Anda di halaman 1dari 35

I (LEGAL ARGUMENTATION/LEGAL REASONING)

Langkah-langkah Legal Problem Solving dan


Penyusunan Legal Q p i n i ~ n

Oleh:
Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H.
Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S.

GADJAM MABA UNIVERSITY PRESS


KATA PENGANTAR

Argumentasi hukum merupakan ars (ketrampilan ilmiah) dalam


rangka legal problem solving. Hasil analisis dituangkan dalam bentuk
legal opinion. Legal opinion merupakan ciri khas setiap yuris dalam
rangka legal problenz solving. Sebagai ilustrasi, tidak mungkin
menyusun surat gugatan tanpa didasari legal opinion, lebih-lebih tidak
Hak Penerbitan O 2005 GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS mungkin membuat putusan yang baik tanpa didasari legal opinion.
P.O. Box 14, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Pendidikan hukum di Indonesia hingga saat ini belum menem-
E-mail : gmupress@ugm.ac.id patkan argumentasi hukum sebagai rnata kuliah wajib kurikulum
Homepage : http:llwww.gmup.ugm.ac.id nasional pendidikan hukum.
Untuk mendorong peningkatan kemahiran dalam argumentasi
Cetakan pertarna Juli 2005 hukum melalui pendidikan hukum pada fakultas hukum, kami mem-
Cetakan kedua November 2005 beranikan diri untuk menerbitkan buku ini. Meskipun dimaksudkan
untuk pendidikan S 1 hukum, namun tentunya sangat bermanfaat bagi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis praktisi hukum. Dalam pendidikan calon advokat bahkan ditempatkan
dan penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa legal reasoning sebagai salah satu topik wajib.
pun, baik cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya. Dengan sasaran utama pendidikan hukum pada S1, bagian
1314.75.11.05 terbesar buku ini menyajikan contoh-contoh legal opinion yang pada
dasarnya adalah apa yang merupakan hasil kerja kami sendiri.
Redaktur: Markus Priyogunarto
Harapan kami semoga buku ini bermanfaat tidak hanya bagi
Perancang sampul: Aditya
para mahasiswa fakultas hukum, tapi juga untuk para praktisi hukum
Diterbitkan dan dicetak oleh: dalam bidang apa saja.
GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS
Anggota IKAPl
051 1200-C5E
Surabaya, Maret 2005
ISBN 979-420-593-1
DAFTAW ISI

KATA PENGANTAR ............................................................... v


DAFTAR GAMBAR .................................................................. ix
BAB I ILMU HUKUM SEBAGAI E M U SUI GENERIS ... 1
1. Karakter Nonnatif Ilmu Hukum ............................. 1
2. Terminologi Xlmu Hukum ...................................... 5
3 . Jenis Tlmu Hukurn ................................................ 6
4 . Lapisan Iinlu Hukum .............................................. 9
BAB 11 LOGIKA DAN ARGUME.NTASI FKJK1,TM .............. 13
1. Kesaiahpahaman Terhadap Peran Logika ............... 13
2. Kesesatan (Fallacy) .................................................. 15
3. Kekhususan Logika Hukum .................................... 17
BAB III DASAR-DASAR DALAM ARGUMENTASI HLJ-
I KUI'vI ............................................................................
1. Dari Logika Tradisional .........................................
20
20
2. Batas Justifikasi Deduksi ....................................... 24
3. Penalaran (Konstruksi Hukum) .............................. 27
4 . Konflik Norma ........................................................ 31
5 . Penalaran Induksi ................................................... 32
6. Dialektik dan Retorika ........................................... 35
7. Legal Reasoning dalarn Conlrnon Law System ....... 36
BAB IV LANGKAH PEMECAHAN MASALAH I-IUKUM
DAN LEGAL OPINION ......................................... 38
1. Struktur Argumentasi Hukum ................................ 38
2. Langknh-langkah Analisis Hukum .......................... 40
3 . Menulis Legal Opinion ........................................... 45

- . . . . . .- - ,
...
VXll

BAB V CONTOH-CONTOH LEGAL OPINION .................... 47


1. Contoh Kasus 1 tentang status pegawai PDAM
(BUMD) .............................................................. 48
2. Contoh Kasus 2 Inkonstitusionalitas Undang- DAFTAR GAMBAR
Undang No. 45 Tahun 1999 ................................. 51
3. Contoh Kasus 3 tentang Konsep Wet .................. 56
4. Contoh Kasus 4 tentang Pencabutan Izin HPHTI Gambar 1. Perbedaan Ilmu Hukum Empiris dan Normatif ......
5. Contoh Kasus 5 tentang Pensiun Dini Para Gambar 2. Lapisan Ilmu Hukum Menurut J. Gijssels ..............
Perwira Tinggi Polri ............................................. Gambar 3. Hubungan Filsafat Hukum Teori Hukum dan Dog-
6. Contoh Kasus 6 tentang Legal Standing Yayasan matik Hukum ..........................................................
Pembela Harta Karun Minang .............................. Gambar 4. Karakteristik Lapisan Ilmu Hukum ........................
7. Contoh Kasus 7 tentang Sumbangan Pihak I11 ..... Gambar 5. Lapisan Ilmu Hukum Menurut H.P.H. Visser
8. Contol-t Kasus 8 tentang Legalitas PP No. 34 dan Thooft ......................................................................
No. 35 Tahun 2000 ............................................... Gambar 6. Analogi ....................................................................
9. Contoh Kasus 9 tentang Notaris sebagai Pejabat Gambar 7. Argunzentum A Corztrario .......................................
Umum ................................................................... Gambar 8. Reclztsverfijlzing ......................................................
10. Contoh Rasus 10 tentang Pembatalan Sertifikat Ga~nbar9. Dialektik dan Retorika ............................................
oleh BPN ...............................................................
Gambar 10. Reasoiling.fronz General Prirzciple Caszlistry .......
11. Contoh Kasus 1I tentang Figur Hukum Peraturan Gambar 11. Dialektik Pendapat Ahli ..........................................
Bank Indonesia ..................................................... Gambar 12. Hirarkhi Peraturan Perundangan Belanda ..............
12. Contoh Kasus 12 tentang Surat Tanggapan
Direksi PT Pelindo III ..........................................
13. Contoh Kasus 13 tentang Konstitusionalitas Pasal
2 ayat ( 5 ) dan Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan
Pasal224 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepa-
ilitan dan Penundaan Kewajiban Membayar
(PKPU) .................................................................
BAB I
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU SUI GENERIS
~ '
Judul bab ini ilmu hukum sebagai ilmu sui generis, artinya ilmu
hukum merupakan ilmu jenis sendiri. Dikatakan ilmu jenis sendiri
karena ilmu hukum dengan kualitas ilmiah sulit dikelompokkan dalam
salah satu cabang pohon ilmu. Apakah ilmu hukum masuk cabang
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), apakah ilmu hukum masuk cabang IPS
(Ilmu Pengetahuan Sosial), apakah ilmu hukum masuk cabang
humaniora. Jawaban pasti atas pertanyaan tersebut tidak akan final.
Menelaah sifat khas ilmu hukum dalam tulisan ini ditelaah 4 ha1 yang
menggambarkan ilmu hukum sebagai ilmu sui generis yaitu:
"karakter normatif ilmu hukum, terminologi ilmu hukum, jenis ilmu
hukum dan lapisan ilmu hukum".

1. KARAKTER NORMATIF ILMU HUKUM

Ilmu hukum memiliki karakter yang khas. Ciri khas ilmu


hukum adalah sifatnya yang normatif. Ciri yang demikian menye-
babkan sementara kalangan yang tidak memahami kepribadian ilmu
hukum itu mulai meragukan hakikat keilmuan hukum. Keraguan itu
disebabkan karena dengan sifat yang normatif ilmu hukum bukanlah
ilmu empiris.
Di sisi lain yuris Indonesia yang ingin mengangkat derajat
keilmuan hukum berusaha mengempiriskan ilmu hukum melalui
kajian-kajian sosiologik. Hal itu merupakan salah satu sebab terja-
dinya berbagai kerancuan dalam usaha pengembangan ilmu hukum.
Sebagian yuris Indonesia kehilangan kepribadiannya dan konsekuensi
selanjutnya ialah pembangunan hukum melalui pembentukan hukum

1 A '

i- -- - - ---- - -
yang tidak ditangani secara profesional. Pendidikan hukum tidak jelas (statistik), serta merta penelitian hukum dikualifikasikan sebagai
arahnya. Mudah-mudahan KURNAS 1993/1994 betul-betul merupa- penelitian kualitatif. Dengan predikat itu penelitian hukum djanggap
kan suatu reorientasi dalam pendidikan hukum di Indonesia. kurang ilmiah karena tidak kuantitatif, tidak menggunakan statistik.
Dalam usaha mengilmiahkan ilmu hukum secara empiris, usaha Penelitian hukum nomatif semestinya tidaklah diidenti$kasikan
yang dilakukan ialah menerapkan metode-metode penelitian sosial dengan penelitian kualitatif.
dalam kajian hukum normatif. Metode ilmu sosial dapat digunakan Penulisan mengenai metode penelitian hukum di Indonesia
dalam findamental research yang memandang hukum sebagai tampaknya tidak beranjak dari hakikat keilmuan hukum tetapi dari
fenomena sosial.' Kajian hukum diempiriskan antara lain dengan sudut pandang ilmu sosial, yaitu bagaimana suatu metode penelitian
merumuskan format-format penelitian hukum yang dilatarbelakangi dapat digunakan dalam penelitian hukum. Langkah dernikian akan
oleh metode penelitian ilmu sosial yang notabene adalah penelitian sangat menyulitkan dan dapat mengaburkan ilmu hukum itu sendiri.
empiris. Dengan demikian kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan Menetapkan metode penelitian hukum atau dalam cakupan luas
antara lain memaksakan format penelitian ilmu sosial dalampenelitiart dikatakan sebagai pengkajian ilmu hukum, seharusnya beranjak dari
hukum normatif seperti: hakikat keilmuan hukum. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan
Rumusan masalah dalam kalimat tanya. Kata-kata bagaimana, untuk menjelaskan hakikat keilmuan hukum dan dengan sendirinya
seberapa jauh, dan lain-lain, dipaksakan dalam rumusan masalah membawa konsekuensi pada metode kajiannya. Dua pendekatan
penelitian hukum normatif; tersebut ialah:
Sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Tanpa a. Pendekatan dari sudut falsafah ilmu;
disadari bahwa data bermakna empiris, sedangkan penelitian b. Pendekatan dari sudut pandang teori hukum;
hukum normatif tidak mengumpulkan data; dan Falsafah ilmu membedakan ilmu dari dua sudut pandangan,
Populasi dan sampling. Seorang peneliti hukum normatif tidak yaitu pandangan positivistik yang melahirkan ilmu empiris dan
boleh membatasi kajiannya hanya pada satu undang-undang pandangan normatif yang melahirkan ilmu nonnatif. Dari sudut ini
misalnya. Dia harus melihat keterkaitan undang-undang tersebut ilmu hukum memiliki dua sisi tersebut. Pada satu sisi ilmu hukum
dengan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian populasi dengan karakter aslinya sebagai ilmu normatif dan pada sisi lain ilmu
dan sampling tidak dikenal dalam penelitian hukum normatif. hukum memiliki segi-segi empiris. Sisi empiris itulah yang menjadi
Penelitian hukum normatif seringkali juga diklasifikasikan kajian ilmu hukum empiris seperti sociological jurisprudence, dan
sebagai penelitian kualitatif. Benarkah itu? Perbedaan antara socio legal jurisprudence. Dengan demikian dari sudut pandang ini,
penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif adalah pada sifat data, ilmu hukum dibedakan atas ilmu hukum nomatif dun ilmu hukum
karena penelitian itu menyangkut data dan konsekuensinya pada empiris. Ilmu hukum normatif metode kajiannya khas, sedangkan ilmu
analisisnya. Oleh karena penelitian itu menyangkut data dengan hukum empiris dapat dikaji melalui penelitian kualitatif atau kuan-
sendirinya merupakan penelitian empiris. titat$ tergantung sifat datanya.
Kesalahpahaman terhadap penelitian hukum ialah karena Dari sudut pandang teori hukum, ilmu hukum dibagi atas tiga
penelitian hukum normatif tidak menggunakan analisis kuantitatif lapisan utama, yaitu: dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti
sempit) dan filsafat hukum. Ketiga lapisan tersebut pada akhirnya
1
Terry Hutchinson, Researching and Writing in Law, Law Book CO.Sydney, memberi dukungan pada praktik hukum. Ketiga lapisan tersebut dan
2002, h. 10. juga praktik hukum masing-masing mempunyai karakter yang khas
dengan sendirinya juga memiliki metode yang khas. Persoalan tentang
metode dalam ilmu hukum merupakan bidang kajian teori hukum Dari uraian di atas dapatlah diambil satu sikap, yaitu janganlah
(dalam arti sempit). mengempiriskan segi-segi normatif ilmu hukum dan sebaliknya
Dengan pendekatan yang obyektif seperti tersebut di atas, janganlah menormatifkan segi-segi empiris dalam penelitinn hukum.
dapatlah ditetapkan metode mana yang paling tepat dalam pengkajian Dalam kajian normatif sebaiknya berpegang pada tradisi keilmuan
ilmu hukum. Sikap yang mengunggulkan penelitian hukum hukum itu sendiri, sedangkan dalam kajian ilmu hukum empiris
empiris dan meremehkan penelitian hukum normatif adalah sikap sebaiknya digunakan metode-metode penelitian empiris yang sesuai.
yang tidak bennr. Sikap demikian menutup mata pada pola kerja ilmu
hukum dan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu hukum normatif. Adalah
suatu temuan maha besar dalam ilmu hukum normatif antara lain 2. TERMINOLOGI ILMU HUKUM
tentang badan hukum sebagai subjek hukum.
Temuan normatif tersebut telah membawa pengaruh yang luar Dalam bahasa Belanda, Jerman, dan bahasa Inggris digunakan
biasa dalam kehidupan ekonomi karena dengan temuan itu suatu usaha istilah berikut:
tidaklah semata tergantung pada usia pemilik modal yang notabene - Rechtswetenschap (Belanda)
terbatas, sedangkan suatu badan usaha tidak mengenal usia tua. - Rechtstheorie (Belanda)
Temuan lain dalam hukum pidana rnisalnya tentang tanggung jawab - Jurisprudence (Inggris)
korporasi dan dalam hukum administrasi tentang asas-asas umum - Legal science (Inggris)
pemerintahan yang baik, dan lain-lain. - Jurisprudent (Jerman).
Dengan tidak bermaksud untuk meremehkan hasil-hasil yang Kepustakaan bahasa Indonesia tidak tajam dalam penggunaan
telah dicapai oleh studi-studi hukum empiris kiranya cukup banyak istilah. Istilah ilmu hukum tampaknya begitu saja disejajarkan dengan
kritik yang diajukan terhadap studi-studi hukum empiris. Satu contoh istilah-istilah dalam bahasa asing seperti dalam bahasa Belanda:
misalnya kritik dari Lord Lloyd 0 Hamstead dan M.D.A. Freeman rechtswetenschap, rechtstheorie, dan dalam kepustakaan berbahasa
dalam "Lloyd's Introduction to Jurisprudence" 1986. Mereka menga- Inggris dikenal istilah-istilah seperti: jurisprudence, legal science.
takan bahwa studi-studi socio-legal menekankan arti penting Istilah Belanda rechtswetenschap dalam arti sempit adalah
menempatkan hukum dalam konteks sosialnya, tentang penggunaan dogmatik hukum atau ajaran hukum (de rechtsleer) yang tugasnya
metode-metode penelitian, tentang pengakuan bahwa banyak adalah deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum positif dan dalam
permasalahan hukum tradisional pada hakikatnya bersifat empiris dan ha1 tertentu juga eksplanasi. Dengan demikian dogmatik hukum tidak
murni konseptual. Tema utamanya adalah kesenjangan (the gap) bebas nilai tetapi syarat nilai. Rechtswetenschap dalam arti luas
antara "law in the books" and "law in action7'. Namun demikian studi- meliputi: dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti sempit) dan
studi tersebut hanya sampai pada tingkatan menggambarkan filsafat hukum.
"kesenjangan" tetapi jarang menjelaskannya (The gap is described Rechtstheorie juga mengandung makna sempit dan luas. Dalam
but is rarely explained).' arti sempit rechtstheorie adalah lapisan ilmu hukum yang berada di
antara dogmatik hukum dan filsafat hukum. Teori hukum dalam arti
2
Lord Lloyd 0 Harnstead dan M.D.A. Freeman, d a l Lloyd's
~ Introduction to ini merupakan ilmu eksplanasi hukum (een verklarende wetenschap
Jurisprudence, ELBSIStevens, 1985, h. 580.
van het r e ~ h t )Teori
. ~ hukum merupakan ilmu yang sifatnya interdi- kasus perkosaan aliran ini lebih memfokuskan pada perilaku hakim
sipliner. Dalam arti luas, rechtstheorie digunakan dalam arti yang dalam memutus kasus perkosaan. Salah satu fokusnya adalah
sama dengan rechtswetenschap dalam arti apakah terdapat perbedaan menyangkut berat ringannya hukuman
Istilah Inggris jurisprudence, legal science, dan legal philoso- terhadap pelaku dikaitkan dengan gender yaitu: bagaimanakah
phy mempunyai makna yang berbeda dengan istilah-istilah Belanda perilaku hakim pria dan perilaku hakim wanita dalam memberikan
seperti yang telah diuraikan di atas, Lord Lloyd 0 Hamstead, M.D.A. hukuman perkosaan.
Freeman dalam bukunya Lloyd's Introduction to Jurisprudence 2. Sociologicaljurisprudence: law in action # law in the hooks
memberikan gambaran sebagai berikut: -1
Jurisprudence involves the study of general theoritical questions Kritik: the gap is described but is rarely explained.
about the nature of laws and legal systems, about the relationship Aliran sosiologicaljurisprudence memfokuskan diri pada problema
of law to justice and morality and about the social nature of law.' kesenjangan, yaitu kesenjangan antara law in book dan law in
Science, however, is concerned with empirically observable facts action. Namun kritik yang pedas terhadap aliran ini adalah bahwa
and events6 mereka hanya memaparkan kesenjangan tetapi tidak menjelaskan
H.PH. Visser Thooft, dari sudut pandang filsafat ilmu, menggunakan kenapa terjadi kesenjangan, sehingga tidak ada solusi.
istilah rechtswetenschappen (Ilmu-ilmu Hukum), merumuskan bahwa 3. Socio - legal studies
semua disiplin yang obyeknya Hukum adalah ilmu hukum. Atas dasar Aliran ini melihat hubungan timbal balik antara hukum dan
itu dikatakan: recht is mede wetenschap. masyarakat, yang di satu sisi pengaruh hukum terhadap masyarakat
dan disisi lain pengaruh masyarakat terhadap hukum.

