Oleh:
Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H.
Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S.
- . . . . . .- - ,
...
VXll
1 A '
i- -- - - ---- - -
yang tidak ditangani secara profesional. Pendidikan hukum tidak jelas (statistik), serta merta penelitian hukum dikualifikasikan sebagai
arahnya. Mudah-mudahan KURNAS 1993/1994 betul-betul merupa- penelitian kualitatif. Dengan predikat itu penelitian hukum djanggap
kan suatu reorientasi dalam pendidikan hukum di Indonesia. kurang ilmiah karena tidak kuantitatif, tidak menggunakan statistik.
Dalam usaha mengilmiahkan ilmu hukum secara empiris, usaha Penelitian hukum nomatif semestinya tidaklah diidenti$kasikan
yang dilakukan ialah menerapkan metode-metode penelitian sosial dengan penelitian kualitatif.
dalam kajian hukum normatif. Metode ilmu sosial dapat digunakan Penulisan mengenai metode penelitian hukum di Indonesia
dalam findamental research yang memandang hukum sebagai tampaknya tidak beranjak dari hakikat keilmuan hukum tetapi dari
fenomena sosial.' Kajian hukum diempiriskan antara lain dengan sudut pandang ilmu sosial, yaitu bagaimana suatu metode penelitian
merumuskan format-format penelitian hukum yang dilatarbelakangi dapat digunakan dalam penelitian hukum. Langkah dernikian akan
oleh metode penelitian ilmu sosial yang notabene adalah penelitian sangat menyulitkan dan dapat mengaburkan ilmu hukum itu sendiri.
empiris. Dengan demikian kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan Menetapkan metode penelitian hukum atau dalam cakupan luas
antara lain memaksakan format penelitian ilmu sosial dalampenelitiart dikatakan sebagai pengkajian ilmu hukum, seharusnya beranjak dari
hukum normatif seperti: hakikat keilmuan hukum. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan
Rumusan masalah dalam kalimat tanya. Kata-kata bagaimana, untuk menjelaskan hakikat keilmuan hukum dan dengan sendirinya
seberapa jauh, dan lain-lain, dipaksakan dalam rumusan masalah membawa konsekuensi pada metode kajiannya. Dua pendekatan
penelitian hukum normatif; tersebut ialah:
Sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Tanpa a. Pendekatan dari sudut falsafah ilmu;
disadari bahwa data bermakna empiris, sedangkan penelitian b. Pendekatan dari sudut pandang teori hukum;
hukum normatif tidak mengumpulkan data; dan Falsafah ilmu membedakan ilmu dari dua sudut pandangan,
Populasi dan sampling. Seorang peneliti hukum normatif tidak yaitu pandangan positivistik yang melahirkan ilmu empiris dan
boleh membatasi kajiannya hanya pada satu undang-undang pandangan normatif yang melahirkan ilmu nonnatif. Dari sudut ini
misalnya. Dia harus melihat keterkaitan undang-undang tersebut ilmu hukum memiliki dua sisi tersebut. Pada satu sisi ilmu hukum
dengan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian populasi dengan karakter aslinya sebagai ilmu normatif dan pada sisi lain ilmu
dan sampling tidak dikenal dalam penelitian hukum normatif. hukum memiliki segi-segi empiris. Sisi empiris itulah yang menjadi
Penelitian hukum normatif seringkali juga diklasifikasikan kajian ilmu hukum empiris seperti sociological jurisprudence, dan
sebagai penelitian kualitatif. Benarkah itu? Perbedaan antara socio legal jurisprudence. Dengan demikian dari sudut pandang ini,
penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif adalah pada sifat data, ilmu hukum dibedakan atas ilmu hukum nomatif dun ilmu hukum
karena penelitian itu menyangkut data dan konsekuensinya pada empiris. Ilmu hukum normatif metode kajiannya khas, sedangkan ilmu
analisisnya. Oleh karena penelitian itu menyangkut data dengan hukum empiris dapat dikaji melalui penelitian kualitatif atau kuan-
sendirinya merupakan penelitian empiris. titat$ tergantung sifat datanya.
Kesalahpahaman terhadap penelitian hukum ialah karena Dari sudut pandang teori hukum, ilmu hukum dibagi atas tiga
penelitian hukum normatif tidak menggunakan analisis kuantitatif lapisan utama, yaitu: dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti
sempit) dan filsafat hukum. Ketiga lapisan tersebut pada akhirnya
1
Terry Hutchinson, Researching and Writing in Law, Law Book CO.Sydney, memberi dukungan pada praktik hukum. Ketiga lapisan tersebut dan
2002, h. 10. juga praktik hukum masing-masing mempunyai karakter yang khas
dengan sendirinya juga memiliki metode yang khas. Persoalan tentang
metode dalam ilmu hukum merupakan bidang kajian teori hukum Dari uraian di atas dapatlah diambil satu sikap, yaitu janganlah
(dalam arti sempit). mengempiriskan segi-segi normatif ilmu hukum dan sebaliknya
Dengan pendekatan yang obyektif seperti tersebut di atas, janganlah menormatifkan segi-segi empiris dalam penelitinn hukum.
dapatlah ditetapkan metode mana yang paling tepat dalam pengkajian Dalam kajian normatif sebaiknya berpegang pada tradisi keilmuan
ilmu hukum. Sikap yang mengunggulkan penelitian hukum hukum itu sendiri, sedangkan dalam kajian ilmu hukum empiris
empiris dan meremehkan penelitian hukum normatif adalah sikap sebaiknya digunakan metode-metode penelitian empiris yang sesuai.
yang tidak bennr. Sikap demikian menutup mata pada pola kerja ilmu
hukum dan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu hukum normatif. Adalah
suatu temuan maha besar dalam ilmu hukum normatif antara lain 2. TERMINOLOGI ILMU HUKUM
tentang badan hukum sebagai subjek hukum.
Temuan normatif tersebut telah membawa pengaruh yang luar Dalam bahasa Belanda, Jerman, dan bahasa Inggris digunakan
biasa dalam kehidupan ekonomi karena dengan temuan itu suatu usaha istilah berikut:
tidaklah semata tergantung pada usia pemilik modal yang notabene - Rechtswetenschap (Belanda)
terbatas, sedangkan suatu badan usaha tidak mengenal usia tua. - Rechtstheorie (Belanda)
Temuan lain dalam hukum pidana rnisalnya tentang tanggung jawab - Jurisprudence (Inggris)
korporasi dan dalam hukum administrasi tentang asas-asas umum - Legal science (Inggris)
pemerintahan yang baik, dan lain-lain. - Jurisprudent (Jerman).
Dengan tidak bermaksud untuk meremehkan hasil-hasil yang Kepustakaan bahasa Indonesia tidak tajam dalam penggunaan
telah dicapai oleh studi-studi hukum empiris kiranya cukup banyak istilah. Istilah ilmu hukum tampaknya begitu saja disejajarkan dengan
kritik yang diajukan terhadap studi-studi hukum empiris. Satu contoh istilah-istilah dalam bahasa asing seperti dalam bahasa Belanda:
misalnya kritik dari Lord Lloyd 0 Hamstead dan M.D.A. Freeman rechtswetenschap, rechtstheorie, dan dalam kepustakaan berbahasa
dalam "Lloyd's Introduction to Jurisprudence" 1986. Mereka menga- Inggris dikenal istilah-istilah seperti: jurisprudence, legal science.
takan bahwa studi-studi socio-legal menekankan arti penting Istilah Belanda rechtswetenschap dalam arti sempit adalah
menempatkan hukum dalam konteks sosialnya, tentang penggunaan dogmatik hukum atau ajaran hukum (de rechtsleer) yang tugasnya
metode-metode penelitian, tentang pengakuan bahwa banyak adalah deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum positif dan dalam
permasalahan hukum tradisional pada hakikatnya bersifat empiris dan ha1 tertentu juga eksplanasi. Dengan demikian dogmatik hukum tidak
murni konseptual. Tema utamanya adalah kesenjangan (the gap) bebas nilai tetapi syarat nilai. Rechtswetenschap dalam arti luas
antara "law in the books" and "law in action7'. Namun demikian studi- meliputi: dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti sempit) dan
studi tersebut hanya sampai pada tingkatan menggambarkan filsafat hukum.
"kesenjangan" tetapi jarang menjelaskannya (The gap is described Rechtstheorie juga mengandung makna sempit dan luas. Dalam
but is rarely explained).' arti sempit rechtstheorie adalah lapisan ilmu hukum yang berada di
antara dogmatik hukum dan filsafat hukum. Teori hukum dalam arti
2
Lord Lloyd 0 Harnstead dan M.D.A. Freeman, d a l Lloyd's
~ Introduction to ini merupakan ilmu eksplanasi hukum (een verklarende wetenschap
Jurisprudence, ELBSIStevens, 1985, h. 580.
van het r e ~ h t )Teori
. ~ hukum merupakan ilmu yang sifatnya interdi- kasus perkosaan aliran ini lebih memfokuskan pada perilaku hakim
sipliner. Dalam arti luas, rechtstheorie digunakan dalam arti yang dalam memutus kasus perkosaan. Salah satu fokusnya adalah
sama dengan rechtswetenschap dalam arti apakah terdapat perbedaan menyangkut berat ringannya hukuman
Istilah Inggris jurisprudence, legal science, dan legal philoso- terhadap pelaku dikaitkan dengan gender yaitu: bagaimanakah
phy mempunyai makna yang berbeda dengan istilah-istilah Belanda perilaku hakim pria dan perilaku hakim wanita dalam memberikan
seperti yang telah diuraikan di atas, Lord Lloyd 0 Hamstead, M.D.A. hukuman perkosaan.
Freeman dalam bukunya Lloyd's Introduction to Jurisprudence 2. Sociologicaljurisprudence: law in action # law in the hooks
memberikan gambaran sebagai berikut: -1
Jurisprudence involves the study of general theoritical questions Kritik: the gap is described but is rarely explained.
about the nature of laws and legal systems, about the relationship Aliran sosiologicaljurisprudence memfokuskan diri pada problema
of law to justice and morality and about the social nature of law.' kesenjangan, yaitu kesenjangan antara law in book dan law in
Science, however, is concerned with empirically observable facts action. Namun kritik yang pedas terhadap aliran ini adalah bahwa
and events6 mereka hanya memaparkan kesenjangan tetapi tidak menjelaskan
H.PH. Visser Thooft, dari sudut pandang filsafat ilmu, menggunakan kenapa terjadi kesenjangan, sehingga tidak ada solusi.
istilah rechtswetenschappen (Ilmu-ilmu Hukum), merumuskan bahwa 3. Socio - legal studies
semua disiplin yang obyeknya Hukum adalah ilmu hukum. Atas dasar Aliran ini melihat hubungan timbal balik antara hukum dan
itu dikatakan: recht is mede wetenschap. masyarakat, yang di satu sisi pengaruh hukum terhadap masyarakat
dan disisi lain pengaruh masyarakat terhadap hukum.
1I ~ 1
; J. Gijssels dan Marck van Hoecke mengemukakan lapisan ilmu
hukum seperti diperlihatkan dalam Gambar 2."
Secara kronologis perkembangan ilmu hukum diawali oleh
filsafat dan disusul dogrnatik hukum (ilmu hukum positif). Dua
1I
disiplin tersebut memiliki perbedaan yang sangat extrem. Filsafat
hukum sangat spekulatif, sedangkan hukum positif sangat teknis.
Dalam hubungan dengan itu dibutuhkan disiplin tengah yang
(J.J.H. Bruggink: 127).
menjembatani filsafat hukum dan ilmu hukum positif. Disiplin tengah
tersebut mula-mula berbentuk ajaran hukum umum (algemene
1~ Gambar 1. Perbedaan Ilmu Hukum Empiris dan Normatif rechtsleer) yang berisi ciri-ciri umum seperti asas-asas hukum dari
I berbagai sistem hukum. Dari ajaran hukum umum berkembang
menjadi teori hukum..Disiplin baru ini tidak hanya dengan fokus ciri-
ciri yang sama tetapi juga permasalahan yang sama dari berbagai
I
8
D.H.M. Meuwissen dalam Van Dijk., Van Apeldorn's Inleiding Tot De
sistem hukum.
Studie Van Het Nederlanse Recht, Acttiende Druk, W.E.J. Tjeen Willink, Zwolle,
1985, h. 450. 10
9 J.Gijssels dan Marck Van Hoecke, Op cit., h. 133.
J.J.H. Bruggink, Recht Rejlecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheories,
Kluwer, Deventer, 1993, h. 127.
- -. - -
Lapisan Ilmu Hukum individual dan final.
ri Filsafat Hukum
F
Filsafat Hukum
Q Teori Hukum
Meta - teori Meta - teori
Teori hukum
Praktik Hukum
Dogmatik hukum, teori hukum, filsafat hukum pada akhirnya Dogmatik hukum
harus diarahkan kepada praktik hukum. Praktik hukum menyangkut .
dua aspek utama yaitu pembentukan hukum dan penerapan hukum.
Permasalahan penerapan hukum antara lain mengenai: inter- teori teori teori
pretasi hukum, kekosongan hukum (leemten in het recht), antinomi
dan norma yang kabur (vage nomzen). I
I
I I
Hubungan antara filsafat hukum, teori hukum dan dogmatik Hukum positif
hukum dapat digambarkan dalam Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa hukum positif didukung oleh
ilmu hukum positif, teori hukum dan filsafat hukum. Gambar 3. Hubungan Filsafat Hukum Teori Hukum dan Dogmatik Hukum
Tiap lapisan ilmu hukum memiliki karakteristik khusus -
mengenai: konsep, eksplanasi dan sifat atau hakikat keilmuannya. Hal Lapisan ilmu Konsep Eksplanasi Sifat
tersebut dapat diuraikan dalam Gambar 4." hukum
Sebagai ilustrasi, dalam Pasal 1.3 UU No. 5 Tahun 1986 Filsafat Hukum Grondbegrippen Reflektif Spekulatif
dirumuskan keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara, yang Teori Hukum Algemene Analitis -> Normatif
merupakan tindakan Hukum Tata Usaha Negara yang bersifat konkrit, Empiris
11
J.J.H. Bruggink, Op cit., h. 1 17.
12
Ibid. Gambar 4. Karakteristik Lapisan Ilmu Hukum
Keputusan Tata Usaha Negara merupakan konsep teknis, na-
mun unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara harus ditelusuri
dalam ranah teori hukum, dalam ha1 ini teori Hukum Administrasi.
Contoh: untuk menjelaskan unsur tindakan Hukum Tata Usaha BAB I1
Negara haruslah pertama-tama menjawab pertanyaan apakah yang
dirnaksud Hukum Tata Usaha Negara. Konsep Hukum Tata Usaha LOGIKA DAN ARGUMENTASI HUKUM
Negara adalah konsep teori, jadi merupakan konsep umum (algemene
begrippen).
H. P.H. Visser Thooft menggambarkan lapisan ilmu hukum 1. KESALAFIPAHAMAN TERHADAP PERAN LOGIKA
sebagai berikut (Gambar 5).13
Teori argumentasi mengkaji bagaimana menganalisis, meru-
Filsafat Hukum (Rechts Filosojie)
muskan suatu argumentasi secara cepat. Teori argumentasi mengem-
t
Teori Hukum (Rechts Theorie)
bangkan kriteria yang dijadikan dasar untuk suatu argumentasi yang
jelas dan rasional. Isu utama adalah adakah kriteria universal dan
kriteria yuridis yang spesifik yang menjadikan dasar rasionalitas
argumentasi hukum?'
Ilmu Hukum Praktis 1lmu-1lkuHukum Lain Suatu tradisi yang sudah sangat lama dalam argumentasi hukum
(Praktische rechtswetenschap) (Andere rechtswetenschappen) adalah pendekatan formal logis. Untuk analisa rasionalitas proposisi
dikembangkan 3 model logika yaitu: 1. Logika silogistis, 2. Logika
Gambar 5. Lapisan Ilmu Hukum Menurut H.P.H. Visser Thooft proposisi, 3. Logika predikat.
Untuk analisa penalaran dikembangkan logika diontis.
Membandingkan gambar dari Visser dengan gambar dari J.J.H. Diantara para penulis memang terdapat perbedaan pendapat
Bruggink, yang merujuk pada pendapat J. Gijssels dan Mark Van mengenai peran logika formal dalam argumentasi hukum, seperti
Hoecke dapat disimpulkan bahwa dogmatik hukum (ilmu hukum contoh MacCormick, logika hanya mempunyai peran terbatas, bahkan
positif) adalah ilmu hukum praktis. Fungsi ilmu praktis adalah ada yang berpendapat logika tidak penting, seperti Perelman dan
problem solving. Dengan demikian, dogmatik hukum sebagai ilmu Toulmin.
hukum praktis tujuannya adalah legal problem solving. Untuk tujuan
* Kesalahpahaman terhadap peran logika terutama berkaitan
tersebut dibutuhkan ars, yang merupakan ketrampilan ilmiah. dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik (sylogis-
Ars itu dibutuhkan para yuris untuk menyusun legal opinion tische logica). Terjadinya kesalahpahaman karena pendekatan
sebagai output dari langkah legal problem solving. Ars yang dimaksud tradisional dalam argumentasi hukum yang mengandalkan model
adalah legal reasoning atau legal argumentation, yang hakekatnya sillogisme.
adalah giving reason.
1
E.T. Feteris, Redelijkheid in Jurisdische Argumentatie. Een Overzicht van
Theorieen Over Het Rechtvaardigen van Juridische Beslissingen, W.E.J. Tjeenk
13
H.P.H. Visser Thoof, Op. cit., h. 10. Willink, Zwolle, 1994, h. 2.
-
* Kesalahpahaman yang kedua berkaitan dengan peran logika 2. KESESATAN (FALLACY)
dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim dan
pertimbangan-pertimbangan yang melandasi keputusan. Kesesatan dalam penalaran bisa terjadi karena yang sesat itu,
Menurut mereka proses pengambilan keputusan tidak selalu logis, karena sesuatu hal, kelihatan tidak masuk akal. Kalau orang menge-
sedangkan bagi mereka yang mendukung logika berpendirian mukakan sebuah penalaran yang sesat dan ia sendiri tidak melihat
bahwa antara proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab kesesatannya, penalaran itu disebut paralogis. Kalau penalaran yang
suatu keputusan tidak dapat dipisahkan. Bagi proses logika tidak sesat itu dengan sengaja digunakan untuk menyesatkan orang lain,
penting, tapi bagi pertimbangan logika keputusan sangat penting. maka ini disebut sofisme. Penalaran dapat sesat karena bentuknya
Pertanyaan tentang bagaimanakah merumuskan argumentasi, tidak sahih (tidak valid), ha1 itu terjadi karena pelanggaran terhadap
bukanlah pertanyaan logika, tapi pertanyaan: de juridische kaidah-kaidah 1 0 ~ i k a . ~
methodenleer en rechtsvinding theorieen (ajaran metode dan teori Penalaran juga dapat sesat karena tidak ada hubungan logis
penemuan hukum). antara premis dan konklusi. Kesesatan demikian itu adalah kesesatan
* Kesalahpahaman yang ketiga berkaitan dengan alur logika relevansi mengenai materi penalaran. Model kesesatan yang lain
formal dalam menarik suatu kesimpulan. adalah kesesatan karena bahasa. Selanjutnya untuk menggambarkan
* Kesalahpahaman yang keempat, logika tidak berkaitan dengan kesesatan dalam penalaran hukum R.G. Soekadijo memaparkan lima
aspek substansi dalam argumentasi hukum. model kesesatan hukum, yaitu:5
* Kesalahpahaman yang kelima, menyangkut tidak adanya kriteria 1. Argumentum ad ignorantiam
formal yang jelas tentang hakekat rasionalitas nilai didalam 2. Argumentum ad verecumdiam
h~kum.~ 3. Argumentum ad hominem
Hal yang sama juga dipaparkan oleh R.G. Soekadijo tentang 4. Argumentum ad misericordiam
logika. Kata "logika" sebagai istilah, berarti suatu metoda atau teknik 5. Argumentum ad baculum.
yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Untuk memahami Ilustrasi atas 5 model kesesatan tersebut juga dikemukakan oleh Irving
logika, orang harus mempunyai pengertian yang jelas mengenai M. Copy. Model tersebut kalau digunakan secara tepat dalam bidang
penalaran. Penalaran adalah satu bentuk pemikiran. Adapun bentuk- hukum justru bukan kesesatan dalam penalaran hukum yaitu:6
bentuk pemikiran yang lain, mulai yang paling sederhana ialah: 1. Argumentum ad ignorantiam:
pengertian atau konsep (conceptus, concept), proposisi atau pernya- Kesesatan ini terjadi apabila orang mengargumentasikan suatu
taan (propositio, statement) dan penalaran (ratio cinium, reasoning). proposisi sebagai benar karena tidak terbukti salah atau suatu
Tidak ada proposisi tanpa pengertian (konsep) dan tidak ada proposisi salah karena tidak terbukti benar.
penalaran tanpa proposisi. Untuk memahami penalaran, maka Dalam bidang hukum, argumentum ad ignorantiam dapat dilaku-
ketiga bentuk pemiluran harus dipahami bersama-~ama.~ kan apabila ha1 itu dimungkinkan oleh hukum acara dalam bidang
4Ibid., h. 11.
bid., h. 25-29. 5
Zbid., h. 12-13.
3 6
R.G. Soekadijo, Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dun Induktg PT. Irving M. Copy Carl Cohen, Introduction to Logic, Eighth Edition, Collier
Gramedia, Jakarta, 1985, h. 3. MacMillan Publisher, London, 1990, h. 9 1-107.
hukum tersebut. Untuk bidang hukum perdata dengan berpegang Akan tetapi apabila digunakan untuk pembuktian tidak bersalah,
pada pasal 1865 BW penggugat hams membuktikan kebenaran ha1 itu merupakan suatu kesesatan.
dalilnya, sehingga apabila dia tidak dapat mengemukakan bukti 5. Argumentum ad baculum:
yang cukup, gugatan dapat ditolak dengan alasan bahwa si peng- Menerima atau menolak suatu argumentasi hanya karena suatu
gugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya. Dalam hukum ancaman. Ancaman itu membuat orang takut. Dalam bidang
acara peradilan tata usaha negara, ha1 itu tidak berlaku karena Pasal hukum, cara itu tidak sesat apabila digunakan untuk mengingatkan
107 UU Nomor 5 tahun 1986 menetapkan bahwa hakim yang orang tentang suatu ketentuan hukum, contoh: di Surabaya di
menetapkan beban pembuktian. Dengan dasar itu tidaklah tepat seluruh pojok kota dipasang papan kuning yang berisi ancarnan
menolak suatu gugatan hanya atas dasar bahwa si penggugat tidak bagi pelanggar PERDA KEBERSIHAN.
dapat membuktikan dalil-dalilnya. Karena munglun saja beban
pembuktian dialihkan kepada tergugat.
2. Argumentum ad verecundiam: 3. KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM
Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena nilai
penalarannya, tetapi karena orang yang mengemukakannya adalah Arti penting makna logika bagi hukum juga dipaparkan oleh A.
orang yang benvibawa, berkuasa, ahli, dapat dipercaya. Argu- Soeteman dan P.W. Brouwer.
mentasi demikian bertentangan dengan pepatah latin: Tantum valet Satu dalil yang kuat: satu argumentasi bermakna hanya
auctoritas, quantum valet argumentatio (nilai wibawa hanya dibangun atas dasar logika. Dengan kata lain adalah suatu "Conditio
setinggi nilai argumentasinya). sine qua non" agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila
Dalam bidang hukum argumentasi demikian tidak sesat jika suatu didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan sistem logika formal yang
yurisprudensi menjadi yurisprudensi tetap. Contoh: untuk merupakan syarat mutlak dalam berargumentasL7
kriteria perbuatan melanggar hukum oleh penguasa, sebagai Argumentasi yuridis merupakan satu model argumentasi
yurisprudensi tetap dianut putusan Mahkamah Agung No. 838 khusus. Apakah kekhususan argumentasi hukum?
WSipl1972 yang terkenal dengan sebutan kasus Yosopendoyo. Ada 2 ha1 yang menjadi dasar:
3. Argumentum ad hominem: 1. Tidak ada hakim ataupun pengacara, yang mulai berargumentasi
Menolak atau menerima suatu argumentasi atau usul bukan karena dari suatu keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari
penalaran, tetapi karena keadaan orangnya. hukum positif. Hukum positif bukan merupakan suatu keadaan
Menolak pendapat seseorang karena dia orang Negro adalah suatu yang tertutup ataupun statis, akan tetapi merupakan satu perkem-
contoh argumenturn ad hominem. Dalam bidang hukum, argu- bangan yang berlanj ut.
mentasi demikian bukan kesesatan apabila digunakan untuk men- Dari suatu ketentuan hukum positif, yurisprudensi akan menen-
diskreditkan seorang saksi yang pada dasarnya tidak mengetahui tukan norma-norma baru. Orang dapat bernalar dari ketentuan
secara pasti kejadian yang sebenarnya. hukum positif dari asas-asas yang terdapat dalam hukum positif
4. Argumentum ad misericordiam: untuk mengambil keputusan-keputusan baru.
Suatu argumentasi yang bertujuan untuk menimbulkan belas ---
8
Ibid., h. 36-37.
10Martin P. Golding, Legal Reasoning, Alfreda A. Knoff Inc., New York,
9 ~ . Feteris,
~ . et.al. Op Goede Gronden (Bijdragen Aan Het Tweede
Symposium Juridische Argumentatie, Rotterdam, 14 Juni, 1996), Ars Aqua1 Libri, 1984, h. 1.
I1
Nijmegen, 1997, h. 132-136. Ibid.. h. 35.
Misalnya: bentuk argumentasi deduksi
2. Substansi atau isi argumentasi (de inhoud van de argurnentatie)
Contoh: larangan argumentum ad hominem (misal: satu argu-
BAB 111 mentasi menolak suatu argumentasi karena alasan bahwa yang
bersangkutan bukan orang Indonesia)
DASAR-DASAR DALAM ARGUMENTASI 3. Prosedur atau hukum acara3
HUKUM Misal: beban pembuktian
Dalam BW Pasal 1865 beban pembuktian pada penggugat, tapi
dalam UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, Pasal 107, hakim
1. DARI LOGIKA TRADISIONAL yang menentukan beban pembuktian. Dengan ketentuan tersebut
dalam perkara perdata, satu gugatan dapat ditolak, karena si
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, teori argumentasi penggugat tidak bisa membuktikan dalil-dalilnya, tetapi alasan itu
dewasa ini dapat ditelusuri kembali ke rnasa Aristoteles. tidak bisa digunakan hakim dalam mengadili dan memutus
Aristoteles mulai dengan studi sistematis tentang logika, yang sengketa TUN, karena hakim bisa membebankan pembuktian pada
intinya adalah konsistensi (logical sequence) yaitu konsistensi dalam tergugat.
premis-premis sampai kesimpulan. Dari logika, Aristoteles mengem- Dalam teori hukum, logici hukum bertitik tolak dari model
bangkan dasar-dasar dialektika sebagai ajaran berdebat. Dari dia- logika deduksi. Hal tersebut digambarkan dalam buku Logical Models
lektika menuju ke retorika, y aitu teknik untuk meyakinkan.' Of Legal Argumentation, dengan editor Henry Prakken dan Giovanni
Sartor sebagai berikut:
In legal theoy, legal logicians tended to focus on a deductive
Rasionalitas dan Argumentasi (Rationaliteit e n Argumentatie) reconstruction of a judgeds 'justzj5cation of a decision, without taking
Pertanyaan: Apakah rasionalitas itu? Jawabannya adalah: tanpa into account the dialectical process which had led to the selection of
argumentasi tidak ada rasionalitas (zonder argumentatie geen the chosen justzj5cation .... Logic found its favourite application
rationa~iteit).~ domain in legislation: the basic idea was to represent legislation as a
set of consistent statements (rules),from with legal conclusions could
Hal itu berarti bahwa: tidak setiap argumentasi itu rasional.
be deductively direved (cJ: (Sergot e.at., 1986)). Dialectic founds
Dengan pendekatan fungsional dapat dirumuskan syarat-syarat argu- instead its favourite application domain in case based reasoning. The
mentasi yang rasional. Dengan pendekatan ini suatu argumentasi basic idea was to model legal reasoning via the adversarial (citation
terdiri atas dialog dan diskusi. ofpro and contra cases (cf: e.q. (Ashley, 1990)). However, in the last
Kriteria argumentasi rational dengan pendekatan ini berkaitan years the separation between logic and dialectic seems to be coming
dengan: to an end.4
1. Bentuk argumentasi (de v o m van de argumentatie)
1 3~bid.,
h. 244.
P.W. Brouwer, et. al., Drie Dimensies Van Recht. Rechtstheorie, Rechts- 4
geleerdheid, Rechtspraktijk,Boom Jurische Uitgevers, Den Haag, 1999, h. 240-241. Henry Prakken dan Giovanni Sartor, Logical Models of Legal Argumentat-
2~bid.,h. 243. ion, Kluwer Academic Publisher, The Netherlands, 1997.h. 1.
Dengan titik tolak logika tradisional, model argumentasi yang Konklusi : terdakwa melanggar h ~ k u m . ~
lazim adalah argumentasi deduksi. Dalam kaitan dengan deduksi patut diperhatikan kekhususan
1. Argumentasi Deduksi yaitu penerapan suatu aturan hukum pada logika hukum sebagaimana digambarkan oleh Irving M. Copy:
suatu kasus Dalam ha1 memecahkan masalah hukum, peran sentral argu-
Norma : Pencuri harus dihukum mentasi dalam ha1 tersebut haruslah memberi perhatian khusus pada
Fakta : Johan adalah pencuri prinsip-prinsip logika yang diterapkan dalam dunia hukum dan
Jenis argumentasi ini populer dalam civil law system yang disebut peradilan.
Rule-based Reasoning (argumentation based on rules). Dalam menggunakan logika di bidang hukum, hendaklah selalu
2. Dalam common law system dikenal model argumentasi yang tidak diingat 3 perbedaan pokok yang berkaitan dengan hakekat hukum (the
bisa dikualifikasikan sebagai argumentasi deduksi. Argumentasi ini nature of laws), sumber-sumber hukum (resources of laws) dan jenis-
beranjak dari case tertentu. jenis hukum (the kinds of laws).
Model ini disebut Principle based reasoning. Disebut juga 1. Hakekat
argumentation based on precedents (analogical reasoning).5 Dalam suatu negara ataupun masyarakat terdapat aturan-aturan
Contoh: Modifikasi genetika pada bakteri perilaku berupa hukum positif dan norma-norma moral. Bisa
Pertanyaannya: berapa besar bakteri yang dapat menimbulkan terjadi ketidaksesuaian antara norma-norma hukum positif dan
bahaya dalam usaha modifikasi genetika. norma-norma moral. Dalam ha1 ini penerapan logika hanya diba-
Note: Analogical reasoning dalam common law system berbeda tasi pada penegakan hukum positif sebagai aturan formal.
dengan penalaran analogi dalam civil law system (lihat Gambar 6). 2. Sumber-sumber hukum
Bentuk paling lazim dalam argumentasi deduksi adalah sillo- Terdapat berbagai jenis sumber hukum baik produk legislatif
gisme. Tentang ha1 tersebut Ian McLeod menggambarkan bentuk maupun yurisprudensi, juga patut diperhatikan hierarki sumber-
argumentasi hukum sebagai berikut: sumber hukum. Dalam ha1 terjadi pertentangan menyangkut
Model klasik argumentasi hukum lazirnnya dikenal sebagai model interpretasi atau penerapan, perlu dirumuskan asas-asas untuk
sillogisme. memecahkan masalah tersebut.
