Anda di halaman 1dari 4

Surah Al-Isra 16

‫ق َعلَ ْيهَا ْالقَوْ ُل فَ َد َّمرْ ٰنهَا‬


َّ ‫ك قَرْ يَةً اَ َمرْ نَا ُم ْت َرفِ ْيهَا فَفَ َسقُوْ ا فِ ْيهَا فَ َح‬
َ ِ‫َواِ َذٓا اَ َر ْدنَٓا اَ ْن ُّن ْهل‬

‫تَ ْد ِم ْيرًا‬

Artinya

Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu (agar menaati Allah). Lalu, mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu sehingga pantaslah
berlaku padanya perkataan (azab Kami). Maka, Kami hancurkan (negeri itu) sehancur-hancurnya.

Para ahli qiraat berselisih dalam membaca amarna. Namun menurut qiraat yang masyhur dibaca taktif.
Maksud ayat, maka kami menyuruh mereka berbuat ketaatan, lalu mereka melakukan keburukan
sehingga mereka pun berhak mendapat siksa. Penafsiran demikian diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari
Ibnu Abbas.

Thabathaba’I mengemukakan dua makna dari kata (‫ )امر نا‬amarna kami perintahkan. Pertama, perintah
melakukan ketaatan kepada-Nya, dan kedua perintah melakukan kefasikan, tetapi bila makna kedua ini
yang dipilih maka ia bersifat majazi.[4]

(Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang
hidup mewah di negeri itu) yakni orang-orang kaya yang dimaksud para pemimpinnya, yaitu untuk taat
kepada Kami melalui lisan rasul-rasul Kami (tetapi mereka melakukan kefasikan di negeri itu) maka
menyimpanglah mereka dari perintah Kami (maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan
Kami) azab Kami (kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya) artinya Kami binasakan
negeri itu dengan membinasakan penduduknya serta menghancurkan negerinya.[5]

Ada beberapa tafsiran ulama mengenai ayat di atas. Pertama, yang dimaksud dengan perintah Allah
SWT kepada orang-orang yang hidup mewah dalam ayat ini adalah ketentuan atau takdir Allah kepada
mereka dan segala sesuatu itu dimudahkan melakukan apa yang ditakdirkan bagi mereka. Konotasi ayat
ini adalah Allah SWT memudahkan mereka untuk melakukan kemungkaran yang mereka inginkan
sehingga mereka berhak mendapatkan azab dari Allah SWT.

Para pemuka atau elite bangsa yang mendapatkan fasilitas kemudahan mengakses kekuasaan dan harta
rakyat untuk kemungkaran walau dikemas atas nama agama dan dakwah sekalipun akan menjadi
penyebab kehancuran menyeluruh bagi sebuah bangsa.
Kedua, yang dimaksudkan dengan perintah Allah SWT dalam ayat ini adalah Allah memerintahkan
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu untuk melakukan ketaatan, tetapi mereka malah
melakukan kefasikan dan kemungkaran sehingga negeri itu berhak mendapatkan murka dan azab dari
Allah SWT. Tafsiran ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair, dan merupakan pendapat
jumhur ulama.

Ketiga, ada yang membacanya “ammarna” dengan menasydidkan mim sehingga maknanya adalah kami
menjadikan orang-orang yang hidup mewah itu sebagai pemimpin dan penguasa di negeri itu, lalu
mereka berbuat kemaksiatan dan kemungkaran sehingga Allah menghancurkan negeri itu karena
kemaksiatan mereka. Riwayat Ibnu Abbas, Abu al-Aliyah, Mujahid, al-Rabi bin Anas, dan Hasan al-Basri.

Keempat, bahwa yang dimaksudkan dengan “amarna” dalam ayat ini adalah Allah SWT memperbanyak
orang-orang yang hidup bermewah-mewahan di negeri itu, lalu mereka berbuat kefasikan dan
kemungkaran sehingga negeri itu dibinasakan oleh Allah SWT karena dosa-dosa mereka. Dari Ibnu
Abbas, Ikrimah, Hasan al-Basri, al-Dhahhak, Qatadah, dan al-Zuhri.

Bila pengantar negeri itu berfoya-foya , maka ini mengantar mereka melupakan tugas-tugasnya serta
mengabaikan hak-hak orang kebanyakan, lagi membiarkan hidup miskin. Hal tersebut mengundang
kecemburuan sosial, sehingga merenggangkan hubungan masyarakat dan mengakibatkan timbulnya
perselisihan dan pertikaian yang melemahkan sendi-sendi bangunan masyarakat, dan yang pada
gilirannya meruntuhkan sistem yang diterapkan oleh penguasa-penguasa tersebut. Ketika ituklah runtuh
dan hancur masyarakat atau negeri tersebut. Ayat ini merupakan salah satu hokum kemasyarakatan
yang ditetapkan Al-Qur’an dan berlaku bagi masyarakat apapun, serta dimana dan kapan pun, yakni
apabila telah banyak orang-orang mutraf, tanpa ada ynga meluruskan kebejatan mereka, sehingga
kebejatan merajalela dalam suatu masyarakat, maka ajal masyarakat itu segera akan tiba.

