Anda di halaman 1dari 295

TUGAS

SAINS AL-QUR’AN
1. JUZ 9
Ayat 96

Artinya :dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka
mendustakan (ayat-ayat kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa uang telah
mereka kerjakan
a. Tafsir Jalalain
(Dan jika sekiranya penduduk negeri-negeri) yang mendustakan (beriman)
terhadap Allah dan rasul-rasul mereka (dan bertakwa) tidak kafir dan maksiat
(pastilah Kami akan melimpahkan) dengan dibaca takhfif dan tasydid (kepada
mereka berkah dari langit) dengan melalui hujan (dan bumi) dengan melalui
tetumbuhan (tetapi mereka mendustakan) rasul-rasul (maka Kami siksa mereka)
Kami hukum mereka (disebabkan perbuatan mereka sendiri).
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan perihal tipisnya keimanan penduduk
kota-kota yang para rasul diutus kepada mereka. Hal ini semakna dengan apa yang
disebutkan oleh Firman-Nya
Ayat 96

“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu
bermanfaat kepadanya selain kaum yunus? Tatkala mereka (kaum yunus itu) beriman,
kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan
kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu
(Yunus:98)”. Maksudnya tidak ada suatu penduduk kota pun yang seleruhnya
beriman kecuali kaum Nabi Yunus. Demikian itu terjadi setelah mereka menyaksikan
adanya azab. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Firman-Nya dalam
ayat lain

“Dan kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih, lalu mereka beriman. Karena
itu, kami anugrahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.
(Ash-Shaffat:147-148)”

“Dan kami tidak mengutus kepada suatu negrti seorang pemberi peringatan pun hingga
akhir ayat (Saba:34)”
Firman Allah Swt:

“Jikalau penduduk kota-kota beriman dan bertakwa”


Yaitu hati mereka beriman kepada apa yang disampaikan oleh rasul-rasul,
membenarkannya, mengikutinya, dan bertakwa dengan mengerjakan amal-amal ketaatan
dan meninggalkan semua yang diharamkan.

“pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”
Maksudnya hujan dari langit dan tetumbuhan dari bumi. Tetapi dalam firman selanjutnya
disebutkan
Ayat 100

Artinya : atau apakah belum jelas bagi orang-orang yang mewarisi suatu (pelajaran)
negeri setelah (lenyap) penduduknya? Bahwa kalau kami menghendaki pasti
kami siksa mereka karena dengan dosa dosanya; dan kami mengunci hati
mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran)
a. Tafsir Jalalain
(Dan apakah belum jelas) artinya belum terang (bagi orang-orang yang mempusakai
bumi ini) sebagai tempat tinggalnya (sesudah) binasanya (penduduknya bahwa)
menjadi fa'il berasal dari anna yang ditakhfifkan sedangkan isimnya dibuang, artinya
bahwasanya (kalau Kami menghendaki tentu Kami timpakan kepada mereka
siksaan) yakni azab (karena dosa-dosanya) sebagaimana telah Kami timpakan
siksaan kepada orang-orang sebelum mereka. Kesemua hamzah di empat tempat
tersebut semuanya bermakna lit-taubikh/mencela; dan huruf fa dan wawu yang
memasuki pada kedua di antaranya untuk tujuan athaf. Menurut suatu qiraat dibaca
dengan wawu yang disukunkan pada tempat yang pertama karena diathafkan kepada
huruf aw. (Dan) Kami (kunci) Kami lak (hati mereka sehingga mereka tidak dapat
mendengar) nasihat dengan pendengaran yang sehat.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan
apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah
(lenyap) penduduknya. (Al A'raf:100) Yakni apakah masih belum terang bagi
mereka. bahwa kalau Kami menghendaki, tentu Kami azab mereka karena dosa-
dosanya. (Al A'raf:100)
Ha! yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan lain-lainnya.
Sehubungan dengan ayat ini Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan bahwa apakah masih
belum terang bagi orang-orang yang menjadi pengganti di tempat itu sesudah
kebinasaan orang-orang yang menjadi pengganti di tempat itu sesudah kebinasaan
orang-orang sebelum mereka yang mendiaminya? Kemudian pada akhirnya mereka
mengikuti perjalanan hidup mereka, dan mengerjakan perbuatan yang sama dengan
mereka, yakni mereka berbuat durhaka terhadap Tuhannya. Bahwa kalau kami
menghendaki, tentu kami azabmereka karena dosa-dosanya. (Al-A’raf:100)
Sekiranya kami menghendaki, niscaya kami akan menimpakan atas mereka azab
seperti apa yang pernah menimpa orang-orang sebelum mereka. Dan kami kunci
matai hati mereka.(Al-A’raf:100) Maksudnya, Kami tutup rapat-rapat dan kami lak
hati mereka. Sehingga mereka tidak dapat mendengar? (Al-A’raf:100) Yakni tidak
dapat mendengar pelajaran dan peringatan lagi
Hal yang semakna telah disebutkan oleh Allah Swt dalam ayat-ayat lain, yaitu
 maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrik) berapa banyaknya
Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di
bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu. Sesungguhnya yang demikian itu luu
itulaherdapat l-tanda bagi orang yang berakal. (Thaahaa:128) (Kepada mereka
dikatakan), "Bukankah kalian telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali
kalian tidak akan binasa." dan kalian telah terdiam di tempat-tempat kediaman
orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri. (Ibrahim:44-45), hingga akhir
ayat.
Mengenai firman Allah Swt. yang mengatakan:
“Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah
kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-
samar? (Maryam:98)”
Artinya:apakah kamu melihat seseorang dari mereka, atau apakah kamu mendengar
suara mereka?
Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:
“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang
telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan
kedudukan mereka di bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan
kepada kalian, Kami curahkan higanyang lebat atas mereka, dan Kami jadikan
sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena
dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (Al-
An’am: 6)”
Sesudah menceritakan kebinasaan kaum 'Ad Allah Swt. berfirman:
“Maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat
tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.
Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang
Kami belum pernah meneguhkan kedudukan kalian dalam hal itu, dan Kami
memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi pendengaran,
penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit jua pun bagi mereka, karena
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang
dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya. Dan sesungguhnya Kami telah
membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian, dan Kami telah datangkan tanda-
tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertobat). (Al
Ahqaaf:25-27)”
“Dan orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan, sedangkan orang-orang
kafir Mekah itu belum sampai menerima sepersepuluh dari apa yang telah Kami
berikan kepada orang-orang dahulu, yaitu mereka mendustakan rasul-rasul-Ku.
Makaalangkah hebatnya akibat kemurkaan-Ku (Saba : 45)”
Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-
rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (Al Mulk:18)

“Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membmasakannya, yang penduduknya


dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya,
dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi,
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu
mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi
yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al Hajj:45-46)”

“Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah
kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-
olokkan mereka. (Al An'am:10)”
Masih banyak ayat Al-Qur’an lainnya yang menunjukkan bahwa azab Allah
menimpa musuh-musuh-Nya, dan nikmat-Nya selalu diberikan kepada kekasih-
kekasih-Nya. Karena itulah dalam firman-firman selanjutnya disebutkan seperti
berikut
Ayat 101

Artinya : itulah negeri-negeri (yang telah kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian
kisahnya kepadamu. Rasul-rasul mereka benar-benaar telah datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata. Tetapi mereka tidak beriman( juga ) kepada apa yang telah
mereka dustakan sebelumnya. Demikian Allah mengunci hati orang-orang kafir
a. Tafsir Jalalain
(Negeri-negeri itu) yang telah disebutkan tadi (Kami ceritakan kepadamu) hai
Muhammad (tentang sebagian dari berita-beritanya) cerita-cerita penduduknya (Dan
sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-
bukti) yaitu mukjizat-mukjizat yang selalu unggul lagi jelas (maka mereka juga tidak
beriman) tatkala rasul-rasul itu datang (kepada apa yang dahulu mereka telah
mendustakannya) yang telah mereka ingkari (sebelum itu) sebelum para rasul itu
datang, bahkan mereka tetap terus melakukan kekafirannya. (Demikianlah) seperti
penguncian itu (Allah mengunci mati hati orang-orang kafir).
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah menceritakan berita kaum Nuh, Hud, Saleh, Lut, dan Syu'aib kepada Nabi-Nya
Saw. Dia pun menceritakan pembinasaan orang-orang kafir dan penyelamatan orang-
orang mukmin, dan Allah Swt. telah memberikan alasan-Nya kepada mereka bahwa
Dia telah menjelaskan kepada mereka perkara yang hak melalui hujah-hujah yang
disampaikan oleh para rasul. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
“kota-kota (yang telah Kami binasakan) itu Kami ceritakan kepadamu.”(Al-
A’raf:1010)
Hai Muhammad
sebagian dari berita-beritanya (Al-A’raf:101) Yakni kisah-kisah mereka
Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-
bukti yang nyata (Al-A’raf:101)
Yaitu hujah-hujah yang membuktikan kebenaran mereka dalam semua yang mereka
sampaikan kepada kaumnya masing-masing, seperti juga yang disebutkan oleh
firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:

Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Israa':15)

Itu adalah sebagian dari berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang
Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), di antara negeri-negeri itu ada yang masih
kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah. Dan Kami tidaklah
menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
(Huud:100-101)
Firman Allah Swt.
maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya.
Huruf ba pada ayat ini mengandung makna sababiyah (kausalita). Dengan kata lain,
mereka sama sekali tidak beriman kepada apa yang disampaikan oleh para rasul
kepada mereka, karena kedustaan mereka terhadap perkara yang hak sejak pertama
kali perkara hak datang kepada mereka. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Atiyyah
rahimahullah.
Pendapat ini merupakan pendapat yang baik. Pengertian ayat ini sama dengan apa
yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan apakah yang mettberitahukan kepada kalian bahwa apabila mukjizat datang
mereka tidak akan beriman. Dan (begitu pula) Kami memalingkan t p penglihatan
mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya
Ayat 128

Artinya : musa berkata kepda kaumnya, “ Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersaabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) milik Allah; diwariskannya kepada siapa saja yang
Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-
orang yang bertakwa”
a. Tafsir Jalalin
(Musa berkata kepada kaumnya, "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah) dalam menghadapi penganiayaan mereka (sesungguhnya bumi ini
kepunyaan Allah yang dipusakakan-Nya) yang diberi-Nya (kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik) yang terpuji
(adalah bagi orang-orang yang bertakwa.") terhadap Allah. (Kaum Musa berkata,
"Kami telah ditindas, oleh Firaun, sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah
kamu datang." Musa menjawab, "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu
dan menjadikan kamu Khalifahmaka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.")
di dalamnya
b. Tafsir Ibnu Katsir
Setelah Fir'aun bertekad bulat hendak melaksanakan niatnya seperti yang telah
disebutkan pada ayat di atas, yaitu berbuat jahat terhadap kaum Bani Israil, maka
kelanjutannya disebutkan oleh firman Allah Swt. berikut
Musa berkata kepada kaumnya, "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah.
Musa menjanjikan kepada mereka bahwa akibat yang terpuji akan mereka
peroleh, dan kelak mereka akan beroleh kemenangan. Hal ini diungkapkan oleh Allah
Swt. melalui firman-Nya:
sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah, dipusakakan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa." Kaum Musa berkata, "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun)
sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang.”
Yakni mereka benar-benar telah mengerjai kami seperti apa yang engkau lihat sendiri,
mereka telah menindas dan menghina kami sebelum engkau tiba, hai Musa, juga
sesudahnya.
Kemudian Musa berkata kepada mereka seraya mengingatkan perihal keadaan mereka
di masa itu dan apa yang bakal mereka alami di masa berikutnya, seperti yang
dikisahkan oleh firman-Nya:
Mudah-mudahan Allah membinasakan musuh kalian. hingga akhir ayat
Di dalam kalimat ini terkandung anjuran yang mendorong mereka untuk bersyukur
secara meyakinkan bila mereka mendapat nikmat dan lenyapnya semua penderitaan
dari diri mereka.
Ayat 129
Artinya : Mereka (kaum Musa) berkata, “kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum engkau
datang kepada kami dan setelah engkau datang”” (Musa) menjawab, “Mudah-mudahan
Tuhanmu membinasakn musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi; maka Dia akan
melihat bagaimana perbuatanmu.

a. Tafsir Jalalain
(kaum Musa berkata, “kami telah ditindas, oleh Firaun, sebelum kamu datang kepada
kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab, “mudah-mudahan Allah
membinasakn musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi-Nya, maka Allah
akan melihat bagaimana perbuatanmu) di dalamnya
b. Tafsir Ibnu Katsir
Setelah Fir'aun bertekad bulat hendak melaksanakan niatnya seperti yang telah
disebutkan pada ayat di atas, yaitu berbuat jahat terhadap kaum Bani Israil, maka
kelanjutannya disebutkan oleh firman Allah Swt. berikut:
Musa berkata kepada kaumnya, "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah.
Musa menjanjikan kepada mereka bahwa akibat yang terpuji akan mereka peroleh,
dan kelak mereka akan beroleh kemenangan. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt.
melalui firman-Nya:
...sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah, dipusakakan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa." Kaum Musa berkata, "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun)
sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang.”
Yakni mereka benar-benar telah mengerjai kami seperti apa yang engkau lihat sendiri,
mereka telah menindas dan menghina kami sebelum engkau tiba, hai Musa, juga
sesudahnya.
Kemudian Musa berkata kepada mereka seraya mengingatkan perihal keadaan mereka
di masa itu dan apa yang bakal mereka alami di masa berikutnya, seperti yang
dikisahkan oleh firman-Nya: Mudah-mudahan Allah membinasakan musuh kalian.
hingga akhir ayat
Di dalam kalimat ini terkandung anjuran yang mendorong mereka untuk bersyukur
secara meyakinkan bila mereka mendapat nikmat dan lenyapnya semua penderitaan
dari diri mereka.
Ayat 136

Artinya : Maka kami hukum sebagian di antara mereka, lalu kami tenggelamkan mereka di
laut karena mereka telah mendustakan ayat-ayat kami dan melalaikan ayat-ayat kami

a. Tafsir Jalalain
(kemudian kami menghukum mereka, maka kami tenggelamkan mereka dilaut) laut
yang airnya asin (disebabkan mereka) dikarenakan mereka (mendustakan ayat-ayat
kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat kami) tetapi mereka
tidak mau memikirkannya
b. Tafsir Ibnu Katsr
Allah Swt. menceritakan bahwa ketika mereka bersikap sombong dan ingkar, padahal
Allah telah menimpakan berbagai ayat (mukjizat) yang bertubi-tubi kepada mereka
satu demi satu, dan mereka masih tetap sombong serta ingkar, maka Allah
menghukum mereka dengan menenggelamkan mereka (Fir'aun dan balatentaranya) ke
dalam laut. Laut itu adalah laut yang dibelah oleh Nabi Musa a.s., lalu ia
menyeberanginya bersama kaum Bani Israil yang mengikutinya. Kemudian Fir'aun
dan balatentaranya memakai jalan yang sama untuk mengejar mereka. Setelah mereka
semuanya masuk ke dalam laut itu, maka laut kembali menutup, menenggelamkan
mereka sampai habis. Demikian itu terjadi karena mereka mendustakan ayat-ayat
Allah dan kelalaian mereka terhadapnya.
Kemudian Allah menceritakan bahwa setelah itu Dia mempusaka-kan belahan timur
dan belahan barat bumi kepada orang-orang yang dahulunya hidup tertindas dari
kalangan kaum Bani Israil. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi
(Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang
yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang
selalu mereka khawatirkan dari mereka (kaum Bani Israil) itu. (Al Qashash:5-6)
Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun
serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka
menikmatinya, demikianlah. Dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain.
(Ad Dukhaan:25-28)
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya:
...negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya, yang telah Kami beri berkah
padanya. Menurutnya, makna yang dimaksud adalah negeri Syam.

Ayat 137

Dan kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian
baratnya yang telah kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik
itu (sebagai janji) untuk Bani Israil di sebabkan kesabaran mereka. Dan kami
hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka
bangun
a. Tafsir Jalalain
(Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu) melalui perbudakan, yaitu
mereka adalah kaum Bani Israel (negeri-negeri bagian timur dan bagian baratnya
yang telah Kami beri berkah padanya) dengan air dan pohon, ini adalah kata sifat bagi
tanah, yang dimaksud adalah tanah Syam (Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu
yang baik) yang dimaksud ialah firman-Nya, "Dan Kami hendak memberi karunia
kepada orang-orang yang tertindas di bumi, Mesir, itu." (Q.S. Al-Qashash 5) (untuk
Bani Israel disebabkan kesabaran mereka) di dalam menanggung penganiayaan
musuh mereka (dan Kami hancurkan) Kami binasakan (apa-apa yang telah dibuat
Firaun dan kaumnya) bangunan-bangunannya (dan apa yang telah dibangun mereka)
dengan mengkasrahkan ra-nya dan boleh juga didamahkan, yakni bangunan-bangunan
yang telah mereka tinggikan.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untukBani Israil
disebabkan kesabaran mereka.
Menurut Mujahid dan Ibnu Jarir, yang dimaksud dengan perkataan 'Tuhanmu yang
baik' ialah apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam surat lain, yaitu:
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi
(Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang
yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang
selalu mereka khawatirkan dari mereka (kaum Bani Israil) itu. (Al Qashash:5-6)
Firman Allah Swt.:
“Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya”.
artinya. Kami rusak semua yang telah dibuat oleh Fir'aun dan kaumnya berupa
bangunan-bangunan dan lahan-lahan pertanian.dan apa yang telah dibangun
mereka.Menurut Mujahid dan Ibnu Abbas, makna ya'risyun ialah bangunan-bangunan
mereka, yakni apa yang telah mereka bangun.
Ayat 138

a. Tafsir Jalalain
(Dan Kami seberangkan) Kami lewatkan (Bani Israel ke seberang lautan itu, maka
setelah mereka sampai) mereka lewat (pada suatu kaum yang tetap menyembah)
dengan dibaca damah atau kasrah huruf kaf-nya (berhala mereka) mereka masih tetap
menyembah berhala-berhala itu (Bani Israel berkata, "Hai Musa! Buatlah untuk kami
sebuah tuhan) berhala yang akan kami sembah (sebagaimana mereka mempunyai
beberapa tuhan, berhala." Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum
yang bodoh.") karena kamu membalas karunia Allah atas kamu dengan apa yang tadi
kamu katakan
b. Tafsir Ibn Katsir
Allah Swt. menceritakan apa yang diucapkan oleh orang-orang yang bodoh dari
kalangan kaum Bani Israil kepada Musa a.s. setelah mereka menyeberangi lautan itu,
dan mereka telah menyaksikan beberapa ayat kebesaran Allah dan kebesaran
kekuasaan-Nya dengan mata kepala mereka sendiri.
...maka setelah mereka sampai.
yakni setelah mereka menyeberang, maka mereka bersua.
...dengan suatu kaum yang sedang menyembah berhala mereka.
Sebagian kalangan ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa kaum tersebut berasal
dari orang-orang Kan'an. Menurut pendapat lain, mereka adalah orang-orang Lakham.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa kaum tersebut menyembah berhala yang berbentuk sapi.
Karena itulah maka hal tersebut memberikan pengaruh kesyubhatan bagi kaum Bani
Israil dalam penyembahan mereka terhadap anak sapi sesudah peristiwa tersebut.
Kemudian mereka berkata, seperti yang dikisahkan firman-Nya:
Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah berhala sebagaimana mereka mempunyai
beberapa berhala. Musa menjawab, "Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak
mengetahui (sifat-sifat Tuhan)."
Maksudnya, kalian adalah kaum yang tidak mengetahui keagungan dan kebesaran
Allah serta hal-hal yang wajib dibersihkan dari-Nya berupa sekutu dan persamaan
Ayat 142

Dan kami telah menjanjikan kepada Musa (memberikan Taurat) tiga puluh malam,
dan kami sempurnakan jumlah jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi) maka
sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan musa
berkata kepada saudaranya (yaitu) Harun. “gantikanlah aku dalam (memimpin)
kaumku, dan perbaikilah (dirimu dan kaummu). Dan janglah kamu mengikuti jalan
orang-orang yang berbuat kerusakan
a. tafsir Jalalain
(Dan telah Kami janjikan) dengan memakai alif dan tidak memakainya (kepada Musa
sesudah berlalu waktu tiga puluh malam) di mana Kami akan berbicara kepadanya
seusai masa tersebut agar ia berpuasa terlebih dahulu; masa itu adalah bulan
Zulkaidah kemudian Musa berpuasa dan tatkala ia selesai, bau mulutnya masih
kurang enak. Akhirnya Musa bersiwak dan Allah swt. memerintahkannya agar
melakukan puasa sepuluh hari lagi agar ia dapat berbicara dengan-Nya melalui
mulutnya; hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah swt. (dan Kami sempurnakan
jumlah malam itu dengan sepuluh malam lagi) yakni dari bulan Zulhijah (maka
sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya) yaitu waktu yang telah
dijanjikan oleh-Nya untuk berbicara dengan-Nya (empat puluh) menjadi hal (malam)
menjadi tamyiz. (Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun) di kala hendak
pergi ke bukit untuk bermunajat ("Gantikanlah aku) maksudnya jadilah engkau
sebagai penggantiku (dalam memimpin kaumku dan perbaikilah") perkara mereka
(dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan) dengan
menyetujui mereka berbuat kemaksiatan.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. menceritakan perihal anugerah-Nya yang telah diberikan kepada kaum
Bani Israil, yaitu berupa hidayah yang mereka peroleh, Musa a.s, diajak bicara
langsung oleh-Nya dan diberi-Nya kitab Taurat yang di dalamnya terkandung hukum-
hukum buat mereka dan perincian syariat mereka. Untuk itu, Allah menceritakan
bahwa Dia telah menjanjikan hal itu kepada Musa selang tiga puluh hari kemudian
Ulama tafsir mengatakan bahwa selama itu Nabi Musa a.s. melakukan puasa secara
lengkap. Setelah waktu yang telah dijanjikan itu sempurna, maka Musa bersiwak
terlebih dahulu dengan akar kayu. Tetapi Allah Swt. memerintahkan kepadanya agar
menggenapkannya dengan sepuluh hari lagi hingga genap menjadi empat puluh hari.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan sepuluh hari tambahannya itu,
yaitu bulan apa jatuhnya.
Menurut kebanyakan ulama tafsir, yang tiga puluh hari adalah bulan Zul Qa’dah,
sedangkan yang sepuluh hari tambahannya jatuh pada bulan Zul Hijjah. Demikianlah
menurut Mujahid, Masruq, dan Ibnu Juraij.
Hal yang serupa telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas. Berdasarkan pendapat ini,
berarti miqat telah disempurnakan pada Hari Raya Kurban. Pada hari itu pula
terjadilah pembicaraan Allah kepada Musa a.s. secara langsung. Dan pada hari itu
pula Allah Swt. menyempurnakan agama Islam bagi Nabi Muhammad Saw,, seperti
yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan
kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian. (Al
Maidah:3)
Setelah masa yang telah dijanjikan tiba dan Musa bersiap-siap hendak berangkat
menuju Bukit Tursina, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuh
kalian, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat)
di sebelah kanan gunung itu. (Tana: 80)
Maka saat itu Musa mengangkat saudaranya, yaitu Harun untuk menggantikan dirinya
memimpin kaum Bani Israil. Musa mewasiatkan kepada saudaranya agar berbuat baik
terhadap kaumnya dan tidak menimbulkan kerusakan. Hal ini semata-mata hanyalah
sebagai peringatan belaka, karena sesungguhnya Harun a.s. adalah seorang nabi yang
dimuliakan oleh Allah, sama dengan kedudukan nabi-nabi lainnya
Ayat 143

a. Tafsir Jalalain
(Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami pada waktu yang telah Kami
tentukan) waktu yang telah Kami janjikan kepadanya akan berbicara dengannya pada
waktu itu (dan Tuhan telah berfirman kepadanya) tanpa perantara dengan
pembicaraan yang dapat Musa dengar dari segala penjuru (berkatalah Musa, "Ya
Tuhanku! Tampakkanl ah kepadaku) diri Engkau (agar aku dapat melihat-Mu." Tuhan
berfirman, "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku) artinya kamu tidak akan
mampu melihat-Ku; bila hal itu diungkapkan bukan dengan memakai huruf lan , maka
pengertiannya berarti melihat Tuhan itu mungkin dapat dilakukan (tetapi lihatlah
kepada bukit itu) yang bangunannya lebih kuat daripada dirimu (maka jika ia tetap)
tegak seperti sediakala (pada tempatnya, niscaya kamu dapat melihat-Ku") engkau
dapat melihat-Ku dan jika tidak, maka niscaya kamu tidak akan kuat (Tatkala
Tuhannya tampak) yakni sebagian dari nur-Nya yang hanya sebesar setengah jari
manis, demikianlah menurut penjelasan dari hadis yang telah diriwayatkan oleh Al-
Hakim (bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh) dengan
dibaca qashr atau pendek dan panjang, yakni gunung itu menjadi lebur rata dengan
tanah (dan Musa jatuh pingsan) tak sadarkan diri karena sangat terkejut melihat apa
yang ia saksikan (Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Maha Suci Engkau)
dengan memahasucikan Engkau (aku bertobat kepada Engkau) dari permintaan yang
aku tidak diperintahkan mengemukakannya (dan aku orang yang pertama-tama
beriman") pada zamanku ini..
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. menceritakan perihal Musa a.s., bahwa ketika masa yang telah dijanjikan
oleh Allah kepadanya telah tiba, dan pembicaraan langsung kepada Allah sedang
berlangsung, maka Musa memohon kepada Allah untuk dapat melihat-Nya. Musa
berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.”
Tuhan berfirman.”Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku"
Makna huruf lan dalam ayat ini menyulitkan analisis kebanyakan ulama tafsir,
mengingat pada asalnya huruf lan diletakkan untuk menunjukkan makna ta-bid
(selamanya). Karena itulah orang-orang Mu'tazilah berpendapat bahwa melihat Zat
Allah merupakan suatu hal yang mustahil di dunia ini dan di akhirat nanti. Tetapi
pendapat ini sangat lemah, mengingat banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw.
yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Allah di akhirat nanti,
pembahasannya akan kami ketengahkan dalam tafsir firman Allah Swt.:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah
mereka melihat. (Al Qiyaamah:22-23)
Dan firman Allah SWT yang menceritakan perihal orang-orang kafir:
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari
(melihat) Tuhan mereka. (83:15)
Menurut suatu pendapat, huruf lan dalam ayat ini menunjukkan makna pe-nafi-an
terhadap pengertian ta-bid di dunia, karena menggabungkan antara pengertian ayat ini
dengan dalil qat'i yang membenarkan adanya penglihatan kelak di hari akhirat.
Menurut pendapat lain, makna kalimat ayat ini sama dengan makna kalimat yang
terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat
segala yang kelihatan, dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al
An'am:103)
Tafsir ayat ini telah dikemukakan dalam surat Al-An' am.
Menurut yang tertera di dalam kitab-kitab terdahulu, Allah Swt. berfirman kepada
Musa a.s., "Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang melihat-Ku
melainkan pasti mati, dan tiada suatu benda mati pun melainkan ia pasti hancur
luluh." Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh Firman-Nya:
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur
luluh, dan Musa pun jatuh pingsan.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari di dalam kitabnya
mengatakan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sahl Al-Wasiti, telah menceritakan
kepada kami Qurah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari
seorang lelaki, dari Anas, dari Nabi Saw., "Ketika Tuhannya menampakkan diriNya
pada gunung itu dan menunjukkan isyarat-Nya ke gunung itu, maka dengan serta
merta gunung, itu menjadi hancur karenaNya." Abu Ismail (perawi) menceritakan
hadis ini seraya memperlihatkan kepada kami isyarat dengan jari telunjuknya.
Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya."
Kemudian Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari mengatakan:
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj
ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Lais, dari Anas, bahwa
Nabi Saw. membaca ayat berikut: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunitng itu,
kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al A'raf:143) Lalu Nabi Saw.
mengisyaratkan dengan salah satu jarinya, beliau meletakkan jari jempolnya pada
ujung jari kelingkingnya dan bersabda, "Maka hancur luluhlah gunung itu."
Demikianlah sanad yang disebutkan di dalam riwayat ini, yaitu Hammad ibnu
Salamah, dari Lais, dari Anas, Tetapi menurut riwayat yang masyhur adalah Hammad
ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas.
Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir:
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hudbah
ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari
Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman Allah Swt.: Tatkala
Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh.
(Al A'raf:143) Lalu beliau Saw. meletakkan jari jempolnya pada ujung jari
kelingkingnya seraya bersabda, "Maka seketika itu juga gunung itu hancur luluh."
Humaid berkata kepada Sabit, "Apakah beliau Saw. mengisyaratkan seperti itu?"
Maka Sabit menarik tangannya dan memukulkannya ke dada Humaid seraya berkata,
"Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Saw, diisyaratkan pula oleh Anas, lalu apakah
saya menyembunyikannya?"
Abul Qasim At-Tabrani dan Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya
melalui dua jalur, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Anas secara marfu
dengan lafaz yang semisal. Ibnu Murdawaih menyandarkannya melalui jalur Ibnul
Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu', hal ini pun tidak sahih. Imam
Turmuzi meriwayatkannya, dan Imam Hakim menilainya sahih, tetapi dengan syarat
Imam Muslim.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman Allah Swt.:
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu.
Bahwa tiada yang ditampakkan oleh Allah melainkan hanya sebesar jari kelingking.
kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. Dakkan artinya 'menjadi abu'. dan
Musa pun jatuh pingsan. Yakni jatuh tak sadarkan dirinya. Demikianlah menurut
riwayat Ibnu Jarir.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
...dan Musa pun jatuh pingsan.
Maksudnya, jatuh dalam keadaan mati.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa bukit itu jebol dan jatuh menggelinding ke laut.
Sedangkan Nabi Musa ikut bersama gunung itu.
Sunaid telah meriwayatkan dari Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Abu Bakar
Al-Huzali sehubungan dengan makna firman-Nya:
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur
luluh,
Disebutkan bahwa gunung itu amblas ke dalam bumi dan tidak akan muncul lagi
sampai hari kiamat. Di dalam sebagian kisah disebutkan bahwa gunung itu amblas ke
dalam tanah dan terns amblas ke dalamnya sampai hari kiamat. Demikianlah menurut
riwayat Ibnu Murdawaih.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu
Abul Balah, bahwa telah menceritakan kepada kami Ai-Ha isain ibnu Kharijah, telah
menceritakan kepada kami Usman ibnu Husain ibnul Allaf, dari Urwah ibnu
Ruwayyim yang mengatakan bahwa sebelum Allah menampakkan Diri-Nya kepada
Musa di Tursina, gunung-gunung itu dalam keadaan rata lagi licin. Tetapi setelah
Allah menampakkan diri-Nya kepada Musa di Tursina, maka hancur leburlah
gunungnya, sedangkan gunung-gunung lainnya terbelah dan retak-retak serta
terbentuklah gua-gua.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur
luluh, dan Musa pun jatuh pingsan.
Bahwa ketika hijab Allah dibuka-Nya kepada gunung itu dan gunung itu melihat
cahaya-Nya, maka jadilah bukit itu seperti tepung.
Sebagian ulama ada yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
...kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh.
Bahwa makna yang dimaksud dengan dakka ialah fitnah.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
...tetapi melihatiah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala),
niscaya kamu dapat melihat-Ku.
Menurutnya, dikatakan demikian karena gunung itu lebih besar dan lebih kuat
daripada Musa sendiri. Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. kejadian itu
menjadikan gunung itu. (Al A'raf:143) Allah memandang gunung itu, maka gunung
itu tidak kuat, lalu hancur luluh sampai ke akarnya. Melihat pemandangan itu, yakni
yang terjadi pada gunung itu, maka Musa pun jatuh pingsan.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
...kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh.
Bahwa Allah memandang ke gunung itu, maka gunung itu berubah menjadi padang
pasir. Sebagian ulama qiraat membacanya dengan bacaan demikian, kemudian dipilih
oleh Ibnu Jarir. Dan bacaan ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis marfu'
mengenainya yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Pengertian as-sa'qu dalam ayat ini ialah pingsan, menurut tafsiran Ibnu Abbas dan
lain-lainnya, tidak seperti penafsiran yang dikemukakan oleh Qatadah yang
mengatakan bahwa makna as-sa'qu dalam ayat ini ialah mati, sekalipun tafsir yang
dikemukakan oleh Qatadah dibenarkan menurut peristilahan bahasa. Seperti
pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa
yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba
mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). (Az Zumar:68)
Karena sesungguhnya dalam ayat ini terdapat qarinah (bukti) yang menunjukkan
makna mati, sebagaimana dalam ayat yang sedang kita bahas terdapat qarinah yang
menunjukkan makna pingsan, yaitu firman-Nya:
Maka setelah Musa sadar kembali.
Al-Ifaqah atau sadar tiada lain dari orang yang tadinya pingsan.
Musa berkata, "Mahasuci Engkau."
Sebagai ungkapan memahasucikan. mengagungkan, dan memuliakan Allah, bahwa
bila ada seseorang yang melihat-Nya di dunia ini niscaya dia akan mati.
Firman Allah Swt.:
...aku bertobat kepada Engkau.
Mujahid mengatakan makna yang dimaksud ialah 'saya kapok, tidak akan meminta
untuk melihat-Mu lagi'.
...dan aku orang yang pertama-tama beriman.
Demikianlah menurut takwil Ibnu Abbas dan Mujahid, dari Bani Israil, pendapat ini
dipilih oleh Ibnu Jarir.
Menurut riwayat yang lain dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
...dan aku orang yang pertama-tama beriman.
Disebutkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat melihat-Mu.
Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, bahwa sebelum itu memang telah ada
orang-orang yang beriman, tetapi makna yang dimaksud di sini ialah "saya orang
yang mula-mula beriman kepada Engkau, bahwa tidak ada seorang makhluk-Mu yang
dapat melihat-Mu sampai hari kiamat". Pendapat ini cukup baik dan mempunyai
alasan.
Muhammad ibnu Jarir di dalam kitab Tafsir-nya. sehubungan dengan ayat ini telah
mengetengahkan sebuah asar yang cukup panjang mengenainya di dalamnya terdapat
banyak hal yang garib dan ajaib, bersumber dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar.
Tetapi seakan-akan Muhammad ibnu Ishaq menerimanya dari berita-berita Israiliyat.
Firman Allah Swt.:
Dan Musa pun jatuh pingsan.
Sehubungan dengan makna ayat ini terdapat hadis Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari
Nabi Saw., yang menerangkan tentangnya.
Hadis Abu Sa'id di-sanad-kan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya, dalam bab
tafsir ayat ini. Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada
kami Sufyan, dari Amr ibnu Yahya Al-Mazini, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al-
Khudri r.a. yang menceritakan bahwa seorang lelaki Yahudi datang kepada Nabi
Saw., sedangkan mukanya baru saja ditampar, lalu ia mengadu, "Hai Muhammad,
sesungguhnya seseorang dari sahabatmu dari kalangan Ansar telah menampar
wajahku." Nabi Saw. bersabda, "Panggillah dia!" Lalu mereka memanggil lelaki itu
dan bersabda kepadanya, "Mengapa engkau tampar mukanya?" Lelaki Ansar
menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika saya sedang lewat bersua dengan
orang Yahudi, lalu orang Yahudi itu kudengar mengatakan, 'Demi Tuhan yang telah
memilih Musa atas manusia semuanya.' Lalu saya mengatakan kepadanya, 'Dan juga
di atas Muhammad?' Lelaki itu menjawab, 'Ya juga di atas Muhammad.' Maka saya
menjadi emosi, lalu kutampar mukanya," Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian
melebihkan aku di atas para nabi semuanya, karena sesungguhnya manusia pasti
pingsan di hari kiamat, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba aku
menjumpai Musa sedang memegang kaki A’rasy. Aku Tidak mengetahui apakah dia
sadar sebelumku ataukah dia telah beroleh balasannya ketika mengalami pingsan di
Bukit Tur.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya di berbagai tempat (bab) dari kitab Sahih-nya,
dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya dalam pembahasan
"Kisah-kisah para Nabi".
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab Sunnah-nya melalui berbagai
jalur dari Amr ibnu Yahya ibnu Imarah ibnu Abul Hasan Al-Mazini Al-Ansari Al-
Madani, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Sa'd ibnu Malik ibnu Sinan Al-Khudri dengan
lafaz yang sama.
Adapun mengenai hadis Abu Hurairah, Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya
menyebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Ibrahim
ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Abu Salamah ibnu
Abdur Rahman dan Abdur Rahman Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang
menceritakan bahwa ada dua orang lelaki bertengkar, salah seorangnya adalah orang
muslim, sedangkan yang lain orang Yahudi. Orang Muslim mengatakan, "Demi
Tuhan yang telah memilih Muhammad atas semua manusia." Maka si Yahudi berkata,
"Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas semua manusia." Maka orang muslim itu
marah kepada si Yahudi, lalu ia menamparnya. Kemudian orang Yahudi itu datang
kepada Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw. menanyakan kedatangannya, maka
lelaki Yahudi itu mengadukan perkaranya. Lalu Rasulullah Saw. memanggil si lelaki
muslim itu, dan si lelaki muslim mengakui hal tersebut. Maka Rasulullah Saw.
bersabda: Janganlah kalian melebihkan aku atas Musa, karena sesungguhnya semua
orang mengalami pingsan di hari kiamat nanti, dan aku adalah orang yang mula-mula
sadar. Tiba-tiba aku melihat Musa sedang memegang bagian sisi 'Arasy. Aku tidak
mengetahui apakah dia termasuk orang-orang yang pingsan, lalu ia sadar sebelumku,
ataukah dia termasuk orang yang dikecualikan oleh Allah Swt. (tidak mengalami
pingsan)
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain
melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Abud Dunya telah meriwayatkan bahwa orang yang
menampar si Yahudi itu dalam kasus tersebut adalah sahabat Abu Bakar As- Siddiq
r.a. Akan tetapi, menurut keterangan hadis yang terdahulu dari kitab Sahihain
disebutkan bahwa lelaki yang menampar si Yahudi itu adalah seorang Ansar, hal ini
lebih sahih dan lebih jelas.
Pengertian yang tersirat dari sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
Janganlah kalian mengutamakan aku atas Musa.
Sama halnya dengan pengertian yang terkandung di dalam sabdanya yang lain, yaitu:
Janganlah kalian mengutamakan diriku atas para nabi, jangan pula atas Yunus ibnu
Mata
Menurut suatu pendapat, hal ini termasuk ke dalam Bab "Tawadu’ (rendah diri) Nabi
Saw.".
Tetapi menurut pendapat lain, hal tersebut diungkapkan oleh Nabi Saw. sebelum Nabi
Saw. mengetahui keutamaan dirinya di atas semua makhluk. Menurut pendapat
lainnya,-Nabi Saw. melarang bila dirinya paling diutamakan di antara para nabi
lainnya dengan cara emosi dan fanatisme. Dan menurut pendapat lainnya lagi, hal
tersebut dilarang bila dikatakan hanya sekadar pendapat sendiri dan seenaknya.
Sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
Sesungguhnya semua manusia akan mengalami pingsan pada hari kiamat nanti.
Menurut makna lahiriahnya 'pingsan' ini terjadi menjelang hari kiamat, karena pada
hari itu terjadilah suatu perkara yang membuat mereka semuanya tidak sadarkan
dirinya
Barangkali pula hal tersebut terjadi di saat Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi
datang untuk memutuskan peradilan, lalu Dia menampakkan diri-Nya pada semua
makhluk untuk melakukan pembalasan terhadap mereka. Perihalnya sama dengan
pingsan yang dialami oleh Musa a.s. karena Tuhan menampakkan diri-Nya. Untuk
itulah, maka dalam hadis ini disebutkan melalui sabdanya:
Aku tidak mengetahui apakah Musa sadar sebelumku. ataukah dia sudah cukup
mendapat balasannya ketika mengalami pingsan di Bukit Tur.
Al-Qadi Iyad di dalam permulaan kitab Asy-Syifa telah meriwayatkan berikut
sanadnya dari Muhammad ibnu Muhammad ibnu Marzuq:
bahwa telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah menceritakan kepada kami Al-
Hasan, dari Qatadah, dari Yahya ibnu Wassab, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw.
yang telah bersabda: Ketika Allah menampakkan diri-Nya kepada Musa as., maka
Musa dapat melihat semut yang berada di Bukit Safa (Mekah) dalam kegelapan
malam sejauh perjalanan sepuluh farsakh (pos).
Kemudian Al-Qadi Iyad mengatakan, "Tidaklah jauh pengertian hal ini dengan apa
yang dialami oleh Nabi kita. sebagai keistimewaan buatnya, sesudah beliau
mengalami Isra dan menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang terbesar."
Demikianlah menurut Al-Qadi Iyad, seakan-akan dia menilai sahih hadis ini. Tetapi
kesahihan hadis ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat para perawi yang
disebutkan di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak dikenal. Sedangkan
hal semisal ini hanya dapat diterima bila diketengahkan melalui periwayatan orang-
orang yang adil lagi dabit sampai ke penghujung sumbernya.

Ayat 146

a. Tafsir Jalalain
(Aku akan memalingkan dari ayat-ayat-Ku) dari bukti-bukti yang menunjukkan
kekuasaan-Ku, yaitu berupa hasil-hasil ciptaan-Ku dan lain-lainnya (orang-orang
yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar) yaitu Aku akan
menjadikan mereka terhina sehingga tidak lagi mereka berlaku sombong di muka
bumi (jika mereka melihat tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan
jika mereka melihat jalan) yakni titian (yang membawa kepada petunjuk) hidayah
yang datang dari sisi Tuhan (mereka tidak mau menjalankannya sebagai jalan hidup)
yang mereka tempuh (tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan) jalan yang salah
(mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu) berpalingnya mereka itu (adalah
karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya)
contoh mengenai mereka telah disebutkan
b. Tafsir ibnu Katsir
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi
tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.
Artinya Aku akan mencegah hati orang-orang yang sombong, tidak mau taat kepada-
Ku, lagi menyombongkan dirinya terhadap orang lain tanpa alasan yang dibenarkan
untuk dapat memahami hujah-hujah dan dalil-dalil yang menunjukkan akan
kebesaran-Ku, syariat-Ku, dan hukum-hukum-Ku. Dengan kata lain, sebagaimana
mereka menyombongkan dirinya tanpa alasan yang dibenarkan, maka Allah balas
menghinakan mereka dengan kebodohan. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan di dalam ayat-ayat lain melalui firman-Nya:
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka
belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al An'am:110)
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.
(Ash Shaff:5)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa orang yang pemalu dan orang yang
menyombongkan dirinya tidak akan memperoleh ilmu (agama). Ulama lainnya ada
pula yang mengatakan, "Barang siapa yang tidak sabar terhadap kesulitan menuntut
ilmu, selama sesaat, niscaya ia akan tetap berada dalam kehinaan kebodohan
selamanya."
Sufyan ibnu Uyaynah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku
akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa
alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaanKu. (Al A'raf:146) Makna yang
dimaksud ialah 'Aku mencabut dari hati mereka pemahaman mengenai Al-Qur'an, dan
Aku akan memalingkan mereka dari ayat-ayat-Ku'.
Ibnu Jarir mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa Khitab ayat ini ditujukan kepada
umat ini (umat Nabi Saw.)
Menurut hemat kami hal tersebut tidaklah pasti, mengingat Ibnu Uyaynah hanya
bermaksud bahwa hal ini berlaku atas semua umat. Dalam hal ini tidak ada bedanya
antara satu individu dengan individu lainnya.
Firman Allah Swt.:
Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya.
Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat yang lain melalui
firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu,
tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan,
hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus:96-97)
Firman Allah Swt.:
Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau
menempuhnya.
Maksudnya, apabila mereka melihat jalan yang menuju kepada keselamatan, mereka
tidak mau menempuhnya, dan apabila mereka melihat jalan kebinasaan dan kesesatan,
maka mereka menjadikannya sebagai jalannya.
Dalam firman berikutnya Allah menyebutkan penyebab mereka terjerumus ke dalam
keadaan itu, yaitu:
Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami.
Artinya, hal tersebut terjadi karena hati mereka mendustakan ayat-ayat Allah.
Dan mereka selalu lalai darinya.
Yakni mereka sama sekali tidak mengamalkan apa yang terkandung di dalam ayat-
ayat Allah
Ayat 150

a. Tafsir Jalalain
(Dan tatkala Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah) oleh sebab
perbuatan mereka (dan sedih hati) yakni amat bersedih hati (berkatalah dia,) kepada
mereka ("Alangkah buruknya perbuatan) teramat jelek perbuatan (yang kamu
kerjakan) dalam hal ini (sesudah kepergianku!) dimaksud pekerjaanmu ini di mana
kamu berlaku musyrik. (Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?" Dan
Musa pun melemparkan lempengan-lempengan) yaitu lempengan-lempengan Kitab
Taurat karena marah kepada kaumnya, sehingga lempengan-lempengan itu pecah (dan
ia memegang rambut kepala saudaranya) dengan tangan kanannya dan jenggotnya
dengan tangan kirinya (sambil menariknya ke arahnya) saking marahnya (Harun
berkata,) "Hai (anak ibuku!) dengan mim dikasrahkan dan difathahkan, yang
dimaksud adalah ummi, penyebutan dengan kata-kata ini untuk lebih menimbulkan
rasa sayang ke dalam hati Musa (Sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah
dan hampir-hampir mereka) hampir saja (membunuhku, sebab itu janganlah kamu
menjadikan gembira) membuat girang (musuh-musuh melihatku) karena kamu
menghinakan diriku (dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-
orang yang lalim.") sebagaimana engkau memperlakukan orang yang benar-benar
menyembah anak sapi
b. Tafsir ibnu katsir
Allah Swt. menceritakan bahwa ketika Musa a.s. kembali kepada kaumnya setelah
bermunajat kepada Tuhannya, ia kembali dalam keadaan marah dan bersedih hati.
Abu Darda mengatakan, al-asaf artinya sangat marah.
Musa berkata, "Alangkah buruknya perbuatan yang kalian kerjakan sesudah
kepergianku."
Musa mengatakan, "Seburuk-buruk perbuatan adalah apa yang telah kalian lakukan,
yaitu karena kalian menyembah patung anak lembu setelah aku pergi meninggalkan
kalian."
Firman Allah Swt.:
Apakah kalian hendak mendahului janji Tuhan kalian?
Musa mengatakan, "Kalian membuatku tergesa-gesa kembali kepada kalian lebih
cepat daripada waktu yang sebenarnya yang telah ditetapkan oleh Allah Swt."
Firman Allah Swt.:
Dan Musa pun melemparkan lempengan-lempengan (Taurat) itu dan memegang
(rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya.
Menurut suatu pendapat, lempengan-lempengan tersebut dari batu Jamrud, sedangkan
menurut pendapat yang lain dari batu yaqut. Ada yang mengatakan dari es, ada pula
yang mengatakan dari daun sidr. Sehubungan dengan kisah pelemparan luh-luh ini,
ada sebuah hadis yang mengatakan bahwasanya berita itu tidaklah seperti
menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Kemudian menurut makna lahiriahnya dapat dikatakan bahwa konteks kalimat
menunjukkan, 'adakalanya Musa melemparkan luh-luh karena marah kepada
kaumnya', seperti apa yang dikatakan oleh jumhur ulama Salaf dan Khalaf.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Jarir telah meriwayatkan suatu pendapat dari
Qatadah yang isinya garib, bila dinilai tidak sah penyandarannya kepada hakayat
(periwayatan) Qatadah.
Ibnu Atiyyah dan ulama lainnva yang bukan hanya seorang telah membantah
pendapat ini, dan memang pendapat ini layak dibantah. Di dalamnya terkandung
pengertian seakan-akan Qatadah menerimanya dari sebagian ahli kitab, padahal
dikalangan ahli kitab banyak terdapat pendusta, pembuat kisah palsu, pembohong,
suka membuat-buat, dan zindiq.
Firman Allah Swt.:
...dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya.
Musa a.s. bersikap demikian karena merasa khawatir bila saudaranya itu berbuat
kelalaian dalam melarang mereka, seperti yang diungkapkan di dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
Berkata Musa, "Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka
telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja)
mendurhakai perintahku?” Harun menjawab, "Hai putra ibuku, janganlah kamu
pegang janggutku dan jangan (pulai) kepalaku, sesungguhnya aku khawatir bahwa
kamu akan berkata (kepadaku), 'Kamu telah memecah belah antara Bani Israil dan
kamu tidak memelihara amanatku'." (Thaahaa:92-94)
Sedangkan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-
hampir mereka membunuhku sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh
gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-
orang yang zalim.
Maksudnya, janganlah engkau masukkan aku ke dalam golongan mereka, jangan pula
engkau anggap aku salah seorang dari mereka.
Dan sesungguhnya Harun menyebutnya dengan panggilan 'anak ibuku' dengan
maksud agar lebih menyentuh hati Musa, karena sesungguhnya Musa adalah saudara
sekandung Harun.
Ayat 155

a. Tafsir Jalalain
(Dan Musa memilih dari kaumnya) dimaksud sebagian dari kaumnya (sebanyak tujuh
puluh orang lelaki) dari kalangan orang-orang yang tidak ikut menyembah anak sapi,
ia lakukan hal itu berdasarkan perintah dari Allah swt. (untuk memenuhi waktu yang
telah Kami tentukan) waktu yang telah Kami janjikan, agar mereka datang tepat pada
waktunya, untuk memohon ampunan dari penyembahan terhadap anak sapi yang telah
dilakukan oleh teman-teman mereka. Kemudian Musa keluar bersama mereka. (Maka
ketika mereka diguncang gempa bumi) yaitu gempa yang dahsyat. Ibnu Abbas
mengatakan, "Sebab mereka tidak melarang kaumnya tatkala menyembah anak sapi
itu," selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan lagi, "Mereka adalah selain dari orang-orang
yang meminta agar dapat melihat Tuhan yang kemudian ditimpa azab berupa
sha`iqah" (Ia berkata,) yakni Musa ("Ya Tuhanku! Kalau Engkau kehendaki tentulah
Engkau membinasakan sebelum ini) sebelum aku keluar bersama mereka; maksud
Musa untuk menentukan nasib kaum Bani Israel sehubungan dengan peristiwa
penyembahan anak sapi itu, agar jika mereka terkena azab tidak menuduhku sebagai
penyebabnya (dan aku. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-
orang yang kurang akal di antara kami?) Istifham bermakna isti`thaf, memohon belas
kasihan, yakni janganlah Engkau menyiksa kami oleh sebab dosa yang dilakukan oleh
selain kami. (Tidak lain) (itu) fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang akalnya
kurang (kecuali hanyalah fitnah dari Engkau) dimaksud cobaan dari Engkau (Engkau
sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki) kesesatannya (dan Engkau
beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki) kehidayahannya. (Engkaulah
yang memimpin kami) yang menguasai perkara-perkara kami (maka ampunilah kami,
dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya.")
b. Tafsir ibnu katsir

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir
ayat ini, bahwa Allah memerintahkan Musa untuk memilih tujuh puluh orang lelaki.
Maka Musa memilih tujuh puluh orang lelaki dari kaumnya, lalu membawa mereka ke
tanah lapang untuk berdoa kepada Tuhan mereka. Tersebutlah bahwa di antara doa
yang diucapkan oleh mereka kepada Allah ialah, "Ya Allah, berikanlah kepada kami
pemberian yang belum pernah Engkau berikan kepada seseorang pun sebelum kami
dan tidak akan Engkau berikan kepada seorang pun sesudah kami." Maka Allah tidak
suka kepada permintaan yang mereka panjatkan itu, lalu mereka ditimpa oleh gempa.
Musa berkata, "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau
membinasakan mereka dan aku sebelum ini.", hingga akhir ayat.
As-Saddi mengatakan, "Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada Musa untuk
datang kepada-Nya bersama tiga puluh orang lelaki dari kalangan Bani Israil untuk
meminta ampun kepada-Nya tentang perbuatan mereka yang telah menyembah patung
anak lembu itu, dan Allah menjanjikan waktunya kepada mereka." Dan Musa memilih
tujuh puluh orang dari kaumnya. (Al A'raf:155) yang berada di hadapannya, kemudian
Musa membawa mereka pergi untuk bertobat. Ketika mereka telah sampat di tempat
yang dituju, mereka mengatakan, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat
lain melalui Firman-Nya: Kami tidak akan beriman kepadamu. (Al Baqarah:55) Hai
Musa. sebelum kami melihat Allah dengan terang. (Al Baqarah:55) Karena engkau
telah berbicara langsung kepada-Nya, maka perlihatkanlah Allah kepada kami. karena
itu kalian disambar halilintar. (Al Baqarah:55) Maka mereka pun mati semua, dan
Musa berdiri menangis seraya berdoa kepada Allah, "Ya Tuhanku, apakah yang akan
aku katakan kepada Bani Israil, jika aku datang kembali kepada mereka tanpa orang-
orang ini, sedangkan orang-orang yang terpilih mereka telah Engkau binasakan?" Ya
Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku
sebelum ini.
Muhammad ibnu Ishaq menceritakan bahwa Musa memilih tujuh puluh orang lelaki
dari kalangan kaum Bani Israil, semuanya adalah orang-orang yang terpilih
(terkemuka) dari kalangan mereka. Musa berkata, "Berangkatlah kalian kepada Allah,
dan bertobatlah kepada-Nya dari apa yang telah kalian perbuat, dan mintakanlah
kepada-Nya tobat buat orang-orang yang kalian tinggalkan di belakang kalian dari
kalangan kaum kalian. Berpuasalah, bersucilah, dan bersihkanlah pakaian-pakaian
kalian terlebih dahulu." Kemudian Musa membawa mereka pergi menuju Bukit
Tursina untuk memenuhi janji yang telah ditetapkan untuknya oleh Tuhan-Nya
Tersebutlah bahwa Musa tidak berani datang ke tempat itu kecuali dengan seizin dan
pemberitahuan dari Allah Swt. Lalu ketujuh puluh orang itu —menurut kisah yang
sampai kepadaku— setelah melakukan apa yang diperintahkan oleh Musa kepada
mereka dan Musa membawa mereka untuk bersua dengan Tuhannya, berkatalah
mereka kepada Musa, "Mintakanlah bagi kami agar kami dapat mendengar suara
Tuhan kami." Musa menjawab, "Akan aku lakukan." Ketika Musa berada di dekat
bukit itu, tiba-tiba gunung itu diliputi oleh awan yang berbentuk tiang raksasa
sehingga menutupi seluruh kawasan bukit tersebut. Musa mendekat dan masuk ke
dalamnya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Mendekatlah kalian." Disebutkan bahwa
apabila Musa sedang diajak bicara oleh Tuhannya, maka dari keningnya memancarlah
nur yang sangat cemerlang, tiada seorang manusia pun yang mampu memandangnya.
Maka dibuatkanlah hijab (oleh Allah) untuk menutupinya. Kaum itu mendekat, dan
manakala mereka masuk ke dalam awan itu, maka mereka terjatuh bersujud, dan
mereka mendengar Allah sedang berbicara kepada Musa seraya mengeluarkan titah
dan larangan-Nya kepada Musa, yakni lakukanlah anu dan tinggalkanlah anu. Setelah
Allah selesai dari pembicaraan-Nya kepada Musa dan awan telah lenyap dari Musa,
maka Musa datang menemui mereka, tetapi mereka berkata kepadanya, seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya: Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami
melihat Allah dengan terang, karena itu kalian disambar halilintar. (Al Baqarah:55)
Yang dimaksud dengan sa'iqah sama dengan rajfah. Maka nyawa mereka semuanya
melayang, dan matilah mereka. Lalu Musa bangkit memohon kepada Tuhannya dan
berdoa serta memohon dengan penuh harap kepada-Nya. Untuk itu Musa mengatakan:
Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan
aku sebelum ini
Sedangkan mereka benar-benar orang-orang yang bodoh, maka apakah Engkau
membinasakan orang-orang Bani Israil yang ada di belakangku?
Ibnu Abbas, Qatadah, Mujahid, dan Ibnu Jarir mengatakan bahwa mereka ditimpa
oleh halilintar (gempa dahsyat) karena mereka tidak mau melenyapkan penyembahan
patung anak lembu dari kalangan kaumnya, tidak mau pula melarang kaumnya
melakukan hal tersebut. Pendapat ini berdasarkan perkataan Musa a.s. yang disitir
oleh firman-Nya: Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang
yang kurang akal di antara kami? (Al A'raf:155)
Adapun firman Allah Swt.:
Itu hanyalah cobaan dari Engkau.
Maksudnya cobaan dan ujian yang Engkau berikan kepada mereka.
Demikianlah menurut tafsir yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Abul
Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan
ulama Salaf dan Khalaf.
Tiada makna atau takwil selain ini. Dengan kata lain, sesungguhnya perkara ini
hanyalah urusanmu, dan sesungguhnya keputusan ini hanyalah Engkau yang
melakukannya. Maka apa saja yang Engkau kehendaki, pasti terjadi, Engkau sesatkan
siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau beri petunjuk siapa pun yang Engkau
kehendaki. Tidak ada pemberi petunjuk bagi orang yang telah Engkau sesatkan, dan
tiada yang dapat menyesatkan orang yang telah Engkau beri petunjuk. Tidak ada yang
memberi orang yang Engkau cegah, dan tidak ada yang dapat mencegah apa yang
Engkau berikan. Kerajaan adalah milik Engkau belaka, dan keputusan hukum
hanyalah milik Engkau, milik Engkaulah makhluk dan semua urusan.
Firman Allah Swt.:
Engkaulah yang memimpin kami. maka ampunilah kami dan berilah kamirahmat, dan
Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya. (Al A'raf:155)
Al-gafru artinya menutupi dan tidak menghukum karena dosa, sedangkan pengertian
rahmat apabila dibarengi dengan ampunan. Maka makna yang dimaksud ialah
'janganlah dijerumuskan ke dalam hal yang serupa (yakni dosa yang serupa) di masa
mendatang nanti.
Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya. (Al A'raf:155)
Yakni tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau sendiri
Ayat 158
a. Tafsir Jalalain
(Katakanlah,) pembicaraan ini ditujukan kepada Nabi saw. ("Hai manusia!
Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia; yang
menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya,
nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya) yakni
Alquran (dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.") artinya kamu akan
mendapat bimbingan hidayah
b. Tafsir ibnu katsir
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.:
Katakanlah
hai Muhammad
Hai manusia.
Khitab atau pembicaraan ini ditujukan kepada seluruh umat manusia, baik yang
berkulit merah maupun yang berkulit hitam, baik orang Arab maupun orang 'Ajam
(selain Arab).
...sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.
Yaitu kepada seluruh umat manusia. Hal ini merupakan kemuliaan dan keutamaan
yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw., yaitu beliau adalah penutup para nabi dan
diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia, seperti yang disebutkan di dalam
firman lainnya:
Katakanlah, "Allah.” Dia menjadi saksi antara aku dan kalian. Dan Al-Qur’an ini
diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan
kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya). (Al An'am:19)
Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang
kafir kepada Al-Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. (Huud:17)
Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-
orang yang ummi. Apakah kalian (mau) masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam,
sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk. Dan jika mereka berpaling, maka
kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). (Ali Imran:20)
Ayat-ayat lainnya mengenai hal ini cukup banyak, sama banyaknya dengan hadis-
hadis yang membahas masalah ini, sehingga sulit dihitung. Hal ini merupakan perkara
agama yang harus diketahui secara daruri, yaitu bahwa Nabi Saw. diutus untuk
seluruh umat manusia.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Imam Bukhari mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Abdullah dan Sulaiman ibnu Abdur Rahman dan
Musa ibnu Harun, keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid
ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Ala ibnu Zaid, telah
menceritakan kepadaku Bisr ibnu Abdullah, telah menceritakan kepadaku Abu Idris
Ai-Khaulani yang mengatakan, "Saya pernah mendengar Abu Darda r.a. mengatakan
bahwa pernah terjadi dialog antara Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar membuat Umar
marah, maka Umar pergi meninggalkannya dalam keadaan emosi. Lalu Abu Bakar
mengikutinya seraya meminta kepada Umar agar mau memohonkan ampunan
buatnya, tetapi Umar tidak melakukannya dan langsung menutup pintu rumahnya di
hadapan Abu Bakar. Lalu Abu Bakar menghadap Rasulullah Saw. Abu Darda
melanjutkan kisahnya, bahwa saat itu dirinya ada bersama Rasulullah Saw. Maka
Rasulullah Saw. bersabda, 'Ingatlah, teman kalian ini sedang dalam keadaan emosi,'
yakni iri dan marah. Akhirnya Umar menyesali perbuatannya terhadap Abu Bakar.
Lalu ia datang menghadap dan mengucapkan salam serta duduk di sebelah Nabi Saw.,
kemudian menceritakan duduk perkaranya kepada Rasulullah Saw. Abu Darda
melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah Saw. marah, dan Abu Bakar
berkata, 'Demi Allah, wahai Rasulullah, dalam hal ini sayalah yang aniaya.' Maka
Rasulullah Saw. bersabda, 'Apakah kalian meninggalkan temanku karena aku?
Sesungguhnya aku telah mengatakan, 'Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepada kalian semua,' lalu kalian menjawab, 'Engkau dusta,' sedangkan Abu
Bakar mengatakan, 'Engkau benar'."
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami
Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas secara marfu', bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku dianugerahi lima perkara yang belum pernah
diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku, aku katakan hal ini bukan membang-
gakan diri. Aku diutus untuk semua umat manusia, baik yang berkulit merah maupun
yang berkulit hitam, aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati
musuh) sejauh perjalanan satu bulan, dan dihalalkan semua ganimah bagiku, padahal
ganimah tidak dihalalkan bagi seorang pun sebelumku, dan bumi ini dijadikan bagiku
sebagai masjid dan sarana bersuci, dan aku diberi izin memberikan syafaat, maka
sengaja saya tangguhkan buat umatku di hari kiamat nanti. Syafaatku akan diperoleh
oleh orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun.
Sanad hadis berpredikat jayyid, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami qutaibah ibnu Sa'id,
telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Mudar, dari Abul Had, dari Amr ibnu
Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa di suatu malam pada tahun Perang Tabuk
Rasulullah Saw. bangkit mengerjakan salat sunatnya. Lalu berkumpullah di
belakangnya sejumlah lelaki dari kalangan sahabat-sahabatnya mengawalnya. Setelah
Rasulullah Saw. menyelesaikan salatnya, beliau menemui mereka dan bersabda
kepada mereka: Sesungguhnya telah diberikan kepadaku malam ini lima perkara yang
tidak pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku. Ingatlah, aku diutus kepada
seluruh umat manusia secara umum, sedangkan sebelumku hanya diutus untuk
kaumnya saja, aku diberi pertolongan dalam menghadapi musuh melalui rasa gentar
(yang mencekam hati mereka), sekalipun jarak antara aku dan mereka sejauh
perjalanan satu bulan, mereka tetap dicekam oleh rasa gentar terhadapku. Dan
dihalalkan bagiku memakan semua ganimah, sedangkan sebelumku, mereka merasa
berdosa besar memakannya, mereka hanya membakarnya. Dan bumi ini dijadikan
bagiku sebagai masjid dan sarana bersuci, di manapun waktu salat menemuiku aku
dapat bertayamum dan salat, padahal sebelumku, mereka merasa berdosa besar
melakukan hal itu. Sesungguhnya orang-orang sebelumku hanyalah salat di dalam
biara-biara dan gereja-gereja mereka dan yang kelima ialah tiada lain dikatakan
kepadaku, "Mintalah! " Sesungguhnya setiap nabi telah meminta (kepada Allah),
sedangkan aku sengaja menangguhkan permintaanku sampai hari kiamat nanti. Hal itu
untuk kalian dan untuk semua orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah
Sanad hadis ini jayyid lagi kuat, tetapi mereka (para ahli hadis) tidak
mengetengahkannya.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barangsiapa
yang pernah mendengar tentang diriku dari kalangan umatku, baik dia seorang Yahudi
ataupun seorang Nasrani, lalu ia tidak beriman kepadaku, niscaya dia tidak dapat
masuk surga.
Hadis ini di dalam kitab Sahih Muslim diriwayatkan melalui jalur lain, dari Abu Musa
Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya. tiada seorang
lelaki pun dari kalangan umat ini yang mendengar perihal diriku, baik seorang Yahudi
ataupun seorang Nasrani. kemudian ia tidak beriman kepadaku, melainkan masuk
neraka.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritan
kepada Kami Ibnul Lahi’ah telah menceritakan kepada kami Abu Yunus (yaitu Salim
ibnu Jubair), dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Demi
Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, tiada seorang pun dari
kalangan umat ini yang mendengar tentang diriku, baik dia seorang Yahudi ataupun
seorang Nasrani, kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman kepada apa yang
disampaikan olehku, melainkan ia termasuk penghuni neraka.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad,
telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abu Burdah, dari Abu
Musa r .a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku dianugerahi
lima perkara, Aku diutus kepada orang yang berkulit merah dan berkulit hitam
(seluruh umat manusia), bumi ini dijadikan untukku sebagai masjid dan sarana
bersuci, dihalalkan bagiku semua ganimah, padahal ganimah tidak dihalalkan bagi
orang-orang sebelumku, dan aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang
mencekam hati musuh) sejauh perjalanan satu bulan, dan aku diberi izin memberi
syafaat, padahal tidak ada seorang nabi pun melainkan memohon syafaat, dan
sesungguhnya aku simpan syafaatku, kemudian aku akan memberikannya kepada
setiap orang dari umatku yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah
dengan sesuatu pun.
Hadis ini pun sanadnya sahih, tetapi menurut kami tidak ada seorang pun dari mereka
(ahli hadis) yang mengetengahkannya.
Hadis yang semisal terdapat dalam hadis lain melalui Ibnu Umar yang diriwayatkan
dengan sanad yang jayyid pula. Hadis ini memang ada di dalam kitab Sahihain
melalui hadis Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:
Aku dianugerahi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada nabi-nabi
sebelumku. Aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati musuh)
sejauh perjalanan satu bulan, bumi ini dijadikan untukku sebagai masjid dan sarana
bersuci, maka siapa pun orangnya dari kalangan umatku menemui waktu salat,
hendaklah ia salat (di tempat itu), dihalalkan bagiku semua ganimah yang tidak
pernah dihalalkan kepada seorang pun sebelumku, dan aku diberi izin untuk memberi
syafaat, dan adalah seorang nabi itu diutus hanya untuk kaumnya saja, sedangkan aku
diutus untuk seluruh uawt manusia.
Firman Allah Swt.:

Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang
menghidupkan dan Yang mematikan.
Semuanya itu adalah sifat Allah yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. melalui
sabdanya. Dengan kata lain, aku diutus oleh Tuhan Yang menciptakan segala sesuatu,
Yang memiliki semuanya, Yang di tangan kekuasaan-Nya semua kerajaan, demikian
pula menghidupkan dan mematikan, dan hanya Dialah yang berhak memberi
keputusan.

Firman Allah Swt.:

...maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi.
Nabi Saw. memberitahukan kepada mereka bahwadirinya adalah utusan Allah kepada
mereka, kemudian memerintahkan mereka agar mengikutinya dan beriman
kepadanya.
Nabi yang ummi
Yaitu nabi yang telah dijanjikan dan telah diberitakan kepada kalian melalui kitab-
kitab terdahulu sebagai berita gembira akan kedatangannya, karena sesungguhnya
sifat-sifatnya disebutkan di dalam kitab-kitab mereka (kaum Ahli Kitab). Karena
itulah ia disebut nabi yang ummi.

Firman Allah Swt.:

yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya.


Yakni yang ucapan dan amal perbuatannya bersesuaian, dan dia beriman kepada apa
yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-Nya.
...dan ikutilah dia.
Maksudnya, tempuhlah jalannya dan titilah jejaknya.
...supaya kalian mendapat petunjuk
Yaitu mendapat petunjuk ke jalan yang lurus

Ayat 160

a. Tafsir Jalalain
(Dan Kami bagi mereka) Kami pecahkan kaum Bani Israel (menjadi dua belas)
sebagai hal (suku-suku) menjadi badal dari yang sebelumnya, yaitu kabilah-kabilah
(yang masing-masingnya berjumlah besar) menjadi badal dari yang sebelumnya (dan
Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya,) di tengah
padang sahara ("Pukullah batu itu dengan tongkatmu!") kemudian Musa
memukulkannya (maka memancarlah) maksudnya tersemburlah (daripadanya dua
belas mata air) sesuai dengan bilangan kabilah (Sesungguhnya tiap-tiap suku telah
mengetahui) setiap suku dari kalangan mereka (tempat minum masing-masing. Dan
Kami naungkan awan di atas mereka) di padang pasir tempat mereka berada guna
melindungi mereka dari panasnya matahari (dan Kami turunkan kepada mereka
manna dan salwa) keduanya adalah taranjabin, makanan manis seperti madu, dan
sebangsa burung puyuh dengan ditakhfifkan mimnya dan dibaca pendek. Dan Kami
berfirman kepada mereka, ("Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami
rezekikan kepadamu." Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu
menganiaya dirinya sendiri).
b. Tafsir ibnu katsir
Dan Kami bagi mereka menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah
besar, dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya,
"Pukullah batu itu dengan tongkatmu!" Maka memancarlah darinya dua belas mata
air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan
Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan
salwa. (Kami berfirman), "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami
rezekikan kepada kalian.” Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi mereka yang
menganiaya dirinya sendiri. Dan (ingatlah) ketika dikatakan kepada mereka (Bani
Israil), "Diamlah di kota ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya
di mana saja kalian kehendaki." Dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa kami
dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni
kesalahan-kesalahan kalian.” Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang
yang berbuat baik. Maka orang-orang yang zalim di antara mereka itu mengganti
(perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami
timpakan atas mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka.

Tafsir ayat-ayat ini telah dikemukakan di dalam tafsir surat Al-Baqarah yang
Madaniyyah, sedangkan konteks ayat-ayat ini adalah Makkiyyah. Kami pun telah
mengingatkan tentang perbedaan di antara Makkiyyah dan Madaniyah hingga tidak
perlu untuk diulangi lagi di sini.
Ayat 162

a. Tafsir Jalalain
(Maka orang-orang yang lalim di antara mereka itu mengganti perkataan itu dengan
perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka) mereka mengatakan, "Habbatun fii
sya`ratin sebagai ganti dari hiththatun" dan kemudian mereka memasuki pintu
gerbangnya sambil merangkak bukannya membungkukkan badan (maka Kami
timpakan kepada mereka azab) yakni siksaan (dari langit disebabkan kelaliman
mereka.)
b. Tafsir ibnu katsir
Dan Kami bagi mereka menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah
besar, dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya,
"Pukullah batu itu dengan tongkatmu!" Maka memancarlah darinya dua belas mata
air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan
Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan
salwa. (Kami berfirman), "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami
rezekikan kepada kalian.” Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi mereka yang
menganiaya dirinya sendiri. Dan (ingatlah) ketika dikatakan kepada mereka (Bani
Israil), "Diamlah di kota ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya
di mana saja kalian kehendaki." Dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa kami
dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni
kesalahan-kesalahan kalian.” Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang
yang berbuat baik. Maka orang-orang yang zalim di antara mereka itu mengganti
(perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami
timpakan atas mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka.
Tafsir ayat-ayat ini telah dikemukakan di dalam tafsir surat Al-Baqarah yang
Madaniyyah, sedangkan konteks ayat-ayat ini adalah Makkiyyah. Kami pun telah
mengingatkan tentang perbedaan di antara Makkiyyah dan Madaniyah hingga tidak
perlu untuk diulangi lagi di sini.

Ayat 163

a. Tafsir Jalalain
(Dan tanyakanlah kepada Bani Israel) hai Muhammad, sebagai celaan (tentang negeri
yang terletak di dekat laut) di pinggir laut Qalzum yaitu kota Aylah; yang
dipertanyakan ialah tentang apa yang terjadi atas penduduknya (ketika mereka
melanggar aturan) saat mereka melakukan pelanggaran (pada hari Sabtu) di mana
mereka berburu ikan yang pada hari itu mereka dilarang melakukannya (di waktu)
merupakan zharaf dari lafal ya'duuna (datang kepada mereka ikan-ikan pada hari
Sabtunya dengan terapung-apung pada pinggirannya) yang tampak di permukaan air
(dan di hari-hari yang bukan Sabtu) maksudnya di mana mereka sudah tidak lagi
terikat dengan pengagungan hari Sabtu, atau dengan kata lain ialah hari-hari selain
hari Sabtu (ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka) sebagai ujian dari Allah.
(Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik) dan tatkala
mereka hendak berburu ikan para penduduk kota terbagi suaranya menjadi tiga
bagian; sebagian berpendapat ikut berburu bersama orang-orang yang berburu,
sebagian lainnya mencegah mereka melakukannya dan sebagian lainnya bersikap
abstain, tidak ikut dan juga tidak melarang.
b. Tafsir ibnu katsir
Konteks ayat ini merupakan penjabaran dari apa yang disebutkan oleh Allah dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian
pada hari sabtu. (Al Baqarah:65), hingga akhir ayat.
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
Dan tanyakanlah kepada mereka (Bani Israil).
Artinya, tanyakanlah kepada orang-orang Yahudi yang ada di dekatmu tentang kisah
teman-teman mereka yang menentang perintah Allah Swt. lalu mereka ditimpa siksa
Allah yang mengejutkan akibat dari perbuatan mereka, pelanggaran mereka, dan tipu
daya mereka dalam menentang perintah-Nya. Allah juga memperingatkan mereka
agar jangan menyembunyikan sifat Nabi Saw. yang mereka jumpai dalam kitab-kitab
mereka, agar mereka tidak ditimpa oleh siksaan yang pernah menimpa teman-teman
mereka yang terdahulu.
Kota yang dimaksud ialah kota Ailah, terletak di tepi Laut Qalzum (Laut Merah).
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tanyakanlah kepada Bani
Israil tentang kota yang terletak di dekat laut. (Al A'raf:163) Kota tersebut dikenal
dengan nama Ailah, terletak di antara kota Madyan dan Bukit Tur. Hal yang sama
telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi.
Abdullah ibnu Kasir Al-Qari' mengatakan, "Kami mendengarnya disebut Ailah, tetapi
menurut pendapat yang lain ada yang menyebutnya Madyan, menurut riwayat yang
lain dari Ibnu Abbas."
Ibnu Zaid mengatakan bahwa nama kota tersebut adalah Ma'ta, terletak di antara
Madyan dan Ainuna.

Firman Allah Swt.:

...ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu.

Maksudnya, mereka melakukan' pelanggaran di hari Sabtu dan menentang perintah


Allah yang mengharuskan mereka agar menjaga kesuciannya di masa itu.

di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-
apung di permukaan air pada hari Sabtunya. (Al-A'rif: 163)

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna syurra'an ialah
terapung-apung di permukaan air. Menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas juga, makna
yang dimaksud ialah ikan-ikan itu bermunculan dari semua tempat (di laut itu).
Ibnu Jarir telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini:

...dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka.
Demikianlah Kami mencoba mereka.
Yakni Kami mencoba mereka dan menguji mereka dengan memunculkan ikan-ikan
itu bagi mereka terapung-apung di permukaan air pada hari larangan melakukan
perburuan. Kemudian Kami lenyapkan ikan-ikan itu dari mereka pada hari-hari
lainnya yang membolehkan mereka melakukan' perburuan.
...Demikianlah Kami mencoba mereka.
yaitu Kami menguji mereka.
...disebabkan mereka berlaku fasik.
Artinya, karena kedurhakaan maka mereka tidak mau taat kepada Allah dan
membangkang terhadap perintah-Nya. Mereka adalah suatu kaum yang menggunakan
hailah (tipu muslihat) untuk melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah, yaitu
dengan cara menggunakan sarana-sarana fisik yang pengertiannya secara tidak
langsung menunjukkan pelanggaran terhadap hal yang diharamkan.
Imam Abu Abdullah ibnu Buttah —seorang ulama fiqih— mengatakan bahwa telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Salam, telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah Az-Za'farani, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda: Janganlah kalian melakukan pelanggaran seperti pelanggaran yang
dilakukan oleh orang-orang Yahudi, karenanya kalian akan menghalalkan hal-hal
yang diharamkan Allah dengan sedikit kilah (tipu muslihat).
Sanad hadis ini berpredikat jayyid (baik), karena sesungguhnya Ahmad ibnu
Muhammad ibnu Salam ini disebutkan oleh Al-Khatib di dalam kitab Tarikh-nya,
bahwa dia orangnya siqah. Sedangkan perawi lainnya berpredikat masyhur lagi siqah
Imam Turmuzi menilai sahih kebanyakan sanad dengan kriteria seperti ini.
Ayat 171

a. Tafsir Jalalain

(Dan) ingatlah (ketika Kami mengangkat bukit) yaitu Kami mencabutnya dari
dasarnya (ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka menduga)
dan merasa yakin (bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka) akan jatuh kepada
mereka sesuai dengan janji Allah kepada mereka, bahwa hal itu akan menimpa
mereka jika mereka tidak mau menerima hukum-hukum syariat kitab Taurat. Mereka
menolaknya mengingat hal itu teramat berat pada permulaannya tetapi kemudian
mereka mau menerimanya. Kami berfirman kepada mereka, ("Peganglah dengan
teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu) dengan sungguh-sungguh dan dengan
segala kemampuan (serta ingatlah selalu apa yang tersebut di dalamnya) dengan
mengamalkannya (supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.").
b. Tafsir Ibnu Katsir
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit itu ke atas mereka. (Al
A'raf:171) Makna nataqa ialah mengangkat. Makna ayat ini sama dengan yang
disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka Bukit Tur karena (mengingkari)
perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. (An Nisaa:154)
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas, bahwa para malaikat mengangkat bukit itu ke atas kepala mereka. Yang
demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dan telah kami angkat ke atas (kepala)
mereka Bukit Tur. (An Nisaa:154)
Al-Qasim ibnu Abu Ayyub telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu-Jubair, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa setetah (Bani Israil selamat dari kejaran Fir'aun),
maka Nabi Musa membawa mereka menuju ke Yerussalem, dan Musa a.s. mengambil
luh-luh yang telah dilemparkannya itu sesudah amarahnya reda. Kemudian Nabi Musa
Memerintahkan kepada mereka berbagai macam pekerjaan sesuai dengan wahyu
Allah yang harus ia sampaikan kepada mereka, dan ternyata pekerjaan-pekerjaan itu
berat bagi mereka, lalu mereka menolak, tidak mau menerimanya, hingga Allah
menjebol bukit dan mengangkatnya ke atas kepala mereka. seakan-akan bukit itu
naungan awan. (Al-A'raf:: 171) Bukit tersebut diangkat oleh para malaikat ke atas
kepala mereka. Demikianlah menurut riwayat Imam Nasai secara panjang lebar.
Sunaid ibnu Daud telah meriwayatkan di dalam kitab Tafsir-nya dari Hajjaj ibnu
Muhammad, dari Abu Bakar ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa dikatakan
kepada mereka, "Ini adalah Kitab, maukah kamu menerimanya? Di dalamnya
terkandung penjelasan semua yang dihalalkan bagi kalian, semua yang diharamkan
bagi kalian, semua perintah Allah kepada kalian, dan semua larangan-Nya kepada
kalian." Mereka menjawab, "Paparkanlah kepada kami semua isi yang terkandung di
dalamnya. Jika fardu-fardu dan batasan-batasannya mudah, maka kami mau
menerimanya." Dikatakan kepada mereka, "Terimalah oleh kalian semua yang
terkandung di dalamnya." Mereka menjawab, "Tidak, sebelum kami mengetahui
semua isinya, bagaimanakah batasan-batasan dan fardu-fardunya?" Mereka berkali-
kali menjawab pertanyaan Allah dengan jawaban tersebut. Maka Allah
memerintahkan kepada bukit untuk terangkat, lalu bukit itu terangkat di langit, hingga
ketika bukit itu telah berada di atas kepala mereka, Musa a.s. berkata kepada mereka,
"Tidakkah kalian melihat apa yang telah difirmankan oleh Tuhan? Jika kalian
menolak, tidak mau menerima Taurat secara bulat-bulat berikut semua yang
terkandung di dalamnya, sungguh aku benar-benar akan menimpakan bukit ini kepada
kalian."

Abu Bakar ibnu Abdullah mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Hasan Al-
Basri, bahwa tatkala mereka (Bani Israil) melihat gunung itu terangkat di atas kepala
mereka, maka masing-masing dari mereka menyungkur bersujud pada pelipis sebelah
kirinya, sedangkan mata kanan mereka melihat ke arah bukit itu karena takut akan
menimpa diri mereka. Maka demikian pula di masa sekarang, tidak ada seorang
Yahudi pun di muka bumi ini melainkan bila sujud pasti pada pelipis kirinya. Mereka
menduga bahwa cara sujud initah yang menyebabkan terhapusnya siksaan.

Abu Bakar mengatakan bahwa setelah luh-luh itu dibeberkan, ternyata di dalamnya
terdapat Kitabullah yang ditulis-Nya dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri. Maka
tiada suatu bukit, tiada pepohonan, dan tiada bebatuan pun di muka bumi ini
melainkan bergetar karenanya. Dan sekarang tidak ada seorang Yahudi pun di muka
bumi ini —baik yang kecil maupun yang dewasa— bila dibacakan kepadanya kitab
Taurat, melainkan pasti bergetar dan menggeleng-gelengkan kepala karenanya, seperti
yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu. (Al Isra: 51)
Ayat 176

a. Tafsir Jalalain
(Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan dia) kepada derajat
para ulama (dengan ayat-ayat itu) seumpamanya Kami memberikan taufik/kekuatan
kepadanya untuk mengamalkan ayat-ayat itu (tetapi dia cenderung) yaitu lebih
menyukai (kepada tanah) yakni harta benda dan duniawi (dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah) dalam doa yang dilakukannya, akhirnya Kami balik
merendahkan derajatnya. (Maka perumpamaannya) ciri khasnya (seperti anjing jika
kamu menghalaunya) mengusir dan menghardiknya (diulurkannya lidahnya) lidahnya
menjulur (atau) jika (kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga)
sedangkan sifat seperti itu tidak terdapat pada hewan-hewan selain anjing. Kedua
jumlah syarat menjadi hal, ia menjulurkan lidahnya dalam keadaan terhina dalam
segala kondisi. Maksudnya penyerupaan/tasybih ini ialah mengumpamakan dalam hal
kerendahan dan kehinaan dengan qarinah adanya fa yang memberikan pengertian
tertib dengan kalimat sebelumnya, yakni kecenderungan terhadap duniawi dan
mengikuti hawa nafsu rendahnya, juga karena adanya qarinah/bukti firman-Nya,
(Demikian itulah) perumpamaan itulah (perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu) kepada orang-orang
Yahudi (agar mereka berpikir) agar mereka mau memikirkannya hingga mereka mau
beriman.
b. Tafsir ibnu katsir
Firman Allah Swt.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah.
Sedangkan firman Allah Swt.:
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan
ayat-ayat itu.
Maksudnya, niscaya Kami mengangkatnya dari pencemaran kekotoran duniawi
dengan ayat-ayat yang telah Kami berikan kepadanya.
...tetapi dia cenderung kepada dunia.
Yakni cenderung kepada perhiasan kehidupan dunia dan kegemerlapannya. Dia lebih
menyukai kelezatan, kenikmatan, dan bujuk rayunya. Dia teperdaya oleh kesenangan
duniawi sebagaimana teperdaya orang-orang yang tidak mempunyai pandangan hati
dan akal.
Abu Rahawaih telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi dia
cenderung kepada dunia Bahwa setan menampakkan dirinya kepada dia di atas
ketinggian sebuah jembatan di Banias, lalu keledai yang dinaikinya bersujud kepada
Allah, tetapi dia sendiri (yakni Bal'am) sujud kepada setan itu. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Mafir dan ulama lainnya yang bukan
hanya seorang.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa, kisah yang menyangkut lelaki ini
antara lain ialah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad ibnu Abdul
A'la. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, dari ayahnya
yang ditanya mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan bacakanlah kepada
mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan
tentang isi AlKitab). Maka ayahnya menceritakan kisah yang pernah ia terima dari
Sayyar, bahwa dahulu kala ada seorang lelaki yang dikenal dengan nama Bal'am.
Bal'am adalah orang yang doanya dikabulkan. Kemudian Nabi Musa berangkat
dengan pasukan kaum Bani Israil menuju negeri tempat Bal'am berada, atau negeri
Syam. Lalu penduduk negeri tersebut merasa sangat takut dan gentar terhadap Musa
a.s. Maka mereka mendatangi Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Doakanlah kepada
Allah untuk kehancuran lelaki ini (yakni Nabi Musa a.s.) dan bala tentaranya." Bal'am
menjawab, "Tunggulah sampai aku meminta saran dari Tuhanku, atau aku diberi izin
oleh-Nya." Bal'am meminta saran dari Tuhannya dalam doanya yang memohon untuk
kehancuran Musa dan pasukannya. Maka dijawab, "Janganlah kamu mendoakan buat
kehancuran mereka, karena sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Ku, dan di
antara mereka terdapat nabi mereka." Maka Bal'am melapor kepada kaumnya,
"Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku dalam doaku yang
memohon untuk kehancuran mereka, tetapi aku dilarang melakukannya. Maka mereka
memberikan suatu hadiah kepada Bal'am dan Bal'am menerimanya. Kemudian
mereka kembali kepada Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Doakanlah untuk
kehancuran mereka," Bal'am menjawab, 'Tunggulah, aku akan meminta saran kepada
Tuhanku." Lalu Bal’am meminta saran Kepada Nya, ternyata Dia tidak
memerintahkan sesuatu pun kepadanya. Maka Bal'am berkata (kepada kaumnya),
"Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku, tetapi Dia tidak
memerintahkan sesuatu pun kepadaku." Kaumnya berkata, "Sekiranya Tuhanmu tidak
suka engkau mendoakan untuk kehancuran mereka, niscaya Dia akan melarangmu
pula sebagaimana Dia melarangmu pada pertama kalinya.” Bal'am terpaksa berdoa
untuk kebinasaan mereka. Tetapi apabila ia mendoakan untuk kehancuran mereka
(Musa dan pasukannya), maka yang terucapkan oleh lisannya justru mendoakan untuk
kehancuran kaumnya. Dan apabila ia mendoakan untuk kemenangan kaumnya, justru
lisannya mendoakan untuk kemenangan Musa dan pasukannya atau hal yang
semacam itu, seperti apa yang dikehendaki oleh Allah. Maka kaumnya berkata, "Kami
tidak melihatmu berdoa melainkan hanya untuk kehancuran kami." Bal'am menjawab,
"Tiada yang terucapkan oleh lisanku melainkan hanya itu. Sekiranya aku tetap
mendoakan untuk kehancurannya, niscaya aku tidak diperkenankan. Tetapi aku akan
menunjukkan kepada kalian suatu perkara yang mudah-mudahan dapat
menghancurkan mereka. Sesungguhnya Allah murka terhadap perbuatan zina, dan
sesungguhnya jika mereka terjerumus ke dalam perbuatan zina, niscaya mereka akan
binasa, dan aku berharap semoga Allah membinasakan mereka melalui jalan ini."
Bal'am melanjutkan ucapannya, "Karena itu, keluarkanlah kaum wanita kalian untuk
menyambut mereka. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang sedang musafir,
mudah-mudahan saja mereka mau berzina sehingga binasalah mereka." Kemudian
mereka melakukan hal itu dan mengeluarkan kaum wanita mereka menyambut
pasukan Nabi Musa a.s. Tersebutlah bahwa raja mereka mempunyai seorang anak
perempuan, perawi menyebutkan perihal kebesaran tubuhnya yang kenyataannya
hanya Allah yang mengetahuinya. Lalu ayahnya atau Bal'am berpesan kepadanya,
"Janganlah engkau serahkan dirimu selain kepada Musa." Akhirnya pasukan Bani
Israil terjerumus ke dalam perbuatan zina. Kemudian datanglah kepada wanita tadi
seorang pemimpin dari salah satu kabilah Bani Israil yang menginginkan dirinya.
Maka wanita itu berkata, "Saya tidak mau menyerahkan diri saya selain kepada
Musa." Pemimpin suatu Kabilah menjawab “Sesungguhnya kedudukanmu adalah anu
dan anu, dan keadaanku anu dan anu." Akhirnya si wanita mengirim utusan kepada
ayahnya meminta saran darinya. Maka ayahnya berkata kepadanya, "Serahkanlah
dirimu kepadanya." Lalu pemimpin kabilah itu menzinainya. Ketika mereka berdua
sedang berzina, datanglah seorang lelaki dari Bani Harun seraya membawa tombak,
lalu menusuk keduanya. Allah memberinya kekuatan yang dahsyat sehingga keduanya
menjadi satu tersatekan oleh tombaknya, kemudian ia mengangkat keduanya dengan
tombaknya itu, sehingga semua orang melihatnya. Maka Allah menimpakan penyakit
ta'un kepada mereka, sehingga matilah tujuh puluh ribu orang dari kalangan pasukan
Bani Israil.

Abul Mu'tamir mengatakan, Sayyar telah menceritakan kepadanya bahwa Bal'am


mengendarai keledainya hingga sampai di suatu tempat yang dikenal dengan nama
Al-Ma'luli atau suatu jalan yang menuju Al-Ma'luli. Lalu Bal'am memukuli
keledainya, tetapi keledainya itu tidak mau maju, bahkan hanya berdiri saja di tempat.
Lalu keledai itu berkata kepadanya, "Mengapa engkau terus memukuliku? Tidakkah
engkau melihat apa yang ada di hadapanmu ini?" Tiba-tiba setan menampakkan diri di
hadapan Bal'am. Lalu Bal'am turun dan bersujud kepada setan itu. Inilah yang
disebutkan oleh firman Allah Swt.:
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-
ayat Kami (pengetahuan tentang isi AlKitab) kemudian dia melepaskan diri dari ayat-
ayat itu. sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir.
Demikianlah yang diceritakan oleh Sayyar kepadaku, tetapi aku tidak tahu barangkali
di dalamnya kemasukan sesuatu dari kisah lainnya.

Menurut kami dia adalah Bal'am. Menurut suatu pendapat yaitu Bal'am Ibnu Ba'ura,
menurut pendapat lainnya Ibnu Ibr, dan menurut pendapat yang lainnya dia adalah
Ibnu Ba'ur ibnu Syahtum ibnu Qusytum ibnu Maab ibnu Lut ibnu Haran, sedangkan
menurut pendapat yang lainnya lagi adalah Ibnu Haran ibnu Azar. Dia tinggal di suatu
kampung yang berada di wilayah Al-Balqa.

Ibnu Asakir mengatakan bahwa dialah orang yang mengetahui Ismul A'zam, lalu ia
murtad dari agamanya, kisahnya disebutkan di dalam Al-Qur'an. Kemudian sebagian
dari kisahnya adalah seperti yang telah disebutkan di atas, bersumberkan dari Wahb
dan lain-lainnya.

Muhammad ibnu lshaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Salim Abun Nadr, ia
pernah menceritakan bahwa Musa a.s. ketika turun di negeri Kan'an—bagian dari
wilayah Syam—maka kaum Bal'am datang menghadap kepada Bal'am dan
mengatakan kepadanya, "Musa ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani
Israil. Dia datang untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu
membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami adalah
kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi,
sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang doanya diperkenankan Tuhan. Maka
keluarlah engkau dan berdoalah untuk kehancuran mereka." Bal'am menjawab,
"Celakalah kalian! Nabi Allah ditemani oleh para malaikat dan orang-orang mukmin,
maka mana mungkin saya pergi mendoakan untuk kehancuran mereka, sedangkan
saya mengetahui Allah tidak akan menyukai hal itu?" Mereka mengatakan kepada
Bal'am, "Kami tidak akan memiliki tempat tinggal lagi." Mereka terus-menerus
meminta dengan memohon belas kasihan dan berendah diri kepada Bal'am untuk
membujuknya. Akhirnya Bal'am terbujuk. Lalu Bal'am menaiki keledai kendaraannya
menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia dapat melihat perkemahan pasukan kaum
Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok,
tidak mau jalan. Maka Bal'am turun dari keledainya dan memukulinya hingga
keledainya mau bangkit dan berjalan, lalu Bal'am menaikinya. Tetapi setelah berjalan
tidak jauh, keledainya itu mogok lagi, dan Bal'am memukulinya kembali, lalu
menjewer telinganya. Maka secara aneh keledainya dapat berbicara —memprotes
tindakannya—seraya mengatakan, "Celakalah kamu. hai Bal’am, ke manakah kamu
akan pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada di hadapanku menghalang-
halangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat kehancuran Nabi
Allah dan kaum mukminin?" Bal'am tidak menggubris protesnya dan terus
memukulinya, maka Allah memberikan jalan kepada keledai itu setelah Bal'am
memukulinya. Lalu keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga sampailah di atas
puncak Bukit Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa dan kaum Bani Israil.
Setelah ia sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak
sekali-kali Bal'am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya, melainkan
Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan bagi kaumnya.
Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat kaumnya, melainkan Allah
memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat Bani Israil. Maka kaumnya
berkata kepadanya, "Tahukah engkau, hai Bal'am, apakah yang telah kamu lakukan?
Sesungguhnya yang kamu doakan hanyalah untuk kemenangan mereka dan kekalahan
kami." Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang tidak saya kuasai, hal ini merupa-
kan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah." Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur
keluar sampai sebatas dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah
dariku dunia dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus
melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat. Maka aku akan melancarkan tipu
muslihat buat kepentingan kalian. Sekarang percantiklah wanita-wanita kalian dan
berikanlah kepada mereka berbagai macam barang dagangan. Setelah itu lepaskanlah
mereka pergi menuju tempat perkemahan pasukan Bani Israil untuk melakukan jual
beli di tempat mereka, dan perintahkanlah kepada kaum wanita kalian agar jangan
sekali-kali ada seorang wanita yang menolak bila dirinya diajak berbuat mesum
dengan lelaki dari kalangan mereka. Karena sesungguhnya jika ada seseorang dari
mereka berbuat zina, maka kalian akan dapat mengalahkan mereka." Lalu kaum
Bal'am melakukan apa yang telah diperintahkan. Ketika kaum wanita itu memasuki
perkemahan pasukan Bani Israil seorang wanita dari Kan'an (kaum Bal'am) yang
dikenal dengan nama Kusbati, anak perempuan pemimpin kaumnya bersua dengan
seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum Bani Israil. Lelaki tersebut bernama
Zumri ibnu Syalum, pemimpin kabilah Syam'un ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.
Ketika Zumri melihat Kusbati, ia terpesona oleh kecantikannya. Lalu ia bangkit dan
memegang tangan Kusbati, kemudian membawanya menghadap kepada Nabi Musa.
Zumri berkata, "Sesungguhnya aku menduga engkau akan mengatakan bahwa ini
diharamkan atas dirimu, janganlah kamu mendekatinya." Musa a.s. berkata, "Dia
haram bagimu!" Zumri menjawab, "Demi Allah, saya tidak mau tunduk kepada
perintahmu dalam hal ini." Lalu Zumri membawa Kusbati masuk ke dalam kemahnya
dan menyetubuhinya. Maka Allah Swt. mengirimkan penyakit ta'un kepada kaum
Bani Israil di perkemahan mereka. Pada saat Zumri ibnu Syalum melakukan
perbuatan mesum itu Fanhas ibnul Aizar ibnu Harun —pengawal pribadi Musa—
sedang tidak ada di tempat. Penyakit ta'un datang melanda mereka, dan tersiarlah
berita itu. Lalu Fanhas mengambil tombaknya yang seluruhnya terbuat dari besi,
kemudian ia memasuki kemah Zumri yang saat itu sedang berbuat zina, lalu Fanhas
menyate keduanya dengan tombaknya. Ia keluar seraya mengangkat keduanya
setinggi-tingginya dengan tombaknya. Tombaknya itu ia jepitkan ke lengannya
dengan bertumpu ke bagian pinggangnya, sedangkan batangnya ia sandarkan ke
janggutnya. Dia (Fanhas) adalah anak pertama Al-Aizar. Kemudian ia berdoa, "Ya
Allah, demikianlah pembalasan yang kami lakukan terhadap orang yang berbuat
durhaka kepada Engkau." Maka ketika itu juga penyakit ta'un lenyap. Lalu
dihitunglah orang-orang Bani Israil yang mati karena penyakit ta'un sejak Zumri
berbuat zina dengan wanita itu hingga Fanhas membunuhnya, ternyata seluruhnya
berjumlah tujuh puluh ribu orang. Sedangkan menurut perhitungan orang yang
meminimkan jumlahnya dari kalangan mereka, dua puluh ribu jiwa telah melayang
dalam jarak waktu satu jam di siang hari. Sejak saat itulah kaum Bani Israil
memberikan kepada anak-anak Fanhas dari setiap korban yang mereka sembelih,
yaitu bagian leher, kaki depan, dan janggut korbannya, serta anak yang pertama dari
ternak mereka dan yang paling disayangi, karena Fanhas adalah anak pertama dari
ayahnya yang bernama Al-Aizura. Sehubungan dengan Bal'am ibnu Ba'ura ini,
kisahnya disebutkan oleh Allah Swt.:
...dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya
ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari
ayat-ayat itu.sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir.
Adapun firman Allah Swt.:
...maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq, dari
Salim, dari Abun Nadr, lidah Bal'am terjulur sampai dadanya. Lalu dia diserupakan
dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, yakni
jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya.

Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah 'Bal'am menjadi seperti anjing
dalam hal kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tidak
adanya kemauan memanfaatkan doanya untuk keimanan. Perihalnya diumpamakan
dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, jika
dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya tanpa
ada perubahan. Demikian pula keadaan Bal'am, dia tidak memanfaatkan pelajaran dan
doanya buat keimanan, perihalnya sama dengan orang yang tidak memilikinya. Sama
halnya dengan pengertian Yang terkandung di dalam Firman-Nya :
Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah
kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. (Al
Baqarah: 6, Yasin: 10)
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi
mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh
puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. (At
Taubah:80)
dan ayat-ayat lainnya yang semakna.
Menurut pendapat lainnya, makna yang dimaksud ialah 'kalbu orang kafir dan orang
munafik serta orang yang sesat kosong dari hidayah, hatinya penuh dengan penyakit
yang tak terobatkan’. Kemudian pengertian ini diungkapkan ke dalam ungkapan itu.
Hal yang semisal telah dinukil dari Al-Hasan Al-Basri dan lain-lainnya.
Firman Allah Swt.:
Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka berpikir.

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.: Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka yakni agar Bani Israil
mengetahui kisah Bal'am dan apa yang telah menimpanyanya yaitu disesatkan oleh
Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, karena dia telah salah menggunakan nikmat
Allah yang telah dikaruniakan kepadanya, nikmat itu ialah Ismul A'zam yang
diajarkan Allah kepadanya. Ismul A'zam adalah suatu doa yang apabila dipanjatkan
untuk memohon sesuatu, niscaya dikabulkan dengan seketika. Ternyata Bal'am
menggunakan doa mustajab ini untuk selain ketaatan kepada Tuhannya, bahkan
menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi bala tentara- Tuhan Yang Maha
Pemurah, yaitu orang-orang yang beriman, pengikut hamba dan rasul-Nya di masa itu,
yakni Nabi Musa ibnu Imran a.s. yang dijuluki sebagai Kalimullah (orang yang
pernah diajak berbicara secara langsung oleh Allah). Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
...agar mereka berpikir.
Maksudnya, mereka harus bersikap waspada supaya jangan terjerumus ke dalam
perbuatan yang semisal, karena sesungguhnya Allah telah memberikan ilmu kepada
kaum Bani Israil (di masa Nabi Saw.) dan membedakan mereka di atas selain mereka
dari kalangan orang-orang Arab. Allah telah menjadikan mereka memiliki
pengetahuan tentang sifat Nabi Muhammad melalui kitab yang ada di tangan mereka,
mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Mereka
adalah orang-orang yang paling berhak dan paling utama untuk mengikuti Nabi Saw.,
membantu, dan menolongnya, seperti yang telah diberitakan kepada mereka oleh
nabi-nabi mereka yang memerintahkan kepada mereka untuk mengikutinya. Karena
itulah orang-orang yang menentang dari kalangan mereka (Bani Israil) terhadap apa
yang ada di dalam kitab mereka, lalu menyembunyikannya, sehingga hamba-hamba
Allah yang lain tidak mengetahuinya, maka Allah menimpakan kepada mereka
kehinaan di dunia yang terus berlangsung sampai kehinaan di akhirat.

Ayat 179

a. Tafsir Jalalain
(Dan sesungguhnya Kami jadikan) Kami ciptakan (untuk isi neraka Jahanam
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan
untuk memahami ayat-ayat Allah) yakni perkara hak (dan mereka mempunyai mata
tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah) yaitu bukti-
bukti yang menunjukkan kekuasaan Allah dengan penglihatan yang disertai pemikiran
(dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-
ayat Allah) ayat-ayat Allah dan nasihat-nasihat-Nya dengan pendengaran yang
disertai pemikiran dan ketaatan (mereka itu sebagai binatang ternak) dalam hal tidak
mau mengetahui, melihat dan mendengar (bahkan mereka lebih sesat) dari hewan
ternak itu sebab hewan ternak akan mencari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan
ia akan lari dari hal-hal yang membahayakan dirinya tetapi mereka itu berani
menyuguhkan dirinya ke dalam neraka dengan menentang (mereka itulah orang-orang
yang lalai)
b. Tafsir ibnu katsir
Firman Allah Swt.:

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahannam.

Artinya, Kami ciptakan dan Kami jadikan mereka untuk isi neraka Jahannam.

...kebanyakan dari jin dan manusia.


Yakni Kami sediakan mereka untuk isi neraka Jahannam, dan hanya amal ahli
nerakalah yang dapat mereka kerjakan. Karena sesungguhnya Allah Swt. ketika
hendak menciptakan mereka, Dia telah mengetahui apa yang bakal mereka amalkan
sebelum kejadian mereka. Lalu hal itu Dia catatkan di dalam suatu kitab (Lauh
Mahfuz) yang ada di sisi-Nya, yang hal ini terjadi sebelum langit dan bumi diciptakan
dalam tenggang masa lima puluh ribu tahun.
Hal ini seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui riwayat
Abdullah ibnu Amr, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya Allah telah mencatat takdir-takdir makhluk-(Nya) sebelum Dia
menciptakan langit dan bumi dalam jarak masa lima puluh ribu tahun, sedangkan
A'rasy-Nya berada di atas air.
Di dalam kitab Sahih Muslim pula telah disebutkan melalui hadis Aisyah binti
Talhah, dari bibinya (yaitu Siti Aisyah r.a., Ummul Mu’minin). Dia telah
menceritakan:
bahwa Nabi Saw. diundang untuk menghadiri pemakaman jenazah seorang bayi dari
kalangan kaum Ansar. Lalu Siti Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah, beruntunglah dia,
dia akan menjadi burung pipit surga, dia tidak pernah berbuat keburukan dan tidak
menjumpainya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai Aisyah, tidaklah seperti itu.
Sesungguhnya Allah telah menciptakan surga dan Dia telah menciptakan pula para
penghuninya, sedangkan mereka masih berada di dalam sulbi bapak-bapak mereka.
Dan Allah telah menciptakan neraka, dan Dia telah menciptakan pula para
penghuninya, sedangkan mereka masih berada di dalam sulbi bapak-bapak mereka.
Di dalam kitab Sahihain, melalui hadis Ibnu Mas'ud disebutkan seperti berikut:
Kemudian Allah mengirimkan malaikat kepadanya, malaikat diperintahkan untuk
mencatat empat kalimat. Maka dicatatlah rezekinya, ajalnya, dan amalnya serta
apakah dia orang yang Celaka ataukah orang yang berbahagia
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa ketika Allah mengeluarkan
anak-anak Adam dari sulbinya dan menjadikan mereka dua golongan, yaitu gotongan
kanan dan golongan kiri, maka Allah berfirman:
Mereka untuk menghuni surga dan Aku tidak peduli. Dan mereka untuk menghuni
neraka dan Aku tidak peduli.
Hadis-hadis yang menerangkan masalah ini cukup banyak. Masalah takdir memang
merupakan suatu pembahasan yang cukup panjang, tetapi disebutkan dalam kitab
yang lain, bukan kitab ini tempatnya.

Firman Allah Swt.:

mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat


Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).

Dengan kata lain, mereka tidak memanfaatkan sesuatu pun dari indera-indera ini yang
telah dijadikan oleh Allah sebagai sarana untuk mendapat hidayah, seperti pengertian
yang terkandung di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi
pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit jua pun bagi
mereka, karena selalu mengingkari ayat-ayat Allah (al Ahqaf: 26) hingga akhir hayat
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).
(Al Baqarah:18)
Demikianlah sifat orang-orang munafik. Sedangkan mengenai sifat orang-orang kafir,
Allah Swt. telah berfirman:
Mereka tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti. (Al
Baqarah:171)
Pada kenyataannya mereka tidak tuli, tidak bisu, dan tidak buta, melainkan hanya
terhadap hidayah, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya:
Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah
menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat
mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedangkan mereka memalingkan diri
(dari apa yang mereka dengar itu). (Al Anfaal:23)
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di
dalam dada. (Al Hajj:46)
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an),
Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi
teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar
menghalangi mereka dari jalan yang benar, dan mereka menyangka bahwa mereka
mendapat petunjuk. (Az Zukhruf:36-37)

Firman Allah Swt.:

Mereka itu seperti binatang ternak


Maksudnya, mereka yang tidak mau mendengar perkara yang hak, tidak mau
menolongnya serta tidak mau melihat jalan hidayah adalah seperti binatang ternak
yang terlepas bebas. Mereka tidak dapat memanfaatkan indera-indera tersebut kecuali
hanya yang berkaitan dengan masalah kedumavrfiannya saja. Perihalnya sama dengan
yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti
penggembala memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan
saja. (Al Baqarah:171)
Perumpamaan mereka di saat mereka diseru kepada keimanan sama dengan hewan
ternak di saat diseru oleh penggembalanya, ternak itu tidaklah mendengar selain
hanya suaranya saja, tanpa memahami apa yang diserukan penggembalanya. Karena
itulah dalam ayat ini mereka disebutkan oleh firman-Nya:
Bahkan Mereka lebih sesat lagi
Yakni lebih sesat daripada hewan ternak, karena hewan ternak adakalanya memenuhi
seruan penggembalanya di saat penggembalanya memanggilnya, sekalipun ia tidak
mengerti apa yang diucapkan penggembalanya. Lain halnya dengan mereka. Hewan
ternak melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya, adakalanya
berdasarkan tabiatnya, adakalanya pula karena ditundukkan. Lain halnya dengan
orang kafir, karena sesungguhnya dia diciptakan hanya semata-mata untuk
menyembah Allah dan mengesakan-Nya, tetapi ternyata dia kafir dan
mempersekutukan-Nya.
Karena itu, disebutkan bahwa barang siapa yang taat kepada Allah, maka dia lebih
mulia daripada malaikat ketak di hari dia kembali ke alam akhirat. Dan barang siapa
yang kafir kepada Allah, maka hewan ternak lebih sempurna daripadanya. Karena
itulah disebutkan oleh firman-Nya:
Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.

Ayat 185

a. Tafsir Jalalain
(Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan) kekuasaan (langit dan bumi dan)
di dalam (segala sesuatu yang diciptakan Allah) merupakan penjelasan dari apa yang
sebelumnya, dengan hal itu mereka menyimpulkan tentang kekuasaan dan keesaan
penciptanya (dan bahwasanya) sehubungan dengan (kemungkinan telah dekatnya)
(kebinasaan mereka?) kemudian mereka mati dalam keadaan kafir, lalu mereka
dimasukkan ke dalam neraka. Mengapa mereka tidak bersegera untuk beriman. (Maka
kepada berita manakah lagi sesudahnya) yakni sesudah berita Alquran (mereka akan
beriman?)
b. Tafsir ibnu katsir
Allah Swt. berfirman, "Apakah orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami tidak
memperhatikan kerajaan Allah dan kekuasaan-Nya di langit dan di bumi dan semua
makhluk yang telah Dia ciptakan pada keduanya? Karenanya lalu mereka
merenungkan hal itu dan mengambil pelajaran darinya. Akhirnya sampailah mereka
pada suatu kesimpulan bahwa hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh Tuhan yang
tidak ada tandingan-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya. Dan hal tersebut
merupakan perbuatan dari Tuhan yang tidak layak diadakan penyembahan dan agama
yang murni kecuali hanya kepada Dia. Pada kesimpulan akhirnya mereka akan
beriman kepada-Nya dan membenarkan RasulNya, kembali kepada jalan ketaatan
kepada-Nya, melepaskan semua sekutu dan berhala, merasa takut bila ajal mereka tiba
dengan mendadak dalam waktu yang dekat, sedangkan mereka masih berada dalam
kekafirannya, akhirnya mereka akan binasa, dan tempat kembali mereka adalah azab
Allah dan siksaan-Nya yang amat pedih.

Firman Allah Swt.:

Maka kepada berita mana lagikah mereka akan beriman sesudah Al-Qur'an?
Artinya maka peringatan dan ancaman mana lagikah sesudah peringatan Nabi
Muhammad Saw. yang datang kepada mereka menyampaikan ayat-ayat Allah mereka
akan percaya, jika mereka tidak mau percaya kepada berita yang disampaikan oleh
Muhammad Saw. kepada mereka dari sisi Allah?
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Hasan ibnu Musa, Usman ibnu Muslim, dan
Abdus Samad ibnu Abdul Waris, semuanya dari Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu
Zaid ibnu Jad'an, dari Ab'us Silt, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Di malam aku menjalani isra, aku banyak melihat
berbagai macam hal. Ketika kami (Nabi dan Jibril) sampai di langit yang ke tujuh,
maka aku memandang ke arah atasku, tiba-tiba aku melihat guntur, kilat, dan petir.
Dan aku mendatangi suatu kaum yang perut mereka besarnya seperti rumah, di
dalamnya banyak terdapat ular yang kelihatan dari luar perut mereka Aku bertanya,
"Siapakah mereka itu, hai Jibril?” Jibril menjawab.”Mereka adalah para pemakan
riba." Ketika Aku turun ke langit pertama dan aku melihat ke arah bawahku, tiba-tiba
aku mendengar suara gemuruh, ada asap dan suara ribut, maka saya bertanya,
"Apakah ini, hai Jibril?” Jibril menjawab, "Mereka adalah setan-setan yang
mengelilingi pandangan mata anak Adam agar mereka tidak memikirkan kerajaan
langit dan bumi. Seandainya tidak ada itu, niscaya mereka dapat melihat keajaiban-
keajaiban."

Tetapi Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an mempunyai banyak hadis yang berpredikat
munkamunkar
Ayat 187

a. Tafsir Jalalain
(Mereka menanyakan kepadamu) yaitu mereka penduduk kota Mekah (tentang
kiamat,) tentang hari akhir ("Bilakah) kapan (terjadinya?" Katakanlah,) kepada
mereka ("Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu) bila terjadinya (adalah pada
sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan) menerangkan (waktu
kedatangannya) huruf lam bermakna fii (selain Dia. Kiamat itu amat berat) amat besar
peristiwanya (yang di langit dan di bumi) amat berat dirasakan oleh penduduk
keduanya mengingat kengerian huru-haranya. (Kiamat itu tidak akan datang
kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.") secara sekonyong-konyong (Mereka
bertanya kepadamu seolah-olah kamu benar-benar mengetahui) terlalu berlebihan di
dalam bertanya (tentang kiamat itu) sehingga engkau memberitahukan tentangnya.
(Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah di sisi Allah)
merupakan pengukuhan sebelumnya (tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.")
pengetahuan mengenai kiamat itu hanya ada di sisi Allah swt.
b. Tafsir ibnu katsir
Firman Allah Swt.:

Mereka bertanya kepadamu tentang kiamat.


Pengertian ayat tersebut sama halnya dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat
lain, yaitu:
Manusia bertanya kepadamu tentang hari kiamat. (Al Ahzab:63)
Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Quraisy.
Sedangkan menurut pendapat lainnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan
segolongan orang-orang Yahudi. Tetapi pendapat yang pertamalah yang lebih
mendekati kebenaran, mengingat ayat ini Makkiyyah. Mereka sering menanyakan
tentang terjadinya waktu kiamat, tetapi pertanyaan mereka mengandung nada tidak
mempercayai keberadaannya dan mendustakannya. Perihalnya sama dengan apa yang
disebutkan di dalam firman-Nya:
Dan mereka berkata, "Bilakah (terjadinya) janji ini (hari kiamat) jika kamu adalah
orang-orang yang benar? (Yunus:48, Yasin: 48, Al Anbiya 38, An Naml 71, Saba 29,
Al-Mulk 25)
Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera
didatangkan, dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka
yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya
orang-orang yang membantah tentang terjadinya kiamat itu benar-benar dalam
kesesatan yang jauh. (Asy Syuura:18)
Adapun firman Allah Swt.:
Bilakah terjadinya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang
dimaksud dari lafaz muntahaha ialah batas terakhirnya, yakni bilakah terjadinya dan
kapankah usia dunia berakhir, hal itu merupakan permulaan dari waktu kiamat.
Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi
Tuhanku, tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain
Dia."
Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya 'bila ditanya tentang saat kiamat,
hendaknya ia mengembalikan pengetahuannya kepada Allah Swt., karena
sesungguhnya hanya Dialah yang mengetahui bila kiamat akan terjadi', yakni Allah
Swt. mengetahui perkaranya secara jelas dan mengetahui pula saat terjadinya hari
kiamat secara tepat. Tidak ada seorang pun yang mengetahui hal ini kecuali hanya
Allah Swt. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan
makna firman-Nya:
Kiamat itu amat berat (bagi makhluk) di langit dan di bumi.
Artinya, amat berat untuk mengetahuinya bagi semua penduduk di langit dan di bumi.
Dengan kata lain, mereka sama sekali tidak mengetahuinya.
Ma'mar mengatakan bahwa Al-Hasan pernah mengatakan, "Apabila hari kiamat
datang, maka terasa amat berat bagi semua penduduk di langit dan di bumi," yakni
hari kiamat itu terasa amat berat oleh mereka.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-
Nya:
Hari kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi.
Menurutnya, ayat di atas artinya 'tidak ada seorang makhluk pun melainkan tertimpa
bahaya dari hari kiamat'.
Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Hari kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi,
Apabila hari kiamat tiba, maka terbelahlah langit dan bertaburanlah bintang-
bintangnya. Matahari digulung dan gunung-gunung dihancurkan. Hari kiamat itu
memang terjadi seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, maka
yang demikian itulah makna yang dimaksud dengan ‘amal berat’
Ibnu Jarir rahimahuttah memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah amat berat untuk mengetahui waktu terjadinya kiamat bagi penduduk
langit dan bumi, seperti yang dikatakan oleh Qatadah tadi. Pengertian dari perkataan
keduanya (Ibnu Jarir dan Qatadah) semakna dengan makna yang terkandung di dalam
firman-Nya:
Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba.
Akan tetapi, hal ini tidak me-nafi-kan (meniadakan) pengertian yang mengatakan
bahwa kedatangan hari kiamat itu terasa amat berat bagi seluruh penduduk langit dan
bumi.
As-Saddi berpendapat sehubungan dengan makna firman-Nya:
Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi.
Menurutnya makna yang dimaksud ialah hari kiamat itu samar bagi penduduk langit
dan bumi. Karena itu, tidak ada yang mengetahui saatnya, baik dia itu malaikat yang
terdekat maupun sebagai nabi yang diutus.
Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba.
Artinya, terjadinya hari kiamat mengagetkan mereka. Hari kiamat datang kepada
mereka di saat mereka sedang lalai.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba
Allah telah menetapkan bahwa hari kiamat itu tidaklah datang kepada kalian
melainkan dengan tiba-tiba. Dan telah sampai suatu hadis kepada kami, bahwa Nabi
Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya hari kiamat datang mendadak menimpa manusia, sedangkan seseorang
ada yang sedang memperbaiki kolamnya, ada yang sedang memberi minum
ternaknya, ada pula yang sedang menjajakan barang dagangannya di pasar seraya
menurunkan dan menaikkan timbangannya.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah
menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari
Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Hari
kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari arah baratnya, apabila matahari
telah terbit dari arah baratnya dan manusia melihatnya, berimanlah mereka semuanya.
Yang demikian itu terjadi di masa tidak bermanfaat iman seseorang bagi dirinya jika
ia tidak beriman sebelumnya, atau semasa imannya itu ia tidak mengerjakan suatu
kebaikan pun. Dan sesungguhnya hari kiamat itu terjadi ketika dua orang lelaki
sedang menggelarkan kain dagangan di antara keduanya, sehingga keduanya tidak
sempat melakukan jual belinya dan tidak sempat melipat kainnya. Dan sesungguhnya
hari kiamat terjadi ketika seseorang pulang dengan membawa air susu hasil
perahannya, sehingga ia tidak sempat meminumnya. Dan sesungguhnya hari kiamat
terjadi ketika seseorang sedang memperbaiki penampungan airnya, sehingga ia tidak
sempat meminum airnya. Dan sesungguhnya hari kiamat terjadi ketika seseorang
sedang menyuapkan makanan ke mulutnya sehingga ia tidak sempat memakannya.
Imam Muslim di dalam kitab Sahih-nya mengatakan, telah menceritakan
kepadaku Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah,
dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan, Rasulullah
SAW telah memberitahukan kepadanya bahwa: "Hari kiamat terjadi ketika seseorang
sedang memerah hewan perahannya, tetapi sebelum ia sempat mencicipi hasilnya,
kiamat telah terjadi. Ketika dua orang lelaki sedang tawar menawar pakaian, sebelum
keduanya melakukan transaksi jual beli hari kiamat telah terjadi. Dan ketika seorang
lelaki sedang membersihkan kolam penampungan airnya, tetapi sebelum ia selesai
dari pekerjaannya, hari kiamat telah terjadi."

Firman Allah Swt.:


Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya.
Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Suatu pendapat mengatakan
bahwa makna yang dimaksud adalah seperti apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman–Nya : Mereka bertanya kepadamu
seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. (Al A'raf:187) Makna yang dimaksud
ialah seakan-akan di antara kamu dan mereka terdapat hubungan yang intim, seakan-
akan kamu adalah teman mereka.

Ibnu Abbas mengatakan, "Ketika orang-orang (Quraisy) bertanya kepada Nabi Saw.
tentang hari kiamat, mereka mengajukan pertanyaannya seakan-akan mereka
menganggap bahwa Muhammad benar-benar bersahabat karib dengan mereka. Maka
Allah menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya, bahwa sesungguhnya pengetahuan
tentang hari kiamat itu hanya ada di sisi-Nya. Dia sengaja menyembunyikannya dan
tidak memperlihatkannya kepada seorang pun, baik ia sebagai malaikat yang terdekat
dengan-Nya ataupun sebagai seorang rasul yang diutus-Nya."

Qatadah mengatakan bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Muhammad Saw.,


"Sesugguhnya di antara kami dan engkau terdapat hubungan kekerabatan. Karena itu,
jelaskanlah kepada kami kapankah hari kiamat akan terjadi?" Maka Allah Swt.
berfirman:

Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya.

Demikianlah menurut riwayat Mujahid, Ikrimah, Abu Malik, dan As-Saddi yang
merupakan suatu pendapat.

Tetapi yang benar dari Mujahid ialah melalui riwayat Ibnu Abu Nujaih dan lain-
lainnya sehubungan dengan makna firman-Nya berikut ini:

Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya.


Bahwa pertanyaan itu diajukan kepadamu seakan-akan kamu mengetahuinya.
Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat
ini :
Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya.
Yakni seakan-akan kamu mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahuinya.
Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah.
Ma'mar telah meriwayatkan dari sebagian ulama tafsir sehubungan makna firman-
Nya:
...seakan-akan kamu benar-benar mengetahumya.
Artinya, seakan-akan kamu mengetahui hari kiamat.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya:
...seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya.
Yaitu seakan-akan kamu mengetahui hari kiamat, padahal Allah menyembunyikan
pengetahuan tentang hari kiamat ini dari semua makhluk-Nya. Lalu ia membacakan
firman-Nya:
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat.
(Luqman:34), hingga akhir ayat.
Pendapat ini kedudukannya lebih kuat daripada yang pertama tadi. Karena itulah
dalam ayat itu disebutkan oleh firman Nya :
Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui
Malaikat Jibril a.s. datang dalam rupa seorang Arab Badui untuk mengajarkan kepada
manusia perkara agama mereka, lalu ia duduk di hadapan Rasulullah Saw. seperti
duduknya orang yang mau bertanya, kemudian memohon petunjuk. Maka Jibril a.s
bertanya kepada Nabi Saw. tentang Islam, lalu tentang iman dan thsan, kemudian ia
bertanya, "Bilakah hari kiamat itu?" Maka Rasulullah Saw. menjawabnya melalui
sabdanya:
Orang yang ditanya mengenainya tidaklah lebih mengetahui daripada sipenanya.
Dengan kata lain, saya bukanlah orang yang lebih mengetahui tentangnya daripada
engkau, dan tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui tentangnya daripada orang
lain. Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah, hanya
pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Luqman:34), hingga akhir
ayat
Menurut riwayat yang lain disebutkan bahwa lalu Jibril a.s. menanyakan tentang
tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat. Maka Nabi Saw. menjelaskan tanda-tanda
hari kiamat kepadanya. Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Ada lima perkara yang tiada
seorang pun mengetahuinya kecuali hanya Allah." Lalu Nabi Saw. membacakan ayat
ini. Semua jawaban yang diucapkan oleh Nabi Saw. selalu dijawab olehnya dengan
ucapan, "Engkau benar." Karena itulah para sahabat merasa heran dengan sikap si
penanya ini, dia bertanya, tetapi dia pun membenarkannya. Kemudian setelah Jibril
a.s. yang menyerupai seorang lelaki Badui itu pergi, Rasulullah SAW Bersabda :
Orang itu adalah Jibril yang sengaja datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada
kalian perihal agama kalian.
Menurut riwayat lain, lalu Rasulullah Saw. bersabda:
Tidak sekali-kali Jibril datang kepadaku dalam bentuk apa pun melainkan aku
mengenalnya kecuali dalam rupanya yang sekarang ini.
Kami telah menuturkan hadis ini berikut semua jalur periwayatan dan teks-teksnya di
dalam awal Syarah Bukhari yang saya nukil dari kitab-kitab Sahih, kitab-kitab Hasan
dan kitab-kitab Musnad.

Ketika lelaki Arab Badui itu bertanya kepada Nabi Saw. dengan suara yang lantang
dan mengatakan, "Hai Muhammad!" Maka Nabi Saw. menjawabnya dengan nada
suara yang sama, "Ya, ada apa?" Ia bertanya, "Hai Muhammad, bilakah hari kiamat
itu terjadinya?" Maka Rasulullah saw. menjawabnya: Celakalah kamu, sesungguhnya
hari kiamat itu pasti terjadi, lalu bekal apakah yang telah engkau siapkan untuk
menghadapinya? Lelaki itu menjawab, "Saya tidak membuat bekal apa pun untuk
menghadapinya, baik salat yang banyak maupun puasa. Tetapi saya hanya cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya." Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Seseorang
itu (akan dihimpunkan) bersama orang yang dicintainya. Maka tiada suatu hal pun
yang membuat kaum muslim merasa gembira lebih dari kegembiraan mereka ketika
mendengar hadis ini.

Hadis ini mempunyai banyak jalur yang bermacam-macam di dalam kitab Sahihain
dan kitab-kitab lainnya dari sejumlah sahabat, dari Rasulullah Saw. Bunyi hadisnya
adalah seperti berikut:

Seseorang itu (akan dihimpunkan) bersama orang yang dicintainya.


Hadis ini berpredikat mutawatir menurut kebanyakan para huffaz yang mendalami
hadis. Di dalam hadis ini terkandung pengertian bahwa Rasulullah Saw. apabila
ditanya tentang sesuatu hal yang tidak perlu mereka ketahui, maka beliau Saw.
memberinya petunjuk kepada sesuatu yang lebih penting daripada itu, yaitu membuat
persiapan bekal untuk menyambut hari kiamat dan mempersiapkan diri sebelum
kedatangannya, sekalipun mereka tidak mengetahui waktunya secara tepat.

Imam Muslim di dalam kitab Sahih-nya mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Kuraib,
keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usamah, dari Hisyam, dari
ayahnya, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa orang-orang Badui apabila
datang menghadap kepada Rasulullah Saw. sering menanyakan kepada Rasulullah
Saw. tentang terjadinya hari kiamat. Maka Rasulullah Saw. memandang kepada
seseorang yang paling muda di antara mereka, lalu bersabda: Jika orang ini tetap
hidup, sebelum dia mengalami usia pikun, maka terjadilah atas kalian kiamat kalian.

Makna yang dimaksud ialah kematian mereka, yang mengantarkan mereka ke alam
barzakh, lalu ke akhirat.

Kemudian Imam Muslim mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Muhammad, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari
Anas, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang hari kiamat.
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Jika pemuda ini tetap hidup, mudah-mudahan
sebelum ia mencapai usia pikun hari kiamat akan terjadi.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim secara munfarid. Imam Muslim
mengatakan pula bahwa:

telah menceritakan kepadaku Hajjaj ibnu Asy Sya'ir, telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Hilal Al-Masri, dari Anas ibnu Malik r.a.,
bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Nabi Saw., "Bilakah hari kiamat
terjadi?" Rasulullah Saw. diam sejenak, beliau memandang ke arah seorang pemuda
yang ada di hadapannya dari kalangan Azd Syanuah, lalu bersabda: Jika pemuda ini
berusia panjang, sebelum dia mencapai usia pikun hari kiamat akan terjadi. Anas ibnu
Malik mengatakan, "Pemuda tersebut sebaya dengan usiaku."

Imam Muslim mengatakan pula bahwa:

telah menceritakan kepada kami Harun ibnu 'Abdullah, telah menceritakan kepada
kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah
menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas yang mengatakan bahwa seorang
pemuda (pelayan) milik Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang seusia denganku lewat, lalu
Nabi Saw. bersabda: Jika pemuda ini berusia panjang, sebelum dia mengalami usia
pikun kiamat akan terjadi.

Imam Bukhari telah meriwayatkannya di dalam Kitabul Adab, bagian dari kitab
Sahih-nya: dari Amr ibnu Asim, dari Hammam, dari Yahya, dari Qatadah, dari Anas,
bahwa seorang lelaki Badui bertanya, "Wahai Rasulullah, bilakah hari kiamat
terjadi?" Lalu Imam Bukhari menuturkan hadis ini, dan pada akhirnya ia
menyebutkan “Kemudian Lewatlah seorang pelayan milik Al-Mugirah ibnu Syu'bah,"
Hingga akhir hadis.

Pengertian mutlak yang terdapat di dalam riwayat-riwayat ini dapat diartikan kiamat
secara khusus bagi yang bersangkutan, yakni pengertian yang terbatas, seperti
pengertian yang terdapat di dalam hadis Siti Aisyah r.a.

Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair, dia pernah
mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda sebulan sebelum beliau wafat: Kalian sering bertanya kepadaku
tentang hari kiamat, sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat hanya ada di sisi
Allah Dan aku bersumpah dengan nama Allah, bahwa tiada seorang pun yang ada
pada hari ini di muka bumi dapat tahan hidup bila telah datang kepadanya masa
seratus tahun. (Riwayat Muslim)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan hal yang semisal, dari Ibnu Umar. Ibnu Umar
mengatakan, "Sesungguhnya yang dimaksud oleh Rasulullah Saw. dengan ungkapan
ini hanyalah surutnya generasi tersebut."

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah


menceritakan kepada kami Al-Awam, dari Jabalah ibnu Suhaim, dari Muassir ibnu
Afarah, dari Ibnu Mas'ud r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda, "Aku bersua
dengan Ibrahim, Musa, dan Isa pada malam ketika aku menjalani Isra. Mereka sedang
berbincang-bincang mengenai hari kiamat." Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, "Lalu
mereka mengembalikan perkara mereka kepada Ibrahim a.s. Maka Ibrahim a.s.
menjawab, 'Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat." Lalu mereka
mengembalikan perkaranya kepada Musa, tetapi Musa menjawab, 'Saya tidak
mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat.' Kemudian mereka mengembalikan
perkara tersebut kepada Isa, dan Isa mengatakan, 'Ingatlah, mangenai waktu
terjadinya kiamat, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya selain Allah Swt. Dan
menurut apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kepadaku, Dajjal akan muncul. Saat itu
aku memegang dua buah tombak. Apabila Dajjal melihat diriku, maka leburlah
dirinya sebagaimana leburnya timah." Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, "Kemudian
Allah membinasakan Dajjal manakala Dajjal melihatnya (Nabi lsa). Sehingga
pepohonan dan bebatuan mengatakan, 'Hai orang muslim, sesungguhnya di bawahku
bersembunyi orang kafir, maka kemarilah dan bunuhlah dia.' Lalu Allah
membinasakan orang-orang kafir, kemudian orang-orang kembali ke kota dan
negerinya masing-masing. Maka pada saat itulah muncul Yajuj dan Majuj, mereka
turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Lalu mereka menginjak negeri
manusia, dan tidak sekali-kali mereka mendatangi sesuatu tempat melainkan mereka
merusaknya. Tidak sekali-kali pula mereka melewati suatu mata air melainkan
mereka meminumnya sampai habis hingga kering. Kemudian manusia kembali datang
mengadu kepada Nabi lsa, maka Nabi lsa berdoa kepada Allah Swt. Lalu Allah
membinasakan mereka dan mematikan mereka semua hingga burnt menjadi busuk
karena bangkai mereka yang sangat banyak dan baunya yang sangat busuk. Kemudian
Allah menurunkan hujan besar dan menghanyutkan jasad-jasad mereka, lalu banjir
melemparkan bangkai mereka ke laut"
Imam Ahmad mengatakan bahwa Yazid ibnu Harun menceritakan bahwa setelah itu
gunung-gunung hancur, dan bumi menjadi rata seperti hamparan permadani kulit.
Kemudian Imam Ahmad kembali kepada hadis Hasyim yang menyebutkan, "Menurut
apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kepadaku (Nabi lsa), bahwa apabila hal itu telah
terjadi, maka sesungguhnya hari kiamat bagaikan seorang wanita hamil yang sudah
masanya untuk melahirkan. Suaminya tidak mengetahui bilakah istrinya akan
membuat kejutan baginya dengan kelahiran bayinya, apakah di siang hari ataukah di
malam hari."

Ibnu Majah telah meriwayatkannya dari Bandar, dari Yazid ibnu Harun, dari Al-
Awwam ibnu Hausyab berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.

Para nabi yang telah disebutkan di atas adalah para nabi yang terkemuka dari
kalangan Ulul 'Azmi, mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang waktu hari
kiamat secara tepat. Mereka mengembalikan perkara mereka kepada Isa a.s., lalu Isa
menjawab mereka dengan tanda-tandanya saja, hal ini tiada lain karena dia akan
diturunkan di zaman terakhir dari umat Nabi Muhammad Saw. untuk melaksanakan
syariat Nabi Muhammad Saw. dan membunuh Dajjal, dan Allah menjadikan
kebinasaan Ya-juj dan Ma-juj berkat doa yang dipanjatkannya. Maka Nabi Isa hanya
menceritakan apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ziyad ibnu Laqit yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Huzaifah yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai hari kiamat, maka
beliau Saw. menjawab: Pengetahuan hari kiamat hanya ada di sisi Tuhanku, tidak ada
yang mengetahui waktunya kecuali hanya Dia. Tetapi aku akan menceritakan kepada
kalian tentang syarat-syarat (tanda-tandanya) dan hal-hal yang akan terjadi dekat
sebelumnya. Sesungguhnya dekat sebelum hari kiamat akan terjadi fitnah dan haraj.
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah mengenai fitnah telah kami ketahui
maknanya, tetapi apakah yang dimaksud dengan harqj?” Rasulullah Saw. bersabda,
"Haraj adalah bahasa Habsyah yang artinya pembunuhan.” Rasulullah Saw.
melanjutkan sabdanya, "Dan ditimpakan kepada semua manusia rasa tanakur (saling
mengingkari). Karena itu, hampir-hampir seseorang tidak mengenal temannya.
Tidak ada seorang pun dari Sittah yang meriwayatkan hadis ini melalui jalur ini.

Waki' mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Khalid, dari Tariq ibnu
Syihab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. terus-menerus teringat tentang
masalah hari kiamat, sehingga turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: Mereka
menanyakan kepadamu tentang hari kiamat, "Bilakah terjadinya?” (Al A'raf:187),
hingga akhir ayat.

Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Isa ibnu Yunus, dari Ismail ibnu Abu
Khalid dengan sanad yang sama. Sanad ini berpredikat jayyid (baik) lagi kuat.

Nabi yang ummi ini adalah penghulu para rasul dan pemungkasnya, yaitu Nabi
Muhammad Saw. yang dikenal sebagai nabi pembawa rahmat, nabi tobat, panglima
perang, juga dijuluki dengan nama Al- Aqib dan Al-Muqaffa serta Al-Hasyir yang
kelak di hari kiamat semua manusia dihimpunkan di bawah kedua telapak kakinya,
sekalipun sabdanya yang disebutkan di dalam kitab Sahih melalui hadis Anas, Sahl
ibnu Sa'd mengatakan:
Aku diutus, sedangkan jarak antara aku dan hari kiamat seperti keduanya ini.
Hal ini diungkapkan oleh beltau Saw. seraya mengisyaratkan dengan kedua jarinya,
yaitu telunjuk dan jempol. Walaupun demikian Allah memerintahkan kepadanya agar
mengembalikan pengetahuan tentang terjadinya hari kiamat kepada Dia, jika beliau
ditanya mengenainya. Untuk itu, Allah Swt. berfirman
Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah disisi Allah,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Ayat 195
a. Tafsir Jalalain
(Apakah berhala-berhala itu mempunyai kaki yang dengan itu mereka dapat berjalan
atau) bahkan apakah (mereka mempunyai tangan-tangan) bentuk jamak dari lafal
yadun/tangan (yang dengan tangan-tangan itu mereka dapat memukul atau) bahkan
apakah (mereka mempunyai mata yang dengan mata itu mereka dapat melihat atau)
bahkan apakah (mereka mempunyai telinga yang dengan telinga itu mereka dapat
mendengar?) kata tanya yang terdapat di dalam ayat ini menunjukkan makna ingkar.
Yakni bahwa berhala-berhala itu tidak mempunyai sesuatu pun dari hal-hal tersebut
seperti apa yang kamu sekalian miliki. Lalu mengapa kamu menyembahnya sedang
diri kamu sendiri keadaannya jauh lebih baik daripada mereka. (Katakanlah) kepada
mereka, hai Muhammad ("Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu
bagi Allah itu) untuk mencelakakanku (kemudian lakukanlah tipu-daya kepadaku
tanpa memberi tangguh kepadaku") memberi tenggang waktu karena aku tidak lagi
memperdulikanmu.
b. Tafsir ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:

Dan jika kalian menyerunya untuk memberi petunjuk kepada kalian, tidaklah berhala-
berhala itu dapat memperkenankan seruan kalian. (Al A'raf:193)
Artinya, berhala-berhala itu tidak dapat mendengar seruan orang yang menyerunya.
Keadaannya akan tetap sama, baik di depannya ada orang yang menyerunya ataupun
orang yang menggulingkannya, seperti yang dikatakan oleh Nabi Ibrahim yang disitir
oleh firman-Nya:
Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? (Maryam:42)
Kemudian Allah Swt menyebutkan bahwa berhala-berhala itu adalah hamba-hamba
Allah juga, sama dengan para penyembahnya. Dengan kata lain, berhala-berhala itu
makhluk juga, sama dengan para penyembahnya. Bahkan manusia jauh lebih
sempurna daripada berhala-berhala tersebut, karena manusia dapat mendengar,
melihat, dan memukul, sedangkan berhala-berhala tersebut tidak dapat melakukan
sesuatu pun dari hal itu.

Firman Allah Swt.:


Katakanlah, "Panggillah berhala-berhala kalian yang kalian jadikan sekutu-sekutu
Allah." (Al A'raf:195), hingga akhir ayat.

Maksudnya, panggillah berhala-berhala itu untuk menolong kalian dari-Ku, janganlah


kalian memberi masa tangguh barang sekejap pun untuk itu, dan berupayalah kalian
dengan semampu kalian.
Surah al-Anfal

Ayat 10

a. Tafsir Jalalain
(Dan Allah tidak menjadikannya) bala bantuan tersebut (melainkan sebagian berita
gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah
dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).
b. Tafsir ibnu katsir

Firman Allah Swt.:

Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar
gembira., hingga akhir ayat.

Artinya, tidak sekali-kali Allah mengirim para malaikat dan kalian diberi tahu oleh-
Nya tentang bantuan mereka buat kalian, melainkan sebagai berita gembira buat
kalian.
...dan agar hati kalian menjadi tenteram karenanya.
Tetapi pada prinsipnya Allah Swt. mampu menjadikan kalian menang atas musuh-
musuh kalian tanpa bantuan para malaikat, melainkan hanya dengan kekuasaan Allah
semata.
Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah.
Yakni sekalipun tanpa hal tersebut. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan melalui
firman-Nya
Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah.
Pengertiannya sama dengan apa yang difirmankan-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka
pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka,
maka tawanlah mereka dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau
menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki
niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian
kalian dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah,
Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi petunjuk kepada
mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga
yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka. (Muhammad:4-6)
Dan masa (kejadian dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah membedakan orang-orang yang
beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur
sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah
membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan
orang-orang yang kafir. (Ali Imran:140-141)
Hal ini merupakan suatu ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, yaitu
berjihad melawan orang-orang kafir dibebankan kepada orang-orang mukmin. Karena
sesungguhnya Allah Swt. menghukum umat-umat terdahulu yang mendustakan nabi-
nabi mereka hanyalah dengan azab-azab yang menimpa keseluruhan umat yang
mendustakanNya. Sebagaimana Dia membinasakan kaum Nabi Nuh dengan banjir
besar, kaum ' Ad yang pertama dengan angin kencang yang sangat dingin, kaum
Samud dengan pekikan yang sangat keras, kaum Nabi Lut dengan gempa besar yang
membalikkan tempat tinggal mereka serta dengan hujan batu dari Sijjil, dan kaum
Nabi Syu'aib dengan awan. Ketika Allah mengutus Nabi Musa, maka Allah
membinasakan musuhnya —yaitu Fir'aun— dengan ditenggelamkan bersama para
pendukungnya di dalam laut.

Kemudian Allah menurunkan kitab Taurat kepada Musa yang di dalamnya


disyariatkan memerangi orang-orang kafir. Kemudian hukum ini tetap berlangsung
sampai kepada syariat-syariat lainnya yang datang sesudah Nabi Musa, seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami
binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita. (Al Qashash:43)
Bila orang-orang kafir dibunuh oleh orang-orang mukmin, maka hal itu terasa lebih
menghinakan orang-orang kafir, dan sekaligus menjadi penawar bagi hati orang-orang
mukmin dan melegakannya. Seperti yang diungkapkan oleh Allah Swt. dalam
perintahnya kepada umat ini, yaitu:
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan)
tangan-tangan kalian dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kalian
terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. (At Taubah:14)
Karena itulah terbunuhnya para pemimpin kaum Quraisy di tangan musuh mereka
yang mereka pandang dengan pandangan yang hina lagi meremehkan merupakan
suatu azab yang lebih menyakitkan bagi mereka dan melegakan hati golongan kaum
mukmin. Abu Jahal terbunuh dalam peperangan, yaitu dalam perang Badar, hal
tersebut lebih menghinakannya daripada dia mati di atas tempat tidurnya karena azab
atau halilintar atau sejenisnya, seperti yang dialami oleh Abu Lahab la'natullahi 'alaihi
yang ditimpa penyakit adasah, sehingga tidak ada seorang pun dari keluarganya yang
berani mendekatinya. Dan sesungguhnya mereka memandikannya hanya dari jarak
jauh, yaitu dengan menyiramkan air padanya dari kejauhan, lalu mereka menguburnya
dengan cara merajaminya dengan batu hingga tubuhnya tertutup oleh batu. Karena
itulah dalam ayat berikutnya disebutkan:
Sesungguhnya Allah Mahaperkasa.
Maksudnya, kemenangan itu hanyalah milik Dia, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman kepada keduanya di dunia dan akhirat. Seperti yang disebutkan oleh Allah
dalam ayat lain:
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman
dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-
Mu’min: 51)
...lagi Mahabijaksana.
Yakni dalam syariat-Nya yang memerintahkan "untuk memerangi orang-orang kafir,
sekalipun Dia sendiri mampu menghancurkan dan membinasakan mereka dengan
kekuasaan dan kekuatan-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah.
Ayat 11

a. Tafsir Jalalain
(Ingatlah, ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram) untuk
menenteramkan hatimu dari rasa takut yang menimpa dirimu (daripada-Nya) Allah
Yang Maha Tinggi (dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
menyucikan kamu dengan hujan itu) dari hadas dan jinabah itu (dan menghilangkan
dari kamu gangguan-gangguan setan) godaan setan dari dirimu yang mengatakan
bahwasanya jika kamu berada dalam jalan kebenaran, niscaya kamu tidak akan
kehausan lagi berhadas sedang kaum musyrikin berada dekat air (dan untuk
menguatkan) mengokohkan (hatimu) dalam keyakinan dan kesabaran (dan
memperteguh dengannya telapak kakimu) agar telapak kakimu berdiri tegar di padang
pasir.
b. Tafsir ibnu katsir
Allah mengingatkan mereka akan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka,
yaitu rasa kantuk yang membuai mereka, hal ini menjadi penenteram hati mereka dari
rasa ketakutan yang diakibatkan dari minimnya bilangan mereka, sedangkan jumlah
musuh mereka sangat banyak. Hal yang sama telah dilakukan pula oleh Allah sesudah
Perang Uhud sebagai penenteram hati mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-
Nya:
Kemudian setelah kalian berduka cita Allah menurunkan kepada kalian keamanan
(berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kalian, sedangkan segolongan lagi
telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri. (Ali Imran:154), hingga akhir ayat,
Abu Talhah mengatakan bahwa dia termasuk salah seorang yang terkena rasa kantuk
itu dalam Perang Uhud, dan sesungguhnya pedangnya sampai terjatuh berkali-kali
dari tangannya. Bila pedangnya jatuh, maka ia memungutnya, dan bila jatuh lagi, ia
memungutnya kembali. Dan sesungguhnya dia melihat pasukan kaum muslim
menelentangkan tubuh mereka, sedangkan mereka berada di bawah lindungan
tamengnya masing-masing.

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Harisah
ibnu Mudarrib, dari Ali r.a. yang mengatakan, "Di antara kami tiada seorang
penunggang kuda pun selain Al-Miqdad dalam Perang Badar. Dan sesungguhnya di
antara kami tiada seorang pun melainkan dalam keadaan tertidur, kecuali Rasulullah
Saw. yang sedang salat di bawah sebuah pohon seraya menangis hingga pagi
harinya."

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim, dari Abu Razin, dari Abdullah ibnu
Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa rasa kantuk dalam situasi perang merupakan
penenteram hati dari Allah Swt., sedangkan kalau kantuk dalam salat merupakan
godaan dari setan.
Qatadah mengatakan bahwa kantuk mempengaruhi kepala, sedangkan tidur
mempengaruhi hati. Menurut kami, kantuk telah menimpa mereka dalam Perang
Uhud, kisah mengenainya telah dikenal. Adapun mengenai apa yang disebutkan di
dalam ayat ini tiada lain berkaitan dengan kisah dalam Perang Badar. Hal ini
menunjukkan bahwa rasa kantuk itu pun telah dialami pula oleh mereka saat itu.
Seakan-akan hal tersebut selalu menimpa kaum mukmin di saat menghadapi
peperangan, dimaksudkan agar hati mereka tenteram dan percaya akan pertolongan
Allah. Hal ini merupakan karunia dari Allah dan merupakan rahmat-Nya bagi mereka
serta nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah


kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)

Karena itulah di dalam kitab Sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. ketika dalam
Perang Badar berada di dalam kemah kecilnya dengan Abu Bakar As-Siddiq r.a. —
sedang berdoa— terkena rasa kantuk, kemudian beliau terbangun seraya tersenyum
dan bersabda:
Bergembiralah, hai Abu Bakar, ini Malaikat Jibril datang (dengan mengendarai kuda)
yang pada kedua sisinya beterbangan debu-debu. Kemudian Nabi Saw. keluar
(berangkat) melalui pintu Al-Arisy seraya membacakan firman-Nya: Golongan (kaum
musyrik) itu pasti akan dikalahkan, dan mereka akan mundur ke belakang. (Al
Qamar:45)

Firman Allah Swt.:

...dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. ketika
berangkat menuju medan Badar dan sampai padanya, lalu turun beristirahat. Saat itu
pasukan kaum musyrik berada di dalam posisi yang antara mereka dan mata air
terdapat banyak gundukan pasir, sedangkan keadaan pasukan kaum muslim sangat
lemah, lalu setan menyusupkan rasa kebencian di dalam hati mereka dan
membisikkan godaannya di antara mereka seraya mengatakan, "Kalian mengakui
bahwa diri kalian adalah kekasih-kekasih Allah, dan di antara kalian terdapat Rasul-
Nya, tetapi kaum musyrik ternyata dapat mengalahkan kalian dalam menguasai mata
air, sedangkan kalian, salat pun kalian kerjakan dalam keadaan berjinabah."
Maka Allah menurunkan hujan kepada pasukan kaum muslim, yaitu hujan yang
cukup lebat, sehingga kaum muslim beroleh minum dan dapat bersuci. Allah pun
menghilangkan godaan setan dari mereka, dan tanah yang berpasir itu setelah terkena
hujan menjadi padat dan kuat, sehingga orang-orang dengan mudah dapat berjalan di
atasnya, begitu pula hewan-hewan kendaraan mereka, lalu pasukan kaum muslim
maju menuju ke arah pasukan kaum musyrik. Kemudian Allah menurunkan bala
bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukmin dengan seribu malaikat. Malaikat Jibril
turun bersama lima ratus malaikat di suatu sisi, sedangkan di sisi lain turun Malaikat
Mikail dengan membawa lima ratus malaikat lagi.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa
sesungguhnya pasukan kaum musyrik dari kalangan Quraisy ketika berangkat untuk
melindungi iringan kafilah mereka dan membelanya dari serangan kaum muslim,
mereka turun istirahat di dekat mata air Badar, sehingga mereka menguasai sumber air
itu dan mendahului kaum muslim. Karenanya pasukan kaum muslim mengalami
kehausan hingga mereka salat dalam keadaan mempunyai jinabah dan berhadas (tanpa
bersuci), hal tersebut membuat mereka merasa berdosa besar.
Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, hujan yang deras, sehingga lembah
tempat mereka berada dialiri oleh air yang banyak. Lalu pasukan kaum mukmin
minum dan memenuhi wadah-wadah air mereka serta memberi minum kendaraan-
kendaraan mereka, dan mereka melakukan mandi jinabah. Maka hal itu dijadikan oleh
Allah sebagai sarana bersuci buat mereka dan untuk memantapkan pijakan mereka.
Demikian itu karena antara mereka dan kaum terdapat padang pasir maka Allah
menurunkan hujan di atas pasir itu sehingga membuat tanah pasir itu keras dan kuat
dipijak oleh kaki.

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Saddi. Telah
diriwayatkan pula dari Sa'id ibnul Musayyab, Asy-Sya'bi, Az-Zuhri, Abdur Rahman
ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa mereka tertimpa hujan dalam Perang Badar.

Tetapi kisah yang dikenal mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berjalan menuju
medan Perang Badar, beliau turun istirahat di dekat sumber air yang ada di tempat itu,
yakni permulaan mata airyang dijumpainya. Maka Al-Habbab ibnul Munzir
menghadap kepada beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah tempat ini
merupakan tempat yang diperintahkan oleh Allah agar engkau berhenti padanya dan
kita tidak boleh melampauinya? Ataukah tempat ini engkau jadikan sebagai tempat
untuk menyusun strategi perang dan melancarkan tipu muslihat perang?" Maka
Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, bahkan ini merupakan tempat yang sengaja saya
tempati untuk strategi perang dan menyusun tipu muslihatnya."

Al-Habbab ibnul Munzir berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tempat ini bukan
tempat yang strategis untuk berperang dan melancarkan siasatnya. Tetapi bawalah
kami hingga sampai di mata air yang paling dekat dengan pasukan kaum musyrik,
kemudian kita keringkan semua sumur lainnya, sehingga kita beroleh mata air untuk
minum, sedangkan mereka tidak mempunyai air." Maka Rasulullah Saw. berangkat
untuk melakukan strategi tersebut

Di dalam 'kitab Magazil Umawi disebutkan bahwa ketika Al-Habbab melakukan hal
tersebut, turunlah malaikat dari langit, sedangkan Malaikat Jibril sedang duduk di
dekat Rasulullah Saw. Lalu malaikat itu berkata, "Wahai Muhammad sesungguhnya
Tuhanmu mengirimkan salam buatmu. Dia berfirman bahwa pendapat yang benar
adalah pendapat yang diutarakan oleh Al-Habbah ibnul Munzir."

Maka Rasulullah Saw. menoleh ke arah Malaikat Jibril a.s. dan bersabda, "Tahukah
kamu siapakah ini?" Jibril memandang ke arah malaikat itu dan berkata, "Tidak
semua malaikat dapat aku kenal. Tetapi dia adalah malaikat, bukan setan."

Hal yang lebih baik dari riwayat ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, penulis kitab Al-Magazi rahimahullah, telah
menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ruman, dari Urwah ibnuz Zubair yang
mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan dari langit yang sebelumnya lembah itu
(Badar) dalam keadaan kering. Maka Rasulullah Saw. dan para sahabatnya terkena
hujan yang membuat tanah berpijak mereka menjadi kuat dan tidak menghalangi
mereka untuk berjalan. Sedangkan hujan yang menimpa kaum musyrik membuat
mereka tidak mampu bergerak dengan bebas.

Mujahid mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan kepada kaum muslim sebelum
rasa kantuk menyerang mereka. Dengan air hujan itu debu tidak ada lagi, dan tanah
menjadi keras karenanya, sehingga hati mereka menjadi senang dan kaki mereka
menjadi kokoh.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Mus'ab ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami
Israil, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Jariyah, dari Ali r.a. yang
mengatakan bahwa di malam hari kami tertimpa hujan —yakni malam hari yang
keesokan harinya terjadi Perang Badar Hingga kami berlindung di bawah pepohonan
dan memakai tameng-tameng untuk menaungi diri dari siraman air hujan. Sedangkan
Rasulullah Saw. malam itu terus-menerus memberikan semangat untuk berperang.

Firman Allah Swt.:

...untuk menyucikan kalian dengan hujan itu.


Maksudnya, menyucikan kalian dari hadas kecil atau hadas besar, yakni penyucian
lahiriah.

...dan menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan.

Yaitu melenyapkan gangguan setan dan bisikannya yang jahat, hal ini merupakan
penyucian batin. Pengertian ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Allah Swt.
dalam kisah ahli surga, yaitu:

Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan
kepada mereka gelang terbuat dari perak (Al-Insan:21)

Hal ini merupakan perhiasan lahiriah. Dalam firman selanjutnya disebutkan:

dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih (Al Insaan:21)

Yakni untuk menyucikan kedengkian, kebencian, dan permusuhan yang ada di dalam
hati mereka, hal ini merupakan, perhiasan batin dan penyuciannya.

Firman Allah Swt.:

...dan untuk menguatkan hati kalian.

Yaitu dengan kesabaran dan pendirian yang kokoh dalam menghadapi musuh. Hal ini
merupakan sifat keberanian yang tidak kelihatan,

...dan untuk memperteguh dengannya telapak kaki(kalian).

Hal ini merupakan keberanian yang lahir, yakni yang tampak.


Ayat 17

a. Tafsir Jalalain
(Maka yang sebenarnya bukan kamu yang membunuh mereka) di Badar dengan
kekuatanmu (akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka) dengan melalui
pertolongan-Nya yang Dia limpahkan kepada kalian (dan bukan kamu yang
melempar) mata kaum musyrikin, hai Muhammad (ketika kamu melempar) dengan
batu kerikil, sebab sekali lempar dengan segenggam batu kerikil yang dilakukan oleh
manusia tidak akan dapat memenuhi mata bala tentara yang begitu banyaknya (tetapi
Allahlah yang melempar) dengan cara mengenakan lemparan itu kepada mereka; hal
ini sengaja Dia lakukan guna mengalahkan orang-orang kafir (dan untuk memberi
kemenangan kepada orang-orang mukmin dengan kemenangan) yakni anugerah (yang
baik) yang dimaksud adalah ganimah/harta rampasan perang. (Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar) perkataan mereka (lagi Maha Mengetahui) tentang keadaan
mereka
b. Tafsir ibnu katsir
Allah Swt. menjelaskan bahwa Dialah Yang menciptakan perbuatan-perbuatan
hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Terpuji atas semua perbuatan baik yang dilakukan
oleh mereka, karena Dia-lah yang menggerakkan mereka untuk melakukannya dan
membantu mereka untuk menyelesaikannya. Karena itu disebutkan oleh firman-Nya:
Maka (yang sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka,, tetapi Allah-lah yang
membunuh mereka.
Maksudnya, bukan karena upaya kalian, bukan pula karena kekuatan kalian. Kalian
dapat membunuh musuh-musuh kalian karena jumlah mereka jauh-lebih banyak
daripada jumlah kalian. Dengan kata lain, bahkan Allah-lah yang membuat kalian
beroleh kemenangan atas mereka. Seperti pengertian yang ada dalam ayat lain, yaitu:
Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian adalah
(ketika itu) orang-orang yang lemah. (Ali Imran:123), hingga akhir ayat.
Sesungguhnya Allah telah menolong kalian (hai para mukmin) di medan peperangan
yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi
congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak
memberi manfaat kepada kalian sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa
sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At
Taubah:25)
Allah Swt. memberitahukan bahwa kemenangan itu bukan diperoleh karena
banyaknya bilangan personel, bukan pula karena lengkapnya peralatan, melainkan
karena ada pertolongan dari sisi Allah Swt., seperti pengertian yang disebutkan di
dalam ayat lainnya:
Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang
banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al
Baqarah:249)
Kemudian Allah Swt. berfirman pula kepada Nabi-Nya berkenaan dengan segenggam
pasir yang ditaburkan Nabi Saw. ke arah wajah orang-orang kafir dalam Perang
Badar, yaitu ketika beliau keluar dari Al-'Arisy setelah beliau berdoa dan memohon
kepada Allah dengan rendah diri dan khusyuk. Beliau melempar mereka dengan
segenggam pasir itu seraya bersabda, "Mudah-mudahan mata-mata mereka kelilipan."
Kemudian Nabi Saw. memerintahkan pasukannya untuk membuktikan hal tersebut
dengan menelusuri jejaknya, lalu mereka melakukan apa yang diperintahkannya.
Ternyata Allah menyampaikan pasir itu ke mata semua kaum musyrik, sehingga tidak
ada seorang pun dari mereka melainkan terkena oleh pasir tersebut dan menyibukkan
dirinya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:

...dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar.

Yakni Allah-lah yang menyampaikan pasir itu ke mata mereka dan yang membuat
mereka semua kelilipan, bukan kamu, hai Muhammad.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw.
mengangkat kedua tangannya —yakni pada waktu Perang Badar— seraya berdoa:
Ya Tuhanku, jika golongan ini binasa, maka Engkau tidak akan disembah lagi di
muka bumi ini untuk selama-lamanya.
Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ambillah segenggam pasir, lalu
lemparkanlah ke arah muka mereka." Maka Nabi Saw. mengambil segenggam pasir
dan melemparkannya ke arah muka mereka. Maka tidak ada seorang musyrik pun
melainkan matanya terkena pasir itu, hidung serta mulut mereka pun terkena pasir itu
pula, sehingga akhirnya mereka mundur bercerai-berai.

As-Saddi mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Ali r.a. pada hari
Perang Badar, "Berikanlah kepadaku segenggam pasir." Lalu Ali memberikan
segenggam pasir kepadanya, kemudian Nabi Saw. melemparkan pasir itu ke arah
wajah kaum musyrik. Maka tidak ada seorang musyrik pun melainkan matanya
kemasukan pasir itu. Kemudian pasukan kaum mukmin datang mengiringinya dan
membunuh serta menahan mereka. Allah berfirman:
Maka (yang sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka, tetapi Allah-lah yang
membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Al Anfaal:17)

Abu Ma'syar Al-Madani telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Qais dan
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Mereka mengatakan bahwa ketika kedua belah
pasukan saling berhadapan satu sama lainnya, maka Rasulullah Saw. mengambil
segenggam pasir dan melemparkannya ke arah wajah pasukan kaum musyrik seraya
bersabda, "Semoga wajah mereka kelilipan." Maka masuklah pasir itu ke mata mereka
semuanya. Kemudian sahabat Rasulullah Saw. datang menyerang dan membunuh
serta menahan mereka. Tersebutlah bahwa kekalahan pasukan kaum musyrik terjadi
karena lemparan Rasulullah itu. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

...dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang
melempar.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Aliahlah yang
melempar. (Al Anfaal:17) Hal ini terjadi dalam Perang Badar. Rasulullah Saw.
mengambil tiga genggam pasir, lalu melemparkannya ke arah sayap kanan pasukan
musuh, dan melemparkannya lagi ke arah sayap kiri pasukan musuh, kemudian
melemparkannya lagi ke arah sayap depan pasukan musuh, seraya bersabda, "Semoga
mata-mata mereka kelilipan." Akhirnya musuh terpukul mundur.

Kisah ini telah diriwayatkan pula dari Urwah, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, dan lain-
lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para imam ahli hadis. Mereka
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan lemparan pasir yang
dilakukan oleh Nabi Saw. dalam Perang Badar, sekalipun beliau Saw. melakukan pula
hal yang sama dalam Perang Hunain.

Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Mansur, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Imran, telah menceritakan kepada kami
Musa ibnu Ya'qub ibnu Abdullah ibnu Rabi'ah, dari Yazid ibnu Abdullah, dari Abu
Bakar ibnu Sulaiman ibnu Abu Khaisamah, dari Hakim ibnu Hizam yang
menceritakan, "Ketika Perang Badar meletus, kami mendengar suara dari langit
seakan-akan seperti suara batu kerikil yang jatuh ke dalam sebuah piala. Rasulullah
Saw. lah yang melakukan lemparan itu sehingga kami dapat memukul mundur
musuh." Bila ditinjau dari segi ini maka riwayat ini garib. Berikut ini ada dua
pendapat lainnya yang garib sekali, yaitu:

Pertama, Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Auf
At-Ta'i, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada
kami Safwan ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Jubair,
bahwa Rasulullah Saw. ketika berperang melawan Ibnu Abul Haqiq di Khaibar, beliau
meminta sebuah busur, lalu didatangkan kepadanya sebuah busur yang panjang, tetapi
Rasul Saw. bersabda, "Berikanlah kepadaku busur lainnya!" Maka mereka
mendatangkan busur yang tidak panjang, kemudian Nabi Saw. membidikkan
panahnya ke arah benteng Khaibar. Maka panah yang dilepaskan oleh Nabi Saw.
melesat tinggi dan jatuh mengenai Ibnu Abul Haqiq yang berada di tempat tidurnya
hingga ia mati. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

...dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang
melempar.
tetapi sanadnya jayyid (baik) sampai kepada Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir.
Barangkali ia keliru, atau dia bermaksud bahwa ayat ini bermakna umum mencakup
kesemuanya. Jika tidak demikian maka konteks ayat dalam surat Al-Anfal
menunjukkan kisah Perang Badar, tanpa diragukan lagi, dan hal ini tidaklah samar
bagi semua imam ahlul 'ilmi.
Kedua, Ibnu Jarir meriwayatkan —begitu juga Imam Hakim di dalam kitab
Mustadrak-nya— dengan sanad yang sahih sampai kepada Sa'id ibnul Musayyab dan
Az-Zuhri. Disebutkan bahwa keduanya mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan
dengan lemparan yang dilakukan oleh Nabi Saw. dalam Perang Uhud, ditujukan
kepada Ubay ibnu Khalaf. Yaitu lemparan tombak kecil, sedangkan saat itu Ubay ibnu
Khalaf memakai baju besi. Lalu tombak itu melukai bagian tenggorokannya, sehingga
ia jatuh terjungkal berkali-kali dari atas kudanya, dan luka itulah yang membawa
kepada kematiannya beberapa hari kemudian. Selama lukanya itu dia mengalami
siksaan yang sangat pedih, dan siksaannya itu terus berlangsung sampai ke alam
barzakh yang terus berhubungan dengan azab akhirat."

Kedua pendapat yang diutarakan oleh kedua imam ini pun garib sekali. Barangkali
keduanya bermaksud bahwa ayat ini bersifat umum dan mencakup kesemuanya itu,
bukan hanya diturunkan berkenaan dengan Perang Badar saja secara khusus.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu


Ja'far ibnu Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan firman-Nya:
(Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi
kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik.
Yakni agar orang-orang mukmin merasakan nikmat-Nya kepada mereka, yaitu
dimenangkan-Nya mereka atas musuh-musuh mereka sekalipun bilangan musuh
mereka jauh lebih banyak, sedangkan bilangan mereka sendiri sedikit. Dan agar
dengan hal tersebut mereka mengakui apa yang harus mereka lakukan kepada-Nya,
yaitu mensyukuri nikmat-Nya kepada mereka. Demikian pula menurut apa yang
ditafsirkan oleh Ibnu Jarir. Di dalam sebuah hadis disebutkan,
"Semua ujian yang baik pernah ditimpakan oleh Allah kepada kami."
Firman Allah Swt.:

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.


Artinya, Maha Mendengar semua doa, lagi Maha Mengetahui siapa orang-orang yang
berhak beroleh pertolongan dan kemenangan.
Ayat 22

a. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya binatang, makhluk-makhluk yang seburuk-buruknya di sisi Allah
ialah orang-orang yang tuli) tidak mau mendengarkan perkara yang hak (dan bisu)
tidak mengucapkan perkara yang hak (yang tidak mengerti apa pun) tentang perkara
yang hak.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt memberitahukan bahwa manusia jenis ini merupakan makhluk yang paling buruk,
dan kedudukannya sama dengan binatang. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah
orang-orang yang tuli.
Yakni tidak mau mendengarkan perkara yang hak.
...dan bisu.
yaitu tidak mau memahaminya (diam seribu bahasa). Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
...yang tidak mengerti apa pun.
Mereka adalah seburuk-buruk makhluk, karena sesungguhnya semua makhluk selain
mereka taat kepada Allah menuruti apa yang mereka diciptakan untuknya. Sedangkan
mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, tetapi mereka ingkar
kepada-Nya. Karena itulah mereka diserupakan dengan binatang, seperti yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti


penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan
seruan saja. (Al Baqarah:171), hingga akhir ayat.
Dalam ayat lainnya lagi disebutkan:
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai. (Al A'raf:179)
Menurut pendapat lainnya lagi, yang dimaksud dengan mereka yang disebutkan dalam
ayat ini ialah segolongan orang dari kalangan Bani Abdud Dar, suatu puak dari
kabilah Quraisy. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Mujahid, kemudian
dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik.
Menurut kami, dalam hal ini tidak ada bedanya antara kaum musyrik dan orang-orang
kafir serta orang-orang munafik, karena masing-masing dari mereka tidak mempunyai
pemahaman yang benar dan tidak mempunyai tujuan beramal saleh.

Ayat 24

a. Tafsir Jalalain
(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul) dengan
taat (apabila Rasul menyeru kamu pada suatu yang memberi kehidupan kepada
kalian) berupa perkara agama sebab perkara agama merupakan penyebab bagi
kehidupan yang kekal (dan ketahuilah oleh kalian bahwa sesungguhnya Allah
menghalangi antara manusia dan hatinya) maka ia tidak dapat beriman atau kafir
melainkan berdasarkan kehendak Allah (dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu
akan dikumpulkan) Allah akan membalas semua amal perbuatan kalian
b. Tafsir ibnu katsir
Imam Bukhari mengatakan bahwa makna istajibu ialah penuhilah, dan limayuhyikum
artinya sesuatu yang memperbaiki keadaan kalian.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan
kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari khubaib ibnu Abdur
Rahman yang mengatakan, "Saya pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan
hadis berikut dari Abu Sa'd ibnu Al-Ma'la r.a. yang menceritakan bahwa ketika ia
sedang salat, tiba-tiba Nabi Saw. lewat dan memanggilnya, tetapi ia tidak memenuhi
panggilannya hingga ia menyelesaikan salatnya. Setelah itu barulah datang kepada
beliau. Maka beliau Saw. bertanya,' Apakah gerangan yang menghalang-halangi
dirimu untuk datang kepadaku? Bukankah Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-
orang yang beriman, penuhilah seruan'Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru
kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al Anfaal:24)
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku akan mengajarkan
kepadamu surat yang paling besar dari Al-Qur’an sebelum aku keluar dari Masjid ini.'
Rasulullah Saw. bangkit untuk keluar dari masjid, lalu saya mengingatkan janji beliau
itu." Mu'az mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khubaib ibnu
Abdur Rahman, bahwa ia pernah mendengar Hafs ibnu Asim menceritakan hal berikut
dari Abu Sa'id, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. yang
mengatakan surat yang dimaksud di atas, yaitu firman Allah Swt. yang mengatakan:
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Fatihah: 2) hingga akhir surat. Itulah
yang dimaksud dengan sab’ul masani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dalam
salat).
Demikianlah menurut lafaz yang diketengahkannya berikut huruf-hurufnya tanpa ada
yang dikurangi. Pembahasan mengenai hadis ini telah disebutkan dalam tafsir surat
Al-Fatihah berikut semua jalur periwayatannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada sesuatu yang
memberi kehidupan kepada kalian. (Al Anfaal:24) Yakni kepada perkara yang hak.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang


memberi kehidupan kepada kalian. (Al Anfaal:24) Maksudnya kepada Al-Qur'an ini,
di dalamnya terkandung keselamatan, kelestarian, dan kehidupan.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kepada sesuatu yang


memberi kehidupan kepada kalian. (Al Anfaal:24) Di dalam agama Islam terkandung
kehidupan bagi mereka yang pada sebelumnya mereka mati karena kekafiran.

Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair,
dari Urwah ibnuz Zubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian
kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (Al Anfaal:24) Yakni kepada
peperangan yang menyebabkan Allah memenangkan kalian dengan melaluinya,
sebelum itu kalian dalam keadaan terhina (kalah). Allah menjadikan kalian kuat
karenanya, sebelum itu kalian dalam keadaan lemah. Dan Dia mencegah musuh kalian
untuk dapat menyerang kalian, sebelum itu kalian kalah oleh mereka.

Firman Allah Swt.:

...dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah menghalang-halangi orang mukmin dan
kekafiran, serta orang kafir dan keimanan. Demikianlah menurut riwayat Imam
Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya secara mauquf (hanya sampai pada Ibnu
Abbas). Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih, tetapi keduanya
(Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya. Imam Ibnu Murdawaih telah
meriwayatkannya melalui jalur lain dengan sanad yang marfu' (sampai kepada Nabi
Saw.), tetapi predikatnya tidak sahih, mengingat sanadnya lemah, justru yang
berpredikat mauquf-lah yang sahih sanadnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Mujahid, Sa'id Ikrimah, Ad-Dahhak, Abu Saleh, Atiyyah, Muqatil bin Hayyan, dan
As-Saddi.
Menurut riwayat lain, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya:
...mendinding antara manusia dan hatinya
Maksudnya yaitu hingga Allah meninggalkan (membiarkan)nya sampai dia tidak
menyadarinya.
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah Allah menghalang-halangi antara
seseorang dan hatinya, sehingga ia tidak dapat beriman —tidak pula kafir— kecuali
hanya dengan seizin Allah.
Qatadah mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya:

dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaaf:16)


Banyak hadis dari Rasulullah Saw. yang menerangkan hal yang selaras dengan
pengertian ayat ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-
A'masy, dari Abu Sufyan, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Nabi
Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan
hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya,
"Lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada
apa yang engkau sampaikan, maka apakah engkau merasa khawatir terhadap iman
kami?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Ya, sesungguhnya hati manusia itu berada di
antara dua jari kekuasaan Allah Swt. Dia membolak-balikkannya'.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam pembahasan
mengenai takdir, bagian dari kitab Jami-nya, dari Hannad ibnus Sirri, dari Abu
Mu'awiyah Muhammad ibnu Hazim Ad-Darir (tuna netra), dari Al-A'masy yang
namanya ialah Sulaiman ibnu Mahran, dari Abu Sufyan yang namanya Talhah ibnu
Nafi', dari Anas, kemudian Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini hasan. Telah
diriwayatkan pula melalui berbagai perawi yang tidak hanya seorang, semuanya
bersumber dari Al-A'masy. Dan sebagian dari mereka telah meriwayatkannya dari
Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi Saw. Tetapi hadis Abu Sufyan dari Anas lebih sahih
sanadnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab Musnad-nya. Dia
mengatakan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada
kami Syu'bah, dari Al-Hakam, dari Ibnu Abu Laila, dari Bilal r.a., bahwa Nabi Saw.
pernah berdoa dengan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati,
tetapkanlah hatiku pada agama-Mu
Hadis ini jayyid sanadnya, hanya padanya terdapat inqita’. Tetapi sekalipun demikian
predikat hadis ini sesuai syarat ahlus sunan, hanya mereka tidak mengetengahkannya.
Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Bisyr ibnu
Ubaidillah Al-Hadrami, ia mendengar dari Abu Idris Al-Khaulani yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-Kilabi r.a. mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Tidak ada suatu hati pun melainkan
berada di antara kedua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Tuhan semesta
alam. Jika Dia menghendaki kelurusannya, maka Dia akan meluruskannya, dan jika
Dia menghendaki kesesatannya, maka Dia akan menyesatkannya Dan tersebutlah
bahwa Nabi Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Wahai (Tuhan) yang
membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Nabi Saw. telah
bersabda pula: Neraca itu berada di tangan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah,
Dialah Yang merendahkan dan yang mengangkatnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui
hadis Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, lalu disebutkan hal yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Hammad
ibnu Zaid, dari Al-Ma'la ibnu Ziyad, dari Al-Hasan, bahwa Siti Aisyah pernah
mengatakan bahwa di antara doa-doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw.
ialah: Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati. tetapkanlah hatiku pada agama-
Mu. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya engkau sering sekali mengucapkan doa ini." Maka beliau Saw.
menjawab: Sesungguhnya kalbu anak Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan
Allah jika Dia menghendaki kesesatannya (niscaya Dia membuatnya sesat), dan jika
Dia menghendaki kelurusannya (niscaya Dia membuatnya lurus)

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:

telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul
Hamid, telah menceritakan kepadanya Syahr, ia telah mendengar Ummu Salamah
menceritakan bahwa-di antara doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Saw. ialah:
Ya Allah Wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada
agama-Mu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah hati itu dapat dibolak-balikkan?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya,
tidak sekali-kali Allah menciptakan manusia dari Bani Adam melainkan kalbunya
berada di antara dua jari kekuasaan Allah Swt. Jika Dia menghendaki kelurusannya
(tentu Dia meluruskannya), dan jika Dia menghendaki kesesatannya (tentu Dia
menyesatkannya). Maka kami memohon kepada Allah Tuhan kami. semoga Dia tidak
menyesatkan hati kami sesudah Dia menunjuki kami. DanJkami memohon kepada-
Nya semoga Dia menganugerahkan kepada kami dari sisi-Nya rahmat yang luas.
Sesungguhnya Dia Maha Pemberi karunia. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya,
bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sudikah kiranya engkau mengajarkan
kepadaku suatu doa yang akan kubacakan untuk diriku sendiri?" Rasulullah Saw.
bersabda: Tentu saja. Ucapkanlah, "Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah
dosa-dosaku, lenyapkanlah kedengkian hatiku, dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah
yang menyesatkan selama Engkau membiarkan aku hidup.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:

telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada
kami Haiwah, telah menceritakan kepadanya Abu Hani, ia pernah mendengar Abu
Abdur Rahman Al-Habli mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya
hati Bani Adam itu berada di antara dua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah
seperti halnya satu hati, Dia mengaturnya menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Kemudian Rasulullah Saw. berdoa: Ya Allah, Tuhan Yang membolak-balikkan hati,
arahkanlah hati kami untuk taat kepada Engkau.

Hadis ini diketengahkan oleh Imam Muslim secara munfarid dari Imam Bukhari. Dan
ia meriwayatkannya bersama Imam Nasai melalui hadis Haiwah ibnu Syuraih Al-
Misri
Ayat 26

a. Tafsir Jalalain
(Dan ingatlah hai para Muhajirin ketika kalian masih berjumlah sedikit lagi tertindas
di muka bumi) yakni Mekah (kalian takut orang-orang Mekah akan menculik kalian)
mengambil kalian dengan cepat (maka Allah memberi kalian tempat menetap) yaitu
kota Madinah (dan didukung-Nya kalian) Dia membuat kalian menjadi kuat (dengan
pertolongan-Nya) ketika perang Badar, yaitu melalui bantuan para malaikat (dan
diberi-Nya kalian rezeki dari yang baik-baik) berupa ganimah (agar kalian bersyukur)
terhadap nikmat-nikmat-Nya. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah
alias Marwan bin Abdul Munzir. Nabi saw. telah mengutusnya kepada orang-orang
Bani Quraizhah dengan membawa pesan darinya, supaya mereka mau tunduk di
bawah kekuasaan Nabi saw. Maka Abu Lubabah bermusyawarah dengan mereka;
akan tetapi ia mengisyaratkan dengan tangannya kepada mereka, bahwa jika mereka
tunduk maka hukumannya adalah sembelih (maut). Abu Lubabah sengaja berbuat
demikian demi untuk melindungi anak-anak dan harta bendanya yang berada di antara
mereka.
b. Tafsir ibnu katsir

Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin terhadap nikmat yang


telah dilimpahkan-Nya kepada mereka dan kebajikan-Nya kepada mereka. Pada
awalnya mereka berjumlah minoritas, kemudian Allah menjadikan mereka sebagai
golongan mayoritas, dan pada mulanya mereka lemah lagi dalam keadaan dicekam
rasa takut, kemudian Allah menguatkan mereka dan menolong mereka. Mereka pun
pada mulanya miskin lagi papa, kemudian Allah memberi mereka rezeki dari barang-
barang yang baik (halal). Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk bersyukur
kepada-Nya, menaati-Nya, dan mengerjakan semua yang diperintahkan-Nya kepada
mereka.

Demikianlah keadaan dan kondisi orang-orang mukmin dalam periode Mekah.


Mereka minoritas, dicekam oleh rasa takut, tertindas, dan selalu dibayangi oleh rasa
takut diculik oleh orang-orang musyrik dari berbagai kawasan, baik mereka orang
musyrik ataupun orang Majusi atau orang Romawi, karena semuanya adalah musuh-
musuh mereka. Demikian itu karena jumlah kaum muslim sedikit dan tidak
mempunyai kekuatan. Demikianlah keadaan mereka selama itu, hingga Allah
mengizinkan mereka untuk hijrah ke Madinah, lalu Allah memberikan tempat tinggal
kepada mereka di Madinah, dan menjadikan penduduknya senang kepada mereka,
memberikan tempat, dan menolong mereka dalam Perang Badar dan peperangan
lainnya. Bahkan penduduk Madinah berbagi harta dengan mereka serta rela
mengorbankan jiwa dan raga mereka demi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Qatadah ibnu Di'amah As-Sudusi rahimahullah telah mengatakan sehubungan dengan


makna firman-Nya: Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kalian masih berjumlah
sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah). (Al Anfaal:26) Kabilah Arab ini pada
mulanya adalah manusia yang paling rendah, kehidupannya melarat, perutnya lapar,
dan miskin pakaian serta paling jelas kesesatannya. Orang yang hidup di antara
mereka kehidupannya celaka dan melarat, dan orang yang mati dari mereka
dijerumuskan ke dalam neraka, mereka dimakan dan tidak mendapat makan. Demi
Allah, kami belum pernah mendengar bahwa di masa itu ada penduduk bumi yang
lebih buruk kedudukannya daripada mereka. Kemudian hal itu berakhir setelah Allah
menurunkan agama Islam kepada mereka. Maka berkat agama Islam itulah Allah
menguatkan mereka hingga dipengaruhi di seluruh negeri, dan melalui Islamlah Allah
meluaskan rezeki mereka serta menjadikan mereka raja-raja di atas semua manusia.
Berkat Islam pula Allah memberikan banyak hal kepada mereka, seperti yang kalian
lihat sendiri. Karena itu, bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya
karena sesungguhnya Tuhan kalian Yang memberikan nikmat suka kepada perbuatan
bersyukur, dan orang-orang yang bersyukur selalu beroleh tambahan nikmat dari
Allah
Ayat 32

a. Tafsir Jalalain
(Dan ingatlah ketika mereka/orang-orang musyrik berkata, "Ya Allah! Jika betul hal
ini) yaitu Alquran yang dibacakan oleh Muhammad (dialah yang benar) diturunkan
(dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah
kepada kami azab yang pedih.") siksaan yang menyakitkan sekali sebagai pembalasan
atas ingkar kami terhadapnya. Perkataan ini diucapkan oleh Nadhr dan lain-lainnya
sebagai penghinaan dengan maksud untuk memberikan gambaran kepada orang lain
seakan-akan ia benar-benar mengetahui akan kebatilan Alquran. Allah swt. telah
berfirman
b. Tafsir ibnu katsir
Firman Allah Swt.:
Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "ya Allah, jika betul
(Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu
dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih " (Al Anfaal:32)

Hal ini menunjukkan kebodohan mereka yang terlalu parah dan kerasnya mereka
dalam mendustakan Al-Qur'an, mereka sombong dan ingkar kepada Al-Qur'an.
Ungkapan tersebut justru berbalik membuat keaiban bagi diri mereka sendiri.
Seharusnya hal yang lebih utama bagi mereka ialah hendaknya mereka mengatakan,
"Ya Allah, jika Al-Qur'an ini benar dari sisi Engkau, maka berilah kami petunjuk
kepadanya dan berilah kami kekuatan untuk mengikuti ajaran-ajarannya." Akan tetapi,
mereka meminta keputusan yang berakibat membinasakan diri mereka sendiri, dan
mereka meminta untuk segera diturunkan azab dan siksaan. Hal ini dikisahkan oleh
Allah dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:

Dan mereka meminta kepadamu supaya segera diturunkan azab. Kalau tidaklah
karena waktu yang telah ditetapkan, benar-benar telah datang azab kepada mereka,
dan azab itu benar-benar akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedangkan
mereka tidak menyadarinya. (Al 'Ankabut:53)

Dan mereka berkata.”Ya Tuhan kami. cepatkanlah untuk kami azab yang
diperuntukkan pada kami sebelum hari berhisab." (Shaad:16)

Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi, untuk orang-
orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya, (Yang datang) dari Allah,
Yang mempunyai tempat-tempat naik. (Al Ma'aarij:1-3)

Hal yang sama dikatakan pula oleh orang-orang yang bodoh dari kalangan umat
terdahulu, seperti kaum Nabi Syu'aib yang mengatakan kepadanya, disitir oleh firman
Allah Swt.:

Maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit, jika kamu termasuk orang-orang
yang benar. (Asy Syu'ara:187)

Sedangkan dalam ayat ini disebutkan:


Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka
hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang
pedih. (Al Anfaal:32)

Syu'bah telah meriwayatkan dari Abdul Hamid (murid Az-Ziyadi), dari Anas ibnu
Malik, bahwa Abu Jahal ibnu Hisyamlah yang mengatakan seperti yang disitir oleh
firman-Nya:
Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka
hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang
pedih. (Al Anfaal:32)
Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan kamu berada di antara
mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka
meminta ampun.
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari, dari Ahmad dan Muhammad ibnun
Nadr, keduanya dari Ubaid illah ibnu Mu'az, dari ayahnya, dari Syu'bah dengan sanad
yang sama. Ahmad yang disebutkan dalam sanad ini adalah Ahmad ibnun Nadr ibnu
Abdul Wahhab. Demikianlah menurut Al-Hakim Abu Ahmad dan Al-Hakim Abu
Ubaidillah An-Naisaburi.
Al-Ahmasy telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:

Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika betul
(Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu
dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih."
Menurutnya orang yang mengatakan demikian adalah An-Nadr ibnul Haris ibnu
Kaidah. Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan, sehubungan dengan hal ini Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal
terjadi, untuk orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya. (Al
Ma'aarij:1-2)

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, dan As-Saddi,
bahwa sesungguhnya dia adalah An-Nadr ibnul Haris. Menurut riwayat Ata
ditambahkan firman Allah Swt.:
Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, cepatkanlah untuk kami azab yang
diperuntukkan pada kami sebelum hari berhisab.”(Shaad:16)
Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kalian
Kami ciptakan pada mulanya (Al An'am:94)
Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi, untuk orang-
orang kafir. (Al Ma'aarij:1-2)
Ata mengatakan, sesungguhnya Allah Swt. telah menurunkan belasan ayat
sehubungan dengan hal ini.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ahmad ibnul Lais, telah
menceritakan kepada kami Abu Gassan, telah menceritakan kepada kami Abu
Namilah, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, dari Ibnu Buraidah, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa dalam Perang Uhud ia melihat Amr ibnul As berdiri
di atas kuda kendaraannya seraya berkata, "Ya Allah, jika Al-Qur'an yang dikatakan
oleh Muhammad adalah benar, maka benamkanlah diriku dan kudaku ini ke tanah."
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah)
ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini,
dialah yang benar dari sisi Engkau.”, hingga akhir ayat. Bahwa yang mengatakan
demikian adalah orang-orang yang bodoh dan yang kurang akalnya dari kalangan
umat ini
2. Juz 17
Surah Al-Anbiya
Ayat 01

Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka
berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya).

a. Tafsir Jalalain
Telah dekat kepada manusia) kepada penduduk Mekah yang ingkar terhadap adanya
hari berbangkit (hari penghisaban mereka) yaitu hari kiamat (sedang mereka berada
dalam kelalaian) daripadanya (lagi berpaling) tidak bersiap-siap untuk
menghadapinya, yaitu dengan bekal iman.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Hal ini merupakan suatu peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menyatakan
dekatnya hari kiamat dan bahwa manusia dalam keadaan lalai terhadap
keberadaannya, yakni mereka tidak mau beramal dan tidak mau membuat bekal untuk
menyambutnya.
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Nasr, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Abdul Malik Abul Walid At-Tayalisi, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-
A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah dekat kepada manusia hari menghisab
segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi
berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Bahwa mereka di dunia lalai terhadap hari
kiamat.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebut di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
ْ َ‫{أَتَى أَ ْم ُر هَّللا ِ فَال ت‬
}ُ‫ستَ ْع ِجلُوه‬
Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kalian meminta agar
disegerakan  (datang). (An-Nahl: 1)

}‫ستَ ِم ٌّر‬
ْ ‫س ْح ٌر ُم‬ ُ ‫ق ا ْلقَ َم ُر * َوإِنْ يَ َر ْوا آ َيةً يُ ْع ِر‬
ِ ‫ضوا َويَقُولُوا‬ َ ‫سا َعةُ َوا ْن‬
َّ ‫ش‬ ِ َ‫{ا ْقت ََرب‬
َّ ‫ت ال‬
Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan Dan jika mereka  (orang-
orang musyrik) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling. (Al-Qamar: 1-
2), hingga akhir ayat.