Alur sillogisme nampak sebagai berikut: 3. Jenis-jenis hukum
Jika A = B Hukum positif membedakan hukum publik dan hukum privat.
Dan B = C Prinsip-prinsip publik berbeda dengan hukum privat. Demikian
Maka A = C juga dalam lapangan hukum publik ada Hukum Tata Negara ada
Baris pertama adalah premis mayor Hukum Administrasi, ada Hukum pidana yang masing-masing
Baris kedua adalah premis minor memiliki karakter sendiri-sendiri dan asas-asas yang k h u ~ u s . ~
Baris ketiga adalah konklusi
Contoh hukum sebagai berikut:
Premis mayor : melampaui batas kecepatan adalah melanggar hukum.
6Ian McLeod, Legal Method, Macmillan Press Ltd, London, 1996, h. 13.
Premis minor : terdakwa telah melampaui batas kecepatan
7Irving M. Copy Carl Cohen, Introduction to Logic, Eight Edition, Collier
Macmillan Publisher, London, 1990, h. 48 1-482.
2. BATAS JUSTIFIKASI DEDUKSI
2. "DANS LES ETATS MONARCHIQUES IL YA UNE LOI. LA OU
Neil MacCormick mengetengahkan tentang batas Justifikasi ELLE EST PRECISE LE JUGE LA SUIT. LA OU ELLE NE L'EST
deduksi. Tidak semua aturan hukum dan tidak semua produk legislatif PAS, IL EN CHERCHE L'ESPRIT' (di dalam negara monarki ada
dirumuskan dalam bentuk verbal yang tepat, yang diharapkan suatu Undang-Undang, yang menjadi pedoman bagi para Hakim.
memberikan jawaban yang jelas terhadap persoalan hukum praktis. Jika pedoman itu tidak ada, Undang-Undang menjadi jiwa atau
Hampir setiap peraturan hukum menunjukkan hubungan yang spirit untuk mencarinya).
membingungkan dan tidak jelas dalam berbagai sengketa. Aturan 3. Interpretasi menurut jiwa (ESPRIT) UU
hukum yang dirumuskan dalam bahasa, seringkali merupakan Jadi hakim tidak hanya SPREEKBUIS VAN DE WET (corong atau
rumusan yang terbuka maupun rumusan yang kabur. Sengketa terompet undang-undang), tetapi juga sebagai VERTOLKER
praktis dapat diselesaikan secara deduksi setelah menginterpretasikan (intelpreter).9
aturan hukum dengan rumusan yang terbuka atau kabur tersebut. Setelah kodifikasi Perancis, yang diprakarsai oleh Portalis,
Singkatnya aturan hukum, dalam rumus yang membingungkan dan suatu reaksi yang kuat terhadap kodifikasi adalah bahwa UU tidak
hanya dapat diterapkan apabila kebingungan itu sudah teratasi.' sempurna karena pembentuk W tidak dapat melihat semuanya
Dalam menghadapi norrna hukum yang demikian maka bahkan tidak dapat meramalkan semuanya dan karena itu adalah suatu
dibutuhkan langkah rechtsvinding, yang tidak cukup dengan 3 model pilihan '1' arbitrage des juges9.lo
yang dikemukakan oleh Montesquieu. Ada perbedaan antara tugas pembentuk UU dan tugas hakim.
Tiga tipe rechtsvinding menurut Montesquieu, yaitu: Tugas pembentuk UU adalah hanya merumuskan aturan umum,
1. Hakim adalah corong undang-undang (hakim menerapkan UU dan sedangkan tugas hakim adalah tidak hanya menerapkan W, tetapi
melaksanakan secara harfiah) berdasarkan asas-asas yang dirumuskan oleh pembentuk W
"LES JUGES DELANATION NE SONT QUE LES BOUCHES QUI menerapkannya pada perbuatan factual. Sejalan dengan itu patut
PRONONCENT LES PAROLES DE LA LOI., DES ETRES diperhatikan apa yang dikatakan oleh Paul Scholten tentang Open
INANIMES QUI N'EN PEUVENT MODERER NI LA FOR CE NI Systeem van het recht (sistem terbukanya hukum) bahwa setiap
RIGUEUR" (setiap hakim harus mengatakan sebagaimana yang putusan hakim, sebagai unsur yang mandiri selalu menemukan sesuatu
termaktub dalam undang-undang atas segala kegiatan atau yang baru.
aktivitasnya agar tidak terjebak dalam situasi yang kacau). Model rechstvinding yang dianut dewasa ini, seperti yang
Ungkapan senada dalam bahasa Belanda mengatakan: "RECHT- dikemukakan antara lain oleh J.J.H. Bruggink dalam bukunya Op
ERS ALS SPREEKBUIS DER WET, ALS WETSVERTOLKERS EN Zoek Naar Het Recht (Rechtsvinding in Rechtstheoretisch Perspec-
ALS GOEDE MANNEN OORDELEND NAAR BILIJKHEID tiefl, yang meliputi metode interpretasi (interpretatiemethoden) dan
(hakim sebagai corong undang-undang, sebagai penerjemah model penalaran (redeneerweijzen) atau konstruksi hukum.
undang-undang, dan sebagai orang-orang yang baik yang menilai Model penalaran atau konstruksi hukum terdiri atas nalar
dari sudut keadilan).
9 ~ . Wiarda,
~ . Drie Typen van Rechtsvinding, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle,
8 .
Nell MacCormick, Legal Reasoning and Legal Theory, Ciarendon Press, 1980, h. 11, 13,15.
10
Oxford, 1978, h. 65-67. Ibid, h. 15.
11
Ibid, h. 16.
analogi dan gandengannya (spiegelbeeld) a-contrario, dan ditambah berlaku untuk ha1 lain.
bentuk ketiga oleh P. Scholten penghalusan hukum (rechts- Contoh: kalau konsep rechtmatigheid sudah digunakan dalam
verfijning) yang dalam bahasa Indonesia oleh Prof. Soedikno M. Hukum Tata Usaha Negara, maka konsep yang sama belum tentu
disebut penyempitan hukum.12 berlaku untuk kalangan hukum perdata atau hukum pidana.'4
Interpretasi sebetulnya sudah dilakukan oleh kelompok Scho-
lastica dalam usahanya memahami Codex Juris Civilis (Kitab
Interpretasi Undang-Undang Perdata).
Ada berbagai macam interpretasi. Bruggink mengelompok- Ada 5 langkah dalam metode analisis:
kannya dalam 4 model yaitu: 1. Expositio per modum questiones et sententia (mengajukan perta-
1. Interpretasi bahasa (de taalkundige interpretatie) nyaan)
2. Historis undang-undang (de wetshistorische interpretatie) 2. Expositio Litterae (interpretasi)
3. Sistematis (de systematische interpretatie) 3. Summae (ringkasan)
4. Kemasyarakatan (de maatshappelijke interpretatie)13 4. Dialectica (investigasi) dengan model dialektik dan antitesis.
Dalam kaitan dengan interpretasi, menarik untuk disimak 5. Divisio (klasifikasi), Distinctio (pembedaan), Disputatio (debat)
prinsip Contextualism dalam interpretasi seperti yang dikemukakan dan pada akhirnya menarik ha1 khusus yang berkaitan dengan
oleh Ian McLeod, dalam bukunya Legal Method. McLeod menge- Logica Nova (New Logic)
mukakan 3 asas dalam contextualism yaitu: Dengan metode demikian, pengetahuan hukum dipandang seba-
1. Asas Noscitur a Sociis gai suatu sistem tertutup, dengan begitu jelas beda dengan teknik
Suatu ha1 diketahui dari associatednya. Artinya suatu kata harus ilmiah.15
diartikan dalam rangkaiannya.
