pidana adalah suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam
ciri tertentu di insiden hukum pidana. Tindak pidana memiliki pengertian yang
Di dalam bahasa Belanda strafbarfeit ada dua unsur pembentuk istilah, yaitu
strafbaar serta feit. Istilah Kata feit pada bahasa Belanda diartikan berasal dari
dihukum.
1. Simons
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak disengaja oleh seseorang yang dapat
20
Universitas Bung Karno
21
2. E. Utrech
biasa juga disebut kejahatan, karena peristiwa itu merupakan perbuatan positif
secara hukum.
3. Pompe
norma terhadap suatu aturan hukum, baik dilakukan secara sengaja maupun
tidak sengaja yang telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan
4. Moeljatno
Perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum Moeljatno berupa sanksi pidana
tertentu bagi siapa saja yang melanggar aturan tersebut. Dapat dikatakan bahwa
tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan
dihukum, tetapi dalam hal ini perlu diingat bahwa larangan itu adalah untuk
perbuatan itu (yaitu keadaan yang diakibatkan oleh perbuatan orang tersebut),
kejahatan”.13
13
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi edisi dua, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 5-7.
Perbuatan Tindak pidana yakni suatu pengertian dasar dalam hukum pidana.
yang dapat diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis. Masalah
ini telah dibahas di atas. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh
tersebut.14
Kemudian berlanjut pada unsur-unsur tindak pidana yang secara umum, unsur-
definisi yang sangat luas, seperti dalam suatu peristiwa dimana beberapa orang
dianiaya, dan jika dalam penganiayaan itu juga terjadi pencurian, maka tidak
mungkin untuk menuntut salah satu dari perbuatan tersebut di kemudian hari.
upaya penuntutan atas dasar “sengaja melakukan pembunuhan” karena ini lain
tidak mempunyai unsur kesalahan (schuld) dan tidak terjadi akibat. Dengan
dihindari.
conduct) yang harus dapat dibuktikan oleh seorang penuntut umum. Dalam
hukum pidana, perilaku eksternal disebut perilaku kriminal, dengan kata lain
reus sering digunakan sebagai padanan, yaitu perbuatan yang termasuk dalam
kategori penyimpangan dari perspektif hukum pidana. Atau dengan kata lain
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, kata actus reus lebih tepat disandingkan
dengan kata act. Menurutnya, perilaku setara dengan kata bahasa Inggris untuk
perilaku dan banyak digunakan untuk merujuk pada pelanggaran pidana. Juga,
actus reus tidak boleh dipasangkan dengan kata tindakan atau tindakan, karena
pidana, dan Omission adalah tidak melakukan suatu perbuatan yang harus
dilakukan oleh hukum pidana. Perilaku memiliki arti yang lebih luas dari pada
ketentuan pidana tidak dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan atau suatu
melanggar hukum.18
(wederrechtelijk), yaitu:19
hukum”, tidak hanya terhadap hak orang lain (hukum subjektif), tetapi juga
(hukum subjektif).
melanggar hukum berarti "tidak ada hak" atau "tidak ada hak".
18
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana Dan
Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan (Disertai teori-teori pengantar dan
beberapa komentar), Rangkang Education & PuKAPIndonesia, Yogyakarta, 2012, hal.51.
19
Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana 1, CV Armico, Bandung, 1990, hal.151.
berarti bertentangan dengan hukum, atau tidak sesuai dengan larangan atau
hukum.
Istilah melawan hukum itu sendiri sesungguhnya mengadopsi dari istilah dalam
hukum. Sifat perbuatan melawan hukum suatu perbuatan ada 2 (dua) macam,
yakni:20
Menurut pendapat ini, belum tentu suatu perbuatan yang memenuhi perkataan
hukum adalah melawan hukum. Bagi pendapat ini, yang disebut hukum bukan
hanya hukum (hukum tertulis), tetapi juga termasuk hukum tidak tertulis, yaitu
aturan atau fakta yang berlaku dalam masyarakat. Selain pendapat di atas, Nico
(wederrechtelijk).
20
Amir Ilyas, Op Cit, hal.53.
itu diancam dengan pidana oleh undang-undang. Jadi disamping perbuatan itu
dilarang, juga diancam dengan hukuman. Apabila perbuatan itu tidak diancam
tindak pidana. Unsur yang ketiga ini berkaitan dengan erat dengan salah satu
asas dalam hukum pidana, yaitu asas legalitas, yang bersumber dari Pasal 1
ayat (1) KUH Pidana. Dalam Pasal 1 ayat (1) KUH Pidana Indonesia
Dengan kata lain, bahwa seseorang baru dapat dipidana apabila perbuatannya
Pasal 10 terdiri dari pidana pokok, seperti pidana mati, pidana penjara, pidana
merupakan unsur yang penting dalam penerapan pidana. Jika pelaku tidak bisa
21
K. Wantjik Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1982, hal.9
normal dan mempunyai akal seseorang dalam membedakan hal-hal yang baik
dan yang buruk. Keadaan batin yang normal ditentukan oleh faktor akal
Apabila si pelaku belum dewasa atau sudah dewasa tetapi akalnya tidak sehat,
perbuatan pidana harus oleh hakim. Hal ini merupakan pengertian yuridis
bukan medis. Keterangan medis merupakan dasar dari adanya keputusan hakim
tersebut.
Namun menurut Jonkers, pemahaman ini sulit karena dalam praktik ketiganya
dua faktor, yaitu faktor pertama akal dan faktor kedua kemauan. Akal dapat
membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak. Artinya, hal tersebut
hatinya sama sekali tidak ada niat untuk melakukan perbuatan itu, maka di sini
unsur kesalahan tidak dipenuhi, dan dengan sendirinya ia tidak dapat dipidana.
Istilah kesalahan dipergunakan dari kata schuld, yang belum diakui secara
resmi sebagai istilah ilmiah dengan arti yang jelas, tetapi sering digunakan
dalam tulisan.25
24
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawab Pidana, Aksara Baru,
Jakarta, 1981, hal. 83.
25
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983,
hal.134.
1) Kesengajaan (opzet),
Sedangkan Andi Hamzah berpendapat bahwa kesalahan itu meliputi tiga hal
yaitu:27
1) Sengaja,
2) Kelalaian (culpa),
3) Dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 338 KUHP, barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan, dengan pidana paling lama lima belas tahun.
Dalam ilmu hukum, rasa bersalah memiliki arti teknis, yaitu semacam
kesalahan karena fakta bahwa seseorang tidak peduli bahwa sesuatu terjadi
26
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Cetakan Keempat,
Eresco, Bandung, 1986, hal.55.
27
Andi Hamzah, Op Cit, hal. 103.
28
Musthafa Abdullah, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal.43.
tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Menurut para ahli hukum
terjadi.
dalam masyarakat. Rasa bersalah dibagi menjadi Culpa Leviissima dan Culpa
Lata. Culpa levissima berarti sedikit kelalaian, sedangkan Culpa Lata adalah
kelalaian besar. Dengan kata lain, itu bisa disebut kelalaian sadar dan kelalaian
melakukan kejahatan yang tidak disengaja dan telah mencoba untuk memblokir
29
Andi Hamzah, Op Cit, hal. 125.
30
Musthafa Abdullah & Ruben Ahmad, Op Cit, hal. 44.
Tindak pidana dapat dibedakan atas beberapa alasan, yaitu sebagai berikut:31
1. Menurut sistem KUHP dibedakan antara delik yang terdapat dalam Buku II
dan delik yang terdapat dalam Buku III. Alasan untuk membedakan delik dan
delik adalah karena jenis deliknya lebih ringan dari delik. Hal ini terlihat pada
ancaman pidana bagi pelanggaran yang tidak diancam dengan pidana penjara,
Kriteria lain yang membedakan delik dengan pelanggaran adalah delik adalah
delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga menimbulkan bahaya yang
materil. Delik formil adalah delik yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga
memberi kesan bahwa inti dari larangan yang dirumuskan adalah dilakukannya
tidak menghendaki munculnya suatu akibat tertentu dari akta sebagai syarat
materi, esensi larangan adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena
itu, siapa pun yang menyebabkan akibat yang dilarang akan dimintai
31
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2002, hal. 121.
pembunuhan.
disengaja (dolus) dan tidak disengaja (culpa). Delik kesengajaan adalah delik
juga disebut pelanggaran kelalaian. Tindak pidana aktif adalah tindak pidana
Menjadi aktif, orang melanggar larangan, tindakan aktif ini ditemukan baik
tindak pidana yang segera terjadi dan tindak pidana yang terjadi dalam jangka
waktu yang lama atau berlangsung lama/terus menerus. Tindak pidana yang
sesaat atau dalam waktu singkat disebut juga aflopende delicten. Di lain pihak,
dellicten. Delik ini dapat disebut delik yang menimbulkan kondisi terlarang.
khusus. Delik umum adalah semua tindak pidana yang terdapat dalam KUHP
sebagai kodifikasi hukum pidana substantif (Buku II dan Buku III). Sedangkan
delik khusus adalah semua tindak pidana yang berada di luar kodifikasi KUHP.
Dalam hal ini, sebagaimana dalam kasus umum, pembedaan ini dikenal sebagai
7. Dari sudut pandang subjek, perbedaan dapat dibuat antara pelanggaran biasa
(pelanggaran yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan pelanggaran sendiri
untuk berlaku bagi semua dan memang sebagian besar tindak pidana
tertentu yang tidak patut yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu
yang memenuhi syarat, seperti pegawai negeri sipil (dalam menjalankan tugas)
pidana, dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana pengaduan.
Tindak pidana yang biasa dimaksud adalah tindak pidana yang dalam
korban atau wakilnya dalam perkara perdata, atau keluarga tertentu dalam
perkara tertentu atau orang yang diberi kuasa khusus untuk mengadu oleh
Dilihat dari beratnya, ada tindak pidana tertentu yang terbentuk dalam:
a. Dalam bentuk dasar disebut juga bentuk sederhana atau dapat juga disebut
bentuk baku;
Tindak pidana dalam bentuk pokok dirumuskan secara lengkap, yaitu semua
pidana terhadap delik yang bentuk diperberat atau diringankan menjadi lebih
demi pasal dalam KUHP secara sistematis didasarkan pada kepentingan hukum
hukum demi pelaksanaan tugas pejabat umum yang baik, kejahatan dibentuk
pidana seperti pencurian (Bab XXII KUHP), penggelapan (Bab XXIV KUHP),
11. Dilihat dari berapa kali perbuatan itu menjadi larangan, dibedakan antara
delik tunggal dan delik berantai. Delik tunggal adalah delik yang dirumuskan
hukuman bagi pelakunya hanya berlaku satu kali. Sedangkan yang dimaksud
sedemikian rupa sehingga agar terlihat tuntas dan pelakunya dapat dipidana,
Hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi, antara lain sebagai
berikut:
1. Hukum pidana dalam arti objektif (jus poenale) dan hukum pidana dalam
yakni aturan hukum pidana. Hukum pidana materiil mengatur keadaan yang
timbul dan tidak sesuai dengan hukum serta hukum cara beserta sanksi, aturan
pidana.
32
P.A.F. Lamintang, Loc.Cit.
yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut, disebut juga
bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan
secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum pidana ini sebagai
pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti UU Tindak Pidana Korupsi (UU
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
(drt) No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, UU No. 9
4. Hukum pidana bagian umum (algemene deel) dan hukum pidana bagian
a. Hukum pidana bagian umum ini memuat asas-asas umum sebagaimana yang
umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk
adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan
ataupun merupakan hukum pidana yang mengatur tindak pidana tertentu saja
5. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis. Hukum adat yang
rangkaian hukum pidana. Ini resminya menurut Pasal 1 KUHP, tetapi sekiranya
kepidanaan yang berdasar atas kebiasaan dan yang secara konkrit, mungkin
33
Ibid.hlm.11
ternyata masih dibuka jalan untuk memberlakukan delik adat, walaupun dalam
arti yang terbatas. Contohnya adalah: Putusan pengadilan Negeri Poso tanggal
luar kawin. Duduk perkara pada garis besarnya ialah, bahwa terdakwa dalam
pidana tidak tertulis sebagai akibat dari masih diakuinya hukum yang hidup di
(plaatselijk strafrecht) Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga
Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dibentuk oleh Pemerintah
Negara Pusat yang berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat
Sedangkan hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh
34
Adami Chazawi, Op.Cit, hal. 13.
dalam peraturan daerah itu secara mutlak harus dilakukan oleh pengadilan.
Selain itu atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana masih juga
dapat dibedakan antara hukum pidana nasional dan hukum pidana internasional
pidana yang dibuat, diakui dan diberlakukan oleh banyak atau semua negara di
dunia yang didasarkan pada suatu konvensi internasional, berlaku dan menjadi
di dunia, seperti:
dunia kedua;
35
P.A.F. Lamintang, Op.Cit., hal. 12
b. Konvensi Palang Merah 1949 yang berisi antara lain mengenai korban
perang yang luka dan sakit di darat dan di laut, tawanan perang, penduduk sipil
dalam peperangan.36
agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Manusia dalam usaha
1. Aliran klasik Aliran klasik ini lahir sebagai reaksi terhadap ancient
36
Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 14.
37
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Penerbit Alumni,
Bandung, 1992, hal. 25.
susunan hukum pidana itu untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa
(Negara). Peletak dasarnya adalah Markies van Beccaria yang menulis tentang
"Dei delitte edelle pene" (1764). Di dalam tulisan itu menuntut agar hukum
pidana harus diatur dengan undang-undang yang harus tertulis. Pada zaman
sebelum pengaruh tulisan Beccaria itu, hukum pidana yang ada sebagian besar
hukum menurut perasaan dari hakim sendiri. Penduduk tidak tahu pasti
perbuatan mana yang dilarang dan beratnya pidana yang diancamkan karena
hukumnya tidak tertulis. Proses pengadilan berjalan tidak baik, sampai terjadi
Mauriac Antoine Calas, karena anaknya itu terdapat mati di rumah ayahnya. Di
dalam pemeriksaan Calas tetap tidak mengaku dan oleh hakim tetap dinyatakan
Masyarakat tidak puas, yang menganggap Jean Calas tidak bersalah membunuh
atau undang-undang. Semua peristiwa yang diabadikan itu adalah usaha untuk
tertulis itu akan menjadi pedoman bagi rakyat, akan melahirkan kepastian
dilarang dan diancam dengan pidana harus dijatuhkan pidana. Menurut aliran
dilakukan kejahatan (etiologi kriminil) serta pidana yang bermanfaat, baik bagi
kriminil).39
2. Aliran Modern
38
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Stori
Grafika, Jakarta, 2012, hal. 56.
39
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal. 25.
orang perseorangan dan atau masyarakat adalah salah satu ilmu yang
bagian dari social science menimbulkan suatu aliran baru yang menganggap
dalam masyarakat.
hukum.
40
Ibid. hal. 25.
41
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., hal. 56.
suatu tindak pidana. Pelaku tindak pidana mutlak harus diadakan pembalasan
yang berupa pidana. Tidak dipersoalkan akibat dari pemidanaan bagi terpidana.
yaitu:
seorang penjahat. Menurut Kant walaupun besok dunia akan kiamat namun
Teori ini dikemukan oleh Herbart yang mentakan bahwa tuntutan mutlak
aesthetische vergelding.
terpeliharanya pri keadilan Tuhan. Istilahnya (Vergelding als een eisch der
goddelijke gerechtigheid).
Para mashab hukum alam memandang negara sebagai hasil dari kehendak
manusia. Menurut ajaran ini siapa saja melakukan kejahatan dia akan
masyarakat
menjatuhkan hukum pidana yang lebih berat kalau perlu pidana mati 4.
pidana.
3. Teori Gabungan
Teori ini gabungan dari dari teori pembalasan dan teori tujuan, lahirnya teori
gabungan tersebut karena teori absolute maupun teori tujuan (relatif) memiliki
jelas
pembalasan
2. Jika ternyata kejahatan nya ringan maka penjatuhan pidana yang berat tidak
3. Bukan hanya masyarakat yang harus diberi kepuasan tetapi juga kepada
penjahat itu sendiri. Oleh karen itu teori gabungan harus memadukan kedua
teori tersebut dengan panjatuhan pidana harus memberikan rasa kepuasan baik
bagi hakim, penjahat dan masyarakat dan harus simbang pidana yang