Anda di halaman 1dari 46

Hukum Acara Pidana

(Sesi 1)
Materi PKPA Angkatan XI Tahun 2021
Kerjasama FH UWKS Dengan DPN & DPC Peradi Surabaya

Oleh :
Prof. Dr. Maroni, S.H.,M.Hum.
Guru Besar Hukum Pidana FH Unila
TAHAPAN PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

KASASI & PK

Pra-Peradilan BANDING

PENYELIDIKAN & PENUNTUTAN PERSIDANGAN LAPAS


PENYIDIKAN

Tangkap & Tahan, Tahan Tahan


Geledah, Sita, buka

PENDAMPINGAN & PEMBELAAN OLEH ADVOKAT

Dasar Hukum:
UU No. 8 Th 1981 ttg KUHAP
PP No. 27 Th 1983 Jo PP No.58 Th 2010 Jo PP No. 92 Th 2015 ttg Pelaksanaan KUHAP
1. Denah Tata Letak Ruang Sidang Berdasarkan Pasal 230
ayat (3) KUHAP
Persidangan Perkara Pidana
Persidangan Perkara Pidana

◈ Penyelenggaraan Peradilan Pidana pada tingkat Pengadilan Negeri


berdasarkan desain prosedural KUHAP diatur dalam Bab XVI mulai
Pasal 145 sampai Pasal 232 KUHAP.
◈ Berdasarkan ketentuan tersebut Acara Pemeriksaan Perkara Pidana
di Pengadilan Negeri ada 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Acara Pemeriksaan Biasa yang diatur mulai Pasal 152 sampai Pasal
202 KUHAP;
2. Acara Pemeriksaan Singkat yang diatur mulai Pasal 203 sampai
Pasal 204 KUHAP;
3. Acara Pemeriksaan Cepat meliputi:
# Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan yang diatur mulai Pasal
205 sampai Pasal 210 KUHAP dan
# Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan yang
diatur mulai Pasal 211 sampai Pasal 216 KUHAP.
Berdasarkan ketentuan KUHAP di atas, Proses Peradilan Pidana yang menggunakan Acara
Pemeriksaan Biasa meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

Sidang Pertama :

Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Hakim/Majelis Hakim, Sidang Pemeriksaan Perkara
Pidana dibuka, adapun tata caranya adalah sebagai berikut :

Hakim/Majelis Hakim Memasuki Ruang Sidang

1) Pertama-tama yang memasuki Ruang Sidang adalah Panitera Pengganti (PP), Jaksa
Penuntut Umum (JPU), Penasehat Hukum (PH/Advokat) dan Pengunjung Sidang;
2) Pejabat yang bertugas sebagai Protocol (karena kurangnya tersedianya personel, dalam
praktik biasanya tugas ini dilakukan oleh Panitera Pengganti mengumumkan bahwa
Hakim/Majlis Hakim akan memasuki ruang sidang dengan kata-kata (kurang lebih) sebagai
berikut: ”Hakim/Majelis Hakim memasuki ruang sidang , hadirin dimohon untuk berdiri”
3) Semua yang hadir dalam Ruang Sidang tersebut, termasuk Jaksa Penuntut Umum dan
Penasehat Hukum berdiri;
4) Hakim/Majelis Hakim memasuki Ruang Sidang melalui Pintu Khusus, kemudian Hakim
duduk di tempat duduknya masing masing;
5) Panitera Pengganti mempersilahkan hadirin duduk kembali;
6) Hakim Ketua membuka sidang dengan kata-kata kurang lebih sebagai berikut “Sidang
Pengadilan Negeri......( kota tempat pengadilan berada), yang memeriksa Perkara Pidana
Nomor....(no perkara) atas nama........pada hari.....tanggal.....dinyatakan dibuka dan terbuka
untuk umum. diikuti dengan ketokan palu sebanyak tiga kali;
 Pemanggilan Terdakwa Untuk Masuk Ke Ruang Sidang:

1) Hakim Ketua menanyakan kepada Penuntut Umum apakah Terdakwa sudah siap dihadirkan
pada sidang hari ini, jika Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan pada sidang hari ini
maka hakim harus menunda persidangan pada hari yang akan ditetapkan dengan perintah
ke Penuntut Umum supaya memanggil dan menghadapkan Terdakwa;
2) Jika Penuntut Umum sudah siap menghadirkan Terdakwa maka Hakim Ketua
memerintahkan supaya Terdakwa dipanggil masuk;
3) Petugas membawa Terdakwa ke Ruang Sidang dan mempersilahkan Terdakwa duduk di
kursi pemeriksaan;
4) Hakim Ketua mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
a) Apakah Terdakwa dalam keadaan sehat dan siap mengikuti persidangan;
b) Identitas Terdakwa (nama,umur,alamat,pekerjaan dll);
Selanjutnya Hakim mengingatkan pada Terdakwa agar memperhatikan segala sesuatu yang di
dengar dan dilihatnya dalam sidang ini;

5) Hakim bertanya apakah Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum;.