Ili il~ 3. JENIS ILMU HUKUM

Dari segi obyeknya, ilmu hukum dibedakan atas:


Atas dasar itu kualitas sarjana hukum dibedakan:
1. Jurists -+ norrnatif -+ menguasai ars
2. Legal scientist + empiris.
- Ilmu Hukum Normatif Hanya kelompok yurislah yang kompeten untuk menduduki
- Ilmu Hukum Empiris. profesi hukum seperti hakim, jaksa dan advokad. Di Belanda kualitas
Tahapan studi ilmu hukum empiris sampai saat ini meliputi: yuris melekat pada gelar Mr. (Meester in de rechten), dalam sistem
1. Realis: factual patterns of behavior anglo-Amerika karakter itu melekat pada gelar LL.M (Master of Laws
Fokus studinya adalah perilaku, misalnya perilaku hakim. Dalam atau Legum Magister). Lulusan pendidikan tinggi hukum di Indonesia
dengan gelar yang tidak langsung menunjuk pada karakter yuris,
3 ~ . Gijssels d m Marck Van Hoecke, Wat is Rechtstheorie, Kluwer seperti lulusan S1 bergelar Sarjana Hukum (S.H.), lulusan S2 awalnya
Antwerpeen, 1982, h. 107. bergelar M.S. (Magister Sains), kemudian M.Hum. (Magister
4
Ibid., h. 126. Humaniora), tidak jelas menunjukkan karakter yuris.
5
Lord Lloyd 0 Hamstead d m M.D.A. Freeman, Op. cit, h. 5. Perbedaan antara ilmu hukum norrnatif dengan ilmu hukum
61bid., h. 16. empiris oleh D.H.M. Meuwissen digambarkan sebagai berikut:
7
H.P.H Vissert Thooft, Filosojie van de Rechts Wetenschap, Martinus Nijhoff, Ilmu hukum empiris secara tegas membedakan fakta dari norma;
Leiden, 1988, h. Bagi ilmu hukum empiris, gejala hukum hams murni empiris, yaitu
9
I
8
Dari paparan tersebut, beberapa perbedaan mendasar antara
1 ~1 fakta sosial; ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris, pertama-tama dari
Bagi ilmu hukum empiris, metode yang digunakan adalah metode hubungan dasar sikap ilmuwan, dan yang sangat penting adalah teori
~ I
ilmu empiris;
Ilmu hukum empiris merupakan ilmu yang bebas nilai.8
kebenaran. Dalam ilmu hukum empiris sikap ilmuwan adalah sebagai
penonton yang mengamati gejala-gejala obyeknya yang dapat

II 1,' J.J.H. Bruggink menggambarkan perbedaan antara ilmu hukum


empiris dengan ilmu hukum normatif sebagai berikut (Gambar I ) . ~
ditangkap oleh pancaindra. Dalam ilmu hukum normatif, yuris secara
aktif menganalisis norma, sehingga peranan subyek sangat menonjol.
Dari segi kebenaran ilmiah, kebenaran hukum empiris adalah

1 1 Ilmu hukum normatif


kebenaran korespondensi, artinya bahwa sesuatu itu benar karena
didukung oleh fakta (correspond to reality). Dalam ilmu hukum
normatif dengan dasar kebenaran pragmatik yang pada dasarnya
I~ adalah konsensus sejawat sekeahlian.
11 1 1
Di Belanda, hal-ha1 yang merupakan konsensus sejawat
sekeahlian dikenal sebagai heersende leer (ajaran yang berpengaruh).

4. LAPISAN ILMU HUKCTM

1I ~ 1
; J. Gijssels dan Marck van Hoecke mengemukakan lapisan ilmu
hukum seperti diperlihatkan dalam Gambar 2."
Secara kronologis perkembangan ilmu hukum diawali oleh
filsafat dan disusul dogrnatik hukum (ilmu hukum positif). Dua

1I
disiplin tersebut memiliki perbedaan yang sangat extrem. Filsafat
hukum sangat spekulatif, sedangkan hukum positif sangat teknis.
Dalam hubungan dengan itu dibutuhkan disiplin tengah yang
(J.J.H. Bruggink: 127).
menjembatani filsafat hukum dan ilmu hukum positif. Disiplin tengah
tersebut mula-mula berbentuk ajaran hukum umum (algemene
1~ Gambar 1. Perbedaan Ilmu Hukum Empiris dan Normatif rechtsleer) yang berisi ciri-ciri umum seperti asas-asas hukum dari
I berbagai sistem hukum. Dari ajaran hukum umum berkembang
menjadi teori hukum..Disiplin baru ini tidak hanya dengan fokus ciri-
ciri yang sama tetapi juga permasalahan yang sama dari berbagai
I
8
D.H.M. Meuwissen dalam Van Dijk., Van Apeldorn's Inleiding Tot De
sistem hukum.
Studie Van Het Nederlanse Recht, Acttiende Druk, W.E.J. Tjeen Willink, Zwolle,
1985, h. 450. 10
9 J.Gijssels dan Marck Van Hoecke, Op cit., h. 133.
J.J.H. Bruggink, Recht Rejlecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheories,
Kluwer, Deventer, 1993, h. 127.

- -. - -
Lapisan Ilmu Hukum individual dan final.

ri Filsafat Hukum

F
Filsafat Hukum

Q Teori Hukum
Meta - teori Meta - teori

Teori hukum
Praktik Hukum

Gambar 2. Lapisan Ilmu Hukum Menurut J. Gijssels

Dogmatik hukum, teori hukum, filsafat hukum pada akhirnya Dogmatik hukum
harus diarahkan kepada praktik hukum. Praktik hukum menyangkut .
dua aspek utama yaitu pembentukan hukum dan penerapan hukum.
Permasalahan penerapan hukum antara lain mengenai: inter- teori teori teori
pretasi hukum, kekosongan hukum (leemten in het recht), antinomi
dan norma yang kabur (vage nomzen). I
I
I I
Hubungan antara filsafat hukum, teori hukum dan dogmatik Hukum positif
hukum dapat digambarkan dalam Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa hukum positif didukung oleh
ilmu hukum positif, teori hukum dan filsafat hukum. Gambar 3. Hubungan Filsafat Hukum Teori Hukum dan Dogmatik Hukum
Tiap lapisan ilmu hukum memiliki karakteristik khusus -

mengenai: konsep, eksplanasi dan sifat atau hakikat keilmuannya. Hal Lapisan ilmu Konsep Eksplanasi Sifat
tersebut dapat diuraikan dalam Gambar 4." hukum
Sebagai ilustrasi, dalam Pasal 1.3 UU No. 5 Tahun 1986 Filsafat Hukum Grondbegrippen Reflektif Spekulatif
dirumuskan keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara, yang Teori Hukum Algemene Analitis -> Normatif
merupakan tindakan Hukum Tata Usaha Negara yang bersifat konkrit, Empiris

11
J.J.H. Bruggink, Op cit., h. 1 17.
12
Ibid. Gambar 4. Karakteristik Lapisan Ilmu Hukum
Keputusan Tata Usaha Negara merupakan konsep teknis, na-
mun unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara harus ditelusuri
dalam ranah teori hukum, dalam ha1 ini teori Hukum Administrasi.
Contoh: untuk menjelaskan unsur tindakan Hukum Tata Usaha BAB I1
Negara haruslah pertama-tama menjawab pertanyaan apakah yang
dirnaksud Hukum Tata Usaha Negara. Konsep Hukum Tata Usaha LOGIKA DAN ARGUMENTASI HUKUM
Negara adalah konsep teori, jadi merupakan konsep umum (algemene
begrippen).
H. P.H. Visser Thooft menggambarkan lapisan ilmu hukum 1. KESALAFIPAHAMAN TERHADAP PERAN LOGIKA
sebagai berikut (Gambar 5).13
Teori argumentasi mengkaji bagaimana menganalisis, meru-
Filsafat Hukum (Rechts Filosojie)
muskan suatu argumentasi secara cepat. Teori argumentasi mengem-
t
Teori Hukum (Rechts Theorie)
bangkan kriteria yang dijadikan dasar untuk suatu argumentasi yang
jelas dan rasional. Isu utama adalah adakah kriteria universal dan
kriteria yuridis yang spesifik yang menjadikan dasar rasionalitas
argumentasi hukum?'
Ilmu Hukum Praktis 1lmu-1lkuHukum Lain Suatu tradisi yang sudah sangat lama dalam argumentasi hukum
(Praktische rechtswetenschap) (Andere rechtswetenschappen) adalah pendekatan formal logis. Untuk analisa rasionalitas proposisi
dikembangkan 3 model logika yaitu: 1. Logika silogistis, 2. Logika
Gambar 5. Lapisan Ilmu Hukum Menurut H.P.H. Visser Thooft proposisi, 3. Logika predikat.
Untuk analisa penalaran dikembangkan logika diontis.
Membandingkan gambar dari Visser dengan gambar dari J.J.H. Diantara para penulis memang terdapat perbedaan pendapat
Bruggink, yang merujuk pada pendapat J. Gijssels dan Mark Van mengenai peran logika formal dalam argumentasi hukum, seperti
Hoecke dapat disimpulkan bahwa dogmatik hukum (ilmu hukum contoh MacCormick, logika hanya mempunyai peran terbatas, bahkan
positif) adalah ilmu hukum praktis. Fungsi ilmu praktis adalah ada yang berpendapat logika tidak penting, seperti Perelman dan
problem solving. Dengan demikian, dogmatik hukum sebagai ilmu Toulmin.
hukum praktis tujuannya adalah legal problem solving. Untuk tujuan
* Kesalahpahaman terhadap peran logika terutama berkaitan
tersebut dibutuhkan ars, yang merupakan ketrampilan ilmiah. dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik (sylogis-
Ars itu dibutuhkan para yuris untuk menyusun legal opinion tische logica). Terjadinya kesalahpahaman karena pendekatan
sebagai output dari langkah legal problem solving. Ars yang dimaksud tradisional dalam argumentasi hukum yang mengandalkan model
adalah legal reasoning atau legal argumentation, yang hakekatnya sillogisme.
adalah giving reason.
1
E.T. Feteris, Redelijkheid in Jurisdische Argumentatie. Een Overzicht van
Theorieen Over Het Rechtvaardigen van Juridische Beslissingen, W.E.J. Tjeenk
13
H.P.H. Visser Thoof, Op. cit., h. 10. Willink, Zwolle, 1994, h. 2.

