat Islam Pandangan Muslim
Liberal, Editor: Burhanuddin. (Jakarta: Jaringan Islam Liberal dan The
Asia Foundation).
Sila, Muhammad Adlin.(2009). Book Review: Menantang Negara Sekuler:
Upaya Islamisasi Hukum di Indonesia. “Studia Islamika, Indonesian
Journal for Islamic Studies” Volume 16, Number 2, 2009. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
Sunny, Ismail. (1997). Tradisi dan Inovasi Keislaman di Indonesia dalam Bidang
Hukum Islam. Dalam Bunga Rampai Peradilan Islam di Indonesia,
(Bandung: Ulul Albab Press).
Tahir, Masnun. (2005). Dasar-Dasar Pemikiran Pembaharuan Liberalisme Hukum
Islam di Indonesia. “Istinbath: Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam”
Nomor.1 Vol.3 Desember 2005. Mataram: IAIN Mataram Fakultas
Syari’ah.
Wahib, Ahmad Bunyan. (2004 / 1425). Save Indonesia By and From Shari’a: A
Debateon the Implementation of Shari’a. “al-Jami’ah, Journal of Islamic
Studies” Volume 42, Number 2, 2004 / 1425. Yogyakarta – Indonesia:
The State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga.