Anda di halaman 1dari 14

Nama : Putri Balqis Salsabila

NIM : E0021475
Kelas : Hukum Pidana D

UJIAN AKHIR SEMESTER


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sifat melawan hukum menurut para ahli dan jelaskan
mengenai unsur-unsur melawan hukum!
Jawab:
Pengertian Sifat Melawan Hukum Menurut Para Ahli.
Menurut Simons, sifat melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum pada
umumnya atau sifat melawan hukumnya hanya dapat dibuktikan dengan tegas sesuai
rumusan dalam undang-undang dalam rangka usaha pembuktian.
Menurut Pompe, sifat melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum yang tidak
hanya sebatasa undang-undang tertulis saja namun juga memperhatikan aturan yang
tidak tertulis.
Menurut Bos, Moeljatno, dan BIBINKUMNAS sifat melawan hukum adalah suatu
perbuatan atau kelakuan yang bertentangan dengan apa yang dibenarkan oleh hukum dan
anggapan masyarakat, atau yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai
perbuatan yang tidak patut dilakukan.
Menurut saya, pengertian terkait sifat melawan hukum dari ketiga pandangan diatas yang
paling relevan adalah pendapat Bos, Moeljatno, dan BIBINKUMNAS, karena suatu sifat
melawan hukum memang adalah suatu perbuatan atau kelakuan yang bertentangan
dengan hukum yang mana bertentangan dengan hukum bukan hanya berfokus pada apa
yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan,
melainkan juga apa yang dianggap oleh masyarakat sebagai suatu perbuatan yang tidak
patut dilakukan. Contohnya, seperti perbuatan pelecahan seksual yang sebelum
disahkannya RUU TPKS sudah dianggap oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak
patut dilakukan dan bertentangan dengan apa yang dibenarkan oleh anggapan
masyarakat.

Unsur-Unsur Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana ialah.

Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang haruslah dinyatakan dengan tegas telah
melanggar undang-undang dan kepatutan di dalam masyarakat.
Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang juga merupakan suatu perbuatan yang
dilakukan tanpa adanya kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki oleh orang
tersebut. Sehingga nantinya tidak akan berlaku alasan pemaaf dan alasan pembenar
atas perbuatan yang dilakukan oleh orang tersebut.
Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dikatakan melawan hukum apabila
melanggar asas-asas umum dalam hukum pidana.

Elemen Melawan Hukum

Pandangan formil menyatakan bahwasannya suatu perbuatan pidana memiliki sifat


melawan hukum hanya apabila sifat melawan hukum dinyatakan secara tegas dalam
rumusan delik di dalam undang-undang.
Pandangan Materiil menyatakan bahwasannya melawan hukum merupakan unsur
mutlak dalam setiap perbuatan pidan ajika disebutkan dalam rumusan delik, sehingga
dalam penuntutan nantinya sifat melawan hukum ini haruslah dapat dibuktikan.
Pandangan tengah menyatakan bahwasannya selain unsur mutlak dari setiap
perbuatan pidana jika disebutkan dalam rumusan delik, sifat melawan hukum juga
merupakan suatu elemn yang tidak perlu dibuktikan oleh penuntut umum jika tidak
disebutkan dalam rumusan delik.
2. Sebutkan dan jelaskan mengenai ajaran sifat melawan hukum!
Jawab: Ajaran Sifat Melawan Hukum dibagi menjadi 4 yaitu sebagai berikut.
Ajaran Sifat Melawan Hukum Umum menyatakan bahwasannya suatu perbuatan
yang dapat dipidana adalah suatu perbuatan yang memiliki sifat melawan hukum,
karena tidak ada artinya apabila memidanakan sesuatu yang tidak bersifat melawan
hukum. selain itu, sifat melawna hukum juga merupakan syarat umum untuk dapat
dipidananya seseorang karena termasuk ke dalam elemen-elemen perbuatan pidana.
Ajaran Sifat Melawan Hukum Khusus menyatakan bahwasannya suatu perbuatan
dapat dinyatakan melawan hukum apabila di dalam rumusan delik dicantumkan kata
“melawan hukum”, sehingga sifat melawan hukum dalam ajaran ini merupakan
syarat tertulis dari adanya suatu perbuatan yang dinyatakan melawan hukum. akan
tetapi, ajaran ini menimbulkan pertentangan diantara beberapa pakar yang mana salah
satunya ialah Prof. Edi yang menyatakan bahwasannya sifat melawan hukum itu
adalah syarat umum untuk dapat dipidananya seseorang, sehingga tidak perlu
dimasukkan ke dalam rumusan delik. Karena jika dimasukkan ke dalam rumusan
delik maka hal tersebut akan memberikan pekerjaan tambahan kepada penuntut
umum untuk dapat membuktikannya, serta akan memperpanjang waktu dalam
penyelesaian suatu persoalan. Kemudian, dengan dimasukkannya melawan hukum
dalam rumusan delik ini juga akan melanggar prinsip lex certa dan lex stricta yang
terkandung dalam asas legalitas, karena penafsiran kata melawan hukum cukup luas,
sementara dalam hukum pidana menghendaki bahwasannya ketentuan pidana itu
harus jelas dan harus ditafsirkan secara ketat.
Ajaran Sifat Melawan Hukum Formil menyatakan bahwasannya suatu perbuatan
dikatakan memiliki sifat melawan hukum apabila suatu perbuatan tersebut telah
memenuhi seluruh rumusan delik baik di dalam hukum positif tertulis, asas-asas
umum hukum, maupun norma-norma yang tidak tertulis atau melanggar kepatutan
dalam masyarakat, sehingga tidak perlu lagi diselidiki mengenai apakah perbuatan
tersebut melawan hukum atau tidak.
Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil menyatakann bahwasannya sifat melawan
hukum ada dilihat dari sudut perbuatan dan sumber hukumnya. Dimana dalam segi
perbuatan harus dilihat apakah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tersebut
melanggar atau mebahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh
pembuat undang-undang dalam rumusan delik atau tidak dan dalam segi sumber
hukumnya juga harus dilihat apakah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
tersebut bertentangan dengan hukum tidak tertulis, asas-asas kepatutan dan
kehidupan sosial masyarakat atau tidak.
3. Jelaskan mengenai kesengajaan, kealpaan dan kesalahan, dan berikan jenis-jenisnya!
Jawab:
Kesalahan adalah sikap batin seseorang yang dapat dicela karena sudah melakukan
suatu perbuatan melawan hukum baik dalam bentuk kesengajaan maupun kealpaan,
sehingga atas kesalahan yang diperbuat seseorang haruslah mempertanggungjawabkan
perbuatannya karena tidak ada dasar yang dapat menghapuskan pengenaan
pertanggungjawaban terhadap pelaku atau pembuat suatu perbuatan yang melawan
hukum. Jenis dari kesalahan ini ada dua yaitu kesalahan dalam bentuk kesengajaan
dilakukannya suatu perbuatan dan kesalahan dalam bentuk kealpaan akibat kekurang
hati-hatiannya seseorang sehinggal menimbulkan suatu perbuatan melawan hukum.
Kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat suatu hal dengan sengaja dan kita telah
mengetahui dan menghendaki akan perbuatan tersebut, sehingga apapun akibat yang
terjadi akibat perbuatan yang kita hendaki dan kita ketahui haruslah kita
pertanggungjawabkan jika memenuhi syarat-syarat pertanggungjawaban pidana. Jenis
dari kesengajaan ada 18, yaitu:
a. Kesengajaan Sebagai Maksud adalah kesengajaan yang dilakukan untuk mencapai
maksud dan tujuan tertentu yang dikehendaki oleh pelaku. Sehingga, suatu
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang, dikehendakinya untuk
menimbulkan suatu akibat tertentu. Artinya, terdapat hubungan antara motivasi
pelaku berbuat dengan akibatnya yang terwujud nyata. Contoh kasus: Budi ingin
membunuh kakaknya, karena kakaknya mendapat warisan lebih banyak dari dia,
sehingga dia menembak kepala kakaknya bertubi-tubi dengan pistol hingga tewas.
Motivasi budi adalah iri karena kakaknya mendapat warisan banyak. Tindakan
menembak kepala kakanya dengan pistol dan berakibat tewasnya kakaknya
merupakan tindakan dan akibat yang memang menjadi tujuannya.
b. Kesengajaan sebagai Kepastian adalah kesengajaan yang menimbulkan dua
akibat, yaitu akibat yang timbul karena dikehendakinya dan akibat yang timbul
bukan sebagaimana kehendak yang dikehendakinya. Contoh kasus: Budi
merampok supermarket dengan tujuan untuk mendapatkan hasil rampasan berupa
uang dan barang. Akan tetapi, karena ada kasir yang melawan dia pun menggorok
kasir tersebut hingga tewas. Maka, akibat hilangnya uang dan barang dari
supermarket merupakan akibat yang timbul dan dikehendaki Budi. Akan tetapi,
kasir yang tewas akibat digorok merupakan akibat yang timbul bukan
sebagaimana yang dikehendaki Budi, karena niat awalnya budi hanya ingin
merampok, bukan membunuh.
c. Kesengajaan Sebagai Kemungkinan adalah kesengajaan yang menimbulkan
akibat berupa suatu kemungkinan yang tidak pasti terjadi. Sehingga terjadilah
kesengajaan dengan kesadaran akan besarnya kemungkinan dari akibat yang
terjadi. Contoh Kasus: Ani mengirim sate beracun ke rumah Budi mantannya
melalui go-food, karena tidak terima di tinggal nikah. Setelah mengirim sate
tersebut, Ani baru menyadari bahwa bisa saja (Kemungkinan) yang tewas akibat
memakan sate itu bukan Budi melainkan istrinya karena mereka tinggal serumah.
Ani tidak berbuat apa-apa pada istri Budi, akan tetapi istri Budi lah yang
meninggal akibat memakan sate beracun.
d. Dolus Eventualis disebut juga dengan kesengajaan bersyarat, dolus ini
mengandung pengertian, dimana Ketika seseorang melakukan suatu perbuatan
atau tindakan yang menimbulkan akibat, akibat yang timbul tersebut bukanlah
kehendaknya, sehingga orang tersebut tetap harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Contoh Kasus: Budi mengendarai motor dengan kecepatan tinggi
saat berangkat kerja karena sudah telat, kemudian ditengah perjalanan ia menabrak
penyebrang jalan karena tidak sempat mengerem. Dalam hal ini, perbuatan mena
brak penyebrang jalan sama sekali tidak dikehendaki oleh Budi, akan tetapi Budi
pasti menyadari kemungkinan untuk menabrak orang apabila mengendarai dengan
kecepatan tinggi, sehingga akibat apapun yang timbul dari perbuatan yang
dilakukannya harus ia pertanggungjawabkan.
e. Kesengajaan Berwarna adalah suatu kesengjaan yang dilakukan oleh seseorang
yang ia harus terlebih dahulu mengetahui bahwasannya perbuatan atau tindakan
yang dilakukannya adalah suatu perbuatan pidana, jika ia tidak mengetuinya dan
penuntut umum tidak dapat membuktikan bahwasannya pelaku telah mengetahui
bahwa yang dilakukannya termasuk perbuatan pidana, maka terdakwa atau pelaku
dapat dibebaskan. Contoh Kasus: Budi memberikan dorongan kepada Ani untuk
bunuh diri saja, karena hidup nya tidak berguna dan tidak menguntungkan,
sehingga Ani Bunuh diri dan tewas. Dalam hal ini, Budi tidak dapat dikenakan
sanksi dan mempertanggungjawabkan perbuatannya, apabila penuntut umum
tidak dapat membuktikan bahwasannya Budi saat melakukan perbuatan tersebut
telah mengetahui bahwasannya perbuatan yang dilakukannya merupakan
perbuatan pidana.
f. Kesengajaan tidak berwarna adalah suatu kesengajaan yang hanya perlu
dibuktikan dengan pelaku yang menghendaki dalam melakukan suatu perbuatan
pidana dan tidak mempertimbangkan apakah pelaku mengetahui bahwasannya
perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan pidana. Konsep kesengajaan
berwarna ini dianut dalam KUHP, meskipun belum ada pasal yang secara rinci
menjelaskannya. Contoh Kasus: Budi memberikan dorongan kepada Ani untuk
bunuh diri saja, karena hidup nya tidak berguna dan tidak menguntungkan,
sehingga Ani Bunuh diri dan tewas. Dalam hal ini, Budi tetap dapat dikenakan
sanksi dan mempertanggungjawabkan perbuatannya, meskipun ia tidak
mengetahui bahwasannya mendorong orang untuk bunuh diri merupakan
perbuatan pidana, karena cukup dengan membuktikan pelaku memiliki kehendak
saja, maka ia dapat dimintai pertanggungjawaban.
g. Kesengajaan Diobjektifkan bukan merupakan kesengajaan, melainkan cara untuk
memastikan apakah unsur kesengajaan yang ada dalam suatu perbuatan pidana itu
benar adanya. Penentuan suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja atau tidak
merupakan suatu hal yang sulit, sehingga memastikan suatu perbuatan dilakukan
dengan sengaja atau tidak dalam hal ini dapat disimpulkan melalui perbuatan yang
tampak. Contoh Kasus: Budi melempar kepala Dika dengan Batu. Di depan
persidangan Budi menyangkal telah melukai Dika. Akan tetapi, berdasarkan fakta
yang ada, hakim mengobjektifkan kesengajaan bahwa melempar kepala dengan
batu akan menimbulkan luka baik serius maupun ringan. Sehingga, tindakan Budi
tersebut dengan sengaja dimaksudkan untuk melukai Dika.
h. Dolus Directus menekankan kesengajaan pada kepastian dan keharusan. Dimana
suatu perbuatan dengan sengaja dilakukan bukan hanya mempertimbangkan
pengetahuan dari pelaku bahwasannya perbuatan yang dilakukannya merupakan
perbuatan pidana saja, namun juga mempertimbangkan akibat dari perbuatan yang
dilakukannya meskipun akibat yang terjadi tersebut bukanlah merupakan
kehendaknya, tetapi pelaku berkemungkinan menyadari bahwa akan adanya
akibat lain yang timbul dari perbuatannya selain dari akibat yang dikehendakinya.
Dolus ini menekankan bukan hanya pada perbuatannya saja, melainkan juga
akibat yang terjadi dari perbuatan yang dilakukannya.
i. Dolus Inderictus adalah kesengajaan untuk melakukan suatu perbuatan yang
memang tergolong dalam perbuatan pidana, akan tetapi akibat yang timbul dari
perbuatannya bukan merupakan apa yang dikehendakinya. Contoh Kasus:
Seorang suami memukul istrinya agar istrinya tersebut takut dan tunduk padanya.
Akan tetapi, akibat pemukulan tersebut istrinya pun meninggal dunia. Dalam hal
ini perbuatan yang dilakukan suami merupakan perbuatan yang dilarang undang-
undang dan termasuk perbuatan pidana. Akan tetapi, akibat yang timbul yaitu
kematian istrinya bukan merupakan akibat yang dikehendakinya. Sehingga sang
suami tidak dapat dikenakan pasal mengenai pembunuhan, akan tetapi
penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
j. Dolus Determinatus adalah kesengajaan yang dilakukan dengan tujuan pasti dan
merujuk pada objek tertentu. dolus ini sudah tidak lagi digunakan dan lebih
merujuk pada kesengajaan sebagai kepastian. Contoh Kasus: Budi ingin
merampok rumah Ani untuk mendapatkan uang. Tujuan Budi adalah pasti yaitu
mendapatkan uang dan objek tertentunya adalah barang atau uang yang dapat
dicuri dari rumah Ani.
k. Dolus Indeterminatus adalah kesengajaan yang ditujukan pada sembarang orang
dan tanpa tujuan tertentu. dolus ini juga sudah tidak digunakan lagi dan dapat
dimasukkan ke dalam kesengajaan sebagai kepastian yang menghendaki suatu
akibat, namun akibat lain yang tidak dikehendaki lah yang terjadi. Contoh Kasus:
Menembakkan senjata kearah sekelompok orang dan memasukkan racun ke dalam
tandon air.
l. Dolus Alternativus adalah kesengajaan untuk melakukan suatu perbuatan pidana
yang mengehndaki terjadinya beberapa akibat dari perbuatan tersebut. Contoh
Kasus: Budi menembak kepala Dika dengan sebuah pistol. Dari perbuatannya
tersebut Budi berharap bahwasannya Dika akan mengalami cacat otak atau bahkan
kematian. Dalam perbuatan tersebut Budi mengharapkan beberapa akibat dari
perbuatannya.
m. Dolus Generalis adalah suatu kesengajaan yang dilakukan oleh seseorang dengan
melakukan beberapa tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh Kasus:
Seorang ibu yang hamil diluar nikah tidak mau mengurus bayinya, sehingga ia
ingin membunuh bayinya dengan menaruh bayi tersebut di tepi sungai agar hanyut
dan meninggal. Akan tetapi, air sungai tidak deras dan bayi tersebut tetap
meninggal tapi bukan karena hanyut, melainkan karena kedinginan dan kelaparan.
Perbuatan ibu tersebut merupakan kesengajaan yang dilakukan dengan beberapa
tindakan untuk mencapai tujuan tertentu yaitu kematian bayinya.
n. Dolus Repentinus adalah kesengajaan untuk melakukan suatu perbuatan pidana
yang muncul tiba-tiba atau secara langsung timbul yang terjadi akibat dari situasi
dan kondisi tertentu, seperti naik pitam dan terguncangnya kejiwaan seseorang.
Contoh Kasus: Seorang ASN ketahuan selingkuh oleh istrinya. Agar
perselingkuhannya tidak terbongkar dan akan mempengaruhi pekerjaannya, maka
ia pun membunuh istrinya dan istrinya pun tewas. Perbuatan pelaku membunuh
istrinya ini dikualifikasikan sebagai Dolus Repentinus.
o. Dolus Premeditatus adalah kesengajaan untuk melakukan suatu perbuatan pidana
yang dilakukan dengan terencana atau adanya rencana terlebih dahulu sebelum
berbuat, sehingga dalam pembuktiannya diperlukan ketenangan untuk dapat
menyimpulkan perbuatan yang sebenarnya terjadi seperti apa dari keadaan yang
objektif. Contoh Kasus: Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) Pasal 353
KUHP (penganiayaan berencana) yang mengakibatkan adanya pemberatan
pidana.
p. Dolus Antecendens adalah kesengajaan yang ditempatkan terlalu jauh sebelum
tindakan dilakukan. Artinya, pelaku sudah merencanakan terlebih dahulu kapan
waktu yang tepat untuk dilakukannya suatu perbuatan pidana, akan tetapi sebelum
waktu yang sudah direncanakan tiba, perbuatan pidana telah terlebih dahulu
terlaksana. Sehingga dalam dolus ini, hakim harus berhati-hati dalam memutus.
Contoh Kasus: Budi dengan sengaja ingin membunuh Dika pada Sabtu Sore
dengan mendorongnya ke dalam kolam renang sedalam 5 Meter karena mereka
berdua pada Sabtu sore berniat akan berenang bersama, akan tetapi Dika baru
belajar renang, sehingga kemungkinan Dika akan meninggal Ketika di dorong
kedalam kolam tersebut akan besar. Hanya saja, sebelum Sabtu Sore, saat Budi
sedang membersihkan senapan yang dimilikinya, ia tanpa sengaja menembak
Dika yang sedang berada dirumahnya hingga mati. Kejadian dalam kasus tersebut
termasuk dalam Dolus Antecendens.
q. Dolus Subsequens adalah suatu kesengajaan terhadap suatu perbuatan yang sudah
terjadi. Artinya, suatu perbuatan awalnya merupakan suatu perbuatan yang tidak
sengaja dilakukannya, akan tetapi perbuatan setelah terjadinya perbuatan awal
merupakan perbuatan yang sengaja dilakukan. Contoh Kasus: Karena kelalainnya
Budi menabrak Dika yang tengah menyebrang jalan, karena Budi tahu bahwa yang
ditabraknya adalah Dika musuhnya, maka ia membiarkan saja Dika tergeletak di
jalan. Tindakan Budi menbarak Dika bukanlah kesengajaan, namun tindakan Budi
yang membiarkan Dika tergelatak di jalan merupakan suatu kesengajaan terhadap
suatu perbuatan yang sudah terjadi.
r. Dolus Malus adalah suatu kesengajaan yang dilakukan karena sejak awal telah
memiliki niat untuk melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang atau memiliki niat jahat. Sehingga, pelaku yang melakukan perbuatan
melawan hukum untuk dapat dikenakan suatu pertanggungjawaban atau sanksi
pidana haruslah mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan
perbuatan yang dilarang atau diperintahkan untuk dilakukan oleh undang-undang.
Dolus Malus identik dengan kesengajaan berwarna.
Kealpaan adalah suatu kelalaian yang timbul akibat kekurang hati-hatian yang
dilakukan oleh seseorang hingga mengakibatkan suatu perbuatan tertentu yang dapat
dikenai pidana. Dalam kealpaan seseorang tidak menghendaki akan adanya akibat dari
perbuatan yang dilakukannya. Sehingga, akibat pidana yang akan diperoleh seseorang
jika melakukan kealpaan akan lebih ringan dibandingkan yang melakukan suatu
perbuatan dengan kesengajaan. Contohnya, Budi mengendarai mobil dengan
kecepatan tinggi kemudian menabrak seseorang hingga mati.
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kemampuan bertanggungjawab dan Bagaimana cara
menentukan kemampuan bertanggungjawab dari seorang pelaku perbuatan pidana?
Jawab: Kemampuan bertanggungjawab adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk dapat mempertanggungjawabkan atas suatu perbuatan yang dilakukannya.
Dimana untuk dapat menentukan seseorang dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya atau tidak dapat dilihat dari kemampuan seseorang untuk dapat memahami
secara benar dan sungguh akibat dari perbuatannya, sehingga orang tersebut melakukan
suatu perbuatan bukanlah karena dia gila atau cacat akal, kemudian dilihat juga apakah
orang tersebut mampu memahami dan menginsyafi bahwasannya perbuatan yang
dilakukannya adalah bertentangan dengan ketertiban dan kepatutan masyarakat, serta
dilihat juga apakah seseorang tersebut dapat menentukan kehendaknya sendiri dalam
berbuat, sehingga apa yang diperbuatnya merupakan kehendak dari dirinya sendiri bukan
karena paksaan atau pengaruh orang lain.
Kemampuan bertanggungjawab dijelaskan lebih lanjut di dalam ketentuan Pasal 44
KUHP yang mana dijelaskan bahwasannya orang yang dapat bertanggungjawab itu harus
dilihat dari sisi keadaan atau jiwa si pelaku apakah ada cacat pertumbuhan atau terganggu
karena penyakit yang mana untuk kondisi jiwa si pelaku yang dapat menentukannya adalah
seorang psikiater atau dokter ahli jiwa. Kemudian perbuatan yang dilakukan pelaku juga
harus dilihat apakah ada hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan yang mana untuk
hal ini merupakan otoritas hakim untuk menilainya. Karena sistem dalam KUHP adalah
deskriptif normative karena selain melihat keadaan jiwa yang dinilai oleh psikiater, secara
normatif hakim juga akan menilai hubungan antara keadaan jiwa dan perbuatan yang
dilakukannya.
5. Jelaskan mengenai alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan penghapus penuntutan!
Jawab:
Alasan Pembenar. Alasan pembenar adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan
hukumnya suatu perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik,
sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa atau si pembuat perbuatan tidak dapat
dipidana dan perbuatan tersebut menjadi perbuatan yang patut dan benar. Sebagaimana
yang tertera dalam KUHP pasal 49 ayat (1), pasal 50, dan pasal 51 ayat (1). Alasan
pembenar (rechtsvaardingingsgronden) bersifat obyektif dan melekat pada
perbuatannya atau hal-hal lain diluar batin sipembuat. Sehingga, kalau ada alasan
pembenar, maka sifat melawan hukum umum tidak ada. Adapun alasan-alasan
pembenar yaitu sebagai berikut.
a. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan dimana terdapatnya suatu kepentingan
hukum yang berada dalam keadaan bahaya, sehingga untuk menghindarkan bahaya
tersebut, haruslah dilakukan suatu perbuatan yang melanggar kepentingan hukum
yang lain.
b. Pembelaan Terpaksa adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan terpaksa oleh
seseorang guna menghindari bahaya yang mengancam.
c. Perintah Jabatan yang Sah adalah perintah jabatan yang dikeluarkan oleh yang
pihak berwenang memberikan hak kepada yang menerima perintah untuk berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
d. Melaksanakan Perintah Undang-Undang berarti bahwa bagi seseorang yang
melakukan suatu perbuatan dalam rangka melaksanakan perintah undang-undang,
meskipun pada umumnya perbuatan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum
dan melanggar tatanan tertib dalam masyarakat, maka orang tersebut tidak akan
dapat dipidana.
e. Izin. Apabila seseorang dalam melakukan suatu perbuatan yang tergolong ke
dalam perbuatan melawan hukum atau perbuatan pidana mendapatkan persetujuan
atau izin dari orang yang akan dirugikan dari perbuatan tersebut, maka seseorang
yang melakukan perbuatan pidana tersebut tidak akan dipidana.
f. Tidak Ada Sifat Melawan Hukum Materiil adalah bahwa dalam menuntukan dapat
dipidannya seseorang itu haruslah dilihat dari perbuatan pelaku yang apakah
termasuk kedalam perbuatan yang melanggar dan membahayakan kepentingan
umum dan apakah perbuatan yang dilakukan pelaku bertentangan dengan hukum
tidak tertulis dan asas kepatutan atau nilai keadilan yang diakui dalam kehidupan
sosial masyarakat.
g. Hak Jabatan berarti bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang pada
umumnya tergolong ke dalam perbuatan pidana, akan tetapi karena orang tersebut
melakukannya karena hak jabatan maka tidak dapat dipidana, seperti dokter yang
membedah tubuh manusia.
h. Mewakili Urusan Orang Lain adalah suatu sikap, perbuatan, atau tindakan sukarela
yang dilakukan oleh seseorang tanpa pamrih untuk mewakili urusan orang lain
demi melindungi kepentingan yang lebih besar.a
Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, akan tetapi
perbuatan yang dilakukannya tetap tergolong perbuatan melawan hukum, hanya saja
pembuat atau pelaku tidak dapat dipidana, karena tak ada kesalahan. Singkatnya,
dalam alasan pemaaf ini perbuatan pelaku dapat dicela, akan tetapi pelakunya
dimaafkan dengan tidak dipidana. Sebagaimana yang tercantum dalam KUHP pasal
49 ayat (2) dan pasal 51 ayat (2). Alasan pemaaf (schulduitsluitingsgronden) bersifat
subyektif dan melekat pada diri orangnya, khususnya mengenai sikap batin sebelum
atau pada saat akan berbuat. Adapun Alasan Pemaaf yaitu sebagai berikut.
a. Tidak Mampu Bertanggungjawab berarti bahwa pelaku atau pembuat suatu
perbuatan melawan hukum tidaklah dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya dikarenakan kurang sempurnanya akal atau jiwa yang dimilikinya
atau terganggu karena suatu penyakit, (seperti, gila, depresi, dll).
b. Daya Paksa Absolut adalah suatu kekuatan, paksaan atau tekanan yang tidak
dapat ditahan atau dilawan, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka haruslah
dilakukan.
c. Pembelaan Terpaksa Melampui Batas merupakan Tindakan dari seseorang yang
hendak membela dirinya sendiri dengan melakukan suatu perbuatan yang
berlebihan.
d. Perintah Jabatan yang Tidak Sah adalah suatu perintah yang belum
dikeluarkannya surat perintah atau surat tugas dalam melaksanakan perbuatan atau
suatu tindakan.
e. Error Facti kesesatan fakta keadaan yang sebenarnya, artinya bahwa sseorang
dalam melakukan suatu perbuatan itu didasarkan atas keyakinannya yang keliru
terhadap fakta yang sebenarnya, sehingga dalam suatu perbuatan yang dilakukan
tidak terdapat kesalahan sama sekali, maka jika tidak ada kesalahan, pelaku yang
berbuat tidak dapat dipidana.
f. Error Juris adalah kesalahpahaman mengerti hukum. Dimana seseorang yang
melakukan suatu perbuatan mengira bahwasannya perbuatan yang dilakukannya
tersebut tidaklah dilarang undang-undang atau peraturan hukum yang berlaku.
Alasan penghapus penuntutan pidana adalah suatu alasan yang merupakan
kewenangan hakim untuk dapat mengurangi atau tidak sama sekali menghukum
seseorang yang telah terbukti melakukan suatu perbuatan pidana. Ada beberapa jenis
alasan penghapusan penuntutan yang diatur dalam KUHP, diantaranya ada ne bis in
idem (berarti bahwa seseorang tidaklah dapat dituntut dua kali dalam pengadilan untuk
suatu perkara yang sama); terdakwa meninggal dunia (kesalahan tidak dapat dialihkan
kepada orang lain. Sehingga, apabila pelaku yang berbuat salah atau terdakwa
meninggal dunia maka hak untuk menuntut terdakwa tidaklah dapat diteruskan);
daluwarsa (Setiap perkara itu memiliki batas waktu untuk pengajuan penuntutan
karena kemampuan daya ingat manusia yang terbatas dan keadaan alam yang
memungkinkan lenyapnya alat bukti, sehingga akan mempersulit proses pembuktian);
dan penyelesaian di luar pengadilan (mengutamakan penyelesaian suatu perkara
dengan kesepakatan antara dua belah pihak yang berperkara). Selain itu, ada juga dua
alasan penghapus penuntutan yang diatur dalam UUD 1945, yaitu amnesti dan abolisi.
6. Jelaskan mengenai aberractio actus dan error in persona!
Jawab:
Aberractio actus adalah uatu tindakan seseorang yang dengan sengaja melakukan suatu
tindakan pidana untuk tujuan objek tertentu, namun ternyata mengenai objek yang lain.
Contoh Kasus: Budi ingin menabrak Toni yang sedang menyebrang jalan dengan
menggunakan mobil, namun saat mobil akan menabrak Toni, Toni berhasil
menghindar dan mengenai penyebrang jalan yang lain. Sehingga, Budi akan tetap
dijatuhi pidana meskipun tidak menghendaki kematian dari penyebrang jalan lain.
Error in persona adalah kekeliruan dalam mendakwa seseorang dalam suart dakwaan
yang dapat terjadi dalam penangkapan, penahanan, penuntutan, dan pemeriksaan oleh
hakim di pengadilan sampai perkara diputus. Dengan kata lain, Error In persona dapat
dinyatakan secara sederhana sebagai salah tangkap terhadap seseorang, sehingga orang
yang ditangkap, atau ditahan, atau dituntun dan atau diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orangnya mendapat ganti rugi.
Contoh Kasus: Di dalam surat dakwaan disebutkan bahwa si A berdasarkan identitas
berusia 20 tahun beralamat di Surakarta telah membunuh si B dengan cara menusuk
dengan pisau. Kemudian si A mengajukan eksepsi karena menurut dia ciri-ciri si A ini
yang diajukan penuntut umum bukanlah dirinya karena tidak sama dengan dirinya,
misalnya si A yang sedang didakwa ini ternyata berusia 35 tahun berlamat di Sragen,
jadi menurut si A, penuntut umum salah menuntut orang.
7. Bagaimana konsep pemidanaan pidana dalam RUUKUHP!
Jawab: RUUKUHP merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk
menggantikan KUHP warisan Belanda yang isinya sudah banyak tidak sesuai dengan masa
sekarang, sehingga perlu adanya rekodifikasi hukum pidana nasional untuk menyesuaikan
hukum yang ada dengan perkembangan masyarakat yang pesat. Selain itu RUUKUHP
dilakukan juga untuk membuat suatu sistem hukum pidana yang sama di seluruh Indonesia
karena sebagaimana yang diketahui bahwasannya KUHP yang ada saat ini memiliki
perbedaan penafsiran tergantung pada pakar yang menafsirkannya, sehingga menimbulkan
birkokrasi hukum yang terpecah.
Ada beberapa hal baru dalam konsep RKUHP yaitu mengenai kesalahan pembuat
tindak pidana; motif dan tujuan melakukan tindak pidana; sikap batin pembuat tindak
pidana; tindak pidana yang dilakukan apakah direncanakan ataukah tidak cara melakukan
tindak pidana; ikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana; riwayat hidup,
keadaan social, dan keadaan ekonomi pembuat tindak pidana; pengaruh tindak pidana
terhadap korban; pengaruh tindak pidana terhadap korban dan keluarga korban; pemaafan
dari korban danatau sekeluarganya; dan pandangan masyarakat terhadap tindak pidana
yang dilakukan pelaku.
Konsep pemidanaan dalam RUUKUHP ada sedikit perbedaan dengan KUHP, dimana
hal ini terlihat dari susunan hukuman pidana pokok yang dapat dijatuhi kepada terdakwa
berbeda antara di RUUKUHP dengan KUHP, dimana di dalam RUUKUHP susunan
hukuman yang paling awal berupa pidana penjara, sementara di dalam KUHP adalah
pidana mati. Kemudian didalam RUUKUHP pidana mati bukanlah termasuk pidana pokok
pada umumnya seperti yang tertera dalam KUHP, akan tetapi pidana mati merupakan
pidana yang harus diancamkan secara alternatif dan merupakan pidana pokok yang bersifat
khusus. Kemudian didalam RUUKUHP tidak adanya pidana kurungan dalam pidana
pokok, melainkan adanya pidana pengawasan dan pidana kerja social. Selain itu di dalam
pidana tambahan di RUUKUHP juga terdapat tambahan pidana yaitu berupa pemabayaran
ganti rugi dan pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang
hidup dalam masyarakat. Adapun susunan Pidana Pokok dalam RKUHP adalah mulai dari
pidana penjara; pidan tutupan; pidana pengawasan; pidana denda; pidana kerja social; dan
pidana mati. Kemudian susunan pidana tambahannya ialah mulai dari pencabutan hak
tertentu; perampasan barang tertentu; pengumuman putusna hakim; dan pembayaran ganti
rugi.
Kemudian di dalam RUUKUHP juga menyatakan bahwasannya seseorang yang
mendapat hukuman seumur hidup, apabila selama 17 tahun dipenjara dia berkelakuan baik,
amka terpidana dapat diberikan pembebasan bersyarat. Selain itu, dalam RUUKHP sangat
mendukung adanya penyelesaian suatu permasalahan melalui metode Restorative Justice
dengan membuat suatu aturan bahwasannya pidana penjara mungkin tidak dijatuhkan
dengan syarat terdakwa yang berusia dibawah 18 tahun dan diatas 70 tahun, baru pertama
kali melakukan tindak pidana dan kerugian tidak besar, terdakwa telah membayar ganti
rugi, terdakwa tidak mengetahui bahwasannya tindakannya akan emnimbulkan kerugian
besar, tindak pidana terjadi karena pengaruh orang lain, pidana penjara akan menimbulkan
penderitaan besar bagi terdakwa dan keluarganya, serta beberapa syarat lainnya.

Anda mungkin juga menyukai