Oleh :
Mochamad Riko Saputra
NIM 162310101134
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LAPORAN PENDAHULUAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
Oleh :
Mochamad Riko Saputra
NIM 162310101134
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Laporan Pendahuluan Beningn Prostatic Hyperplasia”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Aplikasi Klinis Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
Makalah ilmiah ini telah disusun dari berbagai sumber informasi. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini atas nama penyusun mengucapkan terima kasih
kepada :
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, baik
kekurangan dari segi peyusunan kalimat maupun tata letak bahasanya. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang sifatnya membagun dari pembaca sangat
diharapkan penulis demi perbaikan di masa mendatang
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
ii
1
Gambar 1 :
Morfologi dan letak anatomis kelenjar prostat Dikutip dari : Atlas Anatomi
SOBOTHA (Sutysna, 2016)
Fungsi kelenjar prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang
mengandung asam sitrat dan asam fosfatase. Cairan ini ditambahkan pada
cairan semen pada waktu ejakulasi. Bila otot polos pada capsula dan stroma
3
berkontraksi , sekret yang berasal dari banyak kelenjar postat diperas masuk
ke urethra pars prostatica. Sekret prostata bersifat alkalis dan membantu
menetralkan suasana asam didalam vagina (Sutysna, 2016)
1.3 Epidimiologi
BPH terjadi pada sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan
meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Angka kejadian
BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran
hospital prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak
tahun 1994--‐2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata--‐rata umur penderita
berusia 66,61 tahun (Mochtar, 2015)
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki, insidennya
berhubungan dengan usia. Prevelensi histologi BPH meningkat dari 20% pada
laki-laki berusia 41-50 tahun, 50% pada laki-laki berusia 51-60 tahun hingga
lebih dari 90% pada laki-laki berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis
belum muncul, namun keluhan obstruksi juga berhubungan dengan usia. Pada
usia 50 tahun ± 25% laki-laki mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemih
bagian bawah, meningkat hingga usia 75 tahun dimana 50% laki-laki
mengeluh brkurangnya pancaran atau aliran darah pada saat berkemih
(Cooperberg, 2013).
1.4 Etiologi
Penyebab yang pasti terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui
secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat
erat kaitanya dengan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan
(Nuari Nian Afrian dan Widayati Dhina, 2017).
BPH pada dasarnya merupakan pembesaran kelenajar prostat yang
sifatnya jinak. Banyak faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/
pertumbuhan jinak kelenjar prostat. Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria
yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih menghasilkan
testosteron. Di samping itu, pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), pola
diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan aktivitas fisik diduga berhubungan
4
1.5 Klasifikasi
Derajat BPH menurut Sjamsuhidajat, 2005 dapat dibedakan menjadi 4
stadium, antara lain:
1. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
tidak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik ontinen.
5
1.6 Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular
pada prostat (Nuari Nian Afrian dan Widayati Dhina, 2017).
1. Gejala Obstruktif
a. Hesitansi yaitu mulainya kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destruksor buli-
7
Menurut guideline yang disusun oleh Ikatan ahli urologi indonesia pada
tahun 2015 pemeriksaan penunjang BPH sebagai berikut (Mochtar, 2015) :
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat menentukan adanya leukosituria dan
hematuria. Apabila ditemukan hematuria, maka perlu dicari penyebabnya.
8
7. Uretrosistoskopi
Uretrosistoskopi dikerjakan pada pasien dengan riwayat hematuria,
striktur uretra, uretritis, trauma uretra, instrumentasi uretra, riwayat
operasi uretra, atau kecurigaan kanker kandung kemih. Uretrosistoskopi
harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya kecurigaan kelainan uretra
dan kandung kemih dan sebelum tindakan invasif karena dapat merubah
jenis tindakan.
8. Urodinamik
Pemeriksaan urodinamik merupakan pemeriksaan opsional pada
evaluasi pasien BPH. Indikasi pemeriksaan urodinamik pada BPH adalah:
pasien berusia kurang dari 50 tahun atau lebih dari 80 tahun, volume
residu urine >300 mL, setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah
pelvis, setelah gagal dengan terapi invasif, atau kecurigaan adanya
kelainan buli-buli neurogenik. Urodinamik saat ini merupakan
pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan derajat obstruksi saluran
kemih bawah dan mampu memprediksi hasil tindakan invasif.
Menurut Andra Saferi dan Yessie Mariza, 2013 penatalaksanaan pada BPH
dapat dilakukan dengan :
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi
kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok
dubur.
b. Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada penanganan BPH antara lain :
1) Menghambat adrenorespetor alfa
2) Obat anti androgen
3) Penghambat enzim alfa 2 reduktase
4) Fisioterapi
c. Terapi bedah
Prostatectomy merupakan tindakan pembedahan bagian prostate
(sebagian/seluruh) yeng memotong uretra, bertujuan untuk memperbaiki
aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
12
2.1 Pengkajian
1. Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras
kulit hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih.
Status social ekonomi memiliki peranan penting dalam terbentuknya
fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang
penyakit ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat
memiliki resiko lebih tinggi..
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi ,
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-
putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine
3. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat / hernia sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit BPH.
5. Pola kesehatan fungsional
1) Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,
ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam
hariuntuk berkemih (nokturia), kekuatan system perkemihan.
Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk mulai atau
mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah
15
2.2 Diagnosa
Masalah keperawatan yang paling mungkin muncul dari penderita
berdasarkan diagnosa keperawatan NANDA antara lain sebagai berikut:
1. Nyeri akut b.d injuri fisik
2. Gangguan Eliminasi urin b.d Infeksi saluran kemih
3. Risiko infeksi b.d prosedur infasiv pembedahan
4. Retensi Urin b.d Sumbatan saluran perkemihan
5. Hambatan Mobilitas Fisik b.d Penurunan kekuatan otot
6. Defisit perawatan diri b.d imobilisasi pasca operasi
7. Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi
2.3 Intervensi
Pergerakan (0208)
1. Keseimbangan
penampilan
2. Gerakan otot
3. Gerakan sendi
2.4 Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Cooperberg MR, dkk. 2013. Neoplasms of the prostate gland. In: McAninch JW,
Lue TF, editors. Smith & Tanagho’s general urology. 18th edition.
NewYork: Mc Graw Hill
Coyne KS, Sexton CC, Irwin DE, Kopp ZS,Kelleher CJ, Milsom I.2008. The
impact of overactive bladder, incontinence and other lower urinary tract
symptoms on quality of life, work productivity, sexuality and emotional
well-being in men and women. BJU International; 101:1388-95.
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan keperawatan, Edisi. 3. Jakarta: EGC
Grace A. Pierce dan Borley R.Neil. 2007. At Glance ILMU BEDAH . Edisi ke -
3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah .Jakarta: EGC
Smeltzer, & Bare. 2005.Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner &
Suddart . Edisi 8, Vol 1, alih bahasa: Kuncara Monica Ester. Jakarta:
EGC.