Anda di halaman 1dari 5

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH)

“ DHARMA ANDHIGA” BOGOR


UJIAN TENGAH SEMESTER TAHUN AJARAN TAHUN AJARAN 2020

Mata Kuliah : Hukum Pidana Hari : Sabtu


Semester : 2 (dua) Tanggal : 22/5/2021
Dosen : Muhamad Ikbal, SH,MH. Waktu : 90 menit

Jawablah soal-soal berikut dengan baik !


1. Dalam hukum pidana dikenal adanya Asas Legalitas (nullum
delictum nula poena sine praevia lege poenali) Terdapat dalam
Pasal 1 ayat (1) KUHP sebutkan dan jelaskan?

2. pendapatnya Enschede-Heijder yang mengatakan bahwa menurut


metodenya,hukum pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
Hukum Pidana Materiel dan Formil, coba Sdr/ri Jelaskan
mengenai hal tersebut !

3. Menurut dalam pidana mengenal adanya unsur obyektif dan unsur


subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit) coba Sdr.
jelaskan ?

4. Dalam Pidana dikenal adanya delik Formil dan Delik Materil


sebutkan dan Jelaskan ?

5. Jelaskan tentang kesalahan dalam pidana, dan apa yang dimaksud


Dolus dan Culpa?

6. Apa yang anda ketahui tentang sifat melawan hukum jelaskan?

Note: Note: jawaban dikirim melalui email


ikbaljuris@yahoo.co.id dan pada hari ujian ketua kelas
menginformasikan daftar hadir/membuat daftar hadir peserta
ujian untuk selanjutnya daftar hadirnya dikirimkan melalui WA
kepada saya (Dosen) guna di cocokkan dengan lembar Jawaban
UTS dari Mahasiswa/wiyang sudah di upload dalam sistem e-
duelerning dan/atau apabila terjadi Kendala dalam mengupload
jawaban dapat menghubungi saya ke No. telp 081381793590.

𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕 𝒖𝒋𝒊𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔


NAMA : KARTIKA SARI

NIM : 20211021

1. Pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan dilakukan”

Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika
tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang. Dalam bahasa latin,
dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang
artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
peraturan terlebih dahulu. Asas ini di masa kini lebih sering diselaraskan
dengan asas non retroaktif, atau asas bahwa peraturan perundang-
undangan tidak boleh berlaku surut. Secara mudah, asas ini menyatakan
bahwa tidak dipidana kalau belum ada aturannya.

Syarat pertama untuk menindak terhadap suatu perbuatan yang tercela,


yaitu adanya suatu ketentuan dalam undang-undang pidana yang
merumuskan perbuatan tercela itu dan memberikan suatu sanksi
terhadapnya. Kalau, misalnya seseorang suami yang menganiaya atau
mengancam akan menganiaya istrinya untuk memaksa bersetubuh tidak
dapat dipidana menurut KUHP yang berlaku. Sebab Pasal 285 KUHP (Pasal
242 Wetboek van Strafrecht/Sr ) hanya mengancam perkosaan “di luar
pernikahan”. Syarat tersebut di atas bersumber dari asas legalitas

- Sejarah Asas Legalitas


Ucapan nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli ini
berasal dari Anselm von Feuerbach, sarjana hukum pidana Jerman
(1775-1833). Dialah yang merumuskannya dalam pepatah latin tadi
dalam bukunya: “ Lehrbuch des peinlichen Recht” (1801). Dalam
kaitannya dengan fungsi asas legalitas yang bersifat memberikan
perlindungan kepada undang undang pidana, dan fungsi instrumental,
istilah tersebut dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Nulla poena sine lege: tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana
menurut undang-undang;
2. Nulla poena sine crimine: tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana
3. Nullum crimen sine poena legalli: tidak ada perbuatan pidana tanpa
pidana menurut undang-undang.

2. Hukum pidana diberikan arti bekerjanya sebagai:


Peraturan hukum, objektif (jus poenale) yang dibagi menjadi :
- Hukum pidana materiel yaitu tentang peraturan tentang syarat-syarat
bilamakah sesuatu itu dapat dipidana
- Hukum pidana formil, yaitu hukum acara pidananya.

3. Unsur subjektif meliputi subjek dan adanya unsur kesalahan. Sedangkan


yang termasuk unsur objektif adalah perbuatannya bersifat
melawan hukum, tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-
undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam pidana, dan
dilakukan dalam waktu, tempat dan keadaan tertentu.

4. Delik Formil (formeel Delict) Delik formil adalah suatu perbuatan pidana
yang sudah selesai dilakukan dan perbuatan itu mencocoki rumusan dalam
pasal undang-undang yang bersangkutan. Delik formil ini mensyaratkan
suatu perbuatan yang dilarang atau diharuskan selesai dilakukan tanpa
menyebut akibatnya. Atau dengan kata lain yang dilarang undang-undang
adalah perbuatannya.
Delik Materil (Materiil Delict) delik materil adalah suatu akibat yang
dilarang yang ditimbulkan dari suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan
yang dilakukan bukan menjadi soal. Atau dengan perkataan lain yang
dilarang dalam delik materil adalah akibatnya.
Delik Umum (Delicta Commuia) dan Delik Khusus (Delicta Propria)Delik
umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Delik
umum ini sering disebut gemene delicten atau algemene delicten.
Sementaradelik khusus adalah suatu delik yang hanya dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kualitas atau sifat-sifat tertentu, pegawai
negeri atau anggota militer.

5. Sejak kasus tersebut baru dipahami bahwa seseorang dapat dipidana bukan
hanya karena perbuatannya bersifat melawan hukum, tetapi juga karena
terdapat unsur kesalahan dalam diri yang bersangkutan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa dolus dan culpa merupakan bentuk kesalahan dan
menunjukkan hubungan batin antara pelaku dan perbuatan.

kesalahan dalam pidana itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis.
Segi psikologis merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang
harus ada terlebih, baru kemudian segi yang kedua untuk
dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Dasar kesalahan yang harus
dicari dalam psikis orang yang melakukan perbuatan itu sendiri dengan
menyelidiki bagaimana hubungan batinnya itu dengan apa yang telah
diperbuat. untuk adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis atau
batin tertentu, dan harus ada hubungan yang tertentu antara keadaan batin
tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sehingga menimbulkan suatu
celaan, yang pada nantinya akan menentukan dapat atau tidaknya
seseorang dipertanggungjawabkan secara pidana.

syarat-syarat kesalahan yaitu :

- Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum)


- Diatas umur tertentu mampu bertanggungjawab
- Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau
kealpaan
- Tidak ada alasan pemaaf
- dolus dan culpa merupakan bentuk kesalahan dan menunjukkan
hubungan batin antara pelaku dan perbuatan.
6. Sifat melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai
dengan larangan atau keharusan hukum atau menyerang suatu kepentingan
yang dilindungi oleh hukum. Dengan demikian sifat melawan
hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan
Menurut Oemar Senoadji menjelaskan pengertian melawan hukum meliputi
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma kesopanan yang
lazim atau yang bertentangan dengan keharusan atau kepatutan dalam
pergaulan hidup untuk bertindak terhadap orang lain, barangnya maupun
haknya.
Melawan hukum dikatakan melawan Undang-undang, oleh karena itu
pandangan ini disebut sifat melawan hukum yang formal.Sebaliknya tidak
selalu melawan hukum sebagai perbuatan yang bertentangan dengan
Undang-undang dan suatu perbuatan yang melawan Undang-undang dapat
dikecualikan sebagai perbuatan yang tidak melawan hukum.

Anda mungkin juga menyukai