2. Asas Ejusdem Generis
Artinya sesuai genusnya, artinya satu kata dibatasi makna secara 3. PENALARAN (KONSTRUKSI HUKUM)
khusus dalam kelompoknya.
Contoh: konsep Hukum Administrasi belum tentu sama maknanya Disamping interpretasi juga dikenal3 bentuk konstruksi hukum:
dalam Hukum Perdata atau Hukum Pidana. analogi, rechtsverfijning dan argumenturn a contrario. Konstruksi
Misal: Konsep rechtmatigheid. hukum sangat dibutuhkan dalam menghadapi kekosongan hukum
3. Asas Expressio Unius Exclusio Alterius (leemten).
Artinya, kalau satu konsep digunakan untuk satu hal, berarti tidak Untuk menjelaskan 3 langkah konstruksi hukum tersebut
masing-masing dengan menggunakan gambar atau bagan yang
dipaparkan oleh J.J.H. Bruggink. Di bawah bagan tersebut diikuti
12
Sebagaimana dikutip J.J.H. Bruggink, Op Zoek Naar Het Rechr (Rechts- dengan penjelasan.
vinding in Rechtstheoretisch Perspectief), Wolters-Noordhoft Groningen, The
Netherlands, 1987, h. 103, 107- 110. 14
Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Penemuan Iiukum Sebualz Pengantar, Ian McLeod, Op cit., h. 282.
h. 71, menggunakan istilah penyempitan hukum untuk istilah Rechtverjijning. l5~eoffreySamuel, The Foundations of Legal Reasoning, Metro, 1994,
13 Maklu. h. 43-45.
Ibid., h. 90.
melandasi ketentuan Pasal 1849 BW Belanda. Asas tersebut
Model Nalar (Konstruksi ~ u k u m ) ' ~ mengatakan ; "tidak seorang pun boleh menikmati suatu keadaan lebih
baik atas beban orang lain".
Berdasarkan asas tersebut, ketentuan Pasal 1849 BW dapat
diterapkan pada fakta hukum pengurusan barang. Dalam ha1 ini,
Ratio :Niemand hoeji op kosren van een under e r beter
pengurusan barang analog dengan pemberian kuasa. Inilah yang
Beginselen van re worden disebut penalaran analogi.
(Asas) (Tidak seorang pun boleh menikmati suatu
keadaan yang lebih baik atas beban orang lain) ARGUMENTUM A CONTRARIO
-
/ \ \
Hak retensi bagi penerima kuasa Hak retensi untuk pengurus barang cfr. 590. BW Indonesia j Hukum tidak tertulis
L------------- ----------a
i
1-
Feiten
(fakta)
A* handelen van last hebber
(Tindakan penerima kuasa)
h a d e l e n van zaak waarnemer
m.b.r Sleepboot Marcel
Oeverlijrt is eigerzdorngrens :
Voordeel voor oevereige~taur
Garis batas hak milik mempakan bagian pemilik
\\
Batas itu bukan m e ~ p a k a nbatas hak milk,
bukan bagian dari pmilik saluran air
PETIT disampingnya
Tindakan dari pengurus barang d.h.i : /
Sleepboot Marcel Perir Innnspoeling van lmtd bij lopend wuter I ' aJkrrlvingvan lnnd bijwnterplas I
Feitert (~~~~~i~. oleh air yang mengalir) ++ Pemisahan tanah oleh air yang terge~enang(wafer
(fakta) (lopend water) pins) (pg. 107)
A-Conrrurio: waterplas is geen lopend water
Gambar 6. Analogi Dus: Pasal651 tidak bisa diterapkan terhadap
waterplas
akibat
Apakah suatu' perbuatan tertentu menimbulkan matinya sese-
orang dapat dijelaskan dengan menggunakan teori hubungan kausal.
Misal: dalam ha1 satu norma yang unggul dalam arti Overruled Teori hubungan kausal dalam pidana:
norm, berkaitan dengan aspek ekonorni maka sebagai ganti a. teori conditio sinequa non (teori ekuivalensi)
membatalkan norma yang kalah, maka dengan cara memberikan b. teori adequat
kompensasi. c. teori yang menggeneralisir
d. teori obyektif
e. teori relevansi
5. PENALARAN INDUKSI Dari berbagai teori tersebut, yurisprudensi kita berpegang pada:
a. akibat langsung
Penalaran Induksi dalam Hukum b. teori adequat (secara wajar dapat diduga menimbulkan akibat)18
Penanganan perkara di pengadilan selalu berawal dari langkah
18
induksi. Langkah pertama adalah merumuskan fakta, mencari hu- Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cet. 7., Rineka Cipta, Jakarta, 2002,
h. 88-128.
I
I, I
Hubungan kausal dalam hukum perdata 6. DIALEKTIK DAN RETORIKA
Contoh: perbuatan melanggar hukum t---,kerugian
Sebab akibat Terdapat beberapa tahapan argumentasi dialektik dan retorik:'l
I
Tahapan argumentasi dialektik dan retorika tersebut dapat dikemu-
Dalam hukum perdata dikenal teori hubungan kausal: kakan seperti dalam Gambar 9.
1 a. teori conditio sinequa non
b. teori cause proxima Dialektik Retorika
c. teori adequat (secara wajar dapat diduga menimbulkan akibat)19 a. Konfrontasi (confrontatie fase) a. Exordium: usaha menarik simpati
-
pemaparan sengketa
19
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Onrechtmatige Daad, LI
F.H. van Eemeren, et. al., Argumenteren Voor Juristen, Het Analyseren en
stensil, Surabaya, 1979, h. 28-3 1. Schrijven van Juridische Betogen en Beleidsteken, Wolters-Noordhoff, Groningen,
201rvingM. Copy Carl Cohen, Op cit., h. 496. The Netherlands, 1987, h. 154.
umum dan dalil terdakwa atau penasehat hukumnya.
Langkah selanjutnya adalah menyusun argumentasi untuk b. Asas supremasi legislatif, sehingga hakim memainkan peran
mematahkan dalil-dalil lawan. Berdasarkan argumentasi tersebut disu- yang sub-ordinasi, hakim tidak boleh merubah bahasa aturan.
sunlah legal opinion (lihat Gambar 11). Note: Reasoning based on precedent disebut juga analogical
Langkah retorika diawali dengan usaha menarik simpati. legal reasoning. Namun perlu diingat analogi ini berbeda
Langkah selanjutnya adalah langkah argumentasi yang sampai kepada dengan analogi dalam civil law system.
legal opinion.
The Universal Starting Point
Contoh yang terkenal sekali, adalah retorika Bill Clinton dalam (Struktur argumentasi teoritik)
1
kasusnya dengan Monica Lewinsky. Kata-kata simpatik yang r
!
I
!
diucapkan oleh Bill Clinton waktu itu adalah: saya telah berdosa i Universal major premise taken as known for 1
kepada seluruh bangsa Amerika ... I
I purposes of present argument ,
I
i l li ~~ Lapisan prosedur
Hukum acara merupakan aturan main dalam proses argumentasi
Publik, sedangkan hukum privat terdiri atas Hukum Dagang, Hukum
Perdata, disamping itu ada disiplin fungsional yang memiliki karakter
campuran. Misalnya: hukum perburuhan.
dalam penanganan perkara di Pengadilan. Dengan demikian prosedur Hakekat permasalahan hukum dalam sistem peradilan kita
dialektik di pengadilan diatur oleh hukum acara. berkaitan dengan lingkungan peradilan yang dalam penanganan
Contoh: beban pembuktian. Siapa yang harus membuktikan? perkara berkaitan dengan kompetensi absolut pengadilan.
Jawabannya: tergantung ketentuan hukum acara.
3. Identifikasi dan Pemilihan Isu Hukum yang Relevan
2. LANGKAH-LANGKAH ANALISIS HUKUM (PEMECAHAN Isu hukum berisi pertanyaan tentang fakta dan pertanyaan
MASALAH HUKUM) tentang hukum. Pertanyaan tentang fakta pada akhirnya menyim-
pulkan fakta hukum yang sebenarnya yang didukung oleh alat-alat
1. Pengumpulan Fakta bukti. Isu tentang hukum dalam civil law system, diawali dengan
statute approach, yang kemudian diikuti dengan konseptual approach.