-
* Kesalahpahaman yang kedua berkaitan dengan peran logika 2. KESESATAN (FALLACY)
dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim dan
pertimbangan-pertimbangan yang melandasi keputusan. Kesesatan dalam penalaran bisa terjadi karena yang sesat itu,
Menurut mereka proses pengambilan keputusan tidak selalu logis, karena sesuatu hal, kelihatan tidak masuk akal. Kalau orang menge-
sedangkan bagi mereka yang mendukung logika berpendirian mukakan sebuah penalaran yang sesat dan ia sendiri tidak melihat
bahwa antara proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab kesesatannya, penalaran itu disebut paralogis. Kalau penalaran yang
suatu keputusan tidak dapat dipisahkan. Bagi proses logika tidak sesat itu dengan sengaja digunakan untuk menyesatkan orang lain,
penting, tapi bagi pertimbangan logika keputusan sangat penting. maka ini disebut sofisme. Penalaran dapat sesat karena bentuknya
Pertanyaan tentang bagaimanakah merumuskan argumentasi, tidak sahih (tidak valid), ha1 itu terjadi karena pelanggaran terhadap
bukanlah pertanyaan logika, tapi pertanyaan: de juridische kaidah-kaidah 1 0 ~ i k a . ~
methodenleer en rechtsvinding theorieen (ajaran metode dan teori Penalaran juga dapat sesat karena tidak ada hubungan logis
penemuan hukum). antara premis dan konklusi. Kesesatan demikian itu adalah kesesatan
* Kesalahpahaman yang ketiga berkaitan dengan alur logika relevansi mengenai materi penalaran. Model kesesatan yang lain
formal dalam menarik suatu kesimpulan. adalah kesesatan karena bahasa. Selanjutnya untuk menggambarkan
* Kesalahpahaman yang keempat, logika tidak berkaitan dengan kesesatan dalam penalaran hukum R.G. Soekadijo memaparkan lima
aspek substansi dalam argumentasi hukum. model kesesatan hukum, yaitu:5
* Kesalahpahaman yang kelima, menyangkut tidak adanya kriteria 1. Argumentum ad ignorantiam
formal yang jelas tentang hakekat rasionalitas nilai didalam 2. Argumentum ad verecumdiam
h~kum.~ 3. Argumentum ad hominem
Hal yang sama juga dipaparkan oleh R.G. Soekadijo tentang 4. Argumentum ad misericordiam
logika. Kata "logika" sebagai istilah, berarti suatu metoda atau teknik 5. Argumentum ad baculum.
yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Untuk memahami Ilustrasi atas 5 model kesesatan tersebut juga dikemukakan oleh Irving
logika, orang harus mempunyai pengertian yang jelas mengenai M. Copy. Model tersebut kalau digunakan secara tepat dalam bidang
penalaran. Penalaran adalah satu bentuk pemikiran. Adapun bentuk- hukum justru bukan kesesatan dalam penalaran hukum yaitu:6
bentuk pemikiran yang lain, mulai yang paling sederhana ialah: 1. Argumentum ad ignorantiam:
pengertian atau konsep (conceptus, concept), proposisi atau pernya- Kesesatan ini terjadi apabila orang mengargumentasikan suatu
taan (propositio, statement) dan penalaran (ratio cinium, reasoning). proposisi sebagai benar karena tidak terbukti salah atau suatu
Tidak ada proposisi tanpa pengertian (konsep) dan tidak ada proposisi salah karena tidak terbukti benar.
penalaran tanpa proposisi. Untuk memahami penalaran, maka Dalam bidang hukum, argumentum ad ignorantiam dapat dilaku-
ketiga bentuk pemiluran harus dipahami bersama-~ama.~ kan apabila ha1 itu dimungkinkan oleh hukum acara dalam bidang

4Ibid., h. 11.
bid., h. 25-29. 5
Zbid., h. 12-13.
3 6
R.G. Soekadijo, Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dun Induktg PT. Irving M. Copy Carl Cohen, Introduction to Logic, Eighth Edition, Collier
Gramedia, Jakarta, 1985, h. 3. MacMillan Publisher, London, 1990, h. 9 1-107.
hukum tersebut. Untuk bidang hukum perdata dengan berpegang Akan tetapi apabila digunakan untuk pembuktian tidak bersalah,
pada pasal 1865 BW penggugat hams membuktikan kebenaran ha1 itu merupakan suatu kesesatan.
dalilnya, sehingga apabila dia tidak dapat mengemukakan bukti 5. Argumentum ad baculum:
yang cukup, gugatan dapat ditolak dengan alasan bahwa si peng- Menerima atau menolak suatu argumentasi hanya karena suatu
gugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya. Dalam hukum ancaman. Ancaman itu membuat orang takut. Dalam bidang
acara peradilan tata usaha negara, ha1 itu tidak berlaku karena Pasal hukum, cara itu tidak sesat apabila digunakan untuk mengingatkan
107 UU Nomor 5 tahun 1986 menetapkan bahwa hakim yang orang tentang suatu ketentuan hukum, contoh: di Surabaya di
menetapkan beban pembuktian. Dengan dasar itu tidaklah tepat seluruh pojok kota dipasang papan kuning yang berisi ancarnan
menolak suatu gugatan hanya atas dasar bahwa si penggugat tidak bagi pelanggar PERDA KEBERSIHAN.
dapat membuktikan dalil-dalilnya. Karena munglun saja beban
pembuktian dialihkan kepada tergugat.
2. Argumentum ad verecundiam: 3. KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM
Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena nilai
penalarannya, tetapi karena orang yang mengemukakannya adalah Arti penting makna logika bagi hukum juga dipaparkan oleh A.
orang yang benvibawa, berkuasa, ahli, dapat dipercaya. Argu- Soeteman dan P.W. Brouwer.
mentasi demikian bertentangan dengan pepatah latin: Tantum valet Satu dalil yang kuat: satu argumentasi bermakna hanya
auctoritas, quantum valet argumentatio (nilai wibawa hanya dibangun atas dasar logika. Dengan kata lain adalah suatu "Conditio
setinggi nilai argumentasinya). sine qua non" agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila
Dalam bidang hukum argumentasi demikian tidak sesat jika suatu didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan sistem logika formal yang
yurisprudensi menjadi yurisprudensi tetap. Contoh: untuk merupakan syarat mutlak dalam berargumentasL7
kriteria perbuatan melanggar hukum oleh penguasa, sebagai Argumentasi yuridis merupakan satu model argumentasi
yurisprudensi tetap dianut putusan Mahkamah Agung No. 838 khusus. Apakah kekhususan argumentasi hukum?
WSipl1972 yang terkenal dengan sebutan kasus Yosopendoyo. Ada 2 ha1 yang menjadi dasar:
3. Argumentum ad hominem: 1. Tidak ada hakim ataupun pengacara, yang mulai berargumentasi
Menolak atau menerima suatu argumentasi atau usul bukan karena dari suatu keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari
penalaran, tetapi karena keadaan orangnya. hukum positif. Hukum positif bukan merupakan suatu keadaan
Menolak pendapat seseorang karena dia orang Negro adalah suatu yang tertutup ataupun statis, akan tetapi merupakan satu perkem-
contoh argumenturn ad hominem. Dalam bidang hukum, argu- bangan yang berlanj ut.
mentasi demikian bukan kesesatan apabila digunakan untuk men- Dari suatu ketentuan hukum positif, yurisprudensi akan menen-
diskreditkan seorang saksi yang pada dasarnya tidak mengetahui tukan norma-norma baru. Orang dapat bernalar dari ketentuan
secara pasti kejadian yang sebenarnya. hukum positif dari asas-asas yang terdapat dalam hukum positif
4. Argumentum ad misericordiam: untuk mengambil keputusan-keputusan baru.
Suatu argumentasi yang bertujuan untuk menimbulkan belas ---

kasihan. Dalam bidang hukum, argumentasi semacam ini tidak 7


A. Soeteman, P.W. Brouwer, Logica en Recht, W.E.J. Tjeenk Willink,
sesat apabila digunakan untuk meminta keringanan hukuman. Zwolle, 1982, h. 32.
2. Kekhususan yang kedua dalam argumentasi hukum atau penalaran arti luas dan sempit. Dalam arti luas legal reasoning berkaitan dengan
hukum berkaitan dengan kerangka prosedural, yang di dalarnnya proses psikologi yang dilakukan hakim, untuk sampai pada keputusan
berlangsung argumentasi rasional dan diskusi r a s i ~ n a l . ~ atas kasus yang dihadapinya. Studi legal reasoning dalam arti ruas
Dalam kaitan itu tiga lapisan argumentasi hukum yang rational menyangkut aspek psikologi dan aspek biographi.
adalah seperti yang digambarkan oleh E.T. Feteris et.al. Legal reasoning dalam arti sempit berkaitan dengan argu-
Tiga lapisan Argumentasi Hukum yang rasional (Drie niveaous mentasi yang melandasi satu keputusan. Studi ini menyangkut kajian
van rationele juridische argumentatie) meliputi: logika suatu keputusan. Jadi berkaitan dengan jenis-jenis argumentasi,
1. Lapisan logika (logische niveau) hubungan antara reason (pertimbangan, alasan) dan keputusan, serta
2. Lapisan dialektik (dialectische niveau) ketepatan alasan atau pertimbangan yang mendukung keputusan.10
3. Lapisan prosedural (procedurele niveau). Tipe argumentasi dibedakan dengan 2 cara:
Lapisan dialektik dan lapisan prosedural menentukan kualitas 1. Dari bentuk atau struktur
suatu argumentasi 2. Dari jenis-jenis alasan yang digunakan untuk mendukung konklusi.
1. Lapisan logika: lapisan ini untuk struktur intern dari suatu argu- Dua bentuk tersebut dapat ditelusuri kembali ke pola logika
mentasi. Lapisan ini merupakan bagian dari logika tradisional. Aristoteles.
Isu yang muncul disini berkaitan dengan premies-prernies yang Bentuk-bentuk logika dalam argumentasi dibedakan atas argu-
digunakan dalam menarik suatu kesimpulan yang logis, dan mentasi deduksi dan non deduksi dan beberapa karakteristik logic
langkah-langkah dalam menarik kesimpulan. Misalnya deduksi, yang berkaitan dengan bentuk-bentuk tersebut."
analogi.
2. Lapisan dialektik: lapisan ini membandingkan argumentasi baik
pro maupun kontra. Ada 2 pihak yang berdialog ataupun berdebat,
yang bisa saja pada akhirnya tidak menemukan jawaban, karena
sama-sama kuatnya.
3. Lapisan prosedural (struktur, acara penyelesaian sengketa)
Prosedur tidak hanya mengatur perdebatan, tetapi perdebatan itu
pun menentukan prosedur. Suatu aturan dialog hams berdasarkan
pada aturan main yang sudah ditetapkan dengan syarat-syarat
prosedur yang rasional dan syarat penyelesaian sengketa yang
jelas. Dengan demikian terdapat saling ketertarikan antara lapisan
dialektik dan lapisan prosedural.9
Pengertian legal reasoning digunakan dalam 2 arti yaitu dalam

