PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1|Hukum Internasional
diplomatik dengan negara atau pemerintah yang diakui itu dianggap perlu
untuk dipertahankan. Oleh karena itu penulis berupaya untuk menjelaskan
lebih lanjut mengenai pengakuan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pengakuan secara umum ?
2. Bagaimana pengakuan de facto dan de juro ?
3. Bagaimana akibat hukum dari pengakuan ?
4. Bagaimana pengakuan terhadap insurgent dan belligerent ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian pengakuan secara umum .
2. Mengerti pengakuan de facto dan de jure.
3. Mengerti akibat hukum dari sebuah pengakuan .
4. Mengetahui terhadap insurgent dan belligerent .
2|Hukum Internasional
BAB II
PEMBAHASAN
1
Setyo Widagdo, Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik, Bayu Media Publishing,
Malang 2008, hal.220
2
Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, Alumni, Bandung 2000, hal 60.
3
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta 2004, hal
177
3|Hukum Internasional
pembebasan bangsa, pengakuan atas wilayah, traktat baru dan lain-lain. ada
juga pengakuan yang diberikan secara terang-erangan dan secara diam-diam,
4
dan terakhir adalah pengakuan secara de jure dan de facto.
4
John O’Brien, International law, Cavendish, London 2001, hal 170
4|Hukum Internasional
Pengakuan negara sekai diberikan akan tetap ada walaupun bentuk negara
mengalami perubaha dan meskipun pemerintahannya sering berganti.
Revolusi-revolusi adalah persoalan interm suatu negara dan hukum
intemasional hanya ikut campur apabila terjadi pelanggaran terhadap
perjanjian-perjanjan Internasional atau pelanggaran dari hak-hak yang telah
diperoleh negara ketiga. Itu adalah prinsip kontunuitas suatu negara.5
1. Kesatuan Politik (baik berupa negara ataupun pemerintah) itu tidak dapat
dibawa kedepan pengadilan negara yang tidak mengakuinya. Asas ini termuat
dalam diktum keputusan Pengadilan Tinggi New York, dalam perkara
5
Anthony R. Mauna, skripsi. Pombukaan Hubungan Diplomatk Indonesia Mesir tahun 1947
Latar Beakang dan Frospek. Unhareltas Nasicnal, FISIP, 1997,hlm 95
6
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta 2004, hal
192
7
Fred Isjwara, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung 1972, hal 76-77
5|Hukum Internasional
”Russian Socialist Federal Soviet Republic Vs Cibrario”. Tindakan kesatuan
politik yang tidak diakui itu pada umumnya tidak menimbulkan akibat-akibat
yang lazim diberikan menurut komitas (kehormatan)
2. Wakil dari negara yang belum diakui tidak dapat menuntut imunitas dalam
perkara hukum.
3. Harta milik negara yang tidak diakui dapat dimiliki oleh wakil rezim yang
ditumbangkan.
a. Pengakuan adalah suatu kebijaksanaan individual dan dalam hal ini negara-
negara bebas untuk mengakui suatu negara tanpa harus memperhatikan sikap
negara-negara lain.
2) Belanda baru mengakui Belgia pada tahun 1838 setelah negara tersebut
merdeka pada tahun 1831
8
Budiyanto, “Analisis Kewajiban Negara Untuk Mengakui dan Diakui dalam Konteks Pengakuan
Negara dalam Hukum Internasional” Jurnal Universitas Negeri Semarang 2017, Hlm 10
6|Hukum Internasional
3) Amerika Serikat mengakui Israel hanya beberapa jam setelah negara
tersebut lahir tanggal 14 Mei 1948
Perlu kiranya dicatat bahwa pengakuan negara hanya dilakukan satu kali.
Perubahan bentuk suatu negara tidak akan mengubah statusnya sebagai
negara. Perancis misalnya yang dari tahun 1791 sampai tahun 1875beberapa
kali berubah, dari kerajaan, republik, kekaisaran, kembali ke kerajaan dan
republik dengan pembentukan Republik III pada tahun 1875, Republik IV
tahun 1941, dan semenjak tahun 1958 Republik V tetap merupakan negara
Perancis dengan hak-hak dan kewajiban yang sama sebagai subjek hukum
internasional dan yang tidak memerlukan lagi pengakuan sebagai negara.
7|Hukum Internasional
Apabila pemberontakan insurgent semakin memperlihatkan
perkembangan yang signifikan, meliputi wilayah yang semakin luas dan
menunjukkan kecenderungan pengorganisasian semakin teratur serta telah
menduduki beberapa wilayah dalam satu negara secara efektif, maka hal
ini menunjukkan pemberontak telah berkuasa secara de facto atas
beberapa wilayah. Menurut hukum internasional tahapan tersebut
mengindikasikan keadaan pemberontakan telah mencapai tahap
belligerent.
Setiap pemberontak (insurgent) tidak dapat disebut sebagai
belligerent karena untuk dapat diakui sebagai belligerent sebagai subjek
hukum internasional harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut:
1. Pemberontakan telah terorganisasi dalam satu kekuasaan
yang benar-benar bertanggungjawab atas tindakan
bawahannya dan memiliki organisasi pemerintahan nya
sendiri;
2. Pemberontak mempunyai kontrol efektif secara de facto
dalam penguasaan atas beberapa wilayah;
3. Pemberontak menaati hukum dan kebiasaan perang (seperti
melindungi penduduk sipil dan membedakan diri dari
penduduk sipil) serta memiliki seragam dengan tanda-tanda
khusus sebagai peralatan militer yang cukup.
8|Hukum Internasional
pelanggaran hukum internasional.
Apabila tahap pemberontakan yang terdapat di dalam suatu negara
telah mencapai tahap belligerent, memungkinkan adanya negara lain yang
mengakui kedudukan pemberontak. Pemberontakan yang telah dianggap
memiliki kapasitas untuk memunculkan konflik, menjadikan beberapa
negara mengakui keeksistensiannya, didasarkan pada munculnya
pemberontak sebagai dasar mereka untuk berdiri sendiri seiring dengan
kehendak sendiri.
Namun dalam pengertian lain, apabila suatu negara memberikan
pengakuan terhadap pemberontak sebagai belligerent, sementara
pemberontak tersebut sebenarnya tidak memenuhi persyaratan, maka
pengakuan negara asing tersebut dapat dianggap sebagai campur tangan
terhadap suatu negara yang sedang menangani pemberontakan di dalam
wilayahnya, dan hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum
internasional.
9|Hukum Internasional
PLO yang diselenggarakan di Kairo pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1968
pada peremuan Dewan Nasional Palestina, yang tertuang dalam Pasal 9
Piagam PLO.
PLO telah mendapat pengakuan dari dunia internasional dengan
mendapatkan status peninjau di Sidang Umum PBB pada tahun 1974.
Dengan pengakuan terhadap Palestina, maka diberikan terhadapnya hak-
hak dan privilese tambahan, termasuk hak untuk ikut serta dalam
perdebatan umum yang diadakandalam setiap sesi Sidang Umum, hak
untuk menjawab, hak untuk mensponsori resolusi khususnya terkait
masalah Palestina dan Timur Tengah, sehingga PLO menjadi belligerent
yang diakui keberadaannya.
Keberadaan pemberontak dalam perangkat hukum internasional
terdapat dalam Konvensi Wina 1969 yaitu perjanjian yang turut
merumuskan atau mengkodifikasikan hukum-hukum kebiasaan
internasional dalam bidang kesepakatan maupun perjanjian. Konvensi
Wina 1969 mengatur pengembangan secara progresif hukum internasional
tentang perjanjian dan turut mengakui eksistensi hukum kebiasaan
internasional tentang perjanjian, khususnya persoalan-persoalan yang
belum diatur sebelumnya dalam Konvensi Wina.
Konvensi Wina 1969 diterima dan diakui oleh dunia internasional
sebagai norma-norma yang tidak bisa dikurangi atau dibatalkan dengan
alasan apapun juga meskipun negara dalam keadaan perang. Hal ini sesuai
dengan pengertian jus Cogens terdapat dalam Bagian V Konvensi Wina
paa rumusan Pasal 53 dinyatakan sebagai berikut:
“.....a premptory norm of general international law is norm
accepted and recognized by the international community of states as whole
as norm from modified only by a subsequent norm of general international
law having the same character” (sebagai suatu norma yang diterima dan
diakui oleh masyarakat internasional secara keseluruhan,sebagai norma
yang tidak dapat dilanggar dan hanya dapat diubah oleh suatu norma dasar
hukum internasional umum yang baru yang mempunyai sifat yang sama).
10 | H u k u m I n t e r n a s i o n a l
umum yang dapat ditafsirkan sebagai public policy dalam pengertian
hukum nasional. Pemberontak sendiri merupakan gejolak yang terjadi
dalam sebuah negara yang penanganan nya diatur secara nasional. Lord
McNair menggunakan Jus Cogens sebagai ketentuan-ketentuan hukum
kebiasaan internasional yang berada dalam suatu kategori hukum yang
lebih tinggi dan ketentuan-ketentuan mana yang tidak dapat
dikesampingkan atau diubah oleh negara-negara yang membuat perjanjian.
Selanjutnya diberi ketentuan yang telah diterima baik secara tegas dan
aturan yang lebih penting untuk melindungi kepentingan masyarakat
umum internasional, seperti ketentuan-ketentuan mengenai perang agresi,
hukum mengenai genocide (larangan untuk membunuh massal),
ketentuan-ketentuan mengenai perbudakan, pembajakan, tindakan-
tindakan yang tergolong dalam ranah kriminal terhadap kemanusiaan, juga
mengenai ketentuan prinsip untuk menentukan nasib sendiri juga
mengenai hak-hak asasi manusia.
Dengan kata lain, norma-norma dalam instrumen internasional
yang masuk dalam kategori Jus Cogens, yaitu kejahatan kemanusiaan,
kejahatan perang, genocida, dan piracy atau piracies.
Selanjutnya premptory norm mewakili prinsip yang paling dasar
dari hukum humaniter dalam keadaan berperang. Premptory norm sebagai
bagian dari hukum internasional, juga mengikat individu, selain negara,
termasuk kaum pemberontak, sehingga implikasinya pemberontak juga
merupakan bagian subjek dari Konvensi Wina 1969.9
9
Bima Ari Putri Wijata, “Insurgency and Belligerency”, pustaka orbit Semarang, 2013, hal 12
11 | H u k u m I n t e r n a s i o n a l
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. pengakuan ialah perbuatan politik dimana suatu Negara menunjukan
kesediaannya untuk mengakui suatu situasi fakta dan menerima akibat
hukum dari pengakuan tersebut. maka pengakuan berguna untuk
menjamin bahwa suatu Negara baru dapat menduduki tempatnya yang
wajar sebagai suatu organisme politik yang merdeka dan berdaulat
ditengah keluarga bangsa-bangsa sehingga ia dapat mengadakan
berbagai hubungan dengan negara-negara lain secara aman dan
sempurna, tanpa khawatir kedudukanya sebagai kesatuan politik itu
akan diganggu oleh negara-negara yang telah ada
2. gak paham isinya terlalu banyak thypoh
3. Pengakuan menimbulkan akibat-akibat atau konsekuensi hukum yang
menyangkut hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan privilege-privelege
dari negara atau pemerintah yang diakui baik menurut hukum
internasional maupun menurut hukum nasional negara yang
memberikan Pengakuan. Dengan demikian Sejak adanya pengakuan
dari negara-negara lain, negara atau pemerintah baru yang
bersangkutan diwajibkan memenuhi kewajiban internasionalnya.
12 | H u k u m I n t e r n a s i o n a l
B. Saran .
Demikian lah yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih ada kekurangan dan
kelemahan, karena terbatas pengetahuan . Kami selaku penulis makalah ini
banyak berharap para pembaca yang budiman sekiranya memberikan saran
dan keritik yang membangun kepada kami selaku penulis makalah ini demi
kesempurnaannya makalah ini . Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembacayang budiman pada umumnya.
13 | H u k u m I n t e r n a s i o n a l
DAFTAR PUSTAKA
Bima Ari Putri Wijata, “Insurgency and Belligerency”, pustaka orbit Semarang,
2013.
Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Alumni, Bandung 2000.
Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 6 No. 1 Januari-April 2012. Di akses
pada tanggal 4 mei 2019.
14 | H u k u m I n t e r n a s i o n a l