a) Jika Terdakwa tidak didampingi Penasehat Hukum, maka Hakim menegaskan Hak Terdakwa
untuk didampingi Penasehat Hukum, selanjutnya Hakim memberi kesempatan kepada
Terdakwa untuk mengambil beberapa sikap sebagai berikut :
 Menyatakan tidak akan didampingi Penasehat Hukum (maju sendiri);
 Mengajukan permohonan agar pengadilan menunjuk Penasehat Hukum agar
mendampinginya secara Cuma-Cuma;
 Meminta waktu kepada Majelis Hakim agar mencari/menunjuk Penasehat Hukumnya
sendiri;

b) Jika Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum, maka proses selanjutnya adalah:
 Hakim menanyakan kepada Penasehat Hukum apakah benar dalam sidang ini ia bertindak
sebagai Penasehat Hukum Terdakwa;
 Hakim meminta Penasehat Hukum untuk menunjukkan Surat Kuasa Khusus dan Kartu Izin
Praktek Pengacara/Advokat.
 Setelah Hakim Ketua mengamati Surat Kuasa dan Kartu Izin Praktek tersebut lalu Hakim
Ketua menunjukkan kedua dokumen itu kepada para Hakim Anggota dan Penuntut Umum;
Pembacaan Surat Dakwaan

1) Hakim Ketua Sidang meminta pada Terdakwa untuk mendengarkan dengan seksama
pembacaan Surat Dakwaan dan selanjutnya mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
untuk membacakan Surat Dakwaan;
2) Jaksa membacakan Surat Dakwaan. berdiri/duduk dan boleh bergantian dengan rakan JPU;
3) Selanjutnya Hakim Ketua menayakan kepada Terdakwa apakah ia sudah paham tentang apa
yang didakwakan padanya. Apabila Terdakwa ternyata tidak mengerti maka JPU atas
permintaan Hakim Ketua, wajib memberikan penjelasan seperlunya;
Pengajuan Eksepsi (Keberatan)

1) Hakim Ketua menanyakan pada Terdakwa atau Penasehat Hukumnya, apakah akan
mengajukan Keberatan (Eksepsi) terhadap dakwaan Jaksa Penuntu Umum;
2) Eksepsi (Keberatan) Terdakwa/Penasehat Hukum meliputi:
a) Pengadilan tidak berwenang mengadili (berkitan dengan kompetensi absolute/relative);
b) Dakwaan tidak dapat diterima (Dakwaan dinilai Kabur/Obscuar libelli);
c) Dakwaan harus dibatalkan (karena Keliru, Kadaluwarsa/Nebis in idem;
3) Tata caranya:
Pertama-tama Hakim bertanya kepada Terdakwa dan memberi kesempatan untuk
menanggapi, selanjutnya kesempatan kedua diberikan kepada Penasehat Hukum;
4) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukumnya tidak memberi tanggapan atau tidak mengajukan
Eksepsi, maka persidangan dilanjutkan ke tahap Pembuktian;
5) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukumnya mengajukan Eksepsi, maka Hakim bertanya apakah
telah siap untuk mengajukan Eksepsi;
6) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukum belum siap, maka Hakim Ketua menyatakan Sidang
ditunda untuk memberi kesempatan pada Terdakwa/Penasehat Hukum untuk mengajukan
Eksepsi pada sidang berikutnya;
7) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukum telah siap mengajukan Eksepsi maka Hakim Ketua
mempersilahkan untuk mengajukan Eksepsi;
8) Pengajuan Eksepsi bisa diajukan secara lisan maupun tertulis;
9) Apabila Eksepsi diajukan secara tertulis, maka setelah dibacakan Eksepsi tersebut
diserahkan pada Hakim dan salinannya diserahkan pada Penuntut Umum;
10) Tata cara Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaan berlaku pula bagi
Terdakwa/Penasehat Hukum dalam mengajukan Eksepsi...... (berdiri);
11) Eksepsi dapat diajukan oleh Penasehat Hukum saja atau diajukan oleh Terdakwa sendiri
,atau Kedua-duanya mengajukan Eksepsinya menurut versinya masing-masing;
12) Apabila Terdakwa dan Penasehat Hukum masing–masing akan mengajukan Eksepsi maka
kesempatan pertama akan diberikan kepada Terdakwa terlebih dahulu untuk mengjukan
Eksepsinya setelah itu baru Penasehat Hukumnya;
13) Setelah pengajuan Eksepsi dari Terdakwa/Penasehat Hukum, Hakim Ketua memberikan
kesempatan pada Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan Tanggapan atas Eksepsi (reflik)
tersebut.
14) Atas Tanggapan JPU tersebut Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada
Terdakwa/Penasehat Hukum untuk mengajukan tanggapan sekali lagi (duplik);
15) Atas Eksepsi dan tanggapan-tanggapan tersebut , selanjutnya Hakim Ketua meminta waktu
untuk mepertimbangkan dan menyusun Putusan Sela;
16) Apabila Hakim/Majelis Hakim berpendapat bahwa pertimbangan untuk memutuskan
permohonan Eksepsi tersebut mudah/sederhana, maka sidang dapat di skors selama
beberapa waktu (menit) untuk menentukan Putusan Sela;
17) Tata cara Skorsing Sidang ada dua macam :

I. Majelis Hakim meninggalkan Ruang Sidang untuk membahas/mempertimbangkan


Putusan Sela di Ruang Hakim, sedangkan Penuntut Umum, Terdakwa/Penasehat Hukum
serta Pengunjung Sidang tetap tinggal di tempat;

