PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA
berikut :
atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-
undang.21
20
C.S.T. Kansil, Hukum Pidana Untuk Perguruan Tinggi, PT Sinar Grafika, Jakarta, 1994,
hal. 106.
21
Ridwan A. Halim, Hukum Pidana dan Tanya Jawab. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982,
hal. 31.
22
Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung, 2008, hal. 493.
umum mengenai strafbaarfeit yaitu suatu perilaku manusia yang pada suatu
saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan
dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan
didalamnya.23
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman
atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
diperhatikan:
a. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana
c. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh
karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada
23
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung, 1984, hal. 172.
24
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 54.
Universitas Bung Karno
18
menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika
pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian
istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau
bahwa, pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti
khusus sebagai terjemahan dari Bahasa Belanda ”straf” yang dapat diartikan
sebagai ”hukuman”.26
dikemukakan oleh Hamel dan Pompe. Pendapat yang dikemukakan oleh Hamel
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
(strafbaarfeit). Hal ini sesuai dengan pengertian tindak pidana, yaitu suatu
Simons ialah:
27
Ibid., hal. 38.
28
Lamintang, Op.Cit. hal. 173-174.
29
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2007, hal. 6.
30
Lamintang, Op.Cit. hal. 36.
Universitas Bung Karno
20
1. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
persoon).31
Bahwa yang dimaksud unsur obyektif adalah perbuatan orang, akibat yang
kelihatan dari perbuatan itu dan keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.
4. Patut di pidana.32
itu telah melakukan perbuatan pidana belaka, di samping itu pada seseorang
31
Ibid., hal. 32.
32
Ibid., hal. 33.
Universitas Bung Karno
21
tersebut harus ada kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab. Jadi unsur-
unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikenakan pemidanaan adalah
orang tertentu yang telah melakukan kejahatan, agar di kemudian hari tidak
suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang tidak baik, sehingga
hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian objektif disini adalah
tindakannya.
Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka suatu perbuatan yang dilakukan
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan
hukum.
33
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Edisi Revisi, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006, hal. 175.
Universitas Bung Karno
23
yakni:
5. Yang dapat dihukum hanya orang biasa saja, sedangkan badan hukum dan
binatang tidak.
saja ada pihak yang menjadi korban ataupun dirugikan baik kerugiaan materiil
dengan dua pihak diatas adalah telah memenuhi unsur pidana dan dapat
kerugian yang tidak dikehendaki oleh salah satu pihak yaitu pihak terlanggar
(korban).
akibat penyimpangan, tetapi jika ditinjau lebih jauh dalam perbuatan pidana
dan sosial, dan apabila digunakan secara berlanjut zat ini dapat membahayakan
alkohol.34
34
Sarlito Wirawan, Ekstasi sebagai masalah Psiko-sosial, Pramuka Saka Bhayangkara,
Jakarta, 1996, hal. 27.
Universitas Bung Karno
25
pengetahuan.
golongan 1.
Ancaman pidana dari Pasal 59 ayat (1) penjara paling singkat 4 (empat)
tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp.
750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Ketentuan itu jelas
psikotropika yang menyimpang kerusakan pada fisik, dan mental dimana hal
kebijaksanaan pidana. Di dalam hal akibat korban yang kedua, maka pelaku
perbuatannya sendiri.
menghindarkan akibat yang lebih buruk bagi pelaku. Dalam hal tertentu polisi
dengan tugas preventif untuk mencegah, serta represif untuk menindak dan
sudut pandang sehingga pelaku tidak menjadi korban untuk kedua kalinya
35
M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana oleh Polisi/Diskresi Kepolisian, Pradya Paramita,
Jakarta, 1990, hal. 169.
Universitas Bung Karno
27
I dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama
15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 dan paling banyak
Rp.750.000.000,00.".
didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan
negara melainkan masalah bagi semua negara di dunia. Oleh sebab itu
negara. Pidana itu berkaitan erat dengan hukum pidana. Dan hukum pidana
merupakan suatu bagian dari tata hukum, karena sifatnya yang mengandung
sanksi. Oleh karena itu, seorang yang dijatuhi pidana ialah orang yang bersalah
melanggar suatu peraturan hukum pidana atau melakukan tindak pidana atau
tin Bab I pasal 1 ayat (1) KUHP ada asas yang disebut “Nullum Delicttum
Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenale”, yang pada intinya menyatakan
bahwa tiada sutau perbuatan dapat dipidana kecuali sudah ada ketentuan
istilah hukum dan pidana. Artinya adalah bahwa pidana harus berdasarkan
Guna memahami lebih jauh tentang, pidana, hukum dan hukum pidana
maka perlu dicermati definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum,
diantaranya adalah :
pelanggannya.
dilihat melalui pendekatan dua unsur, yaitu norma dan sanksi. Selain itu, antara
tata nilai (value) seperti ketentuan yang membolehkan dan larangan berbuat
merujuk kepada tata nilai, seperti norma dalam kehidupan kelompok manusia
ada ketentuan yang harus di taati dalam pergaulan yang menjamin ketertiban
oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan
hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan
melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana
merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada
orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak
pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Menurut Johannes Andenaes
tujuan utama (primair) dari pidana menurut teori absolut ialah “untuk
Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat dengan jelas dalam
bagi masyarakat, tetapi dalam semua hal harus dikenakan hanya karena orang
terakhir yang masih ada di dalam penjara harus di pidana mati sebelum
perbuatannya, dan perasaan balas dendam tidak boleh tetap ada pada anggota
37
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,
2005, hal. 10-17.
Universitas Bung Karno
31
sebagai orang yang ikut ambil bagian dalam pembunuhan itu yang merupakan
Pidana bukan merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, melainkan
Dalam buku John Kalpan, teori retribution ini dibedakan lagi menjadi
tergantung dari cara orang berpikir pada waktu menjatuhkan pidana yaitu
atau karena “ia berhutang sesuatu kepada kita”. Pembalasan mengandung arti
dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya
masyarakat” (the theory of social defence). Menurut Nigel Walker teori ini
lebih tepat disebut teori aliran reduktif (the “redictive” point of view) karena
dasar pembenaran pidana menurut teori ini ialah untuk mengurangi frekuensi
orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-
tujuan tertentu yang bermanfaat. Oleh karena itu teori inipun sering juga
disebut teori tujuan (Utilitarian theory). Jadi dasar pembenaran adanya pidana
menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan
dikemukakan di atas, yaitu teori absolut dan teori relatif, ada teori ketiga yang
Rossi, selain tetap menganggap pembalasan sebagai asas dari pidana dan
bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pebalasan yang adil,
pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan
masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu adalah menjadi dasar dari
penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya
tetapi penderitaan atas dijatuhnya pidana tidak boleh lebih berat dari pada
pidana tiada lain adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga bertujuan untuk
diselamatkan dan terjamin dari kejahatan. Pidana yang bersifat pembalasan itu
dalam masyarakat.38
38
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002. hal. 162.
Universitas Bung Karno
34
Pidana adalah orang yang melakukan perbuatan atau rangkaian perbuatan yang
dapat dikenakan hukuman pidana, dalam hal ini perbuatan pidana yang
Menurut KUHP, macam pelaku yang dapat dipidana terdapat pada Pasal
1. Pasal 55 KUHP.
perbuatan.
39
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Kriminal (Criminal Policy). Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang, 1984, hal. 34.
Universitas Bung Karno
35
melakukan kejahatan.
pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yang layak
dari proses pidana sebagai pencegahan tingkah laku yang anti sosial.
Menentukan titik temu dari dua pandangan tersebut jika tidak berhasil
kejahatan agar di kemudian hari orang itu tidak melakukan lagi kejahatan”.41
umum negara. Sehubungan dengan hal tersebut, maka politik hukum adalah
sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu dan untuk sama-sama yang akan
40
Zainal Abidin, Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP. ELSAM,
Jakarta, 2005, hal. 10
41
Andi Hamzah, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia. Akademika
Pressindo, Jakarta, 1983, hal. 26.
Universitas Bung Karno
36
orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar di kemudian hari tidak
suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga
1. Dengan pemidanaan maka si korban akan merasa puas, baik perasaan adil
dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidak menghargai
dan anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikan
orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak sah atau
apa yang disebut dengan the grafity of the offence dengan pidana yang
dalam ketegori the grafity ini adalah kekejaman dari kejahatannya atau
dapat juga termasuk sifat aniaya yang ada dalam kejahatannya baik yang
kualifikasi perbuatan pelaku tindak pidana diancam dengan pidana yang sama.
Hal ini berbeda dengan tindak pidana terhadap psikotropika golongan lainnya
42
Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Mandar Maju,
Bandung. 1995, hal. 83-84.
Universitas Bung Karno
38
Apabila dilihat dari sisi keadilan, maka pemidanaan tersebut dirasa kurang
memenuhi rasa keadilan, akan tetapi majelis hakim tidak mempunyai pilihan
lain. Tujuan pidana memang semakin hari semakin menuju kearah sistem yang
lebih manusiawi dan lebih rasional.43 Yang dipandang tujuan yang sekarang
43
Djisman Samosir, Fungsi Pidana Penjara dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia, Bina
Cipta, Bandung, 1992, hal. 61.
Universitas Bung Karno