Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG THALASEMIA

Disusun Oleh : EMILIA MUDRIKA

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2012
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya II dalam sehingga kami makalah dapat menyelesaikan judul tugas komprehensif pembuatan dengan ASUHAN

KEPERAWATAN TENTANG THALASEMIA di STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas dari Ibu Dosen STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong. Dan pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen atas penjelasannya yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang tersusun ini belumlah sempurna, maka dari itu apabila ada kesalahan atau kekurangan, kami mohon maaf dan mengharap segala saran dan kritik demi sempurnanya penyusunan makalah yang selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa semata, kami berharap semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya penulis sendiri. Amin

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul Kata Pengantar....................................................................................... Daftar Isi................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan...................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum........................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus........................................................... 1.4 Manfaat Penulisan.................................................................... BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi 2.2 Insidensi.. 2.3 Etiologi ............................................................... 2.4 Patofisiologi 2.5 Manifestasi klinis 2.6 Klasifikasi............................................................................. 2.7 Pemeriksaan penunjang........................................................... 2.8 Penatalaksanaan...................................................................... 2.9 Komplikasi. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian... 3.2 Pemeriksaan fisik.... 3.3 Diagnosa Keperawatan 3.4 Rencana Keperawatan.. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan.............................................................................. 4.2 Saran........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA 14 14 8 10 11 12 3 3 3 4 4 5 5 5 7 1 1 2 2 2 2 i ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Saat ini, penyakit thalasemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000 orang per tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat umum seperti anemia dan muntah-muntah. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau kekurangan darah berat akibat kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling fatal tentu saja organ jantung. Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah. Malangnya, kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain, harapan hidup pasien talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam hidupnya. Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti besi yang seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang mampu berakhir dengan kematian. Kendati orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan bahwa penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang salah. Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa pengertian dari thalasemia ? 1.2.2 Apa insidensi dari thalasemia ? 1.2.3. apa etiologi dari thalesemia ?

1.2.4. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari Thalasemia ? 1.2.5. Apa manifestasi klinis dari thalsemia ? 1.2.6 Apa klasifikasi dari thalsemia ? 1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang dari thalsemia ? 1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan penyakit thalasemi ? 1.2.9 Apa saja komplikasi dari thalsemia ? 1.2.10 Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thalasemia?

1.3 TUJUAN 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengidentifikasi dan mengetahui penyakit thalasemia pada gangguan sistem imun.

1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 1.3.2.2 1.3.2.3 1.3.2.4 1.3.2.5 1.3.2.6 1.3.2.7 1.3.2.8 1.3.2.9 Untuk mengetahui pengertian dari thalasemia Untuk mengetahui insiden thalsemia Untuk mengetahui Apa penyebeb dari talasemia Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dari Thalasemia Untuk mengetahui manifestasi klinis dari thalsemia Untuk mengetahui klasifikasi dari thalsemia Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit thalasemia Untuk mengetahui komplikasi dari thalsemia

1.3.2.10 Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thalasemia

1.4 Manfaat Penulisan Dapat menambah wawasan kita bagi pembaca mengenai pengetahuan penyakit Thalasemia dan Asuhan Keperawatan yang meliputi penyebab, patofisiologi, tanda gejala, serta tatalaksana). (pengertian,

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ) .(Ngastiyah, 1997). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defesiensi produksi rantai globin pada haemoglobin. (Suryadi, 2001). Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997).

2.2 Insidensi Frekuensi gen thalasemia di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Menurut data Perkumpulan Orang Tua Penderita Thalasemia Indonesia (POPTI), penyakit tersebut tidak hanya diderita anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Data 2008 yang dikeluarkan POPTI mencatat, di antara 217 kasus yang ditangani di Jatim, 51 penderita berada di Surabaya (28 pria dan 23 wanita).Kasus thalasemia merupakan fenomena gunung es. Jumlah penderitanya bisa saja jauh lebih banyak daripada yang diketahui, tambahnya. Masih banyak penderita yang mungkin belum memeriksakan penyakitnya.

2.3 Etiologi Faktor penyebab thalasemia berupa faktor genetik (keturunan) yang berarti diturunkan dari sifat yang dibawa orang tuanya, pada thalasemia terjadi kerusakan pada sel darah merah yang disebabkan karena hemoglinopati yang diakibatkan oleh gangguan produksi hemoglobin.

2.4 Patofisiologi Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karena kecelakaan gen) yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut. Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggun karena tidak memerlukan rantai beta justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada dinding eritrosit dan menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi gambaran anemia hipokrom dan mikrositer. Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas dan masa hidup eritrosit memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan.Thalasemia dan hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit/kelainan yang bedasarkan defek/kelainan hanya satu gen.

2.4.1

Pathway Terlampir

2.5 Manifestasi Klinis 1) Letargi 2) Pucat 3) Kelemahan 4) Anorexia 5) Diare 6) Bentuk muka mongoloid 7) Berat badan berkurang 8) Pembesaran limfa dan hepar 9) Kulit pucat dan agak kekuning-kuningan

2.6 Klasifikasi Secara klinis thalasemia dibagi menjadi 2 golongan yaitu: a) Thalasemia mayor : (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas. b) Thalasemia minor : dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis. Berdasarkan kelainan struktur HB yang terjadi , Thalasemia terbagi menjadi: a) Thalasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa) b) Thalasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta) c) Thalasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta) d) Thalasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).

2.7 Pemeriksaan Penunjang a) Darah tepi : untuk melihat bentuk, warna dan kematangan sel-sel darah b) Feritin, SI dan TIBC : untuk melihat status besi c) Hematologi Rutin : untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah d) Analisis Hemoglobin : untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalassemia e) Analisis DNA : untuk diagnosis prenatal (pada janin)

2.8 Penatalaksanaan Farmakologi a) . Medikamentosa 1.Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) / pemasangan desferal diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfuse darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat bada/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal waktu selama 5 hari berturut setiap selesai transfuse darah. Pemasangan Desferal dilakukan pada anak dengan penyakit

Thalasemia, dimana kadar feritinnya > 1000 mg/dl, sehingga

pemasangan desferal ini dimaksudkan untuk menurunkan kadar besi yang menumpuk pada pasien Thalasemia baik pada kulit maupun organ, dengan menghambat absorpsi Fe. Pemasangan ini diberikan sebanyak 4-7 kali per minggu pasca transfusi darah. Pemberian desiferal tepat di sub kutan di muskulos deltoid 0,5 - 1 mg / hari diberikan dalam 1 2 inj. i. m atau i.v. 2. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek khelasi besi. 3. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. 4. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat

memperpanjang umur sel darah merah. b) Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya. Bedah Splenektomi, dengan indikasi: limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya terjadinya ruptur hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun Non farmakologi Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

2.9 Komplikasi Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain : Infark tulang Nekrosis Asteomilitis (terutama salmonella) Infeksi Hepatomegali Splenomegali

10

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian A.Identitas Nama, umur (kebanyakan terjadi pada anak-anak), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa (banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah/mediterania), tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer register, diagnosis medis B. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah Pasien biasanya lemah, sesak nafas, pucat yang menunjukkan anemia. b. Riwayat penyakit sekarang Kulit kuning dan perut kelihatan membesar, hilangnya nafsu makan dan kadang mual. Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. c. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan pada RPD meliputi adanya Riwayat transfuse darah/ komponen darah, penyakit ginjal kronis, hepar, kanker, infeksi kronis, pernah mengalami pendarahan, dan alergi multiple. d. Riwayat penyakit keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling

11

pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. e. Riwayat Tumbuh Kembang Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. f.Riwayat psiko-sosio-spiritual Anak : Usia, tugas perkembangan psikososial, kemampuan beradaptasi dengan penyakit mekanisme koping yang digunakan. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping keluarga yang digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress. g. Riwayat kehamilan Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter. C. Activity Daily Living - Aktivitas Pada pasien dengan thalassemia anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah - Sirkulasi Kemungkinan terjadi dapat ditemukan tekanan darah hipotensi, nadi bradikardi, takikardi - Eliminasi

12

biasanya ditemukan BAK lebih sering , bisa terjadi disyuria dan hematuria. Bisa terjadi konstipasi/diare. - Makanan dan Cairan Terjadi penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya disertai mual dan muntah yang menyebabkan berat badan menurun - Nyeri / Kenyamanan Pada pasien thalassemia terdapat distensi abdomen, - Seksualitas Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik

3.2 Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal, tampak pucat, perut membuncit akibat hepatomegali, bentuk muka mongoloid (facies Cooley), ditemukan ikterus. b. TTV o TD: Hipotensi (N: 110-120/70-80) o Nadi: Takikardi (N: 60-100x/menit) o RR: Takipneu (N: 20-24 x/menit) Suhu: Bisa naik/turun (N:36,5-37,5C) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan Mulut dan bibir terlihat kehitaman Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.

13

Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali). Pertumbuhan fisiknya lebih kecil dari pada normal sesuai usia, BB di bawah normal Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.

Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

Kepala : Tertutup rata, rambut hitam tidak mudah dicabut Wajah : Facies Cooley Mata : RC + / + .Pupil isokor ka : ki , konjungtiva palpebra, Inferior anemis (+) Telinga : cairan ( ) Hidung : PCH ( ), Secret ( ) Mulut : Mukosa bibir basah ( ), Pucat (+) Leher : Pembesaran kelenjar getah bening ( ) Torak
o o o o o

: : Simetris Fusiform, retraksi interkosta(-) : Stem fremitus ki = ka : Sonor pada kedua lapangan paru : SP Vesikuler HR :124x/menit, reguler, desah(-)

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

ST ( ) RR : 32 x/mnt, reguler, ronchi (-) : : Simetris membesar : Hepar Teraba 12 cm BAC kanan, permukaan rata, konsistensi

Abdomen
o o

Inspeksi Palpasi

keras, pinggir tampul , nyeri tekan ( ) , Lien teraba pada Schufner VI.
o o

Perkusi Auskultasi

: Beda : Peristaltik ( + ) N. : Supor Pols 123 x / mnt, T/V cukup, BCGS carr(+) Infor Oedem ( )

Ekstremitas

14

Genitalia

tidak ada kelainan

3.3 Diagnosa Keperawatan 1. G3 perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan sindrom anemia. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan suplai nutrisi berkurang , anoreksia 4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kekunig- kuningan akibat dilakukan tranfusi terus menerus 5. Resiko infeksi berhubungan dengan splenektomi 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi 7. Ansietas berhubungan dengan pengangkatan limpa atau splenektomi 8. G3 pola nafas berhubungan dengan suplai oksigen kejrngn berkurang

3.4 Rencana Keperawatan Dx. 1: G3 perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam terdapat peningkatan perfusi jaringan Kriteria Hasil: Keluarga/pasien mengetahui penyebab perubahan perfusi jaringan Klien menunjukan perfusi yang adekuat seperti: pengisian kapiler baik, haluaran urin adekuat, membrane mukosa merah muda, akral hangat Tidak ada nyeri ekstremitas yang terlokalisasi Suhu ekstremitas hangat Tingkat sensasi normal Hb normal 12 16 gr% TTV dalam batas normal Intervensi:

15

1. Awasi tanda vital 2. Periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dan suhu membrane mukosa. 3. Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran. 4. Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi rteri dengan tepat 5. Ajarkan pasien/keluarga tentang cara menghindari suhu yang ekstrim pada ekstremitas 6. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. 7. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. 8. Tinggikan anggot badan yang terkena 200 atau lebih tinggi dari jantung untuk meningkatkan aliran darah balik vena, jika diperlukan

Dx 2: Intoleransi aktifitas b.d sindrom anemia Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukan peningkatan toleransi aktivitas Kriteria Hasil: Klien mengetahui penyebab intoleransi aktivitas Klien mampu mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yang

menimbulkan kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi aktivitas Klien dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuan Tanda-tanda vital dalam batas normal Klien tidak menunjukan tanda-tanda keletihan Intervensi: 1. Kaji respons emosi, social, dan spiritual terhadap aktivitas. 2. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas 3. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energy 4. Pantau respons oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri. 5. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, memantau diri dan teknik berjalan untuk melakukan AKS)

16

6. Rencanakan

aktivitas

dengan

pasien/keluarga

yang

meningkatkan

kemandirian dan daya tahan. Misalnya: anjurkan periode alternative untuk istirahat dan aktifitas 7. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab intoleransi aktivitas

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Thalasemia adalah kelainan darah yang sifatnya menurun (genetik), di mana penderitanya mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin (Hb). Hemoglobin sendiri adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. Hemoglobin terdiri dari beberapa jenis protein, diantaranya protein alpha dan protein beta. Penderita Thalassemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup, sehingga sel darah merahnya tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini berujung dengan anemia (kekurangan darah) yang dimulai sejak usia anak-anak hingga sepanjang hidup penderitanya . Penatalaksanaan Thalassemia yaitu tergantung pada jenis yang diidap penderitanya. Penderita Thalassemia Minor umumnya tidak memerlukan pengobatan. Penderita thalassemia intermedia mungkin memerlukan transfusi darah dengan frekuensi yang berbeda-beda, tergantung tingkat keparahan anemia masing-masing. Penderita thalassemia mayor umumnya harus menjalani transfusi darah setiap 2-3 minggu sekali sepanjang hidup mereka.Transfusi darah berulangkali dapat mengakibatkan kondisi kelebihan zat besi yang disebut ironoverload, yang menyebabkan hati dan limpanya membengkak, sehingga perutnya menjadi buncit. Untuk mengatasi kelebihan zat besi ini, mereka harus menjalani terapi khelasi (chelation therapy) dengan bahan desferal, yang biayanya juga relatif tinggi sebagaimana transfusi darah yang harus mereka jalani secara .

17

4.2 Saran Jika seseorang mengalami anemia jangan lah di anggap remeh , karena anemia bisa mengakibatkan penyakit thalsemia yang berat dan yang nantinya membutuhkan tranfusi darah seumur hidup apabila sudah parah , maka dari itu sebaiknya kita periksakan sejak dini atau cek hemoglobin kita , agar kita lebih tau kita mengalami anemia atau tidak . DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., dkk . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Guyton & Hall.1997. Fisiologi Kedokteran (Ed. 9). Jakarta : EGC Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :EGC Nursalam.2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika

18

Anda mungkin juga menyukai