Anda di halaman 1dari 2

Realisme Hukum di Negara Amerika Serikat dan Skandinavia

(American Legal Realism and Scandinavian Legal Realism)

Realisme sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu
Realisme Hukum pada negara-negara di Amerika Serikat Amerika dan Realisme
Hukum di negara-negara Skandinavia. Realisme berkembang sejalan dengan
Sociological Jurisprudence, realisme diidentikan dengan Pragmatic Legal Realism
karena memang sikap pragmatisme yang terkandung dalam Realisme adalah itu
lebih banyak muncul di Amerika Serikat. Namun skala gerakan Realisme Skandinavia
lebih luas dibanding Realisme Amerika karena pusat perhatiannya bukanlah pada
fungsionaris hukum (khususnya hakim), tetapi justru orang-orang yang berada di
bawah hukum. Realisme Skandinavia ini banyak menggunakan dalil-dalil psikologi
dalam menjelaskan pandangannya.

Perbedaan antara Realisme Hukum di Amerika Serikat dengan di Skandinavia yaitu,


American Realism sifatnya mencari solusi yang statis normatif, sedangkan
Skandinavian Realism mempunyai hukum sendiri dan tidak banyak dipengaruhi
hukum Romawi, karena Filsafat Hukum Eropa sangat kuat dalam memutus perkara
dengan menggunakan argumentasi penyelesaian hukum. Titik tolak putusan
Skandinavian Realism beranjak dari latar belakang atau dasar daripada filsafat,
sedangkan American Realism titik tolak putusannya beranjak darifilosofis yang
praktis-praktis saja.
American Legal Realism:
 Reaksi terhadap filsafat positivisme analitis;
 Pendekatan pragmatis dan praktis;
 Merupakan cara berpikir dan bekerjanya hukum;
 Modernisasi hukum di pengadilan dengan melihat realitas dari masyarakat.
Scandinavian Legal Realism:
 Menolak Hukum Alam;
 Kritik terhadap dasar-dasar metafisik hukum.
 Mengutamakan argumentasi dan teori untuk penyelesaian hukum;
 Pengaruh filsafat hukum eropa.

Menurut Fiedmann, persamaan Realisme Amerika dengan Realisme Skandinavia


adalah semata-mata verbal. Realisme Amerika adalah hasil pendekatan pragmatis
dan paling sopan dalam lembaga-lembaga sosial yang dengan ciri khas tekanan
pada pekerjaan dan tingkah laku pengadilan-pengadilan, untuk memperbaiki
positivisme analitis yang menguasai hukum anglo-amerika pada abad ke 19.
Menekankan bekerjanya hukum baik hukum sebagai pengalaman maupun sebagai
konsepsi namun kurang memperhatikan dasar hukum transendental. Penganut realis
Amerika lebih condong menyetujui filsafat hukum yang relativitas, yang tidak
berusaha menguraikan secara terperinci suatu filsafat tentang nilai-nilai, yang
menurut Llewillyn diasumsikan adanya pemisahan antara “sementara yang ada” (das
sein) dari “yang seharusnya” (das sollen).

Tokoh-tokoh American Legal Realism


 Holmes (1841-1935): bahwa hukum ditemukan dalam konteks historisnya, dan tujuan
nyata dari hukum yang berlaku pada kondisi yang berubah-ubah secara konstan harus
ditinjau selalu kembali.
 Karl Llewellyn (1893-1962): hukum merupakan apa yang dibuat oleg para pejabat
tentang pokok-pokok soal apa yang menjadi debat publik, sehingga dalam hukum
harus diterima adanya berbagai gaya penafsiran atas bahan-bahan sumber hukum
yang terdapat pada berbagai tempat dan masa yang berbeda, dan semua informasi
yang dapat disediakan oleh penelitian sosial tentang putusan-putusan aktual.
 John Chipman Gray (1839-1965): hukum merupakan bentukan dari peraturan-
peraturan yang dijabarkan dari peradilan-peradilan, sedangkan statuta dan bahan-
bahan hukum lain hanyalah “sumber” dari hukum.

Tokoh-tokoh Scandinavian Legal Realism


 Axel Hagerstrom (1868-1939): hukum diidentifikasi sebagai kejadian-kejadian
psikologis, yakni sensasi-sensasi yang dihasilkan dalam pikiran orang sebagai
hasil/reaksi dari kata-kata hukum.
 Alf Ross (1899-1979): hukum dalam pengertian “law in action” adalah ‘Olivercrona”,
sedangkan pengertian daripada Science of Law adalah Logical Positivism.
 Olivercrona (1897-1980): hukum terdiri dari dua elemen, yaitu gagasan tentang suatu
tindakan dan beberapa simbol imperatif. Hukum itu sendiri hanya tulisan, “realitasnya”
ada pada reaksi psikologis pada individu. Hukum hanya terkait dengan realitas
psikologis. Hukum pada dasarnya hanya merupakan monopoli kekuasaan (Hans
Kelsen).

Bahan Bacaan:
 Kumpulan Tugas Bahan Bacaan, Terjemahan Filsafat Hukum Buku Ke I dan II, Tanpa tahun penerbit dan halaman
(tidak diperjualbelikan, hanya dipergunakan di lingkungan Universitas Indonesia).
 Sidharta Darji Dharmono, Pokok-pokok Filsafat Hukum : Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum di Indonesia,
(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal 132-135.

---- 0000 ----


Jakarta, 21 November 2009

Anda mungkin juga menyukai