Anda di halaman 1dari 14

2.

Ruang lingkup hukum tata Negara menurut Usep Ranawijaya dan menurut JHA Logeman,
beserta persamaan dan perbedaan ruang lingkup yang Usep Ranawijaya dan JHA Logemann
kemukakan. Menurut usep ranawijaya ruang lingkup hukum tata negara Membicarakan hukum
tata Negara dalam arti sempit (staatsrecht in eng zin), tidak akan terlepas dari persoalan-
persoalan ketatanegaraan sebagaimana di kemukakan oleh Usep Ranawdjaja yang meliputi:

1. 5 (lima) definisi menurut para pakar terhadap hukum tata Negara serta penjelasan persamaan
dan perbedaannya
Definisi hukum menurut para ahli Persamaan dari definisi Perbedaan dari definisi
menurut para ahli menurut para ahli
Van der pot Persamaan dari definisi Lebih mengatur badan-badan
Hukum tata Negara ialah pendapat para ahli di sini hukum dan individu-individu
peraturan-peraturan yang yaitu dalam mengatur dalam suatu Negara
menentukan badan-badan yang di hubungan antara badan
perlikan, wewenang-wewenang yang satu dengan badan
masing-masing badan, hubungan yang lainnya
antara badan yang satu dengan
badan yang lainnya, serta
hubungan antara badan-badan itu
dengan individu-individu di dalam
suatu Negara
Van Vollenhopen Mengatur semua Mengatur masyarakat dalam
Hukum tata negara ialah hukum masyarakat hukum dan suatu wilayah tertentu
yang mengatur semua masyarakat badan hukum
hukum atasnya dan masyarakat
hukum bawahan menurut
tingkatannya dan masing-masing
masyarakat hukum itu menentukan
wilayah rakyatnya dan
menentukan badan-badan serta
fungsinya masing-masing yang
berkuasa dalam masyarakat hukum
itu, serta menentukan susunan dan
wewenang dari badan tersebut.
Miriam budiardjo Mengatur organisasi dari Menerangkan peraturan
Hukum tata Negara adalah Negara organisasi dari Negara,
sekumpulan peraturan hukum yang hubungan antara pelengkap
mengatur organisasi dari Negara, Negara dalam garis vertical
hubungan antarlat pelengkap dan horizontal, serta
Negara dalam garis vertikal dan menerangkan kedudukan
horizontal, serta kedudukan warga warga Negara dan hak-hak
Negara dan hak-hak asasinya asasinya
Prof. Kusumadi Pudjosewojo, Mengatur dari masyarakat Lebih menerangkan kepada
S.H. hukum seluruhnya bentuk organisasi Negara dan
Hukum tata Negara adalah hukum bentuk pemerintahan serta
yang mengatur bentuk Negara masyarakat hukum atas
(kesatuan federal), dan bentuk maupun bawah
pemerintahan (kerjaan atau
republik), yang menunjukan
masyarakat-masyarakat hukum
yang atas maupun yang bawah,
beserta tingkat-tingkat (hierarchie),
yang selanjutnya menegaskan
wilayah dan lingkungan rakyat dari
masyarakat hukum itu dan
akhirnya menunjukan alat-alat
perlengkapan (yang memegang
kekuasaan penguasa) dari
masyarakat hukum itu, beserta
susunan (terdiri dari seorang atau
sejumlah orang), wewenang
tingkatan penimbangan dari dan
antara alat-alat perlengkapan itu.
Logemann Mengatur organisasi Mengatur organisasi Negara
Hukum tata Negara adalah hukum Negara yang berupa jabatan atau
yang mengatur organisasi Negara. lapangan pekerjaan [1]

2.Ruang lingkup hukum tata Negara menurut Usep Ranawijaya dan menurut JHA Logeman,
beserta persamaan dan perbedaan ruang lingkup yang Usep Ranawijaya dan JHA Logemann
kemukakan.
Menurut usep ranawijaya ruang lingkup hukum tata negara
Membicarakan hukum tata Negara dalam arti sempit (staatsrecht in eng zin), tidak akan terlepas
dari persoalan-persoalan ketatanegaraan sebagaimana di kemukakan oleh Usep Ranawdjaja yang
meliputi:
- Stuktur umum dari organisasi Negara (terdiri atas persoalan: bentuk Negara (kekuasaan atau
federasi ; bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik);system pemerintahan
(presidensial,parlementer, campuran; antara presidentil dan parlementer, monarki
konstitusional,dan lain-lain);corak pemerintahan (kediktatoran proletar, kediktatoral
facis/nasional sosialis, demokrasi liberal,demokrasi terpimpin dan sebagainya);system
pemencaran kekuasan Negara (system desentralisasi); garis-garis besar tentang organisasi
pelaksanaan: peradilan, pemerintahan, perundang-undangan);wilayah Negara (daratan, lautan,
udara) hubungan antara rakyat dan Negara (rakyat sebagai pemimpin Negara atau sebagai abdi
Negara, hak dan kewajiban rakyat sebagai perseorangan dan sebagai golongan, cara-cara rakyat
menjalankan hak dan kewajibannya cara-cara untuk menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban
rakyat oleh Negara, dan sebagainya);cara-cara menjalankan hak-hak ketatanegaraan .
- Badan-badan ketatanegaraan yang mempunyai kedudukan di dalam organisasi Negara sebagai
bagian yang menentukan arah dan halian dari organisasi Negara sebagai bagian yang
menentukan arah dan halian dari Negara, sebagai bagian yang memimpin
penyelenggaraan usaha Negara, sebagai bagian yang memegang dan menjalankan kebijaksanaan
umum dari Negara. Mengenal badan-badan ini harus diselidiki:
1.Cara pembentukannya
2.Susunan masing-masing badan
3.Tugas dan wewenang masing-masing badan
4.Cara bekerjannya masing-masing badan
5.Perhubungan kekuasaan antara satu badan dengan badan-badan lainnya.
6.Masa jabatan dari masing-masing jabatan
- Pengaturan kehidupan politik rakyat; di dalam rangka ini harus dibahas persoalan-persoalan
sebagai berikut;
1.Jenis, pengelolaan , dan jumlah partai politik di dalam negara dan ketentuan hukum yang
mengaturnya.
2.Hubungan antara kekuatan-kekuatan politik dengan badan-badan ketatanegaraan.
3.Kekuatan politik dan pemilu utama.
4.Arti dan kedudukan golongan kepentingan.
5.Arti, kedudukan dan peran golongan penekan.
6.Pencerminan pendapat cara kerja sama antara kekuatan-kekuatan politik.
- Didalam menjalankan hukum tatanegara tidak boleh dilupakan sejarah perkembangan
ketatanegaran sebagai latar belakang dari keadaan yang berlaku.
Loegamann mengatakan bahwa ilmu hukum tata Negara mempelajari sekumpulan kaidah hukum
yang di dalamnya tersimpul kewajiban dan wewenang kemasyarakatan dari organisasi Negara,
dari pejabat-pejabatnya keluar, di samping itu kewajiban dan wewenang masing-masing pejabat
Negara di dalam pertumbuhannya satu sama lain atau dengan kata lain kesatuan(samenhang) dari
organisasi. Ilum hukum tata Negara dalam arti sempit menyelidiki hal-hal antara lain:[2]
a. Jabatan-jabatan apa yang terdapat di dalam susunan ketatanegaraan tertentu.
b. Siapa yang mengadakannya.
c. Bagaimana cara memperlengkapi mereka dengan pejabat-pejabat;
d. Apa yang menjadi tugasnya;
e. Apa yang menjadi wewenangnya;
f. Perhubungan kekuasaannya satu sama lain;
g. Di dalam batas-batas apa organisasi Negara menjalankan tugasnya.
Persamaan dari pemikiran usep ranawidjaja dan jha logemann yakni
Bahwa JHA logemann, sebagaimana dikutip oleh usep ranawidjaja mengatakan bahwa hukum
tata Negara mempelajari sekumpulan kaidah hukum dimana tersimpul kewajiban dan wewenang
masyarakat dari organisasi Negara, jadi dari pejabat-pejabatnya ke luar, dan sampai itu
kewajiban dan wewenang masing-masing pejabat Negara di dalam pertumbuhannya satu sama
lain atau dengan perkataan lain kesatuan (samenhang) dari organisasi Negara.
perbedaan dari pemikiran usep ranawidjaja dan jha logemann yakni
pendapat dari JHA Logemann lebih bertumpu pada pembicaraan mengenai jabatan-jabatan
ketatanegaraan atau lembaga-lembaga yang ada dalam susunan ketatanegaraan suatu negara.
Dalam hubungan dengan jabatan-jabatan ketatanegaraan tersebut bagaimana cara pengisiannya,
tugas dan wewenang, hubungan kekuasaan dari jabatan-jabatan tersebut satu sama lain serta
batasan tugas di antara mereka.
Dan menurut usep ranawidjaja melihat ruang lingkup hukum tata Negara tidak semata-semata
dari susunan organisasi jabatan ketatanegaraan atau susunan alat-alat perlengkapan Negara, yang
berupa kehidupan politik pemerintahan[3].tetapi juga aspek atau sector kehidupan politik rakyat
(infrastruktur politik atau socio political sphere atau iura singulorum)[4].
Menurut prof. JHA Logemann ruang lingkup hukum tata Negara adalah organisasi masyarakat
yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu masyarakat.
Organisasi itu dapat berpa pertambahan jabatan atau lapangan kerja tetap.

3. Sumber hukum tata Negara formal dan sumber hukum tata negara materiil menurut para
pakar,
Ilmu hukum tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum, sudah dengan sendirinya sumber-
sumber hukum tata Negara tidak terlepas dari pengertian sumber hukum menurut pandangan
ilmu hukum pada umumnya. Sumber-sumber hukum tata Negara juga mencakup sumber hukum
dalam arti materiil dan sumber dalam arti formil.
Sumber hukum materiil Negara adalah sumber yang menentukan isi kaidah hukum tata
Negara. Termasuk ke dalam sumber hukum dalam arti materiil ini contohnya:
- Dasar dan pandangan hidup bernegara;
- Kekuatan-kekuatan politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah-kaidah hukum tata
Negara.
Sumber hukum mareriil yaitu pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan
falsafah Negara.
Sumber hukum formil yaitu Undang-Undang dasar 1945, yang kemudian diikuti peraturan
pelaksana di bawahnya yaitu sebagai berikut:
- Ketentuan majelis permusyawaratan rakyat.
- Undang-Undang/peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang(perpu).
- Peraturan pemerintah.
- Keputusan presiden.
- Peraturan pelaksana lainnya, misalnya peraturan mentri dan peraturan daerah.
Sumber hukum dalam arti formal terdiri dari:
a. Hukum perundang-undangan ketatanegaraan.
b. Hukum adat ketatanegaraan.
c. Hukum kebiasan ketatanegaraan hukum perjanjian ketatanegaraan.
d. Yurisprudensi ketatanegaraan.
e. Hukum perjanjian internasional ketatanegaraan.
f. Doktrin ketatanegaraan.
Dan konvensi ketatanegaraan menjadi salah satu sumber hukum tatanegara dan bahkan konvensi
ketatanegaraan dapat mengubah undang-undang dasar.
Dalam susunan sumber hukum tata Negara di atas sengaja di bedakan antara hukum adat
ketatanegaraan dan konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan. Hukum adat tata Negara
berangsur-angsur diganti oleh hukum perundang-undangan dan konvensi.
Konfensi atau (hukum) kebiasaan ketatanegaraan adalah (hukum) yang tumbuh dalam
peraktek penyelenggaraan Negara, untuk melengkapi, menyempurnakan menghidupkan
(mendinamisasikan) kaidah-kaidah hukum perundang-undangan atau hukum adat
ketatanegaraan.
Diakuinya konvensi sebagai salah satu sumber hukum tata Negara republik Indonesia
menimbulkan kebutuhan untuk mengetahui hakeket dan seluk beluknya, sebagai Negara yang
masih muda, republik Indonesia belum mempunyai pengalaman dalam menyelenggarakan suatu
pemerintahan Negara yang berdasarkan system konstitusional. Demikian pula tradisi-tradisi
tertentu yang menjadi sendi pemerintahan yang konsional belum terbentuk secara kokoh karena
itu dipandang perlu untuk menelaah tentang konvensi sebagai salah satu sumber hukum tata
Negara yang dapat di manfaatkan dalam menyusun sistem penyelenggaraan Negara republik
Indonesia sebagai Negara hukum konstitusional yang berkedaulatan rakyat[5]
Dan konvensi adalah ketentuan-ketentuan yang (mempunyai kekentuan) mengikat.ketentuan
yang di terima sebagai kewajiban (obligatori) dalam menjalankan undang-undang[6].
Maka konvensi ketatanegaraan adalah bagian dari kaidah-kaidah kebiasaan sedangkan kaidah-
kaidah kebiasaan itu mungkin dipaksa oleh (melalui) pengadilan apabila memenuhi syarat-syarat
tertentu[7].
Dan uraian Wheare tentang mengubah atau merubah Undang-undang dasar melalui atau dengan
konvensi, Wheare menyatakan perubahan Undang-undang dasar dengan konvensi dapat terjadi
dalam tiga bentuk:
1. Konvensi menghapuskan (nullifying)[8] beberapa ketentuan dalam Undang-undang dasar.
2. Konvensi mengalihkan kekuasaan yang telah di tetapkan Undang-undang.
3. Konvensi melengkapi Undang-undang atau peraturan hukum ketatanegaraan yang sudah ada.
Dalam uraian dimuka Nampak peran konvensi dalam memantapkan dan memperkokoh
kehidupan konstitusional suatu Negara. Jadi kehadiran konvensi bukan untuk mengubah sendi
konsitusional yang ada konvensi lebih berfungsi sebagai cara-cara untuk memungkinkan
kehidupan konsitusional berjalan lebih pasti dan sesuai dengan tuntutan perkembangan keadaan.
Demikian dalam beberapa praktek atau yang dipertimbangkan untuk diperaktekan yang mungkin
secara berangsur-angsur menjadi konvensi atau yang mungkin telah dipindahkan sebagai
konvensi dalam kehidupan ketatanegaraan republic Indonesia. Adapun bentuk konvensi atau
yang kemudian menjadi konvensi haruslah dalam kerangka system hukum dan memperkokoh
sendi-sendi kehidupan konstitusional yang berdasarkan Undang-undang dasar 1945[9].

4. System pemerintahan pada hakekatnya membahas pola hubungan antara kekuasaan


eksekutif dengan legislative.
Secara umum system pemerintahan terbagi atas tiga bentuk yakni system pemerintahan
presidensil,parlementer dan campuran yang disebut kuasi presidensil atau kuasi parlementer
Definisi sistem pemerintahan dapat ditentukan dengan melihat arti atau definisi dari dua kata
yang membentuknya, yaitu sistem dan pemerintahan. Menurut Carl J. Friederich, yang
dikutip oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, sistem adalah
suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsionil terhadap
keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian
yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi
keseluruhannya itu.
Sedangkan kata pemerintahan, berasal dari kata pemerintah yang mendapatkan akhiran an.
Menurut C.F. Strong Pemerintah adalah suatu organisasi yang diberi.hak untuk melaksanakan
kekuasaan kedaulatan. Dalam pengertian yang lebih luas, pemerintah adalah sesuatu yang lebih
besar daripada badan menteri-menteri, suatu pengertian yang sering dipergunakan di masa
sekarang ketika mengacu pada kabinet yang ada di Inggris sebagai contoh pemerintah masa kini.
Oleh karena itu, negara harus memiliki pertama, kekuatan militer atau kendali atas angkatan
bersenjata; kedua, kekuasaan legislatif atau perangkat pembuat hukum atau undang-undang;
ketiga, keuasaan finansial atau kemampuan untuk menggalang dana yang cukup dari masyarakat
untuk membiayai pertahanan negara dan penegakkan hukum yang dibuat atas nama negara.
Secara singkat, negara harus memiliki kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang disebut
sebagai tiga kekuasaan dalam pemerintahan.
Menurut pendapat Strong, pemerintah yang merupakan organisasi pelaksana kedaulatan,
dapat dilihat dalam arti luas dan sempit. Pemerintah dalam arti sempit, hanya menunjuk pada
kekuasaan eksekutif (misalnya Kabinet di Inggris), sedangkan pemerintah dalam arti luas
mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Akan tetapi, terdapat pula negara-negara
yang tidak hanya memilki tiga cabang kekuasaan seperti di atas, misalnya Indonesia. Dalam hal
ini Sri Soemantri berpendapat bahwa pengertian ini (pemerintah dalam arti luas menurut C.F.
Strong) didasarkan pada ajaran tripraja Montesquieu. Arti yang luas dari pada government
(pemerintah) akan lain apabila dilihat dari pandangan caturpraja dan pancapraja.
Selanjutnya Sri Soemantri mengatakan bahwa Apa yang dimaksud dengan pemerintah
dalam arti yang luas tidak akan sama antara negara yang satu dengan yang lain. Demikian pula
dengan pemerintah dalam arti sempit.Dengan demikian apa yang dimaksud dengan pemerintah
dalam arti yang luas tergantung dari sistem atau ajaran yang dianut oleh sesuatu negara.
Pendapat di atas, tampaknya dilatarbelakangi oleh kritik Sri Soemantri terhadap definisi
pemerintah menurut Strong yang menganut paham trias poltika-nya Montesquieu. Pada akhirnya,
Sri Soemantri mendefinisikan sistem pemerintahan sebagai berikut:
Bagi negara atau negara-negara yang menganut ajaran tripraja, maka sistem pemerintahan berarti
suatu perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ-organ legislatif, eksekutif, dan yudisiil
(yudikatif) yang dengan bekerja bersama-sama hendak mencapai suatu maksud atau tujuan.
Selanjutnya, Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim berpendapat bahwa:
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara yang dilakukan
untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri; jadi tidak
tidak diartikan sebagai pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga
meliputi tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif. Karena itu membicarakan sistem
pemerintahan adalah membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara
lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka
menyelenggarakan kepentingan rakyat[10]
Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa dalam system parlementer dapat dikemukakan enam 6
ciri yaitu
- kabinet dibentuk dan di pertanggung jawabkan kepada parlemen.
- kabinet dibentuk sebagai satu kesatuan dengan tanggung jawab kolektif di bawah perdana
menteri.
- kabinet mempunyai hak konstitusional untuk membubarkan parlemen sebelum periode
bekerjanya berakhir.
- Setiap anggota kabinet adalah anggota parlemen yang terpilih.
- kepala pemerintahan (perdana menteri)tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan hanya
dipilih menjadi salah seorang anggota parlemen.
- Adanya pemisah yang tegas antara kepala Negara dengan kepala pemerintah.
Dalam pemerintahan presidensil tidak ada pemisahan antara fungsi kepala Negara dan
fungsi kepala pemerintahan, kedua fungsi tersebut dijalankan oleh presiden.
Lima ciri system pemerintahan presidensil menurut jimly asshiddiqie:
- Presiden dan wakil presiden merupakan satu institusipenyelenggaraan kekuasaan eksekutif
Negara yang tertinggi dibawah undan-undang dasar.
- Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan keterangan itu secara politik
tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilih.
- Presiden dan/atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi.
- Para menteri adalah pembantu presiden .
- Untuk membatasi kekuasaan presiden yang kedudukannya dalam system presidensil sangat kuat
sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintah, ditentukan pula masa jabatan
presiden lima tahun tidak boleh dijabat orang yang sama lebih dari dua masa jabatan.
Perbedaan antara kedua sistem tersebut adalah;
Sistem parlementer itu timbul dari bentuk negara monarchie yang kemudian mendapat pengaruh
dari pertanggung jawab menteri.sesudah itu maka fungsi dari raja merupakan faktor stabilisasi
jika terjadi perselisihan antara eksekutif dan legislative. latar belakang yang menganut sistem
presidensiil adalah ketidak selarasan dengan raja sehingga tidak di kehendaki bentuk Negara
monarchie[11].
System pemerintahan yang dianut oleh indonesia berdasarkan Undang-undang dasar
1945 pasca perubahan. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 Undang-undang dasar
1945,system pemerintahannya adalah presidensil, karena presiden adalah eksekutif, sedangkan
menteri-menteri adalah pembantu presiden. Dilihat dari sudut pertanggung jawaban presiden
kepada majelis permusyawaratan rakyat, maka berarti eksekutif dapat dijatuhkan oleh lembaga
Negara lain.
Perubahan undang-undang dasar 1945 merubah system pemerintahan Indonesia menganut
system pemerintahan presidensil. Jika pada undang-undang dasar 1945 sebelum perubahan
memiliki kelemahan yang cenderung sangat exective hevy maka setelah perubahan hal ini tidak
terwujud lagi, perubahan undang-undang dasar 1945 telah menganut system pemerintahan
presidensil yang dapat menjamin stabilitas pemerintahan. dalam system pemerintahan presidensil
yang diadopsi oleh undang-undang dasar 1945 menurut jimly asshiddiqie memiliki lima prinsip
penting yaitu:
- Presiden dan wakil presiden merupakan satu institusipenyelenggaraan kekuasaan eksekutif
Negara yang tertinggi dibawah undan-undang dasar.
- Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan keterangan itu secara politik
tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilih.
- Presiden dan/atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi.
- Para mentri adalah pembantu presiden.
- Untuk membatasi kekuasaan presiden yang kedudukannya dalam system presidensil sangat kuat
sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintah, ditentukan pula masa jabatan
presiden lima tahun tidak boleh dijabat orang yang sama lebih dari dua masa jabatan.
Kelima cirri tersebut merupakan cirri system pemerintahan presidensil yang dianut oleh undang-
undang dasar 1945 hasil perubahan[12].

5. Menurut Aristoteles, monarcy, aristocracy, dan polity, merupakan good forms of


government, sedangkan tyranny, oligarchy dan democracy merupakan bad forms of government,
dalam penilaian pada penerapan system pemerintahan yang berlandasan demokrasi harus melihat
dari pola-pola yang di anut oleh negaranya tersebut
Dalam konsep demokrasi, tidak dapat dibantah bahwa demokrasi merupann asas dan system
yang paling baik di dalam sisitem politik dan ketatanegaraan. Khaazanah pemikiran dan
performansi politik di berbagai Negara sampai pada satu titik temu tentang ini, yaitu demokrasi
adalah pilihan terbaik dari berbagai pilihan lainnya. Sebuah lapran studi yang disponsori oleh
salah satu organ PBB, yakni UNESCO, pada awal 1950-an menyebutkan bahwa tidak ada
satupun taggapan yang menolak demokrasi sebagai landasan dan system yang paling tepat dan
ideal bagi semua organisasi politik dan organisasi moderen.studi yang melibatkan lebih seratu
orang sarjana barat yang sangat penting bagi studi-studi tetntang demokrasi.[13]
Masalah yang belum sampai pada titik temu di sekitar perbedaan tentang demokrasi itu
adalah bagaimana mengimplementasikan demokrasi itu di dalam peraktik.
Berbagai Negara telah menemukan jalurnya sendiri-sendiri, yang sedikit diantaranya justru
mempraktikkan cara-cara atau mengambil jalur yang sangat tidak demokratis,kendati di atas
kertas menyebutkan domokrasi sebagai asasnya fundamental. Oleh sebab itu, studi tentang
politik telah sampai pada identifikasi bahwa fenomena demokrasi itu dapat di bedaka atas
demokrasi normative dan demokrasi empiric demokrasi normative menyangkut rangkuman
gagasan-gagasan atau idealism tentang demokrasi yang terletak di dalam alam filsafat sedangkan
demokrasi empiric adalah pelaksanaannya di lapangan tidak selalu parallel dengan gagasan
normative.
Pengertian dari demokrasi adalah suatu pemerintahan di mana rakyat ikut serta memerintah
(mederegeren), baik secara langsung yang terdapat pada masyarakat-masyarakat yang masih
sederhana (demokrasi langsung), maupun secara tidak langsung karena rakyat diwakilkan
(demokrasi tidak langsung), yang terdapat pada Negara-negara modern.
Maka dari pola pengertian tersebut tergantunglah apa yang menjadi pandangan
masyarakatnya. Asas demokrasi yang hidup di Indonesia ialah kekeluargaan (hidup bebrayan)
untuk mengabdi kepentingan bersama dalam mencapai tujuan yang sama. Bagi masyarakat barat
asas demokrasi yang berlaku tentu berbeda lagi sifat masyarakatnya yang individualistis. Dalam
demokrasi semacam itu kepentingan perseorangan akan lebih di utamakan,bahkan lebih
menonjol daripada kepentingan bersama. Karena itu pula keputusan yang di ambil dalam
demokrasi barat didasarkan atas perhitungan jumlah suara terbanyak. bagaimana juga keputusan
tersebut merupakan suatu pencerminan dari masyarakat yang individualistis ,berbeda dengan hal
tersebut di atas, maka untuk mencapai keputusan dalam demokrasi yang berlaku di Indonesia,
lazim dilakukan suatu musyawarah untuk mencari kata sepakat atau mufakat[14].
Menurut pendapat saya pada demokrasi di indonesi ialah demokrasi yang telah di ada
dalam batang tubu undang-undang dasar 1945 maka demokrasi yang akan di jalankan harus
seseuai dengan apa yang menjadi system pelaksanaannya sehingga demokrasi tersebut dapat
menjadikan pemerinthan yang baik dan benar mengambil dari suara rakyat pada umumnya.pada
pasal 1 ayat 2 Undang-undang dasar 1945 mengatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhhya oleh majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR), dalam undang-
undang ini jelas di dalam system yang di terapkan oleh indonesia bahwa yang menjadi tolak ukur
bahwa warga masyarakat adalah penting dalam mengambil suatu pendapat yang pada
penyelenggaraan pelaksanaan yang berbasiskan rakyat.garisgaris Besar haluan Negara Tahun
1978 dan 1983 telah menetapkan perwujudan demokrasi pancasila dalam rangka menetapkan
stabilitas politik yang dinamis serta pelaksanaan mekanisme pancasila,perlu makin menetapkan
kehidupa konsitusional demokrasi dan tegaknya hukum.
Dalam pelaksanaan yang berjalan di indonesia mengarah kepada pancasila.demokrasi
pancasila lebih tepatnya.demokrasi pancasila ialah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yam tercantum dalam alinea keempat
pembukaan UUD 1945.[15]
Dalam pelaksanaan demokrasi yang berjalan di indonesia menurut pandang saya indonesia
sering terlepas pada jalur yang bukan menjadi system tolakukur penjalanan yang seharusnya
diterapkan dalam persoalan ini indonesia sering menjadi Negara yang menyimpang dari system
demokrasi pancasila pada umumnya.karena seharusnya hakikat dari musyawarah untuk
mencapai suatu mufakat dalam kemungkinannya adalah suatu khas yang bersumber pada inti
paham kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
untuk memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat dengan jaln mengemukakan hikmat
kebijaksanaan yang tidak lain dari pada pikiran (ratio) yang sehat, yang mengungkapkan dan
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat sebagai mana yang
menjadi tujuan pembukaan pemerintah Negara termaksud dalam alinea IV pembukaan Undang-
undang dasar 1945, pengaruh-pengaruh waktu oleh semua wakil/utusan yang mencerminkan
penjelmaan seluruh rakyat,untuk mencapai putusan berdasarkan kebulatan pendapat(mufakat)
yang iktikadakan untuk dilaksanakan secara jujur dan bertanggung jawab (pasal 90 ayat 1)
Maka dengan tahapan-tahapan tersebut pemerintahan di indonesia dalam kontek demokrasi yang
berdasarkan kepada rakyat umumnya akan terlaksana dengan baik dan benar sesua dengan
system yang di anut oleh Negara indonesia pada umumnya.

Daftar kepustakaan:
1. Yulies tinena masriani SH.M.Hum pengantar hukum Indonesia
Halaman 27,36
2. E. Utrrecht/Moh. Saleh djindang,SH pengantar hukum Indonesia
Halaman 324
3. Bagir manan konvensi ketatanegaraan
Halaman 14-15, 24, 25, 41-46, 73
4. moh. Kusnardi S.H , Harmaily Ibrahim S.H Pengantar hukum tata Negara
Halaman 177,179
6. prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H,
Cristine S.T kansil, S.H.,M.H. Hukum tata Negara republik Indonesia
7. Soehino , S.H. ILMU NEGARA Negara demokrasi moderen
halaman 248
8. http://ilhamendra.wordpress.com/2009/03/12/sistem-pemerintahan/
tagal pengunduhan 6 nov
9. http://bilaldewansyah.wordpress.com/2008/09/22/teori-sistem-pemerintahan
tagal pengunduhan 8 nov
[1] Yulies tinena masriani hal 27,36 pengantar hukum Indonesia
[2] Ibil.,hlm 13-14
[3] menurut usep ranawidjaja yaitu(suprastruktur politik atau govemmental political sphere atau
forma regiminis)
[4] Rosjidi ranggawidjaja, hubungan tata kerja antara majelis permusyawaratan rakyat, dewan
perwakilan rakyat, dan presiden, gaya media pratama, Jakarta,1991,hal 6.
[5] Bagir Manan,suber konvensi bagian dari sumber hukum yang dapat dimanfaatkan dalam
menyusun system Negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat hokum

[6] Bagir manan(konvensi)


[7] Bagir mana (konvensi ketatanegaraan)
[8] Lebih tepat dikatakan membungkam atau mendiamkan undang-undang
[9] Bagir manan dalam bukunya hlm 14-15, 24, 25, 41-46, 73 konvensi ketatanegaraan
[10] Sri soemantri, moh husnardi dan harmail Ibrahim c.f.strong ,
[11] Moh kusnardi S.H.
Harmaily Ibrahim S.Hhukum tata Negara hal 177
[12] Jimly asshiddiqie
http://ilhamendra.wordpress.com/2009/03/12/sistem-pemerintahan/
[13] afan gaffer,kualitas pemilu menurut kualitas DPR, sebuah sketsa,pengantar dalam
dahlan thaib dan nimatul huda (ed), pemilu dan lembaga perwakilan dalam ketatanegaraan
indonesia,(yogyakata:jurusan HTN fakultas hukum UII,1992)hal vi.
[14] Pengantar hukum tata Negara moh kusnardi sh , harmaily sh hal 19
[15] Hokum tata Negara prof. Drs . C.S.T. Kansil, .S.H,
Cristine S.T hal 58

Anda mungkin juga menyukai