8
Ibid., h. 36-37.
10Martin P. Golding, Legal Reasoning, Alfreda A. Knoff Inc., New York,
9 ~ . Feteris,
~ . et.al. Op Goede Gronden (Bijdragen Aan Het Tweede
Symposium Juridische Argumentatie, Rotterdam, 14 Juni, 1996), Ars Aqua1 Libri, 1984, h. 1.
I1
Nijmegen, 1997, h. 132-136. Ibid.. h. 35.
Misalnya: bentuk argumentasi deduksi
2. Substansi atau isi argumentasi (de inhoud van de argurnentatie)
Contoh: larangan argumentum ad hominem (misal: satu argu-
BAB 111 mentasi menolak suatu argumentasi karena alasan bahwa yang
bersangkutan bukan orang Indonesia)
DASAR-DASAR DALAM ARGUMENTASI 3. Prosedur atau hukum acara3
HUKUM Misal: beban pembuktian
Dalam BW Pasal 1865 beban pembuktian pada penggugat, tapi
dalam UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, Pasal 107, hakim
1. DARI LOGIKA TRADISIONAL yang menentukan beban pembuktian. Dengan ketentuan tersebut
dalam perkara perdata, satu gugatan dapat ditolak, karena si
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, teori argumentasi penggugat tidak bisa membuktikan dalil-dalilnya, tetapi alasan itu
dewasa ini dapat ditelusuri kembali ke rnasa Aristoteles. tidak bisa digunakan hakim dalam mengadili dan memutus
Aristoteles mulai dengan studi sistematis tentang logika, yang sengketa TUN, karena hakim bisa membebankan pembuktian pada
intinya adalah konsistensi (logical sequence) yaitu konsistensi dalam tergugat.
premis-premis sampai kesimpulan. Dari logika, Aristoteles mengem- Dalam teori hukum, logici hukum bertitik tolak dari model
bangkan dasar-dasar dialektika sebagai ajaran berdebat. Dari dia- logika deduksi. Hal tersebut digambarkan dalam buku Logical Models
lektika menuju ke retorika, y aitu teknik untuk meyakinkan.' Of Legal Argumentation, dengan editor Henry Prakken dan Giovanni
Sartor sebagai berikut:
In legal theoy, legal logicians tended to focus on a deductive
Rasionalitas dan Argumentasi (Rationaliteit e n Argumentatie) reconstruction of a judgeds 'justzj5cation of a decision, without taking
Pertanyaan: Apakah rasionalitas itu? Jawabannya adalah: tanpa into account the dialectical process which had led to the selection of
argumentasi tidak ada rasionalitas (zonder argumentatie geen the chosen justzj5cation .... Logic found its favourite application
rationa~iteit).~ domain in legislation: the basic idea was to represent legislation as a
set of consistent statements (rules),from with legal conclusions could
Hal itu berarti bahwa: tidak setiap argumentasi itu rasional.
be deductively direved (cJ: (Sergot e.at., 1986)). Dialectic founds
Dengan pendekatan fungsional dapat dirumuskan syarat-syarat argu- instead its favourite application domain in case based reasoning. The
mentasi yang rasional. Dengan pendekatan ini suatu argumentasi basic idea was to model legal reasoning via the adversarial (citation
terdiri atas dialog dan diskusi. ofpro and contra cases (cf: e.q. (Ashley, 1990)). However, in the last
Kriteria argumentasi rational dengan pendekatan ini berkaitan years the separation between logic and dialectic seems to be coming
dengan: to an end.4
1. Bentuk argumentasi (de v o m van de argumentatie)
1 3~bid.,
h. 244.
P.W. Brouwer, et. al., Drie Dimensies Van Recht. Rechtstheorie, Rechts- 4
geleerdheid, Rechtspraktijk,Boom Jurische Uitgevers, Den Haag, 1999, h. 240-241. Henry Prakken dan Giovanni Sartor, Logical Models of Legal Argumentat-
2~bid.,h. 243. ion, Kluwer Academic Publisher, The Netherlands, 1997.h. 1.
Dengan titik tolak logika tradisional, model argumentasi yang Konklusi : terdakwa melanggar h ~ k u m . ~
lazim adalah argumentasi deduksi. Dalam kaitan dengan deduksi patut diperhatikan kekhususan
1. Argumentasi Deduksi yaitu penerapan suatu aturan hukum pada logika hukum sebagaimana digambarkan oleh Irving M. Copy:
suatu kasus Dalam ha1 memecahkan masalah hukum, peran sentral argu-
Norma : Pencuri harus dihukum mentasi dalam ha1 tersebut haruslah memberi perhatian khusus pada
Fakta : Johan adalah pencuri prinsip-prinsip logika yang diterapkan dalam dunia hukum dan
Jenis argumentasi ini populer dalam civil law system yang disebut peradilan.
Rule-based Reasoning (argumentation based on rules). Dalam menggunakan logika di bidang hukum, hendaklah selalu
2. Dalam common law system dikenal model argumentasi yang tidak diingat 3 perbedaan pokok yang berkaitan dengan hakekat hukum (the
bisa dikualifikasikan sebagai argumentasi deduksi. Argumentasi ini nature of laws), sumber-sumber hukum (resources of laws) dan jenis-
beranjak dari case tertentu. jenis hukum (the kinds of laws).
Model ini disebut Principle based reasoning. Disebut juga 1. Hakekat
argumentation based on precedents (analogical reasoning).5 Dalam suatu negara ataupun masyarakat terdapat aturan-aturan
Contoh: Modifikasi genetika pada bakteri perilaku berupa hukum positif dan norma-norma moral. Bisa
Pertanyaannya: berapa besar bakteri yang dapat menimbulkan terjadi ketidaksesuaian antara norma-norma hukum positif dan
bahaya dalam usaha modifikasi genetika. norma-norma moral. Dalam ha1 ini penerapan logika hanya diba-
Note: Analogical reasoning dalam common law system berbeda tasi pada penegakan hukum positif sebagai aturan formal.
dengan penalaran analogi dalam civil law system (lihat Gambar 6). 2. Sumber-sumber hukum
Bentuk paling lazim dalam argumentasi deduksi adalah sillo- Terdapat berbagai jenis sumber hukum baik produk legislatif
gisme. Tentang ha1 tersebut Ian McLeod menggambarkan bentuk maupun yurisprudensi, juga patut diperhatikan hierarki sumber-
argumentasi hukum sebagai berikut: sumber hukum. Dalam ha1 terjadi pertentangan menyangkut
Model klasik argumentasi hukum lazirnnya dikenal sebagai model interpretasi atau penerapan, perlu dirumuskan asas-asas untuk
sillogisme. memecahkan masalah tersebut.
Alur sillogisme nampak sebagai berikut: 3. Jenis-jenis hukum
Jika A = B Hukum positif membedakan hukum publik dan hukum privat.
Dan B = C Prinsip-prinsip publik berbeda dengan hukum privat. Demikian
Maka A = C juga dalam lapangan hukum publik ada Hukum Tata Negara ada
Baris pertama adalah premis mayor Hukum Administrasi, ada Hukum pidana yang masing-masing
Baris kedua adalah premis minor memiliki karakter sendiri-sendiri dan asas-asas yang k h u ~ u s . ~
Baris ketiga adalah konklusi
Contoh hukum sebagai berikut:
Premis mayor : melampaui batas kecepatan adalah melanggar hukum.
6Ian McLeod, Legal Method, Macmillan Press Ltd, London, 1996, h. 13.
Premis minor : terdakwa telah melampaui batas kecepatan
7Irving M. Copy Carl Cohen, Introduction to Logic, Eight Edition, Collier
Macmillan Publisher, London, 1990, h. 48 1-482.
2. BATAS JUSTIFIKASI DEDUKSI
2. "DANS LES ETATS MONARCHIQUES IL YA UNE LOI. LA OU
Neil MacCormick mengetengahkan tentang batas Justifikasi ELLE EST PRECISE LE JUGE LA SUIT. LA OU ELLE NE L'EST
deduksi. Tidak semua aturan hukum dan tidak semua produk legislatif PAS, IL EN CHERCHE L'ESPRIT' (di dalam negara monarki ada
dirumuskan dalam bentuk verbal yang tepat, yang diharapkan suatu Undang-Undang, yang menjadi pedoman bagi para Hakim.
memberikan jawaban yang jelas terhadap persoalan hukum praktis. Jika pedoman itu tidak ada, Undang-Undang menjadi jiwa atau
Hampir setiap peraturan hukum menunjukkan hubungan yang spirit untuk mencarinya).
membingungkan dan tidak jelas dalam berbagai sengketa. Aturan 3. Interpretasi menurut jiwa (ESPRIT) UU
hukum yang dirumuskan dalam bahasa, seringkali merupakan Jadi hakim tidak hanya SPREEKBUIS VAN DE WET (corong atau
rumusan yang terbuka maupun rumusan yang kabur. Sengketa terompet undang-undang), tetapi juga sebagai VERTOLKER
praktis dapat diselesaikan secara deduksi setelah menginterpretasikan (intelpreter).9
aturan hukum dengan rumusan yang terbuka atau kabur tersebut. Setelah kodifikasi Perancis, yang diprakarsai oleh Portalis,
Singkatnya aturan hukum, dalam rumus yang membingungkan dan suatu reaksi yang kuat terhadap kodifikasi adalah bahwa UU tidak
hanya dapat diterapkan apabila kebingungan itu sudah teratasi.' sempurna karena pembentuk W tidak dapat melihat semuanya
Dalam menghadapi norrna hukum yang demikian maka bahkan tidak dapat meramalkan semuanya dan karena itu adalah suatu
dibutuhkan langkah rechtsvinding, yang tidak cukup dengan 3 model pilihan '1' arbitrage des juges9.lo
yang dikemukakan oleh Montesquieu. Ada perbedaan antara tugas pembentuk UU dan tugas hakim.
Tiga tipe rechtsvinding menurut Montesquieu, yaitu: Tugas pembentuk UU adalah hanya merumuskan aturan umum,
1. Hakim adalah corong undang-undang (hakim menerapkan UU dan sedangkan tugas hakim adalah tidak hanya menerapkan W, tetapi
melaksanakan secara harfiah) berdasarkan asas-asas yang dirumuskan oleh pembentuk W
"LES JUGES DELANATION NE SONT QUE LES BOUCHES QUI menerapkannya pada perbuatan factual. Sejalan dengan itu patut
PRONONCENT LES PAROLES DE LA LOI., DES ETRES diperhatikan apa yang dikatakan oleh Paul Scholten tentang Open
INANIMES QUI N'EN PEUVENT MODERER NI LA FOR CE NI Systeem van het recht (sistem terbukanya hukum) bahwa setiap
RIGUEUR" (setiap hakim harus mengatakan sebagaimana yang putusan hakim, sebagai unsur yang mandiri selalu menemukan sesuatu
termaktub dalam undang-undang atas segala kegiatan atau yang baru.
aktivitasnya agar tidak terjebak dalam situasi yang kacau). Model rechstvinding yang dianut dewasa ini, seperti yang
Ungkapan senada dalam bahasa Belanda mengatakan: "RECHT- dikemukakan antara lain oleh J.J.H. Bruggink dalam bukunya Op
ERS ALS SPREEKBUIS DER WET, ALS WETSVERTOLKERS EN Zoek Naar Het Recht (Rechtsvinding in Rechtstheoretisch Perspec-
ALS GOEDE MANNEN OORDELEND NAAR BILIJKHEID tiefl, yang meliputi metode interpretasi (interpretatiemethoden) dan
(hakim sebagai corong undang-undang, sebagai penerjemah model penalaran (redeneerweijzen) atau konstruksi hukum.
undang-undang, dan sebagai orang-orang yang baik yang menilai Model penalaran atau konstruksi hukum terdiri atas nalar
dari sudut keadilan).
9 ~ . Wiarda,
~ . Drie Typen van Rechtsvinding, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle,
8 .
Nell MacCormick, Legal Reasoning and Legal Theory, Ciarendon Press, 1980, h. 11, 13,15.
10
Oxford, 1978, h. 65-67. Ibid, h. 15.
11
Ibid, h. 16.
analogi dan gandengannya (spiegelbeeld) a-contrario, dan ditambah berlaku untuk ha1 lain.
bentuk ketiga oleh P. Scholten penghalusan hukum (rechts- Contoh: kalau konsep rechtmatigheid sudah digunakan dalam
verfijning) yang dalam bahasa Indonesia oleh Prof. Soedikno M. Hukum Tata Usaha Negara, maka konsep yang sama belum tentu
disebut penyempitan hukum.12 berlaku untuk kalangan hukum perdata atau hukum pidana.'4
Interpretasi sebetulnya sudah dilakukan oleh kelompok Scho-
lastica dalam usahanya memahami Codex Juris Civilis (Kitab
Interpretasi Undang-Undang Perdata).
Ada berbagai macam interpretasi. Bruggink mengelompok- Ada 5 langkah dalam metode analisis:
kannya dalam 4 model yaitu: 1. Expositio per modum questiones et sententia (mengajukan perta-
1. Interpretasi bahasa (de taalkundige interpretatie) nyaan)
2. Historis undang-undang (de wetshistorische interpretatie) 2. Expositio Litterae (interpretasi)
3. Sistematis (de systematische interpretatie) 3. Summae (ringkasan)
4. Kemasyarakatan (de maatshappelijke interpretatie)13 4. Dialectica (investigasi) dengan model dialektik dan antitesis.
Dalam kaitan dengan interpretasi, menarik untuk disimak 5. Divisio (klasifikasi), Distinctio (pembedaan), Disputatio (debat)
prinsip Contextualism dalam interpretasi seperti yang dikemukakan dan pada akhirnya menarik ha1 khusus yang berkaitan dengan
oleh Ian McLeod, dalam bukunya Legal Method. McLeod menge- Logica Nova (New Logic)
mukakan 3 asas dalam contextualism yaitu: Dengan metode demikian, pengetahuan hukum dipandang seba-
1. Asas Noscitur a Sociis gai suatu sistem tertutup, dengan begitu jelas beda dengan teknik
Suatu ha1 diketahui dari associatednya. Artinya suatu kata harus ilmiah.15
diartikan dalam rangkaiannya.
2. Asas Ejusdem Generis
Artinya sesuai genusnya, artinya satu kata dibatasi makna secara 3. PENALARAN (KONSTRUKSI HUKUM)
khusus dalam kelompoknya.
Contoh: konsep Hukum Administrasi belum tentu sama maknanya Disamping interpretasi juga dikenal3 bentuk konstruksi hukum:
dalam Hukum Perdata atau Hukum Pidana. analogi, rechtsverfijning dan argumenturn a contrario. Konstruksi
Misal: Konsep rechtmatigheid. hukum sangat dibutuhkan dalam menghadapi kekosongan hukum
3. Asas Expressio Unius Exclusio Alterius (leemten).
Artinya, kalau satu konsep digunakan untuk satu hal, berarti tidak Untuk menjelaskan 3 langkah konstruksi hukum tersebut
masing-masing dengan menggunakan gambar atau bagan yang
dipaparkan oleh J.J.H. Bruggink. Di bawah bagan tersebut diikuti
12
Sebagaimana dikutip J.J.H. Bruggink, Op Zoek Naar Het Rechr (Rechts- dengan penjelasan.
vinding in Rechtstheoretisch Perspectief), Wolters-Noordhoft Groningen, The
Netherlands, 1987, h. 103, 107- 110. 14
Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Penemuan Iiukum Sebualz Pengantar, Ian McLeod, Op cit., h. 282.
h. 71, menggunakan istilah penyempitan hukum untuk istilah Rechtverjijning. l5~eoffreySamuel, The Foundations of Legal Reasoning, Metro, 1994,
13 Maklu. h. 43-45.
Ibid., h. 90.
melandasi ketentuan Pasal 1849 BW Belanda. Asas tersebut
Model Nalar (Konstruksi ~ u k u m ) ' ~ mengatakan ; "tidak seorang pun boleh menikmati suatu keadaan lebih
baik atas beban orang lain".
Berdasarkan asas tersebut, ketentuan Pasal 1849 BW dapat
diterapkan pada fakta hukum pengurusan barang. Dalam ha1 ini,
Ratio :Niemand hoeji op kosren van een under e r beter
pengurusan barang analog dengan pemberian kuasa. Inilah yang
Beginselen van re worden disebut penalaran analogi.
(Asas) (Tidak seorang pun boleh menikmati suatu
keadaan yang lebih baik atas beban orang lain) ARGUMENTUM A CONTRARIO