II. Hakim Ketua mempersilahkan semua yang hadir di persidangan tersebut supaya keluar
dari Ruang Sidang, selanjutnya petugas menutup pintu Ruang Sidang dan Majelis Hakim
merundingkan Putusan Sela dalam Ruangan Sidang (cara ini yang paling sering dipakai);

18) Apabila Hakim/Majelis Hakim berpendapat bahwa memerlukan waktu yang lebih lama
dalam mempertimbangan Putusan Sela tersebut, maka sidang dapat ditunda untuk
mempersiapkan Putusan Sela yang akan dibacakan pada hari sidang berikutnya.
Pembacaan/Pengucapan Putusan Sela

Setelah Hakim mencabut skorsing atau membuka Sidang kembali, Hakim Ketua menjelaskan
kepada para pihak yang hadir dipersidangan bahwa acara selanjutnya Pembacaan Putusan Sela.

 Model Putusan Sela ada dua macam:


I. Tidak dibuat secara Khusus, biasanya untuk Putusan Sela pertimbangannya sederhana,
Hakim/ Majelis Hakim cukup menjatuhkan Putusan Sela Secara Lisan, selanjutnya putusan
tersebut dicatat dalam Berita Acara Persidangan dan nantinya akan dimuat dalam Putusan
Akhir;
II. Dibuat secara Khusus dalam suatu Naskah Putusan.

 Tata caranya adalah : Putusan Sela tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua sambil duduk di
kursinya. Apabila Naskah Putusan Sela tersebut panjang , boleh dibaca secara bergantian
dengan Hakim Anggota. Pembacaan Amar Putusan diakhiri dengan Ketokan Palu (1 kali);

 Kemudian Hakim Ketua menjelaskan seperlunya mengenai garis besar isi Putusan Sela
sekaligus menyampaikan hak Penuntut Umum , Terdakwa/Penasehat Hukum untuk
mengambil sikap menerima Putusan Sela tersebut atau akan mengajukan Perlawanan.
 Mengingat UU tidak menentukan “Kapan” suatu dakwaan JPU tidak dapat diterima,
maka menurut Van Bemmelen, hal itu terjadi jika;
- Tidak ada hak untuk menuntut misalnya delik aduan tidak ada pengaduan.
- Delik itu dilakukan pada waktu dan tempat dimana UU pidana tidak berlaku.
- Hak menuntut telah dihapus; termasuk jika telah ada putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk perkara tersebut.

Catatan :

Menurut Van Bemmelen, jika apa yang termuat dalam Surat Dakwaan bukan delik,
maka bukan termasuk tuntutan PU tidak dapat diterima (niet ontvan-kelijk
verklaring van het OM), atau pernyataan pengadilan tidak berwenang (onbevoegd
verklaring), tetapi termasuk dilepas dari tuntutan hukum (ontslag van
rechtsvervolging)
Sidang Pembuktian

 Apabila Hakim/Majelis Hakim menetapkan bahwa Sidang Pemeriksaan Perkara harus


diteruskan maka acara persidangan memasuki tahap Pembuktian yaitu pemeriksaan
terhadap alat-alat bukti dan barang bukti yang diajukan.

 Sebelum memasuki Acara Pembuktian, Hakim Ketua mempersilahkan Terdakwa supaya


duduknya berpindah dari Kursi Pemeriksaan ke Kursi Terdakwa yang terletak di samping
kanan Penasehat Hukum, selanjutnya Prosedur dan Tata Cara Pembuktian adalah sebagai
berikut:
Pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum
 Pengajuan Saksi yang Memberatkan (saksi A charge)

a. Hakim Ketua bertanya kepada Penuntut Umum apakah sudah siap menghadirkan Saksi-
Saksi pada Sidang hari ini.
b. Apabila Penuntut Umum telah siap, maka Hakim segera memerintahkan pada Jaksa
Penuntut Umum untuk menghadirkan Saksi seorang demi seorang ke dalam Ruang Sidang.
c. Saksi yang pertama kali diperiksa adalah Saksi Korban setelah itu baru saksi yang lain yang
dipandang relevan dengan tujuan pembuktian tindak pidana yang didakwakan.
d. Tata Cara Pemeriksaan Saksi:

1. Penuntut Umum menyebutkan nama-nama Saksi yang akan diperiksa.


2. Petugas membawa Saksi ke Ruang Sidang dan mempersilahkan Saksi duduk di Kursi
Pemeriksaan.
3. Hakim Ketua bertanya pada Saksi tentang:
- Identitas Saksi (nama, umur, alamat, pekerjaan, agama dll), biasanya Hakim Ketua
meminta Saksi menunjukkan Kartu Identitasnya;
- Apakah Saksi kenal dengan Terdakwa, apakah Saksi memiliki hubungan darah (sampai
derajat berapa) dengan Terdakwa, apakah Saksi memiliki hubungan suami istri dengan
Terdakwa, apakah Saksi memiliki hubungan kerja dengan Terdakwa.
4. Apabila perlu Hakim dapat pula bertanya apakah Saksi, sekarang dalam keadaan sehat dan
siap diperiksa sebagai saksi.
5. Hakim Ketua meminta Saksi untuk bersedia mengucapkan Sumpah atau Janji sesuai dengan
agamanya;
6. Saksi mengucapkan sumpah menurut agama/keyakinannya, lafal sumpah dipandu oleh
Hakim dan pelaksanaan Sumpah dibantu oleh Petugas Juru Sumpah;
7. Tatacara Pelaksanaan Sumpah yang lazim dipergunakan di Pengadilan Negeri adalah:

a. Saksi dipersilahkan berdiri ke depan;


b. Untuk Saksi yang beragama Islam , cukup berdiri tegak. Pada saat melapalkan Sumpah,
Petugas berdiri di belakang Saksi dan mengangkat Alquran di atas Kepala Saksi;
Untuk Saksi yang beragama Kristen/Katolik, Petugas membawakan Injil (Alkitab) di
sebalah kiri Saksi. Pada saat Saksi melapalkan Sumpah, Tangan Kiri Saksi diletakkan di
atas Injil dan Tangan Kanan Saksi diangkat dan Jari Tengah dan Jari Telunjuk membentuk
hurup “V” untuk yang beragama Kristen; untuk yang beragama Katolik mengacungkan
Jari Telunjuk, Jari Tegah dan Jari Manis; sedangkan agama lainnya, menyesuaikan dengan
Tata Cara Penyumpahan pada agama yang bersangkutan.
c. Hakim meminta agar Saksi mengikuti kata-kata (lafal sumpah) yang diucapkan oleh
Hakim atau Saksi mengucapkan sendiri lafal sumpahnya atas persetujuan hakim.
d. Lapal Sumpah Saksi adalah sebagai berikut:
”saya bersumpah (berjanji) bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan
tiada lain dari yang sebenarnya”.
8. Setelah selesai, Hakim Ketua mempersilahkan Saksi duduk kembali dan mengingatkan
Saksi harus memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan apa yang
dialaminya, apa yang dilihatnya atau apa yang didengarnya sendiri, jika perlu Hakim
dapat mengingatkan bahwa apabila Saksi tidak mengatakan yang sebenarnya ia dapat
dituntut karena Sumpah Palsu.
8. Hakim Ketua mulai memeriksa Saksi dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan tindak pidana yang didakwakan pada Terdakwa, kemudian atas persetujuan
Hakim Ketua pertanyaan dilanjutkan oleh Hakim Anggota, Penuntut Umum, Terdakawa
dan Penasehat Hukum juga diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada
saksi.

9. Pertanyaan yang diajukan diarahkan untuk mengungkap fakta yang sebenarnya sehingga
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Materi pertanyaan diarahkan pada Pembuktian Unsur-Unsur TP yang didakwakan.
b. Pertanyaan harus relevan dan tidak berbelit-belit, bahasa dan isi pertanyaan harus
dipahami oleh Saksi;
c. Pertanyaannya tidak boleh bersifat “menjerat atau menjebak” Saksi;
10. Selama memeriksa Saksi, Hakim dapat menunjukkan barang bukti pada saksi guna
memastikan kebenaran yang berkaitan dengan barang bukti tersebut;
11. Setiap kali saksi selesai memberikan keterangan, Hakim Ketua menanyakan kepada
Terdakwa, bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut;
Pengajuan Alat Bukti lainnya guna mendukung argumentasi Penuntut Umum.

a) Hakim Ketua menanyakan apakah Penuntut Umum dan Terdakwa/Penasehat Hukum


masih mengajukan bukti-bukti lainnya seperti: Keterangan Ahli dan Surat serta
tambahan barang bukti yang ditemukan selama proses persidangan.
b) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukum mengatakan masih, maka tata cara pengajuan
bukti-bukti sama dengan yang dilakukan oleh Penuntut Umum.
c) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukum menyatakan bahwa semua bukti-bukti telah
diajukan, maka Hakim Ketua menyatakan bahwa acara selanjutnya adalah Pemeriksaan
Terdakwa.
 SAKSI adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Ps 1 butir 26 KUHAP);

 Keterangan Saksi adalah


Salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu
peristiwa pidana baik yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri ataupun
tidak dengan menyebutkan alasan dari pengetahuanya itu (Ps 1 butir 27 KUHAP);

 Pengertian tersebut di atas sudah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No.
65/PU-VIII/2010, menjadi:

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana baik yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri ataupun tidak.
Pemeriksaan Terdakwa

1) Hakim Ketua mempersilahkan Terdakwa untuk duduk di Kursi Pemeriksaan;