Surah Al-Isra 17
ۡ
ِ ‫ك بِ ُذنُو‬
ِ َ‫ب ِعبَا ِد ِهۦ َخبِيرًا ب‬
‫صيرًا‬ ٍ ُ‫َوكَمۡ أَ ۡهلَ ۡكنَا ِمنَ ٱلقُرُو ِن ِمن بَ ۡع ِد ن‬
َ ِّ‫وح ۗ َو َكفَ ٰى بِ َرب‬

Artinya

"Banyak generasi setelah Nuh yang telah Kami binasakan. Cukuplah Tuhanmu sebagai Zat Yang
Mahateliti lagi Maha Melihat dosa-dosa hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman guna memperingatkan kaum kafir Quraisy yang mendustakan rasul mereka, yaitu
Muhammad SAW. Bahwa Allah benar-benar telah membinasakan sejumlah umat yang mendustakan
Rasul setelah Nuh. Hal ini menunjukkan bahwa generasi-generasi yang antara Adam dan Nuh meemgang
Islam, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Abbas. Maksud ayat: Kamu, wahai orang-orang yang
mendustakan, tidak lebih mulia disisi Allah daripada mereka. Sesungguhnya kamu telah mendustakan
rasul-rasul yang paling mulia dan makhluk paling tinggi. Jadi, menyiksamu itu lebih tepat dan lebih
mengena.

Firman Allah Ta’ala, “Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-
Nya.[6]

Setelah ayat yang lalu mengisyaratkan tentang siksa yang dapat menimpa para pendurhaka, ayat ini
menjelaskan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk jatuhnya siksa tersebut. Ayat ini menyatakan:
Dan jika kami berhak membinasakan suatu negeri yang durhaka, sesuai dengan ketetapan dan kebijakan
kami, maka kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah didalamnya, yakni di negeri itu, supaya
menaati Allah dan Rasul-Nya, tetapi mereka enggan lalu mereka melakukan kedurhakaan, yakni
penganiayaan dan perusakan di dalamnya, yakni di negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku
terhadapnya perkataan, yakni ketentuan kami, maka kami menghancurkannya, yakni penduduk negeri
itu dan atau bersama negeri itu, sehancur-hancurnya sehingga mereka tidak bangkit lagi sebagai satu
orde atau sistem kemasyarakatan. Dan, atas dasar itu berapa banyak generasi sesudah kebinasaan kaum
Nuh telah kami binasakan disebabkan oleh hal tersebut. Memang, boleh jadi ada yang ditangguhkan
pembasannya, tetapi itu bukan berarti mereka tidak akan dituntut dan disiksa. Karena itu, serahkanlah
segala urusan kepada Allah. Dan cukuplah Tuhanmu pemelihara dan pelimpah aneka kebajikan
kepadamu yang Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya dan, dengan demikian,
segala sesuatu akan dituntut pertanggung jawabannya dan Allah akan membalas mereka sesuai dengan
amal perbuatan masing-masing.

Firman-Nya: (‫ )ؤإذأردناأن نهلك قر ية‬waidza aradna an nuhlika qaryatan/ dan jika hendak membinasakan
suatu negeri dapat member kesan bahwa kehendak-Nya itu mendahului kedurhakaan mereka, dan
karena kehendak-Nya itulah Allah memerintahkan orang-orang yang hidup mewah dinegeri itu, lalu
mereka melakukan kedurhakaan. Hal ini tentu saja tidak dapat dipahami demikian. Mahasuci Allah dari
kehendak buruk terhadap seseorang apalagi suatu kaum. Atas dasar itu sementara ulama menyisipkan
kalimat pada susunan redaksi ayat ini seperti yang diatas. Ada juga yang berpendapat bahwa dalam
susunan redaksi ayat diatas terdapat bagian yang didahulukan yang tempatnya dibelakang, demikian
pula sebaliknya, atau apa yang dikenal dengan istilah Taqdim wa Takhir. Thahir Ibn Asyur menganut
pendapat ini. Susunannya jika tanpa Taqdim wa Takhir itu lebih kurang berbunyi: Dan kami bukanlah
penyiksa-penyiksa sebelum kami mengutus seorang rasul (ayat 15) dan memerintahkan orang-orang
yang hidup mewah di negeri itu untuk mengikuti tuntunan rasuk lalu mereka melakukan kedurhakaan
sehingga sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan kami, maka kami menghancurkannya
sehancur-hancurnya jika kami kehendaki. Dengan demikian, firman-Nya pada awal ayat ini yang
menyatakan dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri adalah syarat bagi jatuhnya ketentuan
Allah membinasakan satu negeri itu. Memang, apa yang terjadi haruslah atas kehendak Allah SWT, dan
kehendak-Nya itu bukanlah kesewenang-wenangan, dan bukannya terjadi tanpa sistem yang ditetapkan
dan disampaikan pokok-pokok-Nya terlebih dahulu.

Anda boleh bertanya mengapa susunan redaksi ayat ini berbunyi demikian? Thahir Ibn Asyur menjawab
bahwa hal tersebut agaknya disebabkan ayat ini bertujuan, disamping menyampaikan hakikat diatas,
juga sebagai sindiran ancamanbagi kaum musyrikin Mekkah, bahwa mereka terancam mengalami apa
yang mereka alami oleh umat-umat yang lalu[7].

(Dan sudah berapa banyak) telah banyak (Kami binasakan umat-umat) bangsa-bangsa (sesudah Nuh.
Dan cukuplah Rabbmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya) Dia mengetahui
dosa-dosa mereka yang tersembunyi dan dosa-dosa mereka yang terang-terangan. Lafal bidzunuubi
bertaalluq kepada lafal khabiiran dan bashiiran.

[4] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah volume 7. Hlm. 432

[5] Iman Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain jilid 2. Hlm. 1134

[6] Muhammad Nasib Ar-rifa`I, tafsir ibnu katsir jilid 3, hlm.42

[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 7. Hlm 431

Anda mungkin juga menyukai