Rechtregels Ongeshreven Rechtregels II


,,
~~~i~~~~~~~~Ratio: Niermnd hoefl er zonder reden ten koste vurt eerz under
(Aturan Hukum) Nederland (Hukum tidak tertulis) a beter op te worden
!
(tidak seorangpun tanpa alasan, atas beban orang lain
menjadi lebih baik)
Retentierecht ~ o o last
r hebber Rerentierecht Voor zaak Waarnemer ,---------\i-----------------
: O~tgeschrevenrechtsregels

-
/ \ \
Hak retensi bagi penerima kuasa Hak retensi untuk pengurus barang cfr. 590. BW Indonesia j Hukum tidak tertulis
L------------- ----------a
i
1-
Feiten
(fakta)
A* handelen van last hebber
(Tindakan penerima kuasa)
h a d e l e n van zaak waarnemer
m.b.r Sleepboot Marcel
Oeverlijrt is eigerzdorngrens :
Voordeel voor oevereige~taur
Garis batas hak milik mempakan bagian pemilik
\\
Batas itu bukan m e ~ p a k a nbatas hak milk,
bukan bagian dari pmilik saluran air
PETIT disampingnya
Tindakan dari pengurus barang d.h.i : /
Sleepboot Marcel Perir Innnspoeling van lmtd bij lopend wuter I ' aJkrrlvingvan lnnd bijwnterplas I

Feitert (~~~~~i~. oleh air yang mengalir) ++ Pemisahan tanah oleh air yang terge~enang(wafer
(fakta) (lopend water) pins) (pg. 107)
A-Conrrurio: waterplas is geen lopend water
Gambar 6. Analogi Dus: Pasal651 tidak bisa diterapkan terhadap
waterplas

Penjelasan Gambar Gambar 7. Argumenturn A Contrario

Bagan tersebut diatas secara sederhana dapat dijelaskan bahwa


dalam kasus pengurusan barang (zaak waameming), apakah pengurus Penjelasan gambar
barang mempunyai hak retensi? Dalam hukum Belanda (BW lama) Dari gambar di atas pertanyaan hukum yang lahir adalah apakah
Pasal 1849 mengatur hak retensi berkaitan dengan pemberian kuasa. Pasal 651 dan Pasal 652 BW Belanda dapat diterapkan dalam kasus
Pertanyaan hukumnya apakah ketentuan tersebut dapat diterapkan pernisahan tanah hak milik oleh air yang tergenang (water plas).
dalam fakta hukum pengurusan barang. Ketentuan Pasal 65 1 dan Pasal 652 menyatakan: garis batas hak milik
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, langkah yang harus merupakan bagian disampingnya. Dalam ha1 air yang mengaliri tanah
dilakukan adalah mencari ratio legis yang merupakan asas yang yang merupakan bagian dari hak milik, maka aliran air tersebut
merupakan bagian dari hak milik pernilik tanah yang dialiri.
1 6 J . J . ~ .Bruggink, Op cit., h. 103, 107 dan 110.
Dengan demikian, air yang tergenang (water plus) tidak sama dipersempit. Dengan langkah ini konsep keluarga diperhalus atau
dengan air yang mengalir (lopend w a t e r ) . Atas dasar itu, ketentuan dipersempit menjadi kepala keluarga. Inilah yang dimaksud
Pasal 651 dan Pasal 652 BW dengan argumentasi A Contrario tidak penghalusan hukum atau penyempitan hukum.
dapat diterapkan dalam kasus pemisahan tanah oleh air yang
tergenang.
4. KONFLIK NORMA
.
RECHTSVERFZJNZNG
Rechtsvinding berkaitan dengan norma yang terdapat dalam
?'ti
Ratio: voor ieder nroet er een zogelijk nlogelijke nruatsrhappelijke satu ketentuan undang-undang. Rechtsvinding dibutuhkan karena
uitgangspositie zijn konsep norma yang terbuka (open texture) dan norma yang kabur
(Setiap orang hams memiliki kedudukan yang sama dalam
masvarakat) (vague n o m z ) . Dalam menghadapi satu kasus hukum, bisa terjadi ada
Rerhtregels
-- - - -\
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -, 2 atau lebih undang-undang, yang secara bersama-sama diterapkan
63 An~lenwet Ongesrhreven rechtsregel pada kasus tersebut.
(Aturan hukum)
(Hukum tidak temlis) :
I-------------------------------'
Persoalan muncul kalau terdapat pertentangan antara norma
Veerhaal op ondersteunde Gee11veerhaal op orrdersteur~de
(pengembalkan subsidi) (tak ada pengeinbalian subsidi) hukum dari undang-undang tersebut. Maka perlu ditetapkan norma
yang mana harus diterapkan. Langkah yang ditempuh adalah
penyelesaian konflik norma.
Feitrn
(fakta)
Gezinshoofde (Kepala keluarga)
allen die van onderstruning
I Gezinsleden (anggota keluarga)

profireren Penyelesaian-penyelesaian Konflik Norma


(semua yang menikmati subsidi)
Ada tipe penyelesaian berkaitan dengan asas preferensi hukum
Gambar 8. Rechtsverfijtzing (yang meliputi asas lex superior, asas lex spesialis, dan asas lex
posterior) yaitu: 1 ) Pengingkaran (disavowal), 2) Reinterpretasi, 3)
Pembatalan (invalidation),4. Pemulihan (remedy)17
Penjelasan gambar
1. Pengingkaran (disavowal)
Berdasarkan Armenwet, setiap keluarga penerima subsidi diwa- Langkah ini seringkali merupakan suatu paradok, dengan mem-
jibkan mengembalikan subsidi yang diterima, apabila mereka telah pertahankan bahwa tidak ada konflik norma.
berhasil. Dalam kasus ini seorang anggota keluarga yaitu anak Seringkali konflik itu terjadi berkenaan dengan asas lex spesialis
gadisnya ternyata berhasil. Pemerintah mewajibkan anak gadis terse- dalam konflik pragmatis atau dalam konflik logika diinterpretasi
but untuk mengembalikan subsidi yang telah diterima keluarganya. sebagai pragmatis. Suatu contoh yang lazim yaitu membedakan
Anak tersebut menolak pennintaan pemerintah. Kasus ini sampai di wilayah hukum seperti antara hukum privat dan hukum publik,
tingkat kasasi. Oleh hakim dipertanyakan apakah setiap anggota dengan berargumentasi bahwa 2 bidang hukum tersebut diterapkan
keluarga bertanggungjawab atas pengembalian subsidi berdasarkan
ketentuan Armenwet. Hakim berpendapat bahwa konsep keluarga I1P.W. Brouwer, et.al., Coherence and Conflict in Law, W.E.J. Tjeenk
dalam Armenwet terlalu luas sehingga perlu diperhalus atau Willink, Kluwer, Zwolle, 1992, h. 217-223.
secara terpisah, meskipun dirasakan bahwa antara kedua ketentuan bungan sebab akibat, mereka-reka probabilitas. Dengan langkah
tersebut terdapat konflik norma. itu, hakim pengadilan pada tingkat pertama adalah judex facti (orang
2. Reinterpretasi sering salah menulis: judex factie). Langkah induksi ini dibatasi oleh
Dalam kaitan penerapan 3 asas preferensi hukum hams dibedakan asas hukum pembuktian.
yang pertama adalah reinterpretasi, yaitu dengan mengikuti asas-
asas preferensi, menginterpretasi kembali norma yang utama
dengan cara yang lebih fleksibel. Hubungan kausal
Cara yang kedua dengan menginterpretasi norma preferensi, dan Hubungan kausal memainkan peranan penting dalam pena-
kemudian menerapkan norma tersebut dengan menyampingkan nganan perkara. Hubungan kausal dalam hukum sangat tergantung
norma yang lain. dari jenis hukum atau macam-macam hukum. Hubungan kausal dalam
3. Pembatalan (invalidation) hukum pidana belum tentu cocok untuk hukum perdata atau hukum
Ada 2 macam yaitu: 1. Abstrak formal, 2. Praktikal administrasi untuk sengketa Tata Usaha Negara (TUN).
Pembatalan abstrak dan formal dilaksanakan misalnya oleh suatu
lembaga khusus, kalau di Indonesia pembatalan Peraturan
Pemerintah ke bawah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Hubungan kausal dalam hukum pidana
Pembatalan praktikal, yaitu tidak menerapkan norma tersebut Hubungan kausal diperlukan terhadap:
didalam kasus konkrit. a. delik materil
Note: Di Indonesia, dalam praktek peradilan dikenal dengan
menyampingkan. Contoh dalam kasus Tempo hakim menyam-
pingkan Peraturan Menteri Penerangan oleh karena bertentangan
dengan Undang-Undang Pers.
4. Pemulihan (remedy)
Mempertimbangkan pemulihan dapat membatalkan satu ketentuan.
contoh: kelakuan H mati
sebab -
b. delik yang dikwalifisir oleh akibatnya

akibat
Apakah suatu' perbuatan tertentu menimbulkan matinya sese-
orang dapat dijelaskan dengan menggunakan teori hubungan kausal.
Misal: dalam ha1 satu norma yang unggul dalam arti Overruled Teori hubungan kausal dalam pidana:
norm, berkaitan dengan aspek ekonorni maka sebagai ganti a. teori conditio sinequa non (teori ekuivalensi)
membatalkan norma yang kalah, maka dengan cara memberikan b. teori adequat
kompensasi. c. teori yang menggeneralisir
d. teori obyektif
e. teori relevansi
5. PENALARAN INDUKSI Dari berbagai teori tersebut, yurisprudensi kita berpegang pada:
a. akibat langsung
Penalaran Induksi dalam Hukum b. teori adequat (secara wajar dapat diduga menimbulkan akibat)18
Penanganan perkara di pengadilan selalu berawal dari langkah
18
induksi. Langkah pertama adalah merumuskan fakta, mencari hu- Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cet. 7., Rineka Cipta, Jakarta, 2002,
h. 88-128.
I
I, I
Hubungan kausal dalam hukum perdata 6. DIALEKTIK DAN RETORIKA
Contoh: perbuatan melanggar hukum t---,kerugian
Sebab akibat Terdapat beberapa tahapan argumentasi dialektik dan retorik:'l
I
Tahapan argumentasi dialektik dan retorika tersebut dapat dikemu-
Dalam hukum perdata dikenal teori hubungan kausal: kakan seperti dalam Gambar 9.
1 a. teori conditio sinequa non
b. teori cause proxima Dialektik Retorika
c. teori adequat (secara wajar dapat diduga menimbulkan akibat)19 a. Konfrontasi (confrontatie fase) a. Exordium: usaha menarik simpati

-
pemaparan sengketa

III~ Hubungan kausal dalam hukum administrasi (sengketa TUN)


Keputusan TUN kerugian
b. Openings fase (fase pembukaan)
Paparan usaha memecahkan
masalah berdasarkan ketentuan -
b. Narratio:
Paparan kasus sebagai persiapan
berargumentasi
Sebab akibat ketentuan hukum yang ada Digressio:
Peralihan dari narratio ke
Teori yang digunakan dalam hukum administrasi adalah hubungan argurnentatio
langsung. c. Argumentatie fase c. Argumentatio
Mempertahankan argumentasi Berusaha untuk meyakinkan
pendiriannya (confirmatio) atau
Probabilitas menolak argumentasi lawan
Probabilitas merupakan konsep sentral dalam penalaran induk- (Refutatio)
tif. Probabilitas dalam hukum tergantung dari standar pembuktian. d. Afsluitingsfase d. Peroratio
Standar pembuktian didukung oleh alat bukti dan beban pembuktian. Mempertahankan pendapat demi Kesimpulan atas dasar fakta
kepentingannya
Dalam hukum perdata adalah kemungkinan dalil penggugat
mengandung kebenaran tergantung dari apakah berdasarkan bukti-
Gambar 9. Dialektik dan Retorika
bukti yang ada, dapatlah ditarik kesimpulan yang sifatnya "more
probable". Dalam bidang hukum pidana seorang terdakwa dinyatakan
bersalah hendaklah didasarkan atas keyakinan yang "beyond Penjelasan gambar
reasonable doubt". Dalam kaitan demikian kiranya mudah dipahami
Langkah dialektik diawali dengan paparan argumentasi yang
asas yang berlaku dalam hukum pidana: in dubio pro reo." saling berbeda. Dalam perkara perdata atau tata usaha negara, ha1 itu
dilakukan dengan membuat matriks dalil-dalil penggugat dan dalil-
dalil tergugat. Dalam perkara pidana disusun matriks dciil venuntut

19
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Onrechtmatige Daad, LI
F.H. van Eemeren, et. al., Argumenteren Voor Juristen, Het Analyseren en
stensil, Surabaya, 1979, h. 28-3 1. Schrijven van Juridische Betogen en Beleidsteken, Wolters-Noordhoff, Groningen,
201rvingM. Copy Carl Cohen, Op cit., h. 496. The Netherlands, 1987, h. 154.
umum dan dalil terdakwa atau penasehat hukumnya.
Langkah selanjutnya adalah menyusun argumentasi untuk b. Asas supremasi legislatif, sehingga hakim memainkan peran
mematahkan dalil-dalil lawan. Berdasarkan argumentasi tersebut disu- yang sub-ordinasi, hakim tidak boleh merubah bahasa aturan.
sunlah legal opinion (lihat Gambar 11). Note: Reasoning based on precedent disebut juga analogical
Langkah retorika diawali dengan usaha menarik simpati. legal reasoning. Namun perlu diingat analogi ini berbeda
Langkah selanjutnya adalah langkah argumentasi yang sampai kepada dengan analogi dalam civil law system.
legal opinion.
The Universal Starting Point
Contoh yang terkenal sekali, adalah retorika Bill Clinton dalam (Struktur argumentasi teoritik)

1
kasusnya dengan Monica Lewinsky. Kata-kata simpatik yang r
!
I
!
diucapkan oleh Bill Clinton waktu itu adalah: saya telah berdosa i Universal major premise taken as known for 1
kepada seluruh bangsa Amerika ... I
I purposes of present argument ,
I

7. LEGAL REASONING DALAM COMMON LAW SYSTEM

Dalam kepustakaan hukum Anglosaxon, terdapat dua tipe legal


7 specifying the present instance ,
reasoning, yang satu berdasarkan preseden (based on precedent), dan
yang berdasarkan aturan hukum (based on rules)"
1. Reasoning based on precedent
j
t So, necessarily, conclusion about the present j
4
Ada 3 langkah:
a. Identifikasi landasan yang tepat atau preseden. I
I instance I
I
! !
b. Identifikasi kesamaan dan perbedaan yang didasarkan kepada
preseden dengan kasus yang dihadapi atau dengan menganalisis
fakta dibandingkan atau dipertentangkan dengan preseden. Gambar 10. Reasoning from General Principle Casuistry23
c. Tentukan apakah dari kesamaan-kesarnaan ataupun perbedaan
faktual lalu memutuskan apakah mengikuti preseden atau tidak. Penjelasan gambar
2. Reasoning based on rules
Pola ini pada dasarnya adalah deduksi. Perbedaannya dengan pola Garnbar diatas menjelaskan bahwa struktur argumentasi teoretik
pertama: diawali dengan mayor premise. Mayor premis diterapkan terhadap
a. Pengundangan suatu aturan lazimnya mendahului kasus. Titik kasus tertentu, selanjutnya ditarik kesimpulan.
tolaknya adalah rules bukan case.

'%.H. van Eemeren, et. al., Proceedings of The Second International


Conference on Argumentation, International Society For The Study of Argumentation
(ISSA), University of Amsterdam, The Netherlands, 1990,h. 790.
hams diawali dengan pendekatan konseptual karena norma sebagai
suatu bentuk proposisi tersusun atas rangkaian konsep.
Dengan demikian kesalahan konsep mengakibatkan alur nalar
BAB IV sesat dan kesimpulan yang menyesatkan.
Contoh: konsep penyalahgunaan wewenang.
LANGKAH PEMECAHAN MASALAH W U K W Orang yang tidak memahami hukum adrninistrasi mungkin
DAN LEGAL OPINION mengartikan penyalahgunaan wewenang sama dengan menyalahi
prosedur. Kalau konsep seperti itu dijadikan dasar jelas kesim-
pulannya menyesatkan. Dalil logika merumuskan:
1. STRUKTUR ARGUMENTASI HUKUM Ex falso quolibet (dari yang sesat kesimpulan seenaknya)
Ex vero nonnisi verum (dari yang benar kesimpulannya benar)
Seperti telah diuraikan sepintas dalam Bab 11 yang menyangkut Jadi orang yang mengartikan penyalahgunaan wewenang sama
logika dan argumentasi hukum perlu ditekankan kembali mengenai dengan menyalahi prosedur akan menyimpulkan bahwa dalam
struktur argumentasi, oleh karena inilah yang menjadi titik tolak pengadaan barang untuk keperluan pemerintah hams melalui tender,
dalam langkah pemecahan masalah hukum. rnaka kalau tanpa tender disimpulkan sudah terjadi penyalahgunaan
Tiga lapisan argumentasi hukum yang rasional (drie wewenang.
nieveaus van rationele juridische argumentatie) adalah:
a. Lapisan logika: struktur intern argumentasi Lapisan dialektik
b. Lapisan dialektik perbandingan pro-kontra (prokon) argumentasi
c. Lapisan prosedur (hukum acara) Dengan dialektik, suatu argumentasi tidak monotoon. Dalam
dialektik, suatu argumentasi diuji, terutama dengan argumentasi pro-
I Il 1 1 Lapisan logika
kontra. Proses dialektik dalam adu argumentasi menguji kekuatan
nalar suatu argumentasi. Kekuatan nalar terletak dalam kekuatan
Lapisan ini masuk wilayah logika tradisional. Isu utama dalam logika. Dengan demikian dialektik berkaitan dengan logika.
lapisan ini adalah apakah alur premis sampai kepada konklusi dari Contoh: dalarn kasus Tata Usaha Negara, pengumuman suatu
suatu argumentasi itu logis. Langkah penalaran deduksi, analogi, surat penolakan program penjaminan oleh BI digugat. (yang digugat
abduksi dan induksi menjadi fokus. Dengan langkah deduksi, pengumuman, bukan surat penolakan).
pendekatan Undang-Undang dengan pendekatan preseden berbeda. Para pihak menghadirkan ahli. Pendapat masing-masing ahli
Dalam civil law system, jelas pertama-tama adalah pendekatan dipaparkan seperti pada Gambar 1 1.
undang-undang (statute approach). Dari argumentasi pro-kontra tersebut pertanyaan kita tertuju
Dengan pendekatan Undang-Undang, dalam menghadapi suatu pada argumentasi ahli penggugat. Futuristik, pengumuman merupakan
fakta hukum, ditelusuri ketentuan hukum yang relevan, ketentuan KTUN. Pertanyaan yang muncul:
hukum itu berada dalam pasal yang berisi norma. Norma dalam - Apakah futuristik merupakan hukum positif?
logika merupakan suatu proposisi (normatif). Menjelaskan norma - Apakah hakim menentukan berdasarkan ius constitutum ataukah
berdasarkan futuristik.
dapat mengajukan pertanyaan tentunya hams didasarkan pada
Ahli Tergugat Ahli Penggugat ketentuan-ketentuan dan asas-asas hukum yang relevan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1.3 Berdasarkan ketentuan hukurn yang Contoh: andaikata fakta hukum berkaitan dengan perbuatan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986jo berlaku, pengumurnan bukan KTUN melanggar hukum, tentunya lawyer dalam mengajukan pertanyaan
Undang-Undang No. 9 Tahun 2004, tapi futuristik, pengumurnan beranjak dari ketentuan Pasal 1365 BW.
pengumuman sifatnya bekend making merupakan KTUN
(publikasi) atas suatu KTUN.
Pengumuman bukan KTUN 2. Klasifikasi Hakekat Permasalahan Hukum
Klasifikasi hakekat permasalahan hukum pertama-tama ber-
kaitan dengan pembagian hukum positif. Hukum positif diklasifi-
Dua pertanyaan tersebut jawabannya tidak. Dengan demikian kasikan atas hukum publik dan hukum privat yang masing-masingnya
argumentasi tersebut tidak logis. terdiri atas berbagai disiplin, misalnya hukum publik terdiri atas
Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi, dan Hukum Internasional

i l li ~~ Lapisan prosedur
Hukum acara merupakan aturan main dalam proses argumentasi
Publik, sedangkan hukum privat terdiri atas Hukum Dagang, Hukum
Perdata, disamping itu ada disiplin fungsional yang memiliki karakter
campuran. Misalnya: hukum perburuhan.
dalam penanganan perkara di Pengadilan. Dengan demikian prosedur Hakekat permasalahan hukum dalam sistem peradilan kita
dialektik di pengadilan diatur oleh hukum acara. berkaitan dengan lingkungan peradilan yang dalam penanganan
Contoh: beban pembuktian. Siapa yang harus membuktikan? perkara berkaitan dengan kompetensi absolut pengadilan.
Jawabannya: tergantung ketentuan hukum acara.
3. Identifikasi dan Pemilihan Isu Hukum yang Relevan

2. LANGKAH-LANGKAH ANALISIS HUKUM (PEMECAHAN Isu hukum berisi pertanyaan tentang fakta dan pertanyaan
MASALAH HUKUM) tentang hukum. Pertanyaan tentang fakta pada akhirnya menyim-
pulkan fakta hukum yang sebenarnya yang didukung oleh alat-alat
1. Pengumpulan Fakta bukti. Isu tentang hukum dalam civil law system, diawali dengan
statute approach, yang kemudian diikuti dengan konseptual approach.
Fakta hukum bisa berupa perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dengan demikian identifikasi isu hukum berkaitan dengan
Pembunuhan adalah perbuatan hukum, kelahiran adalah peristiwa konsep hukum. Dari konsep hukum yang menjadi dasar, dipilah-pilah
hukum, dibawah umur adalah suatu keadaan. Pengumpulan fakta elemen-elemen pokok.
hukum di dasarkan pada ketentuan tentang alat bukti. Seorang lawyer Contoh: permasalahan malpraktek dokter apakah merupakan
pertama kali berhadapan dengan klien harus mendengar paparan Mien tindakan wanprestasi ataukah perbuatan melanggar hukum.
menyangkut fakta hukum. Sikap lawyer terhadap klien adalah sikap Dalam menganalisa masalah tersebut, pertama-tama harus
skeptik dalam rangka mengorek kebenaran fakta hukum yang dirumuskan isu hukum yang berkaitan dengan konsep wanprestasi.
dipaparkan klien. Dengan berhati-hati lawyer mengajukan pertanyaan Analisis pada dasarnya mengandung makna pemilahan dalam
untuk menguji sekaligus menggali fakta hukum secara lengkap. Untuk
unsur-unsur yang lebih kecil. Dengan konsep demikian, analisis atas memahami konsep. Inilah langkah ketiga yang dikenal dengan
isu wanprestasi dilakukan dengan memilah-milah unsur-unsur mutlak conceptual approach.
wanprestasi, yaitu: Contoh: Norma Pasal 1365 BW: setiap perbuatan melanggar
1. Adakah hubungan kontraktual dalam hubungan dokter-pasien? hukum yang menimbulkan kerugian, mewajibkan yang menimbulkan
2. Adakah cacat prestasi dalam tindakan dokter terhadap pasien? kerugian itu untuk membayar ganti kerugian.
Untuk isu perbuatan melanggar hukum, dapat dirurnuskan isu Dalam norma tersebut, konsep-konsep utama yang hams
berikut: dijelaskan adalah:
1. Apakah tindakan dokter merupakan suatu perbuatan hukum? 1. Konsep perbuatan
2. Apakah tindakan dokter merupakan perbuatan melanggar hukum? Kalau konsep ini tidak dijelaskan akan menimbulkan kesulitan,
Apa kriteria melanggar hukum? misalnya apakah kerugian yang ditimbulkan oleh gempa bumi
3. Apa kerugian yang diderita pasien? dapat digugat berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW.
Apakah kerugian itu adalah akibat langsung perbuatan dokter? Pertanyaan hukum yang muncul adalah apakah gempa bumi
Selanjutnya masing-masing isu tersebut dibahas dengan men- termasuk konsep perbuatan. Pertanyaan menyusul adalah itu
dasarkan pada fakta (hubungan dokter - pasien) dikaitkan dengan perbuatan siapa dan pada akhirnya pertanyaan tentang siapa yang
hukum dan teori serta asas hukum yang berlaku. Terhadap tiap isu bertanggungjawab.
yang diajukan harus diadakan pembahasan secara cermat. Pada 2. Konsep melanggar hukum
akhirnya ditarik simpulan (opini) terhadap tiap isu. Berdasarkan Harus dimaknai secara jelas unsur-unsur melanggar hukum. Dalam
simpulan (opini) atas tiap isu, ditarik simpulan atas pokok masalah, bidang hukum perdata orang berpaling kepada yurisprudensi.
yaitu: ada tidaknya wanprestasi danlatau perbuatan melanggar hukum Berdasarkan yurisprudensi melanggar hukum terjadi dalam hal:
dalam hubungan dokter - pasien. - Melanggar hak orang lain
- Bertentangan dengan kewajiban hukurnnya
- Melanggar kepatutan
4. Penemuan Hukum yang Berkaitan dengan Isu Hukum
- Melanggar kesusilaan
Dalam pola civil law hukum utamanya adalah legislasi. Oleh 3. Konsep kerugian
karena itu langkah dasar pola nalar yang dikenal sebagai reasoning Unsur-unsur kerugian meliputi:
based on rules adalah penelusuran peraturan perundang-undangan - Schade: kerusakan yang diderita
(berdasarkan ketentuan UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2: - Winst: keuntungan yang diharapkan
peraturan per undang-undang adalah produk hukum tertulis yang - Kosten: biaya yang dikeluarkan
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, yang Dengan contoh diatas bahwa tidak cukup hanya dengan
isinya mengikat umum. berdasarkan norma hukum yang tertulis langsung diterapkan pada
Langkah ini merupakan langkah pertama yang dikenal sebagai fakta hukum. Rumusan norma sifatnya abstrak dan konsep pendu-
statute approach. Langkah berikutnya (langkah kedua) adalah meng- kungnya dalam banyak ha1 merupakan konsep terbuka atau konsep
identifikasi norma. Rumusan norma merupakan suatu proposisi. yang kabur. Dengan kondisi yang demikian, langkah ketiga sebagai-
Dengan demikian, sesuai dengan hakekat proposisi, norma terdiri atas mana dijelaskan dimuka adalah merupakan langkah rechtsvinding.
rangkaian konsep. Untuk memahami norma harus diawali dengan Rechtsvinding itu sendiri dilakukan melalui 2 teknik. Teknik pertama
adalah interpretasi. Teknik kedua adalah konstruksi hukum yang
meliputi: analogi, penghalusan atau penyempitan hukum (rechts- 3. MENULIS LEGAL OPINION
verjijning) dan argumentum a contrario (lihat Gambar 6,7,8, Bab D).
Fungsi rechtsvinding adalah menemukan norma konkrit untuk Bentuk susunan:
diterapkan pada fakta hukum terkait. Pemahaman rechtsvinding dalam 1. Summary
bahasa Indonesia sebagai penemuan hukum (terjemahan harfiah), bisa 2. Fakta hukum
menyesatkan. 3. Isu hukum (legal issue)
4. Analisis isu hukum
5. Penerapan Hukum 5. Kesimpulan (conclusion/opinion).

Setelah menemukan norma konkrit langkah berikutnya adalah


penerapan pada fakta hukum. Seperti contoh diatas setelah Isi:
menemukan norrna konkrit dari perbuatan dalam konteks Pasal 1365 1 . Summary
BW dapat dijadikan parameter untuk menjawab pertanyaan hukum: - Ditempatkan pada awal. Maksimum 1 halaman
apakah gempa bumi merupakan perbuatan? - Summary harus memuat:
Contoh lain: berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang a. Rumusan singkat fakta hukum (mis. PEMDA melakukan
dilakukan oleh pejabat. perjanjian kerjasama dengan ...)
Unsur pertama adalah penyalahgunaan wewenang. Tanpa b. Daftar isu hukum
kejelasan konsep penyalahgunaan wewenang dengan sendirinya sulit Misalnya PEMDA Propinsi Papua berniat menggugat PT X
dijadikan parameter untuk mengukur apakah suatu perbuatan atau sehubungan dengan pembatalan kontrak oleh PT X.
tindakan merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang. Salah Isu hukum antara lain:
konsep mengakibatkan kesalahan mengambil kesimpulan. Dalam 1) Apa kerugian PEMDA sehubungan dengan pembatalan
logika dikenal rumus: kontrak?
"Ex Falso Quo Libet" 2) Adakah unsur wanprestasi dari pihak KEDUA?
c. Summary legal opinion
Artinya: Dari yang palsu (salah) seenaknya bisa benar bisa salah. Isu 1: kerugian PEMDA terdiri atas ......
Faktor kebetulan berperan dalam hukum bisa terjadi kesewenang- Isu 2: tidak ada unsur wanprestasi dari pihak KEDUA
wenangan dan bahkan muncul penyalahgunaan wewenang baru, rnisal 2. Rumusan Fakta
oleh Jaksa atau hakim ataupun pengacara. Fakta harus dirumuskan secara lengkap tetapi tidak terlalu panjang.
Yang penting intinya saja yang dijadikan landasan untuk meru-
muskan isu hukum.
3. Isu Hukum
Isu hukum harus dirumuskan secara lengkap dan diberi nomor.
Pendekatan konseptual merupakan yang paling sering digunakan.
Setiap isu hukum diikuti dengan pertanyaan hukum.
Contoh:
Isu satu: Wan-prestasi
Pertanyaan hukum: 1. Adakah hubungan kontraktual antara para
pihak BAB V
2. Apa cacat prestasi
Kalau jawaban dua pertanyaan tersebut positif, berarti benar terjadi CONTOH-CONTOH LEGAL OPINION
wan-prestasi
4. Analisis Isu Hukum
- Mulai dengan isu satu dst. Untuk mengimplementasikan hal-ha1 yang diuraikan dalam bab-
- Pada tiap isu telusuri ketentuan hukum, yurisprudensi, pendapat bab sebelumnya, yang intinya adalah giving reason terhadap suatu
akademis yang diberikan dengan isu tersebut. pendapat hukum yang berkaitan dengan kasus tertentu, dipaparkan
- Tuliskan ketentuan hukum dan yurisprudensi yang ditemukan. contoh-contoh yang pada dasarnya adalah legal opinion yang disusun
- Identifikasi problematik hukum (any uncertainties in the law) oleh penulis terhadap kasus yang dihadapi.
yang relevan dengan kasus yang dianalisis. Contoh-contoh yang dipilih meliputi:
- Berikan pendapat dan bagaimana ketentuan hukum tersebut 1. Pendapat Hukum Tentang Status Pegawai PDAM (BUMD) dalam
diterapkan dalam kasus tersebut. rangka UU Advokat.
5. Kesimpulan (conclusion and opinion) 2. Pendapat Hukum tentang Inkonstitusionalitas UU No. 45 Th 1999 -
Rumuskan pendapat hukum yang berkenaan dengan fakta hukum jo UU No. 5 Th 2000 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya
tersebut. Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten
Catatan: semua kasus (yurisprudensi), ketentuan hukum yang Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong.
digunakan dalam kasus tersebut harus disusun dalam daftar secara 3. Pendapat Hukum Tentang Konsep wet dan Pengaruhnya Dalam
tepat dan lengkap. Hukum Indonesia.
Setelah selesai langkah analisis hukum seperti yang dipaparkan 4. Pendapat Hukum Tentang Pencabutan Izin HPHTI.
di dalam paragraf sebelurnnya, pada akhirnya hasil analisis dituangkan 5. ~endapatHukum ~ e n t a Pensiun
i~ Dini Beberapa Perwira Tinggi
dalam bentuk tertulis berupa legal memo atau legal opinion. POLRI.
Bentuk legal memo atau legal opinion sangat bervariasi, tergan- 6. Pendapat Hukum tentang Legal Standing Yayasan Pembela Harta
tung pada fakta hukum. Contoh-contoh legal opinion yang disajikan Karun Minang, dalam Kasus Gugatan Perdata di PN Padang
dalam Bab V menunjukkan variasi tersebut. Namun demikian, kunci tentang Aquisisi Semen Padang.
dari suatu legal opinion terletak dalam isu hukum yang dirumuskan 7. Pendapat Hukum tentang Sumbangan Pihak 111 dalam Perkara
dan diikuti pertanyaan hukum yang relevan. Kesalahan dalam Pidana di PN Banjarmasin.
merumuskan isu hukum dan pertanyaan hukum akan membawa akibat 8. Pendapat Hukum tentang Legalitas PP No. 34 Th 2002 tentang
rumusan legal opinion yang tidak tepat terhadap fakta tersebut. Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pernan-
faatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan serta PP No. 35 Th
2002 tentang Dana Reboisasi.
9. Pendapat Hukum tentang Notaris sebagai Pejabat Umum.
10. Pendapat Hukum tentang Pembatalan Sertifikat oleh BPN. 11. Pertanyaan Hukum
11. Pendapat Hukum tentang Figur Hukum Peraturan Bank Indonesia
(PBI) dikaitkan dengan pengaturan tentang Letter of Credit (LC) Apakah berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat 1 huruf c UU
dalam rangka Uniform Customs and Practice for Documentary Advokat, Pegawai PDAM (BUMD) termasuk pengertian pegawai
Credits (UCP). negeri?
12. Pendapat Hukum tentang Surat Tanggapan Direksi PT Pelindo I11
Jatim. 111. Analisis
13. Pendapat Hukum tentang Konstitusionalitas Pasal 2 ayat (5) dan
Pasal6 ayat (3), Pasal223 dan Pasal224 Undang-Undang No. 37 A. Dasar Hukum
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban 1. UU No. 18 th. 2003 tentang Advokat
Membayar (PKPU). 2. UU No. 8 th. 1974 tentang Kepegawaian
3. Peraturan Kepegawaian PDAM
a. Keputusan MENDAGRI no. 34 th. 2000
b. PERDA KMS No. 15 th. 1986
CONTOH KASUS 1
B. Pengertian Pegawai Negeri menurut UU No. 8 th. 1974
Pendapat hukum tentang status pegawai PDAM (BUMD) dalam Pasall huruf a:
Pegawai Negeri adalah mereka yang ....diangkat oleh Pejabat
rangka UU Advokat
Yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri ...
Kasus Posisi Pasall huruf c:
Jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif ...
Seorang advokat melakukan her-registrasi sesuai ketentuan UU Berdasarkan ketentuan tersebut, pertanyaan yang muncul adalah:
no. 18 Th 2003 tentang advokat. Permohonan her-registrasi yang Apakah pegawai PDAM menjalankan jabatan negeri dalam arti
bersangkutan ditolak dengan alasan yang bersangkutan berstatus jabatan dalam bidang eksekutif?
sebagai pegawai perusahaan daerah air minum. Permohonan Dalam menjawab pertanyaan tersebut, perlu dijelaskan:
didasarkan atas ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Advokat yang 1. apa arti jabatan dalam bidang eksekutif
menentukan syarat bagi seorang advokat ialah: tidak berstatus 2. apakah pegawai PDAM menjalankan jabatan dalam bidang
sebagai pegawai negeri atau pejabat negara. eksekutif?
Isu hukum, dalam kasus ini adalah apakah pegawai PDAM Bidang Eksekutif adalah bidang kekuasaan negara diluar
termasuk pengertian Pegawai Negeri menurut UU Advokat. kekuasaan legislatif dan yudisiil.
Berdasarkan isu hukum tersebut disusun pendapat hukum (legal Karakter hukum kekuasaan (termasuk kekuasaan eksekutif)
opinion) sebagai berikut: adalah hukum publik. Dengan demikian hubungan hukum
pegawai negeri adalah hubungan hukum publik.
I. Ketentuan UU Advokat (UU No. 18 Th. 2003) Menjawab pertanyaan apakah pegawai PDAM menjalankan
Pasal 3 ayat (1) huruf c: Tidak berstatus sebagai pegawai jabatan dalam bidang eksekutif, ketentuan hukum yang dapat
negeri atau pejabat negara. dijadikan pijakan:
Pasall huruf h. PERDA KMS No. 15th. 1986: A-Contrario, sepanjang tidak ada ketentuan khusus secara
-+Pegawai adalah pegawai perusahaan daerah ... tegas, ketentuan yang berlaku bagi pegawai negeri tidak bisa dengan
Pasal3 ayat (1).KEP.MENDAGR1 No. 34 th. 2000: sendirinya berlaku juga bagi pegawai BUMNBUMD dalam ha1 ini
+ Untuk dapat diangkat menjadi pegawai hams memenuhi pegawai PDAM.
persyaratan sebagai berikut: Dengan dernikian sepanjang tidak ada ketentuan khusus yang
huruf i: Tidak boleh merangkag menjadi pegawai Negeri. menyatakan bahwa ketentuan larangan PNS menjadi Advokat menurut
Berdasarkan ketentuan tersebut jelas pegawai PDAM tidak UU Advokat berlaku juga bagi pegawai BUMNBUMD atau pe-
menjalankan jabatan dalam bidang eksekutif. Menurut Pasal3 ayat ngertian pegawai negeri menurut UU Advokat termasuk pegawai
(1) huruf i KEPMENDAGRI No. 34 th. 2000, jelas pegawai BUMNBUMD, TIDAK ADA LARANGAN bagi PEGAWAI
PDAM bukan pegawai negeri. Di sisi lain, berdasarkan W No. PDAM menjadi ADVOKAT.
21 th. 2000 tentang Serikat PekerjaISerikat Buruh, pengertian
perusahaan termasuk perusahaan milik negara (vide Pasal 1
IV. Kesimpulan
angka 9). Jadi jelas pegawai PDAM tidak menjalankan tugas
dibidang eksekutif dalam makna hukum publik. Hubungan 1. Tidak ada ketentuan dalam UU Advokat bahwa termasuk penger-
kepegawaian PDAM bukan hubungan hukum publik tetapi tian pegawai negeri adalah pegawai BUMNBUMD.
hubungan hukum perdata. 2. Pegawai PDAM (BUMD) bukanlah pegawai negeri dalam makna
C. Apakah pegawai ?DAM dapat disamakan dengan Pegawai pegawai negeri menurut UU Advokat.
Negeri menurut UU Advokat?
Dalam ha1 tertentu, pegawai BUMNBUMD dapat disamakan
sebagai pegawai negeri. Legal Opinion
Contoh: Pasall PP 10 1983 Disusun Tanggal 10 Nopember 2003
Tentang Izin perkawinan dan perceraian bagi PNS.
Namun demikian,
Prinsip Hukum yang harus diperhatikan dalam ha1 ini: CONTOH KASUS 2
1. Pegawai BUMNIBUMD bukan pegawai negeri.
2. Ada ketentuan bagi pegawai negeri yang juga diberlakukan bagi Pendapat Hukum tentang Inkonstitusionalitas UU No. 45 th. 1999
pegawai BUMN/BUMD namun tidak berarti pegawai jo UU No. 5 Th 2000 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya
BUMN/BUMD adalah pegawai negeri. Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Pun-
Prinsip hukum yang harus diperhatikan dalam ha1 ini: cak Jaya dan Kota Sorong
Pemberlakuan ketentuan yang berlaku bagi Pegawai Negeri
terhadap pegawai BUMN/BUMD harus jelas dasar hukum-
Kasus Posisi
nya dan bukan sekedar interpretasi ekstensif yang memper-
luas daya berlakunya suatu ketentuan hukum. Setiap ketentuan Ketentuan W No, 45 th. 1999 jo UU No. 5 tahun 2000,
bagi pegawai negeri tidak secara otomatis berlaku bagi pegawai Propinsi Irian Barat dimekarkan dengan pembentukan propinsi Irian
BUMNBUMD. Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat. Ternyata sebelum UU Ini dilak-
tahunan MPR tahun 2003 yang dimuat dalam Keputusan MPR no.
5/MPR/2003 dalam butir 1.b Papua verboden is, of waneer dezelfde strijdig is met de goede zeden, of met
1. Majelis menyarankan kepada Pemerintah dan DPR untuk menata de openbare orde (terjemahan versi engelbrecht merumuskan sebagai
kembali peraturan perundang-undangan yang menyangkut otonomi suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-
dan pemekaran Papua termasuk meninjau kembali W no. 45 th. undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau
1999 dan Inpres No. 1 Th. 2003 untuk disesuaikan dengan isi, dengan ketentuan umum).
jiwa dan semangat UU No. 21 Th. 2001. Isu Hukum dalam kasus ini adalah apakah peraturan Menteri
2. Melaksanakan W No. 21 Th. 2001 secara utuh, konsekuen dan Pariwisata termasuk dalam Konsep wet. Analisis dilakukan pertama-
komprehensif dengan mempercepat proses penyusunan PP yang tama menelusuri konsep wet dalam Grondwet dan Buku Hukum
merupakan penjabaran dari undang-undang tersebut terutama Tata Negara Belanda. Untuk mendukung legal opinion dilampirkan
pembentukan Majelis Rakyat Papua dalam waktu selambat- bahan-bahan tersebut.
lambatnya 1 (satu) tahun. Berdasarkan isu hukum tersebut, disusun pendapat hukum
Sikap MPR tersebut patut diperhatikan oleh Mahkamah Konsti- (legal opinion) sebagai berikut:
tusi yang menguji konstitusionalitas W No. 45 Th. 1999. I. Wet (Dutch)
Grondwet:
I Hoofstuk 5 Wetgeving en bestuur
Legal Opinion (Chapter 5 Legislation and Administration)
Disusun Tanggal 2 Agustus 2004 section I Wetten en andere voorschriften
(Acts of Parliament and other regulations)
Article 81 (English text)
CONTOH KASUS 3 Acts of Parliament shall be passed jointly by the government and
the Parliament.
Pendapat Hukum tentang Konsep Wet dan Pengaruhnya dalam By analyzing the title of chapter 5 grondwet, it is clearly seen that
Hukum Indonesia wet (Law) and "andere voorschriften" (other regulations) are
different.

1 Kasus Posisi
Grondwet defines wet in the formal term (in formele zin). In the
Constitution of the United States of America, wet should be
Dalam kasus pembatalan kontrak manajemen hotel, yang considered as Law (not law).
menjadi suatu sengketa hukum dalam arbitrase di Singapore, suatu According to M.C. Burkens, the Dutch legal hierarchy can be
isu hukum yang muncul adalah menyangkut isu tentang wet. Isu described as follows:
tersebut muncul karena pihak yang membatalkan kontrak, beralasan
bahwa kontrak tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri
Pariwisata, dan dengan demikian sejalan dengan ketentuan Pasal 1337
BW yang menyatakan:
Eene oorzaak is ongeoorloofd, wanneer dezelfde bij de wet
Een ieder verbindende verdragsbepalingan
II. Wet in Indonesian Law
Rechtstreeks werkend EG-mht