2) Terdakwa berpindah tempat dari Kursi Terdakwa menuju Kursi Pemeriksaan.
3) Hakim bertanya kepada Terdakwa apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan siap
menjalani pemeriksaan.
4) Hakim mengingatkan pada Terdakwa agar menjawab semua pertanyaan dengan jelas
dan tidak berbelit-beit sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan.
5) Hakim Ketua mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Terdakwa diikuti oleh
Hakim Anggota, Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum;
Majelis Hakim menunjukkan segala barang bukti dan menanyakan pada Terdakwa
apakah ia mengenal benda tersebut.
6) Selanjutnya Tata Cara Pemeriksaan kepada Terdakwa sama dengan Tata Cara
Pemeriksaan Saksi kecuali dalam hal sumpah.
7) Apabila Terdakwa lebih dari satu dan diperiksa secara bersama-sama dalam satu
perkara, maka pemeriksaan dilakukan satu persatu secara bergiliran;
Apabila terdapat ketidak-sesuaian jawaban di antara Terdakwa maka Hakim dapat
meng-cross-check-kan antara jawaban terdakwa yang satu dengan jawaban terdakwa
lain.
8) Setelah terdakwa selesai diperiksa maka Hakim Ketua menyatakan bahwa seluruh
rangkaian sidang pembuktian telah selesai dan selanjutnya Hakim Ketua memberi
kesempatan pada Penuntut Umum untuk mempersiapkan Surat Tuntutan Pidana
untuk diajukan pada hari sidang berikutnya.
SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN PIDANA, PEMBELAAN DAN
TANGGAPAN TANGGAPAN

4 a. Pembacaan Tuntutan Pidana (requisitor)


1) Setelah membuka Sidang, Hakim Ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini
adalah Pengajuan Tuntutan Pidana. Selanjutnya Hakim Ketua bertanya pada Jaksa
Penuntut Umum apakah siap mengajukan Tuntutan Pidana pada Sidang hari ini;
2) Apabila Penuntut Umum sudah siap mengajukan Tuntutan Pidana, maka Hakim
Ketua mempersilahkan JPU untuk membacakannya. Tata cara pembacaannya
sama dengan tata cara pembacaan Dakwaan;
3) Setelah selesai, Penuntut Umum menyerahkan Naskah Tuntutan Pidana (asli) pada
Hakim Ketua dan salinannya diserahkan kepada Terdakwa dan Penasehat Hukum;
4) Hakim Ketua bertanya kepada Terdakwa apakah terdakwa paham dengan isi Tuntutan
Pidana yang telah dibacakan oleh Penuntut Umum tadi;
5) Hakim Ketua bertanya pada Terdakwa/Penasehat Hukum apakah akan mengajukan
Pembelaan (pleidoo);
6) Apabila Terdakwa/Penasehat Hukum menyatakan akan mengajukan Pembelaan maka
Hakim Ketua memberikan kesempatan pada Terdakwa/Penasehat Hukum untuk
mempersiapkan Pembelaan.
SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN PIDANA, PEMBELAAN DAN
TANGGAPAN TANGGAPAN (lanjutan)

b. Pengajuan/Pembacaan Nota Pembelaan (pleidool)

1) Hakim Ketua bertanya kepada Terdakwa apakah mengajukan Pembelaan, jika


terdakwa mengajukan pembelaan terhada dirinya, maka hakim menanyakan apakah
terdakwa akan mengajukan sendiri atau telah menyerahkan sepenuhnya kepada
Penasehat Hukumnya.
2) Terdakwa mengajukan Pembelaan:
a) Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan maka pada umumnya
terdakwa mengemukakan pembelaan sambil tetap duduk di kursi pemeriksaan
dan isi pembelaan tersebut selain dicatat oleh Panitera Pengganti ke dalam Berita
Acara Pemeriksaan, juga dicatat oleh pihak yang berkepentingan termasuk hakim;
b) Apabila terdakwa mengajukannya secara tertulis, maka hakim dapat meminta agar
terdakwa membacakannya sambil berdiri di depan Kursi Pemeriksaan dan setelah
selesai dibaca Nota Pembelaan tersebut diserahkan pada hakim.
SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN PIDANA, PEMBELAAN DAN
TANGGAPAN TANGGAPAN (lanjutan)

3) Setelah terdakwa mengajukan pembalaannya atau jika terdakwa telah menyerahkan


sepenuhnya masalah pembelaaan terhadap dirinya kepada Penasehat Hukum,
Hakim Ketua bertanya kepada Penasehat Hukum, apakah telah siap dengan Nota
Pembelaannya;
4) Apabila telah siap, maka Hakim Ketua segera mempersilahkan Penasehat Hukum
untuk membacakan Pembelaannya. Caranya sama dengan cara pengajuan Eksepsi;
5) Setelah selesai. maka naskah asli Nota Pembelaan diserahkan kepada Hakim Ketua
dan salinannya diserahkan pada Terdakwa dan Penuntut Umum;
6) Selanjutnya Hakim Ketua bertanya pada Penuntut Umum apakah ia akan
mengajukan Jawaban (tanggapan) terhadap Pembelaan Terdakwa/Penasehat Hukum
(replik);
7) Apabila Penuntut Umum akan menanggapi Pembelaan Terdakwa/Penasehat Hukum
maka Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada Penuntut Umum untuk
mengajukan Replik.
SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN PIDANA, PEMBELAAN DAN
TANGGAPAN TANGGAPAN (lanjutan)

4 Pengajuan/pembacaan tanggapa-tanggapan(replik dan dupplik)


1) Apabila Penuntut Umum telah siap dengan Tanggapan terhadap Pembelaan maka Hakim
Ketua mempersilahkannya untuk membacakannya. Pembacaannya sama dengan
Pembacaan Requisitor;
2) Setelah selesai , Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada Terdakwa /Penasehat
Hukum untuk mengajukan Tanggapan atas Replik tersebut (duplik);
3) Apabila terdakwa/penasehat hukum telah siap dengan dupiknya maka Hakim Ketua
segera mempersilahkan pada Terdakwa/Penasehat Hukum untuk membacakannya.
Caranya sama dengan cara membaca Pembelaan;
4) Selanjutnya Hakim Ketua dapat memberi kesempatan pada Penuntut Umum untuk
mengajukan Tanggapan Sekali lagi (rereplik) dan atass tanggappan tersebut Terdakwa dan
Penasehat hukum juga diberi kesempatan untuk menanggapi;
5) Setelah selesai, Hakim Ketua bertanya kepada pihak yang hadir dalam persidangan
tersebut, apakah hal-hal yang akan diajukan dalam pemeriksaan. Apabila Penuntut
Umum, Terdakwa/Penasehat Hukum menganggap Pemeriksaan telah cukup, maka Hakim
Ketua menyatakan bahwa “pemeriksaan dinyatakan ditutup”.
6) Hakim Ketua menjelaskan bahwa acara sidang selanjutnya adalah Pembacaan Putusan,
oleh sebab itu guna mempersiapkan Konsep Putusannya Hakim meminta agar Sidang
ditunda beberapa waktu.
SIDANG PEMBACAAN PUTUSAN HAKIM

4
 Sebelum menjatuhkan Putusan, Hakim mempertimbangkan berdasarkan atas Surat
Dakwaan, segala sesuatu yang terbukti di Persidangan, Tuntutan Pidana, Pembelaan dan
Tanggapan-tanggapan.

 Apabila perkara ditangani oleh Majelis Hakim, maka dasar –dasar pertimbangan tersebut
harus dimusyawarahkan oleh Majelis Hakim.

 Setelah Naskah Putusan Siap di Bacakan , maka langkah selanjutnya adalah:


a) Hakim Ketua menjelaskan bahwa Acara Sidang hari ini adalah Pembacaan Putusan,
sebelum putusan dibacakan Hakim Ketua meminta agar para pihak yang hadir supaya
memperhatikan isi Putusan dengan seksama..
b) Hakim Ketua mulai membaca Isi Putusan. Tata caranya sama dengan Pembacaan Putusan
Sela. Apabila Naskah Putusan terlalu pajang maka boleh dibacakan oleh Hakim Anggota
secara bergantian.
c) Pada saat Hakim akan membaca amar Putusan (sebelum memulai
membaca/mengucapkan kata”mengadili”) Hakim Ketua memerintahkan agar Terdakwa
berdiri di tempat.
d) Setelah Amar Putusan dibacakan seluruhnya, Hakim Ketua Mengetuk Palu (1x) dan
mempersilahkan Terdakwa untuk duduk kembali
SIDANG PEMBACAAN PUTUSAN HAKIM

e) Hakim Ketua menjelaskan Isi Putusan secara singkat terutama yang berkaitan dengan
Amar Putusan hingga Terdakwa paham terhadap Putusan yang dijatuhkan kepadanya;
f) Hakim Ketua menjelaskan hak-hak para pihak terhadap putusan tersebut, selanjutnya
Hakim Ketua menawarkam kepada Terdakwa untuk menentukan sikapnya, apakah akan
menyatakan Menerima Putusan tersebut, menyatakan Menerima dan Mengajukan Grasi,
menyatakan Naik Banding atau menyatakan Pikir-Pikir, dalam hal ini Terdakwa dapat diberi
waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan Penasehat Hukumnya atau Terdakwa
mempercayakan haknya kepada Penasehat Hukumnya, hal yang sama juga ditawarkan
kepada Jaksa Penuntut Umum;
Jika Terdakwa/Penasehat Hukum Menyatakan Sikap Menerima, maka Hakim Ketua
meminta Terdakwa agar segera Menanda Tangani Berita Acara Pernyataan Menerima
Putusan yang telah disiapkan oleh Panitera pengganti.
Jika Terdakwa menyatakan Banding maka Terdakwa segera diminta untuk Menanda
Tangani Akta Permohonan Banding;
Jika Terdakwa/Penasehat Hukum Pikir-Pikir dulu, maka Hakim Ketua menjelaskan bahwa
Masa Pikir-Pikir diberika selama Tujuh Hari, apabila setelah Tujuh Hari Terdakwa tidak
menyatakan Sikap maka Terdakwa dianggap Menerima Putusan. Hal sama juga dilakukan
terhadap Penuntut Umum.
SIDANG PEMBACAAN PUTUSAN HAKIM

g) Apabila tidak ada hal-hal yang akan disampaikan lagi maka Hakim Ketua menyatakan
seluruh rangkaian Acara Persidangan Perkara Pidana yang Bersangkutan telah selesai dan
menyatakan Sidang ditutup. Tata caranya adalah: setelah mengucapkan kata kata
“....sidang dinyatakan di tutup” Hakim Ketua Mengetuk Palu sebanyak Tiga Kali;
h) Panitera Pengganti mengumumkan bahwa Majelis hakim akan meninggalkan Ruangan
Sidang dengan kata-kata (kurang lebih) sebagai berikut ”Hakim/Majelis Hakim akan
meninggalkan Ruang Sidang, hadirin dimohon untuk berdiri”.
i) Semua yang hadir di Ruangan Sidang tersebut berdiri termasuk JPU, Terdakwa/Penasehat
Hukum;
j) Hakim/Majelis Hakim meninggalkan Ruang Sidang melalui Pintu Khusus;
k) Para Pengunjung Sidang , Penuntut Umum, Penasehat Hukum dan Terdakwa berangsur-
angsur meninggalkan Ruang Sidang. Apabila Putusan menyatakan Terdakwa tetap ditahan,
maka pertama-tama keluar adalah Terdakwa dengan dikawal oleh petugas.
UPAYA HUKUM
(Pasal 214, Pasal 233 s/d Pasal 269 KUHAP)
3

 BIASA

1. Verzet diatur dalam Pasal 214 KUHAP


2. Banding diatur dalam Pasal 233 s/d Pasal 243 KUHAP
3. Kasasi diatur dalam Pasal Pasal 244 s/d Pasal 258 KUHAP

 LUAR BIASA

1. Kasasi Demi Kepentingan Hukum diatur dalam Pasal 259 s/d Pasal 262 KUHAP

2. Peninjaun Kembali (PK)/Herziening diatur dalam Pasal 263 s/d Pasal 269 KUHAP
PENGERTIAN DAN MAKSUD UPAYA HUKUM

 Upaya Hukum = Hak terdakwa atau PU untuk tidak menerima putusan pengadilan
yang berupa Perlawanan atau Banding atau Kasasi atau hak terpidana
untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam KUHAP (Pasal 1 butir 12 KUHAP).

 Maksud adanya Upaya Hukum =


a. Untuk memperbaiki kesalahan yang diperbuat oleh instansi pengadilan yang lebih
rendah;
b. Untuk kesatuan dalam peradilan.

 Sehingga dengan adanya Upaya Hukum, ada jaminan baik Terdakwa maupun
masyarakat bahwa Peradilan baik menurut fakta dan hukum adalah benar dan
sejauh mungkin seragam.
 VERZET (PERLAWANAN) adalah Upaya hukum untuk melawan Putusan
Pengadilan yang dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa (verstek) yang
berupa Putusan Pidana Perampasan hilang kemerdekaan.

◈ Yang berhak mengajukan Verzet adalah Terdakwa.


◈ Tenggang waktu mengajukan Verzet adalah 7 hari.
◈ Apabila setelah mengajukan Verzet, putusan tetap berupa pidana hilang
kemerdekaan, maka terdakwa dapat mengajukan banding.
 Banding adalah Upaya hukum berupa penolakan/keberatan yang diajukan
oleh terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum atas Putusan Pengadilan Negeri.

 Menurut Pasal 87 KUHAP, Pengadilan Tinggi berwenang mengadili perkara yang


diputus oleh Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan Banding.

 Pengadilan Tinggi dalam memeriksa perkara Banding, akan memeriksa kembali semua
fakta-fakta yang ada sehingga Pengadilan Tinggi sering disebut Judex factie.

 Pengadilan Negeri & Pengadilan Tinggi sebagai Judex Factic

 Mahkamah Agung sebagai Judex Juris


 Jenis Putusan Pengadilan Negeri yang tidak dapat dimintakan Banding =
1. Putusan yang mengandung Pembebasan;
2. Putusan yang mengandung Pelepasan Dari Semua Tuntutan Hukum
yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum;
3. Putusan Pengadilan Dalam Acara Cepat Berupa Pidana Bukan Hilang
Kemerdekaan (Pasal 67 juncto Pasal 205 ayat (3) KUHAP).

 Ratio Putusan Bebas tidak dapat dimintakan Banding adalah bahwa Putusan
Pembebasan tersebut oleh terdakwa dirasa sebagai suatu hak yang diperoleh
yang tidak boleh digangu-gugat.
 Cara Mengajukan Banding
◈ Permohonan Banding diajukan kepada Pengadilan Tinggi melalui Panitera Pengadilan Negeri
yang memutus perkara;
◈ Permohonan diajukan paling lambat 7 hari setelah putusan dijatuhkan
◈ Permohonan Banding dapat disertakan Memori Banding yang berisi uraian tentang alasan-
alasan yang diajukan sebagai dasar mengajukan Banding.
◈ Permohonan pemeriksaan Banding ini selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak
diajukan harus sudah dikirim ke PT oleh Panitera;
◈ Terdakwa dapat mempelajari berkas perkara di PN selama 7 hari sebelum dikirim ke PT
(inzage)

 Permohonan Banding dapat dicabut kembali sepanjang perkara belum diputus dalam tingkat
Banding, dan permohonan Banding yang sudah dicabut tidak dapat diajukan lagi (Ps 235 ayat
(1) KUHAP).

 Putusan Pengadilan Tinggi berupa :


1. Menguatkan Putusan PN;
2. Mengubah Putusan PN;
3. Membatalkan Putusan PN, dan mengadakan Putusan Sendiri.
 Kasasi artinya Pembatalan

 Menurut sejarahnya lembaga Kasasi berasal dari Perancis;

 Pada mulanya Kasasi diadakan dengan tujuan agar jangan sampai terjadi pelanggaran
terhadap hukum khususnya baik mengenai Prosedur Peradilan maupun isi Keputusan
Hakim.

 Maksud dari Kasasi ialah agar putusan terakhir yang bertentangan dengan hukum
dapat dibatalkan.

