Anda di halaman 1dari 42

TALASEMIA,

LEUKEMIA, DAN
ANEMIA
Penulis: dr. FAISAL YATIM
DTM&H, MPH

Versi Online: IMU


PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta’ala atas segala
nikmat dan karuniaNya sehingga pengetikan buku
“Talasemia, Leukemia dan Anemia” karya dr. Faisal Yatim
DTM&H, MPH dapat IMU selesaikan.
Versi SoftFile ini, kami publikasikan di Blog IMU, Islamic
and Medical Updates dengan URL:
http://islamicandmedicalupdates.blogspot.com .
Apa yang kami lakukan tidaklah seberapa dibandingkan
dengan usaha keras penulis dalam menyusun buku ini.
Oleh karena itu, bagi pembaca yang ingin memiliki buku
ini dalam versi HardFile, kami sarankan untuk membeli
buku aslinya.
Demikianlah apa yang dapat IMU lakukan dalam
perannya menyebarkan naskah-naskah ilmiah, termasuk
naskah kedokteran.

Surakarta, Maret 2012


Admin IMU,
Abdurahman Baharudin Wahid

1
SEKAPUR SIRIH
Seperti buku saya terdahulu yang sudah beredar di
pasaran, tujuan saya menulis buku ini adalah untuk
memberikan penyuluhan kesehatan dan ilmu kedokteran
kepada para pembaca terutama masyarakat awam.
Selama bertahun-tahun informasi kesehatan dan
kedokteran hanya berputar diantara mahasiswa
kedokteran, residen para dokter ahli, dan petugas di
rumah sakit. Kebanyakan dari informasi kesehatan dan
teknologi kedokteran hanya tersimpan dalam buku-buku
tebal di perpustakaan dalam bahasa asing yang sulit
mencapai masyarakat awam. Untuk itu, saya mencoba
menjawab kesenjangan ini.
Belakangan ini, setelah era reformasi, banyak media
sudah mulai menurunkan tulisan kesehatan dan teknologi
kedokteran. Terkadang informasi tersebut disampaikan
dengan berbagai kekeliruan karena ditulis bukan oleh
petugas kesehatan. Karena itu melalui penulisan buku ini
saya bermaksud melengkapi dan meluruskan kekeliruan
atas informasi kesehatan yang mungkin ada di
masyarakat dan mencoba menguraikannya dalam bahasa
yang sederhana dan mudah dicerna.
Mudah-mudahan tujuan penulisan buku ini dapat tercapai
hingga derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat

2
dalam menuju semboyan Departemen Kesehatan
“Indonesia Sehat 2010”.

Jakarta, September 2003

3
DAFTAR ISI

PENGANTAR (1)
SEKAPUR SIRIH (2)
DAFTAR ISI (4)
PENDAHULUAN (5)
TALASEMIA (6)
LEUKEMIA (14)
ANEMIA (26)
PENUTUP (39)
DAFTAR PUSTAKA (40)
PENULIS (41)

4
PENDAHULUAN
Ketiga penyakit darah ini dibicarakan bersama karena
keluhan dan kelainan yang timbul bersama-sama akibat
kurang darah (Anemia). Meskipun mungkin keluhan dan
dan gejala yang menyolok akibat gangguan organ vital
lainnya seperti gejala gangguan saraf pusat, akibat
penekanan sel-sel ganas leukemia pada jaringan otak,
atau pada talasemia, keluahan utamanya mungkin karena
terhambatnya pertumbuhan anak dan sering sakit-sakitan.
Kepedulian masyarakat terhadap ketiga penyakit darah ini
perlu ditingkatkan sehingga setiap penyimpangan yang
muncul segera diketahui dan dapat ditanggulangi.
Terkadang karena kepedulian yang kurang, dokter yang
mulai menaruh curiga pada penyakit darah terhambat
untuk melanjutkan langkah-langkah berikutnya guna
menegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium,
yang mutlak dilakukan dalam menegakkan diagnosis
penyakit darah. Dengan demikian masyarakat awam bisa
mengenal ketiga penyakit darah ini dan segera konsultasi
ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan lanjutan.

5
TALASEMIA
Talasemia nama lainnya adalah Anemia Timur Tengah
atau Hereditary Leptositosis, suatu anemia yang
diturunkan (herediter). Manifestasi talasemia yang sedang
banyak dan sering dijumpai daripada talasemia yang
berat.
Anemia terjadi karena mutasi gen yang bepengaruh pada
pembentukan hemoglobin sehingga kurang mampu
mengikat oksigen. Selain gangguan hemoglobin, bentuk
sel darah merahnya juga lebih kecil dan mudah rusak
(rapuh=fragil). Hemoglobin orang dewasa ada 2 jenis,
yakni Alpha dan Beta.
Talasemia jenis Alpha banyak dijumpai pada suku bangsa
Cina, Malaysia, Indochina, dan Afrika. Indonesia termasuk
wilayah dengan penderita talasemia cukup banyak. Data
dari Rumah Sakit Besar dan Rumah Sakit Pendidikan,
kejadian gen pembawa sifat talasemia berkisar antara 8-
10 %. Berarti ada 8-10 orang pembawa sifat talasemia
terdapat diantara 100 penduduk. Jumlah talasemia yang
tercatat di seluruh Indonesia sebanyak 8000 orang. Di
Jakarta diperkirakan ada 1000 penderita talasemia.
Di seluruh Dunia, jumlah pembawa sifat talasemia
sebanyak 9-15 %, sedangkan di Jakarta diperkirakan
sekitar 5 %. Dapat diperhitungkan bahwa dengan

6
penduduk Indonesia 200 juta berarti ada sekitar 10 juta
pembawa sifat Talasemia.
Menurut dr. Dasril Daud, SpAk dari Universitas Hasanudin
dalam disertasinya yang berjudul “Cacat molekul dan
ekspresi fenotipik talasemia dan Hemoglobin O di
Indonesia” menyatakan bahwa Sulawesi Selatan
termasuk daerah yang tinggi dalam kasus talasemia. Dan
menurut publikasi lain, Sumatera Selatan juga merupakan
daerah yang termasuk tinggi prevalensi talasemia.
Kepedulian masyarakat pada penyakit talasemia masih
rendah.
Secara signifikan , talasemia jenis Beta terjadi pada
bangsa Timur Tengah, India, Pakistan, dan Cina. Secara
sporadik (satu-satu) dijumpai juga pada suku bangsa
lainnya. Kejadian talasemia paling banyak terjadi pada
bangsa Timur Tengah dan Afrika. Seperti sudah
disebutkan sebelumnya bahwa penurunan pembentukan
jenis Alpha dan Beta berpengaruh tidak baik bagi
pembentukan sel darah merah dan umur sel darah merah
lebih pendek. Sel darah merah dalam keadaan normal
berumur 120 hari, sedangkan pada talasemia berkurang
sampai setengahnya. Kondisi ini berpengaruh pada gejala
klinik dan keluhan penderita.
Sampai saat ini, pengobatan yang definitive bagi
penderita talasemia belum ada. Akan tetapi, hanya

7
sekedar memperpanjang umur, maka perlu diberikan
tranfusi darah kepada penderita.
Pengelompokan
Untuk mengetahui apa dan bagaimana talasemia itu,
berikut ini dapat diamati pengelompokannya, antara lain:
1.Membawa sifat talasemia tersembunyi (silent carier
thalassemia ):
• Pada gambaran kliniknya, pemeriksaan mikroskopis
preparat apus darah tepi tidak jelas memperlihatkan
kelainan.
• Tingkat kurang darah (anemia) sedang.
• Pada gambaran mikroskopis darah tampak:
- Sel darah merah kecil (mikrositosis)
- Warna sel darah merah pucat (hipokhrom)
2.Talasemia jenis Alpha atau disebut juga penyakit Hb H:
• Secara klinik bisa anemia sedang sampai berat.
• Pada gambaran mikroskopik tampak:
- Sel darah merah banyak yang hancur
(fragmented).
- Terlihat banyak sel darah merah yang muda
(eritroblast=bakal jadi sel darah merah)
3.Talasemia berat (disebut juga Anemia Coley)
• Secara klinik terlihat penderita mengalami anemia
berat

8
• Bila penderita seorang perempuan dan sedang hamil
maka bayi dalam kandungan bisa meninggal. Apabila
ia masih bisa bertahan hidup, pertumbuhan janinnya
di dalam kandungan sangat terlambat.
• Pada pemeriksaan fisik ditemukan organ limpa dan
hati membesar (hepatosplenomegali)
• Pada pemeriksaan rontgen tulang, terlihat sumsum
tulang aktif sehingga gambaran struktur tulang
normal berubah.
4.Talasemia mayor
Penderita talasemia ini hidupnya sangat tergantung
pada tranfusi darah untuk mengatasi anemianya.
5.Talasemia intermediate (pertengahan)
Talasemia ini berbeda dengan talasemia mayor.
Penderita intermediate hidupnya tidak terlalu
tergantung pada tranfusi darah karena tingkat kurang
darahnya tidak seberat talasemia mayor.
Gejala Klinik
Berikut ini dapat dicermati gejala-gejala klinik, antara lain:
• Talasemia berat biasanya sudah didiagnosa sejak
usia 6 bulan sampai 2 tahun. Biasanya diketahui
ketika dokter mengadakan kesulitan sewaktu
mengobati anemia si anak dengan pengobatan biasa.
• Pada pemeriksaan fisik diketahui organ limpa
membesar.

9
Pemeriksaan Laboratorium
• Pada pemeriksaan mikroskopis apus darah tepi, sel
darah merah tampak kecil (mikrositik)
• Volume rata-rata sel darah merah, Mean Corpuscular
Volume (MCV) berkisar antara 5-60 mikron kubik.
• Hb F dalam setiap sel darah merah biasanya sekitar
12-18 pg dan tersebar tidak merata di dalam sel .
• Pada pemeriksaan rontgen tulang, tampak tanda-
tanda penambahan jaringan ikat dan sel-sel tulang
yang disebut eritroid hyperplasia.
• Pada pemeriksaan mikroskopik preparat apus darah
tepi, sebelum terjadi pembesaran limpa, jumlah sel
darah putih (leukosit) dan sel darah putih (leukosit)
dan sel pembeku darah (trombosit) meningkat.
Peningkatan jumlah sel darah putih dalam talasemia
berbeda dengan peningkatan jumlah sel darah putih
sebagai reaksi penyakit infeksi, dimana pada
talasemia, hitungan jenis darah (differential count)
tetap normal.
• Kadar besi darah sangat tinggi.

Para klinisi dan petugas laboratorium biasanya


sudah sangat mengenal tanda-tanda talasemia. Bila pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan sel-sel darah merah
yang berwarna pucat dan berukuran kecil (hipokhrom-
mikrositer) meskipun tanpa gejala klinik yang jelas,
10
biasanya sudah menjadi prioritas untuk melanjutkan
pemeriksaan lanjutan yang lebih cermat.

Pengelolaan untuk penderita Talasemia

Menurut Dr. Djayadiman dari bagian penyakit anak


FKUI/RSCM, talasemia belum bisa disembuhkan. Dan
sedikit sekali penderita talasemia yang dapat menikmati
hidup sampai usia 30 tahun meskipun rajin berobat dan
memperoleh tranfusi darah secara teratur. Seorang
penderita setiap bulannya akan mengeluarkan biaya untuk
pengobatan minimal 3-5 juta rupiah, antara lain, untuk
biaya tranfusi darah 1-2 kantong sebanyak 150-200 cc
berikut peralatannya. Dengan demikian, Palang Merah
Indonesia (PMI) harus menyisihkan separuh
pendapatannya sebesar 53 juta rupiah untuk pelayanan
tranfusi darah bagi penderita talasemia di seluruh
Indonesia. Di Malaysia sudah terbentuk organisasi
Thasuh (Thalassemia Society of University Hospital) yang
diresmikan pada 9 Maret Tahun 2000. Organisasi ini
adalah pemerhati talasemia. Dengan berbagai kegiatan,
organisasi ini memberikan informasi kesehatan tentang
talasemia, mengadakan seminar tentang talasemia,
meningkatkan kampanye donor darah, dan berusaha
menghimpun dana untuk pengadaan desferoxamine.

11
Di Boston University juga sudah terbentuk lembaga
penelitian mengenai talasemia diketuai dr. Melissa Asikin,
RN.
http://www.bumc.bu.edu/Departments/pagemain.asp?

Pencegahan

Secara teoritis jumlah penderita talasemia bisa dibatasi


dengan cara screening darah bagi pasangan yang akan
menikah untuk menghindari pasangan yang darahnya
sama-sama mengandung gen pembawa sifat talasemia.
Atau, bisa juga dengan mengakhiri (menggugurkan)
kandungan dari pasangan yang sama-sama membawa
gen pembawa sifat talasemia. Tetapi langkah ini tidak
popular dan menyalahi norma yang lazim berlaku.
Dalam pengelolaan penderita talasemia, diperlukan
dorongan moral kepada penderita dan keluarganya
dengan memberikan informasi yang jelas tentang
keluahan atau rasa tidak nyaman yang mungkin terjadi
selama pengobatan berlangsung. Selain itu, petugas
medis perlu mencari dan menyuguhkan cara pengobatan
mutakhir yang paling sesuai dan tidak menyakiti penderita
dan keluarganya.
Dalam upaya meningkatkan keberhasilan pengelolaan
untuk penderita talasemia:

12
• Masyarakat perlu banyak dilibatkan dan kampanye
donor darah lebih diintensifkan.
• Masyarakat hendaknya lebih peduli hingga mengenal
keluarga yang menderita talasemia, sehingga segera
datang ke dokter untuk memeriksakan dan minta
pertolongan.
• Masyarakat juga diharapkan membantu dalam segi
finansial untuk pengadaan bahan dan peralatan
kepada pihak medis agar dapat memberikan
pengelolaan pertolongan. Misalnya, pengadaan
desferoxamine untuk mengurangi risiko kerusakan
organ-organ vital akibat penumpukan zat Besi (Fe)
yang memang lazim terjadi pada penderita talasemia.
Perlu diketahui bahwa zat desferoxamine mahal
harganya.

Sumber: Disalin dari Buku “Talasemia, Leukemia, dan


Anemia” hal 1-14, oleh dr. Faisal Yatim DTM&H, MPH ,
Pustaka Populer Obor, 2003, Jakarta

13
LEUKEMIA
Leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit yang
ditandai pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit).
Pertambahan ini sangat cepat dan tidak terkendali serta
bentuk sel-sel darah putihnya tidak normal. Pada
pemeriksaan mikroskopis apus darah tepi, terlihat sel
darah putih muda, besar-besar dan selnya masih berinti
(disebut megakariosit).
Beberapa ahli menyebut leukemia sebagai keganasan sel
darah putih (neoplasma hematologi), Leukemia ini sering
berakibat fatal meskipun leukemia limpositik yang
menahun (chronic lymphocytic leucaemia), dahulu disebut
sebagai jenis leukemia yang bisa bertahan lama dengan
pengobatan yang intensif. Penyakit leukemia member
andil sebesar 4% dari seluruh penyakit kanker penyebab
kematian.
Penyebab
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti.
Diperkirakan bukan penyebab tunggal tetapi gabungan
dari beberapa faktor risiko, antara lain:
1. Terinfeksi Virus. Dilaporkan dari hasil penelitian
pada beberapa jenis unggas sepertin burung pelikan,
mencit, tikus dan sapi bahwa penyebab leukemia
sejenis mikroorganisme yang lolos dari saringan
14
kuman tetapi masih bisa terlihat dengan mikroskop
elektron. Mulanya mikroorganisme tersebut
dinamakan virus RNA.
Belakangan, disepakati namanya virus Epstein-Barr
yang menyebabkan penyakit Burkitt (sejenis tumor
kelenjar limpe yang disebut limpoma dan terdapat
pada anak-anak yang kelak dikaitkan dengan
terjadinya keganasan leukemia limpositik akut).
Infeksi virus Epstein-Barr pada seseorang yang
mengalami penurunan kekebalan ini dikaitkan
dengan terjadinya keganasan nasopharynx
carcinoma (kanker daerah kerongkongan) yang
selain sulit ditanggulangi dan seing berakibat fatal
juga menyebabkan sarcoma monoblastik di Afrika.
Virus penyebab leukemia pada manusia masih
menjadi perdebatan para ahli dalam beberapa
dekade belakangan. Hal ini dimulai dari laporan
Grass yang mengemukakan telah ditemukan virus C
pada mikroskop elektron dari penderita leukemia
murine. Kemudian laporan pada tahun 1970
menunjukkan bahwa virus C tersebut ditemukan
pada penderita kanker jenis limposarkoma dan
fibrosarkoma pada gabon dan kera-kera liar.

2. Faktor Keturunan. Terlihat adanya kecenderungan


kejadian leukemia akut lebih banyak terjadi pada
anggota keluarga tertentu.
15
3. Zat Kimia. Menurut laporan para ahli, kejadian
leukemia berhubungan dengan phenil butazon yang
sering diberikan pada penderita yang mengeluh sakit
persendian dan juga ada hubungannya dengan
chloramphenicol, obat pilihan utama untuk penderita
demam tipus. Penelitian di Cina mengemukakan
adanya risiko leukemia pada seseorang yang
mendapat pengobatan chloramphenicol 11-12 kali
dibandingkan dengan seseorang yang tidak
memperolehnya.

16
Lingkungan /
mutasi gen

Kerusakan
Kromosom Infeksi Virus

Perubahan Proliferasi
Keganasan sel

Sitokene
(tidak normal)

Perubahan
protogen

Gambar 1. Pertambahan sel darah putih


(proliferasi)

17
Diagnosa

Secara kasar diagnosis Leukemia dapat ditegakkan


melalui pemeriksaan mikroskopis preparat apus
darah tepi. Meskipun sering kali memerlukan
pemeriksaan biopsi sumsum tulang. Untuk
menentukan subtipe dan morphologi sel darah,
diperlukan pemeriksaan biokimia.
Belakangan, berkembang pemeriksaan untuk
menentukan derajad dan penggolongan penyakit.
Dengan demikian, diperlukan diagnosis yang tepat
untuk menentukan langkah pengobatan dan juga
menentukan prognosa (perjalanan penyakit).

Klasifikasi Leukimia Akut

Tipe Subtipe
Limpositik Leukemia limpositik Akut
(LLA), LLA yang sering
ditemukan:
LLA sel T
LLA sel B
Monositik Leukimia Monositik akut:
LMA tidak dengan sel
yang matang (M0)
LMA dengan sel matang
(M1)
18
LMA jelas dengan sel
matang (M2)
LMA dengan sel
premielosit dengan granul
banyak (M3)
Mielomonositik Leukemia mielomonositik
Akut (LMMA) (M4)
Monositik Leukemia Monositik Akut
dengan sedikit
deferensiasi (M5)
Eritroid Leukemia Eritroid Akut
(LEA) (M6)
Sel mass Leukemia sel mass yang
akut
Megakariosit Leukemia megakariosit
(M7)

19
Gejala Klinik

Gejala yang mudah dialami adalah:


• Gejala akibat penyusupan sel leukemia ke sumsum
tulang. Penyusupan ini mengakibatkan berkurangnya
produksi sel darah lain dengan berbagai
konsekuensinya. Misalnya, mudah terjadi perdarahan
karena produksi sel pembeku darah berkurang
sehingga penderita kelihatan pucat, lemah dan berat
badan turun karena nafsu makan turun dan akibat sel
leukemia menyusup ke saluran cerna.
• Gejala lain akibat penyusupan sel leukemia pada organ
vital lain seperti kelenjar limpe, organ hati dan limpa.
Akibatnya ditemukan pembesaran kelenjar limpe
(limpadenopati) dan pembesaran hati dan
limpa/lien/spleen (Hepatosplenomegali)
• Pada daerah kepala dan leher bisa terlihat penyusupan
sel leukemia pada kulit dan tulang. Akibatnya, terlihat
gejala perdarahan atau bendungan pembuluh darah
balik hingga ditemukan bintik-bintik perdarahan sekitar
bola mata atau kadang-kadang, mungkin kekuning-
kuningan (jaundice). Pada permulaan penyakit gejala
tersebut diatas mungkin hanya sekilas dan penderita
tampak sehat seperti tidak menderita suatu penyakit.

20
• Penyusupan sel leukemia pada kulit disebut leukemid
dan bisa berbentuk borok atau bisul atau kulit berubah
warna kekuning-kuningan.
• Bintik-bintik perdarahan di kulit menarik perhatian
pemeriksa dan memikirkan kemungkinan gejala
leukemia.
• Pada mata, penyusupan sel leukemia bisa pada setiap
bagian bola mata mulai dari uvea (rongga bola mata
depan), choroid, retina, sampai pada persarafan mata
di bagian dalam sehingga penglihatan terganggu atau
terjadi sumbatan pembuluh darah balik mata.
• Kelainan saraf otak akibat penyusupan sel leukemia
pada saraf otak atau akibat kelainan metabolism atau
karena penyumbatan aliran cairan otak dan sumsum
tulang belakang.
• Kadang-kadang terjadi kelumpuhan saraf otak ke-7
yang mengurus otot-otot wajah yang sering dijumpai
pada leukemia limpositik akut.

21
Pengobatan
Operasi pengambilan tumor (eksisi) bukan merupakan
langkah utama pada pengobatan kangker darah
(leukemia). Meskipun mungkin pada penderita leukemia
yang bukan jenis Hodgkin kadang-kadang dilakukan
pengangkatan pembesaran kelenjar limpe secara lokal.
Berikut ini dapat dicermati prinsip-prinsip pengobatan
leukemia:
• Untuk mengatasi keluhan dan kelainan klinik
(pengobatan paliatif):
 Usahakan agar penderita secara fisik dan mental
dalam kondisi seoptimal mungkin.
 Perlu diperhatikan efek samping maupun
pengaruh buruk (toksisiti) dari obat-obat yang
diberikan.
• Untuk mengatasi kelainan sel darah:
 Batasi jumlah sel leukemia dengan menggunakan
busulfan yang mempengaruhi sel-sel induk (stem
sel) yang merupakan bakal sel leukemia.

• Faktor umur, psikologis, dan status ekonomi


penderita juga perlu menjadi pertimbangan dalam
pengobatan bagi penderita leukemia.

22
Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan
Leukemia:
1. Penyinaran : Sinar X dan sinar Gamma
2. Obat anti-metabolik: metotreksat, Sitosi, Srabinosid,
dan 6-merkaptopurin
3. Zat alkilating: nitrogen mustard, khlor ambusil,
siklopospamid, busulfan, mepalan, zat stamokinetik,
vinblastin, vinkristin, antibiotik, dunomisin, dan
bleomisin.
4. Hormon anak ginjal (adrenal)
5. Lain-lain: L. Asparginase, prokarbazin, nitrourease,
dan Dibromanitol.
Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi kadang-
kadang perlu kombinasi. Misalnya, gabungan penicillin
(trimetin dan pipersilin) dengan aminoglikosid (seperti
amikasin, tobramisin, dan gentamisin).
Pemberian antibiotik dalam jangka waktu lama bisa
menimbulkan akibat samping, yakni terjadi pertumbuhan
jamur. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
ampotirisin B.
Pada leukemia kronis mungkin diperlukan penyinaran
limpa diikuti pemberian obat alkilating seperti L-penil
alanin mustard atau gabungan busulfan dengan
khlorambusil.

23
Pemberian obat anti-leukemia tunggal tidak dianjurkan.
Meskipun dulu pernah diberikan aminopterin dan obat anti
metabolisme purin, kortikosteroid dan vinkristin secara
tunggal.
Pada penderita leukemia limpositik akut sering diberikan
gabungan kortikosteroid dengan obat anti-matabolik folik
asid (B6).
Komplikasi
Berikut ini dapat dicermati komplikasi yang timbul pada
leukemia:
1. Anemia (kurang darah). Hal ini karena produksi sel
darah merah kurang atau akibat perdarahan.
2. Terinfeksi berbagai penyakt. Hal ini dikarenakan sel
darah putih yang ada kurang berfungsi dengan baik
meskipun jumlahnya berlebihan tetapi sudah
berubah menjadi ganas sehingga tidak mampu
melawan infeksi dan benda asing yang masuk ke
dalam tubuh. Disamping itu, pada leukemia, obat-
obatan anti-leukemia menurunkan kekebalan.
3. Perdarahan. Hal ini terjadi sebagai akibat penekanan
sel leukemia pada sumsum tulang sehingga sel
pembeku darah produksinya pun berkurang.
4. Gangguan metabolisme:
- Berat badan turun,
- Demam tanpa infeksi yang jelas,
24
- Kalium dan kalsium darah meningkat, malahan
ada yang rendah, serta
- Gejala asidosis sebagai akibat asam laktat
meningkat.
5. Penyusupan sel-sel pada organ-organ:
- Terlihat organ limpa membesar
- Gejala gangguan saraf otak
- Gangguan kesuburan, serta
- Tanda-tanda bendungan pembuluh darah paru
6. Berbagai komplikasi pada kehamilan apabila
penderita hamil.
Penyebab Kematian
Telah diuraikan sebelumnya bahwa leukemia (kanker
darah) diketahui merupakan salah satu penyebab
kematian. Hal ini dikarenakan seseorang yang didiagnosa
menderita leukemia sepanjang hidupnya terus dihadapkan
dengan:
1. Penyakit infeksi
2. Perdarahan
3. Gabungan infeksi dan perdarahan
4. Gangguan fungsi organ vital seperti otak, jantung,
dan paru akibat penyusupan sel leukemia.

Sumber: Disalin dari Buku “ Talasemia, Leukemia, dan


Anemia” hal 15-31, oleh dr. faisal Yatim DTM&H, MPH ,
Pustaka Populer Obor, 2003, Jakarta
25
Anemia
Anemia dikenal sebagai kekurangan darah. Hal ini
dikarenakan:
• Berkurangnya konsentrasi Hemoglobin (Hb)
• Turunnya hematokrit
• Jumlah sel darah merah kurang

Dengan demikian, anemia adalah penurunan jumlah


sel darah merah atau kadar hemoglobin di dalam sel
darah merah atau kadar hemoglobin di dalam sel
darah merah kurang dikarenakan adanya kelainan
dalam pembentukan sel, perdarahan atau gabungan
keduanya.

Pembagian anemia
Anemia tidak hanya dikenal sebagai kurang darah. Perlu
diketahui bahwa ada bermacam-macam anemia, yakni:
a. Anemia karena kurang zat besi (Fe)
b. Anemia karena perdarahan
c. Anemia kronis
d. Anemia kerena gangguan penyerapan zat besi
(Anemia disppagia sideropenik)
e. Anemia karena kurang Fe selama kehamilan
f. Anemia karena infeksi parasit (seperti penyakit
cacing tambang)
26
g. Anemia sel besar (megaloblastik)
h. Anemia pernisiosa karena gangguana penyerapan
vitamin B12 akibat kekurangan asam lambung
(anhydria)
i. Anemia sejak lahir (kelainan penyerapan vitamin B
12 sejak lahir meskipunasam lambung tidak ada
gangguan.
j. Anemia karena infeksi cacing dipilobatrium (juga
terganggu penyerapan Vitamin B12)
k. Anemia karena gangguan penyerapan vitamin B 12
karena beberapa kelainan seperti operasi
pemotongann usus halus atau akibat diare kronis.
l. Anemia skorbut (kekurangan vitamin C)
m. Anemia sel besar dalam kehamilan
(megaloblastic anemia of pregnancy)
n. Anemia asam orotik (karena kekurangan enzim asam
orotidilik dekarboksilase, hingga tubuh tidak mampu
mengubah asam orotik menjadi orotidilik hingga
asam orotik dikeluarkan melalui air seni )
o. Anemia sel besar akibat mengkonsumsi obat anti
kejang.

27
Penyebab Anemia
Berikut ini dapat dicermati penyemab timbulnya anemia
antara lain :
1. Kegagalan sumsum tulang:
• Anemia aplastik (gangguan pembentukan sel
darah merah disertai gangguan pembentukan sel
darah lain) dan anemia aplastik sel darah merah
yang murni.
• Kerusakan sumsum tulang seperti pada
keganasan, osteoporosis, dan myeloma fibrosis
(jaringan sumsum tulang digantikan jaringan
fibrosis) seperti pada penyakit ginjal kronis dan
defisiensi vitamin D.
• Produksi hormon pankreas kurang, seperti pada:
- Penyakit ginjal kronis
- Produksi kelenjar gondok kurang
- Produksi hormon pituitary kurang
- Kurang gizi terutama protein
- Peradangan kronis
- Mutasi hemoglobin hingga kurang kemampuan
mengikat oksigen
2. Gangguan pematangan sel darah merah dan sel
darah merah kurang efektif pada:
• Pematangan sitoplasma sel terganggu karena:
- Kurang zat besi (Fe), talasemia
- Anemia sideroblastik
28
- Keracunan timah hitam

• Permatangan inti sel darah merah terganggu


karena:
- Defisiensi vitamin B 12.
- Defisiensi asam folat
- Kekurangan vit B1
- Kelainan metabolism asam folat.
• Penyakit yang disebut orotik asiduria:
- Anemia diseritropoetic primer (Tipe I 4)
- Eritropoetic protoporpiria.
- Anemia sideroblastik disertai kekurangan
hormon pankreas dan sumsum tulang
berongga.
• Anemia hemolitik (sel darah merah cepat hancur)
- gangguan hemoglobin :
Mutasi struktural
Mutasi pembentukan pada sindrom talasemia
Kelainan membran dari sel darah merah
Kelainan metabolisme sel darah merah
Antibodi mediated
Trauma mekanik pada sel darah merah
Trauma suhu pada sel darah merah
Kekurangan Oksigen hingga merusak sel
darah merah
Penyakit infeksi yang menimbulkan
kerusakan pada sel darah merah
29
Termasuk kegagalan sumsum tulang

• Sel darah yang dibentuk normal, tetapi


penghancuran sel terlalu cepat.

Tanda dan Gejala (Sindrom)

Gejala anemia berdasarkan mekanisme dan patofisiologi


anemia. Gejala dan tanda-tandanya merupakan respons
kompensasi jantung dan pernafasan berdasarkan berat
dan lamanya jaringan mengalami kekurangan oksigen. Di
bawah ini dapat dicermati tanda-tanda dan gejala
(sindrom) anemia:
• Hb lebih rendah dari 7 mg%
• Penderita megeluh lemah
• Sakit kepala
• Telinga mendenging
• Penglihatan berkunang-kunang
• Merasa cepat letih, sempoyongan
• Mudah tersingguing
• Menstruasi terhenti
• Perilaku kurang wajar
• Libido berkurang
• Gangguan saluran cerna
• Selaput putih mata kuning

30
• Organ limpa membesar
• Nafas sesak. Mula-mula nafas dalam, lama-kelamaan
nafas menjadi dangkal akhirnya payah jantung sampai
shock.
• Nadi lemah dan cepat.
• Hipotensi ortostatik (tekanan darah turun pada waktu
perubahan posisi dari duduk ke berdiri atau dari
berbaring ke posisi duduk)
• Tekanan darah sedikit naik sebagai akibat reflex
penyempitan pembuluh darah kecil (arteriol, lama-
kelamaan tekanan darah turun sekali sampai
mengakibatkan kematian)

31
Tanda dan gejala khusus anemia yang sering
ditemukan
Penyebab Perubahan Gambaran
morphologi sel Khusus pada
darah merah pemeriksaan
mikroskopis
preparat apus
darah tepi
Hilang darah Ukuran dan warna Kalau perdarahan
secara akut sel darah merah berat, bisa terlihat
normal sel darah merah
(normokhrom- berinti.
normositer)
Sumsum tulang
hyperplasia
(jaringan dan sel
bertambah
banyak)
Perdarahan Sel darah merah Produksi asam
kronis kecil dengan lambung mungkin
berbagai bentuk kurang (anhydria),
(mikrositer permukaan lidah
aninositosis) licin dan kurang
bintil-bintil, kadar
zat besi dalam
darah rendah
dengan
kemampuan
mengikat zat besi
meningkat (Fe-
32
binding capacity)
disertai kadar
feritin dalam
serum rendah.
Kekurangan zat Sel darah merah Produksi asam
besi (Fe) kecil dengan lambung mungkin
berbagai bentuk kurang (anhydria),
(mikrositer permukaan lidah
anisositosis) licin dan kurang
bintil-bintil, kadar
zat besi dalam
darah rendah
dengan
kemampuan
mengikat zat besi
meningkat (Fe-
binding capacity)
disertai kadar
feritin dalam
serum rendah.
Kekuarangan Sel darah merah Kadar B12 dalam
vitamin B 12 bentuk oval dan serum <130
lebih besar. pml/L. Sering
Ukuran sel disertai gangguan
seragam, jumlah saluran cerna dan
sel muda gangguan saraf
(retikulosit) pusat.
sedikit. Schilling tes
positif dan kadar
bilirubin darah
meningkat.
33
Kekurangan asam Sel darah putih Asam folat dalam
folat bersegmen darah <5ug/mL.
banyak. Seperti Disertai tanda-
kekurangan tanda kurang gizi
vitamin B 12. atau gangguan
penyerapan
seperti pada
kehamilan.
Mungkin
ditemukan tanda-
tanda penyakit
corbut.

34
Perbandingan bentuk sel darah merah yang tidak
normal pada talasemia dan anemia kurang zat besi
Gambaran Talasemia Talasemia Anemia
mikroskopik mayor minor kekurangan
darah zat besi (fe)
Bentuk sel 2-4 + 1-2+ +1 - +2
darah merah
beragam
(Anisisitosis)
Warna sel 1-4+ 1–3+ 1 – 4+
darah pucat
dan ukuran
kecil(hipokhrom
mikrositer)
Sel target 3-4+ 2–3+ ?
Retikulosit Jelas Agak Normal atau
meningkat meningkat turun
Sumsum tulang ? ? ?
Hiperplasia 3-4+ 3-4+ 3-4+ atau
eritroid (?) tidak ada

Pigmen 3-4+ 3-4+ 3-4+ atau


hemosiderin tidak ada
Sel darah Putih N atau N N/ turun
meningkat

35
Pengobatan
1. Pemberian zat Besi (Fe)
Untuk mengatasi anemia yang jelas penyebabnya,
pemberian Fe kurang berhasil, sebelum
penyebabnya diatasi.
Preparat Fe biasanya diberikan dalam bentuk garam
(seperti Ferrous Sulfat, glukonat atau fumarat) atau
dalam bentuk gabungan dengan gula (sacharat)
diberikan per oral tetapi perlu dipertimbangkan
pemberian obat magg (antasida) dan makanan yang
mengganggu penyerapan preparat besi(Fe),
sedangkan peenambahan vitamin C meningkatkan
penyerapan Fe.
Preparat Fe dalam bentuk kapsul penyerapannya
kurang baik,. Namun demikian pemberian Fe per oral
jauh lebih aman dibandingkan dengan pemberian
secara suntikan. Pemberian Fe suntikan biasanya
diberikan kepada penderita yang kurang toleransi
nilai diberikan per oral atau karena penderita
kehilangan banyak darah seperti pada congenital
teleangiectasi hemorrhagic (terjadi pelebaran
pembuluh kapiler sejak lahir)
Respon pemberian zat besi baru terlihat setelah 7-10
hari. Hal ini terlihat dalam preparat sel retikulosit (sel
muda bakal jadi sel darah merah).

36
Bila dengan pemberian Fe anemia tidak bisa diatasi
berarti perdarahan masih terus berlangsung atau ada
proses keganasan di dalam tubuh penderita.

2. Tranfusi darah
Secara umum pengobatan anemia tidak memerlukan
tranfusi. Tranfusi baru diperlukan bila penderita
anemia sudah mengalami kelainan jantung.

3. Pemberian Anti Tomosit Globulin (ATG)


Pemberian ATG ini dilakukan dengan dosis
15mg/kgBB dilarutkan dalam cairan garam fisiologis
melalui infus selama 4-6 jam dalam jangka waktu 10
hari berturut-turut.

4. Transplantasi sumsum tulang.


Transplantasi ini dari kembaran penderita yang
biasanya dilakukan pada pegobatan anemia aplastik.

5. Pemberian EPO (Erythropoetin)


Pemberian EPO ini berguna untuk merangsang
pembentukan se darah merah.

Hormon androgen atau kortikosteroid boleh dicoba


untuk meningkatkan pembentukan sel darah merah
(erythropoietin ) serta melindungi penghancuran sel
darah merah (hemolisis).
37
Hidroksi urea 500 mg/hari atau selang sehari bisa
mengurangi pembesaran organ limpa hingga
penghancuran sel darah merah juga dapat dibatasi.

Sumber: Disalin dari Buku “Talasemia, Leukemia, dan


Anemia” hal 32-44, oleh dr. Faisal Yatim DTM&H, MPH ,
Pustaka Populer Obor, 2003, Jakarta

38
PENUTUP
Setelah pembaca selesai membaca uraian buku yang
sederhana ini diharapkan sudah memahami bahwa dalam
mengatasi penyakit darah yakni talasemia, leukemia, dan
anemia tidak semudah yang diinformasikan selama ini.
Mencari penyebab dari ketiga penyakit darah ini mutlak
dilakukan untuk menentukan pengobatan yang berhasil.
Penulis terbuka menerima perbaikan maupun kritik dan
saran untuk cetak ulang berikutnya.

39
DAFTAR PUSTAKA
Bunn, Franklin H. 1987. Anemi. Horrisons Principle of
medicine, ed. 11, McGraw-Hill Book, Co., hlm.262-
276.
John, A. dan M.D. Koepke. (eds.).1984. Laboratory
Hematology, Vol 2, New York, hlm. 895-896.
Kevin, T. dan Mac Donaugh, Arthur W.Nenhuis. 1993. The
Talassemia, Hematology of Infacy and Childhood,
ed.4, hal.784-794, W.B. Saunders Company.
Mark, H. dan M.D. Beer, M.D. Robert Berkow. 1999.
Anemi dalam Merck Manual of Diagnosis and
Teraphy, ed. 7, Merck research Laboratories,
White House Station, 1, hlm. 849-875.
Maxwell, M. dan B.A. Wintrobe, BSc (Med.) et al.1981.
Clinical Hematology, ed. 8, Lea & Febiger,
Philadelphia.

40
PENULIS
Faisal Lubis Yatim, lahir di Pasaman, Sumatera Barat,
bulan April 1944, Meraih gelar dokter umum dari Fakultas
Kedokteran Universitas Pajajaran, bandung, pada tahun
1976. Pada tahun 1987 meraih Diploma of Tropica
Medicine and Hygiene (DTM&H) dari Mahidol University,
Bangkok, Thailand. Pada tahun 1988 meraih Master of
Public Health (MPH) dari Mahidol University, Bangkok,
Thailand. Pada tahun 1982 mengikuti training Midlevel
Management on EPI tingkat ASEAN di Ranggon, Burma.
Pada tahun 1984 menjabat sebagai pimpinan tim
Surveilans Tim Kesehatan Haji Indonesia .Pada tahun
1986 menjabat sebgai Pimpinan Subkoordinator Daerah
kerj Mekah Tim Kesehatan Haji Indonesia. Pada Tahun
1976-1989 adalah Dosen fakultas Kedokteran Universitas
Pajajaran. Pada tahun 1980-1996 adalah staf pada
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit menular
departemen Kesehatan. Pada tahun 1996 sampai
sekarang sebagai peneliti pada Badan Litbang Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

41

Anda mungkin juga menyukai