(Sesi 1)
Materi PKPA Angkatan XI Tahun 2021
Kerjasama FH UWKS Dengan DPN & DPC Peradi Surabaya
Oleh :
Prof. Dr. Maroni, S.H.,M.Hum.
Guru Besar Hukum Pidana FH Unila
TAHAPAN PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
KASASI & PK
Pra-Peradilan BANDING
Dasar Hukum:
UU No. 8 Th 1981 ttg KUHAP
PP No. 27 Th 1983 Jo PP No.58 Th 2010 Jo PP No. 92 Th 2015 ttg Pelaksanaan KUHAP
1. Denah Tata Letak Ruang Sidang Berdasarkan Pasal 230
ayat (3) KUHAP
Persidangan Perkara Pidana
Persidangan Perkara Pidana
Sidang Pertama :
Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Hakim/Majelis Hakim, Sidang Pemeriksaan Perkara
Pidana dibuka, adapun tata caranya adalah sebagai berikut :
1) Pertama-tama yang memasuki Ruang Sidang adalah Panitera Pengganti (PP), Jaksa
Penuntut Umum (JPU), Penasehat Hukum (PH/Advokat) dan Pengunjung Sidang;
2) Pejabat yang bertugas sebagai Protocol (karena kurangnya tersedianya personel, dalam
praktik biasanya tugas ini dilakukan oleh Panitera Pengganti mengumumkan bahwa
Hakim/Majlis Hakim akan memasuki ruang sidang dengan kata-kata (kurang lebih) sebagai
berikut: ”Hakim/Majelis Hakim memasuki ruang sidang , hadirin dimohon untuk berdiri”
3) Semua yang hadir dalam Ruang Sidang tersebut, termasuk Jaksa Penuntut Umum dan
Penasehat Hukum berdiri;
4) Hakim/Majelis Hakim memasuki Ruang Sidang melalui Pintu Khusus, kemudian Hakim
duduk di tempat duduknya masing masing;
5) Panitera Pengganti mempersilahkan hadirin duduk kembali;
6) Hakim Ketua membuka sidang dengan kata-kata kurang lebih sebagai berikut “Sidang
Pengadilan Negeri......( kota tempat pengadilan berada), yang memeriksa Perkara Pidana
Nomor....(no perkara) atas nama........pada hari.....tanggal.....dinyatakan dibuka dan terbuka
untuk umum. diikuti dengan ketokan palu sebanyak tiga kali;
Pemanggilan Terdakwa Untuk Masuk Ke Ruang Sidang:
1) Hakim Ketua menanyakan kepada Penuntut Umum apakah Terdakwa sudah siap dihadirkan
pada sidang hari ini, jika Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan pada sidang hari ini
maka hakim harus menunda persidangan pada hari yang akan ditetapkan dengan perintah
ke Penuntut Umum supaya memanggil dan menghadapkan Terdakwa;
2) Jika Penuntut Umum sudah siap menghadirkan Terdakwa maka Hakim Ketua
memerintahkan supaya Terdakwa dipanggil masuk;
3) Petugas membawa Terdakwa ke Ruang Sidang dan mempersilahkan Terdakwa duduk di
kursi pemeriksaan;
4) Hakim Ketua mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
a) Apakah Terdakwa dalam keadaan sehat dan siap mengikuti persidangan;
b) Identitas Terdakwa (nama,umur,alamat,pekerjaan dll);
Selanjutnya Hakim mengingatkan pada Terdakwa agar memperhatikan segala sesuatu yang di
dengar dan dilihatnya dalam sidang ini;
b) Jika Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum, maka proses selanjutnya adalah:
Hakim menanyakan kepada Penasehat Hukum apakah benar dalam sidang ini ia bertindak
sebagai Penasehat Hukum Terdakwa;
Hakim meminta Penasehat Hukum untuk menunjukkan Surat Kuasa Khusus dan Kartu Izin
Praktek Pengacara/Advokat.