Fakta hukum bisa berupa perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dengan demikian identifikasi isu hukum berkaitan dengan
Pembunuhan adalah perbuatan hukum, kelahiran adalah peristiwa konsep hukum. Dari konsep hukum yang menjadi dasar, dipilah-pilah
hukum, dibawah umur adalah suatu keadaan. Pengumpulan fakta elemen-elemen pokok.
hukum di dasarkan pada ketentuan tentang alat bukti. Seorang lawyer Contoh: permasalahan malpraktek dokter apakah merupakan
pertama kali berhadapan dengan klien harus mendengar paparan Mien tindakan wanprestasi ataukah perbuatan melanggar hukum.
menyangkut fakta hukum. Sikap lawyer terhadap klien adalah sikap Dalam menganalisa masalah tersebut, pertama-tama harus
skeptik dalam rangka mengorek kebenaran fakta hukum yang dirumuskan isu hukum yang berkaitan dengan konsep wanprestasi.
dipaparkan klien. Dengan berhati-hati lawyer mengajukan pertanyaan Analisis pada dasarnya mengandung makna pemilahan dalam
untuk menguji sekaligus menggali fakta hukum secara lengkap. Untuk
unsur-unsur yang lebih kecil. Dengan konsep demikian, analisis atas memahami konsep. Inilah langkah ketiga yang dikenal dengan
isu wanprestasi dilakukan dengan memilah-milah unsur-unsur mutlak conceptual approach.
wanprestasi, yaitu: Contoh: Norma Pasal 1365 BW: setiap perbuatan melanggar
1. Adakah hubungan kontraktual dalam hubungan dokter-pasien? hukum yang menimbulkan kerugian, mewajibkan yang menimbulkan
2. Adakah cacat prestasi dalam tindakan dokter terhadap pasien? kerugian itu untuk membayar ganti kerugian.
Untuk isu perbuatan melanggar hukum, dapat dirurnuskan isu Dalam norma tersebut, konsep-konsep utama yang hams
berikut: dijelaskan adalah:
1. Apakah tindakan dokter merupakan suatu perbuatan hukum? 1. Konsep perbuatan
2. Apakah tindakan dokter merupakan perbuatan melanggar hukum? Kalau konsep ini tidak dijelaskan akan menimbulkan kesulitan,
Apa kriteria melanggar hukum? misalnya apakah kerugian yang ditimbulkan oleh gempa bumi
3. Apa kerugian yang diderita pasien? dapat digugat berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW.
Apakah kerugian itu adalah akibat langsung perbuatan dokter? Pertanyaan hukum yang muncul adalah apakah gempa bumi
Selanjutnya masing-masing isu tersebut dibahas dengan men- termasuk konsep perbuatan. Pertanyaan menyusul adalah itu
dasarkan pada fakta (hubungan dokter - pasien) dikaitkan dengan perbuatan siapa dan pada akhirnya pertanyaan tentang siapa yang
hukum dan teori serta asas hukum yang berlaku. Terhadap tiap isu bertanggungjawab.
yang diajukan harus diadakan pembahasan secara cermat. Pada 2. Konsep melanggar hukum
akhirnya ditarik simpulan (opini) terhadap tiap isu. Berdasarkan Harus dimaknai secara jelas unsur-unsur melanggar hukum. Dalam
simpulan (opini) atas tiap isu, ditarik simpulan atas pokok masalah, bidang hukum perdata orang berpaling kepada yurisprudensi.
yaitu: ada tidaknya wanprestasi danlatau perbuatan melanggar hukum Berdasarkan yurisprudensi melanggar hukum terjadi dalam hal:
dalam hubungan dokter - pasien. - Melanggar hak orang lain
- Bertentangan dengan kewajiban hukurnnya
- Melanggar kepatutan
4. Penemuan Hukum yang Berkaitan dengan Isu Hukum
- Melanggar kesusilaan
Dalam pola civil law hukum utamanya adalah legislasi. Oleh 3. Konsep kerugian
karena itu langkah dasar pola nalar yang dikenal sebagai reasoning Unsur-unsur kerugian meliputi:
based on rules adalah penelusuran peraturan perundang-undangan - Schade: kerusakan yang diderita
(berdasarkan ketentuan UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2: - Winst: keuntungan yang diharapkan
peraturan per undang-undang adalah produk hukum tertulis yang - Kosten: biaya yang dikeluarkan
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, yang Dengan contoh diatas bahwa tidak cukup hanya dengan
isinya mengikat umum. berdasarkan norma hukum yang tertulis langsung diterapkan pada
Langkah ini merupakan langkah pertama yang dikenal sebagai fakta hukum. Rumusan norma sifatnya abstrak dan konsep pendu-
statute approach. Langkah berikutnya (langkah kedua) adalah meng- kungnya dalam banyak ha1 merupakan konsep terbuka atau konsep
identifikasi norma. Rumusan norma merupakan suatu proposisi. yang kabur. Dengan kondisi yang demikian, langkah ketiga sebagai-
Dengan demikian, sesuai dengan hakekat proposisi, norma terdiri atas mana dijelaskan dimuka adalah merupakan langkah rechtsvinding.
rangkaian konsep. Untuk memahami norma harus diawali dengan Rechtsvinding itu sendiri dilakukan melalui 2 teknik. Teknik pertama
adalah interpretasi. Teknik kedua adalah konstruksi hukum yang
meliputi: analogi, penghalusan atau penyempitan hukum (rechts- 3. MENULIS LEGAL OPINION
verjijning) dan argumentum a contrario (lihat Gambar 6,7,8, Bab D).
Fungsi rechtsvinding adalah menemukan norma konkrit untuk Bentuk susunan:
diterapkan pada fakta hukum terkait. Pemahaman rechtsvinding dalam 1. Summary
bahasa Indonesia sebagai penemuan hukum (terjemahan harfiah), bisa 2. Fakta hukum
menyesatkan. 3. Isu hukum (legal issue)
4. Analisis isu hukum
5. Penerapan Hukum 5. Kesimpulan (conclusion/opinion).
1 Kasus Posisi
Grondwet defines wet in the formal term (in formele zin). In the
Constitution of the United States of America, wet should be
Dalam kasus pembatalan kontrak manajemen hotel, yang considered as Law (not law).
menjadi suatu sengketa hukum dalam arbitrase di Singapore, suatu According to M.C. Burkens, the Dutch legal hierarchy can be
isu hukum yang muncul adalah menyangkut isu tentang wet. Isu described as follows:
tersebut muncul karena pihak yang membatalkan kontrak, beralasan
bahwa kontrak tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri
Pariwisata, dan dengan demikian sejalan dengan ketentuan Pasal 1337
BW yang menyatakan:
Eene oorzaak is ongeoorloofd, wanneer dezelfde bij de wet
Een ieder verbindende verdragsbepalingan
II. Wet in Indonesian Law
Rechtstreeks werkend EG-mht
en besluiten van volkenrechtelijke Based on the transitional regulations of the Indonesian Constitut-
ions, UUD 1945, (Article 11), it is defined that the inherited
regulations of Law of the previous Dutch colonial government are
Statuut
still valid or in effect as long as there are still no substitutes to
I replace them. Among the laws intherited by the colonial
I
I government of Dutch, there are two important Codes, Criminal
Grondwet Code and Civil Code.
I
I Up to the present moment the main problem connected with both
I of the Codes mentioned above is that there has never been an
Formele wet (Law)
I
I
official translation which can be used as formal legal guidance for
! our lawyers to hold. Although some individual translations for
Algemene maatregel van bestuur
those Codes are available, the contents of the translated ones
I consist of personal interpretation of the translators and the real
!
Ministeriele regeling meaning of the articles in those Codes are vague.
Besides, today most of the younger generation do not understand
Provincialeverordeniq Dutch and consequently it is really hard for them to understand the
I
I
legal texts written in Dutch.
1 ' Prof. Koesnoe described the stages in understanding the laws
Gemeentelijke verordening
inherited by the colonial government of Dutch as follow^:^
In such a critical situation in interpreting those codes where many
(M.C. Burkens, Beginselen van democratische rechtsstaat, compare the legal people do not understand Dutch anymore, it is necessary that our
hierarchy above with F.A.M. Stroink - J.G. Steenbeek, Inleiding in het staats - en
lawyers create or form a kind of a mediator to find a solution to the
administratief recht).'
problem of understanding legal language and the dogmatic values
of those two Codes. Nowadays most of our lawyers are strange
1 Gambar 12. Hirarkhi Peraturan Perundangan Belanda
with and separated from the legal language and the legal doctrine
of the codes.
Here is the concept of Wet connected with the contract
formulated in Dutch: de overeenkomst in strijd met de wet (the What is meant by the mediator here is an official translation of the
contract contradicted with the acts or legislation). In principle, the Codes and their scientific explanations in bahasa Indonesia
' concept of Wet has to be defined in a formal term (wet in formele (Indonesian). The translation must be done by some capable
zin) (Article 8 1 ~rondwet)' - -
4
Perdata, PT. Pradya Paramita, Cet. ke-29, Jakarta, 1999.
Ibid., h. 6.
1986)
People who really understand laws must have known that a
2. Alasan Menggugat
decision of Minister is in the lower degree than that of Wet.
Berdasarkan informasi yang diterima menyangkut JDR dan DR,
dikaitkan dengan pertimbangan faktual didalam SK Menteri
Legal Opinion Kehutanan tentang Pencabutan HPHTI, yaitu oleh karena tidak
Disusun Tanggal 31 Mei 2004 memasukkan RKT dan RKL, maka terdapat cukup alasan
untuk menggugat keabsahan SK Menteri Kehutanan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal53 ayat (2) Undang-Undang No. 5
Tahun 1986, alasan yang cukup kuat adalah ketentuan Pasal 53
CONTOH KASUS 4
ayat (2) huruf C yang lazirnnya dikenal sebagai tindakan
sewenang-wenang.
Pendapat Hukum tentang Pencabutan Izin 14 Hak Pengusahaan
Ada kemungkinan terdapat unsur penyalahgunaan wewenang
Hutan Tanaman Industri (HPHTI)
(Pasal 53 ayat 2 huruf b), namun perlu diperhatikan bahwa
pembuktian unsur penyalahgunaan wewenang sangat sulit.
Kasus Posisi III. Tuntutan Ganti Rugi
Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, dimung-
Tanpa memperlihatkan SK Menteri Kehutanan tgl 24 Oktober
kinkan adanya tuntutan tambahan berupa tuntutan ganti rugi,
2002 mengenai Pencabutan Izin 14 HPHTI, Asosiasi Pengelola Hutan
namun demikian tuntutan ganti rugi dalam ketentuan tersebut pada
Indonesia (APHI) meminta pendapat hukum tentang upaya yang dapat
dasamya berbeda dengan tuntutan ganti rugi didalam B.W. misal
digunakan sehubungan dengan pencabutan HPHTI tersebut.
pada ketentuan Pasal 1365 BW. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Berdasarkan informasi tersebut pendapat hukum yang diberikan
No. 43 Tahun 1991, besamya ganti rugi rnaksimum adalah 5 (lima)
juga bersifat tentatif.
juta rupiah.
Secara lengkap penjelasan hukum tersebut adalah sebagai
Oleh karena itu tuntutan ganti rugi supaya melalui tuntutan
berikut:
perdata dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri.
Tentang SK Menteri Kehutanan Tanggal 24 Oktober 2002
Ada 2 kemungkinan:
Mengenai Pencabutan Izin 14 HPHTI
Note: dibutuhkan informasi surat Menteri Kehutanan tanggal 18 a. Gugatan ganti rugi diajukan setelah putusan PTUN mempunyai
kekuatan hukum tetap sehubungan dengan OOD (Omecht-
Oktober 2002
matige Overheids Daad).
I. Alternatif Upaya Hukum
Keuntungannya:
1. Pembatalan SK Menteri Kehutanan tanggal 24 Oktober 2002
Apabila alternatif ini yang ditempuh andai kata gugatan TUN
2. Tuntutan ganti rugi
dikabulkan maka unsur perbuatan melanggar hukum tidak perlu
11. Upaya Pembatalan Surat Keputusan:
dibuktikan lagi.
1. Gugatan melalui PTUN Jakarta
Kelemahannya:
Note: dalam gugatan yang paling penting adalah permohonan
1. Belum tentu gugatan TUN dikabulkan
penetapan penundaan (Schorsing) pelaksanaan Surat Keputusan
2. Menunggu putusan TUN yang memiliki kekuatan hukum
Menteri Kehutanan (Pasal 67 Undang-Undang no. 5 Tahun
tetap membutuhkan waktu yang lama.
masih harus menunggu Peraturan Pemerintah sesuai ketentuan ayat
b. Gugatan ganti rugi diajukan bersamaan dengan gugatan TUN.
Kalau upaya ini yang ditempuh perlu diperhatikan bahwa (3).
2. Berdasarkan ketentuan ayat (2), undang-undang mengatur usia
pokok perkaranya harus berbeda. Salah satu kemungkinan
pensiun maksimum, apakah berarti dapat saja dipensiunkan
dalam ha1 ini adalah gugatan terhadap wanprestasi yang
sebelum usia 58 tahun.
dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan DJR (Dana
Jaminan Reboisasi) dan DR (Dana Reboisasi).
Analisis
1. Ketentuan usia 58 tahun dari segi legal drafting tidak nampak
Legal Opinion
adanya wewenang "diskresi" dalam penerapan ketentuan usia 58
Disusun Tanggal 26 Nopember 2002
tahun. Perintah menunggu Peraturan Pemerintah berdasarkan ayat
3, harusnya ditafsirkan berkenaan dengan wewenang diskresi.
Dalam Pasal 30, wewenang diskresi nampak dalam ayat 1 dan ayat
CONTOH KASUS 5 2 bagian Kedua (perpanjangan usia pensiun 60 tahun) yang
dirumuskan dengan kata dapat. Disamping itu dengan landasan
Pendapat Hukum tentang Pensiun Dini Perwira Tinggi Polri
undang-undang harus dilihat secara utuh, maka Pasal43 butir a dan
Pasal45, itu tidak bisa dilepaskan. Dengan dasar Pasal45 undang-
Kasus Posisi undang ini berlaku pada saat diundangkan yaitu pada tanggal 8
Januari Tahun 2002. Dikaitkan dengan Pasal 43 butir a, peraturan
Berdasarkan ketentuan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepo-
pelaksanaan yang bertentangan harusnya tidak berlaku.
lisian Negara RI, usia Pensiun Anggota Polri adalah 58 tahun.
2. Ketentuan usia pensiun maksimum 58 tahun tidak berarti memberi
Ternyata Presiden mengeluarkan SK Pensiun Bagi Beberapa Perwira
wewenang diskresi (lihat butir 1) kepada yang berwenang untuk
Tinggi Polri yang belum mencapai usia 58 tahun. Terhadap SK
menetapkan usia pensiun dibawah usia 58 tahun. Ketentuan usia
tersebut yang berkepentingan mengajukan gugatan melalui pengadilan
pensiun maksimum 58 tahun adalah ketentuan usia pensiun
TUN Jakarta (Sengketa TUN No. 85 dan 87 Th. 2002).
normal, kurang dari atau lebih dari usia pensiun 58 tahun harus
Pendapat hukum terutama difokuskan pada analisis apakah
berdasarkan alasan faktual (tidak cukup normatif semata), dan
pelaksanaan ketentuan Pasal 30 ayat (2) UU no. 2 Tahun 2002 masih
itulah yang hams diatur didalam Peraturan Pelaksanaan,
menunggu PP sesuai ketentuan ayat (3).
misalnya: Peraturan Pemerintah dan seterusnya.
Pendapat hukum tersebut dipaparkan sebagai berikut: