Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Hukum Adat Menurut Ahli

Pembahasan Mengenai Pengertian Hukum Adat


Hai Pembaca, Kali ini Informasi Ahli akan membahas mengenai pengertian
hukum adat menurut ahli.

Menurut Bushar Muhmmad, Pengertian Hukum Adat adalah seluruh


peraturan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan dengan penuh
wibawa yang dalam pelaksanaannya “diterapkan begitu saja”, artinya
tanpa adanya keseluruhan peraturan yang dalam kelahirannya dinyatakan
mengikat sama sekali.

Ter Haar mengatakan bahwa hukum adat itu mengabaikan bagian-


bagiannya yang tertulis yang terdiri dari peraturan-peraturan desa, surat-
surat perintah raja, adalah keseluruhan peraturan- peraturan yang
menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionir hukum (dalam arti
luas). Keputusan tersebut memiliki kekuatan wibawa (macht) serta
pengaruh (invloed) yang dalam pelaksanaannya berlaku dengan serta
merta (spontan) dan tidak seorangpun yang berani membangkang.
Pelaksanaannya dipenuhi secara sungguh-sungguh tanpa pilih kasih.

Wajar jika kemudian tidak ditemukan adanya kitab tertulis yang disebar
secara resmi. Hukum adat yang berlaku itu hanya dapat diketahui dan
dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum itu,
bukan saja hakim tetapi juga kepala adat, rapat desa, wali tanah, petugas-
petugas di lapangan agama, petugas-petugas desa lainnya. Keputusan itu
bukan hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi, tetapi juga
diluar itu, berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani
dan hidup kemasyarakatan angota-anggota persekutuan itu.

Soekanto dalam bukunya Meninjau Hukum Adat Indonesia,


mengemukakan bahwa “kompleks adat-adat inilah yang kebanyakan tidak
dikitabkan, tidak dikodifisir “ongecodificeerd” dan bersifat paksaan
“dwang“, mempunyai sanksi (dari hukum itu), jadi mempunyai akibat
hukum “rechtsgevolg“, kompleks ini disebut hukum adat “adatrecht”.

Dengan demikian, hukum adat itu merupakan keseluruhan adat (yang tidak
tertulis) dan hidup dalam masyarakat bempa kesusilaan, kebiasaan dan
kelaziman yang mempunyai akibat hukum.

Menurut Hazairin, Pengertian Hukum Adat adalah renapan kesusilaan


dalam masyarakat, yaitu bahwa kaidah-kaidah adat itu berupa kaidah-
kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum
dalam masyarakat itu yang dibuktikan dengan kepatuhannya terhadap
kaidah-kaidah tersebut.

Dalam pidato inaugurasinya yang berjudul Kesusilaan dan Hukum, Hazairin


mengatakan bahwa seluruh lapangan hukum mempunyai hubungan
dengan kesusilaan, langsung ataupun tidak langsung. Dengan demikian
maka dalam sistem hukum yang sempurna tidak ada tempat bagi sesuatu
yang tidak selaras atau bertentangan dengan kesusilaan.

Sekian dari informasi ahli mengenai pengertian hukum adat menurut ahli,
semoga tulisan informasi ahli mengenai pengertian hukum adat menurut
ahli dapat bermanfaat.
Sumber : Tulisan Informasi Ahli :
– A. Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat : Dulu, Kini dan Akan
Datang. Yang Menerbitkan Pelita Pustaka : Jakarta.
Ciri Ciri Hukum Adat
Pembahasan Mengenai Ciri Ciri Hukum Adat
Hai Pembaca, Kali ini Informasi Ahli akan membahas mengenai ciri ciri
hukum adat.

Van Vollenhoven memisahkan adat (yaitu adat yang tanpa akibat


hukum) dari hukum adat (yaitu adat yang mempunyai akibat hukum).
Dengan demikian kita dapat dibedakan dua ciri ciri hukum adat, yaitu :
adat yang bersanksi dan yang tidak dikodifikasikan. Dalam kaitan
ini, Soepomo membedakan antara sistem hukum adat dari sistem hukum
barat Secara tersirat ciri-ciri hukum adat di dalamnya dikatakan
sebagai berikut :

1. Hukum barat mengenal zakelijke rechten “yaitu hak atas suatu barang
yang berlaku terhadap setiap orang” dan persoonlijke rechten “yaitu hak
yang bersifat perorangan terhadap suatu objek”, sedangkan hukum adat
tidak mengenal pembagian ke dalam dua jenis hak tersebut.

2. Hukum barat dibedakan antara publiek recht dan privaatrecht,


sedangkan perbedaan demikian tidak dikenal dalam hukum adat. Jika
terdapat perbedaan seperti itu, maka batas-batas kedua lapangan hukum
itu juga berbeda pada kedua sistem hukum itu.

Pelanggaran hukum dalam sistem hukum barat dibedakan menjadi yang


bersifat pidana dan pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam
lapangan perdata sehingga masing-masing sistem harus ditangani oleh
hakim yang berbeda juga. Perbedaan demikian tidak dikenal dalam hukum
adat, setiap pelanggaran hukum adat memerlukan pembetulan hukum
dengan adat reaksi yang ditetapkan oleh hakim (kepala adat).

Sistem hukum adat inilah yang berlaku di seluruh Nusantara sejak orang-
orang Belanda belum dan sesudah menapakkan kakinya di Nusantara.
Sebagai suatu sistem, meskipun berbeda dengan sistem hukum barat
sebagaimana perbedaannya antara lain diungkapkan oleh Soepomo pada
wacana di atas, hukum adat juga mempunyai aspek-aspek hukum perdata,
pidana, tata negara, bahkan hukum internasional. Amier
Sjariffudin mengatakan bahwa sebagai suatu sistem, hukum adat
mempunyai asas-asas yang sama, akan tetapi mempunyai perbedaan
corak hukum yang bersifat lokal.

Mengacu pada adanya perbedaan corak antara Hukum Adat dengan


Hukum Barat sehingga Van Vollenhoven membagi lingkungan hukum
adat (adatrechtskringen) atas 19, dan dari kesembilan belas itu dirinci lagi
atas beberapa kukuban hukum (rechtsgouwen). Pembagian lingkungan
hukum adat itu diutamakan, karena diperlukan sebagai petunjuk arah agar
hukum adat di seluruh Indonesia dapat dipahami dan ditaksir dengan baik.
Dalam kalimat Van Vollenhoven sendiri, pernyataan tersebut
dikemukakan sebagai berikut:

“Spreekt het dus vanzelf dat een richtige aanwijzitig van de verschillende
rechtskringen eerst geschieden kan ah het adatrecht overall in Indie goed
doorzocht en goeil getaxeerd zal zijn, voorshands schijnt een indeeling in
negentien zulke kringen zich aan te bevelen“.

Menurut Vollenhoven, pada masa Verenigdc Oost-Indiesche


Compagnie (disingkat: V.O.C.) yang didirikan di Negeri Belanda (20 Maret
1602) dengan hak oktroi, hubungan hukum dengan orang-orang di
Nusantara tetap menggunakan hukum adat.

Sekian dari informasi ahli mengenai ciri ciri hukum adat, semoga tulisan
informasi ahli mengenai ciri ciri hukum adat dapat bermanfaat.
Sumber : Tulisan Informasi Ahli :
– A. Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat : Dulu, Kini dan Akan
Datang. Yang Menerbitkan Pelita Pustaka : Jakarta.
Hukum Adat Sebagai Sistem
Pengendalian Sosial
Pembahasan Mengenai Hukum Adat Sebagai Sistem Pengendalian
Sosial
Hai Pembaca, Kali ini Informasi Ahli akan membahas mengenai hukum adat
sebagai sistem pengendalian sosial.

Pengertian Pengendalian Sosial adalah merupakan suatu mekanisme


untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan
masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang
berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu
meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang atau
membangkang. Hukum Adat sebagai sistem pengendalian sosial telah
memberikan perannya dalam rangka terciptanya keteraturan masyarakat.
Di sinilah pentingnya keberadaan hukum Adat sebagai sistem pengendalian
sosial yang diharapkan agar anggota masyarakat mematuhi norma norma
sosial sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat


bersedia menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan
bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi,
berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu
merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang
akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang
berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang orang tertentu yang sengaja
melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau
kelompoknya.

Untuk maksud tersebut, dikenal beberapa jenis pengendalian.


Penggolongan ini dibuat menurut sudut pandang dari mana seseorang
melihat pengawasan tersebut.

1. Pengendalian Preventif

Pengendalian preventif merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum


terjadinya pelanggaran atau dalam versi “mengancam sanksi” atau usaha
pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai.
Jadi, usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif dilakukan sebelum
terjadi penyimpangan.

2. Pengendalian Represif

Pengendalian represif merupakan kontrol sosial yang dilakukan setelah


terjadi pelanggaran dengan maksud hendak memulihkan keadaan agar
bisa berjalan seperti semula dengan dijalankan di dalam versi
“menjatuhkan atau membebankan, sanksi”. Pengendalian ini berfungsi
untuk mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya
pelanggaran norma atau perilaku meyimpang. Untuk mengembalikan
keadaan seperti semula, perlu diadakan pemulihan. Jadi, pengendalian
disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang
tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi
norma norma sosial.

3. Pengendalian Sosial Gabungan

Pengendalian Sosial Gabungan adalah usaha yang bertujuan untuk


mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan
penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma norma sosial (represif).
Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif ini
dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma
norma dan kalaupun terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan
yang bersangkutan maupun orang lain.

4. Pengendalian Resmi (Formal)

Pengendalian resmi ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan


oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun agama.

5. Pengawasan Tidak Resmi (Informal)

Pengawasan tidak resmi dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan


peraturan yang tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan tidak resmi karena
peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas, tidak ditemukan dalam
hukum tertulis tetapi hanya diingatkan oleh warga masyarakat.

6. Pengendalian Institusional

Pengendalian institusional adalah pengaruh yang datang dari suatu pola


kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan
dan kaidah kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota
lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga
tersebut.

7. Pengendalian Berpribadi

Pengendalian Berpribadi adalah pengaruh baik atau buruk yang datang dari
orang tertentu. Artinya tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan
silsilah dan riwayat hidupnya, dan teristimewa ajarannya juga dikenal.

Menurut Professor Koentjaraningrat, terdapat lima macam fungsi


pengendalian sosial, yaitu :

a. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.

b. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.


c. Mengembangkan rasa malu.

d. Mengembangkan rasa takut.

e. Menciptakan sistem hukum.

Kontrol sosial dalam arti mengendalikan tingkah pekerti warga masyarakat


agar selalu tetap konform dengan keharusan-keharusan norma hampir
selalu dijalankan dengan bersarankan kekuatan sanksi (sarana yang lain:
pemberian incentive positif). Adapun yang dimaksud dengan sanksi dalam
sosiologi ialah sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja
dibebankan oleh masyarakat kepada seorang warga masyarakat yang
terbukti melanggar atau menyimpangi keharusan norma sosial, dengan
tujuan agar warga masyarakat ini kelak tidak lagi melakukan pelanggaran
dan penyimpangan terhadap norma tersebut.

Ada tiga jenis sanksi yang digunakan di dalam usaha usaha


pelaksanaan kontrol sosial ini, yaitu :

a. Sanksi yang bersifat fisik,

b. Sanksi yang bersifat psikologik, dan

c. Sanksi yang bersifat ekonomik.

Pada praktiknya, ketiga jenis sanksi tersebut di atas itu sering kali terpaksa
diterapkan secara bersamaan tanpa bisa dipisah-pisahkan, misalnya kalau
seorang hakim menjatuhkan pidana penjara kepada seorang terdakwa; ini
berarti bahwa sekaligus terdakwa tersebut dikenai sanksi fisik (karena
dirampas kebebasan fisiknya), sanksi psikologik (karena terasakan olehnya
adanya perasaan aib dan malu menjadi orang hukuman), dan sanksi
ekonomik (karena dilenyapkan kesempatan meneruskan pekerjaannya
guna menghasilkan uang dan kekayaan).
Berikut ini adalah cara-cara yang dapat dilakukan dalam
pengendalian sosial masyarakat, yaitu :

a. Pengendalian Lisan (Pengendalian Sosial Persuasif). Pengendalian lisan


diberikan dengan menggunakan bahasa lisan guna mengajak anggota
kelompok sosial untuk mengikuti peraturan yang berlaku.

b. Pengendalian Simbolik (Pengendalian Sosial Persuasif). Pengendalian


simbolik merupakan pengendalian yang dilakukan dengan melalui gambar,
tulisan, iklan, dan lain-lain. Contoh : Spanduk, poster, Rambu Lalu Lintas.

c. Pengendalian Kekerasan (Pengendalian Koersif). Pengendalian melalui


cara cara kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat
si pelanggar jera dan membuatnya tidak berani melakukan kesalahan yang
sama. Contohnya seperti main hakim sendiri.

Sistem pengendalian sosial mengandung unsur unsur seperti mengatur,


memaksakan dan bahkan dipatuhi oleh mayarakat. Nilai nilai itulah yang
dikenal dalam hukum adat sebagai pengendali sosial yang diyakini sangat
kuat menjaga kestabilan dan keserasian akan setiap perubahan perubahan
yang terjadi.

Menurut Roucek & Warren, sistem pengendalian sosial itu meliputi hal-
hal sebabagai berikut:

a. Formal social control yang pertama menunjuk pada tata cara yang
dibentuk oleh badan badan resmi, tata cara yang mana dapat dipaksa akan
berlakunya. Pada yang kedua, daya berlakunya senantiasa tergantung
pada kenyataan apakah warga masyarakat mengakuinya atau tidak serta
menyukainya atau tidak.

b. Primary group control dan secondary group control. Primari group


control lazimnya diterapkan didalani kelompok kelompok kecil (yaitu
kelompok utama atau primary group) yang anggota-anggotanya saling
kenal mengenal. Kelompok tersebut biasanya menpunyai pengaruh yang
besar terhadap anggota- anggotanya. Pada kelompok sekunder,
pengendalian sosial dilakukan melalui peraturan peraturan formal.
c. Regulative social control dan suggestive social control. Regulative social
control lebih menekankan pada perintah-perintah atau larangan-larangan;
sedangkan suggestive social control lebih menekankan pada cara cara yang
persuasif kooperatif.

d. External control dan internal control dari luar diri manusia sebagai
pribadi, misalnya yang datangnya dari masyrakat atau kelompok. Internal
control datangnya dari diri pribadi, yaitu usaha untuk mengekang atau
mengendalikan diri sendiri.

e. Passive social control dan active social control, Edwin Mlemert


menjelaskan sebagai berikut ini :

“The distinctions pivotal one for our purposes,makes passive control an


aspect of comformity to traditional norms,active social control,on other
band,is a process for the implementation of goals and values, the former
has to do with the maintenance of social order, the latter with emergent
social integration .More spedsely stated, active social control is a continuos
process by which values are consciously exami mined,decisions made as to
those values which should be dominanand collective action taken to that
end.Whileit has individual aspects it is more tyipically a function of group
interaction.“

Pengendalian sosial dapat berwujud sebagai preventif yang bertujuan


untuk mencegah penyimpangan penyimpangan dalam masyarakat.
Sedangkan represif lebih pada tujuannya memulihkan keadaan yang
dianggap baik dengan penerapan sanksi sanksi negatif yang dapat
memberi efek jera untuk tidak dilanggar di kemudian hari.

Aspek normatif terlihat jelas dalam sistem pengendalian sosial masyarakat


yang secara sosiologis tidak dapat disamakan antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain. Begitu juga pengendalian sosial dapat ditemukan
dimana saja di suatu kelompok tertentu keluarga dalam satu rumah,
lembaga pemasyarakatan yang menjadi pedoman mengenai apa yang
benar dan apa yang salah termasuk etika, adat istiadat, birokrasi dan
sebagainya; dalam suatu komunitas masyarakat. Pengendalian sosial yang
sifatnya informal lebih tampak efektif misalnya dengan sanksi pengasingan
dari pergaulan.

Lain halnya di Moshav, hukum lebih berperan daripada sarana


pengendalian sosial lainnya, oleh karena keluarga keluarga bertempat
tinggal yang saling berjauhan sehingga apabila pada suatu sistem sosial
para pribadi mempunyai kesempatan yang besar unit saling mengawasi,
dan secara serta merta bertindak maka peranan hukum akan kecil apabila
dibanding dengan sarana pengendalian sosial lainnya.

Suatu penelitian yang dilaksanakan Fakultas Hukum Universitas Andalas


tahun 1977 menjelaskan bahwa temyata akibat kemajuan sosei yang
terjadi, menyebabkan kekuasaan Ninik Maim menjadi terkikis, misalnya
sang anak mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibanding Ninik
Mamak. Pengaruh Ninik Mamak semakin berkurang juga dalam Kaumnya
karena dalam struktur keluarga kedudukan ayah lebih menonjol. Meskipun
pengaruh mamak terhadap kemenakan semakin mundur, akibat
menonjolnya ayah dalam keluarga, namun kedudukan Ninik Mamak dalam
kaum dan suku tetap penting karena adanya kaum dan suku masih
merupakan kenyataan dalam masyarakat minagkabau. Sebab, selama
masih utuhnya “kaum” dan “suku” sebagai organisasi kemasyarakatan,
selama itu pula peranan Ninik Mamak penting dalam prosedur penyelesaian
sengketa secara damai di Nagari-nagari. Selain itu, pengikut pengikut Ninik
Mamak dalam setiap kegiatan pembangunan maupun pelaksanaan tugas
tugas pemerintah, akan memperlancar jalannya pelaksanaan
pembangunan maupun pekerjaan pekerjaan lainnya di Nagari.

Adanya sistem pengendalian sosial ini tidak bsia dihindari yang memang
diakui keberdaannya dalam masyarakat. Bahkan sistem sosial ini juga
mendapat pengakuan secara yuridis dalam Pasal 3 UU Pokok Agraria
(UUPA), termasuk beberapa produk perundang-undangan lainnya. Akan
tetapi sebuah proses dalam kehidupan suatu komunitas masyarakat yang
selalu identik dan selaras dengan perkembangan zaman yang tidak lain
adalah sebuah perubahan.
Sekian dari Informasi Ahli mengenai hukum adat sebagai sistem
pengendalian sosial, semoga tulisan informasi ahli mengenai hukum adat
sebagai sistem pengendalian sosial.
Sumber : Tulisan Informasi Ahli :
– A. Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat : Dulu, Kini dan Akan
Datang. Yang Menerbitkan Pelita Pustaka : Jakarta.

Gambar Hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial

Anda mungkin juga menyukai