Setelah Hakim Ketua mengamati Surat Kuasa dan Kartu Izin Praktek tersebut lalu Hakim
Ketua menunjukkan kedua dokumen itu kepada para Hakim Anggota dan Penuntut Umum;
Pembacaan Surat Dakwaan
1) Hakim Ketua Sidang meminta pada Terdakwa untuk mendengarkan dengan seksama
pembacaan Surat Dakwaan dan selanjutnya mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
untuk membacakan Surat Dakwaan;
2) Jaksa membacakan Surat Dakwaan. berdiri/duduk dan boleh bergantian dengan rakan JPU;
3) Selanjutnya Hakim Ketua menayakan kepada Terdakwa apakah ia sudah paham tentang apa
yang didakwakan padanya. Apabila Terdakwa ternyata tidak mengerti maka JPU atas
permintaan Hakim Ketua, wajib memberikan penjelasan seperlunya;
Pengajuan Eksepsi (Keberatan)
1) Hakim Ketua menanyakan pada Terdakwa atau Penasehat Hukumnya, apakah akan
mengajukan Keberatan (Eksepsi) terhadap dakwaan Jaksa Penuntu Umum;
2) Eksepsi (Keberatan) Terdakwa/Penasehat Hukum meliputi:
a) Pengadilan tidak berwenang mengadili (berkitan dengan kompetensi absolute/relative);
b) Dakwaan tidak dapat diterima (Dakwaan dinilai Kabur/Obscuar libelli);
c) Dakwaan harus dibatalkan (karena Keliru, Kadaluwarsa/Nebis in idem;
3) Tata caranya:
Pertama-tama Hakim bertanya kepada Terdakwa dan memberi kesempatan untuk
menanggapi, selanjutnya kesempatan kedua diberikan kepada Penasehat Hukum;
4) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukumnya tidak memberi tanggapan atau tidak mengajukan
Eksepsi, maka persidangan dilanjutkan ke tahap Pembuktian;
5) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukumnya mengajukan Eksepsi, maka Hakim bertanya apakah
telah siap untuk mengajukan Eksepsi;
6) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukum belum siap, maka Hakim Ketua menyatakan Sidang
ditunda untuk memberi kesempatan pada Terdakwa/Penasehat Hukum untuk mengajukan
Eksepsi pada sidang berikutnya;
7) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukum telah siap mengajukan Eksepsi maka Hakim Ketua
mempersilahkan untuk mengajukan Eksepsi;
8) Pengajuan Eksepsi bisa diajukan secara lisan maupun tertulis;
9) Apabila Eksepsi diajukan secara tertulis, maka setelah dibacakan Eksepsi tersebut
diserahkan pada Hakim dan salinannya diserahkan pada Penuntut Umum;
10) Tata cara Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaan berlaku pula bagi
Terdakwa/Penasehat Hukum dalam mengajukan Eksepsi...... (berdiri);
11) Eksepsi dapat diajukan oleh Penasehat Hukum saja atau diajukan oleh Terdakwa sendiri
,atau Kedua-duanya mengajukan Eksepsinya menurut versinya masing-masing;
12) Apabila Terdakwa dan Penasehat Hukum masing–masing akan mengajukan Eksepsi maka
kesempatan pertama akan diberikan kepada Terdakwa terlebih dahulu untuk mengjukan
Eksepsinya setelah itu baru Penasehat Hukumnya;
13) Setelah pengajuan Eksepsi dari Terdakwa/Penasehat Hukum, Hakim Ketua memberikan
kesempatan pada Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan Tanggapan atas Eksepsi (reflik)
tersebut.
14) Atas Tanggapan JPU tersebut Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada
Terdakwa/Penasehat Hukum untuk mengajukan tanggapan sekali lagi (duplik);
15) Atas Eksepsi dan tanggapan-tanggapan tersebut , selanjutnya Hakim Ketua meminta waktu
untuk mepertimbangkan dan menyusun Putusan Sela;
16) Apabila Hakim/Majelis Hakim berpendapat bahwa pertimbangan untuk memutuskan
permohonan Eksepsi tersebut mudah/sederhana, maka sidang dapat di skors selama
beberapa waktu (menit) untuk menentukan Putusan Sela;
17) Tata cara Skorsing Sidang ada dua macam :
II. Hakim Ketua mempersilahkan semua yang hadir di persidangan tersebut supaya keluar
dari Ruang Sidang, selanjutnya petugas menutup pintu Ruang Sidang dan Majelis Hakim
merundingkan Putusan Sela dalam Ruangan Sidang (cara ini yang paling sering dipakai);
18) Apabila Hakim/Majelis Hakim berpendapat bahwa memerlukan waktu yang lebih lama
dalam mempertimbangan Putusan Sela tersebut, maka sidang dapat ditunda untuk
mempersiapkan Putusan Sela yang akan dibacakan pada hari sidang berikutnya.
Pembacaan/Pengucapan Putusan Sela
Setelah Hakim mencabut skorsing atau membuka Sidang kembali, Hakim Ketua menjelaskan
kepada para pihak yang hadir dipersidangan bahwa acara selanjutnya Pembacaan Putusan Sela.
Tata caranya adalah : Putusan Sela tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua sambil duduk di
kursinya. Apabila Naskah Putusan Sela tersebut panjang , boleh dibaca secara bergantian
dengan Hakim Anggota. Pembacaan Amar Putusan diakhiri dengan Ketokan Palu (1 kali);
Kemudian Hakim Ketua menjelaskan seperlunya mengenai garis besar isi Putusan Sela
sekaligus menyampaikan hak Penuntut Umum , Terdakwa/Penasehat Hukum untuk
mengambil sikap menerima Putusan Sela tersebut atau akan mengajukan Perlawanan.
Mengingat UU tidak menentukan “Kapan” suatu dakwaan JPU tidak dapat diterima,
maka menurut Van Bemmelen, hal itu terjadi jika;
- Tidak ada hak untuk menuntut misalnya delik aduan tidak ada pengaduan.
- Delik itu dilakukan pada waktu dan tempat dimana UU pidana tidak berlaku.
- Hak menuntut telah dihapus; termasuk jika telah ada putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk perkara tersebut.
Catatan :
Menurut Van Bemmelen, jika apa yang termuat dalam Surat Dakwaan bukan delik,
maka bukan termasuk tuntutan PU tidak dapat diterima (niet ontvan-kelijk
verklaring van het OM), atau pernyataan pengadilan tidak berwenang (onbevoegd
verklaring), tetapi termasuk dilepas dari tuntutan hukum (ontslag van
rechtsvervolging)
Sidang Pembuktian
a. Hakim Ketua bertanya kepada Penuntut Umum apakah sudah siap menghadirkan Saksi-
Saksi pada Sidang hari ini.
b. Apabila Penuntut Umum telah siap, maka Hakim segera memerintahkan pada Jaksa
Penuntut Umum untuk menghadirkan Saksi seorang demi seorang ke dalam Ruang Sidang.
c. Saksi yang pertama kali diperiksa adalah Saksi Korban setelah itu baru saksi yang lain yang
dipandang relevan dengan tujuan pembuktian tindak pidana yang didakwakan.
d. Tata Cara Pemeriksaan Saksi:
9. Pertanyaan yang diajukan diarahkan untuk mengungkap fakta yang sebenarnya sehingga
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Materi pertanyaan diarahkan pada Pembuktian Unsur-Unsur TP yang didakwakan.
b. Pertanyaan harus relevan dan tidak berbelit-belit, bahasa dan isi pertanyaan harus
dipahami oleh Saksi;
c. Pertanyaannya tidak boleh bersifat “menjerat atau menjebak” Saksi;
10. Selama memeriksa Saksi, Hakim dapat menunjukkan barang bukti pada saksi guna
memastikan kebenaran yang berkaitan dengan barang bukti tersebut;
11. Setiap kali saksi selesai memberikan keterangan, Hakim Ketua menanyakan kepada
Terdakwa, bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut;
Pengajuan Alat Bukti lainnya guna mendukung argumentasi Penuntut Umum.
Pengertian tersebut di atas sudah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No.
65/PU-VIII/2010, menjadi:
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana baik yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri ataupun tidak.
Pemeriksaan Terdakwa
4
Sebelum menjatuhkan Putusan, Hakim mempertimbangkan berdasarkan atas Surat
Dakwaan, segala sesuatu yang terbukti di Persidangan, Tuntutan Pidana, Pembelaan dan
Tanggapan-tanggapan.
Apabila perkara ditangani oleh Majelis Hakim, maka dasar –dasar pertimbangan tersebut
harus dimusyawarahkan oleh Majelis Hakim.
e) Hakim Ketua menjelaskan Isi Putusan secara singkat terutama yang berkaitan dengan
Amar Putusan hingga Terdakwa paham terhadap Putusan yang dijatuhkan kepadanya;
f) Hakim Ketua menjelaskan hak-hak para pihak terhadap putusan tersebut, selanjutnya
Hakim Ketua menawarkam kepada Terdakwa untuk menentukan sikapnya, apakah akan
menyatakan Menerima Putusan tersebut, menyatakan Menerima dan Mengajukan Grasi,
menyatakan Naik Banding atau menyatakan Pikir-Pikir, dalam hal ini Terdakwa dapat diberi
waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan Penasehat Hukumnya atau Terdakwa
mempercayakan haknya kepada Penasehat Hukumnya, hal yang sama juga ditawarkan
kepada Jaksa Penuntut Umum;
Jika Terdakwa/Penasehat Hukum Menyatakan Sikap Menerima, maka Hakim Ketua
meminta Terdakwa agar segera Menanda Tangani Berita Acara Pernyataan Menerima
Putusan yang telah disiapkan oleh Panitera pengganti.
Jika Terdakwa menyatakan Banding maka Terdakwa segera diminta untuk Menanda
Tangani Akta Permohonan Banding;
Jika Terdakwa/Penasehat Hukum Pikir-Pikir dulu, maka Hakim Ketua menjelaskan bahwa
Masa Pikir-Pikir diberika selama Tujuh Hari, apabila setelah Tujuh Hari Terdakwa tidak
menyatakan Sikap maka Terdakwa dianggap Menerima Putusan. Hal sama juga dilakukan
terhadap Penuntut Umum.
SIDANG PEMBACAAN PUTUSAN HAKIM
g) Apabila tidak ada hal-hal yang akan disampaikan lagi maka Hakim Ketua menyatakan
seluruh rangkaian Acara Persidangan Perkara Pidana yang Bersangkutan telah selesai dan
menyatakan Sidang ditutup. Tata caranya adalah: setelah mengucapkan kata kata
“....sidang dinyatakan di tutup” Hakim Ketua Mengetuk Palu sebanyak Tiga Kali;
h) Panitera Pengganti mengumumkan bahwa Majelis hakim akan meninggalkan Ruangan
Sidang dengan kata-kata (kurang lebih) sebagai berikut ”Hakim/Majelis Hakim akan
meninggalkan Ruang Sidang, hadirin dimohon untuk berdiri”.
i) Semua yang hadir di Ruangan Sidang tersebut berdiri termasuk JPU, Terdakwa/Penasehat
Hukum;
j) Hakim/Majelis Hakim meninggalkan Ruang Sidang melalui Pintu Khusus;
k) Para Pengunjung Sidang , Penuntut Umum, Penasehat Hukum dan Terdakwa berangsur-
angsur meninggalkan Ruang Sidang. Apabila Putusan menyatakan Terdakwa tetap ditahan,
maka pertama-tama keluar adalah Terdakwa dengan dikawal oleh petugas.
UPAYA HUKUM
(Pasal 214, Pasal 233 s/d Pasal 269 KUHAP)
3
BIASA
LUAR BIASA
1. Kasasi Demi Kepentingan Hukum diatur dalam Pasal 259 s/d Pasal 262 KUHAP
2. Peninjaun Kembali (PK)/Herziening diatur dalam Pasal 263 s/d Pasal 269 KUHAP
PENGERTIAN DAN MAKSUD UPAYA HUKUM
Upaya Hukum = Hak terdakwa atau PU untuk tidak menerima putusan pengadilan
yang berupa Perlawanan atau Banding atau Kasasi atau hak terpidana
untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam KUHAP (Pasal 1 butir 12 KUHAP).
Sehingga dengan adanya Upaya Hukum, ada jaminan baik Terdakwa maupun
masyarakat bahwa Peradilan baik menurut fakta dan hukum adalah benar dan
sejauh mungkin seragam.
VERZET (PERLAWANAN) adalah Upaya hukum untuk melawan Putusan
Pengadilan yang dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa (verstek) yang
berupa Putusan Pidana Perampasan hilang kemerdekaan.
Pengadilan Tinggi dalam memeriksa perkara Banding, akan memeriksa kembali semua
fakta-fakta yang ada sehingga Pengadilan Tinggi sering disebut Judex factie.
Ratio Putusan Bebas tidak dapat dimintakan Banding adalah bahwa Putusan
Pembebasan tersebut oleh terdakwa dirasa sebagai suatu hak yang diperoleh
yang tidak boleh digangu-gugat.
Cara Mengajukan Banding
◈ Permohonan Banding diajukan kepada Pengadilan Tinggi melalui Panitera Pengadilan Negeri
yang memutus perkara;
◈ Permohonan diajukan paling lambat 7 hari setelah putusan dijatuhkan
◈ Permohonan Banding dapat disertakan Memori Banding yang berisi uraian tentang alasan-
alasan yang diajukan sebagai dasar mengajukan Banding.
◈ Permohonan pemeriksaan Banding ini selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak
diajukan harus sudah dikirim ke PT oleh Panitera;
◈ Terdakwa dapat mempelajari berkas perkara di PN selama 7 hari sebelum dikirim ke PT
(inzage)
Permohonan Banding dapat dicabut kembali sepanjang perkara belum diputus dalam tingkat
Banding, dan permohonan Banding yang sudah dicabut tidak dapat diajukan lagi (Ps 235 ayat
(1) KUHAP).
Pada mulanya Kasasi diadakan dengan tujuan agar jangan sampai terjadi pelanggaran
terhadap hukum khususnya baik mengenai Prosedur Peradilan maupun isi Keputusan
Hakim.
Maksud dari Kasasi ialah agar putusan terakhir yang bertentangan dengan hukum
dapat dibatalkan.
Azas dan tujuannya ialah untuk menjamin kesatuan di dalam penerapan hukum
pidana.
Pemeriksaan Kasasi diatur dalam Pasal 244 s/d 258 KUHAP;
Apa yang dimaksud dengan Kasasi dapat dipelajari dari isi Pasal 16 UU
No. 1 Tahun 50 tentang Mahkamah Agung yaitu sebagai berikut:
“Mahkamah Agung dapat melakukan Kasasi yaitu pembatalan atas
putusan pengadilan-pengadilan lain dalam peradilan yang terakhir”
Alasan Mengajukan Kasasi menurut Pasal 252 ayat (2) KUHAP
untuk menguji:
Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,
akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah
terbukti itu ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
Apabila Putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu Kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
Permintaan PK oleh pemohon diajukan kepada Panitera Pengadilan yang telah
memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas
alasannya (Pasal 264 ayat 1);
Permintaan PK tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu (Pasal 264 ayat 2);
Apabila Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan PK dapat diterima untuk
diperiksa, maka berlaku ketentuan sbb:
Apabila MA tidak membenarkan alasan pemohon, MA menolak permintaan PK dengan
menetapkan bahwa putusan yang dimintakan PK itu tetap berlaku disertai dasar
pertimbangannya;
Apabila MA membenarkan alasan pemohon, MA membatalkan putusan yang
dimintakan PK dan menjatuhkan putusan dapat berupa:
1. Putusan Bebas;
2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum;
3. Putusan Tidak Dapat Menerima Tuntutan Penuntut Umum;
4. Putusan Dengan Menerapkan Ketentuan Pidana yang lebih ringan.
Catatan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam Putusan PK tidak boleh melebihi pidana
yang telah dijatuhkan dalam Putusan Semula (Psl 266 ayat 2 & 3 KUHAP).
Berkaitan dengan ketentuan Peninjauan Kembali (PK) tersebut, maka menurut :
Terhadap Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap, pihak-
pihak yang bersangkutan dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah
Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-
undang;