 Azas dan tujuannya ialah untuk menjamin kesatuan di dalam penerapan hukum
pidana.
 Pemeriksaan Kasasi diatur dalam Pasal 244 s/d 258 KUHAP;

 Sedangkan dasar hukum Kasasi adalah Pasal 20 ayat (2) UU No. 48


Tahun 2009 menentukan : “terhadap putusan-putusan yang diberikan
tingkat terakhir oleh pengadilan-pengadilan lain daripada Mahkamah
Agung, Kasasi dapat dimintakan pada Mahkamah Agung.

 Baik KUHAP maupun UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan


Kehakiman tidak merumuskan apa yang dimaksud tentang Kasasi.

 Apa yang dimaksud dengan Kasasi dapat dipelajari dari isi Pasal 16 UU
No. 1 Tahun 50 tentang Mahkamah Agung yaitu sebagai berikut:
“Mahkamah Agung dapat melakukan Kasasi yaitu pembatalan atas
putusan pengadilan-pengadilan lain dalam peradilan yang terakhir”
Alasan Mengajukan Kasasi menurut Pasal 252 ayat (2) KUHAP
untuk menguji:

1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak ditetapkan atau ditetapkan


tidak sebagaimana mestinya;
2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang;
3. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
 Menurut Pasal 248 KUHAP:
(1) Pemohon Kasasi wajib mengajukan Memori Kasasi yang memuat Alasan Permohonan
Kasasinya dan dalam waktu Empat Belas Hari setelah mengajukan permohonan
tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia
memberikan surat tanda terima.
(2) Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum,
panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah
alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan
memori kasasinya.
(3) Alasan yang tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 253 ayat (l) undang-undang ini.
(4) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon
terlambat menyerahkan Memori Kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan
kasasi gugur.
(5) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (3) berlaku juga untuk ayat (4)
pasal ini.
(6) Tembusan Memori Kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera
disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan Kontra
Memori Kasasi.
(7) Dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera menyampaikan
tembusan Kontra Memori Kasasi kepada pihak yang semula mengajukan Memori Kasasi.
 Kasasi Demi Kepentingan Hukum (Pasal 259 – 262 KUHAP)
 Karakteristiknya:

1. Tujuan, guna Kepentingan Hukum;


2. Putusan telah mempunyai Kekuatan Hukum Tetap;
3. Dilakukan oleh hanya Jaksa Agung;
4. Putusannya tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
 Peninjauan Kembali (PK/Herziening) Pasal 263 – 269 KUHAP
 Alasan Peninjauan Kembali (Pasal 263 ayat (2) KUHAP:
Apabila terdapat Keadaan Baru (Novum) yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan
berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan;

 Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,
akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah
terbukti itu ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

 Apabila Putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu Kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
 Permintaan PK oleh pemohon diajukan kepada Panitera Pengadilan yang telah
memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas
alasannya (Pasal 264 ayat 1);
 Permintaan PK tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu (Pasal 264 ayat 2);
 Apabila Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan PK dapat diterima untuk
diperiksa, maka berlaku ketentuan sbb:
 Apabila MA tidak membenarkan alasan pemohon, MA menolak permintaan PK dengan
menetapkan bahwa putusan yang dimintakan PK itu tetap berlaku disertai dasar
pertimbangannya;
 Apabila MA membenarkan alasan pemohon, MA membatalkan putusan yang
dimintakan PK dan menjatuhkan putusan dapat berupa:
1. Putusan Bebas;
2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum;
3. Putusan Tidak Dapat Menerima Tuntutan Penuntut Umum;
4. Putusan Dengan Menerapkan Ketentuan Pidana yang lebih ringan.

 Catatan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam Putusan PK tidak boleh melebihi pidana
yang telah dijatuhkan dalam Putusan Semula (Psl 266 ayat 2 & 3 KUHAP).
 Berkaitan dengan ketentuan Peninjauan Kembali (PK) tersebut, maka menurut :

 Pasal 24 UU No. 48 Tahun 2009 bahwa:

 Terhadap Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap, pihak-
pihak yang bersangkutan dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah
Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-
undang;

 Terhadap Putusan Peninjauan Kembali tidak dapat dilakukan Peninjauan Kembali.


 Contoh Kasus Perkara Peninjaun Kembali

 Praktik Birokrasi Peradilan Pidana di Pengadilan Negeri Tanjungkarang dalam Perkara


Pidana No. 224/Pid/B/1989/PN.TK Juncto No.43/Pid/B/1990/PT.TK Juncto No. 2060K/
Pid/1990.
 Putusan dalam perkara-perkara ini menimbulkan kerugian terhadap terdakwa
dikarenakan dengan adanya Pemisahan Perkara berakibat terdakwa dijatuhi hukuman
selama 35 tahun.
 Putusan ini melebihi maksimal lamanya pidana penjara yaitu 20 tahun sebagaimana
diatur dalam Pasal 12 ayat (4) dan Pasal 71 KUHP.
 Putusan ini telah diperbaiki oleh Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Peninjauan
Kembali No. 31 PK/Pid/1999, dengan pertimbangan hukumnya bahwa hakim telah
membuat kekeliruan yang nyata.
SEKIAN & TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai