Anda di halaman 1dari 13

POLITIK HUKUM ISLAM PADA MASA ORDE BARU

Kamsi
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta
E-mail: k4msi@yahoo.com, kamsijanturan@gmail.com

Abstract: The New Order government in codifying or establish the doctrines of


Islamic law in national law, are not sincere to meet the needs of Muslims, in consideration
of the government are more concerned to maintain the continuity of its political status quo,
so the possibility of law that law exists in the form of positive law if there is a desire politics
of government. Contributing factor in the political configuration including the New Or-
der government was authoritarian political configuration, weak legislatures and
executiveagencies is very strong, authoritarian political configuration of the law gave
birth to conservative or orthodox.

Keywords: New Order, political configuration, conservative.

Abstrak: Pemerintah Orde Baru dalam mengkodifikasikan atau membentuk berbagai doktrin
hukum Islam dalam hukum nasional, adalah tidak tulus hati untuk memenuhi kebutuhan
umat Islam, dalam pertimbangannya pemerintah lebih mementingkan untuk menjaga
kelangsungan status quo politiknya, sehingga kemungkinan hukum hukum itu ada dalam
bentuk hukum positif jika ada keinginan politik dari pemerintah. Faktor penyebabnya di
antaranya konfigurasi politik pemerintahan Orde Baru adalah konfigurasi politik
otoritarian, lembaga legislatif lemah dan lembaga ekskutif sangat kuat, dari konfigurasi
politik otoritarian melahirkan hukum yang konservatif atau ortodoks.

Kata kunci: Orde Baru, konfigurasi politik, konservatif.

PENDAHULUAN Namun demikian kenyataan sosial politik


menujukkan bahwa gagasan semacam itu tidak
Di Indonesia, keinginan untuk menegak-
pernah mendapat dukungan mayoritas pen-
kan syari‘at Islam, baik melalui jalur politik dan
duduk .Fenomena ini oleh banyak pengamat
konstitusi yang legal maupun melaluai
dianggap aneh, sebab Indonesia dikenal sebagai
perjuangan fisik dengan menentang pemerintah
negeri dengan penganut Islam terbesar di dunia.
yang sah telah menjadi sebagian dari sejarah
Bagaimana mungkin di negeri yang mayoritas
panjang perjuangan umat Islam di negari ini.

1
Ahmad Faissal, Rekonstruksi Syari‘at Islam (Kajian Tentang Pandangan Ulama Terhadap Gagasan
Penegakkan Syuar‘at Islam Oleh KPPSI di Sulawesi Selatan. (Yogyakarta: Disertasi Program Pasca Sarjana
UIN Sunan Kaliaga, 2004), hlm. 2-3.
2
Moh. Mahfud MD, ‘Politik Hukum: Perbedaan konsepsi Antara Hukum Barat dan Hukum Islam’ dalam Al-
Jami`ah Journal of Islamic Studies State Institute of Islamic Studies (IAIN) Sunan Kalijaga, No. 63/VI/1999hlm. 43

Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru (1-13) 1


penduduk Muslim gagasan penegakkan syari‘at Soekarno (Orde Lama) yang mengalami krisis
Islam tidak pernah mendapat sambutan serius.1 ekonomi dan politik yang akut, yang ditandai
Mengapa demikian, sebab realiatas politik oleh G. 30 S./PKI tahun 1965. Setelah G.30 S./
kita di Indonesia yang secara konstitusional PKI berhasil ditumpas oleh Angkatan Darat,
bukan negara Islam melainkan negara Pancasila sejarah politik Indonesia akhirnya melahirkan
sehingga tidak memungkinkan secara formal surat perintah sebelas Maret tahun 1966 dari
kelembagaan umat Islam mewujudkan seutuhnya Presiden Soekarno kepada Soeharto untuk
prinsip Islam tentang hukum terutama dalam mengambil segala tindakan yang diperlukan
bentuknya yang resmi.2 dalam rangka keselamatan negara dan kepala
Hubungan syari‘ah dan politik merupakan negara. Berdasr surat perintah itulah, diluar
bagian yang menyatu di Indonesia sejak zaman kehendak Bung Karno, Jendral Soeharto
kerajaan-kerajaan Islam di abad ke-17. membubarkan PKI dan memproklamirkan
Kenyataan ini tidak dapat dielak bahwa ada sistem politik baru yang disebut Orde Baru
hubungan dengan gagasan negara Islam yang (Orba). Dengan munculnya Orde Baru, maka
karakternya adalah ditandai dengan berlakunya periode pemerintahan sebelumnya disebut
syari‘ah.3 Syari‘ah atau Hukum Islam dalam Tata sebgai periode Orde Lama. Orde Baru sendiri
Hukum Nasional telah diakui sebagai sebuah diartikan sebagai tatanan politik dan masyarakat
sistem hukum yang dapat dijadikan bahan bagi Indonesia yang didasarkan pada pelaksanaan
pembentukan hukum nasional, bersama-sama Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
dengan sitem-sistem hukum yang lain seperti konsekuen.5
hukum Barat dan hukum Adat.4
Jadi secara garis besarnya sistem hukum TEORI POLITIK HUKUM ISLAM
di Indonesia meliputi tiga sistem hukum, dan Politik hukum adalah kebijakan dasar
dalam perkembangan sistem hukum di Indone- penyelengara negara dalam bidang hukum yang
sia di kemudian hari ketiga sistem hukum dalam akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber
pengertiannya yang dinamis akan menjadi bahan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
baku hukum nasional. Oleh karena itu makalah untuk mencapai tujuan negara yang dicita-
ini akan mencoba mempotret perkembangan citakan.6
kebijakan politik memberlakukan hukum Islam Hukum Islam adalah suatu sistem hukum
sebagai salah satu bahan baku bagi pembentukan di dunia yang sumber utamanaya adalah wahyu
hukum nasional pada masa pemerintahan Orde Allah, sehingga mempunyai konskuensi atau
Baru. pertanggungjawaban di akhirat kelak. Untuk itu
Pemerintahan Orde Baru adalah peme- hukum Islam dapat berupa hukum yang secara
rintahan yang menggantikan sistem pemerintahan langsung berasal dari wahyu (syari‘ah) atau

3
Arsekal Salim and Azyumardi Azra, Introduction The State and Shari‘a in Perspective of Indonesian Legal
Politics, hlm. 3.
4
Mudzakir, “Integrasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional : Upaya Restrukturisasi Perunadng-undangan
Nasional”, dalam Jurnal Mazhabuna, No. 2 Tahun II/2003 hlm. 23.
5
Moh. Mahfud MD, ‘Konfigurasi Politik dan Hukum Pada Era Orde Baru dan Orde Lama` dalam Khamami
Zada-Idy Muzayyad (ed.), Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia. (Yogyakarta: Senat Mahasiswa
Fakultas Syari`ah dan Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 24-25. Betapa besarnya peran TNI. A.D. ketika itu dapat dilihat
dalam Douglas E. Ramage, Politics in Indonesia Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance. (London:
Routledge, 1995), hlm. 20.
6
Imam Syaukani A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasra Politik Hukum. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm. 58.

2 Ishraqi, Vol. 10, No. 1, Juni 2012


hukum yang merupakan hasil ijtihad para 3. ada dalam hukum nasional dalam arti norma
mujtahidin (fiqh), yang kedua inilah yang lebih hukum Islam (agama) berfungsi sebagai
banyak. penyaring bahan-bahan hukum nasional
Selanjutnya yang dimaksud dengan Indonesia
Politik Hukum Islam adalah upaya kebijakan 4. ada dalam arti sebagai bahan utama dan
pember-lakuan hukum Islam sebagai salah satu unsur utama hukum nasional Indonesia.9
hukum yang hidup dalam masyarakat, yaitu Selain teori di atas, telah muncul be-
dengan memperhatikan tentang segi ke- berapa teori tentang berlakunya hukum Islam,
bhinnekaan (Pluralitas), dan dalam proses yaitu:
pemberlakuan harus memperhatikan pula atau
berorientasi kepada kepentingan bangsa atau 1. Penerimaan Autoritas Hukum
nasional (Ingtegritas), artinya terlayaninya Teori ini dikemukakann oleh H.A.R.
segala segi kehidupan tanpa menimbulkan Gibb, bahwa orang Islam, kalau telah menerima
goncangan dan keresahan, tanpa paksaan, dan Islam sebagai agamanya, ia menerima autoritas
tetap menghormati nilai-nilai esensial yang hukum Islam terhadap dirinya. Secara sosiologis
mengandung sifat keragaman. Maka hukum orang-orang yang sudah beragama Islam
yang mengabdi kepentingan ini tidak harus menerima autoritas hukum Islam, taat kepada
berujud satu unifikasi hukum, tetapi berujud hukum Islam. Tingkatan ketaatan tiap manusia
satu kodifikasi hukum yang mengandung mesti berbeda-beda, bergantung takwanya
unifikasi hukum, dalam bidang hukum tertentu kepada Allah. Ada yang tingkatannya dalam
(yang netral dari keyakinan agama) dan keseluruhan aspek hukum, ada yang hanya
mengandung diferensiasi hukum dalam bidang dalam beberapa bidang hukum. Hal ini sebagai
hukum yang sangat akrab dengan keyakinan mana pernyataan Gibb, adalah lebih sesuai
agama7(hukum Islam). mendekati tujuan kita dengan memahamkan
Menurut teori eksistensi merumuskan interaksi antar hukum Islam dengan masyarakat
keadaan hukum nasional Indonesia masa lalu, Muslim. Tiap-tiap sistem hukum terlebih dahulu
dan masa mendatang bahwa hukum Islam ada menggambarkan kemungkinan bahwa orang-
dalam hukum nasional Indonesia, baik dalam orang kepada siapa ia akan diperlakukan akan
hukum tertulis maupun tidak tertulis dalam suka membenarkan kekuasaannya dan
berbagai lapangan kehidupan hukum dan mengakui mengikat atas mereka, dan walaupun
praktek.8 Teori ini menerangkan tentang adanya demikian, mereka dapat sewaktu-waktu
hukum Islam di dalam hukum nasional Indone- menjalani resiko perintah dan larangan yang
sia itu ialah: nyata dari hukum itu. Jadi penerimaan hukum
1. ada dalam arti sebagai bagian integral Islam itu adalah atas syarat penerimaan agama
hukum nasional Indonesia. Islam, tetapi juga dengan tidak boleh tidak
2. ada dalam arti adanya dengan kemandiri- dengan menjadi kaum Muslimin. Agama Islam
annya yang diakui adanya dan kekuatan telah diterima atau dianut oleh sebagian besar
dan wibawanya oleh hukum nasional dan masyarakat, dan masyarakat masing-masing ini
diberi status sebagai hukum nasional. mempunyai tradisi sosial dan hukumnya yang

7
Ichtiyanto, “Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia,” dalam Juhaya S.Praja, Hukum
Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembenmtukan. (Bandung:P.T. Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 97.
8
Ibid., hlm 101.
9
Ibid., hlm. 137.

Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru (1-13) 3


panjang. Dalam menganut Islam sebagai orang Islam, hukum Islam adalah kehendak dan
agamanya, anggota-anggota masyarakat itupun tatanan Allah dan tradisi Rasul.12
pada pokoknya membenarkan kekuasaan Inilah perbedaannya dengan hukum
hukum Islam.10 Romawi dan hukum modern pada umumnya,
Lebih jauh Gibb menjelaskan, sesungguh- hukum bukanlah hasil karya yang gradual dari
nya para pemimpin agama (Islam) sudah manusia, hukum Islam adalah ketentuan
berusaha dengan amat susah payah dan dengan agama.13
waktu yang sedemikian lama untuk memperluas
dan mengembangkan jurisdiksi hukum Islam di 2. Receptio in complexu
kalangan umat Islam. Dalam usahanya ini Teori ini dikemukakan oleh Mr. Lodewijk
mereka memperoleh hasil yang amat besar, Willem Christian van den Berg (1845-1927)
walaupun masih ada kelompok-kelompok umat yang menyatakan bahwa bagi orang Islam
Islam yang berpegang pada adat mereka tetapi berlaku penuh hukum Islam sebab dia telah
dilihat dari capaiannya adalah telah berhasil, memeluk agama Islam walaupun dalam
yaitu menjadi instrumen untuk menguatkan dan pelaaksanaannya terdapat penyimpangan-
mempersatukan etika sosial Islam.11 penyimpangan. van den Berg adalah ahli dalam
Hukum Islam adalah alat yang ampuh bidang hukum Islam dan disebut “orang yang
untuk mempersatukan etika sosial Islam. Or- menemukan dan memperlihatkan berlakunya
ang Islam secara internasional bersatu dalam hukum Islam di Indonesia” walaupun sebelum-
nilai-nilai hukum Islam. Namun di kalangan umat nya telah banyak penulis yang membicarakan-
Islam dikenal pula keaneka ragaman paham nya. Dia juga mengusahakan agar hukum
hukum Islamnya. Di kalangan umat Islam kewarisan dan hukum perkawinan Islam
berkembang toleransi perbedaan paham hukum dijalankan oleh hakim-hakim Belanda dengan
dan praktik hukum karena perbedaan- bantuan para penghulu kadi Islam.14
perbedaan yang ada, namun etika hukumnya
sama. Karena Muslimin mentaati Allah, 3. Receptie
RasulNya, dan menjunjung tinggi para ulama Teori ini dikemukakan oleh Christian
yang mengembangkan hukum Islam karena Snouck Hurgronye (1857- 1936) kemudian
tuntutan zaman dan perbedaan situasi dan dikembangkan oleh C. van Vollenhoven dan Ter
kondisi masyarakat. Teori menggambarkan pula Haar Bzn, teori ini menyatakan bahwa bagi
bahwa di dalam masyarakat Islam ada hukum rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum
Islam. Hukum Islam ada di masyarakat Islam adat; hukum Islam berlaku kalau norma hukum
karena hukum Islam ditaati oleh orang-orang Islam itu telah diterima oleh masyarakat sebagai
Islam. Orang Islam mentaati hukum Islam hukum adat.
karena diperintah oleh Allah dan RasulNya. Teori ini berpangkal dari keinginan
Oleh karena itu kalau mereka telah menerima Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi
Islam sebagai agamanya, mereka menerima rakyat jajahan jangan sampai kuat memegang
autoritas hukum Islam terhadap dirinya. Bagi Islam, sebab pada umumnya orang-orang yang

10
H.A.R. Gibb, Modern Trends In Islam. (Chicago: The University of Chocago, 1972), hlm. 88
11
Ibid., hlm 88-89.
12
Ichtiyanto, “Pengembangan Teori…”, hlm. 116.
13
H.A.R. Gibb, Modern Trends…, hlm 87.
14
Ichtiyanto, “Pengembangan Teori…”, hlm. 118.

4 Ishraqi, Vol. 10, No. 1, Juni 2012


kuat memegang agama Islam dan hukum Islam sistem parental. Dengan demikian terlihat
tidak mudah dipengaruhi oleh peradaban dengan jelas bahwa theory Receptie tidak
Barat.15 berlaku lagi.16

4. Receptie exit 5. Receptio a Contrario


Mengenai ide-ide pemberlakuan hukum Jika teori receptie melihat kedudukan
Islam, lebih lanjut dapat dipahami dari pandang- hukum Islam terhadap hukum adat dimana
an dan analisisnya Hazairin yang menegaskan hukum adat didahulukan sebagai hukum yang
agar hukum Islam itu berlaku di Indonesia, tidak berlaku, maka teori receptio a contrario men-
berdasar pada hukum adat. Berlakunya hukum dudukkan hukum adat sebaliknya. Oleh karena
Islam untuk orang Indonesia supaya disandar- itu, Sayuti Thalib menyebutkan teorinya
kan pada penunjukan peraturan perundang- merupakan kebalikan dari teori receptie, yang
-undangan sendiri. Oleh karena itu, Theory kemudian disebut teori receptio a contrario.17
Receptie menurut Hazairin diidentifisir sebagai
teori iblis yang harus exit, yang bertujuan 6. Eklektisisme.
menentang iman orang Islam dan bagi orang Hukum Islam adalah salah satu bahan
yang secara sadar melaksanakannya disebut baku dari tiga bahan baku hukum nasional, agar
munafik. Lebih lanjut Hazairin mengatakan bahan baku tersebut dapat berfungsi maksimal
bahwa theory Receptie itu dengan sendirinya maka perlu dikemas dalam Hukum Nasional
sudah dimatikan dengan UUD 1945, terlebih yang proses pembentukannya menghindar dari
setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden RI pendekatan ideologis tetapi dengan eklektisis-
tanggal 5 Juli 1959 yang menggambarkan me artinya mengambil yang terbaik dari esensi
keyakinan Presiden bahwa Piagam Jakarta itu hukum nasional termasuk hukum Islam yang
menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu sesuai denga kepribadian bangsa dan nasio-
rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. nalisme bangsa Indonesia. Dan ketika mengarah
Keyakinan tersebut bukan keyakinan ansich, pada satu bentuk bernama “hukum nasional”,
tetapi pernyataan (constatering) dari rangkaian maka di dalam proses itu pada hakekatnya
fakta-fakta yang sesungguhnya dan sebenarnya kompetisi antar ketiganya (hukum Islam, hukum
terjadi. Yang menghapuskan theory Receptie itu Adat dan hukum Barat), tentu dalam pengertian
menurut Hazairin, yaitu kalimat yang berbunyi netral dan positif, bukan dalam pengertian
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan negatif.18
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Selanjutnya dalam rangka menuju
Ke-wajiban tersebut telah ditegaskan kembali positivisasi hukum perlu diperhatikan adanya
melalui Tap MPRS No. II Tahun 1960, tanggal kaedah-kaedah penuntun nasional19, yaitu:
3 Desember 1960, yang menyuruh mengatur pertama hukum di Indonesia harus menjamin
syari’at Islam itu dengan undang-undang, integrasi atau keutuhan bangsa dan karenya
dengan syarat hidup kekeluargaan menurut tidak boleh ada hukum yang diskriminatif

15
Ibid.,.
16
Hazairin, Tujuh Serangkai Hukum. (Jakarta: Tintamas, 1974), hlm 6-7.
17
Sayuti Thalib,Receptio a Contrario. (Jakarta:Bina Aksara, 1982), hlm. 65-67.
18
A. Qodri Azizy, , Hukum Nasional Eklektisisme Hukum Islam dan Hukum Umum. (Jakarta,: Teraju PT.
Mizan Publika), 2004), hlm. 12.
19
Moh. Mahfud MD, ‘Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia’ dalam Syamsul Anwar, Antologi
Pemikiran Hukum Islam di Indonesia Antara Idealitas dan Realitas. (Yogyakarta: Fakultas Syari`ah UIN Sunan
Kaliajga, 2008), hlm. 72.

Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru (1-13) 5


berdasarkan ikatan primordial, hukum nasional hukum Islam secara keseluruhan yang berlaku
harus menjaga keutuhan bangsa dan negara baik bagi umat Islam, maka mereka berusaha
secara teritori maupun ideologi. melakukan upaya dari sudut lain, yaitu berusaha
Kedua, hukum harus diciptakan secara memberlakukan hukum Islam walaupun hanya
demokratis dan nomokratis berdasarkan hikah pada maslah-masalah tertentu, seperti hukum
kebijaksanaan. Pembuatannya harus mencerap perkawinan dan kewarisan.21
dan melibatkan aspirasi rakyat dan dilakukan Pada masa Orde Baru telah hadir suatu
dengan cara-cara yang secara hukum atau kebijakan politik hukum dituangkan dalam
prosedural fair. Dan tidak cukup dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara 1973, 1978,
demokarasi tetapi harus disesuaikan dengan 1983 dan 1988 serta 1993, tetapi perhatian
falsafah yang mendasarinya. khusus secara eksplisit terhadap hukum Islam
Ketiga, hukum harus mendorong tidak ada, artinya pembahasan lebih konpre-
terciptanya keadilan sosial yang anatara lain, hensif sejauhmana peran dan sumbangan hukum
ditandai oleh adanya proteksi khusus oleh Islam dalam mengisi hukum nasional, belum
negara terhadap kelompok masyarakat yang dengan tegas dinyatakan dalam GBHN. Upaya
lemah agar tidak dibiarkan bersaing secara menjadikan hukum Islam sebagai bahan baku
bebas btapi tidak pernah seimbang dengan atau sumber hukum nasional yang meliputi
sekelompok kecil bagian masyarakat yang kuat. permasalahan kehidupan selain ibadah belum
Keempat, tidak boleh ada hukum publik serius atau setidaknya belum menampakkan
(mengikat komunitas yang ikatan primordialnya hasil. Padahal, sekali lagi posisi hukum Islam
beragam) yang didasarkan ajaran agama sebagai bahan baku hukum nasional dapat
tertentu sebab negara hukum Pancasila meng- diwujudkan dalam hampir semua materi hukum,
haruskan tampilnbya hukum yang menjamin terlebih lagi ketika yang ditekankan adalah nilai
toleransi hidup beragama yang berperadaban. dan etika dari makna yang terkandung di dalam
Melaului kaedah-kaedah di atas lahirlah sistem hukum Islam itu, baik terhadap materi hukum
hukum nasional atau sistem hukum Pancasila maupun penegak hukumnya.22
yang bercirikan Prismatik (bahwa sistem Hanya saja pelu diketahui, hukum Islam
hukum itu merupakan perpaduan antara dua sebagi sumber hukum bersama sumber yang lain
sistem yang bertentangan tetapi dapat di ambil bukan berarti ia harus menjadi hukum formal
segi-segi positifnya)20. dengan bentuk sendiri secara ekslusif, kecuali
sifatnya untuk melayani (bukan memberlakukan
KEPENTINGAN PEMERINTAH DALAM secara imperatif) terhadap yang sudah berlaku
PEMBERLAKUAN HUKUM ISLAM sebagai kesadaran dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pengamatan B.J. Boland, setelah Sumber hukum disini harus diartikan sebagai
para tokoh Islam tidak berhasil memperjuang- sumber hukum materiil dalam arti menjadi
kan Indonesia sebagai negara Islam, bahkan bahan isi untuk untuk sumber hukum formil. Dari
tidak berhasil pula untuk memberlakukan sini dapat dipahami bahwa sumber hukum itu

20
Secara metodologis dapat dibandingkan dengan teori Istihsan dalam hukum Islam yang salah satu
rumusannya adalah hukum itu dibangan atau dibentuk atas dasar nilai kebaikan (daruri) yang ada pada saat itu,
contoh konkrit Nabi Muhammad SAW., membolehkan jual beli dengan pesanan bagi masyarakat yang menjadi
kebiasaan pendujduk Madinah, demikian juga Umar bin Khattab ketika menjadi Amirul Mu‘minin tidak
melaksanakan hukuman potong tangan kepada seorang pencuri..
21
B.J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia, terjemahan. (Jakarta: P.T. Grafiti Pers, 1985), hlm. 171.
22
A. Qodri Azizy, Hukum Nasional Eklektisisme Hukum Islam...hlm. 159-161.

6 Ishraqi, Vol. 10, No. 1, Juni 2012


ada dua macam, yakni sumber hukum materiil juga terjadi pada Kompilasi Hukum Islam
(bahan baku yang belum mempunyai bentuk (KHI) meskipun tidak terkemas dalam Undang-
hukum tertentu) dan sumber hukum formil Undang, yaitu dalam sebuah Instrumen Hukum
(bahan baku yang telah mempunyai bentuk Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1991.
hukum tertentu dan mengikat berlakunya Menteri Agama Munawir Syadzali mengatakan
sebagai hukum).23 bahwa setiap perbedaan aturan tidak harus
Dari kerangka kebijakan hukum di atas, diterima sebagai sebuah ketidak samaan di
maka pemerintah melakuakan univikasi hukum depan hukum.25 Pertanyaan berikutnya apakah
yang mencerminkan masyarakat kita untuk faktor yang menjadikan perundang-undangan
mengakhiri semua kolonialisasi yang telah di atas ini berbeda? Benarkah itu sebagai salah
berlangsung lama, dan ini selalu dituangkan dari satu bentuk hukum yang berciri Prismatik,
GBHN ke GBHN pada masa Orde Baru. bahwa hukum itu dibangun atas dasar per-
Meskipun secara eksplisit hukum Islam tidak timbangan kemaslahatan saat itu?
dituangkan dalam GBHN, ada suatu yang harus Bila kita cermati lebih jauh jelas me-
diakui, lahirnya undang-undang yang terkait nunjukkan adanya pengaruh konfigurasi politik
dengan hukum Islam. Dalam merealisir kebijak- pemerintah dan umat Islam yang berbeda antara
an ini paling tidak ada tiga langkah atau bentuk saat terbit Undang-Undang tentang Perkwinan
kebijakan politik. (1974) dan saat terbit Undang-Undang tentang
Pertama, uninivikasi hukum, sebagai Peradilan Agama (1989) adalah sebuah
mana di sebut di atas kebijakan ini menjadi blue- undang-undang yang mengejutkan banyak
print dalam sistem hukum nasional. Kebijakan kalangan pemerhati, pada tanggal 29 Desember
ini dengan memperhatikan rambu-rambu atau 1989 disahkan, yang memunculkan perubahan
kaedah penuntut, yaitu nasionalisme dan ber- yang paling baru tentang pengadilan agama
wawasan nusantara. Dijelaskan oleh Fadli Lubis sebagai institusi. Cita-cita para modernis Mus-
sebagaiamana dikutip Arsekal Salim, univikasi lim untuk dapat mempromosikan lembaga
yang dipilih adalah bukan yang rigid karena akan peradilan sesuai dengan sistem peradilan mod-
menimbulkan ketidakadilan dan kesalahan. ern tercapai lewat aturan-aturan yang ada dalam
Kebijakan ini selalu dapat digunakan dan undang-undang ini,26 demikian juga dengan
disalahgunakan tergantung interes pemerintah KHI. Inpres. No. 1 Tahun 1991, sebagaimana
saat itu, semisal Undang-Undang tentang pada masa VOC. telah ada Compendium
Perkawianan dan Peradilan Agama1.24 Untuk Frijer.
Undang-undang Perkawinan terjadi univikasi Pada saat Rancangan Undang-Undang
dalam diferensiasi, dan untuk Undang-undang Perkawianan diajukan oleh pemerintah ke DPR
Peradilan Agama pemerintah mengabaikan untuk dibahas sampai dengan terbit menjadi
prinsip dasar univikasi hukum yang cenderung Undang-Undang bentuk hubungan politik
membedakan peradilan yang menyesuaikan pemerintah dengan umat Islam adalah pada
dengan respon negara untuk kebutuhan umat posisi tidak harmonis. Sekitar tahun 1968
Islam, sehingga undang-undang ini dinilai sebagai hubungan politik antara pemerintah dan umat
undang yang diskriminatif. Kasus yang sama Islam telah terbuka dengan jelas adanya suatu

23
Moh. Mahfud MD, “Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia”…, hlm. 73.
24
Arsekal Salim and Azyumardi Azra, Introduction The State. hlm. 7
25
Ibid.
26
Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat Di Indonesia. (Jakarta:INIS, 1998), hlm. 73.

Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru (1-13) 7


ketegangan, yaitu dengan terbitnya Inpres no Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengatakan
13 Tahun 1968 yang menutup perdebatan bahwa UUD 1945 dijiwai Piagam Jakarta.
tentang dasar negara, gerakan politik Islam bisa Inpres no. 13 Tahun 1968 diimplentasi-
ditekan atau dimarginalkan. Maka sejak itulah kan pada tahun 1971, yaitu pada pemilu 1971
hubungan umat Islam dengan pemerintah tatkala Golkar menang secara mayoritas dalam
menjadi tegang, jika tidak boleh dikatakan Pemilihan Umum. Maka sistem kepartaian
bermusuhan. Ketegangan ini ditambah lagi menjadi hegemony party system. Untuk
dengan munculnya Pancasila sebagai ‘Asas mempertahankan kemenangannya, perlu ada
Tunggal’ pada tahun 1983 bagi parpol dan usaha sistematis memperkecil peran politik dari
ormas sehingga menjadi sulit untuk memper- kekuatan partai politik yang lain dan, fusi partai
juangkan berlakunya secara formal dan pun menjadi sasarannya. Dikembangkan suatu
eksklusif hukum-hukum Islam.27Oleh karena itu persepsi di kalangan birokrasi pemerintah
aturan hukum perkawinan yang merupakan bahwa Islam merupakan ancaman bagi ke-
produk hukum saat itu, adalah refleksi kekuatan langsungan jalannya pemerintah. Tekanan dan
politik.28 Selain kita juga harus menghormati intimidasi kepada umat Islam terus digalakkan,
adanya pluralitas hukum bagi rakyat yang pelarangan memakai jilbab di sekolah,
majemuk, sejalan dengan prinsip Bhinneka penghapusan libur pada bulan Ramadan, sen-
Tunggal Ika. . sor terhadap naskah-naskah khutbah Idul Fitri
Ketegangan ini ditambah dengan terbitnya dan Idul Adha terus dilakukan.30
UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Pengurusan izin kegiatan keislaman
Umum dan UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang dipersulit, dan tidak jarang seorang da’i atau
Susduk MPR/DPR/DPRD dengan alasan demi mubalig yang sedang berceramah diminta turun
stabilitas yang dapat memperlancar pem- dari mimbar dengan paksa oleh aparat karena
bangunan ekonomi, pemerintah telah mem- dianggap merongrong kewibawaan pemerintah.
bangun format baru politik Indonesia yang Selain itu rupanya ada trauma di kalangan
memungkinkan pemerintah sangat kuat secara pemerintah akan bangkitnya kembali kekuatan
politis dan untuk itu lembaga legislatif diisi oleh Islam, yaitu ada keinginan di antara tokoh
eksekutif melalui kewenangan Presiden. Masyumi untuk merehabilitasi namanya yang
Ditambah lagi dengan munculnya Pancasila bubar pada tahun 1960; munculnya isu yang
sebagai ‘Asas Tunggal’ pada tahun 1983 bagi bersifat ideologis yakni menghidupkan kembali
parpol dan ormas sehingga menjadi sulit untuk Piagam Jakarta dan menerapkan Islam sebagai
memperjuangkan berlakunya secara formal dan dasar negara; ada keinginan untuk mendirikan
eksklusif hukum-hukum Islam.29 Rupanya partai politik yang baru; dan adanya beberapa
Inpres tersebut di atas juga menjadi senjata tokoh Muhammadiyah yang berkeinginan
pamungkas untuk mengakhiri perdebatan dasar menghidupkan kembali Partai Islam Indonesia
negara bahwa UUD 1945 tidak dijiwai oleh yang belum berdiri karena persoalan intern31.
Piagam Jakarta. Dan ini sangat berbeda dengan Langkah untuk memperkokoh kekuatan rezim

27
Moh. Mahfud MD, ‘Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia’, hlm. 70
28
Produk hukum itu sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang ada di belakngnya; jika konfigurasi
politiknya demokratis maka produk hukumnya berkarakter responsif dan jika politiknya otoriter maka produk
hukumnya berwatak konserfatif. Moh. Mahfud MD, ‘Politik Hukum: Perbedaan konsepsi Antara Hukum Barat
dan Hukum Islam’, hlm. 45.
29
Moh. Mahfud MD, “Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia”... , hlm. 70
30
Abdul Azis Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 26.
31
Ibid., hlm. 242-243.

8 Ishraqi, Vol. 10, No. 1, Juni 2012


ini adalah dengan tumpuan kekuatan pada politik Islam. Menurut beberapa orang
birokrasi, ABRI, dan Golkar, serta memilih pengamat munculnya sikap ini adalah sebagai
justifikasi melalui cara-cara konstitusional akibat dari pendekatan baru terhadap
sehingga perjalananya memang didasarkan pada perkembangan Islam setelah Pancasila diterima
aturan yang secara formal ada atau dibuat.32 sebagai asas (ideologi) tunggal. Dan dengan
Dengan kata lain pada periode ini negara Islam kultural maka umat Islam bukan sebagai
menempatkan diri pada posisi hegemonik ancaman dalam negara bangsa yang berdasar
sedangkan Islam pada posisi pinggiran, sehingga Pancasila. Rasa simpatik regim Orde Baru ini
keduanya saling berlawanan dan cenderung mulai ditunjukkan dengan sejumlah kebijakan
terlibat dalam konflik.33 politiknya yang mempertemukan aspirasi umat
Maka dengan menggunakan alat legal Islam, di antaranya Undang-Undang Peradilan
konstitusional ini, pemerintahan Orde Baru pun Agama, KHI dan Berdirinya Bank Islam.
berhasil menampilkan sebagai pemerintahan Semua ini adalah trends baru yang dapat dilihat
yang menggunakan dan mematuhi hukum. sebagai tanda dari rekonsiliasi anatara
Padahal dalam kenyataannya, apa yang pemerintah dengan umat Islam setelah dua
dijalankan bukan rule of law, tetapi sebenarnya dekade antagonisme.35
hanyalah rule by law. Jika dalam rule of law Pada tahun 1983, di saat hubungan umat
peraturan hukum dibuat dalam rangka Islam dengan pemerintah perlahan-lahan
memberikan jaminan perlindungan terhadap berupaya untuk mengurangi kecurigaan dengan
pelaksanaan hak-hak dasar warga negara, saling memahami potensi masing-masing
maka pada rule by law, peraturan hukum (resiprokal kritis) terbitlah PP yang menunjuk-
dibuat untuk melayani kekuasaan semata. kan betapa kuatnya kekuasaan eksekutif yaitu
Konskuensinya sistem politik demokratis yang PP Nomor 10 Tahun 1983 tertanggal 21 April
ditegakkan hanyalah façade (topeng) belaka, 1983 yang kemudian diubah dengan PP Nomor
karena pada hakekatnya yang berdiri adalah 45 Tahun 1990 tertanggal 6 September 1990
despotisme. Despotisme mempunyai ciri khas yang merupakan aturan yang khusus tentang Izin
yaitu konsentrasi kekuasaan atau sang Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai
pemimpin, serta memusuhi setiap upaya yang Negeri Sipil. Peraturan ini dibuat sebagai aturan
mengarah pada pemberdayaan dan otonomi/ organik bagi UU Perkawinan.
kemandirian individu maupun kelompok dan Memasuki periode terakhir dekade
organisasi dalam masyarakat34 1980-an setelah terjadi pergeseran sikap
Kondisi ketegangan politik antara hubungan politik antara pemerintah dan umat
pemerintah dengan umat Islam menjelang akhir Islam dengan pola akomodatif, yang diawali
dasawarsa tahun 1980 an terjadi perubahan pada periode Kabinet Pembangunan V (1988-
kebijkan politik Orde Baru terhadap umat Is- 1993) dan diteruskan pada Kabinet Pem-
lam. Regim Orde Baru menunjukkan sikap bangunan VI (1993-1998), maka terjadi pula
akomodatif terhadap soio-kultural dan interes pergeseran pemaknaan unifikasi hukum. Salah

32
Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm.
17.
33
Kubtowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi. (Bandung: Mizan , 1991), hlm.142.
34
Muhammad AS. Hikam “Politik Hukum di Indonesia dalam Konteks Reformasi dan Demokrasi” dalam
Khamami Zada-Idy Muzayyad (ed.), Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia. (Yogyakarta: Senat
Mahasiswa Fakultas Syari`ah dan Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 12.
35
. Arsekal Salim and Azyumardi Azra, Introduction The State...hlm. 10

Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru (1-13) 9


satu indikasinya adalah pengesahan RUU nasional sebagai produk dari politik hukum
Peradilan Agama pada tahun 1989. Sebagai- nasional Indonesa adalah satu hukum nasional
mana diketahui, Undang-Undang Peradilan yang mengabdi kepada kepentingan nasional,
Agama memuat ketentuan bahwa bagi mereka dan tidak diletakkan hanya pada kesatuan hukum
yang beragama Islam berlaku hukum Islam dalam arti satu hukum yang diunifikasikan yang
dalam masalah perkawinan, warisan, waqaf, berlaku untuk seluruh bangsa Indonesia, karena
hibah dan sodakoh, secara politis RUU ini jika demikian itu yang diterapkan, maka akan
didukung oleh FABRI, dan FKP yang pada terjadi pemaksaan-pemaksaan hukum kepada
awalnya mendukung kelompok non-Islam. golongan-golongan dalam masyarakat. Hal ini
Maka dengan pengajuan RUU tersebut tidak pasti akan menimbulkan ketidakadilan bagi
berarti pemerintah hendak memberlakukan golongan-golongan yang bersangkutan.
kembali Piagam Jakarta. Demikian pula hukum keluarga Islam yang
Meskipun telah terjadi hubungan akomo- berlaku di Nusantara mengacu kepada falsafah
datif, RUU ini tetap mendapat penolakan dari bangsa Bhinneka Tunggal Ika dan dasar negara
kelompok nasionalis sekuler yang menilai RUU Pancasila, karena itu pluralitas hukum merupakan
ini ada kaitan dengan negara Islam dan Piagam realitas yang harus disadari.
Jakarta seperti halnya RUU Perkawinan, dan Kebijakan politik hukum terhadap aturan
bahkan juga KHI mendapatkan isu penolakan di atas menuai kritik dan tanggapan dari
yang sama. Akan tetapi kekhawatiran itu sirna berbagai pihak, pertamankarena dinilai bahwa
setelah Presiden Soeharto memberikan jaminan aturan-aturan tersebut tidak lain untuk memenuhi
bahwa pemerintah tidak akan memberlakukan keinginan umat Islam, karena itu diskriminatif
Piagam Jakarta, dan selanjutnya pembahasan berdasarkan ikatan primordial dan telah
RUU tersebut berjalan dengan baik, dan melanggar prinsip equality.36
menjadi Undang-Undang Peradilan Agama. Kedua, bentuk kebijakan politik hukum
Sejalan dengan dinamika politik di era Orde Islam adalah social engineering. Politik hukum
Baru, ditemukan dua model positivisasi hukum Indonesia terutama pada era Orde Baru, hukum
perkawinan Islam yaitu, model pertama menjadi alat terhadap perubahan sosial baik
diferensiasi dalam unifikasi hukum nasional dalam secara evolusi ataupun revolusi. Jadi hampir
satu undang- undang seperti Undang-Undang semua proyek pembuatan hukum mengabdi
Nomor 1 Tahun 1974 dan, kedua, diferensiasi kepada pembangunan nasional. Upaya pe-
dalam unifikasi hukum nasional dengan peraturan merintah untuk menerbitkan undang-undang
undang-undang tersendiri seperti Undang- perkawinan merupakan bagian yang terangkai
Undang Peradilan Agama dan KHI. dengan perkembangan hukum Islam Indonesia.
Keseluruhan pembahasan di atas Tujuan pemerintah menerbitkan undang-
memunculkan sebuah teori bahwa positivisasi undang Perkawianan adalah bertujuan mem-
hukum perkawinan Islam dalam politik hukum batasi perceraian, poligami, dan perkawinan di
Indonesia merupakan bentuk akomodasi negara bawah umur. Dalam hal ini Azyumardi men-
terhadap Islam sejauh berkait dengan diferen- jelaskan bahwa undang-undang perkawinan
siasi dalam unifikasi hukum nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesehatan
dinamika perkembangan politik bangsa. Artinya keluarga, pengaturan pertumbuhan penduduk,
bahwa hukum yang akan dikemas dalam hukum perceraian dan poligami.37

36
Ibid.
37
Ibid.

10 Ishraqi, Vol. 10, No. 1, Juni 2012


Ketiga, adalah untuk mengekspresikan pada era Orde Baru yang dapat dilakukan oleh
secara simbolis yang mengisyaratkan hubungan umat Islam adalah berjuang dalam bingkai
anatara pemerintah dengan Islam yaitu sebagian politik hukum agar nilai-nilai-nilai Islam dapat
dipaksa berubah dari marginalisasi seperti mewarnai bahkan dapat menjadi materi, dalam
dijelaskan oleh Wertheim menjelaskan walau- produk hukum terutama dalam lapangan hukum
pun masyarakat Indonesia mayoritas muslim, privat.39
mereka cenderung bertindak seperti minoritas, Dalam kaitan dengan ini, maka ke depan
terutama pada masa regim Soekarno dan awal gagasan Kuntowijoyo tentang Obyektifisasi
regim Soeharto, berubah menjadi bersahabat Islam cukup relevan, gagasan tersebut
dan hilang sikap saing curiga,. Selanjutnya yang berusaha menawarkan suatu jalan keluar agar
demikian ini juga karena faktor seperti nilai-nilai Islam, sebagai nilai univeral tidak hanya
dijelaskan oleh Howard Federspiel sebagai- diterima oleh umat Islam sendiri, tetapi juga oleh
mana dikutip oleh Arsekal Salim, meng- umat agama lain tanapa harus meyakini asal (Is-
identifikasikan sebuah perubahan besar tentang lam).40
persepsi warga negara Indonesia terutama Lebih lanjut Kuntowiyo menjelaskan,
Intelektual dan Aktifis Muslim terhadap bahwa nilai-nilai Islam harus diterjemahkan
pemahamannya mengenai nilai-nilai dan hukum dalam kategori-kategori obyektif sehingga
Islam agar termanifestasikan dalam masyarakat dapat diterima semua pihak. Suatu perbuatan
dan bangsa. Mereka sadar memperhatikan nilai disebut obyektif bila perbuatan itu dirasakan
dan moral budaya Indonesia sebagai suatu oleh orang non-muslim sebagi suatu yang natu-
pertimbangan penting dan diperlukan dalam ral (sewajarnya), tidak sebagai perbuatan
hukum Islam di negeri ini,38 mereka ini lebih keagamaan, walaupun disisi lain orang Islam
substansialis dalam memahami ajaran Islam boleh jadi tetap memandangnya secara teologis
tidak formalis. sebagai ibadah. Obyektifikasi Islam tetap
memandang hukum Islam sebagai sumber
CIRI-CIRI PENERAPAN HUKUM IS- hukum, namun untuk daopat menjadi hukum
LAM positif hukum Islam harus diobyektifikasikan
Karakteristik hukum Islam yang dapat terlebih dahulu dengan melibatkan persetujuan
diterapkan di Indonesia pada era Orde Baru seluruh warga negara.41Dan konskewensinya
adalah suatu yang bersifat keperdataan dan adalah, ketika hukum poistif itu telah disahkan,
pilihan hukum. Terhadap karakter ini, ke- maka yang berlaku itu adalah hukum nasional,
beradaannya tidak lepas dari suatu perjuangan tanpa menyebut lagi sumber hukumnya. Ada
poltik yang berat, dan tidak mustahil barang kali beberapa pihak yang mengatakan kalau hukum
dengan keterlibatan pemerintah menerapakan Islam dijadikan sebagai bagian dari hukum
ketentuan hukum Islam akan masih ada nasional, dan syariat dijadikan sumber hukum
kelompok yang berpandangan sebagai upaya dalam perumusan kaidah hukum positif, maka
gradual untuk mengembalikan Piagam Jakarta. Indonesia, katanya akan menjadi negara Islam,
Untuk memberlakukan hukum Islam tetapi selama ini hukum Belanda dijadikan
pada umatnya berdasar sistem poltik yang ada sebagai hukum positif dan juga dijadikan

38
Ibid., hlm. 13.
39
Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum: Perbedaan konsepsi Antara Hukum Barat dan Hukum Islam”…, hlm. 44.
40
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, cet. 2. (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 67-69.
41
Ibid.

Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru (1-13) 11


sebagai sumber hukum, belum pernah ada or- untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, dalam
ang mengatakan bahwa negara kita ini akan pertimbangannya pemerintah lebih mementing-
menjadi negara Belanda. kan untuk menjaga kelangsungan status quo
Sementara dalam hal hukum publik, yang politiknya, sehingga kemungkinan hukum hukum
syariat Islam itu sendiri hanya memberikan itu ada dalam bentuk hukum positif jika ada
aturan-aturan pokok, atau asas-asasnya saja, keinginan politik dari pemerintah. Faktor
maka biarkanlah ia menjadi sumber hukum penyebabnya di antaranya konfigurasi politik
dalam merumuskan kaidah-kaidah hukum pemerintahan Orde Baru adalah konfigurasi
nasional, karena tidak boleh ada hukum publik politik otoritarian, lembaga legislatif lemah dan
(mengikat komunitas yang ikatan primordialnya lembaga ekskutif sangat kuat, dari konfigurasi
beragam) yang didasarkan ajaran agama politik otoritarian melahirkan hukum yang
tertentu sebab negara hukum Pancasila konservatif atau ortodoks.
mengharuskan tampilnya hukum yang menjamin
toleransi hidup beragama yang berperadaban. KESIMPULAN
Karakter berikutnya pada penerapan Dari uaraian di atas dapat disimpulkan,
hukum Islam pada masa Orde Baru, keabsahan kebijakan politik hukum Islam pada masa Orde
memilih hukum (opsi hukum) bagi umat Islam Baru:
pada hukum tertentu ( seperti ketentuan hukum 1. Hukum Islam diakui sebagai sumber hukum
yang tertuang dalam pasal 49 Undang-Undang materiil yang terbatas pada persoalan
No. 07 tahun 1989 yaitu perkara waris, hibah, keperdataan ( Perkawianan, Waris, Hibah,
wasiat, wakaf dan sadaqah, artinya negara tidak Wakaf dan Sadaqah) sbagaimana ter-
ikut campur dalam menentukan hukum apa yang cantum dalam Undang-Undang Perkawin-
akan digunakan dalam penyelesaian masalah an, Undang-Undang Peradilan Agama,
tesebut, negara hanya memfalitasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang Wakaf dan
lembaga peradilan antara Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam.
Peradilan Umum). 2. Aturan-aturan hukum tersebut muncul dari
Selain kedua ciri tersebut di atas, ada inisiatif penguasa eksekutif karena eksekutif
yang memandang atau mengasusmsikan bahwa sangat kuat saat itu, sehingga kurang
usaha pemerintah untuk mengkodifikasikan atau aspiratif dan lebih menunjukkan cerminan
membentuk berbagai doktrin hukum Islam kehendak politik penguasa.
dalam hukum nasional, adalah tidak tulus hati

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul. 2008. Antologi Pemikiran Hukum Islam di Indonesia Antara Idealitas dan
Realitas. Yogyakarta: Fakultas Syari‘ah UIN Sunan Kaliajga.
Azizy, A. Qodri. 2004. Hukum Nasional Eklektisisme Hukum Islam dan Hukum Umum. Jakarta,:
Teraju PT. Mizan Publika.
Boland, B.J. 1985. Pergumulan Islam di Indonesia, terjemahan. Jakarta: P.T. Grafiti Pers.
Faisal, Ahmad. 2004. Rekonstruksi Syari‘at Islam (Kajian Tentang Pandangan Ulama Terhadap
Gagasan Penegakkan Syuar‘at Islam Oleh KPPSI di Sulawesi Selatan. Yogyakarta:
Disertasi Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kaliaga.

12 Ishraqi, Vol. 10, No. 1, Juni 2012


Gibb, H.A.R. 1972. Modern Trends In Islam. Chicago: The University of Chicago.
Hazairin. 1974. Tujuh Serangkai Hukum. Jakarta: Tintamas.
Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam, cet. 2. Bandung: Mizan.
Lubis, M. Solly. 2000. Politik dan Hukum di Era Reformasi. Bandung: Mandar Maju.
Lukito, Ratno. 1998. Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat Di Indonesia. Jakarta: INIS.
Maarif, Ahmad Syafii. 1987. Islam Dan Masalah Kenegaraan Studi tentang Percaturan dalam
Konstituante. Jakarta: LP3ES.
MD, Moh. Mahfud. 1999. “Politik Hukum: Perbedaan konsepsi Antara Hukum Barat dan Hukum
Islam”, dalam Al-Jami`ah Journal of Islamic Studies State Institute of Islamic Studies
(IAIN) Sunan Kalijaga, No. 63/VI/1999
Mudzakir. 2003. “Integrasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional : Upaya Restrukturisasi Perunadng-
undangan Nasional”, dalam Jurnal Mazhabuna, No. 2 Tahun II/2003
Muzayyad, dan Khamami Zada, Idy (ed.). 1999. Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia.
Yogyakarta: Senat Mahasiswa Fakultas Syari‘ah dan Pustaka Pelajar.
Noer, Deliar. 1983. Islam Pancasila Dan Asas Tunggal. Jakarta: Yayasan Perkhidmatan.
Praja, Juhaya S.. 1991. Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembenmtukan.
Bandung:P.T. Remaja Rosdakarya.
Ramage, Douglas E. 1995. Politics in Indonesia Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance.
London: Routledge.
Salim, dan Azyumardi Azra, Arsekal. Introduction The State and Shari‘a in Perspective of
Indonesian Legal Politics
Syaukani, dan A. Ahsin Thohari, Imam. 2004. Dasar-Dasra Politik Hukum. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Thaba, Abdul Azis. 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani
Press.
Thalib, Sayuti. 1982. Receptio a Contrario. Jakarta:Bina Aksara.

Kamsi, Politik Hukum Islam pada Masa Orde Baru (1-13) 13

Anda mungkin juga menyukai