Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit thalasemia masih kurang dikenal oleh masyarakat.
Padahal, di Indonesia terdapat banyak penderita penyakit kelainan darah
yang bersifat diturunkan secara genetik dan banyak terdistribusi di Asia ini.
Pencegahan thalasemia pun sulit dilakukan karena minimnya perhatian
masyarakat dan sarana yang dimiliki oleh tempat pelayanan kesehatan di
Indonesia. Beberapa data menunjukkan bahwa ada sekitar ratusan ribu
orang pembawa sifat thalasemia yang beresiko diturunkan pada anak
mereka serta data lain yang menemukan bahwa 6 – 10% penduduk
Indonesia merupakan pembawa gennya. Penderita thalasemia mayor di
Indonesia sudah tercatat sekitar 5.000 orang, selain yang belum terdata atau
kesulitan mengakses layanan kesehatan. Angka penderita di dunia lebih
besar, yaitu setiap tahunnya ada sekitar 100.000 penderita baru yang lahir
dari pasangan pembawa gen. Begitu banyak penderita thalasemia di
Indonesia, akan tetapi layanan kesehatan di Indonesia masih sulit diakses
oleh penderita thalasemia. Biaya pengobatannya pun mahal, karena pasien
biasanya membutuhkan transfusi darah terus menerus untuk
memperpanjang hidupnya. Sedangkan tidak ditemukan adanya kesembuhan
yang sempurna pada penyakit thalasemia. Kurangnya pengetahuan
masyarakat terhadap penyakit ini dan tidak sempurnanya kesembuhan yang
dicapai oleh penderita thalasemia membuat penulis merasa perlu
memberikan perhatian lebih pada penyakit ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


 Apa yang dimaksud dengan thalasemia?
 Di daerah manakah penyebaran thalasemia yang ada di dunia?
 Bagaimanakah mekanisme terjadinya thalasemia?
 Apa saja tanda dan gejala thalasemia?
 Apa saja macam – macam thalasemia?

1
 Apa penyebab terjadinya thalasemia?
 Bagaimanakah pendeteksian thalasemia sejak dini?
 Bagaimanakah pencegahan dan pengobatan thalasemia?
 Bagaimana contoh kasus thalasemia ?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
 Menjelaskan mengenai pengertian thalasemia.
 Menyebutkan daerah penyebaran thalasemia yang ada di dunia.
 Menjelaskan bagaimana mekanisme terjadinya thalasemia.
 Menjelaskan tanda dan gejala thalasemia.
 Menjelaskan macam – macam thalasemia.
 Menjelaskan penyebab terjadinya thalasemia.
 Menjelaskan bagaimana pendeteksian thalasemia sejak dini.
 Menjelaskan bagaimana pencegahan dan pengobatan thalasemia.
 Memaparkan kasus thalasemia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Thalassemia adalah penyakit genetic/keturunan yang menyebabkan usia
sel-sel darah menjadi lebih pendek. Gen yang rusak adalah gen yang bertugas
mengkodekan hemoglobin, yaitu suatu komponen penting dalam sel darah merah
yang berfungsi mengangkut oksigen. Sel darah merah menjadi mudah pecah atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari) dan kemampuannya dalam
mengangkut oksigen menjadi menurun dreastis. Akibatnya penderitanya menderita
anemia dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan penyakit-penyakit lain seperti
Diabetes Melitus, gangguan hati dan kanker.
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang disebabkan oleh faktor
keturunan dan banyak diderita oleh anak-anak di kawasan Laut Tengah, Timur
Tengah dan Asia. Penyakit ini pada awalnya menyerang pada anak-anak sejak usia
3 sampai 18 bulan dengan menunjukkan gejala seperti anemia, pucat, sukar tidur,
lemas dan tidak punya nafsu makan.
Thalassemia terdiri atas beberapa tipe. Mereka yang tidak mampu
memproduksi protein/gen globin alpha dalam jumlah yang cukup disebut
thalassemia alpha. Sedangkan mereka yang kekurangan produksi protein/gen
globin beta, menderita thalassemia beta. Di Indonesia lebih banyak ditemukan
kasus thalassemia beta. Insiden pembawa sifat Thalassemia di Indonesia berkisar
antara 6-10%, artinya dari setiap 100 orang 6-10 orang adalah pembawa sifat.
Thalassemia diturunkan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Sebagai
contoh, jika ayah dan ibu memiliki gen pembawa sifat Thalassemia (thalassemia
trait), maka kemungkinan anaknya untuk menjadi pembawa sifat Thalassemia
adalah sebesar 50%, kemungkinan menjadi penderita Thalassemia mayor 25% dan
kemungkinan menjadi anak normal yang bebas Thalassemia hanya 25%.

3
2.2 PENYEBARAN THALASEMIA
Penyakit thalasemia tersebar luas di daerah Mediterania seperti Italia,
Yunani, Afrika bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, Sri
Langka sampai Asia Tenggara termasuk Indonesia. Frekuensi thalasemia di
Asia Tenggara adalah 3 – 9% (Tjokronegoro, 2001).
Indonesia sendiri diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia
sekitar 5 – 6% dari jumlah populasi. Palembang (10%), Makassar (7,8%),
Ambon (5,8%), Jawa (3 – 4%), Sumatera Utara dan (1 – 1,5%).
2.3 MEKANISME TERJADINYA THALASEMIA
Thalasemia terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi rantai
protein hemoglobin yang cukup. Hal ini menyebabkan sel darah merah
gagal terbentuk dengan baik dan tidak dapat membawa oksigen. Gen
memiliki peran dalam mensintesis rantai protein hemoglobin. Jika gen –
gen ini hilang atau diubah atau terganggu maka thalasemia dapat terjadi.

2.4 TANDA dan GEJALA THALASEMIA


2.4.1 Anemia Hemolitik
Pada penderita thalasemia seseorang akan mengalami anemia hemolotik,
yaitu penurunan jumlah sel darah merah di karenakan mudah pecahnya
badan eritrosit. Secara normal eritrosit akan hancur sekitar 120 hari di
dalam kapiler limfa. Namun pada penyakit thalasemia ini eritrosit akan
hancur sekitar 13 – 35 hari.
2.4.2 Kelainan Komponen Hemoglobin
Pada dasarnya penyakit thalasemia ini terjadi karena kelainan komponen
hemoglobin yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen (O2 ) dari paru
– paru ke jaringan perifer dan membawa karbondioksida ( CO2 ) dari
jaringan perifer ke paru – paru untuk di buang.sehingga pada kelainan
thalasemia ini hemoglobin yang terbentuk akan tidak sempurna dan
hemoglobin tidak adekuat dalam pengedaran O2 dari paru ke jaringan
perifer. Dan hal ini akan menimbulkan organ – organ perifer menjadi
pucat sehingga orang tersebut akan tampak pucat, lemas, mudah lelah,
pusing, dll.

4
2.4.3 Spelomegali
Spelomegali ( pembengkakan limfe ), pada gejala ini terjadi akibat
adanya anemia hemolitik yang eritrositnya mudah pecah. sehingga
adanya organ limfe yang berfungsi sebagai tempat penghancuran eritrosit
akan menerima timbunan yang sangat banyak hingga terjadi pembesaran
organ limfe yang disebut dengan splenomegali. Dan dalam pembesaran
limfe ini akan di tentukan dengan cara shefingter.
2.4.4 Hepatomegali
Hepatomegali. Telah kita ketahui hati merupakan tempat
penyimpanan cadangan besi yang berupa feritinin. Secara fisiologis
ketika eritrosit di pecah di dalam hepar maka kandungan besi yang ada
di dalamnya akan di selamatkan untuk pembentukan hemoglobin dalam
eritrosit baru. Namun pada penyakit ini penyakit pemecahan eritrosit
meningkat tajam sehingga menjadikan penumpukan pada cadangan besi
meningkat dan hal ini menjadikan hepatomegali.
2.4.5 Nyeri Tulang
Nyeri tulang. Pada thalasemia yang mengakibatkan gejala anemia berat
akan memicu peningkatan eritropoesis sebagai kompensasi dari anemia
berat ini. Hal ini menimbulkan sumsum tulang akan bekerja keras untuk
membentuk eritrosit sehingga menjadikan deformasi tulang.
2.4.6 Ikterus
Ikterus, merupakan gejala yang menandakan peningkatan kadar bilirubin
didalam tubuh. Bilirubin secara metabolisme dibentuk dari globin yang
di selamatkan dari pemecahan eritrosit.

2.5 PENYEBAB THALASEMIA


Penyebab terjadinya penyakit thalasemia antara lain :
2.5.1 Gangguan genetik
Orang tua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia
sehingga klien memiliki gen resesif homozygote.
2.5.2 Kelainan struktur hemoglobin

5
Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi
2 macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta
(penurunan sintesis rantai beta).
2.5.3 Produksi Polipeptida yang Terganggu
Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu
2.5.4 Kerusakan Eritrosit
Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit
pendek (kurang dari 100 hari)
2.5.5 Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
Eritrosit yang mengandung HbS melewati sirkulasi lebih lambat
apabila dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan
deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya
menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.
2.6 MACAM – MACAM THALASEMIA
2.6.1 Berdasarkan Jenis Rantai Globin yang Terganggu
2.6.1.1 Thalasemia Alfa
Pada thalasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa
globulin dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16.
Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai
beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat
terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai
gamma yang disebut Hb Barts. Thalasemia alfa sendiri memiliki beberapa
jenis antara lain :
1) Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar
dan limpa dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang
mengalami kelainan ini akan meninggal beberapa jam setelah
kelahirannya atau dapat juga janin meninggal dalam kandungan
pada minggu ke 36 – 40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan
elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80 – 90% Hb Barts, tidak
ada HbA maupun HbF.

6
2) Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan
anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH,
maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga
dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
3) Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang
ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
4) Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang
ada masih bisa menjalankan fungsi normal.
2.6.1.2 Thalasemia Beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi
berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu thalasemia mayor, intermedia
dan karier. Pada kasus thalasemia mayor Hb sama sekali tidak
diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak – anak
thalasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami
anemia berat mulai usia 3 – 18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang
wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya
penderita akan tergantung pada transfusi darah. Setelah ditransfusi,
penderita thalasemia menjadi segar kembali. Kemudian darah yang
sudah ditransfusikan tadi setelah beberapa waktu akan hancur lagi.
Kembali terulang penderita kekurangan oksigen, timbul gejala lagi,
perlu transfusi lagi, demikian berulang – ulang seumur hidup. Bisa tiap
minggu penderita memerlukan transfusi darah, bahkan bisa lebih
sering. Lebih membahayakan lagi, darah yang ditransfusi terus –
menerus tadi ketika hancur akan menyisakan masalah besar yaitu zat
besi dari darah yang hancur tadi tidak bisa dikeluarkan tubuh. Akan
menumpuk, kulit menjadi hitam, menumpuk di organ dalam penderita
misalnya di limpa, hati, jantung. Penumpukan di jantung sangat

7
berbahaya, jantung menjadi tidak bisa memompa lagi dan kemudian
penderita thalasemia meninggal.
2.6.2 Pembagian Thalasemia Secara Klinis
2.6.2.1 Thalasemia Mayor
Merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah
yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel – sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, sehingga
yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,
namun di usia 3 – 18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia.
Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, mereka harus
menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidupnya. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat
bertahan sekitar 1 – 8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi – lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Semakin
berat penyakitnya, maka sering pula si penderita harus menjalani
transfusi darah.
2.6.2.2 Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda – tanda penyakit thalasemia tidak muncul.
Walaupun thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah
dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25%
anak mereka menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan
pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai
ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan
tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tetapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.

8
2.7 CARA PENDETEKSIAN PENYAKIT THALASEMIA
 Mengamati ketika si anak telah lahir dan mulai tumbuh apakah
menujukkan gejala – gejala thalasemia;
 Ketika seorang ibu mengandung dengan melakukan tes darah di
laboratorium untuk memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia
atau tidak karena jika suami atau istri membawa sifat (carrier) thalasemia,
maka 25% anak mereka memiliki kemungkinan menderita thalasemia.
 Pemeriksaan darah secara rutin, sehingga tidak terjadi pernikahan antara
pembawa gen thalasemia dan jika terjadi pernikahan yang keduanya
ternyata pembawa sifat tetap diperbolehkan menikah. Akan tetapi, saat
si istri hamil pada kehamilan 10 minggu dia harus memeriksakan diri ke
pusat thalasemia untuk diperiksa apakah si janin thalasemia mayor atau
tidak.
2.8 PENCEGAHAN dan PENGOBATAN THALASEMIA
2.8.1 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya thalasemia pada anak, pasangan yang
akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai
hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya.
Peluang untuk sembuh dari thalasemia memang masih tergolong kecil
karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya.
Cara memcegahnya antara lain :
a. Menghindari makanan yang diasinkan
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan
yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat
meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh.
b. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah.
Terapi ini merupakan terapi utama bagi orang – orang yang
menderita thalasemia sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan
melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan
hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut,
transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120

9
hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta
thalasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja,
tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta talssemia mayor (cooley’s
anemia) harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 minggu sekali).
c. Terapi khelasi besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang
kaya protein. Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat
mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat
merusak hati, jantung dan organ – organ lainnya. Untuk mencegah
kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang
kelebihan zat besi dari tubuh.
d. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu
pembangunan sel – sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus
tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi
khelasi besi.
2.8.2 Pengobatan
Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati thalasemia adalah
transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell).
Pada tahun 2009, seorang penderita thalasemia dari India berhasil sembuh
setelah memperoleh donor sumsum tulang belakang dari adiknya tapi
akibatnya adiknya mengalami kelumpuhan total setelah melakukan
tranplantasi tersebut dan adiknya juga mengalami amnesia parsial.
Sehingga Ia meninggal pada tahun 2011 karena tranplantasi tersebut. Ini
bukan berarti pendonor akan meninggal setelah tranplantasi, kemungkinan
yang paling pasti adalah pendonor akan mengalami amnesia parsial jika
kadar kecocokan sumsum tulang belakang lebih dari 50% sedangkan jika
kurang dari 50% akan mengalami kelumpuhan. Berbeda dengan mereka
yang merupakan saudara satu kandung, resiko yang akan didapat adalah
menderita amnesia parsial dan juga mengalami kelumpuhan total.

10
2.9 CONTOH KASUS THALASEMIA
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Umur : 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kec. Cianjur Kab. Cianjur
MRS tanggal : 11 Juli 2011
No. Rekam Medik : 472947
Dokter Yang Merawat : dr. Jauhari, Sp.A

ANAMNESA (Alloanamnesis)
KELUHAN UTAMA
OS pucat dan badan tampak kuning sejak 8 hari SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


8 hari SMRS OS pucat dan badan tampak kuning serta lemas, cepat lelah,
sakit kepala, demam terus menerus, keringat dingin, mual, nafsu makan
menurun, nyeri perut dan berat badan menurun.
1 hari SMRS punggung OS gatal-gatal, BAB 1x terdapat darah jumlah ±1
sendok teh, BAK lancar >4x sehari warna kuning. Batuk, pilek, sesak napas,
muntah, mimisan, perdarahan gusi, ruam merah pada kulit, dan bengkak
pada badan disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


4 tahun SMRS OS pernah ditransfusi karena anemia.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat Thalasemia dalam keluarga disangkal.

RIWAYAT PENGOBATAN
OS belum pernah berobat sebelumnya.

11
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Ibu OS hamil 9 bulan, lahir normal ditolong bidan. Bayi lahir langsung
menangis. BBL : 3000 gram.

RIWAYAT PSIKOSOSIAL
OS tidak nafsu makan, makan 2-3x sehari sedikit-sedikit.

RIWAYAT IMUNISASI
Ibu OS mengaku OS telah diimunisasi Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan
Campak
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

A. PEMERIKSAAN FISIK
KESAN UMUM : Tampak sakit sedang, OS tampak pucat dan ikterik
KESADARAN : Composmetis
TANDA VITAL : Suhu : 37,6 0C
HR : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
ANTROPOMETRI : BB = 19 kg
PB = 130 cm
Status Gizi Berdasarkan NCHS:
BB/U = 19/32 x 100% = 59,3% (Gizi Buruk)
TB/U = 130/138 x 100% = 94,2% (Baik)
BB/TB = 19/26 x 100% = 73% (Gizi Kurang)
STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterus (+/+)
Reflex cahaya (+), pupil isokhor
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (+), Lidah kotor (-)

12
Telinga : Sekret (-), Darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru :
I : Pergerakan dada simetris, Retraksi dinding dada (-)
P : Vokal Fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada semua lapang paru
A :Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
I : Cembung
A : BU (+)
P : Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa
Lien teraba di skufner III
P : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
8 Juli 2011
Pemeriksaan Darah Rutin

Parameter Nilai Satuan Nilai


Normal

WBC 7,3 103/µL 4,5-13,5


LY % 22,8 % 28,0-38,0
MO% 3,0 % 0,0-13,0
GR% 74,2 % 47,0-62,0
LY # 1.7 103/µL 1,3-5,1
MO# 0,2 103/µL 0,0-2,0
GR# 5,4 103/µL 2,1-8,4

RBC 1,64 106/µL 4,0-5,2

13
HGB 4,1 g/dL 11,5-14,5
HCT 12,3 % 32,0-42,0
MCV 75,0 fL 80,0-94,0
MCH 25,0 pg 27,0-31,0
MCHC 33,3 g/dL 33,0-37,0
PLT 230 103/µL 150-450
RDW 20,2 % 10,0-15,0
PCT 0.08 % 0,100-0,500
MPV 3,6 fL 8,0-12,0
PDW 16,9 % 10,0-18,0

9 Juli 2011
Pemeriksaan Kimia Darah
Bilirubin Total = 7,79 mg%
Direk = 1,76 mg%
Indirek = 6,03 mg%
SGOT = 17 mg%
SGPT = 72 mg%
Alkali Fosfat = 1670 U/L

Pemeriksaan Serologi
HbsAg (-)
10 Juli 2011
Pemeriksaan Darah Rutin

Parameter Nilai Satuan Nilai


Normal

WBC 5,4 103/µL 4,5-13,5


LY % 20,8 % 28,0-38,0
MO% 3,9 % 0,0-13,0

14
GR% 75,3 % 47,0-62,0
LY # 1,1 103/µL 1,3-5,1
MO# 0,2 103/µL 0,0-2,0
GR# 4,1 103/µL 2,1-8,4

RBC 2,00 106/µL 4,0-5,2


HGB 5,1 g/dL 11,5-14,5
HCT 15,4 % 32,0-42,0
MCV 77,0 fL 80,0-94,0
MCH 25,5 pg 27,0-31,0
MCHC 33,1 g/dL 33,0-37,0
PLT 168 103/µL 150-450
RDW 19,1 % 10,0-15,0
PCT 0,07 % 0,100-0,500
MPV 4,4 fL 8,0-12,0
PDW 18,6 % 10,0-18,0

11 Juli 2011
Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi
Eritrosit : Hipokrom mikrositer tidak ditemukan normoblast
Leukosit : Limfosit atipik (+)
Trombosit : Kelompok trombosit cukup
Pemeriksaan Urinalisa
Warna : Jernih
PH :6
Protein : (-)
Reduksi : (-)
Urobilin : +4
Bilirubin : (-)
Sedimen : (-)
Eritrosit : 0-1/LPB

15
Leukosit : 2-4/LPB
Sel Epitel : 1-3/LPB
Kristal : (-)
Silinder : (-)

12 Juli 2011
Pemeriksaan Darah Rutin
Parameter Nilai Satuan Nilai
Normal

WBC 3,5 103/µL 4,5-13,5


LY % 21,9 % 28,0-38,0
MO% 8,2 % 0,0-13,0
GR% 69,9 % 47,0-62,0
LY # 0,8 103/µL 1,3-5,1
MO# 0,3 103/µL 0,0-2,0
GR# 2,4 103/µL 2,1-8,4

RBC 3,68 106/µL 4,0-5,2


HGB 10,0 g/dL 11,5-14,5
HCT 30,4 % 32,0-42,0
MCV 82,6 fL 80,0-94,0
MCH 27,2 pg 27,0-31,0
MCHC 32,9 g/dL 33,0-37,0
PLT 175 103/µL 150-450
RDW 17,5 % 10,0-15,0
PCT 0,08 % 0,100-0,500
MPV 5,0 fL 8,0-12,0
PDW 18,9 % 10,0-18,0

13 Juli 2011
Pemeriksaan Kimia Darah
Bilirubin Total = 2,07 mg%

16
Direk = 1,14 mg%
Indirek = 0,93 mg%
SGOT = 30 mg%
SGPT = 45 mg%
Alkali Fosfat = 470 U/L
Gamma GT = 31,01 U/L

C. RESUME
An. M, 10 Tahun MRS tanggal 11 Juli 2011 dengan keluhan 8 hari SMRS OS
pucat dan badan tampak kuning serta lemas, cepat lelah, sakit kepala,
demam terus menerus, keringat dingin, mual, nafsu makan menurun,
nyeri perut dan berat badan menurun. 1 hari SMRS punggung OS gatal-
gatal, BAB 1x terdapat darah jumlah ±1 sendok teh, BAK lancar >4x
sehari warna kuning 4 tahun SMRS OS pernah ditransfusi karena anemia.
Pemeriksaan fisik tanda vital: suhu: 37,6 0C, HR: 90 x/menit, RR: 20
x/menit. Status Gizi: BB/U = Gizi Buruk, TB/U = Baik, BB/TB = Gizi
Kurang. Mata: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (+/+), mulut:
bibir pucat (+), hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa dan lien teraba di
skufner III.
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Tanggal WB HB HT PL RB
C T C

8 Juli 7,3 4,1 12, 230 1,64


201 3
1
10 Juli 5,4 2,0 5,1 15,4 168
201 0
1

17
12 Juli 3,5 3,6 10, 30,4 175
201 8 0
1
9 Juli 2011
Pemeriksaan Kimia Darah Pemeriksaan Serologi
Bilirubin Total = 7,79 mg% HbsAg (-)
Direk = 1,76 mg%
Indirek = 6,03
mg%
SGOT = 17 mg%
SGPT = 72 mg%
Alkali Fosfat = 1670 U/L

11 Juli 2011
Pemeriksaan Morfologi Darah Pemeriksaan Urinalisa
Tepi Urobilin : +4
Eritrosit : Hipokrom mikrositer Eritrosit : 0-1/LPB
tidak ditemukan normoblast Leukosit : 2-4/LPB
Leukosit : Limfosit atipik Sel Epitel : 1-3/LPB
(+)
Trombosit : Kelompok
trombosit cukup

13 Juli 2011
Pemeriksaan Kimia Darah
Bilirubin Total = 2,07 mg% SGOT = 30 mg%
Direk = 1,14 mg% SGPT = 45 mg%
Indirek = 0,93 Alkali Fosfat = 470 U/L
mg% Gamma GT = 31,01 U/L

18
D. DIAGNOSA KERJA
Thalasemia dan Gizi Buruk

E. RENCANA DIAGNOSIS
- Penilaian Cadangan Besi :
Feritin Serum
Besi serum dan persentase saturasi transferin (kapasitas ikat besi)
- EKG
- Uji Toleransi Glukosa
- Pemeriksaan Hormon Pertumbuhan

F. RENCANA TERAPI
- IVFD D1 : 4 = 19 x 60 = 12 tetes permenit
- Paracetamol = 3 x 2 cth (bila demam)
- Transfusi Darah PRC
Kebutuhan : 19 x 15 = 285 cc
Lama : 285 x 15 = 14,25 jam
5 x 60
- Diet Gizi Seimbang
Sebaiknya menghindari makanan yang mengandung zat besi
Kebutuhan kalori = 17,5 x 19 + 651 x1,2 x 1,55
= 1829,31 kalori
- Vitamin A = 200.000 IU p.o
- Cefotaxim 2x 950 mg (iv)
- Vitamin C 200 mg/hari p.o
- Asam Folat 1 mg/hari p.o
- Imunisasi Hepatitis B

19
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah bisa dikarenakan
keturunan yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Penyebaran
penyakit thalasemia antara lain di Mediterania seperti Italia, Yunani, Afrika
bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, Sri Langka sampai Asia
Tenggara. Mekanisme thalasemia yaitu tubuh tidak dapat memproduksi
rantai protein hemoglobin yang cukup. Hal ini menyebabkan sel darah
merah gagal terbentuk dengan baik dan tidak dapat membawa oksigen. Gen
memiliki peran dalam mensintesis rantai protein hemoglobin. Jika gen – gen
ini hilang atau diubah atau terganggu maka thalasemia dapat terjadi.
Adapun tanda dan gejala thalasemia yaitu lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badannya kurang, gizi
buruk, perut membuncit, muka yang mongoloid, kulit tampak pucat kuning
– kekuningan dan jantung mudah berdebar – debar. Thalasemia dibedakan
menjadi 2 berdasarkan terganggunya rantai globin dan secara klinis.
Penyebab thalasemia yaitu gangguan genetik; kelainan struktur
hemoglobin; produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida
terganggu; terjadi kerusakan eritrosit dan deoksigenasi. Pendeteksian
penyakit thalasemia bisa dengan meriksa darah secara rutin serta untuk
pencegahan dan pengobatanya dengan menghindari makanan yang di
asinkan, tranfusi darah, terapi khelasi besi maupun suplemen asam folat
juga transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca.
3.2 SARAN
3.2.1 Sering dilakukan penyuluhan – penyuluhan tentang thalasemia kepada
masyarakat luas terutama yang memiiki riwayat penderita thalasemia agar
mengetahuinya.

20
3.2.2 Keluarga dapat membantu dalam proses perawatan dan pengobatan
pada anak atau keluarga yang menderita penyakit thalasemia dan
menghindari terjadinya penyakit pada keturunan selanjutnya dengan tidak
menikah dengan pasangan pembawa penyakit tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

Boyer, R. 2006. Concepts In Biochemistry.Third Edition.New York: John Wiley


and Sons

Cole,A.S. and Eastoe,J.E. 1977. Biochemistry and Oral Biology. England: The
Pitman Press.

Lehninger, A.L. 1997. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid I.Jakarta: Erlangga.

Mark, Dawn B, Allan D. Mark, Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran


Dasar. Jakarta: EGC

Murray, Robert K, Daryl K. Granner, Peter A Mayers, Victor W. Rodwell. Biokimia


Harper. Jakarta: EGC

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:Universitas Indonesia Press

22

Anda mungkin juga menyukai