Anda di halaman 1dari 14

IBADAH, AKHLAK, & MUAMALAH

“HAKIKAT AKHLAK”

Dosen Pengampu : Arian Sahidi, M.Pd

Kelompok 5 :

1. Malik Azhar M (1803040099)


2. Miftah Wisnu R (1803040090)
3. Dodi Gunawan (1803040075)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

FAKULTAS TEKNIK DAN SAINS

PRODI TEKNIK INFORMATIKA

SEMESTER 3 / B

2018 / 2019
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji serta syukur marilah kita ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayahnya kepada kami sehingga pembuatan
makalah tentang "Kakikat Akhlak” ini dapat terselesaikan. Dan tidak lupa Sholawat
beserta Salam tetap kami curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
S.A.W.
Makalah ini menjelaskan tentang akhlak. Karena satu satunya alasan kebangaan
dan kemuliaan bagi seseorang adalah akhlak mereka. Dan keberhasilan sejatihanya
dicapai melalui akhlak yang baik, apalagi jika di sempurnakan dengan keadilan.
Begitulah prinsip yang harus kita pegang teguh dalam menjalani kehidupan ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari berbagai kekurangan dan
kelemahannya. Tidak ada yang sempurna di dunia, maka apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan maupun isi dari makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran
untuk lebih meningkatkan pengetahuan kami kearah yang lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca.

2
Disusun:Malik Azhar
Daftar Isi :
IBADAH, AKHLAK, & MUAMALAH ................................................................................................ 1
“HAKIKAT AKHLAK” ......................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
A. PENGERTIAN AKHLAK ........................................................................................................ 4
B. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN AKHLAK, MORAL DAN ETIKA .................................... 5
1. Pengertian Akhlaq ................................................................................................................... 5
2. Pengertian Etika ......................................................................................................................... 5
3. Pengertian Moral ........................................................................................................................ 6
Persamaan Akhlak, Etika dan Moral................................................................................................... 7
Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral ................................................................................................... 7
C. SUMBER AKHLAK DALAM ISLAM.......................................................................................... 8
D. AKHLAK SEBAGAI MODAL KEHIDUPAN SOSIAL ............................................................. 10
1. Penanaman Pendidikan Akhlak ............................................................................................... 12
2. Konsep 7B dalam Meraih Kesuksesan yang Hakiki ................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 14

3
Disusun:Malik Azhar
A. PENGERTIAN AKHLAK

Secara etimologis (lughatan) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari
khuluq yang berarti budi berkerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan seakar dengan khaliq (pencipta), makhluq (yang
diciptakan) dan khalaq (penciptaan) (Yunahar Ilyas, 1999).

Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa akhlaq tercakup pengertian terciptanya
keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia). Dari
pengertian etimologi seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku
yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan
antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun (Yunahar Ilyas,
1999).

Secara terminologis (ishthilahan) ada beberapa definisi tentang akhlaq.

1. Imam Al-Ghazali

"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan" (Yunahar
Ilyas, 1999).

2. Ibrahim Anis

"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan." (Yunahar
Ilyas, 1999).

3. Abdul Karim Zaidan

"Akhlaq adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan
timbangannya seseorang dalam menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian
memilih melakukan atau meninggalkannya." (Yunahar Ilyas, 1999).

Ketiga definisi yang dikutip diatas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau khuluq adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana
diperlukan, tanpa memerlukan dorongan dari luar, serta tidak memerlukan pemikiran atau
pertimbangan terlebih dahulu. Dalam Mu'jam al-Wasith disebutkan min ghairi hajah ila fikr
wa ru'yah (tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan). Dalam Ihya' Ulum ad-Din
dinyatakan tashduru al-af al bi suhulah wa yusr, min ghairi hajah ila fikr wa ru'yah (yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan) (Yunahar Ilyas, 1999).

Sifat spontanitas dari akhlaq tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh berikut ini. Bila
seseorang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembngunan masjid setelah mendapat
dorongan dari seorang da'i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang
keutamaan membangun masjid didunia). Maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai
sifat pemurah, karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar

4
Disusun:Malik Azhar
dan belum muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia
tidak akan menyumbang, atau kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah sedikit. Tapi
manakala tidak ada doronganpun dia tetap menyumbang kapan dan dimana saja, barulah bisa
dikatakan dia mempunyai sifat pemurah. Contoh lain, dalam menerima tamu. Bila seseorang
membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain, atau kadangkala ramah dan kadangkala
tidak, maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat memuliakan tamu. Sebab
seseorang yang memuliakan akhlaq memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan
tamunya (Yunahar Ilyas, 1999).

Dari keterangan diatas jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah bersifat konstan, spontan,
tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Firman Allah SWT dalan Surat Al-Aḥzab ayat 21:

Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah." (QS. Al-Aḥzab: 21)

Sekalipun dari beberapa definisi diatas kata akhlaq bersifat netral belum menunjukan kepada
baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat
tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. Misalnya bila seseorang berlaku
tidak sopan kita mengatakan padanya "kamu tidak berakhlaq". Padahal tidak sopan itu adalah
akhlaqnya.

B. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN AKHLAK, MORAL DAN ETIKA


Didalam kehidupan islami, terdapat istilah akhlak, etika dan moral. Ketiganya menentukan
nilai baik dan buruk semua sikap serta perbuatan manusia dalam kehidupan. Perbedaannya
terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah al-Qur‟an dan Sunnah,
bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran, dan bagi moral standarnya adat kebiasaan
yang umum berlaku dimasyarakat. Sekalipun dalam pengertiannya antara ketiga istilah diatas
(akhlak,etika dan moral) dapat dibedakan, namun dalam pembicaraan sehari-hari, bahkan
dalam beberapa literatur keislaman, penggunaannya sering tumpang tindih.

1. Pengertian Akhlaq
Akhlaq atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan
muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan
lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.

2. Pengertian Etika
Etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia kepada manusia lainnya, menyatakan tujuan yang harus
dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa

5
Disusun:Malik Azhar
yang harus diperbuat. Sehingga dapat diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan
manusia kemudian menetapkan hukum baik atau buruk (Ahmad Amin, 1993).

Etika, seperti halnya dengan istilah yang menyangkut ilmiah lainnya berasal dari bahasa
Yunani kuno yaitu, ethos. Kata ethos ini dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti:
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan,
sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak taetha artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti
inilah yang menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang oleh filosuf besar
Yunani, Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai sebagai filsafat moral.

Etika merupakan salah satu cabang ilmu dari filsafat yang mengkaji tentang perilaku
seseorang dalam menentukan nilai perbuatan baik atau buruk, sehingga dalam menetapkan
nilai tersebut menggunakan akal pikiran atau dengan kata lain, dengan akal-lah orang dapat
menentukannya baik atau buruk.

Kita memberikan timbangan kepada berbagai perbuatan “baik atau buruk, benar atau salah,
hak atau batal.” Hukum ini merata diantara manusia, baik yang tinggi kedudukannya maupun
yang rendah. Hal tersebut dapat diucapkan oleh ahli hukum didalam soal undang-undang,
oleh ahli perusahaan kepada perusahaan mereka, bahkan oleh anak-anak dalam permainan
mereka; maka apakah artinya “baik atau buruk?” dan dengan ukuran “apakah” kita mengukur
perbuatan yang akan kita beri hukum “baik atau buruk?”. Etika, suatu ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk, menerangkan apa yang dilakukan oleh manusia pada yang lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka.

Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk yang
dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Dengan demikian, pokok persoalan etika ialah
segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dan sengaja dan ia
mengetahui kapan ia melakukannya.

Etika adalah menampilkan prinsip-prinsip umum untuk memperkirakan nilai hakiki dari
tujuan akhir. Secara ilmiah, etika dibicarakan secara terpisah dari keyakinan agama ataupun
pandangan metafisika tetapi pembahasan hakikat tertinggi dari tujuan itu secara tuntas dalam
rangka mendapatkan kepastian yang baik dan yang buruk.