Al-Hafiz ibnu Asakir meriwayatkan di dalam biografi Al-Hasan Ibnu Hani' alias Abu
Nuwas si penyair, bahwa penyair yang paling hebat ialah Syekh Tahir Abul Atahiyah,
karena ia mengatakan dalam bait syairnya:

...  ُ‫ َو َرحا ال ِمنيَّة تَ ْط َحن‬ ... ‫النَّاس فِي َغفَالتِ ِه ْم‬


Manusia tenggelam dalam kelalaiannya, padahal penggilingan maut terus berputar.
Ketika ditanyakan kepadanya, "Dari manakah engkau menyimpulkan kalimat ini?"
Abul Atahiyah menjawab bahwa ia menyimpulkannya dan firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala yang mengatakan:
} َ‫سابُ ُه ْم َو ُه ْم فِي َغ ْفلَ ٍة ُم ْع ِرضُون‬ ِ ‫{ا ْقت ََر َب لِلنَّا‬
َ ‫س ِح‬
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka sedangkan
mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1)
Ibnu Asakir meriwayatkan pula di dalam biografi Amir ibnu Rabi'ah melalui jalur
Musa ibnu Ubaid Al-Amadi, dari Abdur Rahman ibnu Za’d bin Aslam, dari ayahnya,
dari Amir ibnu Rabi'ah, bahwa ia kedatangan seorang tamu dari kalangan orang
Badui. Amir memuliakan kedatangannya dan menghormatinya. Sebelumnya
Rasulullah SAW telah berbincang-bincang di rumah Amir, tidak lama kemudian
lelaki Badui, itu datang. Ia berkata, "Sesungguhnya aku telah memperoleh sebuah
lembah di daerah pedalaman dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Aku
bermaksud memberikan sebagian darinya kepadamu. Kelak lahan itu buat kamu dan
keturunanmu sesudah kamu tiada." Maka Amir menjawab, "Saya tidak memerlukan
bagian tanahmu itu, karena pada hari ini telah diturunkan sebuah surat yang membuat
kami merasa ngeri terhadap duniawi," yaitu firman-Nya: Telah dekat kepada manusia
hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian
lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala
menyebutkan bahwa mereka tidak mau mendengarkan wahyu yang diturunkan oleh
Allah kepada Rasul-Nya.
Khitab  atau pembicaraan ayat ini ditujukan kepada orang-orang Quraisy dan orang-
orang yang kafirnya sama dengan mereka
Ayat 03

(lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan
pembicaraan mereka, "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (juga) seperti kalian,
maka apakah kalian menerima sihir itu, padahal kalian menyaksikannya?”

a. Tafsir Jalalain
(Lagi dalam keadaan lalai) yakni kosong (hati mereka) untuk merenungkan makna-
maknanya. (Dan mereka berbisik-bisik) mereka merahasiakan pembicaraan mereka
(yakni orang-orang yang zalim itu) lafal ayat ini merupakan Badal daripada Dhamir
Wawu yang terdapat di dalam lafal Wa Asarrun Najwa ("Orang ini tidak lain) yakni
Nabi Muhammad (hanyalah seorang manusia seperti kalian) dan yang
disampaikannya itu adalah sihir belaka (maka apakah kalian menerima sihir itu) yakni
apakah kalian mau mengikutinya (padahal kalian menyaksikannya?") sedangkan
kalian telah mengetahui, bahwa yang disampaikan itu adalah sihir.
b. Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


َ َ‫{وأ‬
}‫س ُّروا النَّ ْج َوى الَّ ِذينَ ظَلَ ُموا‬ َ
Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka. (Al-Anbiya: 3)
seraya membisikkan di antara sesama mereka dengan sembunyi-sembunyi.
}‫ش ٌر ِم ْثلُ ُك ْم‬
َ َ‫{ َه ْل َه َذا إِال ب‬
Orang ini tiada lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu. (Al-Anbiya: 3)
Yang mereka maksudkan adalah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Mereka tidak
percaya beliau menjadi seorang nabi, mengingat beliau adalah seorang manusia sama
dengan mereka; mana mungkin ia mendapat keistimewaan beroleh wahyu, sedangkan
mereka tidak. Karena itu, dalam perkataan mereka selanjutnya disebutkan dalam
firman-Nya:
ِّ ‫{أَفَتَأْتُونَ ال‬
ِ ‫س ْح َر َوأَ ْنتُ ْم تُ ْب‬
} َ‫صرُون‬
maka apakah kalian menerima sihir, padahal kalian menyaksikannya? (Al-Anbiya: 3)
Yakni apakah kalian mau mengikutinya, sehingga akibatnya kalian sama dengan
orang yang melakukan sihir, sedangkan ia mengetahui bahwa apa yang dilakukannya
itu adalah ilmu sihir
Ayat 04

Berkatalah Muhammad (kepada mereka), "Tuhanku mengetahui semua perkataan di langit


dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
a. Tafsir Jalalain
(Berkatalah Muhammad) kepada mereka, ("Rabbku mengetahui semua
perkataan) yang ada (di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar)
semua apa yang mereka rahasiakan di dalam pembicaraannya (lagi Maha
Mengetahui") apa yang mereka rahasiakan
b. Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawab mereka yang membuat-buat berita bohong


dan kedustaan itu melalui firman-Nya:

}‫ض‬
ِ ‫األر‬ َّ ‫{قَا َل َربِّي يَ ْعلَ ُم ا ْلقَ ْو َل فِي ال‬
ْ ‫س َما ِء َو‬
Berkatalah Muhammad  (kepada mereka), "Tuhanku mengetahui semua perkataan
di langit dan di bumi.” (Al-Anbiya: 4)

Yaitu Tuhan yang mengetahui hal tersebut, tiada sesuatu pun yang tersembunyi
luput dari liputan pengetahuan-Nya. Dialah Yang menurunkan Al-Qur'an ini, yang di
dalamnya terkandung kisah orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian. Al-
Qur'an ini tiada seorang pun yang mampu mendatangkan hal yang semisal
dengannya, kecuali hanya Tuhan yang mengetahui semua rahasia dan yang
tersembunyi di langit dan di bumi.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

}‫س ِمي ُع ا ْل َعلِي ُم‬


َّ ‫{ َوه َُو ال‬
dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Anbiya: 4)
Artinya, Dia Maha Mendengar semua ucapan kalian, lagi Maha Mengetahui semua
keadaan kalian. Di dalam kalimat ini terkandung peringatan dan ancaman terhadap
mereka

Ayat 15

Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman
yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi.

a. Tafsir Jalalain
(Maka tetaplah demikian) kalimat-kalimat itu sebagai (keluhan mereka) yang mereka
serukan dan mereka ulang-ulang (sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman
yang telah dituai) bagaikan tanaman yang dipanen dengan sabit; seumpamanya
mereka dibunuh dengan memakai pedang (yang tidak dapat hidup lagi) mereka mati
bagaikan padamnya nyala api bila dimatikan
b. Tafsir Ibnu Katsir

ِ ‫{فَ َما زَالَتْ تِ ْلكَ َدع َْوا ُه ْم َحتَّى َج َع ْلنَا ُه ْم َح‬


} َ‫صيدًا َخا ِم ِدين‬

Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai
tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi. (Al-Anbiya: 15)
Yakni alasan itulah yang terus menerus mereka ucapkan hingga Kami tuai mereka
sehabis-habisnya, dan binasalah mereka tanpa bisa bergerak dan bersuara lagi.
Ayat 16

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main
a. Tafsir Jalalain
(Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara
keduanya dengan bermain-main) tiada gunanya, tetapi justru hal ini menjadi bukti
yang menunjukkan kekuasaan Kami dan sekaligus sebagai manfaat buat hamba-
hamba Kami.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwa Dialah yang menciptakan langit
dan bumi dengan sebenar-benarnya, yakni dengan adil dan pertengahan
(seimbang).
}‫سنَى‬ َ ‫ي الَّ ِذينَ أَ ْح‬
ْ ‫سنُوا بِا ْل ُح‬ َ َ‫ي الَّ ِذينَ أ‬
َ ‫سا ُءوا بِ َما َع ِملُوا َويَ ْج ِز‬ َ ‫{لِيَ ْج ِز‬
supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap
apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik dengan pahala yang lebih baik  (surga). (Al-Najm: 31)
Dia tidak menciptakan semuanya itu secara sia-sia dan main-main. Ayat ini
semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
}‫ض َو َما بَ ْينَ ُه َما بَا ِطال َذلِ َك ظَنُّ الَّ ِذينَ َكفَ ُروا فَ َو ْي ٌل ِللَّ ِذينَ َكفَ ُروا ِمنَ النَّا ِر‬
َ ‫األر‬ َّ ‫{ َو َما َخلَ ْقنَا ال‬
ْ ‫س َما َء َو‬
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir,
maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.  (Shad:
27)
Ayat 19

Dan kepunyaan-Ny'alah segala yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di
sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan
tiada (pula) merasa letih
a. Tafsir Jalalain
(Dan kepunyaan-Nyalah) kepunyaan Allahlah (segala yang di langit dan di bumi)
sebagai milik-Nya (dan makhluk yang di sisi-Nya) yakni para malaikat. Jumlah
kalimat ayat ini menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya ialah (mereka tiada
mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada pula merasa letih) tiada
merasa payah dalam menyembah-Nya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi dan malaikai-malaikat
yang di sisi-Nya. (Al-Anbiya: 19)
Yang dimaksud ialah para malaikat yang ada di sisi-Nya.
}‫ستَ ْكبِرُونَ عَنْ ِعبَا َدتِ ِه‬
ْ َ‫{اَل ي‬
mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya.  (Al-Anbiya: 19)
Artinya, para malaikat itu tiada hentinya melakukan penyembahan kepadaNya
secara terus-menerus. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala melalui firman-Nya:
ْ َ‫يح أَنْ يَ ُك||ونَ َع ْب |دًا هَّلِل ِ َوال ا ْل َمالئِ َك| ةُ ا ْل ُمقَ َّربُ||ونَ َو َمنْ ي‬
ْ َ‫س |تَ ْن ِكفْ عَنْ ِعبَا َدتِ | ِه َوي‬
‫س |تَ ْكبِ ْر‬ ُ |‫س‬ ِ ‫س |تَ ْن ِكفَ ا ْل َم‬ ْ َ‫{لَنْ ي‬
}‫ش ُر ُه ْم إِلَ ْي ِه َج ِمي ًعا‬
ُ ‫سيَ ْح‬َ َ‫ف‬
Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula
enggan) malaikat-malaikat yang terdekat  (kepada Allah). Barang siapa yang
enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan
mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.  (An-Nisa: 172)
*******************
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫سرُون‬
ِ ‫ست َْح‬
ْ َ‫{ َوال ي‬
dan tiada (pula) merasa letih. (Al-Anbiya: 19)
Yaitu, mereka tidak pernah merasa lelah, tidak pula merasa jenuh untuk
menyembah-Nya
Ayat 20

Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya

a. Tafsir Jalalain
(Mereka selalu bertasbih malam dan siang dengan tiada henti-hentinya) bertasbih
bagi mereka bagaikan nafas dalam diri kita; tiada sesuatu pun yang mengganggunya
b. Tafsir Ibnu Katsir
Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.  (Al-Anbiya: 20)
Mereka terus-menerus bekerja sepanjang malam dan siang dengan penuh ketaatan,
tulus ikhlas, serta mampu melakukannya. Makna ayat ini sama dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya:
} َ‫{اَل يَ ْعصُونَ هَّللا َ َما أَ َم َر ُه ْم َويَ ْف َعلُونَ َما يُؤْ َمرُون‬
mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.  (At-Tahrim: 6)
ْ‫ عَن‬،ٌ‫س| ِعيد‬َ ‫ َح| َّدثَنَا‬،‫ب بْنُ َعطَ||ا ٍء‬ ِ ‫ أَ ْنبَأَنَ||ا َع ْب| ُد ا ْل َوهَّا‬،‫ي‬
ِّ ‫ َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْنُ أَبِي دُالم||ة ا ْلبَ ْغ| دَا ِد‬:‫قَا َل ابْنُ أَبِي َحاتِ ٍم‬
ْ َ‫سلَّ َم بَيْنَ أ‬
،‫ص|| َحابِ ِه‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ بَ ْينَا َر‬:‫يم ْب ِن ِحزَ ام قَا َل‬ ِ ‫ عَنْ َح ِك‬،‫ص ْف َوا ِن ْب ِن ُمح ِرز‬ َ ْ‫ عَن‬،َ‫قَتَا َدة‬
:‫س||لَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ُ ‫ فَقَا َل َر‬.‫َي ٍء‬ ْ ‫س َم ُع ِمنْ ش‬ْ َ‫ َما ن‬:‫س َم ُع؟ " قَالُوا‬ ْ َ‫س َمعُونَ َما أ‬ ْ َ‫ " َه ْل ت‬:‫إِ ْذ قَا َل لَ ُه ْم‬
."‫اج ٌد أَ ْو قَائِ ٌم‬ِ ‫س‬ َ ‫ش ْبر إِاَّل َو َعلَ ْي ِه َملَ ٌك‬ ِ ‫ َو َما فِي َها َم ْو‬،َّ‫ َو َما تُاَل ُم أَنْ تَئِط‬،‫س َما ِء‬
ِ ‫ض ِع‬ َّ ‫س َم ُع أَ ِطيطَ ال‬
ْ َ ‫"إِنِّي أَل‬
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu
Dilamah Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata,
telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz,
dari Hakim ibnu Hizam yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam berada di antara para sahabatnya, tiba-tiba beliau
bersabda kepada mereka, "Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?"
Mereka menjawab, "Kami tidak mendengar sesuatu pun." Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya aku mendengar suara
gemuruh di langit, dan tidaklah dicela bila langit mengeluarkan suara bergemuruh;
karena tiada sejengkal tempat pun darinya, melainkan terdapat seorang malaikat
yang sedang sujud atau sedang berdiri (menyembah Allah Swt.).
Hadis berpredikat garib, kebanyakan ulama hadis tidak ada yang
mengetengahkannya. Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui
jalur Yazid ibnu Abu Zurai', dari Sa'id, dari Qatadah secara mursal.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hisan ibnu Mukhariq dari Abdullah
ibnul Haris ibnu Naufal yang mengatakan bahwa ia pernah duduk di majelis Ka'bul
Ahbar saat masih kecil. Lalu ia bertanya kepadanya bagaimanakah pendapatmu
mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada para malaikat yang
menyatakan: Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Al-
Anbiya: 20) "Apakah tidak mengganggu tasbih mereka Kalam Allah, risalah dan apa
yang ditugaskan kepada mereka." Ka'bul Ahbar bertanya, "Siapakah anak ini?"
Mereka menjawab, "Dia dari kalangan Bani Abdul Muttalib." Maka Ka'bul Ahbar
mencium kepalanya dan berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya tasbih telah
dijadikan bagi mereka sebagaimana dijadikan napas bagi kalian. Bukankah kamu
berbicara sambil bernapas, dan berjalan sambil bernapas? (Itulah keadaan tasbih
mereka)."
Ayat 21

Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang


mati)?

a. Tafsir Jalalain
(Apakah) makna lafal Am di sini sama dengan lafal Bal, artinya akan tetapi.
Sedangkan Hamzah Istifhamnya menunjukkan makna ingkar (mereka mengambil
tuhan-tuhan) yang diadakan (dari bumi) seperti dari batu, emas dan perak (yang
mereka) yakni tuhan-tuhan itu (dapat menghidupkan) orang-orang yang telah mati?
Tentu saja tidak dapat; bukanlah Tuhan melainkan yang dapat menghidupkan orang-
orang yang mati.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingkari perbuatan orang-orang yang menjadikan
tuhan-tuhan selain-Nya sebagai sesembahan mereka:
ِ ‫ض ُه ْم يُ ْن‬
} َ‫شرُون‬ ْ َ‫{ات ََّخ ُذوا آلِ َهةً ِمن‬
ِ ‫األر‬
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat
menghidupkan (orang-orang mati)? (Al-Anbiya: 21)
Yakni apakah tuhan-tuhan sembahan mereka itu dapat menghidupkan orang-orang
mati dan membangkitkan mereka dari tanah? Tentu saja mereka tidak akan mampu
melakukan sesuatu pun dari itu. Maka mengapa mereka menjadikannya sebagai
tandingan Allah yang mereka sembah-sembah di samping-Nya.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan bahwa seandainya ada
tuhan-tuhan lain selain Allah, tentulah langit dan bumi ini akan rusak
Ayat 22

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai 'Arasy daripada apa yang
mereka sifatkan
a. Tafsir Jalalain
(Sekiranya ada pada keduanya) di langit dan di bumi (tuhan-tuhan selain Allah
tentulah keduanya itu telah rusak binasa) maksudnya akan menyimpang daripada
tatanan biasanya sebagaimana yang kita saksikan sekarang, hal itu disebabkan
adanya persaingan di antara dua kekuasaan yang satu sama lain tiada bersesuaian,
yang satu mempunyai ketentuan sendiri dan yang lainnya demikian pula. (Maka
Maha Suci) yakni sucilah (Allah Rabb) Pencipta (Arasy) yakni singgasana atau Al
Kursi (daripada apa yang mereka sifatkan) dari apa yang disifatkan oleh orang-orang
kafir terhadap Allah swt. seperti mempunyai sekutu dan lain sebagainya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
َ َ‫لَف‬ ٌ‫لَ ْو َكانَ فِي ِه َما آلِ َهة‬
}‫س َدتَا‬
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak binasa. (Al-Anbiya: 22)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya:
ِ ‫س| ْب َحانَ هَّللا‬ ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى بَ ْع‬
ُ ‫ض‬ ُ ‫ق َولَ َعال بَ ْع‬ َ ‫{ َما ات ََّخ َذ هَّللا ُ ِمنْ َولَ ٍد َو َما َكانَ َم َعهُ ِمنْ إِلَ ٍه إِ ًذا لَ َذه‬
َ َ‫َب ُك ُّل إِلَ ٍه بِ َما َخل‬
} َ‫صفُون‬ ِ َ‫َع َّما ي‬
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada tuhan  (yang
lain) beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan
membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan
mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan
itu.  (Al-Mu’minun: 91)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
} َ‫صفُون‬ ُ َ‫{ ف‬
ِ ‫س ْب َحانَ هَّللا ِ َر ِّب ا ْل َع ْر‬
ِ َ‫ش َع َّما ي‬
Maka Mahasuci Allah yang mempunyai 'Arasy daripada apa yang mereka
sifatkan. (Al-Anbiya: 22)
Yaitu Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan, bahwa Allah beranak atau
bersekutu. Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari apa yang dibuat-buat oleh mereka
dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫سأَلُون‬
ْ ُ‫سأ َ ُل َع َّما يَ ْف َع ُل َو ُه ْم ي‬
ْ ُ‫{اَل ي‬
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan
ditanyai. (Al-Anbiya: 23)
Yakni Dialah Yang memutuskan, tiada yang mempertanyakan tentang keputusan-Nya
dan tiada seorang pun yang dapat menolak keputusanNya karena keagungan,
kebesaran, ilmu, hikmah, keadilan, dan belas kasihan-Nya
Ayat 30

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
a. Tafsir Jalalain
(Apakah tidak) dapat dibaca Awalam atau Alam (melihat) mengetahui (orang-orang
yang kafir itu, bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu merupakan suatu
yang padu) bersatu (kemudian Kami pisahkan) Kami jadikan langit tujuh lapis dan
bumi tujuh lapis pula. Kemudian langit itu dibuka sehingga dapat menurunkan hujan
yang sebelumnya tidak dapat menurunkan hujan. Kami buka pula bumi itu sehingga
dapat menumbuhkan tetumbuhan, yang sebelumnya tidak dapat menumbuhkannya.
(Dan daripada air Kami jadikan) air yang turun dari langit dan yang keluar dari mata
air di bumi (segala sesuatu yang hidup) tumbuh-tumbuhan dan lain-lainnya,
maksudnya airlah penyebab bagi kehidupannya. (Maka mengapakah mereka tiada
juga beriman?) kepada keesaan-Ku
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman seraya mengingatkan (manusia) akan
kekuasaanNya Yang Mahasempurna lagi Mahabesar dalam menciptakan segala
sesuatu dan semua makhluk tunduk kepada Keperkasaan-Nya. Untuk itu disebutkan
dalam ayat berikut:
}‫{أَ َولَ ْم يَ َر الَّ ِذينَ َكفَ ُروا‬
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 30)
Yakni orang-orang yang mengingkari ketuhanan-Nya lagi menyembah yang lain
bersama Dia. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah, Dialah Yang Maha
Menyendiri dalam menciptakan makhluk-Nya, lagi Mahakuasa dalam mengatur
makhluk-Nya. Maka apakah pantas bila Dia disembah bersama dengan yang selain-
Nya, atau mempersekutukan-Nya dengan yang lain? Tidakkah mereka perhatikan
bahwa langit dan bumi itu pada asalnya menyatu. Dengan kata lain, satu sama
lainnya menyatu dan bertumpuk-tumpuk pada mulanya. Lalu keduanya dipisahkan
dari yang lain, maka langit dijadikan-Nya tujuh lapis, bumi dijadikan-Nya tujuh
lapis pula. Dia memisahkan antara langit yang terdekat dan bumi dengan udara,
sehingga langit dapat menurunkan hujannya dan dapat membuat tanah (bumi)
menjadi subur karenanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
} َ‫َي ٍء َح ٍّي أَفَال يُؤْ ِمنُون‬
ْ ‫{ َو َج َع ْلنَا ِمنَ ا ْل َما ِء ُك َّل ش‬
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman? (Al-Anbiya: 30)
Padahal mereka menyaksikan semua makhluk tumbuh sedikit demi sedikit dengan
jelas dan gamblang. Semuanya itu menunjukkan adanya Pencipta, Yang Membuat
semuanya, Berkehendak Memilih, dan Mahakuasa atas segala sesuatu.

... ‫تَ ُد ّل علَى أنَّه َواحد‬ ... ‫فَفِي ُك ّل ش َْي ٍء لَهُ آيَة‬


Pada segala sesuatu terdapat tanda (yang menunjukkan kekuasaan)-Nya, bahwa
Dia adalah Maha Esa.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ikrimah, bahwa Ibnu Abbas
pernah ditanya, "Apakah pada permulaannya penciptaan malam lebih dahulu,
ataukah siang lebih dahulu?" Ibnu Abbas menjawab, "Bagaimanakah menurut
kalian, langit dan bumi saat keduanya masih menjadi satu, tentu di antara keduanya
tiada lain kecuali hanya kegelapan. Demikian itu agar kalian mengetahui bahwa
malam itu terjadi sebelum siang."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Hamzah, telah menceritakan kepada
kami Hatim dari Hamzah ibnu Abu Muhammad, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu
Umar, bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepadanya menanyakan langit dan
bumi yang dahulunya suatu yang padu, lalu Allah memisahkan keduanya. Ibnu
Umar berkata, " Pergilah kepada syekh itu, lalu tanyakanlah kepadanya, kemudian
datanglah kamu kemari dan ceritakanlah kepadaku apa yang telah dikatakannya."
Lelaki itu pergi menemui Ibnu Abbas dan menanyakan masalah itu kepadanya. Ibnu
Abbas menjawab, "Ya, memang dahulunya langit itu terpadu, tidak dapat
menurunkan hujan; dan bumi terpadu (dengannya) sehingga tidak dapat
menumbuhkan tetumbuhan. Setelah Allah menciptakan bagi bumi orang yang
menghuninya, maka Dia memisahkan langit dari bumi dengan menurunkan hujan,
dan memisahkan bumi dari langit dengan menumbuhkan tetumbuhan." Lelaki itu
kembali kepada Ibnu Umar dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan
oleh Ibnu Abbas. Maka Ibnu Umar berkata, "Sekarang aku mengetahui bahwa Ibnu
Abbas telah dianugerahi ilmu tentang Al-Qur'an. Dia benar, memang demikianlah
pada asal mulanya." Ibnu Umar mengatakan, "Sebelumnya aku sering mengatakan
bahwa betapa beraninya Ibnu Abbas dalam menafsirkan Al-Qur'an, sekarang aku
mengetahui bahwa dia benar-benar telah dianugerahi ilmu takwil Al-Our'an."
Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa langit ini dahulunya merupakan sesuatu yang
terpadu, tidak dapat menurunkan hujan, lalu menurunkan hujan. Bumi ini juga
dahulunya merupakan sesuatu yang terpadu tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan,
lalu dijadikan dapat menumbuhkan tetumbuhan.
Ismail ibnu Abu Khalid mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Saleh
Al-Hanafi tentang makna firman-Nya: bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang terpadu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (Al-
Anbiya: 30) Bahwa langit dahulunya menyatu, lalu dipisahkan menjadi tujuh lapis
langit; dan bumi dahulunya menyatu, lalu dipisah-pisahkan menjadi tujuh lapis.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, hanya ditambahkan dalam riwayatnya
bahwa langit dan bumi menjadi tidak saling berkaitan.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, bahkan langit dan bumi pada mulanya saling melekat;
setelah langit ditinggikan dan ditampakkan darinya bumi ini, maka kejadian inilah
yang disebutkan 'pemisahan' dalam Al-Qur'an.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa langit dan bumi merupakan suatu yang
terpadu, lalu dipisahkan di antara keduanya oleh udara ini.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ْ ‫{ َو َج َع ْلنَا ِمنَ ا ْل َما ِء ُك َّل ش‬


}‫َي ٍء َح ٍّي‬
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya: 30)
Yakni air merupakan asal mula dari semua makhluk hidup.
، َ‫ َح َّدثَنَا قَتَا َدةُ َع ِن أَبِي َم ْي ُمونَة‬،‫شي ٍر‬ َ ‫ َح َّدثَنَا‬، ‫ َح َّدثَنَا أَبُو ا ْل َج َما ِه ِر‬،‫ َح َّدثَنَا أَبِي‬:‫قَا َل ابْنُ أَبِي َحاتِ ٍم‬
ِ َ‫س ِعي ُد بْنُ ب‬
َ ‫ فَأ َ ْخبِ ْرنِي عَنْ ُك| ِّل‬،‫سي‬
:‫ قَ||ا َل‬،‫ش | ْي ٍء‬ ِ ‫ َوطَابَتْ نَ ْف‬،‫ يَا نَبِ َّي هَّللا ِ إِ َذا َرأَ ْيتُكَ قَ َّرتْ َع ْينِي‬:‫عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرةَ أَنَّهُ قَا َل‬
َ ِ‫َي ٍء ُخل‬
."‫ق ِمنْ َما ٍء‬ ْ ‫" ُك ُّل ش‬
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu
Basyir, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abu Maimunah, dari Abu
Hurairah, bahwa ia pernah berkata kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, "Wahai
Nabiyullah, apabila aku melihatmu pandanganku menjadi tenang dan hatiku senang.
Maka ceritakanlah kepadaku tentang segala sesuatu." Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam bersabda: Segala sesuatu diciptakan dari air.
َ |‫َن أَبِي ه َُر ْي‬
‫ يَ||ا‬: ُ‫ قُ ْلت‬:‫|رةَ قَ||ا َل‬ ِ ‫ ع‬،َ‫ َع ِن أَبِي َم ْي ُمونَ|ة‬،َ‫ عَنْ قَتَا َدة‬،‫ َح َّدثَنَا َه َّما ٌم‬،ُ‫ َح َّدثَنَا يَ ِزيد‬:ُ‫َوقَا َل اإْل ِ َما ُم أَ ْح َمد‬
َ | ِ‫ش | ْي ٍء ُخل‬
ْ‫ق ِمن‬ ْ ‫ فَأ َ ْنبِ ْئنِي عَنْ ُك ِّل ش‬،‫ َوقَ َّرتْ َع ْينِي‬،‫سي‬
َ ‫ " ُك| ُّل‬:‫ قَا َل‬.‫َي ٍء‬ ِ ‫ إِنِّي إِ َذا َرأَ ْيتُكَ طَابَتْ نَ ْف‬،ِ ‫سو َل هَّللا‬
ُ ‫َر‬
‫وص|ل‬ِ ،‫ َوأَ ْط ِع ِم الطَّ َع|ا َم‬،‫الس|اَل َم‬
َّ ‫ "أ ْفش‬:‫ قَ|ا َل‬.َ‫ أَ ْنبِ ْئنِي َع ِن أَ ْم ٍر إِ َذا عملتُ بِ| ِه د ََخلَتُ ا ْل َجنَّة‬: ُ‫ قُ ْلت‬:‫َما ٍء" قَا َل‬
ُ َّ‫ َوقُ ْم بِاللَّ ْي ِل َوالن‬،‫اأْل َ ْر َحا َم‬
َ ِ‫ ثُ َّم اد ُْخ ِل الجنَّة ب‬،‫اس نِيَا ٌم‬
"‫ساَل ٍم‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah
menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Abu Maimunah, dari Abu
Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam, "Wahai Rasulullah, apabila aku melihatmu, jiwaku
merasa senang dan pandangan mataku merasa tenang. Maka ceritakanlah kepadaku
tentang segala sesuatu." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Segala
sesuatu diciptakan dari air. Aku berkata lagi, "Ceritakanlah kepadaku tentang suatu
amalan yang bila kukerjakan dapat mengantarkan diriku untuk masuk surga."
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sebarkanlah salam, berilah
makan, bersilaturahmilah, dan salatlah di malam hari di saat manusia sedang tidur,
maka kamu dapat masuk surga dengan selamat.
Abdus Samad dan Affan serta Bahz telah meriwayatkan hadis ini dari Hammam.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid, sanadnya sesuai dengan
syarat Sahihain, hanya Abu Maimunah adalah salah seorang perawi kitab sunan,
nama aslinya Sulaim. Imam Turmuzi menilainya sahih.  Sa'id ibnu Abu Arubah telah
meriwayatkan hadis ini secara mursal dari Qatadah.
Ayat 31

Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi
itu (tidak) guncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan
yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.

a. Tafsir Jalalain
(Dan telah Kami jadikan di bumi ini berpatok-patok) yakni gunung-gunung yang
kokoh (supaya) tidak (goncang ia) yakni, bumi (bersama mereka dan telah Kami
jadikan pula padanya) di gunung-gunung itu (celah-celah) yang dapat ditempuh
(sebagai jalan-jalan) lafal Subulan ini menjadi Badal dari lafal Fijaajan, artinya jalan-
jalan yang luas dan dapat ditempuh (agar mereka mendapat petunjuk) untuk sampai
pada tujuan-tujuan mereka dalam bepergian.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫اس َي‬
ِ ‫ض َر َو‬ ْ ‫{ َو َج َع ْلنَا فِي‬
ِ ‫األر‬
Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung. (Al-Anbiya: 31)
Yaitu gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar bumi stabil dan tetap, supaya
tidak guncang bersama manusia. Yakni agar bumi tidak bergoyang dan terjadi gempa
yang akan membuat manusia hidup tidak tenang di permukaannya. Bumi itu
tenggelam di dalam air kecuali hanya seperempatnya saja yang menonjol di atas
permukaan air untuk mendapat udara dan sinar matahari, agar penduduknya dapat
melihat langit dan segala sesuatu yang ada padanya berupa tanda-tanda yang
memukaukan dan hikmah-hikmah serta dalil-dalil yang menunjukkan akan
kekuasaanNya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
}‫{أَنْ تَ ِمي َد بِ ِه ْم‬
supaya bumi itu  (tidak) guncang bersama mereka. (Al-Anbiya: 31)
Maksudnya, agar bumi tidak mengguncangkan mereka.
}‫سبُال‬ ً ‫{ َو َج َع ْلنَا فِي َها فِ َج‬
ُ ‫اجا‬
dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas. (Al-Anbiya: 31)
Yakni celah-celah di gunung-gunung itu yang dapat mereka jadikan sebagai jalan-
jalan dari suatu daerah ke daerah yang lain dan dari suatu kawasan ke kawasan yang
lain. Seperti halnya yang kita saksikan, bahwa gunung itu menjadi pembatas alam
antara satu negeri dengan negeri yang lain. Maka Allah menjadikan padanya celah-
celah dan lereng-lereng agar manusia dapat menempuhnya dari suatu negeri ke negeri
lainnya dengan melaluinya. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya:
} َ‫{لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْهتَدُون‬
agar mereka mendapat petunjuk. (Al-Anbiya: 31)
*******************
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫س ْقفًا‬ َّ ‫{ َو َج َع ْلنَا ال‬
َ ‫س َما َء‬
Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara. (Al-Anbiya: 32)
Yakni di atas bumi, langit bagaikan kubah (atap)nya. Seperti halnya yang disebutkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui firman-Nya:
ِ ‫س َما َء بَنَ ْينَاهَا بِأ َ ْي ٍد َوإِنَّا لَ ُمو‬
} َ‫سعُون‬ َّ ‫{ َوال‬
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya.  (Adz-Dzariyat: 47)
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
}‫س َما ِء َو َما بَنَاهَا‬
َّ ‫{ َوال‬
dan langit serta pembinaannya. (Asy-Syams: 5)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan:
َّ ‫{أَفَلَ ْم يَ ْنظُ ُروا إِلَى ال‬
ٍ ‫س َما ِء فَ ْوقَ ُه ْم َكيْفَ بَنَ ْينَاهَا َو َزيَّنَّاهَا َو َما لَ َها ِمنْ فُ ُر‬
}‫وج‬
Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana
Kami meninggikan dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikit pun? (Qaf: 6)
Al-bina artinya pilar kubah, seperti pengertian yang terdapat di dalam sabda
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam yang mengatakan:

ٍ ‫ساَل ُم َعلَى َخ ْم‬


"‫س‬ ْ ِ ‫"بُنِي اإْل‬
Islam dibangun di atas lima pilar.
Maksudnya, lima buah pilar penyangga. Hal ini tiada lain menurut kebiasaan orang-
orang Arab disebutkan untuk bangunan kemah.
Mahfuzan, artinya yang terpelihara; yakni tinggi dan terjaga agar tidak dapat dicapai.
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah ditinggikan.
Ayat 32

Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling
dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.
a. Tafsir Jalalain
(Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap) bagi bumi, sebagaimana atap yang
menaungi rumah (yang terpelihara) tidak sampai ambruk (sedang mereka dari segala
tanda-tanda yang ada padanya) berupa matahari, bulan dan bintang-bintang
(berpaling) mereka yakni orang kafir tidak mau memikirkan hal itu hingga mereka
mengetahui, bahwa pencipta kesemuanya itu tiada sekutu bagi-Nya
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫{و ُه ْم عَنْ آيَاتِ َها ُم ْع ِرضُون‬
َ
sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang
terdapat padanya. (Al-Anbiya: 32)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
} َ‫ض يَ ُم ُّرونَ َعلَ ْي َها َو ُه ْم َع ْن َها ُم ْع ِرضُون‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫{ َو َكأَيِّنْ ِمنْ آيَ ٍة فِي ال‬
ِ ‫س َما َوا‬
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka
melaluinya, sedangkan mereka berpaling dari padanya. (Yusuf: 105)
Yakni mereka tidak mau memikirkan tentang apa yang telah diciptakan oleh Allah
padanya (langit), seperti luasnya yang sangat besar dan ketinggiannya yang tak
terperikan, bintang-bintang yang menghiasinya —baik yang tetap maupun yang
beredar— yang tampak di malam dan siang harinya dari matahari ini yang menempuh
cakrawala langit seluruhnya dalam waktu sehari semalam, maka matahari beredar
dengan kecepatan yang tiada seorang pun mengetahuinya selain dari Allah yang telah
mengadakannya, menundukkannya dan memperjalankannya, begitu pula dengan
matahari dan rembulannya.
Ayat 33

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-
masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya
a. Tafsir Jalalain
. (Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-
masing dari semua itu) lafal Kullun ini tanwinnya merupakan pergantian daripada
Mudhaf ilaih, maksudnya masing-masing daripada matahari, bulan dan bintang-
bintang lainnya (di dalam garis edarnya) pada garis edarnya yang bulat di angkasa
bagaikan bundaran batu penggilingan gandum (beredar) maksudnya semua berjalan
dengan cepat sebagaimana berenang di atas air. Disebabkan ungkapan ini memakai
Tasybih, maka didatangkanlah Dhamir bagi orang-orang yang berakal; yakni keadaan
semua yang beredar pada garis edarnya itu bagaikan orang-orang yang berenang di
dalam air.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Abud Dunia telah menuturkan sebuah kisah di dalam kitabnya yang
berjudul At-Tafakkur wal I'tibar, bahwa sejumlah ahli ibadah Bani Israil
melakukan tana brata selama tiga puluh tahun. Seseorang dari mereka bila
melakukan ibadah selama tiga puluh tahun, pasti ia dinaungi oleh awan. Tetapi ada
seseorang dari mereka yang sudah menjalani ibadahnya selama tiga puluh tahun,
namun masih juga tidak ada awan yang menaunginya, tidak seperti yang terjadi pada
teman-temannya. Lalu lelaki itu mengadu kepada ibunya tentang apa yang
dialaminya. Maka ibunya menjawab, "Hai anakku, barangkali engkau berbuat dosa
dalam masa ibadahmu itu?" Ia menjawab, "Tidak. Demi Allah, saya tidak pernah
melakukan suatu dosa pun." Ibunya berkata lagi, "Barangkali kamu berniat akan
melakukan dosa." Ia menjawab, "Tidak, saya tidak pernah berniat seperti itu." Ibunya
berkata lagi, "Barangkali kamu sering mengangkat kepalamu ke arah langit, lalu
menundukkannya tanpa merenungkannya?" Ia menjawab, "Ya, saya sering
melakukan hal itu." Ibunya berkata, "Itulah kesalahan yang kamu lakukan."
Kemudian Ibnu Abud Dunia membacakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah
yang disebutkan oleh firman-Nya:
}‫ق اللَّ ْي َل َوالنَّ َها َر‬
َ َ‫{ َوه َُو الَّ ِذي َخل‬
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang. (Al-Anbiya: 33)
Yakni malam hari dengan kegelapan dan ketenangannya, dan siang hari dengan
cahaya dan keramaiannya. Terkadang waktu yang satu lebih panjang, dan yang
lainnya lebih pendek. Begitu pula sebaliknya.
}‫س َوا ْلقَ َم َر‬
َ ‫ش ْم‬
َّ ‫{ َوال‬
matahari dan bulan. (Al-Anbiya: 33)
Matahari mempunyai cahaya tersendiri begitu pula garis edarnya. Bulan kelihatan
mempunyai cahaya yang berbeda serta garis edar yang berbeda pula. Masing-masing
menunjukkan waktu yang berbeda.
ْ َ‫ُك ٌّل فِي فَلَ ٍك ي‬
َ‫سبَ ُحون‬
Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Al-Anbiya: 33)
Yaitu beredar.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa matahari dan bulan masing-masing beredar pada
garis edarnya, sebagaimana alat tenun dalam operasinya berputar
pada falkah (bandul)nya.
Mujahid mengatakan bahwa alat tenun tidaklah berputar kecuali bila bandulnya
berputar; begitu pula bandul alat tenun, ia tidak berputar kecuali bila alat tenunnya
berputar. Demikian pula bintang-bintang, matahari dan bulan, semuanya beredar
pada garis edarnya masing-masing dengan teratur dan rapi (sehingga tidak terjadi
tabrakan). Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:

ِ ِ‫سبَانًا َذلِكَ تَ ْق ِدي ُر ا ْل َع ِزي ِز ا ْل َعل‬


}‫يم‬ ْ ‫س َوا ْلقَ َم َر ُح‬
َ ‫ش ْم‬ َ ‫اح َو َج َع َل اللَّ ْي َل‬
َّ ‫س َكنًا َوال‬ ِ َ‫اإلصب‬
ْ ُ ِ‫{فَال‬
‫ق‬
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat,
dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah
Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am:96)
Ayat 35

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan
dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian
dikembalikan

a. Tafsir Jalalain
(Tiap-tiap yang berjiwa itu akan merasakan mati) di dunia (dan Kami akan menguji
kalian) mencoba kalian (dengan keburukan dan kebaikan) seperti miskin, kaya, sakit
dan sehat (sebagai cobaan) kalimat ini menjadi Maf'ul Lah, maksudnya supaya Kami
melihat, apakah mereka bersabar dan bersyukur ataukah tidak. (Dan hanya kepada
Kamilah kalian dikembalikan) kemudian Kami akan membalas kalian
b. Tafsir Ibnu Katsir

ِ ‫س َذائِقَةُ ا ْل َم ْو‬
}‫ت‬ ٍ ‫{ ُك ُّل نَ ْف‬
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Al-Anbiya: 35)
Telah diriwayatkan dari Imam Syafii, bahwa beliau mengemukakan dua bait syair
berikut yang semakna dengan ayat ini, yaitu:
‫بأوحد‬
ْ ‫ست في َها‬ ْ َ‫سبيل ل‬َ ‫تَ َمنَّى ِر َجا ٌل أَنْ أَ ُموتَ َوإِنْ أَ ُمتْ فَت ْل َك‬
‫ألخرى م ْثلها ف َكأن قَ ِد‬ْ ‫ تَ َهيَّأ‬:‫ضى‬ َ ‫فقُ ْل للَّذي يَ ْبغي ِخاَل فَ الَّ ِذي َم‬
Banyak kalangan lelaki yang mengharapkan aku mati cepat, dan memang mati itu
merupakan suatu akhir yang saya tidak menyendiri di dalamnya.
Maka katakanlah kepada orang yang menginginkan hal yang berbeda dengan
pendahulunya, bersiap-siaplah untuk menghadapi masa hidupnya yang baru,
kematian akan tetap menjadi suatu kepastian baginya.
*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

}ً‫{ َونَ ْبلُو ُك ْم بِالش َِّّر َوا ْل َخ ْي ِر فِ ْتنَة‬

Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan  (yang
sebenar-benarnya). (Al-Anbiya: 35)
Artinya, Kami benar-benar akan menguji kalian —adakalanya dengan musibah dan
adakalanya dengan nikmat— agar Kami dapat melihat siapakah yang bersyukur dan
siapakah yang ingkar, siapakah yang bersabar serta siapakah yang berputus asa (di
antara kalian).
Seperti yang telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami akan menguji kalian. (Al-Anbiya: 35)
Yakni memberikan cobaan kepada kalian. dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya). (Al-Anbiya: 35) Yaitu dengan kesengsaraan dan
kemakmuran, dengan sehat dan sakit, dengan kaya dan miskin, dengan halal dan
haram, dengan taat dan durhaka, serta dengan petunjuk dan kesesatan.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫{ َوإِلَ ْينَا ت ُْر َجعُون‬
Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan. (Al-Anbiya: 35)
Maka Kami akan memberikan balasan kepada kalian sesuai dengan amal perbuatan
kalian
a. Ayat 37

Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepada kalian


tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah kalian minta kepada-Ku mendatangkannya dengan
segera.
a. Tafsir Jalalain
Ayat ini diturunkan sewaktu mereka meminta disegerakan turunnya azab atas
mereka. (Manusia telah dijadikan dari tergesa-gesa) disebabkan manusia itu
bertabiat tergesa-gesa di dalam semua tindakannya, maka seolah-olah ia
diciptakan daripadanya. (Kelak Aku akan perlihatkan kepada kalian tanda-tanda
azab-Ku) yakni ketentuan waktu bagi azab-Ku (maka janganlah kalian minta
kepada-Ku mendatangkannya dengan segera) kemudian Allah memperlihatkan
kepada mereka turunnya azab itu, yaitu dengan dibunuhnya mereka dalam perang
Badar.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ْ َ‫سأ ُ ِري ُك ْم آيَاتِي فَال ت‬
}‫ستَ ْع ِجلُو ِن‬ َ ‫ق اإل ْن‬
َ ‫سانُ ِمنْ ع ََج ٍل‬ ُ
َ ِ‫{خل‬
Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan
kepada kalian tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah kalian minta kepada-Ku
mendatangkannya dengan segera, (Al-Anbiya: 37)
Hikmah dalam penyebutan bahwa manusia itu berwatak tergesa-gesa ialah bahwa
setelah Allah menyebutkan tentang orang-orang yang memperolok-olok
Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam, maka timbullah dalam hati kita adanya
suatu hipotesis yang mengatakan bahwa dengan perbuatannya itu seakan-akan
mereka meminta segera didatangkan azab menimpa mereka. Karena itulah Allah
Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan dalam firman-Nya: Manusia telah
dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. (Al-Anbiya: 37) Karena sesungguhnya Allah
telah memberikan masa tangguh kepada orang yang berbuat aniaya; hingga
manakala Allah mengazab-Nya, maka ia tidak dapat selamat dari azab-Nya. Allah
memberikan masa tangguh, kemudian bila telah tiba saatnya, maka didatangkan-
Nyalah azab itu dengan segera tanpa terlambat barang sedikit waktu pun. Karena
itulah disebutkan oleh firman-Nya:
}‫سأ ُ ْو ِري ُك ْم آيَاتِي‬
َ {
Kelak akan Aku perlihatkan kepada kalian tanda-tanda-Ku (Al-Anbiya: 37)
Yakni pembalasan-Ku, hukum-Ku, dan kekuasaan-Ku terhadap orang-orang yang
durhaka terhadap-Ku.
ْ َ‫{فَال ت‬
}‫ستَ ْع ِجلُو ِن‬
Maka janganlah kalian minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (Al-
Anbiya: 37)
Ayat 42

Katakanlah, "Siapakah yang dapat memelihara kalian di waktu malam dan siang hari
dari (azab Allah) Yang Maha Pemurah?” Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang
berpaling dari mengingati Tuhan mereka

a. Tafsir Jalalain
(Katakanlah) kepada mereka, ("Siapakah yang dapat memelihara kalian) yang
dapat menjaga diri kalian (di waktu malam dan siang hari daripada Tuhan Yang
Maha Pemurah") daripada azab-Nya, jika azab itu turun kepada kalian.
Maksudnya, tentu saja tidak ada seorang pun yang dapat melakukan hal itu.
Orang-orang yang diajak bicara oleh ayat ini tidak merasa takut kepada azab
Allah, disebabkan mereka ingkar kepada-Nya atau tidak percaya kepada adanya
azab itu. (Sebenarnya mereka terhadap peringatan Rabb mereka) yakni Alquran
(adalah orang-orang yang berpaling) tidak mau memikirkan tentangnya.
b. Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


}‫{قُ ْل َمنْ يَ ْكلَ ُؤ ُك ْم بِاللَّ ْي ِل َوالنَّ َها ِر ِمنَ ال َّر ْح َم ِن‬
Katakanlah, "Siapakah yang dapat memelihara kalian di waktu malam dan siang
hari dari (azab Allah) Yang Maha Pemurah?”  (Al-Anbiya: 42)
Maksudnya, siapakah yang mengganti menjaga kalian selain dari Tuhan Yang
Maha Pemurah? Pengertian min bermakna badal (pengganti) ini sama dengan apa
yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
ْ ُ‫ َولَم تَذق منَ البُقول الف‬ ... ‫َجارية لَ ْم تَ ْلبَس ال ُمرقَّقا‬
... ‫ستُقا‬
Dia adalah seorang budak perempuan yang tidak pernah memakai pakaian yang
lembut, dan tidak pernah merasakan enaknya kacang fustuk sebagai pengganti
kacang biasa.
Yaitu dia tidak pernah mencicipi rasanya fustuk sebagai ganti dari kacang yang
biasa dimakannya.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫{بَ ْل ُه ْم عَنْ ِذ ْك ِر َربِّ ِه ْم ُم ْع ِرضُون‬
Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan
mereka. (Al-Anbiya: 42)
Maksudnya, mereka tidak mengakui nikmat dan kebaikan Allah yang telah
dilimpahkan kepada mereka, bahkan mereka berpaling dari ayat-ayat dan tanda-
tanda kekuasaan-Nya.
Ayat 56

Ibrahim berkata, "Sebenarnya Tuhan kalian ialah Tuhan langit dan bumi yang telah
menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang
demikian itu

a. Tafsir Jalalain
(Ibrahim berkata, "Sebenarnya Rabb kalian) yang berhak untuk disembah (ialah
Rabb) yang memiliki (langit dan bumi yang telah menciptakannya) tanpa contoh
sebelumnya (dan aku atas yang demikian itu) yang telah aku katakan sekarang ini
(termasuk orang-orang yang menyaksikan") nya
b. Tafsir Ibnu Katsir
} َ‫{ َوأَنَا َعلَى َذلِ ُك ْم ِمنَ الشَّا ِه ِدين‬
dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian
itu. (Al-Anbiya: 56)
Artinya, dan saya bersaksi bahwa Dia adalah Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia
Ayat 69
Kami berfirman, "Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim,

a. Tafsir Jalalain
(Kami berfirman, "Hai api! Menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi
Ibrahim") maka api itu tidak membakarnya selain pada tali-tali pengikatnya saja dan
lenyaplah panas api itu, yang tinggal hanyalah cahayanya saja, hal ini berkat perintah
Allah, 'Salaaman' yakni menjadi keselamatan bagi Ibrahim, akhirnya Nabi Ibrahim
selamat dari kematian karena api itu dingin
b. Tafsir Ibnu Katsir
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa ketika
Ibrahim dilemparkan ke dalam nyala api, malaikat penjaga hujan berkata, "Bilamana
aku diperintahkan untuk menurunkan hujan, aku akan menurunkannya." Akan tetapi,
perintah Allah lebih cepat daripada perintah malaikat itu. Allah berfirman:
}‫سال ًما َعلَى إِ ْب َرا ِهي َم‬
َ ‫{يَا نَا ُر ُكونِي بَ ْردًا َو‬
Hai api,, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. (Al-Anbiya:
69)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa tiada suatu apa pun di bumi ini melainkan pasti
padam.
Ka'bul Ahbar mengatakan, tiada seorang pun pada hari itu yang menggunakan api
(karena api tidak panas), dan api tidak membakar kecuali hanya tali-tali yang
mengikat tubuh Nabi Ibrahim 'alaihissalam
As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari seorang syekh, dari Ali ibnu Abu
Talib sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami berfirman, "Hai api, menjadi
dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (Al-Anbiya: 69 ) Yaitu api
tidak membahayakannya.
Ibnu Abbas dan Abul Aliyah mengatakan bahwa seandainya Allah tidak
berfirman: dan menjadi keselamatan bagi Ibrahim. (Al-Anbiya: 69 ) tentulah
dinginnya api itu akan menyakiti Ibrahim.
Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak, sehubungan dengan makna firman-
Nya: menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (Al-Anbiya:
69) Mereka membuat tumpukan kayu yang sangat besar, lalu dinyalakan api padanya
dari semua sisinya; tetapi api tidak membakar tubuhnya barang sedikit pun hingga
Allah memadamkannya.
Mereka menceritakan pula bahwa Jibril ada bersama dengan Ibrahim seraya
mengusapi keringat dari wajah Ibrahim, tiada sesuatu pun yang mengenai tubuh
Ibrahim kecuali hanya keringat itu.
As-Saddi mengatakan, Nabi Ibrahim di dalam api itu ditemani oleh malaikat penjaga
awan.
Ali ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami
Mahran, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Al-Minhal
ibnu Amr yang mengatakan, "Saya pernah mendengar kisah Nabi Ibrahim
dilemparkan ke dalam nyala api, bahwa ia berada dalam api itu selama kurang lebih
lima puluh atau empat puluh hari. Ibrahim mengatakan, "Tiada suatu hari atau suatu
malam pun yang lebih menyenangkan bagiku selain saat-saat aku berada di dalam
api. Aku menginginkan jika semua kehidupanku seperti ketika aku berada di dalam
api itu."
Abu Zar'ah ibnu Amr ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui Abu Hurairah yang
mengatakan bahwa sesungguhnya kalimat yang paling indah yang pernah dikatakan
oleh ayah Nabi Ibrahim ialah perkataannya saat diperlihatkan kepadanya keadaan
Ibrahim di dalam api. Ia melihat Ibrahim sedang mengusap keningnya, lalu ayah
Ibrahim berkata, "Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, hai Ibrahim."
Qatadah mengatakan bahwa pada hari itu tiada suatu hewan pun yang datang,
melainkan berupaya memadamkan api agar tidak membakar Nabi Ibrahim, terkecuali
tokek. Az-Zuhri mengatakan, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan agar
tokek dibunuh dan beliau memberinya nama fuwaisiq.

‫ أَنَّ نَافِ ًع||ا‬،‫ َح َّدثَنَا َج ِري ُر بْنُ َح| ا ِز ٍم‬،‫ َح َّدثَنِي َع ِّمي‬،‫ب‬ ٍ ‫ َح َّدثَنَا أَبُو ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ ابْنُ أَ ِخي ا ْب ِن َو ْه‬:‫قَا َل ابْنُ أَبِي َحاتِ ٍم‬
.‫شةَ فَ َرأَ ْيتُ فِي بَ ْيتِ َه||ا ُر ْم ًح| ا‬ َ ِ‫ د ََخ ْلتُ َعلَى عَائ‬: ْ‫ َح َّدثَ ْتنِي َم ْواَل ةُ ا ْلفَا ِك ِه ْب ِن ا ْل ُم ِغي َر ِة ا ْل َم ْخ ُزو ِم ِّي قَالَت‬:‫َح َّدثَهُ قَا َل‬
ُ ‫ص|لَّى هَّللا‬ َ ِ ‫س|و َل هَّللا‬ ُ ‫ إِنَّ َر‬،‫ نَ ْقتُ| ُل بِ| ِه َه| ِذ ِه اأْل َ ْوزَا َغ‬: ْ‫ح؟ فَقَ||الَت‬ ِ ‫|ر ْم‬ ْ ‫ َما ت‬، َ‫ يَا أُ َّم ا ْل ُمؤْ ِمنِين‬: ُ‫فَقُ ْلت‬
ُّ |‫َصنَ ِعينَ بِ َه َذا ال‬
،‫|ر ال| َوزَ غ‬ َ |‫ َغ ْي‬،‫ار‬ َ َّ‫ض دَابَّةٌ إِاَّل تُ ْطفِ ُئ الن‬ ِ ‫ لَ ْم يَ ُكنْ فِي اأْل َ ْر‬،‫ "إِنَّ إِ ْب| َرا ِهي َم ِحينَ أُ ْلقِ َي فِي النَّا ِر‬:‫سلَّ َم قَ||ا َل‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
‫سلَّ َم بِقَ ْتلِ ِه‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ فَأ َ َم َرنَا َر‬،"‫فَإِنَّهُ َكانَ يَ ْنفُ ُخ َعلَى إِ ْب َرا ِهي َم‬
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah anak saudara Ibnu
Wahb, bahwa telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepada kami Jarir
ibnu Hazm; Nafi' pernah menceritakan kepadanya bahwa budak perempuan Al-Fakih ibnul
Mugirah Al-Makhzumi pernah bercerita kepadanya, bahwa ia masuk ke dalam rumah Siti
Aisyah, lalu ia melihat sebuah tombak di dalam rumahnya itu. Maka ia bertanya, "Wahai
Ummul Mu’minin, untuk apakah tombak ini?" Siti Aisyah menjawab, "Saya gunakan untuk
membunuh tokek-tokek ini, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
pernah bersabda: Bahwa sesungguhnya Ibrahim saat dilemparkan ke dalam nyala api, tiada
seekor hewan melata pun melainkan berupaya memadamkan api itu, selain tokek, karena
sesungguhnya tokek meniup api itu agar membakar Ibrahim. Maka Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan kepada kami untuk membunuhnya?
Ayat 79

maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih
tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah
Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud Dan
Kamilah yang melakukannya

a. Tafsir Jalalain
(Maka Kami telah memberikan pengertian tentang hukum) yakni keputusan yang adil
dan tepat (kepada Sulaiman) keputusan yang dilakukan oleh keduanya itu
berdasarkan ijtihad masing-masing, kemudian Nabi Daud mentarjihkan atau
menguatkan keputusan yang diambil oleh Nabi Sulaiman. Menurut suatu pendapat
dikatakan, bahwa keputusan keduanya itu berdasarkan wahyu dari Allah dan
keputusan yang kedua yaitu yang telah diambil oleh Nabi Sulaiman berfungsi
memansukh hukum yang pertama, yakni hukum Nabi Daud (dan kepada masing-
masing) daripada keduanya (Kami berikan) kepadanya (hikmah) kenabian (dan ilmu)
tentang masalah-masalah agama (dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan
burung-burung, semua bertasbih bersama Daud) demikianlah gunung-gunung dan
burung-burung itu ditundukkan untuk bertasbih bersama Nabi Daud. Nabi Daud
memerintahkan gunung-gunung dan burung-burung untuk ikut bertasbih bersamanya
bila ia mengalami kelesuan, hingga ia menjadi semangat lagi dalam bertasbih. (Dan
Kamilah yang melakukannya) yakni Kamilah yang menundukkan keduanya dapat
bertasbih bersama Daud, sekalipun hal ini menurut kalian merupakan hal yang ajaib
dan aneh yaitu tunduk dan patuhnya gunung-gunung dan burung-burung kepada
perintah Nabi Daud
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ُ ‫{فَفَهَّ ْمنَاهَا‬
}‫سلَ ْي َمانَ َو ُكال آتَ ْينَا ُح ْك ًما َو ِع ْل ًما‬
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang
lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan
ilmu. (Al-Anbiya: 79)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami
Hammad, dari Humaid, bahwa Iyas ibnu Mu'awiyah setelah diangkat menjadi kadi
kedatangan Al-Hasan, lalu Iyas menangis. Maka Al-Hasan bertanya, "Apakah yang
menyebabkan kamu menangis?" Iyas menjawab, "Wahai Abu Sa'id (sebutan Al-
Hasan), telah sampai suatu berita kepadaku, bahwa kadi itu ada tiga
macam. Pertama, seorang kadi yang berijtihad dan ternyata ijtihadnya keliru, maka
ia dimasukkan ke dalam neraka. Kedua, seorang kadi yang cenderung kepada hawa
nafsunya, maka ia dilemparkan ke dalam neraka. Ketiga, seorang kadi yang
berijtihad dan ternyata benar ijtihadnya, maka ia dimasukkan ke dalam surga." Al-
Hasan Al-Basri berkata, bahwa sesungguhnya di dalam kisah Daud dan Sulaiman
serta nabi-nabi lainnya yang diceritakan oleh Allah kepada kita terkandung suatu
keputusan yang dapat menangkal pendapat mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
berfirman: Dan  (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan
keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu di rusak oleh kambing-kambing
kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu.
(Al-Anbiya: 78) Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji Sulaiman, tetapi Allah tidak
mencela Daud. Kemudian Al-Hasan mengatakan bahwa sesungguhnya para hakim
diambil sumpahnya atas tiga perkara. Yaitu hendaknya mereka tidak menjual
keputusannya dengan harga yang sedikit (tidak boleh ditukar dengan harta duniawi),
tidak boleh memperturutkan hawa nafsunya dalam memberikan keputusan hukum,
dan janganlah merasa takut terhadap seseorang pun demi kebenaran dalam
memutuskan hukum. Kemudian Al-Hasan membaca firman-Nya:
}ِ ‫يل هَّللا‬ ِ ُ‫ق َوال تَتَّبِ ِع ا ْل َه َوى فَي‬
َ ْ‫ضلَّكَ عَن‬
ِ ِ ‫سب‬ ِّ ‫س بِا ْل َح‬ ْ َ‫ض ف‬
ِ ‫اح ُك ْم بَيْنَ النَّا‬ ْ ‫{يَا دَا ُو ُد إِنَّا َج َع ْلنَا َك َخلِيفَةً فِي‬
ِ ‫األر‬
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil, dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. (Shad: 26)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ْ ‫اس َو‬
}‫اخش َْو ِن‬ َ ‫{فَال ت َْخ‬
َ َّ‫ش ُوا الن‬
Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. (Al-
Maidah: 44)
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
}‫شتَ ُروا بِآيَاتِي ثَ َمنًا قَلِيال‬
ْ َ‫{ َوال ت‬
Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah. (Al-
Baqarah: 4)
Menurut kami, para nabi itu adalah orang-orang yang di-ma'sum lagi mendapat
bantuan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala Hal ini merupakan suatu masalah yang tidak
diperselisihkan lagi di kalangan ulama ahli tahqiq, baik dari kalangan ulama Salaf
maupun ulama Khalaf.
Adapun mengenai selain para nabi, maka telah disebutkan di dalam kitab Sahih
Bukhari sebuah hadis melalui Amr ibnul As yang mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
"‫اجتَ َه َد فَأ َ ْخطَأ َ فَلَهُ أَ ْج ٌر‬
ْ ‫ َوإِ َذا‬ ،‫اب فَلَهُ أجران‬
َ ‫ص‬َ َ ‫اجتَ َه َد ا ْل َحا ِك ُم فَأ‬
ْ ‫"إِ َذا‬
Apabila seorang hakim berijtihad, lalu benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan
apabila ia berijtihad, lalu keliru, maka baginya satu pahala.
Hadis ini merupakan nas yang menyanggah anggapan Iyas bahwa seorang kadi itu
apabila berijtihad dan ternyata ijtihadnya keliru, maka dimasukkan ke dalam neraka.
Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Di dalam kitab-kitab sunan disebutkan hadis berikut:
‫ َو َر ُج| ٌل‬،‫ضى بِ | ِه فَ ُه| َو فِي ا ْل َجنَّ ِة‬َ َ‫ق َوق‬ َّ ‫ َر ُج ٌل َعلِ َم ا ْل َح‬:‫ضيَا ِن فِي النَّا ِر‬ ِ ‫ َوقَا‬،‫ض فِي ا ْل َجنَّ ِة‬ٍ ‫ قَا‬:ٌ‫ضاةُ ثَاَل ثَة‬
َ ُ‫"ا ْلق‬
‫ فَ ُه َو فِي النَّا ِر‬،‫ضى بِ ِخاَل فِ ِه‬ َ َ‫ق َوق‬ َّ ‫ َو َر ُج ٌل َعلِ َم ا ْل َح‬،‫س َعلَى َج ْه ٍل فَ ُه َو فِي النَّا ِر‬
ِ ‫َح َك َم بَيْنَ النَّا‬
Kadi itu ada tiga macam, seorang di antaranya masuk surga, sedangkan dua orang
lainnya masuk neraka. Yaitu seorang lelaki yang mengetahui perkara yang hak, lalu
ia memutuskan peradilan sesuai dengan kebenaran itu, maka dia masuk surga. Dan
seorang lelaki yang memutuskan hukum di antara manusia tanpa pengetahuan,
maka ia masuk neraka. Dan seorang lelaki yang mengetahui perkara yang benar,
tetapi ia memutuskan peradilan yang bertentangan dengan kebenaran itu, maka ia
dimasukkan ke dalam neraka.
Mirip dengan kisah yang ada dalam ayat ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Disebutkan bahwa:
ُ ‫ قَ||ا َل َر‬:‫ عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرةَ قَ||ا َل‬،‫ج‬
ِ ‫س |و ُل هَّللا‬ ِ ‫ َع ِن اأْل َ ْع َر‬،‫ أَ ْخبَ َرنَا َو ْرقاء عَنْ أَبِي ال ِّزنَاد‬،‫َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْنُ َح ْفص‬
‫ فَت ََحا َك َمتَ||ا إِلَى‬،‫ْب فَأ َ َخ| َذ أَ َح| َد ااِل ْبنَ ْي ِن‬
ُ ‫ َج| ا َء ال| ِّ|ذئ‬،‫َان َم َع ُه َما ا ْبنَ||ا ِن لَ ُه َم||ا‬
ِ ‫ "بَ ْينَ َما ا ْم َرأَت‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ
:‫الص| ْغ َرى‬
ُّ ‫ت‬ ُ َ‫س ِّكينَ أ‬
ِ َ‫ فَقَ||ال‬،‫شقُّهُ بَ ْينَ ُه َما‬ ِّ ‫ هَاتُوا ال‬:‫سلَ ْي َمانُ فَقَا َل‬
ُ ‫ فَ َدعَا ُه َما‬.‫ فَ َخ َر َجتَا‬،‫ضى بِ ِه لِ ْل ُك ْب َرى‬
َ َ‫ فَق‬،َ‫دَا ُود‬
"‫لص ْغ َرى‬ ُّ ِ‫ضى بِ ِه ل‬َ َ‫ فَق‬،‫ اَل تَشُقه‬،‫يَ ْر َح ُم َك هَّللا ُ ه َُو ا ْبنُ َها‬
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami
Warqa, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Ketika dua orang wanita
sedang bersama bayinya masing-masing, tiba-tiba datanglah serigala dan
memangsa salah seorang dari kedua bayi itu. Maka kedua wanita itu mengadukan
perkaranya kepada Daud. Daud memutuskan peradilan untuk kemenangan wanita
yang tertua di antara keduanya, lalu keduanya keluar dari majelis peradilan. Tetapi
keduanya dipanggil oleh Sulaiman, dan Sulaiman berkata, "Ambilkanlah pisau
besar, aku akan membelah bayi ini menjadi dua untuk dibagikan kepada kamu
berdua.” Maka wanita yang muda berkata, "Semoga Allah merahmatimu,
sesungguhnya anak ini adalah anaknya, janganlah engkau membelahnya.” Maka
Sulaiman memutuskan bahwa bayi itu adalah anak wanita yang muda.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya
masing-masing. Imam Nasai meriwayatkannya di dalam Kitabul Qada, Bab "Hakim
Boleh Bersandiwara Menentang Hukum Demi Memperoleh Keterangan yang Benar."
Begitu pula kisah yang diketengahkan oleh Al-Hafiz Abul Qasim ibnu Asakir dalam
kisah biografi Nabi Sulaiman 'alaihissalam dalam kitab tarikhnya. Ia
meriwayatkannya melalui jalur Al-Hasan ibnu Sufyan, dari Safwan ibnu Saleh, dari
Al-Walid ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari Mujahid, dari Ibnu
Abbas. Kisahnya cukup panjang, sedangkan secara singkat adalah seperti berikut:
Di masa kaum Bani Israil terdapat seorang wanita cantik yang disukai oleh empat
orang pemimpin mereka, tetapi wanita itu menolak keinginan masing-masing
pemimpin yang mengajaknya berbuat mesum. Kemudian keempat orang itu sepakat
untuk menjerumuskan wanita itu. Mereka berempat mengemukakan kesaksiannya di
hadapan Daud 'alaihissalam bahwa wanita itu telah bersetubuh dengan seekor anjing
miliknya yang telah biasa ia latih untuk tujuan itu. Maka Daud 'alaihissalam
memerintahkan agar wanita itu dihukum rajam sampai mati.
Kemudian pada sore harinya Sulaiman duduk dan berkumpul bersama anak-anak
remaja yang seusia dengannya. Sulaiman bersandiwara dengan mereka, ia berperan
menjadi seorang hakim, dan empat orang temannya memakai pakaian yang mirip
dengan apa yang dipakai oleh keempat orang pemimpin tersebut. Sedangkan seorang
anak lagi dari kalangan temannya memakai pakaian wanita. Kemudian keempat anak
itu berpura-pura melakukan kesaksian untuk menjerumuskan si wanita tersebut,
bahwa wanita itu telah melakukan persetubuhan dengan anjing peliharaannya.
Sulaiman (yang memegang peran sebagai hakim) berkata, "Pisahkanlah masing-
masing dari mereka." Maka Sulaiman menanyai saksi yang pertama, "Apakah warna
anjing itu?" Saksi yang pertama menjawab, bahwa warna bulu anjing itu hitam.
Setelah itu ia dipisahkan, lalu Sulaiman memanggil saksi lainnya dan menanyakan
kepadanya tentang warna bulu anjing tersebut. Saksi kedua menjawab, bahwa warna
bulu anjing itu adalah merah. Saksi yang ketiga mengatakan kelabu, sedangkan saksi
yang terakhir mengatakan putih. Maka pada saat itu juga Sulaiman berpura-pura
menjatuhkan hukuman mati kepada keempat saksi tersebut.
Ketika permainan sandiwara itu dikisahkan kepada Daud 'alaihissalam, maka saat itu
juga Daud 'alaihissalam memanggil kembali keempat orang lelaki tadi.  Lalu ia
menanyai mereka seorang demi seorang secara terpisah mengenai warna bulu anjing
yang diajak mesum oleh wanita yang telah dijatuhi hukuman rajam sampai mati tadi.
Ternyata jawaban masing-masing berbeda-beda, akhirnya Nabi Daud 'alaihissalam
memerintahkan agar mereka dihukum mati.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫سبِّ ْحنَ َوالطَّ ْي َر َو ُكنَّا فَا ِعلِين‬
َ ُ‫س َّخ ْرنَا َم َع دَا ُو َد ا ْل ِجبَا َل ي‬
َ ‫{ َو‬
dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih
bersama Daud. (Al-Anbiya: 79), hingga akhir ayat.
Demikian itu terjadi karena suara Daud yang sangat merdu bila membaca kitab
Zaburnya. Tersebutlah bahwa apabila Daud melagukan bacaan kitabnya, maka
burung-burung yang ada di udara berhenti dan menjawabnya, gunung-gunung pun
menjawab bacaannya dan mengikutinya. Karena itulah ketika Nabi Shallallahu'alaihi
Wasallam melewati Abu Musa Al-Asy'ari r.a yang sedang membaca Al-Qur’an di
malam hari, Abu Musa Al-Asy'ari mempunyai suara yang sangat merdu, maka Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam berhenti dan mendengarkan bacaannya. Dan Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

ِ ‫"لَقَ ْد أُوتِ َي َه َذا َمزَا ِمي َر‬


"َ‫آل دَا ُود‬
Sesungguhnya orang ini telah dianugerahi sebagian dari
kemerduan  (keindahan) suara keluarga Nabi Daud yang merdu bagaikan suara
seruling.
Maka Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Wahai Rasulullah, seandainya saya
mengetahui bahwa engkau mendengarkan bacaan saya, tentulah saya akan
memperindah suara saya dengan seindah-indahnya demi engkau."
Abu Usman An-Nahdi mengatakan bahwa ia belum pernah mendengar suara alat
musik apa pun yang lebih indah daripada suara Abu Musa Radhiyallahu Anhu Selain
itu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda mengenainya:
‫لَقَ ْد أُوتِ َي ِم ْز َما ًرا ِمنْ َمزَا ِمي ِر آ ِل دَا ُو َد‬
Sesungguhnya dia telah dianugerahi sebagian dari kemerduan suara keluarga Daud yang
merdu bagaikan suara seruling
Ayat 81

Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang
berembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami
Maha Mengetahui segala sesuatu

a. Tafsir Jalalain
(Dan) telah Kami tundukkan (untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya)
dan pada ayat yang lain disebutkan Rukha-an, artinya angin yang sangat kencang dan
pelan tiupannya, kesemuanya itu sesuai dengan kehendak Nabi Sulaiman (yang
berhembus dengan perintahnya ke negeri yang kami telah memberkatinya) yakni
negeri Syam. (Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu) antara lain ilmu
Allah yang telah diberikan kepada Sulaiman itu akan mendorongnya tunduk patuh
kepada Rabbnya. Allah melakukan hal itu sesuai dengan ilmu-Nya yang maha
mengetahui segala sesuatu.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}ً‫َاصفَة‬
ِ ‫يح ع‬ ِّ َ‫سلَ ْي َمان‬
َ ‫الر‬ ُ ِ‫{ َول‬
Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang
tiupannya. (Al-Anbiya: 81)
Yakni Allah memerintahkan kepada angin kencang untuk tunduk kepadanya.
}‫ض الَّتِي بَا َر ْكنَا فِي َها‬ ْ ‫{ت َْج ِري بِأ َ ْم ِر ِه إِلَى‬
ِ ‫األر‬
yang berembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. (Al-
Anbiya: 81)
Yaitu negeri Syam.

ْ ‫{ َو ُكنَّا بِ ُك ِّل ش‬
} َ‫َي ٍء عَالِ ِمين‬
Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Anbiya: 81)
Menurut kisahnya, Sulaiman mempunyai hamparan yang terbuat dari kayu. Di atas
hamparan itu diletakkan semua yang diperlukan oleh Sulaiman dalam urusan
kerajaannya, misalnya kuda-kuda dan unta-unta kendaraan serta kemah-kemah dan
bala tentaranya. Kemudian Sulaiman memerintahkan kepada angin kencang untuk
mengangkat hamparannya. Maka angin kencang memasuki bagian bawah hamparan
itu dan mengangkatnya serta membawanya terbang ke arah yang dikehendaki oleh
Sulaiman. Burung-burung terbang menaunginya dari panasnya sinar matahari seiring
dengan hamparan Sulaiman terbang menuju ke tempat yang dikehendakinya. Bila
telah sampai di tempat tujuan, maka turunlah ia dan semua peralatan, juga orang-
orangnya. Sehubungan dengan hal ini disebutkan oleh firman-Nya:
}‫اب‬
َ ‫ص‬َ َ‫ث أ‬
ُ ‫يح ت َْج ِري بِأ َ ْم ِر ِه ُر َخا ًء َح ْي‬ َ َ ‫{ف‬
ِّ ُ‫س َّخ ْرنَا لَه‬
َ ‫الر‬
Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik menurut
ke mana saja yang dikehendaki. (Shad: 36)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫ش ْه ٌر‬
َ ‫اح َها‬ َ ‫{ ُغد ُُّوهَا‬
ُ ‫ش ْه ٌر َو َر َو‬
yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan, dan
perjalanannya di waktu petang hari sama dengan perjalanan sebulan (pula). (Saba:
12)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, bahwa telah diriwayatkan dari Sufyan ibnu Uyaynah,
dari Abu Sinan, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ada enam ratus ribu
kursi yang .diletakkan (di atas hamparan Sulaiman), maka duduklah di sekitarnya
orang-orang mukmin dari kalangan manusia, kemudian di belakang mereka duduklah
kaum jin yang beriman. Lalu Sulaiman memerintahkan kepada burung-burung agar
menaungi mereka, dan memerintahkan kepada angin untuk membawa mereka
terbang.
Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair telah mengatakan, bahwa Sulaiman memerintahkan
kepada angin, maka angin berkumpul seperti gumpalan raksasa yang tampak
bagaikan sebuah gunung. Lalu ia memerintahkan agar hamparannya diletakkan di
atas angin itu, kemudian ia memanggil kuda sembraninya (kuda bersayapnya), maka
ia menaikinya dan kuda membawanya naik sampai ke tempat yang paling tinggi dari
hamparannya. Sesudah itu Sulaiman memerintahkan kepada angin untuk membawa
mereka terbang tinggi di atas semua dataran tinggi, tetapi masih di bawah langit;
sedangkan Sulaiman hanya menundukkan kepalanya, tidak berani menoleh ke arah
kanan atau kirinya karena mengagungkan Allah dan sebagai rasa syukur kepada-Nya;
ia mengetahui bahwa dirinya sangatlah kecil di dalam kerajaan Allah Swt. Karena
rasa rendah dirinya itu, angin menaatinya dan tunduk kepadanya; ia berhenti bila
diperintahkan berhenti di tempat yang disukai Sulaiman.
Ayat 89

Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya, "Ya Tuhanku, janganlah


Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris yang paling baik
a. Tafsir Jalalain
(Dan) ingatlah kisah (Zakaria) kemudian dijelaskan oleh Badalnya pada ayat
selanjutnya (tatkala ia menyeru Rabbnya) melalui doanya yang mengatakan, ("Ya
Rabbku! Janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri) tanpa anak yang
kelak akan mewarisiku (dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik") yang tetap abadi
sesudah semua makhluk-Mu 091. (Dan) ingatlah kisah Maryam (yang telah
memelihara kehormatannya) ia memeliharanya supaya tidak dinodai (lalu Kami
tiupkan ke dalam tubuhnya roh dari Kami) malaikat Jibril; dialah yang meniup ke
dalam baju kurungnya, lalu Maryam mengandung Isa (dan Kami jadikan dia dan
anaknya sebagai tanda yang besar bagi semesta alam) yakni manusia, jin dan
malaikat, karena ia dapat mengandung tanpa lelaki.musnah
b. Tafsir Ibnu Katsir
meminta kepada Allah agar dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan
menjadi nabi sesudah ia tiada. Kisah ini telah disebutkan dengan panjang lebar dalam
permulaan tafsir surat Maryam dan surat Ali Imran, tetapi dalam surat ini lebih
singkat.
}ُ‫{إِ ْذ نَادَى َربَّه‬
tatkala ia menyeru Tuhannya. (Al-Anbiya: 89)
dengan sembunyi-sembunyi dari penglihatan kaumnya.
}‫{ر ِّب اَل تَ َذ ْرنِي فَ ْردًا‬
َ
Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri. (Al-Anbiya:
89)
Yakni tidak beranak dan tidak ada ahli waris yang akan menduduki jabatan kenabian
sesudahnya untuk mengatur manusia.
} َ‫{ َوأَ ْنتَ َخ ْي ُر ا ْل َوا ِرثِين‬
dan Engkaulah waris yang paling baik. (Al-Anbiya: 89)
Hal ini merupakan doa dan sanjungan yang sesuai dengan permintaan yang diajukan.
Ayat 91

Dan  (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan
ke dalam  (tubuh)wya roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya
tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam
a. Tafsir Jalalain
(dan) ingatlah kisah maryam (yang telah memelihara kehormatannya) ia
memeliharanya supaya tidak dinodai (lalu kami tiupkan kedalam tubuhnya roh dari
kami) malaikat jibril; dialah yang meniup ke dalam baju kurungnya, lalu Maryam
mengandung Isa (dan kami jadikan dia dan anaknya sebagai tanda yang besar bagi
semesta alam) yakni manusia, jin dan malaikat, karena ia dapat mengandung tanpa
lelaki
b. Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


}ُّ‫{ َوا ْقت ََر َب ا ْل َو ْع ُد ا ْل َحق‬
Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar. (Al-Anbiya: 97)
Yakni hari kiamat. Bilamana telah terjadi huru-hara, keguncangan dan kekacauan
tersebut, maka hari kiamat telah dekat. Dan bilamana hari kiamat terjadi, maka orang-
orang kafir yang hidup di masa itu berkata, "Ini adalah hari yang sangat sulit." Karena
itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
َ ‫صةٌ أَ ْب‬
}‫صا ُر الَّ ِذينَ َكفَ ُروا‬ َ ‫{فَإِ َذا ِه َي شَا ِخ‬
maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Al-Anbiya: 97)
karena kengerian mereka yang sangat saat menyaksikan peristiwa-peristiwa yang
besar di hari kiamat itu.
}‫{يَا َو ْيلَنَا‬
Aduhai, celakalah kami.  (Al-Anbiya: 97)
Yaitu mereka berkata, "Aduhai, celakalah kami,"

}‫ه َذا‬
َ ْ‫قَ ْد ُكنَّا فِي َغ ْفلَ ٍة ِمن‬ 
Sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini. (Al-Anbiya: 97)
Maksudnya, saat mereka di dunia melalaikan adanya hari kiamat.
} َ‫{بَ ْل ُكنَّا ظَالِ ِمين‬
bahkan kami adalah orang-orang yang zalim. (Al-Anbiya: 97)
Mereka mengakui kezaliman mereka terhadap dirinya sendiri. Tetapi nasi sudah
menjadi bubur, hal itu tidak dapat menolong mereka
Ayat 102

mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka dan mereka kekal dalam
menikmati apa yang diingini oleh jiwa mereka
a. Tafsir Jalalain
(Mereka tidak mendengar sedikit pun suaranya) yakni suara gemuruh api neraka itu
(dan mereka dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka) yakni berupa nikmat
surga (hidup kekal)
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ُ ُ‫شتَ َهتْ أَ ْنف‬
} َ‫س ُه ْ|م َخالِدُون‬ ْ ‫{ َو ُه ْم فِي َما ا‬
dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh jiwa mereka. (Al-Anbiya:
102)
Allah menyelamatkan mereka dari semua yang dihindari dan yang dibenci, juga
memberikan kepada mereka semua yang diminta dan yang disukai.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Syuraih, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Abu Yazid Al-Hamdani, dari Lais ibnu Abu
Sulaim, dari anak paman An-Nu'man Ibnu Basyir, dari An-Nu'man ibnu Basyir yang
mengatakan bahwa ia pernah begadang bersama Ali di suatu malam, lalu Ali
membaca firman-Nya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka
ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101)
Lalu Ali berkata, bahwa ia dan Umar termasuk dari mereka, Usman termasuk dari
mereka, juga Talhah dan Abdur Rahman. Atau Ali menyebutkan bahwa Sa'd
termasuk dari mereka. An-Nu'man ibnu Basyir melanjutkan kisahnya, bahwa tidak
lama kemudian salat didirikan, lalu Ali bangkit; yang menurut seingat An-Nu'man,
Ali menyeret kainnya seraya membaca firman-Nya: mereka tidak mendengar sedikit
pun suara api neraka. (Al-Anbiya-102)
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Yusuf Al-Makki, dari Muhammad
ibnu Hatib yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada
untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami.  (Al-Anbiya: 101), hingga akhir ayat.
Bahwa Usman dan teman-temannya termasuk dari kalangan mereka yang disebutkan
dalam ayat ini.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula asar ini.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Yusuf ibnu Sa'd, bukan Ibnu Mahik, dari
Muhammad ibnu Hatib, dari Ali, lalu disebutkan asar yang sama, tetapi teksnya
mengatakan bahwa Usman termasuk dari kalangan mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang
baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101) Mereka adalah
kekasih-kekasih Allah, mereka melalui Sirat dengan kecepatan yang lebih cepat
daripada kilat, lalu yang tertinggal adalah orang-orang kafir, mereka berada di neraka
dalam keadaan berlutut. Takwil ini sependapat dengan apa yang telah kami sebutkan
di atas. Ulama lainnya mengatakan bahwa bahkan ayat ini diturunkan berkenaan
dengan pengecualian dari mereka yang disembah.
Dikecualikan dari mereka Uzair dan Al-Masih Isa putra Maryam, seperti yang telah
dikatakan oleh Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Ibnu Juraij dan Usman, dari
Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya kalian
dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam, kalian pasti
masuk ke dalamnya.  (Al-Anbiya: 98) Kemudian dikecualikan melalui firman-
Nya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik
dari Kami. (Al-Anbiya: 101)
Menurut suatu pendapat, mereka adalah para malaikat, Isa, dan lain sebagainya yang
disembah-sembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala Hal yang sama telah dikatakan
oleh Ikrimah, Al-Hasan, dan Ibnu Juraij.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-
Nya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik
dari Kami. (Al-Anbiya: 101) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Isa putra
Maryam dan Uzair 'alaihissalam
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Isa ibnu Maisarah, telah menceritakan
kepada kami Abu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Tarif, dari Al-
Asbag, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahwasanya orang-orang
yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami.  (Al-Anbiya: 101) Yang
dimaksud adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah dimasukkan ke dalam
neraka kecuali matahari, bulan, dan Isa putra Maryam. Akan tetapi, sanad riwayat ini
lemah.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101) Yaitu Isa, Uzair,
dan malaikat.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa mereka adalah Isa, Maryam, malaikat, matahari, dan
bulan.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Abu Saleh serta lain-
lainnya yang bukan hanya seorang.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hadis
yang garib sekali. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl
ibnu Ya'qub Al-Mirkhani, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Maslamah ibnu
Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Al-Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mugis,
dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam sehubungan dengan makna
firman-Nya: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang
baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101) Bahwa mereka
adalah Isa, Uzair, dan malaikat. Sebagian dari mereka ada yang menuturkan kisah
Ibnuz Za'bari dan perdebatan kaum musyrik.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Hasan Al-Anmati, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu
Ur'urah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Hakim, telah menceritakan
kepada kami Al-Hakam (yakni Ibnu Aban), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Abdullah ibnuz Za'bari datang kepada Nabi Saw, lalu ia berkata,
"Apakah engkau menduga bahwa Allah telah menurunkan kepadamu ayat ini," yaitu
firman-Nya;. Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah
umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98) Ibnuz Za'bari
mengatakan, "Aku telah menyembah matahari, bulan, malaikat, Uzair, dan Isa putra
Maryam. Mereka semuanya dimasukkan ke dalam neraka bersama dengan
sembahan-sembahan kami." Maka turunlah firman-Nya: Dan tatkala putra
Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, tiba-tiba kaumnya (Quraisy) bersorak
karenanya. Dan mereka berkata, "Manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan kami atau
dia (Isa)?" Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu, melainkan
dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka
bertengkar. (Az-Zukhruf: 57-58) Kemudian turunlah firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala yang mengatakan: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka
ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al--Anbiya: 101)
Al-Hafiz Abu Abdullah telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitabnya yang
berjudul Al-Ahadisul Mukhtarah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Qubaisah ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami
Sufyan (yakni As-Sauri), dari Al-A'masy, dari teman-temannya, dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa ketika diturunkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya
kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam, kalian
pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98) Orang-orang musyrik berkata bahwa para
malaikat, Uzair, dan Isa termasuk yang disembah selain Allah. Maka turunlah
firman-Nya: Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk
neraka.  (Al-Anbiya: 99) Yakni tuhan-tuhan yang mereka sembah itu. Dan semuanya
akan kekal di dalamnya.  (Al-Anbiya: 99)
Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Abu Kadinah, dari Ata ibnus Sa'ib,
dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu turunlah
ayat berikut: Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang
baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Al-Anbiya: 101)
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar rahimahullah telah mengatakan di dalam Kitabus
Sirah-nya, bahwa menurut berita yang sampai kepadaku Rasulullah Shalallahu'alaihi
Wasallam di suatu hari duduk bersama Al-Walidah ibnul Mugirah di masjid. Lalu
datanglah An-Nadr ibnul Haris dan ikut duduk bergabung bersama mereka di dalam
masjid sejumlah lelaki dari kaum Quraisy. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
berbicara, lalu dibantah oleh An-Nadr ibnul Haris. Maka Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam mendebatnya hingga An-Nadr bungkam, lalu beliau
membacakan ayat berikut kepadanya, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya kalian dan
apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan Jahanam, kalian pasti masuk ke
dalamnya. (Al-Anbiya: 98) sampai dengan firman-Nya: dan mereka di dalamnya
tidak bisa mendengar. (Al-Anbiya: 100) Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam bangkit berdiri. Sesudah itu datanglah Abdullah ibnuz Zab'ari As-Sahmi,
lalu duduk bersama mereka. Al-Walid ibnul Mugirah berkata kepada Abdullah ibnuz
Zab'ari, "Demi Allah, tadi An-Nadr ibnul Haris tidak dapat menjawab Ibnu Abdul
Muttalib (yakni Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam). Muhammad menduga bahwa
kami dan tuhan-tuhan sesembahan kami ini (saat itu mereka berada di Masjidil
Haram yang masih penuh dengan berhala-berhala, pent.) menjadi umpan neraka."
Maka Abdullah ibnuz Zab'ari mengatakan, "Demi Allah, sekiranya saya berdua
dengannya, tentulah saya akan mendebatnya. Maka tanyakanlah kepada Muhammad
bahwa semua yang disembah selain Allah dimasukkan ke dalam neraka Jahanam
bersama-sama orang-orang yang menyembahnya. Dan kita menyembah malaikat,
orang-orang Yahudi menyembah Uzair, dan orang-orang Nasrani menyembah Al-
Masih Isa putra Maryam (berarti semuanya dimasukkan ke neraka)?" Maka Al-Walid
dan orang-orang yang ada di majelis itu bersamanya merasa kagum dengan perkataan
Abdullah ibnuz Zab'ari. Mereka menilai bahwa Az-Zab'ari dapat mengalahkan hujah
Muhammad. Ketika hal itu diceritakan kepada Rasulullah Saw, maka beliau
Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda:
.‫اطينَ َو َمنْ أ َم َر ْت ُهم بِ ِعبَا َدتِ ِه‬ َّ ‫ إِنَّ ُه ْم إِنَّ َما يَ ْعبُدُونَ ال‬،ُ‫ب أَنْ يُ ْعبَ َد ِمنْ دُو ِن هَّللا ِ فَ ُه َو َم َع َمنْ َعبَ َده‬
ِ َ ‫شي‬ َ ْ‫ُك ُّل َمن‬
َّ ‫أح‬
Setiap orang yang suka disembah selain Allah, maka dia dikumpulkan bersama
orang-orang yang menyembahnya. Sesungguhnya mereka hanya menyembah setan
dan mengikuti orang yang memerintahkan mereka agar menyembahnya.
Lalu Allah menurunkan firman-Nya:
ْ‫اش |تَ َهت‬
ْ ‫يس | َها َو ُه ْم ِفي َم||ا‬
َ ‫س‬ ْ َ‫ ال ي‬. َ‫س |نَى أُولَئِ||كَ َع ْن َه||ا ُم ْب َع |دُون‬
ِ ‫س | َمعُونَ َح‬ ْ ‫س |بَقَتْ لَ ُه ْم ِمنَّا ا ْل ُح‬
َ َ‫{إِنَّ الَّ ِذين‬
ُ ُ‫أَ ْنف‬
} َ‫س ُه ْ|م َخالِدُون‬
Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari
Kami, mereka dijauhkan dari neraka, mereka tidak mendengar sedikit pun suara api
neraka, dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh jiwa mereka. (Al-
Anbiya: 101-102)
Yakni mereka adalah Isa, Uzair. para rahib, dan para pendeta yang mereka sembah,
padahal mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah; setelah mereka mati,
orang-orang yang sesat dari kalangan kaumnya lalu menjadikan mereka sebagai
tuhan-tuhan selain Allah yang mereka sembah-sembah. Telah diturunkan pula
sehubungan dengan penuturan mereka (orang-orang musyrik) yang mengatakan
bahwa mereka menyembah malaikat, dan bahwa malaikat itu adalah anak-anak
perempuan Allah, yaitu firman-Nya: Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha
Pemurah telah mengambil  (mempunyai) anak.” Mahasuci Allah.
Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Al-
Anbiya: 26) sampai dengan firman-Nya: Dan barang siapa di antara mereka
mengatakan, "Sesungguhnya aku adalah tuhan selain dari Allah, " maka orang itu
Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberikan pembalasan
kepada orang-orang zalim. (Al-Anbiya: 29)
Telah diturunkan pula wahyu Allah yang menyebutkan bahwa Isa putra Maryam
disembah selain Allah, demikianlah kata Az-Zab'ari yang membuat Al-Walid dan
orang-orang yang bersamanya merasa kagum dengan bantahan yang
dikemukakannya.
‫ض َربُوهُ لَ|كَ إِال َج| دَال بَ| ْل‬ َ ‫ َوقَالُوا أَآلِ َهتُنَا َخ ْي ٌر أَ ْم ه َُو َما‬. َ‫صدُّون‬ ِ َ‫ض ِر َب ابْنُ َم ْريَ َم َمثَال إِ َذا قَ ْو ُم َك ِم ْنهُ ي‬ُ ‫{ َولَ َّما‬
ً‫ َولَ ْو نَشَا ُء لَ َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم َمالئِ َك| ة‬.‫س َرائِي َل‬ْ ِ‫ إِنْ ُه َو إِال َع ْب ٌد أَ ْن َع ْمنَا َعلَ ْي ِه َو َج َع ْلنَاهُ َمثَال لِبَنِي إ‬. َ‫ص ُمون‬
ِ ‫ُه ْم قَ ْو ٌم َخ‬
}‫سا َع ِة فَال تَ ْمتَ ُرنَّ بِ َها‬
َّ ‫ َوإِنَّهُ لَ ِع ْل ٌم لِل‬. َ‫ض يَ ْخلُفُون‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫فِي‬
Dan tatkala (Isa) putra Maryam dijadikan perumpamaan, tiba-tiba
kaumnya  (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata, "Manakah yang lebih
baik, tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?” Mereka tidak memberikan perumpamaan itu
kepadamu, melainkan dengan maksud membantah saja; sebenarnya mereka adalah
kaum yang suka bertengkar. Isa tiada lain hanyalah seorang hamba yang Kami
berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda
bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil. Dan kalau Kami kehendaki, benar-benar
Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun.
Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari
kiamat. Karena itu, janganlah kalian ragu-ragu tentang kiamat itu. (Az-Zukhruf: 57-
61)
Yakni mukjizat yang telah Aku berikan kepadanya—seperti menghidupkan orang-
orang yang mati dan menyembuhkan berbagai macam penyakit— itu sudah cukup
dijadikan sebagai bukti yang menunjukkan pengetahuan tentang hari kiamat. Lalu
disebutkan dalam firman selanjutnya: Karena itu janganlah kalian ragu-ragu
tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. (Az-Zukhruf: 61)
Apa yang dikatakan oleh Ibnuz Zab'ari ini keliru besar, karena sesungguhnya ayat ini
diturunkan sebagai khitah buat penduduk Mekah karena mereka menyembah berhala
yang merupakan benda mati, tidak berakal. Dimaksudkan sebagai kecaman dan
celaan terhadap orang-orang yang menyembah berhala. Karena itulah maka
disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah
selain Allah adalah umpan Jahanam. (Al-Anbiya: 98) Maka bagaimana dia
menerapkan hal ini kepada Al-Masih serta Uzair dan lain-lainnya yang telah beramal
saleh? Sedangkan mereka seandainya masih hidup, pasti tidak akan suka dengan
perbuatan orang-orang yang menyembah diri mereka.
Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya dalam menjawab pertanyaan seperti ini
mengatakan bahwa huruf ma ditujukan kepada sesuatu yang tidak berakal menurut
bahasa Arab.
Ayat 104

(Yaitu) pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas.


Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya.
Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya
a. Tafsir Jalalain
(Yaitu pada hari) ia dinashabkan oleh lafal Udzkur yang diperkirakan sebelumnya
(Kami gulung langit seperti menggulungnya malaikat Sijil) lafal As Sijilli ini adalah
nama malaikat pencatat amal perbuatan (terhadap kitab) catatan amal perbuatan anak
Adam, sewaktu anak Adam yang bersangkutan mati. Huruf Lam pada lafal Lil
Kutubi adalah Zaidah atau tambahan. Atau yang dimaksud dengan As Sijilli adalah
lembaran-lembaran, sedangkan yang dimaksud Al Kitab adalah barang yang ditulis
atau kertas dan huruf Lamnya bermakna 'Ala. Artinya: sebagaimana tergulungnya
lembaran-lembaran kertas. Dan menurut qiraat yang lain lafal Lil Kitabi dibaca Lil
Kutubi dalam bentuk jamak, yakni kitab-kitab atau kertas-kertas. (Sebagaimana
Kami telah memulai penciptaan pertama) yakni mulai dari alam ketiadaan (begitulah
Kami akan mengulanginya) yakni sesudah penciptaan itu ditiadakan. Huruf Kaf di
sini berta'alluq kepada lafal Nu'iiduhu dan Dhamir Hu lafal Nu'iiduhu kembali
kepada lafal Awwal dan huruf Ma pada lafal Kama adalah Mashdariyah (Itulah suatu
janji yang pasti Kami tepati) Lafal Wa'dan dinashabkan oleh lafal Wa'dunaa yang
keberadaannya diperkirakan pada sebelumnya, sedangkan lafal Wa'dan ini berfungsi
mengukuhkan makna dari lafal yang diperkirakan sebelumnya (sesungguhnya
Kamilah yang akan melaksanakannya) yaitu melaksanakan janji yang telah Kami
tetapkan.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman bahwa kejadian ini pasti akan terjadi pada hari
kiamat nanti, yaitu:
ِ ُ‫س ِج ِّل لِ ْل ُكت‬
}‫ب‬ َّ ‫{يَ ْو َم نَ ْط ِوي ال‬
ِّ ‫س َما َء َكطَ ِّي ال‬
pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-
Anbiya: 104)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
dalam ayat lain melalui firman-Nya:
ُ ‫ماواتُ َم ْط ِويَّاتٌ بِيَ ِمينِ ِه‬
‫س ْب َحانَهُ َوتَ َعالَى‬ َ ‫س‬ َ ‫ض َج ِمي ًعا قَ ْب‬
َّ ‫ضتُهُ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة َوال‬ ْ ‫ق قَ ْد ِر ِه َو‬
ُ ‫األر‬ َّ ‫{ َو َما قَ َد ُروا هَّللا َ َح‬
} َ‫ش ِر ُكون‬ ْ ُ‫َع َّما ي‬
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya,
padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit
digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa
yang mereka persekutukan. (Az-Zumar: 67)

ِ ‫ ع‬،‫ عَنْ نَ||افِ ٍع‬،ِ ‫ عَنْ ُعبَي||د هَّللا‬،‫اس | ُم بْنُ يَ ْحيَى‬


‫َن ا ْب ِن‬ ِ َ‫ َح| َّدثَنِي َع ِّمي ا ْلق‬،‫ َح َّدثَنَا ُمقَ||دم بْنُ ُم َح َّم ٍد‬ :‫ي‬ ُّ ‫قَا َل ا ْلبُ َخا ِر‬
ُ‫ َوتَ ُك||ون‬،‫األرض||ين‬
َ ‫||و َم ا ْلقِيَا َم|| ِة‬ ُ ِ‫ "إِنَّ هَّللا َ يَ ْقب‬:‫ قَ||ا َل‬،‫س |لَّ َم‬
ْ َ‫ض ي‬ َ ‫ص||لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي | ِه َو‬
َ ِ ‫س |و ِل هَّللا‬
ُ ‫ عَنْ َر‬،‫ُع َم | َر‬
"‫السموات بِيَ ِمينِ ِه‬
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muqaddam ibnu
Muhammad, telah menceritakan kepadaku pamanku Al-Qasim ibnu Yahya, dari
Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah kelak di hari kiamat menggulung bumi,
dan begitu pula langit dengan tangan kanan-Nya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini bila ditinjau dari segi jalurnya dengan
periwayatan yang tunggal (munfarid).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnul Hajjaj Ar-Ruqiy, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah, dari Abul Wasil, dari Abul
Malih Al-Azdi, dari Abul Jauza Al-Azdi, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
Allah menggulung tujuh lapis langit bersama semua makhluk yang ada di dalamnya,
dan menggulung tujuh lapis bumi bersama semua makhluk yang ada di dalamnya,
semuanya itu digulung oleh Allah dengan tangan kanan-Nya. Dan semuanya itu di
tangan-Nya sama dengan sebiji sawi.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ِّ ‫{ َكطَ ِّي ال‬
ِ ُ‫س ِج ِّل لِ ْل ُكت‬
}‫ب‬
seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan sijil adalah lembaran kertas kitab.
Menurut pendapat yang lain ialah segolongan malaikat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada
kami Yahya ibnu Yaman, telah menceritakan kepada kami Abul Wafa Al-Asyja'i,
dari ayahnya, dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yaitu) pada
hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-
Anbiya: 104) Bahwa yang dimaksud dengan sijil di sini ialah malaikat; apabila ia
naik ke langit dengan membawa permohonan ampunan, maka dikatakan kepadanya,
"Tulislah dengan nur." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu
Kuraih, dari Ibnu Yaman dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abu Ja'far Muhammad ibnu
Ali ibnul Husain, bahwa sijil  adalah malaikat.
As-Saddi mengatakan bahwa as-sijil dalam ayat ini berarti malaikat yang ditugaskan
mencatat amal perbuatan; apabila seseorang meninggal dunia, maka kitab catatan
amalnya dimasukkan ke dalam sijil, lalu ditutup dan disimpan hingga hari kiamat.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah nama seorang sahabat yang
bertugas mencatat wahyu bagi Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
Ibnu Abu Hatim mengatakan, Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu
Ali Al-Jahdami, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, dari Amr ibnu
Malik, dari Abul Jauzai, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit laksana menggulung lembaran-lembaran
kertas.  (Al-Anbiya: 104), Bahwa as-sijil adalah seorang lelaki.
Nuh berkata, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ka'b Al-Auzi, dari Amr ibnu
Malik, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru
tulis Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan ImamNasai, keduanya melalui
Qutaibah ibnu Sa'id, dari Nuh ibnu Qais, dari Yazid ibnu Ka'b, dari Amr ibnu Malik,
dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa as-sijil adalah juru tulis
Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Nasr ibnu Ali Al-Jahdami seperti yang telah
disebutkan di atas.
Ibnu Addi meriwayatkannya melaluiYahya ibnu Amr ibnu Malik Al-Bakri, dari
ayahnya, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mempunyai seorang juru tulis bernama as-
sijil. Dialah yang disebutkan oleh firman-Nya: (Yaitu) pada hari Kami gulung langit
sebagaimana (sijjil) menggulung lembaran-lembaran kertas. (Al-Anbiya: 104)
Sebagaimana sijil menggulung kertas tulis, begitulah kelak langit digulung.
Kemudian Ibnu Addi mengatakan bahwa riwayat ini tidak dikenal.
Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam kitab Tarikh-nya mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar Al-Barqani Muhammad ibnu Muhammad ibnu Ya'qub Al-
Hajjaji, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Husain Al-Karkhi, bahwa
Hamdan ibnu Sa'id pernah menceritakan kepada mereka hadis berikut dari Abdullah
ibnu Numair, dari Ubaidillah ibnu Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar yang mengatakan
bahwa as-sijil adalah juru tulis Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
Al-Khatib Al-Bagdadi selanjutnya mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh
Nafi', dari Ibnu Umar ini berpredikat sangat munkar, tidak mempunyai asal-usul
sama sekali. Begitu pula hadis terdahulu darI Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh
Abu Daud dan lain-lainnya berpredikat munkar pula dan tidak sahih. Sejumlah ahli
huffaz telah mengemukakan keterangannya bahwa hadis ini maudu', sekalipun di
dalam Sunan Abu Daud  salah seorang perawinya adalah guru kami, yaitu Al-Hafiz
Abul Hajjaj Al-Mazzi. Saya telah mengulas hadis ini dalam suatu karya tulis yang
terpisah.
Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir menilai hadis ini berpredikat munkar,  lalu membantahnya
dengan bantahan yang sempurna. Ia mengatakan bahwa tiada seorang pun di antara
para sahabat yang bernama as-sijil. Juru tulis Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
orang-orangnya telah dikenal, dan tiada seorang pun di antara mereka bernama as-
sijil.
Ibnu Jarir dapat dibenarkan dengan pendapatnya itu, dan alasannya yang kuat itu
cukup untuk dijadikan sebagai bukti yang menunjukkan predikat munkar hadis ini.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa ia adalah nama seorang sahabat, maka
tiada pegangan yang lain baginya kecuali hanya hadis ini.
Pendapat yang benar dari Ibnu Abbas ialah yang mengatakan bahwa as-sijil adalah
lembaran kertas. Demikianlah menurut Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi, dari Ibnu
Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Qatadah, dan lain-lainnya yang
bukan hanya seorang. Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir adalah pendapat ini
dengan alasan bahwa memang makna inilah yang dikenal menurut istilah bahasa.
Dengan demikian, makna ayat ialah bahwa di hari Kami gulung langit sebagaimana
menggulung lembaran-lembaran kertas. Huruf lam  pada lafaz lil
kitab bermakna 'alal kitab, dan yang dimaksud dengan kitab ialah maktubnya, yakni
kertasnya. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam
ayat yang lain, yaitu:
ْ َ‫{فَلَ َّما أ‬
}‫سلَ َما َوتَلَّهُ لِ ْل َجبِي ِن‬
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipisnya,  (nyatalah kesabaran keduanya). (Ash-Shaffat: 103)
Lil jabin bermakna 'alal jabin, yakni pada pelipisnya. Masih banyak contoh lainnya
dalam bahasa.
*******************
Firman Allah Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ٍ ‫{ َك َما بَد َْأنَا أَ َّو َل َخ ْل‬
} َ‫ق نُ ِعي ُدهُ َو ْعدًا َعلَ ْينَا إِنَّا ُكنَّا فَا ِعلِين‬
Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan
mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah
yang akan melaksanakannya. (Al-Anbiya: 104)
Yaitu hal ini pasti terjadi kelak pada hari Allah mengembalikan semua makhluk
dalam kejadiannya yang baru, sebagaimana Allah menciptakan mereka pada pertama
kalinya. Dia Mahakuasa untuk mengembalikan penciptaan mereka. Hari itu pasti
terjadi karena termasuk salah satu di antara yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala Janji Allah tidak akan diingkari dan tidak akan diganti, Dia Mahakuasa untuk
melakukan hal tersebut. Karena itulah dalam penghujung ayat ini disebutkan oleh
firman-Nya:
ِ َ‫{إِنَّا ُكنَّا ف‬
} َ‫اعلِين‬
sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. (Al-Anbiya: 104)
‫س ِعي ِد‬ َ ْ‫ عَن‬،‫ان‬ َ ‫ ع َِن ا ْل ُم ِغ‬،ُ‫ش ْعبَة‬
ِ ‫ير ِة ْب ِن النُّ ْع َم‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا‬:  ‫ قَااَل‬،‫ َح َّدثَنَا َو ِكيع َوابْنُ َج ْعفَ ٍر ا ْل َم ْعنَى‬:ُ‫قَا َل اإْل ِ َما ُم أَ ْح َمد‬
‫ "إِنَّ ُك ْم‬:‫س||لَّ َم بِ َم ْو ِعظَ|| ٍة فَقَ||ا َل‬
َ ‫ص||لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي|| ِه َو‬ ُ ‫ قَ||ا َم فِينَ||ا َر‬:‫س قَ||ا َل‬
َ ِ ‫س||و ُل هَّللا‬ ٍ ‫ َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬،‫ْب ِن ُجبَ ْي||ر‬
ٍ ‫َم ْحشُورُونَ إِلَى هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل ُحفَاةً ُع َراةً ُغ ْرال َك َما بَد َْأنَا أَ َّو َل َخ ْل‬
ِ َ‫ َو ْعدًا َعلَ ْينَا إِنَّا ُكنَّا ف‬،ُ‫ق نُ ِعي ُده‬
" َ‫اعلِين‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', Abu Ja'far, dan
Ubaidah Al-Ammi. Mereka mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,
dari Al-Mugirah ibnun Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa di suatu waktu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berdiri di
antara kami untuk menyampaikan nasihatnya kepada kami, lalu beliau
Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya kalian akan digiring
menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam keadaan tak beralas kaki,
telanjang lagi tidak disunat, "Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan
pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami
tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” Hingga akhir hadis.
Syaikhain mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Syu'bah. Imam Bukhari di
dalam kitabnya menyebutkan ayat ini. Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari
Mujahid, dari Siti Aisyah, dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam hal yang
semisal.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-
Nya: Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan
mengulanginya. (Al-Anbiya: 104) Ibnu Abbas mengatakan bahwa segala sesuatu
binasa semuanya, lalu diciptakan kembali sebagaimana penciptaan semula.
Ayat 105

Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfuz,
bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh

a. Tafsir Jalalain
(Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur) yakni kitab Zabur yang telah
diturunkan oleh Allah (sesudah adanya peringatan) yang dimaksud adalah Ummul
Kitab atau Alquran yang telah ada di sisi Allah, yakni di Lohmahfuz (bahwasanya
bumi ini) yakni bumi surga (diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang saleh) yakni
siapa saja di antara hamba-hamba-Ku yang saleh
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, memberitahukan tentang apa yang telah
dipastikanNya dan apa yang telah ditetapkan-Nya buat hamba-hamba-Nya yang
saleh, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat; di dunia dipusakakan-Nya bumi ini
kepada mereka, selain kebahagiaan di akhirat nanti yang menjadi milik mereka. Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
} َ‫ض هَّلِل ِ يُو ِرثُ َها َمنْ يَشَا ُء ِمنْ ِعبَا ِد ِه َوا ْل َعاقِبَةُ لِ ْل ُمتَّقِين‬
َ ‫األر‬
ْ َّ‫{إِن‬
sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.  (Al-A'raf: 128)
ْ ‫سلَنَا َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا فِي ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َويَ ْو َم يَقُو ُم األ‬
}ُ‫ش َهاد‬ ُ ‫{إِنَّا لَنَ ْن‬
ُ ‫ص ُر ُر‬
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman
dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-
Mu’min: 51)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
‫اس|ت َْخلَفَ الَّ ِذينَ ِمنْ قَ ْبلِ ِه ْم‬
ْ ‫ض َك َم|ا‬ ْ ‫س|ت َْخلِفَنَّ ُه ْ|م ِفي‬
ِ ‫األر‬ ْ َ‫ت لَي‬ َّ ‫{ َوعَ| َد هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُ|وا ِم ْن ُك ْم َو َع ِملُ|وا‬
ِ ‫الص|الِ َحا‬
َ‫َضى لَ ُه ْم } اآْل يَة‬ ْ ‫َولَيُ َم ِّكنَنَّ لَ ُه ْم ِدينَ ُه ُم الَّ ِذي‬
َ ‫ارت‬
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-
amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridai-Nya. (An-Nur: 55)
Selanjutnya Allah menyebutkan bahwa hal ini telah tertulis di dalam kitab-kitab
syariat, juga takdir; hal ini pasti akan terjadi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
ِّ ‫{ َولَقَ ْد َكتَ ْبنَا فِي ال َّزبُو ِر ِمنْ بَ ْع ِد‬
}‫الذ ْك ِر‬
Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul
Mahfuz. (Al-Anbiya: 105)
Al-A'masy pernah bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair tentang makna firman Allah
Swt.: Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis
dalam) Lauhul Mahfuz. (Al-Anbiya: 105) Bahwa yang dimaksud dengan az-
zikr ialah kitab Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Mujahid mengatakan bahwa Zabur
adalah nama kitab.
Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang telah mengatakan bahwa Zabur adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi
Daud, sedangkan az-zikr  artinya kitab Taurat.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa az-zikr artinya Al-Qur'an.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa az-zikr ialah kitab yang ada di langit.
Mujahid mengatakan bahwa Zabur artinya semua kitab sesudah az-zikr. az-zikr ialah
kitab yang ada di sisi Allah (Lauhul Mahfuz). Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu
Jarir. Hal yang sama telah dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam, bahwa az-zikr adalah
kitab pertama.
As-Sauri mengatakan bahwa az-zikr artinya Lauhul Mahfuz.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Zabur adalah kitab-kitab
yang diturunkan kepada nabi-nabi, sedangkan az-zikr ialah Ummul Kitab yang telah
tercatat di dalamnya segala sesuatu sebelum itu.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah menyebutkan di dalam kitab Taurat dan kitab Zabur serta
pengetahuan-Nya yang terdahulu sebelum ada langit dan bumi, bahwa Dia akan
mempusakakan bumi ini kepada umat Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam dan
Dia akan memasukkan mereka yang saleh ke dalam surga-Nya.
Mujahid telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya: bahwasanya bumi
ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (Al-Anbiya: 105 ) Bahwa yang
dimaksud dengan bumi ialah bumi surga.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi,
Qatadah, As-Saddi, Abu Saleh, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Sauri. Abu Darda mengatakan,
"Kitalah yang dimaksud dengan orang-orang saleh itu." Sedangkan menurut As-Saddi,
mereka adalah orang-orang mukmin
Ayat 107

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam

a. Tafsir Jalalain
(Dan tiadalah Kami mengutus kamu) hai Muhammad! (melainkan untuk menjadi
rahmat) yakni merupakan rahmat (bagi semesta alam) manusia dan jin melalui
kerasulanmu.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ ‫{و َما أَ ْر‬
} َ‫س ْلنَا َك إِال َر ْح َمةً لِ ْل َعالَ ِمين‬ َ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta
alam. (Al-Anbiya: 107)
Melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan bahwa Dia menjadikan
Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam sebagai rahmat buat semesta alam. Dengan
kata lain, Dia mengutusnya sebagai rahmat buat mereka. Maka barang siapa yang
menerima rahmat ini dan mensyukurinya, berbahagialah ia di dunia dan akhiratnya.
Dan barang siapa yang menolak serta mengingkarinya, maka merugilah ia di dunia
dan akhiratnya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
}‫ْس ا ْلقَ َرا ُر‬ ْ َ‫{أَلَ ْم تَ َر إِلَى الَّ ِذينَ بَ َّدلُوا نِ ْع َمةَ هَّللا ِ ُك ْف ًرا َوأَ َحلُّوا قَ ْو َم ُه ْم دَا َر ا ْلبَ َوا ِر َج َهنَّ َم ي‬
َ ‫صلَ ْونَ َها َوبِئ‬
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan
kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan, yaitu neraka Jahanam;
mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruknya tempat
kediaman. (Ibrahim: 28-29)
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman sehubungan dengan sifat Al-Qur'an:
ْ‫شفَا ٌء َوالَّ ِذينَ اَل يُؤْ ِمنُونَ فِي آ َذانِ ِه ْ|م َو ْق ٌر َوه َُو َعلَ ْي ِه ْم َع ًمى أُولَئِ| َك يُنَ||اد َْونَ ِمن‬
ِ ‫{قُ ْل ُه َو لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا ُهدًى َو‬
ٍ ‫َم َك‬
}‫ان بَ ِعي ٍد‬
Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang
beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan,
sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu
adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (Fushshilat:
44)
‫ َع ِن ا ْب ِن أَبِي‬،‫س |ان‬ ّ ‫ َح َّدثَنَا َم ْر َوانُ الفَ||زَار‬،‫ َح َّدثَنَا ابْنُ أَبِي ُع َم َر‬:‫يح ِه‬
َ ‫ عَنْ يَ ِزي| َد ْب ِن َك ْي‬،‫ي‬ ِ ‫ص ِح‬ َ ‫سلِ ٌم فِي‬
ْ ‫قَا َل ُم‬
‫ َوإِنَّ َم||ا‬،‫ "إِنِّي لَ ْم أب َع ْث لَعَّانً||ا‬:‫ قَ||ا َل‬، َ‫ش| ِر ِكين‬
ْ ‫ع َعلَى ا ْل ُم‬ ُ ‫ يَ||ا َر‬:‫ قِي َل‬:‫ عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل‬،‫َحا ِز ٍم‬
ُ ‫ ا ْد‬،ِ ‫س|و َل هَّللا‬
"ً‫بُع ْثتُ َر ْح َمة‬
Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Marwan Al-Fazzari, dari Yazid
ibnu Kaisan, dari Ibnu Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan, bahwa
pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw, "Wahai Rasulullah, berdoalah untuk
kebinasaan orang-orang musyrik." Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
menjawab: Sesungguhnya aku diutus bukan sebagai pelaknat, melainkan aku diutus
sebagai pembawa rahmat.
Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Muslim.
Di dalam hadis lainnya disebutkan:
"ٌ‫"إِنَّ َما أَنَا َر ْح َمةٌ ُم ْهدَاة‬
Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (kepada kalian).
Abdullah ibnu Abu Uwwanah dan lain-lainnya meriwayatkan hadis ini melalui
Waki', dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah secara marfu'.
 Ibrahim Al-Harbi mengatakan, telah diriwayatkan pula hadis ini oleh lainnya dari
Waki', tetapi tidak disebutkan dari Abu Hurairah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Imam Bukhari ketika ditanya mengenai hadis ini,
lalu ia menjawab bahwa hadis ini ada pada Hafs ibnu Gayyas secara mursal.
Al-Hafiz Ibnu Asakir mengatakan bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh Malik
ibnu Sa'id ibnul Khams, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah
secara marfu'.
Kemudian ia mengetengahkannya melalui jalur Abu Bakar ibnul Muqri dan Abu
Ahmad Al-Hakim, keduanya dari Bakar ibnu Muhammad ibnu Ibrahim As-Sufi.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari,
dari Abu Usamah, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Qais ibnu Abu Hazm, dari Abu
Hurairah yang mengatakan, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah
bersabda:
"ٌ‫"إِنَّ َما أَنَا َر ْح َمةٌ ُم ْهدَاة‬
Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan.
Kemudian ia mengetengahkannya pula melalui jalur As-Silt ibnu Mas'ud, dari Sufyan
ibnu Uyaynah, dari Mis'ar, dari Sa'id ibnu Khalid, dari seorang lelaki, dari Ibnu Umar
yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
َ ‫ض‬
" َ‫آخ ِرين‬ ِ ‫ بُع ْثتُ بِ َر ْف ِع قَ ْو ٍم َو َخ ْف‬،ً‫"إِنَّ هَّللا َ بَ َعثَنِي َر ْح َمةً ُم ْهدَاة‬
Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai pembawa rahmat yang dihadiahkan, aku
diutus untuk mengangkat (derajat) suatu kaum dan merendahkan yang lainnya.
Abul Qasim Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Muhammad ibnu Nafi' At-Tahhan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Saleh yang mengatakan bahwa ia menjumpai sebuah kitab di Madinah berasal dari
Abdul Aziz Ad-Darawardi dan Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Umar ibnu Abdur
Rahman ibnu Abdul Aziz ibnu Amr ibnu Auf, dari Muhammad ibnu Saleh At-
Tammar, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya
yang telah menceritakan bahwa Abu Jahal sesudah kembali ke Mekah dari jamuan
minum khamarnya mengatakan, "Hai golongan kaum Quraisy, sesungguhnya
Muhammad kini tinggal di Yasrib dan telah mengirimkan mata-matanya.
Sesungguhnya dia tiada lain menginginkan agar mendapat sesuatu jarahan dari
kalian. Maka berhati-hatilah kalian, jangan sampai kalian melalui jalannya atau
mendekatinya. Sesungguhnya dia bagaikan harimau yang ganas. Sesungguhnya dia
dendam terhadap kalian karena kalian telah mengusirnya sebagaimana mengusir
kera-kera dari tempat yang ramai. Demi Allah, sesungguhnya dia mempunyai ilmu
sihir yang tidak pernah saya lihat sebelumnya seampuh itu. Dan sesungguhnya tiada
seorang pun dari kalangan sahabatnya, melainkan saya lihat mereka selalu ditemani
oleh setan-setan. Sesungguhnya kalian telah mengetahui permusuhan (kita dan) Bani
Qailah (yakni kabilah Aus dan kabilah Khazraj), dia (Muhammad) adalah musuh
yang meminta bantuan kepada musuh (kita)."
Mut'im ibnu Addi menjawabnya.”Hai Abul Hakam (nama sebutan Abu Jahal), demi
Allah, saya tidak pernah melihat seseorang yang berlisan lebih jujur dan tidak pula
seseorang yang lebih menepati janjinya selain dari saudara kalian yang telah kalian
usir itu (yakni Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam). Bilamana kalian telah terlanjur
melakukannya, maka sekarang.sudah sepantasnya bagi kalian menebus kesalahan
kalian itu dengan menjadi orang-orang yang membelanya."
Abu Sufyan ibnul Haris mengatakan, "Jadilah kalian orang yang lebih keras daripada
sikap kalian yang sekarang ini. Sesungguhnya Bani Qailah itu jika mereka berhasil
mengalahkan kalian, tentulah mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan
terhadap kalian dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Jika kalian menuruti
saranku, aku akan menempatkan kalian di kalangan mereka sebagai orang-orang
Bani Kinanah yang terbaik, atau kalian harus mengusir Muhammad dari kalangan
mereka agar dia terusir dalam keadaan sendirian. Mengenai kedua anak Qailah (yakni
Aus dan Khazraj), demi Allah, tiadalah mereka berdua dan budak-budak kalian
melainkan sama hinanya; aku sendirian mampu mencegah mereka tanpa kalian."
Lalu Abu Sufyan ibnul Haris mengucapkan bait-bait syairnya yang antara lain
mengatakan
... ‫ َعلَى َما َكانَ ِمنْ قُرب َوبُ ْعد‬ ... ‫سأ ْمنَ ُح َجانبًا ِمنِّي َغليظًا‬ َ
... ‫إِ َذا َما َكانَ ه َْزل بَ ْع َد َج ِّد‬ ... ‫الخ ْز َرجيَّة أ ْه ُل ُذل‬
َ ‫رجا ُل‬
َ
"Aku akan memberikan sisi lambungku yang keras lebih dari sebelumnya terhadap
semua orang yang dekat maupun yang jauh dari kalangan kabilah Khazraj.
Mereka adalah orang-orang yang hina, bilamana sesudah sungguhan tidak ada
basa-basi lagi."
Ketika berita itu terdengar oleh Rasulullah Saw, maka beliau bersabda:
‫ َواَل يَتَوفَّاني‬،ُ ‫ إِنِّي َر ْح َم| ةٌ بَ َعثَنِي هَّللا‬، َ‫ أَل َ ْقتُلَنَّ ُه ْم وألص||لبَنَّهم َوأَل َ ْه| ِديَنَّ ُه ْم َو ُه ْم َك||ا ِرهُون‬،‫سي بِيَ ِد ِه‬
ِ ‫" َوالَّ ِذي نَ ْف‬
‫ َوأَنَ||ا‬،‫ َوأَنَا ا ْل َم||ا ِحي الَّ ِذي يَ ْم ِحي هَّللا ُ بِ َي ا ْل ُك ْف | َر‬،ُ‫ َوأَ ْح َمد‬،ٌ‫ أَنَا ُم َح َّمد‬:‫س َما ٍء‬
ْ َ‫سةُ أ‬
َ ‫ لِي َخ ْم‬،ُ‫َحتَّى يُ ْظ ِه َر هَّللا ُ ِدينَه‬
ُ ِ‫ َوأَنَا ا ْل َعاق‬،‫اس َعلَى قَ َد ِمي‬
"‫ب‬ ِ ‫ا ْل َح‬
َ ‫اش ُر الَّ ِذي يُ ْح‬
ُ َّ‫ش ُر الن‬
Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sungguh aku benar-benar
akan membunuh mereka, menyalib mereka, atau akan memberi petunjuk kepada
mereka, sedangkan mereka tidak menyukainya. Sesungguhnya aku ini adalah
pembawa rahmat yang diutus oleh Allah. Allah tidak akan mewafatkan diriku
sebelum Dia memenangkan agama-Nya. Aku mempunyai lima buah nama, akulah
Muhammad dan Ahmad, dan aku adalah Al-Mahi yang dengan melaluiku Allah
menghapus kekufuran, dan akulah Al-Hasyir yang semua orang (kelak di hari
kiamat) digiring di bawah telapak kakiku, dan aku adalah Al-'Aqib.
Ahmad ibnu Saleh mengatakan bahwa saya berharap semoga hadis ini
berpredikat sahih.
‫ عَنْ َع ْم| ِرو ْب ِن أَبِي قُ | ّرة‬،‫ َح َّدثَنِي َع ْمرو بْنُ قَيس‬،ُ‫ َح َّدثَنَا زَائِ َدة‬،‫ َح َّدثَنَا ُم َعا ِويَةُ بْنُ َع ْم ٍرو‬:ُ‫قَا َل اإلما ُم أَ ْح َمد‬
ُ‫ فَ َج| ا َء حذيف |ة‬،‫سلَّ َم‬ ْ َ‫ فَ َكانَ يَ ْذ ُك ُر أ‬،‫ َكانَ ُحذيفةُ بِا ْل َمدَائِ ِن‬:‫ي قَا َل‬
َ ِ ‫شيَا َء قَالَ َها رسو ُل هَّللا‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ّ ‫ال ِك ْند‬
‫ض |ى‬ َ ‫ َويَ ْر‬،‫ب فَيَقُ||و ُل‬ َ ‫ أن رسو َل هللا صلى هللا علي||ه وس||لم [ َك||انَ يَ ْغ‬،َ‫ يَا حذيفة‬: ُ‫س ْل َمان‬
ُ |‫ض‬ َ ‫س ْلمان فَقَا َل‬
َ ‫إِلَى‬
]ً‫[س |بَّة‬
َ ‫س|بَبتُه‬ َ ‫ "أَيُّ َما َر ُج| ٍل ِمنْ أُ َّمتِي‬:‫ لَقَ ْد َعلِ ْمتُ أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم] خطَب فَقَا َل‬:‫فَيَقُو ُل‬
ً‫ َوإِنَّ َم||ا بَ َعثَنِي َر ْح َم| ة‬، َ‫ض |بُون‬
َ ‫ب َك َم||ا يَ ْغ‬ َ ‫ أَ ْغ‬،‫ فَإِنَّ َم||ا أَنَ||ا َر ُج| ٌل ِمنْ َولَ | ِد آ َد َم‬،ً‫ض |بي أَ ْو لَ َع ْنتُ |هُ لَ ْعنَ |ة‬
ُ |‫ض‬ َ ‫فِي َغ‬
."‫صاَل ةً َعلَ ْي ِه يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة‬
َ ‫اج َع ْل َها‬ ْ َ‫ ف‬، َ‫لِ ْل َعالَ ِمين‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Amr,
telah menceritakan kepada kami Zaidah, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu
Qais, dari Amr ibnu Abu Qurrah Al-Kindi yang mengatakan bahwa Huzaifah tinggal
di Madaln, dia sering memberikan banyak penyuluhan kepada orang-orang dengan
hadis-hadis yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Lalu
Huzaifah datang kepada Salman. Maka Salman berkata kepadanya, bahwa
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Siapa pun
orangnya yang pernah aku maki atau aku laknat saat aku sedang marah, maka
sesungguhnya diriku ini tiada lain seorang lelaki dari anak Adam (manusia) yang
juga marah sama dengan kalian bila marah. Tetapi sesungguhnya aku diutus oleh
Allah sebagai pembawa rahmat buat semesta alam, maka aku akan menjadikan
marah dan laknatku itu sebagai rahmat buatnya kelak di hari kiamat.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Yunus, dari Zaidah. Jika
dikatakan, "Rahmat apakah yang dapat diperoleh oleh orang yang kafir kepadanya?"
Sebagai jawabannya ialah apa yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir yang
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Syahin, telah menceritakan
kepada kami Ishaq ibnu Al-Azraq, dari Al-Mas'udi, dari seorang lelaki yang dikenal
dengan nama Sa'id, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107) Bahwa yang dimaksud
ialah rahmat bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dengan
dipastikan-Nya rahmat baginya di dunia dan akhirat; sedangkan bagi orang yang
tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya, terbebaskan dari azab yang pernah
dialami oleh umat-umat sebelumnya yang durhaka.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang sama melalui hadis Al-Mas'udi, dari
Abu Sa'd alias Sa'id ibnul Mirzaban Al-Baqqal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu
Abbas.
Abul Qasim At-Tabrani telah meriwayatkannya dari Abdan ibnu Ahmad, dari Isa ibnu Yunus
Ar-Ramli, dari Ayyub ibnu Suwaid, dari Al-Mas'udi, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah Kami
mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang-orang yang mengikutinya beroleh rahmat di dunia ini
dan di akhirat kelak. Sedangkan orang-orang yang tidak mengikutinya dapat terhindar dari
cobaan berupa ditenggelamkan ke bumi, dikutuk, dan ditimpa azab yang pernah dialami oleh
umat-umat lain sebelum mereka.
Surah Al-Hajj
Ayat 01

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian; sesungguhnya keguncangan hari


kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat)
a. Tafsir Jalalain
(Hai manusia!) yakni penduduk Mekah dan selainnya (Bertakwalah kepada Rabb
kalian) takutlah kalian akan azab-Nya, yaitu dengan taat kepada-Nya (sesungguhnya
keguncangan hari kiamat itu) yakni saat gempa yang amat dahsyat menimpa bumi,
lalu disusul dengan terbitnya matahari dari tempat terbenamnya, itulah pertanda
kiamat telah di ambang pintu (adalah suatu kejadian yang sangat besar) sangat
mengejutkan manusia hal ini merupakan semacam azab
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya
agar bertakwa kepada-Nya seraya memberitahukan kepada mereka peristiwa yang
bakal mereka hadapi pada hari kiamat, yaitu kengerian dan keguncangannya yang
amat dahsyat. Para ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan keguncangan
hari kiamat ini, apakah terjadi sesudah manusia dibangkitkan dari kuburnya di hari
mereka digiring menuju ke tempat pemberhentian hari kiamat, ataukah yang
dimaksud adalah guncangan bumi sebelum manusia dikeluarkan dari kubur mereka,
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
}‫ض أَ ْثقَالَ َها‬
ُ ‫األر‬
ْ ‫ت‬ ِ ‫ َوأَ ْخ َر َج‬.‫ض ِز ْلزَالَ َها‬
ُ ‫األر‬
ْ ‫ت‬ ِ َ‫{إِ َذا ُز ْل ِزل‬
Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya. (Az-Zalzalah: 1-2)
}ُ‫ت ا ْل َواقِ َعة‬
ِ ‫ض َوا ْل ِجبَا ُل فَ ُد َّكتَا َد َّكةً * َوا ِح َدةً فَيَ ْو َمئِ ٍذ َوقَ َع‬
ُ ‫األر‬
ْ ‫ت‬ ِ َ‫{ َو ُح ِمل‬
dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.
Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat.  (Al-Haqqah: 14-15)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ًّ َ‫ت ا ْل ِجبَا ُل ب‬
}‫سا‬ َّ ُ‫ َوب‬.‫ض َر ًّجا‬
ِ ‫س‬ ُ ‫األر‬
ْ ‫ت‬ ِ ‫{إِ َذا ُر َّج‬
apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung
dihancurluluhkan sehancur-hancurnya. (Al-Waqi'ah: 4-5)
Sebagian ulama mengatakan bahwa guncangan ini terjadi di penghujung usia dunia
dan mengawali kejadian hari kiamat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-
A'masy, dari Ibrahim, dari AIqamah sehubungan dengan makna firman-
Nya: sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat
besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1) Bahwa kejadian ini terjadi sebelum hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis As-Sauri, dari Mansur dan Al-
A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, lalu ia menyebutkan hal yang sama.
‫‪Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula dari Asy-Sya'bi, Ibrahim, dan Ubaid ibnu‬‬
‫‪Umair hal yang semisal.‬‬
‫‪Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Ata, dari Amir Asy-Sya'bi sehubungan dengan‬‬
‫‪makna firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian; sesungguhnya‬‬
‫)‪keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar.  (Al-Hajj: 1‬‬
‫‪Kejadian ini menimpa dunia menjelang hari kiamat.‬‬
‫‪Imam Abu Ja'far ibnu Jarir telah meriwayatkan salah satu di antara sandaran‬‬
‫‪pendapat ini dalam hadis sur (sangkakala) yang diriwayatkan melalui Ismail ibnu‬‬
‫‪Rafi' (qadi penduduk Madinah), dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari seorang lelaki‬‬
‫‪Ansar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari seorang lelaki, dari Abu Hurairah‬‬
‫‪yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:‬‬
‫ص | ِر ِه إِلَى‬
‫ص ِببَ َ‬ ‫اض ُعهُ َعلَى فِيه‪ ،‬ش ِ‬
‫َاخ ٌ‬ ‫الصور‪ ،‬فَأ َ ْعطَاهُ إِ ْ‬
‫س َرافِي َل‪ ،‬فَ ُه َو َو ِ‬ ‫ق ُّ‬ ‫ت َواأْل َ ْر ِ‬
‫ض َخلَ َ‬ ‫س َم َوا ِ‬ ‫"إِنَّ هَّللا َ لَ َّما فَ َر َغ ِمنْ َخ ْل ِ‬
‫ق ال َّ‬
‫ال َعرش‪َ ،‬ي ْنتَ ِظ ُر َمتَى يُؤْ َم ُر"‪ .‬قَا َل أَبُو ه َُر ْي َرةَ‪َ :‬يا َر ُ‬
‫سو َل هَّللا ِ‪َ ،‬و َما ُّ‬
‫الصو ُر؟‬
‫ث نفخ|ات‪ ،‬األولى نفخ|ة الف|زع‪َ  ،‬والثَّانِيَ|ةُ‬ ‫|رنٌ ع َِظي ٌم يُ ْنفَ ُخ فِي| ِه ثَاَل ُ‬ ‫قَا َل‪" :‬قَ ْرنٌ " قَا َل‪ :‬فَ َكيْفَ ُه َو؟ قَا َل‪" :‬قَ ْ‬
‫ص ْعق‪َ ،‬والثَّالِثَةُ نَ ْف َخةُ ا ْلقِيَ ِام لِ َر ِّب ا ْل َعالَ ِمينَ ‪ ،‬يَأْ ُم ُر هَّللا ُ إِ ْ‬
‫س | َرافِي َل بِالنَّ ْف َخ| ِة أْل ُولَى فَيَقُ||و ُل‪ :‬انفخ نَ ْف َخ| ةَ‬ ‫نَ ْف َخةُ ال َّ‬
‫ش|ا َء هَّللا ُ‪َ ،‬ويَ|أْ ُم ُرهُ َيَ ُم| ُّدهَا َويُ َ‬
‫ط ِّولُ َه|ا َواَل يَ ْفتُ| ُر‪َ ،‬و ِه َي‬ ‫ت َوأَهْ| ُل اأْل َ ْر ِ‬
‫ض‪ ،‬إِاَّل َمنْ َ‬ ‫ع أَهْ| ُل َّ‬
‫الس| َم َوا ِ‬ ‫ع‪ .‬فيفز ُ‬ ‫ا ْلفَزَ ِ‬
‫اق} [ص‪ ]15 :‬فَيُس||ير هَّللا ُ‬ ‫|و ٍ‬‫اح| َدةً َم||ا لَ َه||ا ِمنْ فَ| َ‬ ‫ص| ْي َحةً َو ِ‬
‫الَّتِي يَقُ||و ُل هَّللا ُ تَ َع||الَى‪َ { :‬و َم||ا يَ ْنظُ| ُر َه|ؤُال ِء إِال َ‬
‫اجفَ|ةُ‪.‬‬
‫|و َم ت َْر ُج| فُ ال َّر ِ‬‫ض بِأ َ ْهلِ َه||ا َر ًّج| ا‪َ ،‬و ِه َي الَّتِي يَقُ||و ُل هَّللا ُ تَ َع||الَى‪{ :‬يَ| ْ‬
‫س| َرابًا وتُ||رج اأْل َ ْر ُ‬
‫ا ْل ِجبَا َل‪ ،‬فَتَ ُكونُ َ‬
‫سفِينَ ِة ا ْل ُموبِقَ ِة فِي ا ْلبَ ْح| ِر‪،‬‬
‫ض‪َ ،‬كال َّ‬‫ت‪ ، ]8- 6 :‬فَتَ ُكونُ اأْل َ ْر ُ‬ ‫اجفَةٌ}| [النَّا ِزعَا ِ‬ ‫تَ ْتبَ ُع َها ال َّرا ِدفَةُ‪ .‬قُلُ ٌ‬
‫وب يَ ْو َمئِ ٍذ َو ِ‬
‫اس َعلَى ظَ ْه ِرهَ||ا‪،‬‬ ‫ش تُ َر ِّج ُحهُ اأْل َ ْر َو ُ‬
‫اح‪ .‬فَيَ ْمتَ ُّد النَّ ُ‬ ‫اج تَ ْكفَ ُؤهَا بِأ َ ْهلِ َها‪َ ،‬و َكا ْلقِ ْن ِدي ِل ا ْل ُم َعلَّ ِ‬
‫ق بِا ْل َع ْر ِ‬ ‫َض ِربُ َها اأْل َ ْم َو ُ‬
‫ت ْ‬
‫شيَا ِطينُ هَا ِربَةً‪َ ،‬حتَّى تَأْتِ َي اأْل َ ْقطَا َر‪ ،‬فَتَلَقَّاهَا‬ ‫يب ا ْل ِو ْلدَانُ ‪َ ،‬وتَ ِطي ُر ال َّ‬ ‫ش ُ‬ ‫ض ُع ا ْل َح َوا ِم ُل‪َ .‬ويَ ِ‬ ‫اض ُع‪َ ،‬وتَ َ‬‫فَت َْذ َه ُل ا ْل َم َر ِ‬
‫|و الَّ ِذي يَقُ||و ُل هَّللا ُ‬
‫ض|ا‪َ ،‬و ُه| َ‬ ‫ب ُو ُجو َه َها‪ ،‬فَت َْر ِج ُع‪َ ،‬ويُ َولِّي النَّ ُ‬
‫اس ُم ْدبِ ِرينَ ‪ ،‬يُنَ|ا ِدي بَ ْع ُ‬
‫ض| ُه ْم بَ ْع ً‬ ‫ا ْل َماَل ئِ َكةُ فَت ْ‬
‫َض ِر ُ‬
‫ض|لِ ِل هَّللا ُ فَ َم||ا َل|هُ ِمنْ َه||ا ٍد}‬
‫َاص| ٍم َو َمنْ يُ ْ‬‫|و َم تُ َو ُّلونَ ُم| ْدبِ ِرينَ َم||ا َل ُك ْم ِمنَ هَّللا ِ ِمنْ ع ِ‬ ‫تَ َعالَى‪{ :‬يَ| ْ‬
‫|و َم التَّنَ||ا ِد * يَ| ْ‬
‫|رأوا أَ ْم| ًرا َع ِظي ًم||ا‪،‬‬ ‫ض ِمنْ قُ ْط| ٍر إِلَى قُ ْط| ٍر‪ ،‬فَ| َ‬ ‫ت اأْل َ ْر ُ‬ ‫[ َغ||افِ ٍر‪ ]33 | ،32 :‬فَبَ ْينَ َم||ا ُه ْم َعلَى َذلِ | َك إِ ِذ ا ْن َ‬
‫ص | َد َع ِ‬
‫س| َها‬‫ش ْم ُ‬
‫س|فَ َ‬ ‫|ل‪ ،‬ثُ َّم ُخ ِ‬ ‫ب َم|ا هَّللا ُ أَ ْعلَ ُم بِ| ِه‪ ،‬ثُ َّم نَظَ| ُروا إِلَى َّ‬
‫الس| َما ِء َف|إِ َذا ِه َي َكا ْل ُم ْه| ِ‬ ‫|ر ِ‬ ‫فَأ َ َخ| َذ ُه ْم ِل| َذلِ َك ِمنَ ا ْل َك| ْ‬
‫"واأْل َ ْم| َواتُ‬
‫س|لَّ َم‪َ :‬‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي| ِه َو َ‬ ‫شطت َع ْن ُه ْم" قَا َل َر ُ‬
‫سو ُل هَّللا ِ َ‬ ‫وخسفَ قَ َم ُرهَا‪َ ،‬وا ْنتَثَ َرتْ نُ ُجو ُم َها‪ ،‬ثُ َّم ُك ِ‬ ‫ُ‬
‫ت َو َمنْ‬
‫اوا ِ‬ ‫ستَ ْثنَى هَّللا ُ ِحينَ يَقُو ُل‪{ :‬فَفَ ِز َع َمنْ فِي َّ‬
‫الس|| َم َ‬ ‫َي ٍء ِمنْ َذلِكَ" قَا َل أَبُو ُه َر ْي َرةَ‪ :‬فَ َم ِن ا ْ‬ ‫اَل يَ ْعلَ ُمونَ بِش ْ‬
‫ع إِلَى اأْل َ ْحيَ||ا ِء‪ ،‬أُولَئِ||كَ‬
‫ص ُل ا ْلفَزَ ُ‬
‫ش َهدَا ُء‪َ ،‬وإِنَّ َما يَ ِ‬ ‫ض إِال َمنْ شَا َء هَّللا ُ} [النَّ ْم ِل‪ ]87 :‬؟ قَا َل‪ :‬أُولَئِكَ ال ُّ‬ ‫األر ِ‬ ‫فِي ْ‬
‫|و َع| َذ ُ‬
‫اب هَّللا ِ يَ ْب َعثُ|هُ َعلَى ِ‬
‫ش| َرا ِر َخ ْلقِ| ِه‪،‬‬ ‫|و ِم َوآ َمنَ ُه ْم‪َ ،‬و ُه| َ‬ ‫أَ ْحيَا ٌء ِع ْن َد َربِّ ِه ْم يُ ْر َزقُونَ ‪َ ،‬وقَا ُه ُم هَّللا ُ َ‬
‫ش َّر َذلِ| َك ا ْليَ| ْ‬
‫|و َم تَ َر ْونَ َه||ا تَ| ْ|ذ َه ُل ُك| ُّل‬
‫َي ٌء َع ِظي ٌم * يَ| ْ‬ ‫َوه َُو الَّ ِذي يَقُو ُل هَّللا ُ‪{ :‬يَا أَيُّ َها النَّ ُ‬
‫اس اتَّقُوا َربَّ ُك ْم إِنَّ َز ْل َزلَةَ ال َّ‬
‫سا َع ِة ش ْ‬
َ ‫س َكا َرى َولَ ِكنَّ َع َذ‬
ِ ‫اب هَّللا‬ َ ‫س َك‬
ُ ِ‫ارى َو َما ُه ْم ب‬ ُ ‫اس‬ ِ ‫ض ُع ُك ُّل َذا‬
َ َّ‫ت َح ْم ٍل َح ْملَ َها َوتَ َرى الن‬ َ ‫ض َع ٍة َع َّما أَ ْر‬
َ َ‫ض َعتْ َوت‬ ِ ‫ُم ْر‬
}ٌ‫ش ِديد‬
َ
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala setelah selesai menciptakan langit dan
bumi, beranjak menciptakan sur (sangkakala), lalu diserahkan kepada Malaikat
Israfd. Sekarang Israfil meletakkan sangkakala itu di mulutnya, sedangkan matanya
memandang ke arah 'Arasy menunggu bila ia diperintahkan (untuk meniupnya).
Sahabat Abu Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah sur itu?" Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Seperti tanduk (terompet)." Abu Hurairah
bertanya, "Bagaimanakah bentuknya?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
menjawab, "Terompet besar, Israfil akan melakukan tiga kali tiupan
padanya." Tiupan pertama menimbulkan kedahsyatan yang sangat besar, tiupan
kedua adalah tiupan yang membinasakan semua makhluk, dan tiupan yang ketiga
adalah tiupan yang membangkitkan semua makhluk hidup kembali untuk menghadap
kepada Tuhan semesta alam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, memerintahkan
kepada Israfil untuk melakukan tiupan pertama, "Tiuplah, tiupan yang menimbulkan
kedahsyatan yang besar!" Maka terkejutlah semua penduduk langit dan bumi,
terkecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah tidak merasa terkejut. Allah
memerintahkan kepada Israfil, maka saat itu juga Israfil langsung menjulurkan dan
meniupnya. Hal ini dikisahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui firman-
Nya: Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak
ada baginya saat berselang.  (Shad: 15) Maka semua gunung beterbangan menjadi
debu, dan bumi mengalami gempa yang amat dahsyat mengguncangkan semua
penghuninya. Hal ini disebutkan oleh firman-Nya: pada hari ketika tiupan pertama
mengguncangkan alam, tiupan yang pertama itu diiringi dengan tiupan yang kedua.
Hati manusia pada  waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 6-8) Saat itu bumi bagaikan
sebuah perahu yang terombang-ambingkan oleh ombak laut yang sangat besar
berikut para penumpangnya yang bergelayutan bagaikan pelita gantung yang ditiup
angin keras. Semua manusia yang ada di bumi bergelindingan, dan wanita-wanita
yang hamil saat itu juga melahirkan bayi-bayinya, anak-anak kecil mendadak
beruban karena kesusahan yang sangat. Setan-setan pun beterbangan melarikan diri
hingga mencapai batas ufuk cakrawala; tetapi para malaikat menghadangnya, lalu
memukuli wajahnya hingga setan kembali lagi ke bumi. Manusia porak-poranda
melarikan diri seraya sebagian dari mereka memanggil-manggil sebagian lainnya.
Keadaan inilah yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam firman-
Nya: (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagi kalian
seorang pun yang menyelamatkan kalian dari (azab) Allah; dan siapa yang
disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi
petunjuk.  (Al-Mu’min: 33) Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba bumi
terbelah dari satu kawasan ke kawasan yang lainnya, dan mereka melihat peristiwa
besar yang membuat mereka mendapat mala petaka yang tak terperikan besarnya;
hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Kemudian mereka melihat ke arah langit,
tiba-tiba mereka melihatnya mendidih, lalu matahari dan bulan pudar sinarnya serta
bintang-bintang bertaburan dan saling berbenturan, lalu lenyap dari pandangan
mereka.  Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Orang-orang yang telah
mati tidak mengetahui sedikit pun dari peristiwa itu." Abu Hurairah bertanya,
"Siapakah orang-orang yang dikecualikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam
firman-Nya itu?" (yakni firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan): maka
terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang
dikehendaki Allah. (An-Naml: 87) Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
bersabda: Mereka adalah para syuhada, sesungguhnya kedahsyatan yang besar itu
hanya dialami oleh orang-orang yang hidup. Para syuhada itu sekalipun mereka
hidup di sisi Allah dalam keadaan diberi rezeki, tetapi Allah telah memelihara dan
menyelamatkan mereka dari peristiwa buruk yang terjadi di hari itu, yaitu azab
Allah yang ditimpakan kepada makhluk-Nya yang jahat-jahat, seperti yang
diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya, "Hai manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah
suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah)pada hari (ketika) kamu
melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak
yang disusukannya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu
lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk,
tetapi azab Allah itu sangat besarnya.”(Al-Hajj: 1-2)
Imam Tabrani, Imam Ibnu Jarir, dan Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan
hadis ini pula dengan panjang lebar.
Tujuan pengetengahan hadis ini adalah untuk membuktikan bahwa keguncangan ini
terjadi sebelum hari kiamat, hanya penyebutannya dikaitkan dengan hari kiamat
karena peristiwa tersebut dekat sekali dengan kejadian hari kiamat, seperti halnya
penyebutan tentang tanda-tanda hari kiamat dan yang semisal dengannya.
Ulama lainnya berpendapat bahwa kedahsyatan, kengerian, dan keguncangan itu
justru terjadi pada hari kiamat di Padang Mahsyar saat semua makhluk dibangkitkan
hidup kembali dari kuburannya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, ia
memilih pendapat ini karena berlandaskan kepada hadis-hadis berikut:
Hadis pertama.
َّ‫ص|ين؛ أَن‬ َ ‫ عن عم||ران [ابن] ُح‬،‫ عن الحس||ن‬،ُ‫ َح| َّدثَنَا قَتَ||ا َدة‬،‫ش| ٍام‬ َ ‫ عَنْ ِه‬،‫ َح| َّدثَنَا يَ ْحيَى‬:ُ‫قَا َل اإْل ِ َم||ا ُم أَ ْح َم| د‬
‫ َرفَ َع بِ َهاتَ ْي ِن‬،‫س ْي ُر‬ ْ َ‫اوتَ بَيْنَ أ‬
َّ ‫ص َحابِ ِه ال‬ ْ َ‫ض أ‬
َ َ‫ َوقَ ْد تَف‬،‫سفَا ِر ِه‬ ِ ‫سلَّ َم قَا َل َو ُه َو فِي بَ ْع‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬
ُ ‫َر‬
‫ض| َع ٍة‬ ِ ‫َي ٌء َع ِظي ٌم يَ ْو َم ت ََر ْونَ َها تَ| ْ|ذ َه ُل ُك| ُّل ُم ْر‬
ْ ‫سا َع ِة ش‬ ُ َّ‫ {يَا أَيُّ َها الن‬:ُ‫ص ْوتَه‬
َّ ‫اس اتَّقُوا َربَّ ُك ْم إِنَّ زَ ْلزَ لَةَ ال‬ َ ‫اآْل يَتَ ْي ِن‬
َ ‫ارى َولَ ِكنَّ َع| َذ‬
ِ ‫اب هَّللا‬ َ ‫س | َك‬ُ ِ‫س | َكا َرى َو َم||ا ُه ْم ب‬ ُ ‫اس‬َ َّ‫|ل َح ْملَ َه||ا َوتَ | َرى الن‬ ِ ‫َض | ُع ُك | ُّل َذا‬
ٍ |‫ت َح ْم‬ َ ‫َع َّما أَ ْر‬
َ ‫ض | َعتْ َوت‬
" :‫ش| ُهوا َح ْولَ|هُ قَ||ا َل‬ َّ َ ‫ فَلَ َّما تَأ‬،ُ‫|و ٍل يَقُولُ|ه‬
ْ |َ‫ َو َع َرفُوا أَنَّهُ ِع ْن َد ق‬،‫ص َحابُهُ بِ َذلِكَ َح ْثوا ال ُمطي‬ ْ َ‫س ِم َع أ‬ َ ‫فَلَ َّما‬ }ٌ‫ش ِديد‬
َ
‫ ا ْب َع ْث بَ ْعثَكَ إِلَى‬،‫ يَا آ َد ُم‬:‫ فَيَقُو ُل‬،‫ فَيُنَا ِدي ِه َربُّهُ َع َّز َو َج َّل‬،‫ساَل ُم‬ ُّ َ‫أَتَ ْدرُونَ أ‬
َّ ‫ َعلَ ْي ِه ال‬،‫ي يَ ْو ٍم َذاكَ ؟ يَ ْو َم يُنَادَى آ َد ُم‬
‫اح ٌد فِي‬ ِ ‫ َو َو‬،‫سعُونَ فِي النَّا ِر‬ ْ ِ‫س َعةٌ َوت‬
ْ ِ‫س ُع ِمائَ ٍة َوت‬ ٍ ‫ ِمنْ ُك ِّل أَ ْل‬:‫ث النَّا ِر؟ فَيَقُو ُل‬
ْ ِ‫ف ت‬ ُ ‫ َو َما بَ ْع‬،‫ يَا َر ِّب‬:‫النَّا ِر فَيَقُو ُل‬
ِ ‫ "أَ ْب‬:‫ فَلَ َّما َرأَى َذلِكَ قَا َل‬،‫اح َك ٍة‬
‫ فَ َوالَّ ِذي‬،‫ش ُروا َوا ْع َملُ||وا‬ ِ ‫ض‬ َ ‫ص َحابُهُ َحتَّى َما أَ ْو‬
َ ِ‫ض ُحوا ب‬ ْ َ‫س أ‬
َ َ‫ قَا َل فَأ َ ْبل‬."‫ا ْل َجنَّ ِة‬
ْ‫ َو َمنْ َهلَ|كَ ِمن‬،‫وج‬ ُ ‫وج َو َم|أْ ُج‬
ُ ‫ يَ|أْ ُج‬:ُ‫ط إِاَّل َكثَّ َرتَ|اه‬
ُّ |َ‫ش| ْي ٍء ق‬ ُ ‫نَ ْف‬
َ ‫ إِنَّ ُك ْم لَ َم َع َخليقتين َما َكانَتَا َم َع‬،‫س ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه‬
‫ َم||ا أَ ْنتُ ْم‬،‫س ُم َح َّم ٍد بِيَ| ِد ِه‬
ُ ‫ فَ َوالَّ ِذي نَ ْف‬،‫ش| ُروا‬ ِ ‫ ا ْع َملُ||وا َوأَ ْب‬:‫ ثُ َّم قَا َل‬،‫س ّري َع ْن ُه ْم‬
ُ ‫ ف‬:‫يس" قَا َل‬
َ ِ‫بَنِي آ َد َم َوبَنِي إِ ْبل‬
ِ ‫ أَ ِو ال َّر ْق َم ِة فِي ِذ َر‬،‫ب ا ْلبَ ِعي ِر‬
."‫اع الدَّابَّ ِة‬ ِ ‫س إِاَّل َكالشَّا َم ِة فِي َج ْن‬
ِ ‫فِي النَّا‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Hisyam;
telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain,
bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda membacakan kedua
ayat berikut dengan suara yang keras di salah satu perjalanannya, yang saat itu orang-
orang yang bepergian dengan beliau sudah saling berdekatan: Hai manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah
suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu
melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui dari anak yang
disusukannya dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil; dan kamu lihat
manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi
azab Allah itu sangat kerasnya. (Al-Hajj: 1-2) Ketika para sahabat (yang bepergian
dengannya) mendengar bacaan beliau, mereka segera memacu kendaraannya
mendekati sumber suara itu. Ternyata setelah dekat, mereka mengetahui bahwa yang
membacanya adalah Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dan saat mereka telah berada
di sekelilingnya, maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Tahukah kalian,
hari apakah yang dimaksud oleh ayat ini? Yaitu suatu hari yang saat itu Adam
dipanggil oleh Tuhannya, lalu Tuhan berfirman kepadanya, "Hai Adam,
bangkitkanlah kirimanmu ke neraka." Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, berapa
banyakkah yang dikirimkan ke neraka?" Allah berfirman, "Dari seribu orang yang
sembilan ratus sembilan puluh sembilannya dimasukkan ke dalam neraka,
sedangkan yang seorang dimasukkan ke dalam surga." Para sahabat merasa berduka
cita karena mereka masih belum memahami apa yang dimaksud oleh sabda Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam itu. Melihat gejala tersebut Nabi Shallallahu'alaihi
Wasallam bersabda menjelaskannya: Bergembiralah kalian dan beramallah. Demi
Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,
sesungguhnya kalian benar-benar bersama dengan dua jenis makhluk lainnya, yang
tidak sekali-kali kedua jenis makhluk itu dikumpulkan bersama sesuatu, melainkan
membuat sesuatu itu menjadi banyak bilangannya. Yaitu Ya-juj dan Ma-juj, dan
orang-orang yang binasa dari kalangan anak Adam serta anak-anak
iblis. Mendengar penjelasan ini hati para sahabat menjadi lega. Kemudian Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam melanjutkan sabdanya: Beramallah dan bergembiralah
kalian. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-
Nya, tiadalah kalian ini dibandingkan dengan seluruh manusia, melainkan seperti
tahi lalat yang ada di lambung unta, atau seperti belang yang ada di kaki ternak.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam
kitab tafsirnya, bagian dari kitab sunnah masing-masing, melalui Muhammad ibnu
Basysyar, dari Yahya ibnul Qattan, dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, dari Qatadah dengan
sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan sahih.
Jalur lain hadis ini diketengahkan oleh Imam Turmuzi. Ia mengatakan:
‫ص | ْين؛‬ َ ‫ان ْب ِن ُح‬
ِ ‫|ر‬
َ |‫ عَنْ ِع ْم‬،‫س | ِن‬ َ ‫َن ا ْل َح‬ ِ ‫ ع‬،‫ َح َّدثَنَا ابْنُ ُجدعان‬،َ‫س ْفيَانُ بْنُ ُعيَ ْينَة‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا‬،‫َح َّدثَنَا ابْنُ أَبِي ُع َم َر‬
}‫َي ٌء ع َِظي ٌم‬
ْ ‫سا َع ِة ش‬ ُ َّ‫ {يَا أَيُّ َها الن‬: ْ‫ لَ َّما نَزَ لَت‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
َّ ‫اس اتَّقُوا| َربَّ ُك ْم إِنَّ زَ ْل َزلَةَ ال‬ َ ‫أَنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
‫|و ٍم‬ َّ َ‫ "أَتَ| ْدرُونَ أ‬:‫ فَقَ||ا َل‬،‫س|فَ ٍر‬
ْ |َ‫ي ي‬ َ ‫|و فِي‬ َ |‫ َو ُه‬،‫ أُ ْن| ِزلَتْ َعلَ ْي| ِه َه| ِذ ِه‬:‫ قَا َل‬، }ٌ‫ش ِديد‬ َ ‫{ولَ ِكنَّ َع َذ‬
َ ِ ‫اب هَّللا‬ َ :‫إِلَى قَ ْولِ ِه‬
ْ |َ‫ " َذلِ| َك ي‬:‫ قَ||ا َل‬.‫سولُهُ أَ ْعلَ ُم‬
‫ َو َم||ا‬،‫ يَ||ا َر ِّب‬:‫ قَ||ا َل‬.‫ ا ْب َع ْث بَ ْع َث النَّا ِر‬:‫|و ٌم يَقُ||و ُل هَّللا ُ آِل َد َم‬ ُ ‫ هَّللا ُ َو َر‬:‫َذلِكَ ؟ " فَقَالُوا‬
ْ ‫اح ٌد إِلَى ا ْل َجنَّ ِة" فَأ َ ْنشَأ َ ا ْل ُم‬
‫ فَقَ||ا َل‬، َ‫سلِ ُمونَ يَ ْب ُك||ون‬ ْ ِ‫س َعةٌ َوت‬
ِ ‫ َو َو‬،‫سعُونَ إِلَى النَّا ِر‬ ْ ِ‫س ُع ِمائَةٌ َوت‬
ْ ِ‫ ت‬:‫ث النَّا ِر؟ قَا َل‬ ُ ‫بَ ْع‬
"ٌ‫ط إِاَّل َك|انَ بَيْنَ يَ| َد ْي َها َجا ِهلِيَّة‬ ُّ |َ‫ فَإِنَّ َه|ا لَ ْم تَ ُكنْ نُبُ| َّوةٌ ق‬،‫وس|دِّدوا‬
َ ‫ "قَا ِربُوا‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ُ ‫َر‬
‫|ل ال َّرقم||ة‬ ِ |َ‫ َو َما َمثَلُ ُك ْم َواأْل ُ َم ُم إِاَّل َك َمث‬، َ‫ فَإِنْ تَ َّمتْ َوإِاَّل ُك ّملت ِمنَ ا ْل ُمنَافِقِين‬،‫ "فَيُؤْ َخ ُذ ا ْل َع َد ُد ِمنَ ا ْل َجا ِهلِيَّ ِة‬:‫قَا َل‬
‫ "إِنِّي أَل َ ْر ُجو أَنْ تَ ُكونُوا ُر ْب َع أه||ل الجن||ة" َف َكبَّ ُروا‬:‫ب ا ْلبَ ِعي ِر" ثُ َّم قَا َل‬ ِ ‫ أَ ْو َكالشَّا َم ِة فِي َج ْن‬،‫اع الدَّابَّ ِة‬ ِ ‫فِي ِذ َر‬
ِ ‫ص|فَ أَه‬
‫ْ|ل‬ ْ ِ‫ "إِنِّي أَل َ ْر ُج| و أَنْ تَ ُكونُ|وا ن‬:‫ ثُ َّم قَ|ا َل‬،‫ "إِنِّي أَل َ ْر ُجو أَنْ تَ ُكونُ|وا ثُلُ َث أَهْ| ِل ا ْل َجنَّ ِة" فَ َكبَّ ُروا‬:‫ثُ َّم قَا َل‬
‫ َواَل أَ ْد ِري أَقَا َل الثُّلُثَ ْي ِن أَ ْم اَل ؟‬:‫ قَا َل‬،‫ا ْل َجنَّ ِة" فَ َكبَّ ُروا‬
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami
Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jad'an, dari Al-Hasan,
dari Imran ibnu Husain, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda
ketika diturunkan firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. (Al-
Hajj: 1) sampai dengan firman-Nya: tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2)
saat itu beliau Shalallahu'alaihi Wasallam sedang dalam perjalanan. Beliau
Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Tahukah kalian hari apakah yang dimaksud
dalam ayat ini?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui."
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Hari itu adalah hari saat Allah
berfirman kepada Adam, 'Kirimkanlah orang-orang yang masuk neraka!' Adam
bertanya, 'Wahai Tuhanku, berapa orangkah yang harus dikirim ke neraka?' Allah
berfirman, 'Dari seribu orang yang sembilan ratus sembilan puluh sembilan dikirim
ke neraka, sedangkan yang seorang dikirim ke surga." Maka kaum muslim
menangis, lalu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Dekatkanlah diri
kalian (kepada Allah) dan teruslah beramal baik karena sesungguhnya tiada suatu
kenabian pun melainkan di hadapannya terdapat masa Jahiliah." Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Maka diambillah sejumlah orang dari kaum
Jahiliah jika memang ada. Jika tidak ada, bilangannya dilengkapi dengan kaum
munafik. Tiadalah kalian ini bila dibandingkan dengan umat-umat lainnya,
melainkan seperti belang yang ada di kaki hewan atau tahi lalat yang ada di
lambung unta." Kemudian Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda,
"Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat penduduk surga."
Maka mereka bertakbir. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
bersabda, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian sepertiga penduduk surga."
Mereka bertakbir lagi. Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda,
"Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah separo penduduk surga." Maka
mereka bertakbir lagi. Dan Imran ibnu Husain berkata, "Saya tidak mengetahui
apakah beliau Shalallahu'alaihi Wasallam mengucapkan dua pertiga atau tidak."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Sufyan ibnu Uyaynah
dengan sanad yang sama; kemudian Imam Turmuzi mengatakan pula bahwa hadis
ini sahih. Dia telah meriwayatkan hadis ini dari Urwah, dari Al-Hasan, dari Imran
ibnul Husain. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Sa'id ibnu Abu
Arubah dari Qatadah dari Al-Hasan dan Al-AIa ibnu Ziyad Al-Adawi, dari Imran
ibnul Husain, lalu disebutkan hadis yang semisal.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal yang sama dari Bandar, dari Gundar, dari Auf, dari
Al-Hasan yang mengatakan bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa ketika
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam kembali dari perang Al-Usrah bersama-sama
para sahabatnya dan hampir tiba di Madinah, maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam
membaca firman-Nya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya
keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
(Al-Hajj: 1) lalu disebutkan hadis yang teksnya sama dengan hadis Ibnu Jad'an.
Hadis kedua, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Disebutkan bahwa: telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnut Tabba',
telah menceritakan kepada kami Abu Sufyan Al-Ma'mari, dari Ma'mar, dari Qatadah,
dari Anas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-
Nya: sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat
besar. (Al-Hajj: 1) kemudian disebutkan hadis yang teksnya sama dengan hadis Al-
Hasan dari Imran ibnul Husain, hanya di dalam riwayat ini disebutkan bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda,
ِ ‫" َو َمنْ َهلَ َك ِمنْ َكفَ َر ِة ا ْل ِجنِّ َواإْل ِ ْن‬
."‫س‬
"Dan juga orang-orang yang telah binasa dari kalangan kebanyakan jin dan
manusia."
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dengan panjang lebar melalui riwayat Ma'mar.
Hadis ketiga, diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ia mengatakan: telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah
menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awwam, telah menceritakan kepada kami
Hilal ibnu Habbab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam membaca ayat ini. Teks hadis selanjutnya
sama dengan hadis di atas, hanya dalam riwayat ini disebutkan,

ِ |‫ "إِنِّي أَل َ ْر ُج| و أَنْ تَ ُكونُ||وا ثُلُ َث أَ ْه‬:‫ ثُ َّم قَ||ا َل‬،"‫|ل ا ْل َجنَّ ِة‬
:‫|ل ا ْل َجنَّ ِة" ثُ َّم قَ||ا َل‬ ِ |‫"إِنِّي أَل َ ْر ُج| و أَنْ تَ ُكونُ||وا ُربُ| َع أَ ْه‬
ِ ‫"وإِنَّ َما أَ ْنتُ ْم ُج ْز ٌء ِمنْ أَ ْل‬
"‫ف ُج ْز ٍء‬ ً ‫ َوزَا َد أَ ْي‬،‫ش ْط َر أَه ِْل ا ْل َجنَّ ِة" فَفَ ِر ُحوا‬
َ :‫ضا‬ َ ‫"إِنِّي أَل َ ْر ُجو أَنْ تَ ُكونُوا‬
"Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat penghuni
surga." Disebutkan lagi, "Sesungguhnya aku berharap semoga kalian sepertiga
penduduk surga." Disebutkan lagi, "Aku berharap semoga kalian separo ahli surga,"
maka mereka (para sahabat) senang mendengarnya. Di dalam riwayat ini disebutkan
pula, "Sesungguhnya kalian hanyalah sebagian dari seribu (yakni seperseribu jumlah
umat lain)".
Hadis keempat, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini, bahwa:
ُ ‫ قَ||ا َل َر‬:‫س ِعي ٍد قَا َل‬
ِ ‫س |و ُل هَّللا‬ َ ‫ عَنْ أَبِي‬،‫ح‬ َ ‫ َح َّدثَنَا أَبُو‬،‫ش‬
ٍ ِ ‫ص ال‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا اأْل َ ْع َم‬،‫ َح َّدثَنَا أَبِي‬،‫ص‬ٍ ‫َح َّدثَنَا ُع َم ُر بْنُ َح ْف‬
:‫ت‬ٍ ‫ص ْو‬ َ ِ‫ فَيُنَادَى ب‬. َ‫س ْع َد ْيك‬
َ ‫ لَبَّ ْيكَ َربَّنَا َو‬:‫ فَيَقُو ُل‬،‫ يَا آ َد ُم‬:‫ "يَقُو ُل هَّللا ُ تَ َعالَى يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ
ُ‫أَ َراه‬- ‫|ف‬ ُ ‫ َو َم||ا بَ ْع‬،‫ يَ|ا َر ِّب‬:‫ قَا َل‬.‫إِنَّ هَّللا َ يَأْ ُم ُر َك أَنْ ت ُْخ ِر َج ِمنْ ُذ ِّريَّتِكَ بَ ْعثًا إِلَى النَّا ِر‬
ٍ |‫ ِمنْ ُك| ِّل أَ ْل‬:‫ث النَّا ِر؟ قَ||ا َل‬
‫س| َكا َرى َو َم||ا‬ُ ‫اس‬ َ َّ‫{وتَ| َرى الن‬َ ،ُ‫يب ا ْل َولِيد‬ ُ ‫ش‬ َ َ‫ فَ ِحينَئِ ٍذ ت‬. َ‫س ِعين‬
ِ َ‫ َوي‬،‫ض ُع ا ْل َحا ِم ُل َح ْملَ َها‬ ْ ِ‫س َعةً َوت‬ ْ ِ‫ت‬-‫قَا َل‬
ْ ِ‫س َع ِمائَ ٍة َوت‬
ُ ‫ص|لَّى هَّللا‬ ِ ‫ق َذلِ|كَ َعلَى النَّا‬
َ ‫ قَ|ا َل النَّبِ ُّي‬،‫س َحتَّى تَ َغيَّ َرتْ ُو ُج| و ُه ُه ْم‬ َ َ‫ش| ِديدٌ} ف‬
َّ |‫ش‬ َ ‫س َكا َرى َولَ ِكنَّ َع َذ‬
َ ِ ‫اب هَّللا‬ ُ ِ‫ُه ْم ب‬
ِ ‫ ثُ َّم أَ ْنتُ ْم فِي النَّا‬،ٌ‫اح| د‬
َّ ‫س َك‬
‫الش | ْع َر ِة‬ ِ ‫ َو ِم ْن ُك ْم َو‬،‫ "من يأجوج ومأجوج تسعمائة وتسعة وتسعين‬:‫َعلَ ْي ِه وسلم‬
‫ َوإِنِّي أَل َ ْر ُج| و أَنْ تَ ُكونُ|وا‬،‫س| َو ِد‬ ْ َ ‫ب الثَّ ْو ِر اأْل‬ َّ ‫ أَ ْو َكال‬،‫ض‬
َ ‫ش ْع َر ِة ا ْلبَ ْي‬
ِ ‫ض|ا ِء فِي َج ْن‬ ِ َ‫ب الثَّ ْو ِر اأْل َ ْبي‬ِ ‫س ْودَا ِء فِي َج ْن‬ َّ ‫ال‬
‫ش ْط ُر أَه ِْل ا ْل َجنَّ ِة" فَ َكبَّ ْرنَا‬َ " :‫ ثُ َّم قَا َل‬،‫ فَ َكبَّ ْرنَا‬."‫ث أَ ْه ِل ا ْل َجنَّ ِة‬
ُ ُ‫ "ثُل‬:‫ ثُ َّم قَا َل‬،‫ فَ َكبَّ ْرنَا‬."‫ُربُ َع أَه ِْل ا ْل َجنَّ ِة‬
telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Al A'masy, telah menceritakan kepada kami
Abu Saleh, dari Abu Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam pernah bersabda, bahwa kelak di hari kiamat Allah berfirman, "Hai
Adam!" Adam menjawab, "Labbaika, ya Tuhan kami. Saya penuhi panggilan-Mu
dengan penuh kebahagiaan." Kemudian terdengarlah suara yang berseru,
"Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar mengeluarkan sebagian dari
keturunanmu untuk dikirimkan ke neraka." Adam bertanya, "Wahai Tuhanku,
berapakah jumlah yang akan dikirim ke neraka?" Dijawab, "Dari setiap seribu
orang, sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." Dalam keadaan seperti itu
wanita-wanita yang hamil melahirkan anaknya dan anak-anak beruban. dan kamu
lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk,
tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-Hajj: 2) Maka berita itu terasa berat oleh para
sahabat, sehingga wajah mereka berubah menjadi pucat karenanya. Maka Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: "Sembilan ratus sembilan puluh sembilan dari
kalangan Ya-juj dan Ma-juj, sedangkan dari kalian satu orang. Kalian di kalangan
manusia sama halnya dengan sehelai bulu hitam yang terdapat pada tubuh banteng
yang berbulu putih, atau seperti sehelai bulu putih yang ada di lambung banteng
yang berbulu hitam. Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat
ahli surga,  " maka kami bertakbir. Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
bersabda, "Sepertiga ahli surga, " maka kami bertakbir. Lalu Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Separo ahli surga, " dan kami bertakbir lagi.
Imam Bukhari telah meriwayatkan pula di lain kitab tafsir, dan Imam Muslim, serta
Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan
sanad yang sama.
Hadis kelima, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
‫ عَنْ أَبِي‬،‫س||لِ ٍم‬ ْ ‫ ِكاَل ُه َما عَنْ إِ ْب َرا ِهي َم ْب ِن ُم‬،‫ َو ُعبَ ْي َدةَ ا ْل َم ْعنَى‬-‫ي‬ِّ ‫س ْفيَانَ الثَّ ْو ِر‬ ِ ‫ابْنُ أُ ْخ‬- ‫حَ َّدثَنَا َع َّما ُر بْنُ ُم َح َّم ٍد‬
ُ ‫ت‬
‫|و َم ا ْلقِيَا َم| ِة ُمنَا ِديً||ا‬ ُ ‫ "إن هَّللا َ يَ ْب َع‬:‫س|لَّ َم‬
ْ |َ‫ث ي‬ َ ‫ص|لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي| ِه َو‬
َ ِ ‫س|و ُل هَّللا‬ ِ ‫اأْل َ ْح َو‬
ُ ‫ قَ||ا َل َر‬:‫ عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ قَ||ا َل‬،‫ص‬
:ُ‫ َمنْ ُه ْم؟ فَيُقَا ُل لَ|ه‬،‫ يَا َر ِّب‬:‫ فَيَقُو ُل آ َد ُم‬،‫ إِنْ هَّللا َ يَأْ ُم ُر َك أَنْ تَ ْب َع َث بَ ْعثًا ِمنْ ُذ ِّريَّتِكَ إِلَى النَّا ِر‬،‫ يَا آ َد ُم‬:]‫[يُنَا ِدي‬
ُ ‫ َمنْ َه َذا النَّا ِجي ِمنَّا بَ ْع َد َه َذا يَا َر‬:‫ فَقَا َل َر ُج ٌل ِمنَ ا ْلقَ ْو ِم‬." َ‫س ِعين‬
‫ " َه ْل‬:‫سو َل هَّللا ِ؟ قَا َل‬ ْ ِ‫س َعةً َوت‬ ْ ِ‫ِمنْ ُك ِّل ِمائَ ٍة ت‬
"‫ص ْد ِر ا ْلبَ ِعي ِر‬
َ ‫س إِاَّل َكالشَّا َم ِة فِي‬ ِ ‫تَ ْدرُونَ َما أَ ْنتُ ْم فِي النَّا‬
telah menceritakan kepada kami Imarah ibnu Muhammad (anak lelaki dari saudara
perempuan Sufyan As-Sauri), juga dari Ubaidah Al-Ammi; keduanya dari Ibrahim
ibnu Muslim, dari Abul Ahwas, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah
Shalallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta'ala kelak di hari kiamat memerintahkan kepada juru penyeru untuk menyerukan,
"Hai Adam, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar mengirimkan
sejumlah orang dari keturunanmu ke neraka.” Maka Adam bertanya, "Wahai
Tuhanku, siapa sajakah mereka?'' Dikatakan kepadanya, “Dari seratus orang,
sembilan puluh sembilan orang.” Kemudian seseorang lelaki dari kaum (yang hadir)
bertanya, "Siapakah orang yang selamat di antara kita sesudah itu, wahai
Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Tahukah kalian,
tiadalah kalian ini di kalangan umat manusia melainkan seperti tahi lalat yang ada
di lambung unta.”
Ditinjau dari sanad dan teks hadisnya, Imam Ahmad meriwayatkannya
secara munfarid (tunggal).
Hadis keenam, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dinyatakan bahwa:
،َ‫ش|ة‬ َ |َ‫اس| َم بْنَ ُم َح َّم ٍد أَ ْخب‬
َ ِ‫ عَنْ عَائ‬،ُ‫|ره‬ ِ َ‫ َح َّدثَنَا ابْنُ أَبِي ُملَ ْي َكةَ؛ أَنَّ ا ْلق‬،َ‫ص ِغي َرة‬
َ ‫ عَنْ َحاتِ ِم ْب ِن أَبِي‬،‫َح َّدثَنَا يَ ْحيَى‬
‫ يَ||ا‬:ُ‫ش|ة‬ َ ِ‫ قَ||الَتْ عَائ‬." ‫|راًل‬ ْ |‫|راةً ُغ‬ َ |‫شرُونَ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة ُحفاة ُع‬َ ‫ "إِنَّ ُك ْم ت ُْح‬:‫سلَّ َم قَا َل‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫َن النَّبِ ِّي‬
ِ ‫ع‬
‫ش| ُّد ِمنْ أَنْ يُ ِه َّم ُه ْم‬
َ َ‫|ر أ‬
َ |‫ إِنَّ اأْل َ ْم‬،ُ‫ش|ة‬ َ ِ‫ "يَ||ا عَائ‬:‫ض؟ قَ||ا َل‬ ٍ ‫ض| ُه ْم إِلَى بَ ْع‬ ُ ‫سا ُء يَ ْنظُ| ُر بَ ْع‬
َ ِّ‫ ال ِّر َجا ُل َوالن‬،ِ ‫سو َل هَّللا‬
ُ ‫َر‬
." َ‫َذاك‬
telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Hatim ibnu Abu Safirah, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Mulaikah; Al-Qasim ibnu Muhammad pernah
menceritakan kepadanya bahwa Siti Aisyah pernah menceritakan hadis berikut dari
Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Sesungguhnya kalian akan
dihimpunkan kepada Allah pada hari kiamat dalam keadaan tak beralas kaki,
telanjang, lagi tidak berkhitan. Siti Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, kaum laki-
laki dan kaum wanita sebagian dari mereka melihat sebagian lainnya.” Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Hai Aisyah, sesungguhnya peristiwanya
jauh lebih dahsyat daripada memalingkan mereka ke arah itu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab
sahihnya masing-masing.
Hadis ketujuh.
ِ َ‫ َع ِن ا ْلق‬،‫ عَنْ َخالِ| ِد ْب ِن أَبِي ِع ْم|ران‬،‫ َح| َّدثَنَا ابْنُ لَ ِهيع|ة‬،َ‫س| َحاق‬
‫اس| ِم ْب ِن‬ ْ ِ‫ َح َّدثَنَا يَ ْحيَى بْنُ إ‬:ُ‫قَا َل اإْل ِ َما ُم أَ ْح َمد‬
‫ أَ َّما‬،ُ‫شة‬ ُ ِ‫ َه ْل يَ ْذ ُك ُر ا ْل َحب‬،ِ ‫سو َل هَّللا‬
َ ِ‫ "يَا عَائ‬:‫يب َحبِيبَهُ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة؟ قَا َل‬ ُ ‫ يَا َر‬: ُ‫ قُ ْلت‬: ْ‫شةَ قَالَت‬ َ ِ‫ عَنْ عَائ‬،‫ُم َح َّم ٍد‬
‫ب فَإِ َّما يُ ْعطَى بِيَ ِمينِ | ِه أَ ْو‬
ِ ُ‫ َوأَ َّما ِع ْن| َد تَطَ||ايُ ِر ا ْل ُكت‬. ‫ فَاَل‬، َّ‫ث فَاَل أَ َّما ِع ْن| َد ا ْل ِم||يزَا ِن َحتَّى يِ ْثقُ | َل أَ ْو يَ ِخ| ف‬
ٍ ‫ِع ْن| َد ثَاَل‬
:ُ‫ َويَقُ||و ُل َذلِ | َك ا ْل ُعنُ |ق‬،‫ َويَتَ َغيَّظُ َعلَ ْي ِه ْم‬،‫ َو ِحينَ يَ ْخ| ُر ُج ُعنُ||ق ِمنَ النَّا ِر فَيَ ْنطَ | ِوي َعلَ ْي ِه ْم‬. ‫ فَاَل‬،‫ش | َمالِ ِه‬ َ ِ‫يُ ْعطَى ب‬
ْ |َ‫ َو ُو ِّك ْلتُ بِ َمنْ اَل يُ||ؤْ ِمنُ بِي‬،‫آخ َر‬
‫|و ِم‬ َ ‫ ُو ِّك ْلتُ بِ َم ِن ا َّدعَى َم َع هَّللا ِ إِلَ ًها‬:‫ ُو ِّك ْلتُ بِثَاَل ثَ ٍة‬،‫ ُو ِّك ْلتُ بِثَاَل ثَ ٍة‬،‫ُو ِّك ْلتُ بِثَاَل ثَ ٍة‬
َ‫ق ِمن‬ ُّ ‫س|| ٌر أَ َد‬
ْ ‫ َولِ َج َهنَّ َم ِج‬،‫ت‬ٍ ‫ َويَ ْر ِمي ِه ْم فِي َغ َم َرا‬،‫ "فَيَ ْنطَ ِوي َعلَ ْي ِه ْم‬:‫ َو ُو ِّك ْلتُ بِ ُك ِّل َجبَّا ٍر َعنِي ٍد" قَا َل‬،‫ب‬ ِ ‫سا‬ َ ‫ا ْل ِح‬
‫ق‬ ِ ‫اس َعلَ ْي| ِه َك|الطَّ ْر‬
ِ ‫ف َو َك|ا ْلبَ ْر‬ َ ْ‫يأخ| ْذنَ َمن‬
ُ َّ‫ َوالن‬،ُ ‫ش|ا َء هَّللا‬ ُ ‫س| ٌك‬ َ ‫يب َو َح‬ ُ ِ‫ َعلَ ْي| ِه كَاَل ل‬،‫ف‬ َّ َ‫ش ْع ِر َوأَ َح| ُّد ِمن‬
ِ ‫الس| ْي‬ ِّ ‫ال‬
،‫س||لَّ ٌم‬
َ ‫ُوش ُم‬ٌ ‫ َو َم ْخد‬،‫سلَّ ٌم‬ ٍ َ‫ فَن‬.‫سلِّم‬
َ ‫اج ُم‬ َ ،‫سلِّم‬ َ ،‫ َر ِّب‬: َ‫ َوا ْل َماَل ئِ َكةُ يَقُولُون‬،‫ب‬
ِ ‫الر َكا‬ِّ ‫ َو َكأ َ َجا ِوي ِد ا ْل َخ ْي ِل َو‬،‫يح‬
ِ ‫َو َكال ِّر‬
"‫وم َك ّور ِفي النَّا ِر َعلَى َو ْج ِه ِه‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Al-
Qasim ibnu Muhammad, dari Aisyah Radhiyallahu Anhu yang menceritakan bahwa
ia pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, "Wahai
Rasulullah, apakah seorang kekasih teringat kepada orang yang dikasihinya kelak di
hari kiamat?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Adapun pada tiga
tempat, maka tidak mungkin; juga di saat neraca amal perbuatan telah dipasang
untuk menimbang amal perbuatan apakah berat atau ringan, tidak mungkin akan
teringat. Begitu pula di saat kitab-kitab catatan amal perbuatan beterbangan,
adakalanya seseorang diberi kitabnya dari arah kanannya atau arah kirinya, tidak
mungkin akan teringat. Saat itu keluarlah leher api neraka, lalu mengelilingi mereka
dan mengeluarkan suara gemuruhnya kepada mereka. Leher api neraka itu berkata,
'Saya diperintahkan untuk membakar tiga macam orang, saya diperintahkan untuk
menyiksa tiga macam orang. Saya diperintahkan untuk menyiksa orang yang
mengakui ada tuhan lain di samping Allah, saya diperintahkan untuk menyiksa
orang yang tidak beriman kepada hari perhitungan amal perbuatan, dan saya
diperintahkan untuk menyiksa semua orang yang angkara murka lagi pengingkar
kebenaran.' Kemudian mereka dibelit dan dicampakkan ke dalam neraka Jahanam
yang bergolak. Jahanam memiliki jembatan yang lebih tipis daripada sehelai rambut
dan lebih tajam daripada pedang. Di kedua sisinya terdapat pengait-pengait dan
duri-duri yang keduanya mengambil orang-orang yang dikehendaki oleh Allah
(masuk neraka). Manusia dalam melewati jembatan itu ada yang cepatnya bagaikan
kilat, ada yang cepatnya bagaikan sekedipan mata, ada yang cepatnya bagaikan
angin, ada yang cepatnya bagaikan kuda balap dan unta yang kencang larinya. Para
malaikat saat itu berkata, 'Ya Tuhanku, selamatkanlah, selamatkanlah.' Maka
sebagian orang ada yang selamat dalam keadaan utuh; ada yang selamat, tetapi
dalam keadaan tergores dan luka-luka; dan ada yang sebagian lain dijungkalkan ke
dalam neraka dengan kepala di bawah."
Hadis-hadis yang menceritakan kengerian pada hari kiamat dan asar-asar
mengenainya sangat banyak, tetapi dibahas di tempat lain dari kitab ini. Karena itulah
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat ini:
}‫َي ٌء َع ِظي ٌم‬ َّ ‫{إِنَّ زَ ْلزَ لَةَ ال‬
ْ ‫سا َع ِة ش‬
sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat
besar (dahsyat). (Al-Hajj: 1)
Yakni suatu kejadian yang besar, petaka yang dahsyat, bencana yang mengerikan,
peristiwa yang besar huru-haranya, dan sangat aneh. Yang dimaksud dengan az-
zalzal ialah kengerian dan rasa terkejut yang menimpa j iwa manusia, sebagaimana
yang disebut oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya:
َ ‫{ ُهنَالِكَ ا ْبتُلِ َي ا ْل ُمؤْ ِمنُونَ َو ُز ْل ِزلُوا ِز ْلزَاال‬
}‫ش ِديدًا‬
Di situlah diuji orang-orang-mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan
guncangan yang sangat. (Al-Ahzab: 11)
Ayat 02

(Ingatlah) pada hari  (ketika) kalian melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita


yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan semua
wanita yang hamil; dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya
tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat kerasnya
a. Tafsir Jalalain
(Pada hari kalian melihat keguncangan itu lalailah) disebabkannya (semua wanita
yang menyusui anaknya) yang sebenarnya (dari anak yang disusukannya) ia
melupakannya (dan gugurlah dari semua wanita yang sedang mengandung) yakni
sedang hamil (kandungannya dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk)
disebabkan tercekam perasaan takut yang amat hebat (padahal sebenarnya mereka
tidak mabuk) disebabkan minuman keras (akan tetapi azab Allah itu sangat keras)
maka mereka takut kepada azab itu.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{يَ ْو َم ت ََر ْونَ َها‬
(Yaitu) pada hari (ketika) kamu melihat. (Al-Hajj: 2)
Ungkapan ini mengandung pengertian yang sama dengan keterangan keadaan.
Karena itu, dijelaskan dalam firman berikutnya:
ِ ‫{ت َْذ َه ُل ُك ُّل ُم ْر‬
َ ‫ض َع ٍة َع َّما أَ ْر‬
} ْ‫ض َعت‬
lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya. (Al-Hajj:
2)
Yaitu kengerian yang dialaminya membuatnya lupa kepada orang yang paling
disayanginya, padahal dia adalah orang yang paling sayang kepada anaknya; saat itu
ia lupa kepada anak yang disusuinya, padahal si anak sangat membutuhkan
persusuannya. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya, "Kullu murdi'atin (semua
wanita yang menyusui anaknya)" tidak disebutkan, "Kullu murdi'in (semua wanita
yang menyusui).
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ ‫{ َع َّما أَ ْر‬
} ْ‫ض َعت‬
dari anak yang disusuinya. (Al-Hajj: 2)
Maksudnya, dari anak yang disusuinya sebelum mencapai usia penyapihannya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ِ ‫ض ُع ُك ُّل َذا‬
}‫ت َح ْم ٍل َح ْملَ َها‬ َ َ‫{ َوت‬
dan gugurlah kandungan semua wanita yang hamil. (Al-Hajj: 2)
Yakni sebelum masa kandungannya sempurna karena kerasnya kengerian di hari itu.
}‫س َكا َرى‬ َ َّ‫{ َوت ََرى الن‬
ُ ‫اس‬
dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk. (Al-Hajj: 2)
Menurut qiraat lain dibaca sakra. Yakni disebabkan dahsyatnya peristiwa yang
terjadi dan mereka alami pada hari itu hilanglah kesadaran akal mereka, begitu pula
ingatan mereka. Barang siapa yang melihat mereka, pasti menduga mereka mabuk.
}ٌ‫ش ِديد‬ َ ‫ارى َولَ ِكنَّ َع َذ‬
َ ِ ‫اب هَّللا‬ َ ‫س َك‬
ُ ِ‫{ َو َما ُه ْم ب‬
padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (Al-
Hajj: 2)
ayat 03

Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan
dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat
a. Tafsir Jalalain
. Ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan Nadhr bin Harits dan para
pengikutnya. (Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa
ilmu pengetahuan) mereka mengatakan, bahwa para Malaikat itu adalah anak-anak
perempuan Allah. Alquran adalah dongengan orang-orang dahulu dan mereka
mengingkari adanya hari berbangkit serta dihidupkan-Nya kembali manusia yang
telah menjadi tanah (dan mengikuti) di dalam bantahannya itu (setiap setan yang
sangat jahat) yaitu sangat membangkang.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, mencela orang-orang yang mendustakan
adanya hari berbangkit, ingkar terhadap kekuasaan Allah yang mampu
menghidupkan orang-orang yang telah mati, lagi berpaling dari apa yang diturunkan
Allah kepada nabi-nabi-Nya serta segala ucapannya; sikap ingkar dan kekafirannya
mengikuti langkah setan-setan yang jahat, baik setan dari kalangan manusia maupun
jin. Itulah ciri khas ahli bid'ah dan kesesatan yang berpaling dari kebenaran lagi
mengikuti jalan kebatilan. Mereka berpaling dari perkara hak yang jelas, yang telah
diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Rasul-Nya. Mereka juga
mengikuti ucapan para pemimpin kesesatan yang menyeru kepada perbuatan bid'ah,
menuruti kemauan hawa nafsu dan pendapat mereka sendiri. Karena itulah maka
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman sehubungan dengan mereka dan orang-orang
yang semisal dengan mereka:
}‫س َمنْ يُ َجا ِد ُل فِي هَّللا ِ بِ َغ ْي ِر ِع ْل ٍم‬
ِ ‫{ َو ِمنَ النَّا‬
Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan. (Al-Hajj: 3)
Yakni pengetahuan yang benar.
Ayat 5

Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari


kubur), maka  (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari tanah;
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal
daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan
kepada kalian dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu
yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kalian sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kalian ada yang
diwafatkan dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan
kalian lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah.
a. Tafsir Jalalain
(Hai manusia) yakni penduduk Mekah (jika kalian dalam keraguan) kalian
meragukan (tentang hari berbangkit, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian)
bapak moyang kalian, yaitu Adam (dari tanah, kemudian) Kami ciptakan anak
cucunya (dari setetes nuthfah) air mani (kemudian dari segumpal darah) darah yang
kental (kemudian dari segumpal daging) daging yang besarnya sekepal tangan (yang
sempurna kejadiannya) telah diberi bentuk berupa makhluk yang sempurna (dan yang
tidak sempurna) masih belum sempurna bentuknya (agar Kami jelaskan kepada
kalian) kemahasempurnaan kekuasaan Kami, yaitu supaya kalian dapat mengambil
kesimpulan daripadanya, bahwa Allah yang memulai penciptaan dapat
mengembalikan ciptaan itu kepada asalnya. (Dan Kami tetapkan) kalimat ayat ini
merupakan kalimat baru (di dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu
yang sudah ditentukan) hingga ia keluar (kemudian Kami keluarkan kalian) dari
perut ibu-ibu kalian (sebagai bayi) lafal Thiflan sekalipun berbentuk tunggal tetapi
makna yang dimaksud adalah jamak (kemudian) Kami memberi kalian umur secara
berangsur-angsur (hingga sampailah kalian kepada kedewasaan) dewasa dan kuat,
yaitu di antara umur tiga puluh tahun sampai empat puluh tahun (dan di antara kalian
ada yang diwafatkan) yakni mati sebelum mencapai usia dewasa (dan ada pula di
antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun) amat tua sehingga menjadi
pikun (supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah
diketahuinya). Sehubungan dengan hal ini Ikrimah mengatakan, "Barang siapa yang
biasa membaca Alquran, niscaya ia tidak akan mengalami nasib yang demikian itu,
yakni terlalu tua dan pikun." (Dan kalian lihat bumi ini kering) gersang (kemudian
apabila telah Kami turunkan air atasnya, hiduplah bumi itu) menjadi hidup (dan
suburlah ia) hidup dengan suburnya (serta dapat menumbuhkan) huruf Min adalah
huruf Zaidah (berbagai macam tumbuh-tumbuhan) beraneka ragam tumbuhan (yang
indah) yakni yang baik
b. Tafsir Ibnu Katsir
Setelah menyebutkan perihal orang yang ingkar kepada hari berbangkit dan tidak
percaya kepada adanya hari kemudian, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan hal-
hal yang menunjukkan kekuasaan-Nya dalam menghidupkan segala sesuatu yang
telah mati melalui bukti yang nyata pada permulaan kejadian manusia. Untuk itu
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ِ ‫ ِمنَ ا ْلبَ ْع‬ ‫ب‬
}‫ث‬ ُ َّ‫{يَا أَيُّ َها الن‬
ٍ ‫اس إِنْ ُك ْنتُ ْم فِي َر ْي‬
Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan. (Al-Hajj: 5)
Yaitu hari kemudian di mana semua roh dan jasad menjadi satu dan bangkit hidup
kembali kelak di hari kiamat.
ٍ ‫{فَإِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ ت َُرا‬
}‫ب‬
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari tanah. (Al-Hajj:
5)
Artinya, asal mula kejadian kalian adalah dari tanah; yaitu asal mula penciptaan
Adam 'alaihissalam, nenek moyang mereka.
}‫{ثُ َّم ِمنْ نُ ْطفَ ٍة‬
kemudian dari setetes mani. (Al-Hajj: 5)
kemudian keturunannya diciptakan dari air mani yang hina.
ْ ‫{ثُ َّم ِمنْ َعلَقَ ٍة ثُ َّم ِمنْ ُم‬
}‫ض َغ ٍة‬
kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging. (Al-Hajj: 5)
Demikian itu apabila nutfah telah berdiam di dalam rahim wanita selama empat
puluh hari. Selama itu ia mengalami pertumbuhan, kemudian bentuknya berubah
menjadi darah kental dengan seizin Allah. Setelah berlalu masa empat puluh hari
lagi, maka berubah pula bentuknya menjadi segumpal daging yang masih belum
berbentuk dan belum ada rupanya. Kemudian dimulailah pembentukannya, yang
dimulai dari kepala, kedua tangan, dada, perut, kedua paha, kedua kaki, dan anggota
lainnya. Adakalanya seorang wanita mengalami keguguran sebelum janinnya
mengalami pembentukan, dan adakalanya keguguran terjadi sesudah janin terbentuk
berupa manusia.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ْ ‫{ثُ َّم ِمنْ َعلَقَ ٍة ثُ َّم ِمنْ ُم‬
}‫ض َغ ٍة ُم َخلَّقَ ٍة َو َغ ْي ِر ُم َخلَّقَ ٍة‬
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna. (Al-Hajj: 5)
seperti yang dapat kalian saksikan sendiri.
َ ‫األر َح ِام َما نَشَا ُء إِلَى أَ َج ٍل ُم‬
}‫س ّمًى‬ ْ ‫{لِنُبَيِّنَ لَ ُك ْم َونُقِ ُّر فِي‬
agar Kami jelaskan kepada kalian, dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami
kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. (Al-Hajj: 5)
Yakni adakalanya janin menetap di dalam rahim tidak keguguran dan tumbuh terus
menjadi bentuk yang sempurna.
Seperti yang dikatakan oleh Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. (Al-Hajj: 5) Yaitu janin yang telah
berbentuk dan janin yang masih belum terbentuk. Apabila telah berlalu masa empat
puluh hari dalam keadaan berupa segumpal daging, maka Allah mengutus seorang
malaikat kepadanya. Malaikat itu diperintahkan-Nya untuk meniupkan roh ke dalam
tubuh janin, lalu menyempurnakan bentuknya menurut apa yang dikehendaki oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala, apakah tampan atau buruk, dan apakah laki-laki atau
perempuan. Selain itu malaikat tersebut ditugaskan pula untuk menulis rezeki dan
ajalnya, apakah celaka atau berbahagia.
Hal ini telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-A'masy, dari Zaid
ibnu Wahb, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam pernah bersabda kepada kami:
‫ ثُ َّم‬، َ‫ ثُ َّم يَ ُكونُ ُمضغة ِم ْث| َل َذلِ|ك‬،َ‫ ثُ َّم يَ ُكونُ َعلَقَةً ِم ْث َل َذلِك‬،ً‫ق أَ َح ِد ُك ْم يُجمع فِي بَ ْط ِن أُ ِّم ِه أَ ْربَ ِعينَ لَ ْيلَة‬ َ ‫"إِنَّ َخ ْل‬
َ ‫ش|قِّ ٌي أَ ْو‬
‫ ثُ َّم يُ ْنفَ ُخ فِي| ِه‬،ٌ‫س| ِعيد‬ َ ‫ َو‬،‫ب َع َملِ| ِه َوأَ َجلِ| ِه َو ِر ْزقِ| ِه‬ ٍ ‫ث هَّللا ُ إِلَ ْي| ِه ا ْل َملَ||كَ فَيُ||ؤْ َم ُر بِ||أ َ ْربَ ِع َكلَ َّما‬
ِ ‫ بِ َك ْت‬:‫ت‬ ُ ‫يَ ْب َع‬
"‫وح‬
ُ ‫الر‬
ُّ
Sesungguhnya kejadian seseorang di antara kalian dihimpunkan di dalam perut
ibunya selama empat puluh malam, kemudian menjadi 'alaqah selama empat puluh
malam, kemudian menjadi segumpal daging dalam masa empat puluh malam.
Setelah itu Allah mengutus malaikat kepadanya; malaikat diperintahkan-Nya untuk
mencatat empat perkara, yaitu mencatat rezekinya, amal perbuatannya, dan
ajalnya (usianya), lalu nasibnya apakah celaka atau bahagia. Kemudian meniupkan
roh ke dalam tubuhnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui hadis Daud ibnu Abu
Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa
apabila nutfah  telah menetap di dalam rahim, maka datanglah malaikat
mencegahnya, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, apakah dijadikan ataukah tidak?" Jika
dikatakan tidak dijadikan, maka tidaklah dibentuk kejadiannya, lalu dikeluarkan dari
rahim dalam rupa darah kental. Tetapi jika dikatakan dijadikan, maka malaikat
bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah dia laki-laki atau perempuan, apakah dia celaka
ataukah bahagia, bagaimanakah ajalnya dan jejak kehidupannya, serta di negeri
manakah ia mati?" Kemudian dikatakan kepada nutfah itu, "Siapakah
Tuhanmu?" Nutfah menjawab, "Allah." Dikatakan pula, "Siapakah yang memberimu
rezeki?" Nutfah  menjawab, "Allah." Lalu Allah berfirman kepada malaikat, "Pergilah
kamu ke kitab itu, karena sesungguhnya kamu akan menjumpai di dalamnya
kisah nutfah ini." Maka nutfah itu dijadikan dan menjalani masa hidupnya sampai
ajalnya, ia memakan rezekinya dan melakukan perjalanan hidupnya. Bilamana telah
tiba ajalnya, maka matilah ia dan dikebumikan. Kemudian Amir Asy-Sya'bi
membaca firman-Nya: Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur), maka  (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan
kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna. (Al-Hajj: 5) Apabila tahap kejadiannya sampai pada segumpal darah,
maka kejadiannya dikembalikan pada tahap keempat, lalu terbentuklah manusia.
Tetapi jika ditakdirkan tidakjadi, maka dikeluarkan lagi oleh rahim dalam rupa darah.
Dan apabila dijadikan, maka dikembalikan (ke dalam rahim) menjadi manusia.
‫ َع ِن‬،‫ عَنْ َع ْم| ِرو ْب ِن ِدينَ||ا ٍر‬، ُ‫س| ْفيَان‬ ُ ‫ َح| َّدثَنَا‬،‫ئ‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن يَ ِزي َد ا ْل ُم ْق| ِر‬:‫قَا َل ابْنُ أَبِي َحاتِ ٍم‬
‫ "يَ|د ُْخ ُل ا ْل َملَ| ُك َعلَى ال ُّن ْطفَ| ِة‬:‫قَ|ا َل‬-‫س|لَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي| ِه َو‬ َ ‫يَ ْبلُ ُغ بِ ِه النَّبِ ِّي‬- ‫س ْي ٍد‬َ ُ‫ عَنْ ُح َذ ْيفَةَ ْب ِن أ‬،‫طفَ ْي ِل‬
ُّ ‫أَبِي ال‬
َ ‫ش |قِ ٌّي أَ ْم‬
،ُ ‫س | ِعيدٌ؟ فَيَقُ||و ُل هَّللا‬ َ َ‫ أ‬،‫ي َر ِّب‬ ْ َ‫ أ‬:‫ فَيَقُ||و ُل‬، َ‫س َوأَ ْربَ ِعين‬
ٍ ‫َس |تَقِ ُّر فِي ال | َّر ِح ِم بِ||أ َ ْربَ ِعينَ أَ ْو َخ ْم‬ْ ‫بَ ْع| َد َم||ا ت‬
‫ ثُ َّم تُ ْط| َوى‬،ُ‫َب َع َملُ |هُ َوأَثَ | ُرهُ َو ِر ْزقُ |هُ َوأَ َجلُ |ه‬ ِ |َ‫ أَ َذ َك| ٌر أَ ْم أَ ْنثَى؟ فَيَقُ||و ُل هَّللا ُ َويَ ْكتُب‬:‫ فَيَقُ||و ُل‬،‫َويَ ْكتُبَ||ا ِن‬
ُ ‫ َويُ ْكت‬،‫|ان‬
ُ َ‫ فَاَل يُزَا ُد َعلَى َما فِي َها َواَل يُ ْنتَق‬، ُ‫الص ُحف‬
‫ص‬ ُّ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr
ibnu Dinar, dari Abut Tufail, dari Huzaifah ibnu Usaid yang menyampaikan
sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Disebutkan bahwa Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Malaikat masuk ke dalam nutfah
sesudah nutfah berada di dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima
hari. Lalu malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah dia celaka atau bahagia?”
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, dan malaikat itu mencatat. Lalu malaikat
bertanya, "Apakah laki-laki ataukah perempuan?” Allah berfirman, dan malaikat
mencatatnya. Malaikat mencatat amalnya, perjalanan hidupnya, rezekinya, dan
ajalnya. Kemudian lembaran kitab itu ditutup, maka apa yang ada di dalamnya tidak
dapat lagi ditambahi atau dikurangi.
Imam Muslim meriwayatkan melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dan melalui jalur
lain dari Abut Tufail dengan lafaz yang semakna.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{ثُ َّم نُ ْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفال‬
kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi. (Al-Hajj: 5)
Yakni dalam keadaan lemah tubuh, pendengaran, penglihatan, inderanya, kekuatan
geraknya, serta akalnya. Kemudian Allah memberinya kekuatan sedikit demi sedikit,
dan kedua orang tuanya merawatnya dengan penuh kasih sayang sepanjang hari dan
malamnya. Karena itu, disebutkan oleh firman selanjutnya:
ُ َ‫{ثُ َّم لِتَ ْبلُ ُغوا أ‬
}‫ش َّد ُك ْم‬
kemudian (dengan berangsur-angsur) kalian sampailah kepada kedewasaan. (Al-
Hajj: 5)
Yaitu memiliki kekuatan yang makin bertambah sampai pada usia muda dan
penampilan yang terbaiknya.
}‫{ َو ِم ْن ُك ْم َمنْ يُتَ َوفَّى‬
dan di antara kalian ada yang diwafatkan.  (Al-Hajj: 5)
dalam usia mudanya dan sedang dalam puncak kekuatannya.
}‫{ َو ِم ْن ُك ْم َمنْ يُ َر ُّد إِلَى أَ ْر َذ ِل ا ْل ُع ُم ِر‬
dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan umurnya sampai pikun. (Al-Hajj:
5)
Usia yang paling hina ialah usia pikun. Dalam usia tersebut seseorang lemah
tubuhya, tidak berkekuatan, akal serta pemahamannya pun lemah pula; semua panca
inderanya tidak normal lagi dan daya pikirnya pun lemah. Karena itu, disebutkan
dalam firman selanjutnya:
َ ‫{لِ َك ْيال يَ ْعلَ َم ِمنْ بَ ْع ِد ِع ْل ٍم‬
}‫ش ْيئًا‬
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya diketahuinya. (Al-
Hajj: 5)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam
firman-Nya:
ُ ُ‫ش ْيبَةً يَ ْخل‬
‫ق َما يَشَا ُء‬ َ ‫ف قُ َّوةً ثُ َّم َج َع َل ِمنْ بَ ْع ِد قُ َّو ٍة‬
َ ‫ض ْعفًا َو‬ َ ‫ف ثُ َّم َج َع َل ِمنْ بَ ْع ِد‬
ٍ ‫ض ْع‬ َ ْ‫{هَّللا ُ الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِمن‬
ٍ ‫ض ْع‬
}‫َوه َُو ا ْل َعلِي ُم ا ْلقَ ِدي ُر‬
Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kalian) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kalian) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi
Mahakuasa. (Ar-Rum: 54)
Al-Hafiz Abu Ya'la Ahmad ibnu Ali ibnul Musanna Al-Mausuli telah mengatakan di
dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Abu
Muzahim, telah menceritakan kepada kami Kahlid Az-Zayyat, telah menceritakan
kepadaku Daud Abu Sulaiman, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Ma'mar ibnu
Hazm Al-Ansari, dari Anas ibnu Malik yang me-rafa'-kan hadis ini. Ia mengatakan
bahwa bayi yang baru lahir hingga mencapai usia balig segala yang dikerjakannya
berupa amal kebaikan tidak dicatatkan bagi orang tuanya atau kedua orang tuanya.
Dan semua yang dikerjakannya berupa amal keburukan tidak dicatatkan bagi dirinya,
tidak pula bagi kedua orang tuanya. Apabila ia telah mencapai usia balignya, maka
Allah memberlakukan qalam terhadapnya dan memerintahkan kepada dua malaikat
yang ada bersamanya untuk mencatat segala amal perbuatannya dengan catatan yang
ketat. Apabila ia mencapai usia empat puluh tahun dalam Islam, Allah
menyelamatkannya dari tiga penyakit, yaitu gila, lepra, dan supak. Apabila mencapai
usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya; dan apabila mencapai usia enam
puluh tahun, Allah memberinya rezeki kembali (bertobat) kepada-Nya sesuai dengan
apa yang disukai-Nya. Apabila mencapai usia tujuh puluh tahun, penduduk langit
menyukainya. Dan apabila usianya mencapai delapan puluh tahun, maka semua amal
baiknya dicatat dan dihapuslah semua amal buruknya. Apabila usianya mencapai
sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang
terkemudian; ia pun dapat memberikan syafaat kepada ahli baitnya serta dicatat
sebagai Aminullah (orang kepercayaan Allah), dan dia menjadi tahanan Allah di
bumi-Nya. Apabila ia mencapai usia pikun sehingga ia tidak mengetahui lagi segala
sesuatu yang tadinya ia ketahui, maka Allah mencatatkan baginya hal yang semisal
dengan amal kebaikan yang pernah dilakukannya semasa sehatnya; apabila
melakukan suatu keburukan, maka tidak dicatatkan dalam buku catatan amalnya.
Hadis ini garib sekali, di dalamnya terkandung kemungkaran yang parah. Tetapi
sekalipun demikian, Imam Ahmad ibnu Hambal meriwayatkannya pula di dalam
kitab musnadnya, baik secara mauquf ataupun marfu'.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Nadr, telah
menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Amir, dari Muhammad ibnu Abdullah Al-Amili, dari Amr ibnu Ja'far, dari Anas
yang mengatakan, bahwa apabila seorang lelaki muslim mencapai usia empat puluh
tahun, Allah menyelamatkannya dari tiga macam penyakit, yaitu gila, supak, dan
lepra. Apabila mencapai usia lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya. Apabila
mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki bertobat kepada-Nya
yang disukainya. Dan apabila mencapai usia tujuh puluh tahun, penduduk langit
menyukainya. Apabila mencapai usia delapan puluh tahun, Allah menerima semua
kebaikannya dan menghapuskan semua keburukannya. Apabila mencapai usia
sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang
terkemudian. Ia diberi julukan sebagai 'tahanan Allah di bumi-Nya' dan dapat
memberikan syafaat kepada keluarganya.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah
menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu
Abdullah Al-Amiri, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Usman, dari
Abdullah ibnu Umar ibnul Khattab, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Lalu
disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas.
‫ عَنْ َج ْعفَ | ِر ْب ِن‬،‫ي‬ َ ‫وس |فُ بْنُ أَبِي َذ َّرةَ اأْل َ ْن‬
ُّ ‫ص |ا ِر‬ ُ ُ‫ َح َّدثَنِي ي‬،‫ض‬ ٍ ‫س بْنُ ِعيَا‬ ُ َ‫ َح َّدثَنَا أَن‬:‫ضا‬
ً ‫َو َر َواهُ اإْل ِ َما ُم أَ ْح َم ُد أَ ْي‬
‫ " َم||ا ِمنْ ُم َع َّم ٍر‬:‫س|لَّ َم قَ|ا َل‬
َ ‫ص|لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي| ِه َو‬ ُ ‫س ْب ِن َمالِ ٍك؛ أَنَّ َر‬
َ ِ ‫س|و َل هَّللا‬ ِ َ‫ عَنْ أَن‬،‫ض ْمري‬ َّ ‫َع ْم ِرو ْب ِن أُ َميَّةَ ال‬
‫ص‬ ٍ ‫ص َرفَ هَّللا ُ َع ْنهُ ثَاَل ثَةَ أَ ْن َو‬
ُ ‫ ا ْل ُجنُونُ َوا ْل ُج َذا ُم َوا ْلبَ َر‬:‫اع ِمنَ ا ْلبَاَل ِء‬ َ َ‫ساَل ِم أَ ْربَ ِعين‬
َ ‫ إِاَّل‬،ً‫سنَة‬ ْ ِ ‫يُ َع َّم ُر فِي اإْل‬
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu
Iyad, telah menceritakan kepadaku Yusuf ibnu Abu Burdah Al-Ansari, dari Ja'far
ibnu Amr ibnu Umayyah Ad-Dimri, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Tiada seorang pun yang berusia
panjang dalam Islamnya selama empat puluh tahun, melainkan Allah memalingkan
darinya tiga macam penyakit yaitu gila, supak, dan lepra.
Lalu disebutkan hingga akhir hadis yang teksnya sama dengan hadis sebelumnya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar, dari Abdullah ibnu
Syabib, dari Abu Syaibah, dari Abdullah ibnu Abdul Malik, dari Abu Qatadah Al-
Adawi, dari anak saudara Az-Zuhri, dari pamannya (Az-Zuhri), dari Anas ibnu Malik
yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
‫ ا ْل ُجنُ||ونُ َوا ْل ُج| َذا ُم‬:‫ص| َرفَ هَّللا ُ َع ْن|هُ أَ ْن َوا ًع||ا ِمنَ ا ْلبَاَل ِء‬ َ َ‫س|اَل ِم أَ ْربَ ِعين‬
َ ‫ إِاَّل‬،ً‫س|نَة‬ ْ ِ ‫" َم||ا ِمنْ َع ْب| ٍد يُ َع َّم ُر فِي اإْل‬
،‫سنَةً َرزَ قَهُ هَّللا ُ اإْل ِ نَابَةَ إِلَ ْي ِه بِ َما يُ ِح ُّب‬ ِ ‫ فَإِ َذا بَلَ َغ‬،‫اب‬
َ َ‫ستِّين‬ َ ‫س‬َ ‫سنَةً لَيَّنَ هَّللا ُ لَهُ ا ْل ِح‬
َ َ‫سين‬ ِ ‫ فَإِ َذا بَلَ َغ َخ ْم‬،‫ص‬ ُ ‫َوا ْلبَ َر‬
َّ ‫ َوأَ َحبَّهُ أَ ْه| ُل‬،ِ ‫سي َر هَّللا‬
‫ فَ|إِ َذا بَلَ| َغ‬،‫الس| َما ِء‬ ِ َ‫ وسمي أ‬،‫س ْب ِعينَ َغفَ َر هَّللا ُ لَهُ َما تَقَ َّد َم ِمنْ َذ ْنبِ ِه َو َما تَأ َ َّخ َر‬ َ ‫فَإِ َذا بَلَ َغ‬
‫ِّس| ِعينَ َغفَ|ر لَ|هُ َم|ا تَقَ| َّد َم ِمنْ َذ ْنبِ| ِه َو َم|ا‬ ْ ‫ َف|إِ َذا بَلَ| َغ الت‬،‫س|يِّئَاتِ ِه‬ َ ‫الثَّ َمانِينَ تَقَبَّ َل هَّللا ُ ِم ْنهُ َح‬
َ ْ‫سنَاتِ ِه َوت ََجا ُو َز عَن‬
"‫شفِّ َع ِفي أَه ِْل بَ ْيتِ ِه‬ ِ ‫سمي أسير هَّللا ِ فِي أَ ْر‬
ُ ‫ َو‬،‫ض ِه‬ ُ ‫ و‬،‫تَأ َ َّخ َر‬
Tiada seorang hamba pun yang diberi usia panjang dalam Islam selama empat
puluh tahun, melainkan Allah memalingkan darinya berbagai macam penyakit, yaitu
gila, lepra, dan supak. Apabila ia mencapai usia lima puluh tahun, Allah
meringankan hisabnya. Apabila mencapai usia enam puluh tahun, Allah memberinya
rezeki bertobat kepada-Nya berkat kesukaan yang ditanamkan Allah dalam dirinya.
Apabila mencapai usia tujuh puluh tahun, Allah memberikan ampunan baginya
semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian; dan ia diberi nama 'tahanan
Allah', semua penduduk langit menyukainya. Apabila mencapai usia delapan puluh
tahun, Allah menerima amal-amal baiknya dan memaafkan amal-amal
keburukannya. Dan apabila mencapai usia sembilan puluh tahun, Allah memberikan
ampunan baginya atas semua dosanya yang terdahulu dan yang terkemudian, lalu ia
diberi nama sebagai 'tahanan Allah di bumi-Nya' dan dapat memberikan syafaat
kepada ahli baitnya.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}ً‫ض هَا ِم َدة‬
َ ‫األر‬
ْ ‫{ َوت ََرى‬
Dan kalian lihat bumi ini kering.  (Al-Hajj: 5)
Hal ini pun merupakan dalil lain yang menunjukkan kekuasaan Allah Subhanahu wa
Ta'ala dalam menghidupkan orang-orang yang telah mati,- sebagaimana Dia
menghidupkan bumi yang kering tandus, tidak ada tanaman apa pun padanya.
Qatadah mengatakan bahwa hamidah artinya padang pasir lagi tandus (kering).
Sedangkan menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah tanah yang mati.
}‫يج‬
ٍ ‫ج بَ ِه‬ ْ ‫{فَإِ َذا أَنز ْلنَا َعلَ ْي َها ا ْل َما َء ا ْهتَ َّزتْ َو َربَتْ َوأَ ْنبَتَتْ ِمنْ ُك ِّل‬
ٍ ‫زَو‬
kemudian apabila Kami telah turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah
dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)
Apabila Allah menurunkan hujan, maka bumi yang tadinya tandus itu menjadi subur
dan menumbuhkan tetumbuhannya dengan subur; lalu keluarlah dari tumbuh-
tumbuhan itu berbagai macam buah-buahan dan tanam-tanaman yang beraneka
ragam warna, rasa, bau, bentuk, dan manfaatnya. Karena itulah firman selanjutnya
disebutkan:
}‫يج‬
ٍ ‫ج بَ ِه‬ ْ ‫{ َوأَ ْنبَتَتْ ِمنْ ُك ِّل‬
ٍ ‫زَو‬
dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)
Yaitu yang indah bentuknya dan harum baunya.
Ayat 6

Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya
Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu,
a. Tafsir Jalalain
(Yang demikian itu) yakni hal-hal yang telah disebutkan itu mulai dari permulaan
kejadian manusia hingga dihidupkannya bumi menjadi subur (karena sesungguhnya)
disebabkan bahwa (Allah Dialah yang hak) Yang Tetap dan Abadi (dan
sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu).
b. Tafsir Ibnu Katsir
Yakni sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati sehingga bumi dapat
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan. Seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:

ْ ‫إِنَّهُ َعلَى ُك ِّل ش‬ ‫{إِنَّ الَّ ِذي أَ ْحيَاهَا لَ ُم ْحيِي ا ْل َم ْوتَى‬


}‫َي ٍء قَ ِدي ٌر‬
Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati;
sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Fushshilat: 39)
} ُ‫ش ْيئًا أَنْ يَقُو َل لَهُ ُكنْ فَيَ ُكون‬
َ ‫{إِنَّ َما أَ ْم ُرهُ إِ َذا أَ َرا َد‬
Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya,
"Jadilah!" Maka jadilah ia. (Yasin: 82)
Ayat 8

Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya
a. Tafsir Jalalain
Ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan Abu Jahal, yaitu: (Dan di antara
manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan
dan tanpa petunjuk) yang menjadi pegangannya (dan tanpa kitab yang bercahaya)
kitab yang menjadi pegangannya dan yang dapat menunjukinya
b. Tafsir Ibnu Katsir
Setelah menyebutkan perihal orang-orang yang sesat, bodoh lagi membebek melalui
firman-Nya:
}‫ش ْيطَا ٍن َم ِري ٍد‬
َ ‫س َمنْ يُ َجا ِد ُل فِي هَّللا ِ بِ َغ ْي ِر ِع ْل ٍم َويَتَّبِ ُع ُك َّل‬
ِ ‫{ َو ِمنَ النَّا‬
Di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat. (Al-Hajj: 3)
Kemudian Allah menyebutkan perihal keadaan para penyeru kesesatan, pemimpin
kekafiran, serta ahli bid'ah melalui firman-Nya:
ٍ ‫س َمنْ يُ َجا ِد ُل فِي هَّللا ِ بِ َغ ْي ِر ِع ْل ٍم َوال ُهدًى َوال ِكتَا‬
}‫ب ُمنِي ٍر‬ ِ ‫{ َو ِمنَ النَّا‬
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya. (Al-Hajj:
8)
Yakni tanpa alasan yang benar, tanpa ada dalil naqli yang jelas, bahkan hanya
berdasarkan ra-yu  dan keinginan hawa nafsu belaka.
Ayat 9

dengan memalingkan lambungnya untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Ia mendapat
kehinaan di dunia dan di hari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka yang membakar
a. Tafsir Jalalain
(Dengan memalingkan lambungnya) Lafal ayat ini berkedudukan menjadi Hal atau
keterangan keadaan, maksudnya orang yang membantah itu memalingkan lehernya
dengan penuh kesombongan karena tidak mau beriman. Pengertian berpaling di sini
adalah baik ke kanan maupun ke kiri sama saja (untuk menyesatkan) dapat dibaca
Liyadhilla dan Liyudhilla, untuk menyesatkan manusia (dari jalan Allah) yakni dari
agama-Nya. (Ia mendapat kehinaan di dunia) azab di dunia, akhirnya ia terbunuh
dalam perang Badar (dan di hari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka
yang membakar) ia akan dibakar oleh api neraka, lalu dikatakan kepadanya,
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{ثَانِ َي ِع ْطفِ ِه‬
dengan memalingkan lambungnya. (Al-Hajj: 9)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'bilamana ia
diajak kepada perkara yang hak, maka ia berpaling menyombongkan dirinya'.
Mujahid, Qatadah, dan Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan
dengan makna firman-Nya: dengan memalingkan lambungnya. (Al-Hajj: 9) Yaitu
memalingkan mukanya terhadap seruan kebenaran yang ditujukan kepadanya sebagai
reaksi dari sikap sombongnya.
Pengertiannya sama dengan yang terdapat di dalam firman-Nya:
} ٌ‫اح ٌر أَ ْو َم ْجنُون‬
ِ ‫س‬َ ‫ فَت ََولَّى بِ ُر ْكنِ ِه َوقَا َل‬.‫س ْلطَا ٍن ُمبِي ٍن‬ َ ‫سى إِ ْذ أَ ْر‬
ُ ِ‫س ْلنَاهُ إِلَى فِ ْرع َْونَ ب‬ َ ‫{ َوفِي ُمو‬
Dan juga kepada Musa  (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami
mengutusnya kepada Fir'aun dengan membawa mukjizat yang nyata. Maka
dia (Fir'aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya. (Adz-Dzariyat: 38-39)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
ُ َ‫سو ِل َرأَيْتَ ا ْل ُمنَافِقِينَ ي‬
ُ َ‫صدُّونَ َع ْنك‬
}‫صدُودًا‬ ُ ‫{ َوإِ َذا قِي َل لَ ُه ْم تَ َعالَ ْوا إِلَى َما أَنز َل هَّللا ُ َوإِلَى ال َّر‬
Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang
Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul, " niscaya kamu lihat orang-orang
munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya
dari (mendekati) kamu. (An-Nisa: 61)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫ستَ ْكبِرُون‬ ُ َ‫س ُه ْم َو َرأَ ْيتَ ُه ْم ي‬
ْ ‫صدُّونَ َو ُه ْم ُم‬ َ ‫سو ُل هَّللا ِ لَ َّو ْوا ُر ُءو‬ ْ َ‫{ َوإِ َذا قِي َل لَ ُه ْم تَ َعالَ ْوا ي‬
ُ ‫ستَ ْغفِ ْر لَ ُك ْم َر‬
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (beriman), agar Rasul memintakan
ampunan bagi kalian, " mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka
berpaling, sedangkan mereka menyombongkan diri. (Al-Munafiqun: 5)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menceritakan perkataan Luqman
kepada putranya, yaitu:

ِ ‫ُص ِّع ْر َخدَّكَ لِلنَّا‬


}‫س‬ َ ‫{ َوال ت‬
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong).
(Luqman: 18)
Yakni kamu memalingkan wajahmu dari mereka dengan rasa sombong karena
merasa lebih tinggi daripada mereka.
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan:
}‫يم‬ ٍ ‫س َم ْع َها َكأَنَّ فِي أُ ُذنَ ْي ِه َو ْق ًرا فَبَش ِّْرهُ بِ َع َذا‬
ٍ ِ‫ب أَل‬ ْ َ‫ستَ ْكبِ ًرا َكأَنْ لَ ْم ي‬
ْ ‫{ َوإِ َذا تُ ْتلَى َعلَ ْي ِه آيَاتُنَا َولَّى ُم‬
Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan
menyombongkan diri. (Luqman: 7), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}ِ ‫يل هَّللا‬
ِ ِ ‫سب‬
َ ْ‫ض َّل عَن‬
ِ ُ‫{لِي‬
untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. (Al-Hajj: 9)
Sebagian ulama mengatakan bahwa huruf lam dalam ayat ini adalah Lamul
Aqibah. yang artinya 'akibatnya akan menyesatkan manusia dari jalan Allah'. Tetapi
dapat juga diartikan sebagai Lam Ta’lil, seperti yang disebutkan di atas.
Kemudian mengenai makna yang dimaksud dari pelakunya ialah orang-orang yang
ingkar. Atau dapat pula diartikan bahwa pelaku yang berwatak demikian tiada lain
Kami jadikan dia berakhlak rendah agar Kami jadikan dia termasuk orang yang
menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
ٌ ‫{لَهُ فِي ال ُّد ْنيَا ِخ ْز‬
}‫ي‬
Ia mendapat kehinaan di dunia.  (Al-Hajj: 9)
Al-khizyu  artinya kehinaan dan kerendahan. Hal itu disebabkan ia bersikap angkuh
dan sombong terhadap ayat-ayat Allah. Maka Allah membalasnya dengan kehinaan
di dunia dan menghukumnya di dunia sebelum akhirat, mengingat dunia adalah
tujuan hidup dan batas pengetahuannya.
}َ‫ َذلِكَ بِ َما قَ َّد َمتْ يَدَاك‬.‫يق‬ َ ‫{ َونُ ِذيقُهُ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة َع َذ‬
ِ ‫اب ا ْل َح ِر‬
dan di hari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka yang membakar. (Akan
dikatakan kepadanya), "Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan yang
dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu." (Al-Hajj: 9-10)
ayat 10

(Akan dikatakan kepadanya), "Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan yang


dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah
penganiaya hamba-hamba-Nya.”

a. Tafsir Jalalain
("Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua
tanganmu dahulu) yakni perbuatan kamu dahulu. Diungkapkan demikian mengingat,
bahwa kebanyakan pekerjaan itu dilakukan oleh kedua tangan (dan sesungguhnya
Allah sekali-kali bukanlah penganiaya) suka menganiaya (hamba-hamba-Nya")
dengan mengazab mereka tanpa dosa
b. Tafsir Ibnu Katsir
Kalimat itu dikatakan terhadapnya sebagai kecaman dan celaan.
َ ‫{ َوأَنَّ هَّللا َ لَ ْي‬
ٍ َ‫س بِظ‬
}‫الم لِ ْل َعبِي ِد‬
dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya. (Al-
Hajj: 10)
Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
َّ‫ إِن‬.‫ق إِنَّكَ أَ ْنتَ ا ْل َع ِزي ُز ا ْل َك ِري ُم‬
ْ ‫ ُذ‬.‫يم‬
ِ ‫ب ا ْل َح ِم‬ ِ ‫ق َر ْأ‬
ِ ‫س ِه ِمنْ َع َذا‬ ُ ‫ ثُ َّم‬.‫يم‬
َ ‫صبُّوا فَ ْو‬ َ ‫{خ ُذوهُ فَا ْعتِلُوهُ إِلَى‬
ِ ‫س َوا ِء ا ْل َج ِح‬ ُ
} َ‫َه َذا َما ُك ْنتُ ْم بِ ِه تَ ْمتَرُون‬
Peganglah dia, kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka. Kemudian
luangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas. Rasakanlah,,
sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. Sesungguhnya ini adalah azab
yang dahulu selalu kamu meragu-ragukannya. (Ad-Dukhan: 47-50)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami
Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Al-Hasan, bahwa
telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa seseorang dari mereka
dibakar sebanyak tujuh puluh ribu kali setiap harinya
Ayat 11

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. Maka jika
ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan jika ia ditimpa oleh suatu
bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu
adalah keraguan yang nyata

a. Tafsir Jalalain
(Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi) ia
ragu di dalam ibadahnya itu. Keadaannya diserupakan dengan seseorang yang berada
di tepi bukit, yakni ia tidak dapat berdiri dengan tetap dan mantap (maka jika ia
memperoleh kebaikan) maksudnya kesehatan dan kesejahteraan pada diri dan harta
bendanya (tetaplah ia dalam keadaan itu dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana)
cobaan pada hartanya dan penyakit pada dirinya (berbaliklah ia ke belakang) ia
kembali menjadi kafir. (Rugilah ia di dunia) disebabkan terlepasnya semua apa yang
ia harapkan dari dunia (dan di akhirat) disebabkan kekafirannya itu. (Yang demikian
itu adalah kerugian yang nyata) jelas ruginya
b. Tafsir Ibnu Katsir
Mujahid dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11) Yakni berada dalam keraguan.
Yang lainnya selain mereka mengatakan berada di tepi, seperti di tepi sebuah bukit.
Dengan kata lain, ia masuk Islam dengan hati yang tidak sepenuhnya; jika
menjumpai hal yang disukainya, ia tetap berada dalam Islam; dan jika tidak, maka ia
kembali kafir.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Haris,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepada
kami Israil, dari Abul Husain, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang menyembah
Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11) Dahulu seorang lelaki datang ke Madinah.
Jika istrinya melahirkan bayi laki-laki serta kudanya beranak pula, maka ia
mengatakan bahwa Islam adalah agama yang baik (membawa keberuntungan). Tetapi
jika istrinya tidak melahirkan serta kudanya tidak melahirkan juga, maka ia
mengatakan bahwa Islam adalah agama yang buruk (pembawa kesialan).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan
kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as ibnu Ishaq Al-Qummi, dari Ja'far ibnu
Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
dahulu ada segolongan orang Badui datang kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
lalu masuk Islam. Bila mereka telah kembali ke kampung halaman mereka, lalu
mereka menjumpai musim hujan dan musim subur serta musim melahirkan anak
yang banyak, maka mereka berkata, "Sesungguhnya agama kita adalah agama yang
baik," maka mereka berpegangan kepadanya. Tetapi bila mereka menjumpai tahun
kekeringan dan paceklik serta jarang adanya kelahiran, maka mereka berkata, "Tiada
suatu kebaikan pun pada agama kita ini." Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala
menurunkan kepada Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan di antara
manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia
memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam keadaan itu. (Al-Hajj: 11), hingga akhir
ayat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seseorang dari mereka apabila
tiba di Madinah yang terletak tidakjauh dari tempat tinggal mereka, maka jika
tubuhnya sehat selama di Madinah dan Kudanya melahirkan anak serta istrinya
beranak laki-laki, ia puas dan tenang terhadap agama Islam yang baru dipeluknya;
lalu ia mengatakan bahwa sejak ia masuk Islam tiada yang ia peroleh kecuali
kebajikan belaka.
*******************
َ َ‫َوإِنْ أ‬
ٌ‫صابَ ْتهُ فِ ْتنَة‬
dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana. (Al-Hajj: 11)
Fitnah dalam ayat ini artinya bencana atau musibah. Yakni bila ia terserang wabah
penyakit Madinah, dan istrinya melahirkan anak perempuan, serta zakat datang
terlambat kepadanya, maka setan datang kepadanya membisikkan kata-kata, "Demi
Tuhan. Sejak kamu masuk agama Islam, tiada yang kamu peroleh selain keburukan."
Yang demikian itu adalah fitnahnya.
Hal yang sama telah disebutkan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Juraij serta lain-
lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf sehubungan dengan
tafsir ayat ini.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, orang yang berwatak demikian
adalah orang munafik. Jika ia beroleh kemaslahatan di dunianya, ia tetap melakukan
ibadahnya. Tetapi jika dunianya rusak serta tidak beroleh keuntungan, maka ia
kembali kepada kekafirannya. Dia tidak menetapi ibadahnya kecuali bila mendapat
kebaikan dalam kehidupannya. Jika ia tertimpa musibah atau bencana atau
kesempitan duniawi, maka ia tinggalkan Islam dan kembali kepada kekafirannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: berbaliklah ia ke
belakang. (Al-Hajj: 11) Yaitu ia murtad dan kafir kembali.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}َ‫س َر ال ُّد ْنيَا َواآل ِخ َرة‬ َ
ِ ‫{خ‬
Rugilah ia di dunia dan di akhirat.  (Al-Hajj: 11)
Artinya dia tidak mendapatkan sesuatu pun dari dunia ini; adapun di akhirat karena ia
telah kafir kepada Allah Yang Mahabesar, maka nasibnya sangat celaka dan sangat
terhina. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
ْ ‫{ َذلِكَ ه َُو ا ْل ُخ‬
} ُ‫س َرانُ ا ْل ُمبِين‬
Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (Al-Hajj: 11)
Yakni hal seperti itu merupakan kerugian yang besar dan transaksi yang rugi.
Ayatv 14

Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat
apa yang Dia kehendaki
a. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh) amal fardu dan sunah semuanya (ke dalam surga-surga yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki)
termasuk memuliakan orang yang taat kepada-Nya dan menghinakan orang yang
durhaka kepada-Nya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Setelah menyebutkan perihal orang-orang yang sesat lagi celaka, lalu disebutkan
perihal orang-orang yang berbakti lagi berbahagia. Mereka adalah orang-orang yang
hatinya beriman dan iman mereka dibenarkan oleh perbuatan mereka, karenanya
mereka mengerjakan semua amal saleh dari amal-amal perbuatan yang mendekatkan
diri mereka kepada Allah serta meninggalkan semua jenis perbuatan mungkar.
Karena itu, mereka dianugerahi tempat tinggal di surga-surga yang tinggi yang
memiliki taman-taman yang amat indah.
Mengingat Allah telah menyesatkan golongan pertama dan memberi petunjuk kepada
golongan yang kedua, maka hal ini diungkapkan oleh firman-Nya:
}ُ‫{إِنَّ هَّللا َ يَ ْف َع ُل َما يُ ِريد‬
Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 14)
Ayat 15

Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada akan


menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali
ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah
tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya
a. Tafsir Jalalain
(Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya)
menolong Nabi Muhammad saw. (di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia
merentangkan tali) tambang (ke langit) yang dimaksud adalah atap rumahnya,
kemudian tali itu diikatkan ke atap rumah dan ke lehernya (kemudian hendaklah ia
memutuskan tali itu) yakni mencekik dirinya dengan tali itu, maksudnya
menggantung diri. Demikianlah sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis-hadis
sahih (kemudian hendaklah ia pikirkan, apakah tipu dayanya itu sungguh dapat
melenyapkan) dalam hal tidak ditolongnya nabi (apa yang menyakitkan hatinya) apa
yang membuat ia sakit hati. Maksudnya, hendaklah ia tercekik oleh kejengkelannya,
karena sesungguhnya Allah pasti akan menolong nabi-Nya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Abbas mengatakan bahwa barang siapa yang menduga bahwa Allah tidak akan
menolong Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam di dunia dan akhirat. maka
hendaklah ia merentangkan tali ke langit. (Al-Hajj: 15) Yakni langit-langit
rumahnya. kemudian hendaklah ia melaluinya. (Al-Hajj: 15) Yaitu menggantung
dirinya dengan tali itu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Ata, Abul Jauza, Qatadah, dan
lain-lainnya.
Tetapi Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit. (Al-Hajj: 15) Yakni
untuk ia jadikan sebagai sarana mencapai langit, karena sesungguhnya pertolongan
itu datang kepada Muhammad hanyalah dari langit. kemudian hendaklah ia
melaluinya.  (Al-Hajj: 15) Yaitu untuk mengecek kebenaran hal tersebut, jika ia
mampu naik ke langit.
Tetapi pendapat Ibnu Abbas dan murid-muridnya lebih utama dan lebih jelas
penunjukan maknanya serta lebih tepat dalam memberikan pengertian ejekan. Karena
sesungguhnya makna yang dimaksud ialah barang siapa yang menduga bahwa Allah
tidak akan menolong Muhammad, kitab-Nya, dan agama-Nya, hendaklah ia pergi
bunuh diri, jika pertolongan Allah kepada Nabi-Nya membuatnya sakit hati. Karena
sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti akan menolongnya. Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah berfirman:
ْ ‫سلَنَا َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا فِي ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َويَ ْو َم يَقُو ُم األ‬
}ُ‫ش َهاد‬ ُ ‫{إِنَّا لَنَ ْن‬
ُ ‫ص ُر ُر‬
 Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman
dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (Al-
Mu’min: 51)
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
}ُ‫{فَ ْليَ ْنظُ ْر َه ْل يُ ْذ ِهبَنَّ َك ْي ُدهُ َما يَ ِغيظ‬
kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa
yang menyakitkan hatinya. (Al-Hajj: 15)
As-Saddi mengatakan bahwa yang menyakitkan hati orang itu adalah perihal Nabi
Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam
Ata Al-Khurrasani mengatakan, hendaklah orang itu merasakan sendiri, apakah
upayanya itu dapat menyembuhkan sakit hatinya,
Ayat 18

Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di
bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, dan binatang-
binatang yang melata dan sebagian besar dari manusia? Dan banyak di antara manusia
yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak
seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
a. Tafsir Jalalain
(Apakah kamu tiada melihat) tiada mengetahui (bahwa kepada Allah bersujud
makhluk yang ada di langit dan makhluk yang ada di bumi dan matahari, bulan,
bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon dan hewan-hewan yang melata)
semuanya tunduk dan patuh menuruti apa yang dikehendaki-Nya (dan sebagian besar
daripada manusia?) adalah orang-orang Mukmin, yaitu dengan bertambah perasaan
rendah diri dalam sujud salat mereka. (Dan banyak di antara manusia yang telah
ditetapkan azab atasnya) mereka adalah orang-orang kafir, karena mereka
membangkang tidak mau bersujud, sedangkan sujud itu adalah pertanda iman. (Dan
barang siapa yang dihinakan Allah) disengsarakan-Nya (maka tidak seorang pun yang
memuliakannya) yang akan membahagiakannya. (Sesungguhnya Allah berbuat apa
yang Dia kehendaki) seperti menghinakan dan memuliakan
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan bahwa Dialah semata yang berhak
disembah, tiada sekutu bagi-Nya, sesungguhnya bersujud kepada-Nya segala sesuatu
karena kebesaran-Nya dengan sukarela dan terpaksa. Dan sujud segala sesuatu itu
sesuai dengan caranya sendiri-sendiri, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:
ِ ‫س َّجدًا هَّلِل ِ َو ُه ْم د‬
} َ‫َاخرُون‬ َّ ‫َي ٍء يَتَفَيَّأ ُ ِظاللُهُ َع ِن ا ْليَ ِمي ِن َوال‬
ُ ‫ش َمائِ ِل‬ َ َ‫إِلَى َما َخل‬  ‫{أَ َولَ ْم يَ َر ْوا‬
ْ ‫ق هَّللا ُ ِمنْ ش‬
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah
yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada
Allah, sedangkan mereka berendah diri.  (An-Nahl: 48)
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
}‫ض‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو َمنْ ِفي‬
ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ ْ َ‫{أَلَ ْم ت ََر أَنَّ هَّللا َ ي‬
َّ ‫س ُج ُد لَهُ َمنْ ِفي ال‬
Apakah kamu tiada mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit,
di bumi. (Al-Hajj: 18)
Baik dari kalangan malaikat yang ada di segala penjuru langit; juga semua makhluk
hidup yang ada di bumi seluruhnya terdiri atas manusia, jin, hewan, dan burung-
burung.
}‫سبِّ ُح بِ َح ْم ِد ِه‬
َ ُ‫َي ٍء إِال ي‬
ْ ‫{ َوإِنْ ِمنْ ش‬
Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Al-Isra: 44)
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫س َوا ْلقَ َم َر َوالنُّ ُجو َم‬
َ ‫ش ْم‬
َّ ‫{ َوال‬
matahari, bulan, dan bintang-bintang. (Al-Hajj: 18)
Sesungguhnya hal ini disebutkan sebagai pengukuhan akan kehambaan semuanya,
karena sesungguhnya matahari, bulan, dan bintang-bintang ada yang menyembahnya
selain Allah. Maka Allah menjelaskan melalui ayat ini bahwa kesemuanya itu
bersujud kepada Penciptanya, dan semuanya itu mempunyai Tuhan yang mereka
semua tunduk kepada-Nya.
ْ ‫س َوال لِ ْلقَ َم ِر َوا‬
} َ‫س ُجدُوا هَّلِل ِ الَّ ِذي َخلَقَ ُهنَّ إِنْ ُك ْنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُدُون‬ ِ ‫ش ْم‬ ْ َ‫{اَل ت‬
َّ ‫س ُجدُوا لِل‬
Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan,
tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya. (Fushshilat: 37), hingga akhir
ayat.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Zar Radhiyallahu Anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda kepadanya:
،‫ش‬ ْ |‫َس| ُج ُد ت َْحتَ ا ْل َع‬
ِ ‫|ر‬ ُ ‫ "فَإِنَّ َها تَ| ْ|ذه‬:‫ قَا َل‬.‫سولُهُ أَ ْعلَ ُم‬
ْ ‫َب فَت‬ ُ ‫ هَّللا ُ َو َر‬: ُ‫ قُ ْلت‬." ‫س؟‬
ُ ‫ش ْم‬ ُ ‫"أَتَ ْد ِري أَيْنَ ت َْذه‬
َّ ‫َب َه ِذ ِه ال‬
"‫ت‬ ِ ‫ث ِج ْئ‬ُ ‫ار ِج ِعي ِمنْ َح ْي‬ ِ ‫ستَأْ َم ُر فَيُو‬
ْ :‫ش ُك أَنْ يُقَا َل لَ َها‬ ْ ُ‫ثُ َّم ت‬
"Tahukah kamu, ke manakah matahari ini pergi?” Abu Zar menjawab, "Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
bersabda, "Sesungguhnya matahari ini pergi dan bersujud di bawah Arasy, kemudian
ia diperintahkan lagi (untuk terbit). Dan sudah dekat masanya akan diperintahkan
kepadanya, "Kembalilah kamu dari arah kamu datang' (yakni terbit dari arah barat)."
Di dalam kitab musnad dan kitab sunan Abu Daud serta Imam Nasai dan Imam Ibnu
Majah mengenai hadis gerhana disebutkan sebagai berikut:
‫ َولَ ِكنَّ هَّللا َ َع| َّز َو َج| َّل‬،‫ت أَ َح ٍد َواَل لِ َحيَاتِ ِه‬ ِ ‫ َوإِنَّ ُه َما اَل يَ ْن َك‬،ِ ‫س َوا ْلقَ َم َر َخ ْلقان ِمنْ َخ ْلق هَّللا‬
ِ ‫سفَا ِن لِ َم ْو‬ َ ‫ش ْم‬
َّ ‫"إِنَّ ال‬
َ ‫َي ٍء ِمنْ َخ ْلقِ ِه َخ‬
"ُ‫ش َع َله‬ ْ ‫إِ َذا ت ََجلى لِش‬
Sesungguhnya matahari dan bulan, kedua-duanya adalah makhluk Allah. Dan
sesungguhnya tidaklah keduanya mengalami gerhana karena matinya seseorang dan
tidak pula karena hidup  (kelahiran)nya seseorang. Tetapi bila Allah Subhanahu wa
Ta'ala menampakkan diri-Nya pada sesuatu dari makhluk-Nya, maka tunduklah
sesuatu itu kepada-Nya.
Abul Aliyah mengatakan, tiada suatu bintang pun yang ada di langit, tiada pula
matahari dan bulan, melainkan jatuh menyungkur bersujud kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala hingga terbenam. Kemudian tidaklah berangkat, melainkan setelah
mendapat izin (dari Allah) baginya (untuk berangkat). Lalu ia mengambil jalan ke
arah kanan untuk kembali ke tempat terbitnya. Adapun mengenai gunung-gunung dan
pohon-pohon, maka sujud keduanya melalui bayangannya yang condong ke arah
kanan dan ke arah kiri.
Disebutkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang, lalu
bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi malam aku bermimpi dalam tidurku
melihat diriku seakan-akan sedang salat di balik sebuah pohon. Ketika aku sujud,
pohon itu ikut sujud bersamaku, dan aku dengar pohon itu mengucapkan doa berikut:
‫ َوتَقَبَّ ْل َه||ا ِمنِّي َك َم||ا‬،‫اج َع ْل َه||ا لِي ِع ْن|دَكَ ُذ ْخ| ًرا‬ َ ‫ َو‬،‫ ا ْكت ُْب لِي بِ َه||ا ِع ْن| َد َك أَ ْج| ًرا‬،‫اللَّ ُه َّم‬
ْ ‫ َو‬،‫ض| ْع َعنِ َي بِ َه||ا ِو ْز ًرا‬
‫تَقَبَّ ْلتَ َها ِمنْ َع ْب ِد َك دَا ُو َد‬
'Ya Allah, catatkanlah sujudku ini untukku di sisi Engkau sebagai suatu pahala, dan
hapuskanlah dariku karenanya suatu dosa, dan jadikanlah sujudku ini sebagai suatu
simpanan di sisi Engkau bagiku, dan terimalah sujudku ini dariku sebagaimana
Engkau telah menerimanya dari hamba-Mu Daud'.
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
membaca ayat sajdah dan bersujud, dan ternyata saya dengar beliau mengucapkan doa
seperti doa yang telah diceritakan oleh lelaki itu tentang ucapan pohon tersebut."
Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Hibban telah meriwayatkan hadis
ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
Yang dimaksud dengan dawab  dalam ayat ini ialah semua jenis hewan.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Ahmad telah disebutkan bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam melarang menjadikan punggung hewan
kendaraan sebagai mimbar, sebab banyak hewan kendaraan yang lebih baik atau lebih
banyak zikirnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala daripada penunggangnya.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ِ ‫{ َو َكثِي ٌر ِمنَ النَّا‬