en besluiten van volkenrechtelijke Based on the transitional regulations of the Indonesian Constitut-
ions, UUD 1945, (Article 11), it is defined that the inherited
regulations of Law of the previous Dutch colonial government are
Statuut
still valid or in effect as long as there are still no substitutes to
I replace them. Among the laws intherited by the colonial
I
I government of Dutch, there are two important Codes, Criminal
Grondwet Code and Civil Code.
I
I Up to the present moment the main problem connected with both
I of the Codes mentioned above is that there has never been an
Formele wet (Law)
I
I
official translation which can be used as formal legal guidance for
! our lawyers to hold. Although some individual translations for
Algemene maatregel van bestuur
those Codes are available, the contents of the translated ones
I consist of personal interpretation of the translators and the real
!
Ministeriele regeling meaning of the articles in those Codes are vague.
Besides, today most of the younger generation do not understand
Provincialeverordeniq Dutch and consequently it is really hard for them to understand the
I
I
legal texts written in Dutch.
1 ' Prof. Koesnoe described the stages in understanding the laws
Gemeentelijke verordening
inherited by the colonial government of Dutch as follow^:^
In such a critical situation in interpreting those codes where many
(M.C. Burkens, Beginselen van democratische rechtsstaat, compare the legal people do not understand Dutch anymore, it is necessary that our
hierarchy above with F.A.M. Stroink - J.G. Steenbeek, Inleiding in het staats - en
lawyers create or form a kind of a mediator to find a solution to the
administratief recht).'
problem of understanding legal language and the dogmatic values
of those two Codes. Nowadays most of our lawyers are strange
1 Gambar 12. Hirarkhi Peraturan Perundangan Belanda
with and separated from the legal language and the legal doctrine
of the codes.
Here is the concept of Wet connected with the contract
formulated in Dutch: de overeenkomst in strijd met de wet (the What is meant by the mediator here is an official translation of the
contract contradicted with the acts or legislation). In principle, the Codes and their scientific explanations in bahasa Indonesia
' concept of Wet has to be defined in a formal term (wet in formele (Indonesian). The translation must be done by some capable
zin) (Article 8 1 ~rondwet)' - -

Nederlands Burgerlijke Rechts, Verbintenissenrecht, W.E.J. Tjeenk Willink-Zwolle,


1
M.C. Burkens, Beginselen van Democratische Rechtstaat, Samson, Vianen, 1985, h. 210.
1993. h. 89. 'H. Moh. Koesnoe, Pemahaman dun Penggarapan Hukum Kod$kasi Dalam
2
C. Assers dan A.S. Hartkamp, Handleding Tot De Beoefening van Het Kalangan Praktek dun Teori Hukum Kita Dewasa Ini, Surabaya, 1991, h. 5.
Translation: The Civil Code
persons who have the expertise to interpret the meaning of the 1. Prof. R. Subekti, S.H. - R. Tjitrosudibio
legal context of the Codes. If the real official translation of the Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-
Codes is available, it is highly expected that the atmosphere of the undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau keter-
practice and the theory of the two Codes will gradually lead to a tiban umum.
situation as follows: (A cause is forbidden when it is forbidden by the law, or when
a. at the beginning both of our practicing and theoretical lawyers it contradicts with the morals or public order.15
understand the regulations and their dogma by directly reading 2. Engelbrecht System
the original texts and their translations. Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh
b. The next step, our lawyers already use and apply the translated undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesu-
Codes, and if only it is necessary they can see or refer to the silaan atau dengan ketertiban umum.
original texts. (A cause is forbidden when the cause is forbidden by the law or
c. At last, the lawyers totally base on personal translations. when the cause contradicts with the morals or public order.)
Basically there are significant changes, in the stages towards The translations lead to some problems such as:
understanding the two Codes. First, the form of the two Codes are 1. What is meant by a cause translated from words eene oorzaak?
still in their original condition as it used to be, and the are 2. Wet is translated into Undang-undang. In this case we have to
understood through different concept or view. view the concept of Undang-undang from the Indonesian
Then after such a long time the form of those Codes was geeting Constitusional Law and compare it with the concept of wet
vague and different from their original form. Finanlly, today the from the Dutch Constitusional Law.
original form if Wetboek van Strafi-echt and Burgerlijk Wetboek In Indonesian legal system differentiating the Law in the material
are no longer known or familiar, but only their translations are. sense and in the formal sense and considering the regulations as
Ironically the lawyers today do not realize that the translated Codes the Law are not appropriate. It will lead some people to connect it
are no longer ~ a w s . ~ with the decree of the People's Representative Assembly MPRS
The condition of understanding the codes like the one above is No. XXlMPRSl1996 (in the past) and (now) with the decree of the
described as hybrid law. In this situation, people understand the People's Representative Assembly (MPR) No. III/MPRl200.
texts of the codes not from the original sources. The atmosphere of If such a situation like this occur, it could be that decision of
not understanding the legal context of the original codes will Ministers might be considered as Law?, and it could be that a
results in the deviation in the interpretation of the concepts of Law. contract a cancelled because it contradicts with the decisions of a
In an unofficial translation we could find an example: Minister, even though Article 1337 BW states that a contract which
Article 1337 B W contradicts Wet.
Question: is a decision of a Minister of the same degree as of
Original texts (in Dutch): Eene oorzaak is ongeoorloofd, wanneer Wet?
dezelfde bij de wet verboden is, of waneer dezelfde strijdig is met
de goede zeden, of met de openbare orde. s R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Terjemahan Kitab Undang-undang Hukum

4
Perdata, PT. Pradya Paramita, Cet. ke-29, Jakarta, 1999.
Ibid., h. 6.
1986)
People who really understand laws must have known that a
2. Alasan Menggugat
decision of Minister is in the lower degree than that of Wet.
Berdasarkan informasi yang diterima menyangkut JDR dan DR,
dikaitkan dengan pertimbangan faktual didalam SK Menteri
Legal Opinion Kehutanan tentang Pencabutan HPHTI, yaitu oleh karena tidak
Disusun Tanggal 31 Mei 2004 memasukkan RKT dan RKL, maka terdapat cukup alasan
untuk menggugat keabsahan SK Menteri Kehutanan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal53 ayat (2) Undang-Undang No. 5
Tahun 1986, alasan yang cukup kuat adalah ketentuan Pasal 53
CONTOH KASUS 4
ayat (2) huruf C yang lazirnnya dikenal sebagai tindakan
sewenang-wenang.
Pendapat Hukum tentang Pencabutan Izin 14 Hak Pengusahaan
Ada kemungkinan terdapat unsur penyalahgunaan wewenang
Hutan Tanaman Industri (HPHTI)
(Pasal 53 ayat 2 huruf b), namun perlu diperhatikan bahwa
pembuktian unsur penyalahgunaan wewenang sangat sulit.
Kasus Posisi III. Tuntutan Ganti Rugi
Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, dimung-
Tanpa memperlihatkan SK Menteri Kehutanan tgl 24 Oktober
kinkan adanya tuntutan tambahan berupa tuntutan ganti rugi,
2002 mengenai Pencabutan Izin 14 HPHTI, Asosiasi Pengelola Hutan
namun demikian tuntutan ganti rugi dalam ketentuan tersebut pada
Indonesia (APHI) meminta pendapat hukum tentang upaya yang dapat
dasamya berbeda dengan tuntutan ganti rugi didalam B.W. misal
digunakan sehubungan dengan pencabutan HPHTI tersebut.
pada ketentuan Pasal 1365 BW. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Berdasarkan informasi tersebut pendapat hukum yang diberikan
No. 43 Tahun 1991, besamya ganti rugi rnaksimum adalah 5 (lima)
juga bersifat tentatif.
juta rupiah.
Secara lengkap penjelasan hukum tersebut adalah sebagai
Oleh karena itu tuntutan ganti rugi supaya melalui tuntutan
berikut:
perdata dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri.
Tentang SK Menteri Kehutanan Tanggal 24 Oktober 2002
Ada 2 kemungkinan:
Mengenai Pencabutan Izin 14 HPHTI
Note: dibutuhkan informasi surat Menteri Kehutanan tanggal 18 a. Gugatan ganti rugi diajukan setelah putusan PTUN mempunyai
kekuatan hukum tetap sehubungan dengan OOD (Omecht-
Oktober 2002
matige Overheids Daad).
I. Alternatif Upaya Hukum
Keuntungannya:
1. Pembatalan SK Menteri Kehutanan tanggal 24 Oktober 2002
Apabila alternatif ini yang ditempuh andai kata gugatan TUN
2. Tuntutan ganti rugi
dikabulkan maka unsur perbuatan melanggar hukum tidak perlu
11. Upaya Pembatalan Surat Keputusan:
dibuktikan lagi.
1. Gugatan melalui PTUN Jakarta
Kelemahannya:
Note: dalam gugatan yang paling penting adalah permohonan
1. Belum tentu gugatan TUN dikabulkan
penetapan penundaan (Schorsing) pelaksanaan Surat Keputusan
2. Menunggu putusan TUN yang memiliki kekuatan hukum
Menteri Kehutanan (Pasal 67 Undang-Undang no. 5 Tahun
tetap membutuhkan waktu yang lama.
masih harus menunggu Peraturan Pemerintah sesuai ketentuan ayat
b. Gugatan ganti rugi diajukan bersamaan dengan gugatan TUN.
Kalau upaya ini yang ditempuh perlu diperhatikan bahwa (3).
2. Berdasarkan ketentuan ayat (2), undang-undang mengatur usia
pokok perkaranya harus berbeda. Salah satu kemungkinan
pensiun maksimum, apakah berarti dapat saja dipensiunkan
dalam ha1 ini adalah gugatan terhadap wanprestasi yang
sebelum usia 58 tahun.
dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan DJR (Dana
Jaminan Reboisasi) dan DR (Dana Reboisasi).
Analisis
1. Ketentuan usia 58 tahun dari segi legal drafting tidak nampak
Legal Opinion
adanya wewenang "diskresi" dalam penerapan ketentuan usia 58
Disusun Tanggal 26 Nopember 2002
tahun. Perintah menunggu Peraturan Pemerintah berdasarkan ayat
3, harusnya ditafsirkan berkenaan dengan wewenang diskresi.
Dalam Pasal 30, wewenang diskresi nampak dalam ayat 1 dan ayat
CONTOH KASUS 5 2 bagian Kedua (perpanjangan usia pensiun 60 tahun) yang
dirumuskan dengan kata dapat. Disamping itu dengan landasan
Pendapat Hukum tentang Pensiun Dini Perwira Tinggi Polri
undang-undang harus dilihat secara utuh, maka Pasal43 butir a dan
Pasal45, itu tidak bisa dilepaskan. Dengan dasar Pasal45 undang-
Kasus Posisi undang ini berlaku pada saat diundangkan yaitu pada tanggal 8
Januari Tahun 2002. Dikaitkan dengan Pasal 43 butir a, peraturan
Berdasarkan ketentuan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepo-
pelaksanaan yang bertentangan harusnya tidak berlaku.
lisian Negara RI, usia Pensiun Anggota Polri adalah 58 tahun.
2. Ketentuan usia pensiun maksimum 58 tahun tidak berarti memberi
Ternyata Presiden mengeluarkan SK Pensiun Bagi Beberapa Perwira
wewenang diskresi (lihat butir 1) kepada yang berwenang untuk
Tinggi Polri yang belum mencapai usia 58 tahun. Terhadap SK
menetapkan usia pensiun dibawah usia 58 tahun. Ketentuan usia
tersebut yang berkepentingan mengajukan gugatan melalui pengadilan
pensiun maksimum 58 tahun adalah ketentuan usia pensiun
TUN Jakarta (Sengketa TUN No. 85 dan 87 Th. 2002).
normal, kurang dari atau lebih dari usia pensiun 58 tahun harus
Pendapat hukum terutama difokuskan pada analisis apakah
berdasarkan alasan faktual (tidak cukup normatif semata), dan
pelaksanaan ketentuan Pasal 30 ayat (2) UU no. 2 Tahun 2002 masih
itulah yang hams diatur didalam Peraturan Pelaksanaan,
menunggu PP sesuai ketentuan ayat (3).
misalnya: Peraturan Pemerintah dan seterusnya.
Pendapat hukum tersebut dipaparkan sebagai berikut:

Isu Hukum Legal Opinion


Disusun Tanggal 10 April 2004
1. Apakah usia maksimum anggota Polri 58 tahun berdasarkan
ketentuan Pasal 30 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 2002
tentang kepolisian Negara Republik Indonesia, pelaksanaannya

Anda mungkin juga menyukai