NIM : 20211021
1. Pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan dilakukan”
Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika
tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang. Dalam bahasa latin,
dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang
artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
peraturan terlebih dahulu. Asas ini di masa kini lebih sering diselaraskan
dengan asas non retroaktif, atau asas bahwa peraturan perundang-
undangan tidak boleh berlaku surut. Secara mudah, asas ini menyatakan
bahwa tidak dipidana kalau belum ada aturannya.
4. Delik Formil (formeel Delict) Delik formil adalah suatu perbuatan pidana
yang sudah selesai dilakukan dan perbuatan itu mencocoki rumusan dalam
pasal undang-undang yang bersangkutan. Delik formil ini mensyaratkan
suatu perbuatan yang dilarang atau diharuskan selesai dilakukan tanpa
menyebut akibatnya. Atau dengan kata lain yang dilarang undang-undang
adalah perbuatannya.
Delik Materil (Materiil Delict) delik materil adalah suatu akibat yang
dilarang yang ditimbulkan dari suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan
yang dilakukan bukan menjadi soal. Atau dengan perkataan lain yang
dilarang dalam delik materil adalah akibatnya.
Delik Umum (Delicta Commuia) dan Delik Khusus (Delicta Propria)Delik
umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Delik
umum ini sering disebut gemene delicten atau algemene delicten.
Sementaradelik khusus adalah suatu delik yang hanya dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kualitas atau sifat-sifat tertentu, pegawai
negeri atau anggota militer.
5. Sejak kasus tersebut baru dipahami bahwa seseorang dapat dipidana bukan
hanya karena perbuatannya bersifat melawan hukum, tetapi juga karena
terdapat unsur kesalahan dalam diri yang bersangkutan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa dolus dan culpa merupakan bentuk kesalahan dan
menunjukkan hubungan batin antara pelaku dan perbuatan.
kesalahan dalam pidana itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis.
Segi psikologis merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang
harus ada terlebih, baru kemudian segi yang kedua untuk
dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Dasar kesalahan yang harus
dicari dalam psikis orang yang melakukan perbuatan itu sendiri dengan
menyelidiki bagaimana hubungan batinnya itu dengan apa yang telah
diperbuat. untuk adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis atau
batin tertentu, dan harus ada hubungan yang tertentu antara keadaan batin
tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sehingga menimbulkan suatu
celaan, yang pada nantinya akan menentukan dapat atau tidaknya
seseorang dipertanggungjawabkan secara pidana.