Islam, sebagaimana Etika Filosofis, juga berkeyakinan bahwa semua tujuan harus menyatu
dalam tujuan terakhir. Mengapa harus demikian? Terhadap pertanyaan ini islam
memberikan jawaban singkat. Kehidupan berasal usul dari keesaan eksistensi yang
merupakan menifestasi dari keesaan Allah

3. Pengertian Moral
Kata yang cukup dekat dengan “Etika” adalah “Moral”. Kata terakhir ini berasal dari bahasa
latin mos (jamak: mores) yang berarti juga: kebiasaan, adat.Dalam bahasa Inggris dan banyak
bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia (pertama kali dimuat dalam KBBI 1998), kata mores
masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata
“moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa

6
Disusun:Malik Azhar
asalnya berbeda: yang pertama berasal dari bahasa yunani, sedang yang kedua berasal dari
bahasa latin (K. Bertens, 2007).

Moral merupakan nilai dasar yang terdapat dalam suatu masyarakat yang dapat digunakan
dalam memilih antara nilai hidup (moral) serta adat istiadat yang menjadi dasar untuk
menunjukkan bagaimana baik dan buruk. Perbuatan yang mencakup akhlak, etika dan moral
yaitu seperti tingkah laku atau tata krama dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan
masyarakat.

Perbedaan lain antara etika dan moral adalah etika lebih bersifat teori sedang moral lebih
bersifat praktis, etika memandang tingkah laku manusia secara universal (umum) sedangkan
moral secara lokal (khusus), etika menerangkan tetapan ukuran yang digunakan, sedangkan
moral merupakan hasil realisasi dari penetapan ukuran tersebut dalam perbuatan.

Moral merupakan suatu nilai mutlak yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral ialah
suatu perbuatan seseorang dalam berinteraksi dengan sesama manusia, jika yang dilakukan
seseorang tersebut sesuai dengan nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat tersebut dan
dapat diterima serta memuaskan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai
mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan
Agama.

Persamaan Akhlak, Etika dan Moral


Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral yang dapat dipaparkan sebagai
berikut:

1. Pertama; akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang
perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.

2. Kedua; akhlak, etika, moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk
menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak,
etika, moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas
kemanusiaannya.

3. Ketiga; akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata
merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan
potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi
positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan
lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara tersu menerus,
berkesinambungan, dengan tingkat konsistensi yang tinggi.

Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral


Dari seginya di bagi menjadi 2 bagian yaitu; berdasarkan tolak ukur dan berdasarkan sifat.

1. Berdasarkan Tolak Ukur

7
Disusun:Malik Azhar
a. Akhlak tolak ukurnya al-qur‟an dan As Sunnah

b. Etika tolak ukurnya pikiran atau akal

c. Moral tolak ukurnya norma hidup yang ada di masyarakat berupa adat atau aturan
tertentu

2. Berdasarkan Sifat

a. Etika bersifat teori

b. Akhlak dan moral bersifat praktis

C. SUMBER AKHLAK DALAM ISLAM


Maksud dari sumber akhlak ialah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela.
Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber akhlak adalah Al-Qur‟an dan Sunnah, bukan
akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral dan pula
bukan karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu‟tazilah.

Majid Fakhry dalam bukunya Etika dalam Islam (1996) menjelaskan bahwa Mu‟tazilah
adalah moralis pertama dalam islam. Korelasi antara pengetahuan dan kebenaran menurut
Majid Fakhry dalam bukunya Etika dalam Islam (1996) adalah kunci tesis Mu‟tazilah. Jika
kemampuan dianggap sebagai dasar etika Mu‟tazilah, maka keadilan dan kebijaksanaan
Tuhan merupakan 2 dasar lain dari etika teologis.[3]

Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang digunakan untuk menyatakan baik-buruknya
sifat seseorang itu adalah Al-Qur‟an dan As-Sunah Nabi SAW. Apa yang baik menurut Al-
Qur‟an dan As-Sunah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-
hari. Sebaliknya, apa yang buruk menurut Al-Qur‟an dan As-Sunnah, itulah yang tidak baik
dan harus dihindari. Dasar akhlak yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an yaitu:

Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab: 21)

Sedangkan dalam Al-Qur‟an hanya ditemukan bentuk tunggal dari akhlak yaitu khuluq (QS.
Al-Qalam (68): 4)

Artinya: “Dan sungguh-sungguh engkau berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam (68):
4)

Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam bersabda:

8
Disusun:Malik Azhar
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (H.R. At-Tirmidzi)

Sungguh Rasulullah memiliki akhlak yang sangat mulia. Segala perbuatan dan perilaku
beliau berpedoman pada Al-Qur‟an. Aisyah memberikan gambaran yang sangat jelas akan
akhlak beliau dengan mengatakan:

Artinya: “Akhlak beliau adalah Al-Qur‟an.” (H.R. Abu Dawud dan Muslim)

Segala tingkah laku dan tindakan Rasul, baik yang lahir maupun batin senantiasa mengikuti
petunjuk dari Al-Qur‟an. Al-Qur‟an senantiasa mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik
dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh Al-
Qur‟an.

Setiap orang yang dekat dengan Rasulullah SAW dalam akhlaknya maka ia dekat dengan
Allah, sesuai kedekatannya dengan beliau. Setiap orang yang memiliki kesempurnaan akhlak
tersebut, maka ia pantas menjadi seorang raja yang ditaati yang dijadikan rujukan oleh
seluruh manusia dan seluruh perbuatannya dijadikan panutan. Begitupun manusia yang tidak
mempunyai akhlak pantas untuk pergi dari negeri ini. Karena ia sudah dekat dengan setan
yang terlaknat dan terusir, sehingga ia harus diusir.

Dasar akhlak dari hadits yang secara eksplisit menyinggung akhlak tersebut yaitu sabda Nabi:

Artinya : “Bahwasanya aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak”.


(H.R. Ahmad)

Akhlaqul karimah merupakan sumber asas pedoman hidup bagi umat muslim yang dijelaskan
dalam Al-Qur‟an dan Hadist rasul.

Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-
mata karena Syara‟ (Al-Qur‟an dan Sunnah) menilainya dengan demikian. Kenapa sifat
sabar, syukur, pemaaf, pemurah, dan jujur misalnya dinilai baik? Sifat-sifatbaik itu dinilai
tidak lain karena Syara‟. Begitu juga sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam,
kikir dan dusta misalnya dinilai buruk? Tidak lain karena Syara‟ menilainya karena demikian.

Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur‟an memang dapat menjadikan cintaterhadap
kesucian dan selalu ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT. sebab
itulah hati nurani manusia selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti
ajaran-ajaran Tuhan karena kebenaran itu tidak akan didapat kecuali dengan Allah sebagai
sumber kebenaran mutlak. Namun fitrah manusia tidak selalu dapat berfungsi dengan
semestinya karena pengaruh dari luar, seperti pengaruh pendidikan serta lingkungan. Fitrah
hanyalah merupaka potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan. Batapa banyak

9
Disusun:Malik Azhar
manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat melihat lagi kebenaran.
Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan sepenuhnya hanya kepada hati
nurani atau fitrah manusia semata. Harus dikembalikan kepada penilaian Syara‟.

Demikian juga hanya dengan akal pikiran. Ia hanyalah salah satu kekuatan yang dimiliki
manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan. Dan keputusannya bermula dari
pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu
keputusannya yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif.

Demikianlah tentang hati nurani dan akal pikiran. Bagaimana dengan pandangan masyarakat?
Pandangan masyarakat juga bisa dijadikan salah satu ukuran baik dan buruk, tetapi sangat
relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran
mereka dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya sudah tertutup dan akal pikiran mereka
sudah dikotori oleh sikap dan perilaku yang tidak terpuji tentu tidak bisa dijadikan ukuran.
Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah yang bisa dijadikan ukuran.

Dari uraian diatas jelaslah bagi kita bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif), objektif,
komprehensif, dan universal untuk menentukan baik dan buruk hanyalah Al-Qur'an dan As-
Sunnah, bukan yang lain-lainnya.

D. AKHLAK SEBAGAI MODAL KEHIDUPAN SOSIAL


Sesuatu perbuatan dipandang baik oleh masyarakat umum atau dipandang buruk. Dimana
setiap orang dapat menilai sesuatu perbuatan itu perbuatan baik dan sesuatu perbuatan
lainnya itu buruk. Perasaan terhadap sesuatu perbuatan itu baik atau perbuatan sesuatu itu
buruk itu yang disebut moral sense. Umpamanya ada seseorang yang berbuat kasar terhadap
orang tua, orang akan menilai bahwa perbuatan itu adalah tidak baik. Demikian pula terhadap
perbuatan seperti; kikir, sombong, ujub takabur, aniaya, malas, dsb. Tetapi sebaliknya
seumpanya ada seseorang yang bersikap ramah tamah, sabar, rendah hati, dermawan, adil,
jujur, dan sebagainya, orang akan menilai bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang
baik dan terpuji. [4]

Artinya: ”(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali „Imran: 134)

Akhlak memang merupakan batas pemisah antara yang orang berakhlak dengan orang yang
tidak berakhlak. Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah
seperti jasad yang tidak bernyawa.karena salah satu misi yang dibawa oleh Rasulullah SAW
ialah membina kembali akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang
terdahulu.

Selain itu juga, akhlak ialah ciri-ciri kelebihan di antara manusia karena akhlak merupakan
simbol kesempurnaan iman, ketinggian takwa dan kealiman manusia yang berakal. Dalam hal
ini Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Orang yang sempurna imannya ialah mereka

10
Disusun:Malik Azhar
yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Hakim, Shahihul
Jaami‟ No. 1230)

Kekalnya suatu ummah juga karena kokohnya akhlak dan begitulah juga runtuhnya suatu
ummah itukarena lemahnya akhlaknya. Hakikat kenyataan di atas dijelaskan dalam kisah-
kisah sejarah dan tamadun manusia melalui Al-Qur‟an seperti kisah kaum Lut, Samud, kaum
nabi Ibrahim, Bani Israel dan lain-lain. Ummah yang berakhlak tinggi dan sentiasa berada di
bawah keridhoan dan perlindungan Allah ialah ummah yang seperti pada zaman Rasulullah
SAW.

Tidak adanya akhlak yang baik pada diri individu atau masyarakat akan menyebabkan
manusia krisis akan nilai diri, keruntuhan rumah tangga, yang tentunya hal seperti ini dapat
membawa kehancuran dari suatu negara. Pencerminan diri seseorang juga sering
digambarkan melalui tingkah laku atau akhlak yang ditunjukkan.

Allah SWT. telah menetapkan bahwa umat muslim adalah umat yang paling baik. Kebaikan
ini dikarenakan oleh adanya sifat akhlak yang baik yang telah tumbuh dalam umat muslim.
Sifat akhlak tersebut, secara umum telah dijelaskan dalam surah Āli „Imrān ayat 110:

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Āli „Imrān [3]: 110).

Tiga sifat-sifat akhlak tersebut diatas yang disebutkan pada ayat 110 Q.S.Ali Imran yaitu
keimanan kepada Allah SWT, memerintahkan kepada kebaikan (amar ma‟rūf), dan mencegah
dari kemungkaran (nahi munkar). Kepercayaan dalam bentuk iman kepada Allah SWT akan
membangkitkan manusia untuk melakukan amal shaleh. Amar ma‟rūf adalah cinta kepada
manusia. Sedangkan nahi munkar adalah menanggulangi keburukan dan menyempitkan jalan
bagi tumbuhnya keburukan dan kejahatan itu. Ini semua adalah puncak akhlak yang baik.

Akhlak merupakan jati diri bagi setiap orang karena setiap orang yang berakhlak jika
dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu akan sangat jauh berbeda. Akhlak
tidak dapat dinilai atau digambarkan dengan mata uang apapun, akhlak merupakan wujud jati
diri seseorang didalam pribadi seorang insan yang merupakan hasil didikan dari kedua orang
tua serta pengaruh dari masyarakat sekeliling mereka.

Terbentuknya sebuah masyarakat diibaratkan sama seperti membangun sebuah bangunan.


Kalau dalam pembinaan bangunan, asasnya disiapkan terlebih dahulu, begitu juga dengan
membentuk masyarakat mesti di mulai dengan pembinaan asasnya terlebih dahulu. Jika asas
yang dibina sangat kokoh maka tegaklah masyarakat tersebut. Jika lemah maka runtuhlah apa
yang telah dibina diatasnya.

11
Disusun:Malik Azhar
Artinya: “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik
kepadamu.” (QS.al-Qashas: 77)

Akhlak memang sangat penting karena merupakan asas yang telah dilakukan oleh baginda
Rasulullah SAW ketika memulai pembentukan masyarakat Islami. Sungguh akhlak itu sangat
penting artinya dalam kehidupan bermasyarakat, dapat dibayangkan seperti apa jadinya bila
suatu masyarakat tidak di bangun dengan asas akhlak yang mulia? Sungguh akan terjadi
suatu kehancuran pada masyarakat tersebut.

"Dan tujuan akhir dari akhlak, yaitu memutuskan diri kita dari cinta kepada dunia, dan
menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah SWT. Maka, tidak ada lagi sesuatu yang
dicintai selain berjumpa dengan dzat illahi rabbi, dan tidak menggunakan semua hartanya
kecuali karenanya…". Dapat disimpulkan bahwa Al-Ghazāli menempatkan kebahagiaan jiwa
seorang insan sebagai tujuan akhir dan kesempurnaan dari akhlak. Kebahagiaan tertinggi dari
jiwa seseorang berarti mengenal adanya Allah SWT. tanpa adanya keraguan sedikitpun
(ma‟rifatullah).

Allah SWT. merupakan sumber kasih sayang dalam setiap manusia dan kebenaran yang
memuaskan jiwa dan rohani. Setiap manusia yang berpegang teguh pada prinsip akhlak yang
baik akan mengupayakan hidupnya dengan bijak. Semua perbuatan dan amalnya diyakini
keterarahan kepada Allah SWT. yang telah menanamkan segala hal yang baik dalam ciptaan.
Dengan keseimbangan jiwanya, ia tidak membiarkan diri hanyut akan hal-hal bersifat
material sejauh hal itu bisa menambah kesempurnaan akhlak.

1. Penanaman Pendidikan Akhlak


Ada beberapa perkara yang menguatkan pendidikan akhlak dan meninggikannya. Ialah :

a. Meluaskan lingkungan pikiran, yang telah dinyatakan oleh “Herbert Spencer” akan
kepentingannya yang besar untuk meninggikan akhlak sungguh pikiran yang sempit itu
sumber beberapa keburukan, dan akal yang kacau balau tidak dapat membuahkan akhlak
yang tinggi. Kita melihat takutnya beberapa orang, disebabkan karena khurafat yang
memenuhi otak mereka, dan banyak dari suku bangsa yang biadab, berkeyakinan bahwa
keadilan itu hanya diwajibkan kepada orang-orang suku mereka, adapun kepada lainnya tidak
dikata lain bisa merampas harta mereka atau mengalirkan darah mereka.

b. Berkawan dengan orang yang terpilih. Setengah dari yang dapat mendidik akhlak ialah
berkawan dengan oranag yang terpilih, karena manusia itu suka mencontoh, seperti
mencontoh orang sekelilingnya dalam pakaian mereka, juga mencontoh dalam perbuatan
mereka dan berperangai dengan akhlak mereka. Seorang ahli filsafat menyatakan: “Kabarilah
saya siapa kawanmu, saya beri kabar kepadamu siapa engkau”. Maka berkawan dengan
orang-orang yang berani dapat memberikan ruh keberanian pada jiwanya orang penakut, dan
banyak dari orang pandai pikirannya, sebab cocok memilih kawan atau beberapa kawan yang
mempengaruhi mereka dengan pengaruh yang baik dan membangun kekuatan jiwa mereka
yang dahulu lemah.

12
Disusun:Malik Azhar
c. Membaca dan menyelidiki perjalanan para pahlawan dan yang berpikiran luar biasa.
Sungguh perjalanan hidup mereka tergambar dihadapan pembaca dan memberi semangat
unruk mencontoh dengan mengambil tauladan dari mereka. Suatu bangsa tidak sepi dari
pahlawan, yang kalau dibaca tentu akan menimbulkan ruh yang baru yang dapat
menggerakkan jiwa untuk mendatangkan perbuatan yang besar. Dan banyak orang yang
terdorong mengerjakan perbuatan yang besar, karena membaca hikayatnya orang besar atau
kejadian orang besar yang diceritakan. Dan yang berhubungan dengan semacam ini ialah
perumpaan dan hikmah kiasan, yang banyak mempengaruhi kepada jiwa dan lebih dekat pada
pikiran.

d. Yang lebih penting memberi dorongan kepada pendidikan akhlak ialah supaya orang
mewajibkan dirinya melakukan perbuatan baik bagi umum, yang selalu diperintahkan
olehnya dan dijadikan tujuan yang harus dikejarnya sehingga hasil. Tujuan-tujuan ini banyak
dan orang dapat memilih menurut apa yang sesuai dengan keinginan dan persediaannya,
seperti menyelidiki pengetahuan atau mempertinggi satra syairnya atau usaha mengangkat
bangsanya dari arah perekonomian atau politik atau agama. Sudah semestinya tiap-tiap
manusia mempunyai bagian dari kepentingan umum, yang dicintai dan dikejarnya dengan
demikian tumbuhlah kecintaanya terhadap sesama manusia dan disini keutamaan mendapat
tanah yang subur. Dengan tidak ada bagian tersebut, ia hidup serba sempit karena hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri.

e. Apa yang kita tuturkan didalam “kebiasaan” tentang menekan jiwa melakukan
perbuatan yang tidak ada maksud kecuali menundukkan jiwa, dan menderma dengan
perbuatan tiap-tiap hari dengan maksud membiasakan jiwa agar taat, dan memelihara
kekuatan penolak sehingga diterima ajakan baik dan ditolak ajakan buruk

2. Konsep 7B dalam Meraih Kesuksesan yang Hakiki


Manusia yang berpegang pada prinsip akhlak akan mengupayakan hidupnya secara bijak.
Semua perbuatannya atau amalnya diyakini terarah kepada Allah yang telah menanamkan
segala yang baik dalam ciptaan-Nya. Kesuksesan yang hakiki akan dapat diraih jika
mengikuti konsep 7B, yaitu:

a. Beribadah dengan benar


b. Bertakwa dengan baik
c. Belajar tiada henti
d. Bekerja keras dan ikhlas
e. Bersahaja dalam hidup
f. Bantu sesama dan
g. Bersihkan hati selalu
Dengan tujuh konsep tersebut kita dapat mengimplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari dengan akhlak yang baik, maka kesuksesan akan dengan mudah kita dapat, baik
kesuksesan dunia maupun akhirat. Menguatkan nilai-nilai aqidah dan keimanan dalam jiwa.

13
Disusun:Malik Azhar
DAFTAR PUSTAKA

Hufy, A. M. (1978). AKHLAK NABI MUHAMMAD SAW. Jakarta: Bulan Bintang.

Mulyana, R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Sauri, Sofyan. (2011), Filsafat dan Teosafat Akhlak, Bandung: RIZQI Pres.

Sauri, Sofyan (2012 ), Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, Bandung: RIZQI Pres.
Ya'qub, H. (1988). Etika Islam. Bandung: CV. Diponegoro.

14
Disusun:Malik Azhar

Anda mungkin juga menyukai