}‫س‬
dan sebagian besar dari manusia. (Al-Hajj: 18)
Yakni sebagian besar dari mereka sujud kepada Allah dengan taat dan ikhlas seraya
menyembah-Nya.
ُ ‫ق َعلَ ْي ِه ا ْل َع َذ‬
}‫اب‬ َّ ‫{ َو َكثِي ٌر َح‬
Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya.  (Al-Hajj: 18)
Yaitu mereka yang menolak dan enggan bersujud kepada Allah karena
kesombongannya.
}‫{ َو َمنْ يُ ِه ِن هَّللا ُ فَ َما لَهُ ِمنْ ُم ْك ِر ٍم إِنَّ هَّللا َ يَ ْف َع ُل َما يَشَا ُء‬
Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang
memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj: 18)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Syaibah
Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Qaddah dari Ja'far ibnu Muhammad,
dari ayahnya, dari Ali yang menceritakan bahwa pernah disampaikan kepada Ali,
sesungguhnya di tempatnya ada seorang lelaki yang membicarakan
tentang masyi'ah (kehendak). Maka Ali Radhiyallahu Anhu berkata kepada lelaki itu,
"Hai hamba Allah, jawablah pertanyaanku ini. Allah menciptakanmu sebagaimana
yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana yang kamu kehendaki?" Lelaki itu
menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana yang Dia kehendaki." Ali bertanya, "Allah
membuatmu sakit sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana kamu
kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana yang Dia kehendaki" Ali
bertanya, "Allah menyembuhkanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah
sebagaimana yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut apa yang
Dia kehendaki." Ali bertanya, "Dia memasukkanmu menurut apa yang Dia kehendaki
ataukah menurut apa yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut
apa yang Dia kehendaki (ke surgakah atau ke neraka)." Kemudian Ali Radhiyallahu
Anhu berkata, "Demi Allah, seandainya kamu mengatakan selain itu, tentulah aku
akan memukul bagian tubuhmu yang ada kedua matanya (kepala) dengan pedang."
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
،ُ‫ فَلَ |هُ ا ْل َجنَّة‬،َ‫س | َجد‬ ُّ ِ‫ أُ ِم َر ابْنُ آ َد َم ب‬.ُ‫ يَا َو ْيلَه‬:‫ش ْيطَانُ يَ ْب ِكي يَقُو ُل‬
َ َ‫الس | ُجو ِد ف‬ َّ ‫"إِ َذا قَ َرأَ ابنُ آ َد َم ال‬
َّ ‫س ْج َدةَ ا ْعتَ َز َل ال‬
"‫ فَلِ َي النَّا ُر‬، ُ‫س ُجو ِد فأبيت‬ ُّ ‫وأ ِمرتُ بِال‬
Apabila anak Adam membaca ayat sajdah, maka setan menjauh seraya menangis dan
mengatakan, "Celakalah (aku), anak Adam diperintahkan untuk bersujud, laiu ia
bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku diperintahkan untuk sujud dan aku
membangkang, maka bagiku neraka." (Riwayat Muslim)
،‫ئ قَ|ااَل َح| َّدثَنَا ابْنُ لَ ِهيع||ة‬ُ ‫َاش| ٍم َوأَبُ||و َع ْب| ِد ال| َّر ْح َم ِن ا ْل ُم ْق| ِر‬
ِ ‫|ولَى بَنِي ه‬ َ ‫ َح َّدثَنَا أَبُو‬:ُ‫قَا َل اإْل ِ َما ُم أَ ْح َمد‬
ْ |‫س ِعي ٍد َم‬
ُ ‫ قُ ْلتُ يَ||ا َر‬:‫س| ِم ْعتُ ُعقَبَ|ةَ بْنَ َع||ا ِم ٍر يَقُ||و ُل‬
،ِ ‫س|و َل هَّللا‬ َ :‫ي قَ||ا َل‬ُّ ‫َح َّدثَنَا َمش َْرح بْنُ هَاعَانَ أَبُو ُمصعب ا ْل ُم َعافِ ِر‬
."‫س ُج ْد بِ ِه َما فَاَل يَ ْق َر ْأ ُه َما‬
ْ َ‫ فَ َمنْ لَ ْم ي‬،‫ "نَ َع ْم‬:‫س ْج َدتَ ْي ِن؟ قَا َل‬ ِ ‫سائِ ِر ا ْلقُ ْر‬
َ ِ‫آن ب‬ َ ‫ورةُ ا ْل َح ِّج َعلَى‬
َ ‫س‬ ِّ ُ‫أَف‬
ُ ْ‫ضلَت‬
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani
Hasyim dan Abu Abdur Rahman Al-Muqri. Keduanya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah; ia mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Musyarrih ibnu Ha'an Abu Mus'ab Al-Ma'afiri, ia mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Uqbah ibnu Amir berkata, "Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah surat
Al-Hajj melebihi surat lainnya berkat kedua ayat sajdah yang ada padanya?'
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, 'Ya, benar. Maka barang siapa
yang tidak bersujud pada keduanya, janganlah ia membaca keduanya'."
Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Lahi'ah
dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa sanad hadis ini tidak
kuat dan masih diragukan. Karena sesungguhnya Ibnu Lahi'ah telah menjelaskan
dalam hadis ini bahwa dia hanya mendengarnya, dan kebanyakan pendapat tentang
dirinya dari kalangan ulama mengatakan bahwa dia orang yang suka memalsu hadis.
Abu Daud di dalam kitab Marasil-nya mengatakan,
ْ‫ عَن‬،‫شب‬ ِ ‫ عَنْ عَا ِم ِر ْب ِن َج‬،‫ح‬ ٍ ِ ‫ص ال‬َ ُ‫ أَ ْخبَ َرنِي ُم َعا ِويَةُ بْن‬،‫ أَ ْنبَأَنَا ابْنُ َوهْب‬،‫سرح‬
َّ ‫َح َّدثَنَا أَ ْح َم ُد بْنُ َع ْم ِرو ْب ِن ال‬
"‫س ْج َدتَ ْي ِن‬َ ِ‫ورةُ ا ْل َح ِّج َعلَى ا ْلقُ ْرآ ِن ب‬
َ ‫س‬ُ ‫ضلت‬ ِّ ُ‫ "ف‬:‫َخالِ ِد ْب ِن َم ْعدان؛ أَنَّ رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnus Sarh, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari
Amir ibnu Jasyb, dari Khalid ibnu Ma'dan rahimahullah, bahwa Rasulullah
Shalallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Surat Al-Hajj mempunyai kelebihan di
atas semua surat Al-Qur’an karena dua ayat sajdah(nya).
Kemudian Imam Abu Daud mengatakan bahwa memang hadis ini disebutkan dalam
kitab musnad, tetapi melalui jalur lain, sedangkan predikatnya tidak sahih.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Isma'ili mengatakan telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu
Daud, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah, telah menceritakan
kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abu Amr, telah
menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, telah menceritakan kepadaku Nafi'
yang mengatakan, Abul Jahm pernah menceritakan kepadanya bahwa Umar
Radhiyallahu Anhu melakukan sujud dua kali dalam surat Al-Hajj saat ia berada di
Al-Jabiyah. Setelah itu ia mengatakan bahwa sesungguhnya surat Al-Hajj ini
mempunyai kelebihan berkat kedua ayat sajdahnya.
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Al-Haris
ibnu Sa'id Al-Itqi, dari Abdullah ibnu Manin, dari Amr ibnul As, bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah mengajarkan kepadanya lima belas ayat sajdah di
dalam Al-Qur'an, tiga di antaranya terdapat di dalam surat mufassal, dua dalam surat
As-Sajdah, Hal ini merupakan bukti-bukti yang satu sama lain saling memperkuat.
Ayat 19
Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling
bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka
pakaian-pakaian dari neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.
a. Tafsir Jalalain
(Inilah dua golongan yang bertengkar) yaitu golongan orang-orang Mukmin di satu
pihak dan di pihak lain lima golongan orang-orang kafir yang disebutkan dalam ayat
17. Lafal Khashmun ini dapat diartikan untuk tunggal dan jamak (mereka saling
bertengkar mengenai Rabb mereka) dalam urusan agama mereka. (Maka orang-orang
kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka) yang kemudian
mereka pakai, maksudnya mereka diliputi oleh api neraka. (Disiramkan air yang
sedang mendidih ke atas kepala mereka) yaitu air yang sangat panas.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui hadis Abu Mijlaz, dari Qais ibnu
Abbad, dari Abu Zar, bahwa Abu Zar pernah bersumpah sehubungan dengan ayat ini,
yaitu firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang
bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa
sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Hamzah dan kedua temannya,
serta Atabah dan kedua temannya (di pihak yang lain), saat mereka perang tanding
dalam Perang Badar.
Lafaz Imam Bukhari disebutkan dalam tafsir ayat ini, kemudian Imam Bukhari
mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnul Minhal, telah
menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman; ia pernah mendengar
ayahnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mijlaz, dari Qais ibnu
Abbad, dari Ali ibnu Talib yang mengatakan, "Aku adalah orang yang mula-mula
berlutut di hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah kelak di hari kiamat untuk
bertengkar (dengan orang-orang kafir)." Qais mengatakan bahwa berkenaan dengan
merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan
mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai
Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Qais mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang
yang perang tanding dalam Perang Badar, yaitu Ali, Hamzah, dan Ubaidah dari satu
pihak; sedangkan dari pihak lain (kafir) ialah Syaibah ibnu Rabi'ah, Atabah ibnu
Rabi'ah, dan Al-Walid ibnu Atabah. Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara
tunggal.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah mengatakan dari Qatadah sehubungan dengan makna
firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang
bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa
kaum muslim bertengkar dengan kaum Ahli Kitab. Ahli Kitab mengatakan, "Nabi
kami sebelum nabi kalian, dan kitab kami sebelum kitab kalian, maka kami lebih
utama kepada Allah daripada kalian." Kaum muslim berkata, "Kitab kami
memutuskan terhadap kitab kalian semuanya, nabi kami adalah penutup para nabi,
maka kami lebih utama kepada Allah daripada kalian." Kemudian Allah
memenangkan agama Islam atas semua agama yang menentangnya. Dan Allah
menurunkan firman-Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan
kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj:
19)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-
Nya: Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar,
mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Bahwa yang
bertengkar itu adalah golongan yang membenarkan dan golongan yang mendustakan.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan ayat ini,
bahwa ayat ini merupakan tamsil yang mengumpamakan pertengkaran di antara
orang kafir dan orang mukmin mengenai hari berbangkit. Mujahid dalam riwayat lain
—juga Ata— mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa kedua
golongan yang bertengkar itu adalah orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Inilah dua
golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling
bertengkar mengenai Tuhan mereka. (Al-Hajj: 19) Makna yang dimaksud adalah
surga dan neraka. Neraka berkata, "Jadikanlah diriku untuk siksaan." Sedangkan
surga mengatakan, "Jadikanlah aku untuk rahmat."
Pendapat Mujahid dan Ata yang mengatakan bahwa sesungguhnya makna ayat ini
berkenaan dengan orang-orang kafir dan orang-orang mukmin merupakan pendapat
yang mencakup pengertian semua pendapat lainnya. Termasuk pula pendapat yang
mengatakan bahwa kisah ini berkenaan dengan Perang Badar dan perang lainnya,
karena sesungguhnya orang-orang mukmin bermaksud menolong agama Allah
Subhanahu wa Ta'ala, sedangkan orang-orang kafir bermaksud memadamkan cahaya
iman, mengalahkan kebenaran, dan memenangkan kebatilan.
Pendapat inilah  yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan ini merupakan pilihan yang baik.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
ٌ َ‫{فَالَّ ِذينَ َكفَ ُروا قُطِّ َعتْ لَ ُه ْم ثِي‬
}‫اب ِمنْ نَا ٍر‬
Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api
neraka.  (Al-Hajj: 19)
Maksudnya, dibuatkan bagi mereka pakaian yang terdiri atas lembaran-lembaran api
neraka.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa pakaian itu terbuat dari tembaga, sebab tembaga
adalah suatu benda yang menjadi sangat panas bila dipanaskan.
Ayat 20

Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga
kulit (mereka
a. Tafsir Jalalain
(Dihancur leburkan) diluluhkan (dengan air itu apa yang ada dalam perut mereka)
yakni lemak dan lain-lainnya (dan) terpangganglah disebabkan panasnya air itu
(kulit) mereka.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu
dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka).
(Al-Hajj: 19-20)
Yakni bilamana disiramkan air yang amat panas ke atas kepala mereka (maka
terbakarlah kulit mereka dan hancurlah segala isi perut mereka).
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, yang dimaksud dengan hamim ialah tembaga yang
dileburkan, lalu leburan tembaga itu menghancurkan lemak dan isi perut mereka,
begitu pula kulit mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan lain-
lainnya.
Ibnu Abbas dan Sa'id mengatakan bahwa semuanya jatuh berguguran.
ْ‫ َح| َّدثَنَا ابْنُ ا ْل ُمبَ||ا َر ِك عَن‬،‫ق الطالَق||اني‬ ْ ِ‫ َح َّدثَنَا إِ ْب َرا ِهي ُم أَبُ||و إ‬،‫ َح َّدثَنِي ُم َح َّم ُد بْنُ ا ْل ُمثَنَّى‬:‫قَا َل ابْنُ َج ِري ٍر‬
َ ‫س| َحا‬
:‫صلَّى هَّللا ُ علي||ه وس||لم ق||ال‬ ِ ‫ ع‬،‫ عَنْ أَبِي ه َُريرة‬،‫ َع ِن ا ْب ِن ُح َجيرة‬،‫س ْمح‬
َ ‫َن النَّبِ ِّي‬ َّ ‫ َع ِن أَبِي ال‬،‫س ِعي ِد ْب ِن زَ ْي ٍد‬
َ
ْ َ‫ فَي‬،‫ص إِلَى َج ْوفِ| ِه‬
‫ َحتَّى‬،‫س|لِتُ َم|ا فِي َج ْوفِ| ِه‬ َ ُ‫ فينفُد الجمجمةَ َحتَّى يَ ْخل‬،‫وس ِه ْم‬ ِ ‫صب َعلَى ُر ُء‬ َ ُ‫"إِنْ ا ْل َح ِمي َم لي‬
" َ‫ ثُ َّم يُ َعا ُد َك َما َكان‬،‫الص ْه ُر‬
ِّ ‫ َو ُه َو‬،‫يَ ْبلُ َغ قَ َد َم ْي ِه‬
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna,
telah menceritakan kepadaku Ibrahim Abu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan
kepada kami Ibnul Mubarak, dari Sa'id ibnu Yazid, dari Abus Samah, dari Ibnu
Hujairah, dari Abu Hurairah, dari* Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah
bersabda: Sesungguhnya air yang sangat panas benar-benar dituangkan di atas
kepala mereka, lalu air panas itu menembus batok kepala mereka dan menembus
sampai ke perutnya sehingga hancur luluhlah semua isi perutnya, lalu terus
menembus sampai kepada kedua telapak kakinya; hamim itu adalah logam yang
dilebur. Kemudian diulangi lagi seperti semula.
Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Ibnul Mubarak, dan ia mengatakan
bahwa hadis ini hasan sahih.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Abu
Na'im, dari Ibnul Mubarak dengan sanad yang sama.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Abul Hawari yang mengatakan, ia pernah
mendengar Abdullah ibnus Sirri mengatakan bahwa orang kafir itu didatangi oleh malaikat
yang membawa sebuah wadah dengan memakai dua pengait karena panasnya yang sangat.
Bila wadah itu telah didekatkan ke kepala si kafir, maka si kafir itu dipaksa dan malaikat
mengangkat cambuknya, lalu dipukulkan ke kepala si kafir tersebut sehingga otaknya
berantakan. Kemudian air panas itu dituangkan ke kepalanya, lalu menembus sampai ke
perutnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dengan air itu dihancurluluhkan
segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). (Al-Hajj: 20)
Ayat 27
Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh

a. Tafsir Jalalain
(Mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan) mereka sama sekali tidak pernah
berkata melainkan setelah ada firman-Nya (dan mereka mengerjakan perintah-
perintah-Nya) yakni setelah diperintahkan oleh-Nya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ِ ‫{ َوأَ ِّذنْ فِي النَّا‬


}‫س بِا ْل َح ِّج‬
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji. (Al-Hajj: 27)
Yaitu serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji ke Baitullah ini yang
Kami perintahkan kamu untuk membangunnya.
Menurut suatu pendapat, Nabi Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah
saya menyampaikan seruan itu kepada manusia, sedangkan suara saya tidak dapat
mencapai mereka?" Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Berserulah kamu, dan
Akulah yang menyampaikannya." Maka Ibrahim berdiri di maqamnya.
Menurut pendapat lain di atas sebuah batu. Menurut pendapat yang lainnya di atas
Bukit Safa.
Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, bahwa Ibrahim menaiki bukit Abu Qubais,
lalu berseru, "Hai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian telah membuat sebuah rumah
(Baitullah), maka berhajilah (berziarahlah) kalian kepadanya."
Menurut suatu pendapat, setelah Ibrahim mengumandangkan seruan itu semua bukit
dan gunung merendahkan dirinya, sehingga suaranya mencapai seluruh permukaan
bumi, bayi-bayi yang masih berada di dalam rahim dan tulang sulbi dapat mendengar
seruannya dan segala sesuatu yang mendengar suaranya menjawabnya, baik batu-
batuan, pohon-pohonan, dan lain sebagainya. Didengar pula oleh semua orang yang
telah dicatat oleh Allah bahwa dia akan mengerjakan haji, sampai hari kiamat.
Jawaban mereka ialah "Labbaika Allahumma Labbaika (Kami penuhi seruan-Mu, ya
Allah. Kami penuhi seruan-Mu, ya Allah).
Demikianlah garis besar dari apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid,
Ikrimah, dan Sa'id ibnu Jubair serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari
kalangan ulama Salaf.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan riwayat ini dengan panjang lebar.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ٍ ‫ضا ِم ٍر يَأْتِينَ ِمنْ ُك ِّل فَ ٍّج َع ِم‬


}‫يق‬ َ ‫{يَأْتُو َك ِر َجاال َو َعلَى ُك ِّل‬
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta
yang kurus. (Al-Hajj: 27), hingga akhir ayat.
Sebagian ulama menjadikan ayat ini sebagai dalilnya untuk mengatakan bahwa
ibadah haji dengan berjalan kaki bagi orang yang mampu melakukannya adalah lebih
utama daripada berkendaraan, karena sebutan jalan kaki menempati rangking yang
pertama dalam ayat ini. Hal ini menunjukkan perhatian Allah yang sangat besar
kepada mereka, juga menunjukkan kekuatan tekad serta kerasnya kemauan mereka.
Waki' telah meriwayatkan dari Abul Umais, dari Abu Halhalah, dari Muhammad
ibnu Ka'b, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Saya tidak melakukan sesuatu yang
buruk, kecuali hanya ingin melakukan ibadah haji dengan jalan kaki, karena Allah
Swt. telah berfirman: 'niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki' (Al-Hajj: 27)
Akan tetapi, pendapat yang dikatakan oleh kebanyakan ulama yaitu melakukan
ibadah haji dengan berkendaraan adalah lebih utama karena mengikut perbuatan
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Sesungguhnya beliau Shalallahu'alaihi
Wasallam melakukan ibadah hajinya dengan berkendaraan, padahal kekuatan beliau
Shalallahu'alaihi Wasallam sangat prima.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{يَأْتِينَ ِمنْ ُك ِّل فَ ٍّج‬
yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (Al-Hajj: 27)
Yang dimaksud dengan kata fajjin ialah jalan atau penjuru. Sama pengertiannya
dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
}‫سبُال‬ ً ‫{ َو َج َع ْلنَا فِي َها فِ َج‬
ُ ‫اجا‬
dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas (Al-Anbiya: 31)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan, "Amiq" artinya jauh, menurut
Mujahid, Ata, As-Saddi, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, dan As-Sauri serta lain-
lainnya yang bukan hanya seorang.
Makna ayat ini sama dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menceritakan
perihal Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang mengatakan dalam doanya:

ِ ‫اج َع ْل أَ ْفئِ َدةً ِمنَ النَّا‬


}‫س تَ ْه ِوي إِلَ ْي ِه ْم‬ ْ َ ‫{ف‬
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. (Ibrahim: 37)
Maka tiada seorang pun yang memeluk agama Islam, melainkan hatinya rindu ingin
melihat Ka'bah dan melakukan tawaf di sekelilingnya, kaum muslim dari segala
penjuru dunia bertujuan untuk menziarahinya
Ayat 31

dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
a. Tafsir Jalalain
(Dan telah Kami jadikan di bumi ini berpatok-patok) yakni gunung-gunung yang
kokoh (supaya) tidak (goncang ia) yakni, bumi (bersama mereka dan telah Kami
jadikan pula padanya) di gunung-gunung itu (celah-celah) yang dapat ditempuh
(sebagai jalan-jalan) lafal Subulan ini menjadi Badal dari lafal Fijaajan, artinya jalan-
jalan yang luas dan dapat ditempuh (agar mereka mendapat petunjuk) untuk sampai
pada tujuan-tujuan mereka dalam bepergian
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}ِ ‫{حنَفَا َء هَّلِل‬
ُ
dengan ikhlas kepada Allah. (Al-Hajj: 31) .
Yakni dengan mengikhlaskan niat dalam beragama karena Allah, menyimpang dari
kebatilan menuju ke jalan yang hak. Karena itulah dalam firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala selanjutnya disebutkan:
ْ ‫{ َغ ْي َر ُم‬
}‫ش ِر ِكينَ بِ ِه‬
tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-Hajj: 31)
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala membuatkan tamsil (perumpamaan) perihal
orang musyrik dalam hal kesesatannya dan kebinasaannya dan kejauhannya dari jalan
hidayah. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
َّ ‫ش ِركْ بِاهَّلل ِ فَ َكأَنَّ َما َخ َّر ِمنَ ال‬
}‫س َما ِء‬ ْ ُ‫{ َو َمنْ ي‬
Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh
dari langit, lalu disambar oleh burung. (Al-Hajj: 31)
Maksudnya, terjatuh dari ketinggian, lalu disambar oleh burung selagi masih di
udara.
}‫{فَت َْخطَفُهُ الطَّ ْي ُر‬
atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31)
Yaitu jauh lagi membinasakan setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah
disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang
kafir itu apabila dimatikan oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung
membawa naik rohnya ke langit. Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan
untuknya. Akhirnya rohnya dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh). Kemudian
Al-Barra membaca ayat ini. Hadis ini telah disebutkan berikut semua teks dan jalur-
jalur periwayatannya di dalam tafsir surat Ibrahim.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah membuat perumpamaan lainnya bagi orang-orang
musyrik di dalam surat Al-An'am, yaitu melalui firman-Nya:
ْ ‫ض| ُّرنَا َونُ| َر ُّد َعلَى أَ ْعقَابِنَ||ا بَ ْع| َد إِ ْذ َه|دَانَا هَّللا ُ َكالَّ ِذي‬
ُ‫اس|تَ ْه َو ْته‬ ُ َ‫{قُ| ْل أَنَ| ْدعُو ِمنْ دُو ِن هَّللا ِ َم||ا اَل يَ ْنفَ ُعنَ||ا َوال ي‬
}‫اب يَ ْدعُونَهُ إِلَى ا ْل ُهدَى ا ْئتِنَا قُ ْل إِنَّ ُهدَى هَّللا ِ ه َُو ا ْل ُهدَى‬ ٌ ‫ص َح‬ ْ َ‫ض َح ْي َرانَ لَهُ أ‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫اطينُ فِي‬ ِ َ ‫شي‬ َّ ‫ال‬
Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat
mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan
kemudaratan kepada kita dan  (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah
Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan
di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-
kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), 'Marilah
ikuti kami, Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah  (yang
sebenarnya) petunjuk' (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat."
Ayat 32

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka


sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati
a. Tafsir Jalalain
. (Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap) bagi bumi, sebagaimana atap yang
menaungi rumah (yang terpelihara) tidak sampai ambruk (sedang mereka dari segala
tanda-tanda yang ada padanya) berupa matahari, bulan dan bintang-bintang
(berpaling) mereka yakni orang kafir tidak mau memikirkan hal itu hingga mereka
mengetahui, bahwa pencipta kesemuanya itu tiada sekutu bagi-Nya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman bahwa demikianlah,
َ ‫{ َو َمنْ يُ َعظِّ ْم‬
}ِ ‫ش َعائِ َر هَّللا‬
Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32)
Yakni perintah-perintah-Nya:
ِ ‫{فَإِنَّ َها ِمنْ تَ ْق َوى ا ْلقُلُو‬
}‫ب‬
maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32) .
yang antara lain ialah mengagungkan hewan hadyu  dan hewan kurban, seperti apa
yang dikatakan oleh Al-Hakam dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa mengagungkan
hewan hadyu dan hewan kurban ialah dengan cara menggemukkannya dan
mengurusnya dengan pengurusan yang baik.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Ghayyas, dari Ibnu Abu Laila, dari Ibnu
Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-
Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar
Allah. (Al-Hajj: 32) Yaitu menggemukkan hewan hadyu, mengurusnya dengan baik,
dan membesarkannya.
Abu Umamah telah meriwayatkan dari Sahl, "Kami dahulu menggemukkan hewan-
hewan kurban di Madinah, dan semua kaum muslim melakukan hal yang sama."
Asar diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
pernah bersabda:
َ ‫" َد ُم عفرا َء أَ َح ُّب إِلَى هَّللا ِ ِمنْ د َِم‬
"‫سوداوين‬
Darah (dari) hewan (kurban) yang berbulu kelabu lebih disukai oleh Allah daripada
darah dua hewan kurban yang berbulu hitam. Hadis riwayat Imam Ahmad dan
Imam Ibnu Majah.
Para ulama mengatakan bahwa 'afra artinya 'berbulu putih, tetapi tidak cerah, yakni
kelabu.' Hewan kurban yang berbulu kelabu ini lebih baik daripada hewan kurban
yang berbulu lainnya, sekalipun hewan kurban yang berbulu lain sudah dinilai cukup;
karena berdasarkan apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui
sahabat Anas Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
berkurban dengan dua ekor domba yang berbulu putih berbelang hitam lagi
bertanduk.
Diriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
berkurban dengan seekor domba yang bertanduk, yang pada matanya terdapat belang
hitam, begitu pula pada bagian mulutnya dan semua kakinya. Hadis diriwayatkan
oleh ahlus sunan dan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.
Di dalam kitab Sunan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Rafi', bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berkurban dengan dua ekor domba yang
besar-besar lagi gemuk-gemuk, bertanduk, berbulu putih, berbelang hitam, yang
kedua-duanya telah dikebiri. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan
Ibnu Majah dari Jabir, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berkurban
dengan dua ekor domba yang bertanduk, berbulu putih berbelang hitam, yang kedua-
duanya telah dikebiri. Menurut suatu pendapat, kedua domba tersebut buah pelirnya
dihancurkan dan tidak dipotong. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui.
Diriwayatkan dari Ali Radhiyallahu Anhu yang telah mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan kepada kami agar memeriksa dengan
teliti kedua mata dan kedua telinga hewan kurban, dan kami tidak boleh
menyembelih hewan kurban yang muqabalah, mudabarah, syarqa, dan kharqa.
Muqdbalah ialah hewan kurban yang bagian depan telinganya
terpotong. Mudabarah ialah hewan kurban yang bagian belakang telinganya
terpotong. Syarqa ialah hewan kurban yang telinganya terpotong secara memanjang.
Demikianlah menurut penafsiran Imam Syafii dan Imam As-mu'i.
Adapun kharqa ialah hewan kurban yang daun telinganya berlubang. Hadis ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ahlus sunan, dan dinilai sahih oleh Imam
Turmuzi.
Mereka telah meriwayatkan pula melalui sahabat Ali Radhiyallahu Anhu yang
mengatakan, "Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam melarang kami mengurbankan
hewan yang tanduk dan telinganya terpotong." Sa'id ibnul Musayyab mengatakan
bahwa kalau yang terpotong lebih dari separo, dinamakan 'adb. Sebagian ahli lugah
(bahasa) mengatakan, jika tanduk bagian atas terpotong
dinamakan qasma; adapun 'adb, maka yang terpotong adalah bagian bawahnya
(yakni yang retak adalah bawahnya). Sedangkan kalau daun telinga 'adb, artinya
hewan yang daun telinganya sebagian terpotong.
Menurut pendapat Imam Syafii, berkurban dengan hewan-hewan tersebut dapat
dinilai cukup, tetapi hukumnya makruh.
Imam Ahmad berpendapat bahwa mengurbankan hewan yang terpotong daun telinga
dan tanduknya tidak boleh (tidak mencukupi), karena berdasarkan hadis di atas.
Imam Malik mengatakan, jika ada darah yang mengalir dari tanduknya yang
terpotong, tidak cukup untuk dijadikan kurban. Tetapi jika tidak ada darah yang
mengalir darinya, maka cukup untuk dijadikan kurban.
Diriwayatkan dari Al-Barra, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah
bersabda:
،‫ َوا ْل َع ْر َجا ُء ا ْلبَيِّنُ ظَلَعه||ا‬،‫يضةُ ا ْلبَيِّنُ َم َرضها‬ َ َ ‫"أَ ْربَ ٌع اَل ت َُجو ُز ِفي اأْل‬
َ ‫ َوا ْل َم ِر‬،‫ ا ْل َع ْو َرا ُء ا ْلبَيِّنُ َع َورها‬:‫ضا ِحي‬
ِ ‫َوا ْل َك‬
"‫سي َرةُ الَّتِي اَل تُنقِي‬
Ada empat macam hewan yang tidak boleh dipakai untuk kurban, yaitu: Hewan yang
buta, yang jelas butanya; hewan yang sakit, yang jelas parah sakitnya; hewan yang
pincang, yang jelas pincangnya; dan hewan yang patah tulang kakinya, tak dapat
disembuhkan.
Hadis riwayat Imam Ahmad dan ahlus sunan, dinilai sahih oleh Imam Turmuzi.
Aib-aib ini mengurangi daging hewan yang bersangkutan, karena lemah dan tidak
mampu mencukupi kebutuhan makannya, karena kambing-kambing yang sehat telah
mendahuluinya merebut makanannya. Oleh sebab itu, hewan-hewan tersebut tidak
boleh dijadikan kurban karena kurang mencukupi, menurut pendapat Imam Syafii
dan imam-imam lainnya, sesuai dengan makna lahirilah hadis.
Pendapat kalangan mazhab Syafii berbeda pendapat sehubungan dengan ternak yang
sakit ringan. Ada dua pendapat di kalangan mereka.
Abu Daud telah meriwayatkan melalui Atabah ibnu Abdus Sulami, bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam melarang mengurbankan hewan yang kurus, hewan yang
terpotong tanduk (telinganya), hewan yang buta matanya, hewan yang lemah, dan
hewan yang pincang.
Aib atau cela yang telah disebutkan dalam hadis di atas menjadikan hewan tersebut
tidak cukup untuk kurban. Tetapi jika aib atau cela tersebut terjadi sesudah hewan
ditentukan untuk jadi kurban, maka tidak mengapa untuk dikurbankan. Hal ini
menurut kalangan mazhab Syafii, berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
ُ‫س|أ َ ْلت‬
َ َ‫ ف‬.َ‫ْب فَأ َ َخ| َذ اأْل َ ْليَ|ة‬ َ ُ‫شت ََر ْيتُ َك ْبشًا أ‬
ُ ‫ فَ َع|دَا ال| ِّ|ذئ‬،‫ض| ِّحي بِ| ِه‬ َ ‫ عَنْ أَبِي‬،ُ‫َوقَ ْد َر َوى اإلما ُم أَ ْح َمد‬
ْ ‫ ا‬:‫س ِعي ٍد قَا َل‬
َ " :‫ فَقَا َل‬،‫سلَّ َم‬
"‫ض ِّح بِ ِه‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫النَّبِ َّي‬
Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Abu Sa'id yang telah menceritakan bahwa
ia pernah membeli seekor domba untuk kurban, kemudian ada serigala yang
menyerangnya dan sempat memakan sebagian dari pantatnya. Kemudian Abu Sa'id
menanyakan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Maka Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Kurbankanlah domba itu.
Karena itulah dalam hadis yang telah disebutkan di atas dikatakan bahwa Nabi
Shalallahu'alaihi Wasallam memerintahkan kepada kami agar memeriksa mata dan
telinga hewan yang hendak dikurbankan. Dengan kata lain, hendaknya hewan kurban
itu harus gemuk, baik, dan berharga.
Seperti yang telah disebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud
melalui Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Umar pernah mendapat hadiah
seekor unta yang terbaik (unggul) seharga tiga ratus dinar. Lalu Umar datang
menghadap kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dan bertanya, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya saya diberi hadiah seekor unta yang terbaik seharga tiga
ratus dinar. Bolehkah saya menjualnya, lalu hasilnya saya belikan unta biasa buat
kurban," (dengan maksud agar dapat menghasilkan beberapa ekor unta). Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
َ ‫"اَل‬
"‫انح ْرهَا إِيَّاهَا‬
Jangan, sembelihlah unta terbaik itu sebagai kurbanmu.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-budn (hewan kurban)
termasuk syiar Allah.
Muhammad ibnu Abu Musa mengatakan bahwa wuquf di Arafah, Muzdalifah,
melempar jumrah, mencukur rambut, dan berkurban termasuk syiar-syiar Allah.
Ibnu Umar mengatakan bahwa syiar Allah yang paling besar ialah Baitullah
Ayat 36

Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kalian memperoleh
kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian
menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah
roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang
ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kamu bersyukur.
a. Tafsir Jalalain
(Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu tidaklah mereka menjadikanmu
melainkan hanyalah sebagai bahan perolokan) yakni mereka memperolok-olok kamu
seraya mengatakan, ("Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhan kalian?") orang
yang mencaci maki tuhan-tuhan kalian. (Dan mereka adalah orang-orang yang bila
disebutkan nama Tuhan Yang Maha Pemurah) kepada mereka (maka mereka) lafal
ini berfungsi menjadi taukid (ingkar) kepada-Nya, karena mereka menjawab, "Kami
tidak mengetahui-Nya."
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, menyebutkan karunia-Nya yang telah
diberikanNya kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan menciptakan ternak unta buat
mereka dan menjadikannya sebagai salah satu dari syiar Allah. Unta itu dijadikan
sebagai hewan kurban yang dihadiahkan kepada Baitullah yang suci, bahkan unta
merupakan hewan kurban yang terbaik, seperti yang disebutkan Allah Subhanahu wa
Ta'ala dalam firman-Nya:
َ‫ي َوال ا ْلقَالئِ َد َوال آ ِّمينَ ا ْلبَيْتَ ا ْل َح َرا َم} اآْل يَة‬
َ ‫ش ْه َر ا ْل َح َرا َم َوال ا ْل َه ْد‬
َّ ‫ش َعائِ َر هَّللا ِ َوال ال‬
َ ‫{اَل تُ ِحلُّوا‬
janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadyu dan binatang-
binatang qala’id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang menghalangi
Baitullah. (Al-Maidah: 2), hingga akhir ayat.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ata pernah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar-
syiar Allah. (Al-Hajj: 36) Bahwa yang dimaksud dengan budnah ialah sapi dan unta.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Sa'id ibnul Musayyab, dan Al-
Hasan Al-Basri.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya al-budnah ialah unta.
Menurut saya, penyebutan budnah ditujukan kepada unta merupakan hal yang telah
disepakati. Mereka pun berselisih pendapat mengenai penyebutan budnah terhadap
sapi; ada dua pendapat di kalangan mereka. Yang paling sahih di antara kedua
pendapat itu mengatakan, bahwa budnah ditujukan pula kepada sapi menurut syariat,
seperti yang disebutkan dalam hadis sahih.
Jumhur ulama berpendapat bahwa seekor budnah cukup untuk kurban tujuh orang;
begitu pula sapi, cukup untuk kurban tujuh orang.
Di dalam kitab Imam Muslim telah disebutkan sebuah hadis melalui riwayat Jabir
ibnu Abdullah yang mengatakan, "Kami diperintahkan oleh Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam untuk melakukan patungan dalam berkurban, seekor unta
untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang."
Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan, bahwa bahkan seekor sapi atau seekor unta cukup
untuk kurban sepuluh orang. Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang
terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan Sunan Nasai serta kitab-kitab
hadis yang lain. Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
}‫{لَ ُك ْم فِي َها َخ ْي ٌر‬
kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36)
Yakni pahala yang banyak di negeri akhirat kelak.
Diriwayatkan dari Sulaiman ibnu Yazid Al-Ka'bi,dari Hisyam ibnu Urwah, dari
ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah
bersabda:
ْ |‫ َوإِنَّهُ لَتَ||أْتِي َي‬،‫ب إِلَى هَّللا ِ ِمنْ ِه َراق||ه د ٍَم‬
‫|و َم ا ْلقِيَا َم| ِة بِقُ ُرونِ َه||ا َوأَ ْظاَل فِ َه||ا‬ َّ ‫|و َم النَّ ْح| ِر َع َماًل أَ َح‬
ْ |‫" َم||ا َع ِم||ل ابْنُ آ َد َم َي‬
"‫سا‬ ً ‫فطيبُوا ِب َها نَ ْف‬ ِ ،‫ض‬ ِ ‫ قَ ْب َل أَنْ َيقَ َع َعلَى اأْل َ ْر‬،‫ َوإِنَّ ال َّد َم لَيَقَ ُع ِمنَ هَّللا ِ بِ َم َكا ٍن‬،‫ش َعا ِرهَا‬
ْ َ‫َوأ‬
Tidaklah seorang anak Adam melakukan suatu amal yang lebih disukai oleh Allah di
Hari Raya Kurban selain dari mengalirkan darah (hewan) kurban. Sesungguhnya
kelak di hari kiamat hewan kurbanku benar-benar datang dengan tanduk, kuku, dan
bulunya; dan sesungguhnya darahnya itu benar-benar diterima di sisi Allah,
sebelum terjatuh ke tanah. Maka berbahagialah kalian dengan kurban itu.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya hasan.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa dahulu Abu Hazim berutang seekor unta untuk
kurban. Ketika ditanyakan kepadanya, "Mengapa kamu berutang dan menggiring
hewan kurban?" Ia menjawab bahwa sesungguhnya ia mendengar Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman: kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj:
36)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah
bersabda:
َ ‫َي ٍء أفض َل ِمنْ نَ ِح‬
."‫ير ٍة فِي يَ ْو ِم ِعي ٍد‬ ْ ‫ق فِي ش‬ |ِ َ‫"ما أُ ْنفِق‬
َ ‫ت ال َور‬
Tiada sejumlah uang yang dibelanjakan untuk sesuatu yang lebih utama selain dari
untuk membeli hewan kurban di Hari Raya Kurban.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Daiuqutni di dalam kitab sunannya.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kalian
memperoleh kebaikan yang banyak padanya. (Al-Hajj: 36) Yaitu pahala dan
manfaat-manfaat.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa pemiliknya boleh mengendarainya dan
memerah air susunya jika ia memerlukannya.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ْ ‫{فَ ْاذ ُك ُروا ا‬
َ ‫س َم هَّللا ِ َعلَ ْي َها‬
} َّ‫ص َواف‬
maka sebutkanlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan
berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36)
Diriwayatkan dari Al-Muttalib ibnu Abdullah ibnu Hantab, dari Jabir ibnu Abdullah
yang mengatakan bahwa ia pernah salat bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam di Hari Raya Kurban. Setelah bersalam dari salatnya, didatangkan kepada
beliau seekor domba, lalu beliau menyembelihnya seraya mengucapkan:
."‫ض ِّح ِمنْ أُ َّمتِي‬
َ ُ‫ اللَّ ُه َّم َه َذا َعنِّي َو َع َّمنْ لَ َّم ي‬،‫س ِم هَّللا ِ َوهَّللا ِ أَ ْكبَ ُر‬
ْ ِ‫"ب‬
Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar. Ya Allah, domba ini adalah
kurbanku dan kurban orang-orang dari kalangan umatku yang tidak berkurban.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Ibnu
Abbas, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
mengurbankan dua ekor domba di Hari Raya Kurban, dan beliau mengucapkan
kalimat berikut saat menyembelih keduanya:
‫س| ِكي‬ُ ُ‫ص|اَل تِي َون‬ َ َّ‫ إِن‬، َ‫ش ِر ِكين‬ ْ ‫ َو َما أَنَا ِمنَ ا ْل ُم‬،‫سلِ ًما‬ ْ ‫ض َحنِيفًا ُم‬ َ ‫"وجهت وجهي للذي فطر السموات َواأْل َ ْر‬
،‫ اللَّ ُه َّم ِم ْن||كَ َولَ| َك‬، َ‫س|لِ ِمين‬ ْ |‫ َوبِ| َذلِكَ أُ ِم‬،ُ‫ش| ِري َك لَ|ه‬
ْ ‫ َوأَنَ||ا أَ َّو ُل ا ْل ُم‬، ُ‫|رت‬ َ ‫ اَل‬. َ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َر ِّب ا ْل َعالَ ِمين‬
َ ‫َو َم ْحيَا‬
"‫َوعَنْ ُم َح َّم ٍد وأمته‬
Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku
hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya, dan dengan
demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang mula-mula berserah
diri (kepada-Nya). Ya Allah, kurban ini dari Engkau, ditujukan kepada Engkau, dari
Muhammad dan umatnya.
Kemudian beliau Shalallahu'alaihi Wasallam menyebut basmalah dan takbir, lalu
menyembelihnya.
Diriwayatkan dari Ali ibnul Husain, dari Abu Rafi', bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam apabila hendak berkurban, beliau membeli dua ekor
domba yang gemuk-gemuk, bertanduk, lagi berbulu putih berbelang hitam. Apabila
salat dan khotbah telah beliau jalankan, maka beliau mendatangi salah seekor dari
kedua kurbannya, sedangkan beliau Shalallahu'alaihi Wasallam masih berada di
tempat salatnya dalam keadaan berdiri, lalu menyembelih sendiri kurbannya itu
dengan pisau penyembelih seraya mengucapkan:
ُ‫ ثُ َّم يُ||ؤتى بِ |اآْل َخ ِر فَيَ ْذبَ ُح| ه‬."‫غ‬ ِ ‫ش | ِه َد لِي بِ||ا ْلبَاَل‬ َ ْ‫ َمن‬،‫"اللَّ ُه َّم َه| َذا عَنْ أُ َّمتِي َج ِمي ِع َه||ا‬
َ ‫ش | ِه َد لَ | َك بِالت َّْو ِحي | ِد َو‬
.‫[ويَأْ ُك ُل] ُه َو َوأَ ْهلُهُ ِم ْن ُه َما‬
َ ، َ‫سا ِكين‬ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد" فيُطعمها َج ِمي ًعا ا ْل َم‬ ِ ‫ " َه َذا عَنْ ُم َح َّم ٍد َو‬:‫ ثُ َّم يَقُو ُل‬،‫س ِه‬
ِ ‫بِنَ ْف‬
Ya Allah, kurban ini sebagai ganti dari kurban umatku seluruhnya dari kalangan
orang-orang yang telah bersaksi bahwa Engkau Maha Esa dan bersaksi bahwa aku
sebagai juru penyampai. Kemudian didatangkan lagi domba lainnya, dan beliau
menyembelihnya seraya berkata: Kurban ini dari Muhammad dan keluarga
Muhammad. Maka kedua ekor domba yang telah disembelih itu dagingnya diberikan
kepada semua orang miskin, dan beliau beserta keluarganya ikut memakan sebagian
darinya. Hadis riwayat Imam Ahmad Ibnu Majah.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian
menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36) Yakni
dalam keadaan berdiri pada tiga kakinya, sedangkan kaki kiri depannya dalam
keadaan terikat. Lalu si penyembelih mengucapkan, "Bismillah, Allahu Akbar, La
Ilaha Illallah. Ya Allah, kurban ini dari Engkau, dipersembahkan kepada Engkau."
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ali ibnu AbuTalhah dan Al-Aufi,
dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
Lais telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa apabila kaki kiri unta diikat, maka ia
berdiri di atas tiga kakinya. Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Nujaih, dari
Mujahid hal yang semisal.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa unta yang akan disembelih diikat salah satu kakinya
sehingga unta berdiri di atas tiga buah kakinya.
Di dalam kitab Sahihain,  dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa ia mendatangi seorang
lelaki yang mendekamkan untanya dengan maksud akan menyembelihnya. Maka
Ibnu Umar berkata, "Biarkanlah unta itu dalam keadaan berdiri lagi terikat seperti
sunnah (kebiasaan) Abul Qasim (Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam)."
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dan para
sahabatnya bila menyembelih unta, mereka mengikat kaki kiri depannya, sedangkan
unta itu tetap dalam keadaan berdiri pada ketiga kakinya (yang tidak terikat): hadis
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Ibnu Lahi'ah telah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, bahwa
Salim ibnu Abdullah pernah mengatakan kepada Sulaiman ibnu Abdul Malik,
"Berdirilah kamu pada sisi kanan (unta)mu dan sembelihlah dari sisi kiri (unta)mu."
Di dalam kitab Sahih Muslim  disebutkan melalui sahabat Jabir yang menerangkan
tentang gambaran haji wada', yang antara lain disebutkan di dalamnya bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menyembelih sendiri hewan kurbannya
sebanyak tiga ekor (kambing), sedangkan enam puluh ekor unta kurban lainnya
beliau tusuk (pada tempat penyembelihannya) dengan tombak (bermata lebar) yang
ada di tangannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah
yang telah mengatakan sehubungan dengan bacaan menurut dialek Ibnu
Mas'ud, "Sawafina," bahwa artinya berdiri dalam keadaan terikat.
Sufyan As-Sauri telah mengatakan dari Mansur, dari Mujahid, bahwa orang yang
membacanya Sawafina artinya dalam keadaan terikat. Dan orang yang
membacanya sawaf  artinya menyatukan di antara kedua kaki depannya (dalam
keadaan terikat).
Tawus dan Al-Hasan serta lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan firman-
Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam
keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al-Hajj: 36) Yakni tulus ikhlas karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Malik, dari Az-Zuhri.
Abdur Rahman ibnu Zaid telah mengatakan, Sawafi maksudnya, "Dalam kuburan itu
tidak ada suatu kemusyrikan pun sebagaimana kemusyrikan di masa Jahiliyah buat
berhala-berhala mereka."
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{فَإِ َذا َو َجبَتْ ُجنُوبُ َها‬
Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36)
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud
ialah hewan kurban itu roboh ke tanah dalam keadaan telah mati.
Pendapat ini merupakan suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas; hal yang
sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-
Nya: Kemudian apabila telah roboh  (mati). (Al-Hajj: 36) Yaitu telah disembelih.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Kemudian apabila telah roboh (mati). (Al-Hajj: 36) Makna yang
dimaksud ialah telah mati.
Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh pendapat Ibnu Abbas dan Mujahid, bahwa
sesungguhnya tidak boleh memakan unta yang disembelih kecuali bila telah nyata
kematiannya dan tidak bergerak-gerak lagi.
Di dalam sebuah hadis berpredikat marfu' telah disebutkan:
"‫النفوس أَنْ ت َْزهَق‬
َ ‫ُعجلُوا‬
ِ ‫" َواَل ت‬
Janganlah kalian tergesa-gesa mendahului nyawa sebelum (nyata-nyata) rohnya
telah dicabut.
As-Sauri telah meriwayatkannya di dalam kitab Jami -nya melalui Ayyub dari Yahya
ibnu Abu Kasir, dari Qarafisah Al-Hanafi, dari Umar ibnul Khattab, bahwa ia telah
mengatakan hal tersebut. Hal ini dikuatkan oleh hadis Syaddad ibnu Aus yang ada di
dalam kitab Sahih Muslim, yaitu:
َّ ‫س|نُوا‬
‫ال|ذ ْب َح و ْليُح| َّد‬ ِ ‫ َوإِ َذا َذبَ ْحتُ ْم فَأ َ ْح‬،‫س|نُوا القِ ْتل|ة‬
ِ ‫ فَ|إِ َذا قَتَ ْلتُ ْم فَأ َ ْح‬،‫ش| ْي ٍء‬
َ ‫س|انَ َعلَى ُك| ِّل‬َ ‫"إِنَّ هَّللا َ َكت ََب اإْل ِ ْح‬
"‫ و ْليُ ِر ْح َذبِيحته‬،‫ش ْف َرته‬ َ ‫أَ َح ُد ُك ْ|م‬
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Maka
apabila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik. Dan apabila kalian
menyembelih lakukanlah dengan cara yang baik dan hendaklah seseorang di antara
kalian menajamkan mata pisaunya serta letakkanlah hewan sembelihannya pada
posisi yang enak.
Telah diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Lais yang telah mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
"ٌ‫ فَ ُه َو َم ْيتَة‬،ٌ‫" َما قُطع ِمنَ ا ْلبَ ِهي َم ِة َو ِه َي َحيَّة‬
Bagian apa saja dari hewan yang terpotong dalam keadaan hidup, maka bagian
yang terpotong itu adalah bangkai.
Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi
menilainya sahih.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}َ ‫{فَ ُكلُوا ِم ْن َها َوأَ ْط ِع ُموا ا ْلقَانِ َع َوا ْل ُم ْعتَ َّر‬
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang
ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al-Hajj: 36)
Sebagian ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka
makanlah sebagiannya.  (Al-Hajj: 36) bahwa perintah ini menunjukkan
hukum ibahah  (perbolehan).
Malik mengatakan, memakan sebagian dari hewan kurban hukumnya dianjurkan
(sunat).
Selain Imam Malik berpendapat wajib, pendapat ini menurut salah satu di antara
pendapat yang ada pada sebagian mazhab Syafii.
Mereka berselisih pendapat tentang pengertian qani' dan mu'tar.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya orang yang merasa
puas dengan pemberianmu, sedangkan ia tetap berada di dalam rumahnya;
dan mu'tar artinya orang yang menyindirmu dan mengisyaratkan kepadamu agar
memberinya sebagian dari hewan kurbanmu, tetapi ia tidak meminta secara terang-
terangan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Muhammad Ibnu Ka'b
Al-Qurazi.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani' artinya orang
yang tidak meminta-minta (padahal ia memerlukannya), sedangkan mu'tar artinya
orang yang meminta. Ini menurut pendapat Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, dan
Mujahid, menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas, Ikrimah, Zaid ibnu Aslam, Al-Kalbi, Al-Hasan Al-Basri, Muqatil ibnu
Hayyan, dan Malik ibnu Anas mengatakan, al-qani' artinya orang yang meminta
serelanya darimu; sedangkan mu'tar artinya orang yang menyindirmu dan
merendahkan dirinya kepadamu, tetapi tidak meminta. Pendapat ini cukup baik.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, Al-qani' artinya orang yang meminta. Tidakkah
engkau pernah mendengar ucapan Asy-Syammakh dalam salah satu bait syairnya
yang mengatakan:
‫ أَعَفُّ ِمنَ القُنُوع‬،‫ َمفَاقِ َره‬ ... ‫صلِ ُحه فَيُ ْغني‬
ْ ُ‫لَ َما ُل ال َم ْر ِء ي‬
Sungguh harta seseorang dapat memperbaiki keadaannya, dia menjadi
berkecukupan, semua kebutuhannya terpenuhi karenanya; itu lebih baik daripada
meminta-minta.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari bait syair ini ialah
harta seseorang itu dapat memberinya kecukupan daripada meminta-minta. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid.
Zaid ibnu Aslam mengatakan, qani' artinya orang miskin yang meminta-
minta, mu'tar artinya orang yang jujur lagi lemah dan ia datang berkunjung
kepadamu." Pendapat ini dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid menurut
suatu riwayat dari anaknya yang bersumber darinya.
Mujahid mengatakan pula bahwa qani' ialah tetanggamu yang kaya, yang dapat
melihat segala sesuatu yang masuk ke dalam rumahmu. Dan mu’tar artinya orang
yang mengasingkan dirinya dari keramaian.
Telah diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa qani' adalah orang yang mengharapkan
pemberian, sedangkan mu’tar artinya orang yang menampilkan dirinya saat hewan
kurban disembelih, baik ia dari kalangan orang yang mampu maupun orang yang
tidak mampu. Dan telah diriwayatkan dari Ikrimah hal yang semisal; menurut suatu
pendapat dari Ikrimah, qani' artinya penduduk Mekah.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa qani'  adalah orang yang
meminta, karena qani' artinya orang yang menadahkan tangannya saat meminta.
Sedangkan mu’tar  berasal dari i'tira artinya orang yang menampilkan dirinya untuk
makan daging hewan kurban.
Sebagian ulama ada yang berdalihkan ayat ini dalam pendapatnya yang mengatakan
bahwa kurban itu dibagi tiga bagian, sepertiganya untuk pemiliknya buat dimakan
sendiri, sepertiganya lagi dihadiahkan kepada teman-temannya, dan sepertiga yang
terakhir disedekahkan kepada kaum fakir miskin, karena sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:
}‫{فَ ُكلُوا ِم ْن َها َوأَ ْط ِع ُموا ا ْلقَانِ َع َوا ْل ُم ْعتَ َّر‬
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang
ada padanya  (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. (Al-Hajj:
36)
Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
bersabda kepada orang-orang:
"‫ فَ َكلُّوا َواد َِّخ ُروا َما بَدَا لَ ُك ْم‬،‫ث‬
ٍ ‫ق ثَاَل‬
َ ‫اح ِّي فَ ْو‬
ِ ‫ض‬َ َ ‫وم اأْل‬
ِ ‫"إِنِّي ُك ْنتُ نَ َه ْيتُ ُك ْم َع ِن اد َِّخا ِر لُ ُح‬
Sesungguhnya saya pernah melarang kalian menyimpan daging kurban selama lebih
dari tiga hari, sekarang makanlah dan simpanlah selama semau kalian.
Menurut riwayat lain disebutkan:
"‫"فكلوا وادخروا وتصدقوا‬
maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.
Menurut riwayat lain disebutkan pula:
"‫"فكلوا وأطعموا| وتصدقوا‬
Maka makanlah dan berimakanlah serta bersedekahlah.
Pendapat kedua, bahwa orang yang berkurban memakan separo dan menyedekahkan
separonya lagi, karena berdasarkan firman-Nya yang meyatakan:
َ ِ‫{فَ ُكلُوا ِم ْن َها َوأَ ْط ِع ُموا ا ْلبَائ‬
َ ِ‫س ا ْلفَق‬
}‫ير‬
Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj. 28)
Dan berdasarkan hadis yang menyatakan:
َ ‫"فَ ُكلُوا َوا َّد ِخ ُروا َوت‬
"‫َص َّدقُوا‬
Maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.
Jika orang yang berkurban memakan seluruh kurbannya, maka menurut suatu
pendapat ia tidak menggantinya barang sedikit pun. Pendapat inilah yang dikatakan
oleh Ibnu Suraij dari kalangan mazhab Syafii.
Sebagian lainnya dari mereka mengatakan bahwa orang yang bersangkutan harus
mengganti semua yang dimakannya, atau yang seharga dengannya.
Menurut pendapat yang lainnya dia harus mengganti separonya, dan menurut
pendapat yang lainnya lagi harus mengganti sepertiganya.
Sedangkan menurut pendapat yang terakhir, ia hanya diharuskan mengganti sebagian
kecil darinya. Pendapat inilah yang terkenal di kalangan mazhab Imam Syafii.
Adapun mengenai kulit hewan kurban, maka menurut apa yang terdapat di dalam
kitab Musnad Imam Ahmad dari Qatadah ibnun Nu'man dalam hadis mengenai
hewan kurban disebutkan:
َّ َ‫"فَ ُكلُوا َوت‬
ْ ‫ َوا‬،‫ص َّدقُوا‬
"‫ َواَل تَبِي ُعوهَا‬،‫ستَ ْمتِ ُعوا| بِ ُجلُو ِدهَا‬
maka makanlah, bersedekahlah, dan manfaatkanlah kulitnya, janganlah kalian
menjualnya.
Di antara ulama ada yang membolehkan menjualnya, ada pula yang mengatakan
bahwa orang-orang fakir mendapat bagian dari kulit hewan kurban. Hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
Diriwayatkan dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
‫ َو َمنْ َذبَ َح‬،‫س |نَّتَنَا‬
ُ ‫اب‬
َ ‫ص‬ َ ُ‫"إِنَّ أَ َّو َل َما نَ ْبدَأُ بِ ِه فِي يَ ْو ِمنَا َه َذا أَنْ ن‬
َ َ‫ فَ َمنْ فَ َع َل َذلِ َك فَقَ ْد أ‬.‫ ثُ َّم نَ ْر ِج َع فَنَ ْن َح َر‬،‫صلِّ َي‬
"‫َي ٍء‬ْ ‫س ِك فِي ش‬ ُ ‫س ِمنَ ال ُّن‬ َ ‫ لَ ْي‬،‫صاَل ِة فَإِنَّ َما ه َُو لَ ْح ٌم [ع ََّجلَهُ] أِل َ ْهلِ ِه‬
َّ ‫قَ ْب َل ال‬
Sesungguhnya perbuatan yang mula-mula kita lakukan di hari kita sekarang ini
ialah mengerjakan salat (Idul Adha), kemudian kita pulang dan menyembelih
kurban. Barang siapa yang mengerjakannya, berarti dia telah melakukan hal yang
sesuai dengan sunnah kita. Dan barang siapa yang menyembelih kurbannya sebelum
salat (Hari Raya Idul Adha), maka sesungguhnya sembelihannya itu adalah daging
biasa yang ia suguhkan kepada keluarganya, tiada kaitannya dengan kurban sama
sekali.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Karena itulah maka Imam Syafii dan sejumlah ulama mengatakan bahwa
sesungguhnya permulaan waktu menyembelih hewan kurban ialah bila matahari telah
terbit di Hari Raya Kurban serta berlalu waktu yang cukup untuk salat hari raya dan
dua khotbahnya.
Imam Ahmad menambahkan, hendaknya Imam melakukan penyembelihan sesudah
itu, karena berdasarkan hadis yang disebutkan di dalam Sahih Muslim  yang
menyebutkan,
‫َوأَاَّل ت َْذبَ ُحوا َحتَّى يَ ْذبَ َح اإْل ِ َما ُم‬
"Dan janganlah kalian menyembelih kurban sebelum imam menyembelih
kurbannya."
Imam Abu Hanifah mengatakan, "Orang-orang yang tinggal di daerah-daerah
terpencil atau di kampung-kampung pedalaman dan lain sebagainya yang jauh dari
keramaian, diperbolehkan melakukan penyembelihan kurbannya sesudah fajar terbit,
karena tidak disyariatkan mendirikan salat hari raya bagi mereka (menurut pendapat
Imam Abu Hanifah). Adapun orang-orang yang tinggal di daerah-daerah perkotaan,
mereka tidak boleh menyembelih hewan kurbannya sebelum imam usai dari
salatnya." Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Kemudian menurut suatu pendapat, tidak disyariatkan menyembelih kurban kecuali
hanya pada Hari Raya Kurban saja. Menurut pendapat yang lainnya, bagi penduduk
perkotaan penyembelihan dilakukan pada Hari Raya Kurban, karena mudahnya
mendapatkan hewan kurban di kalangan mereka. Adapun bagi penduduk daerah
pedalaman dan kampung-kampung yang jauh, maka menyembelih hewan kurban
dapat dilakukan pada Hari Raya Kurban dan hari-hari Tasyriq sesudahnya; pendapat
ini dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Menurut pendapat lain, Hari Raya Kurban dan
satu hari lagi sesudahnya bagi semua orang. Menurut pendapat lainnya lagi, dua hari
sesudahnya selain Hari Raya Kurban; pendapat ini dikatakan oleh Imam Ahmad.
Menurut pendapat yang lain, Hari Raya Kurban dan tiga hari Tasyriq sesudahnya.
Pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii berdasarkan hadis Jubair ibnu Mut'im yang
mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
."‫يق ُكلُّ َها َذ ْب ٌح‬ ْ َّ‫" َوأَيَّا ُم الت‬
ِ ‫ش ِر‬
Hari-hari Tasyriq semuanya adalah hari penyembelihan kurban.
Imam Ahmad dan Ibnu Hibban meriwayatkannya pula.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya waktu menyembelih kurban itu memanjang
sampai dengan akhir bulan Zul Hhjah. Pendapat ini dikatakan oleh Ibrahim An-
Nakha'i serta Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dan pendapat ini dinilai garib.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ َ‫{ َك َذلِك‬
ْ َ‫س َّخ ْرنَاهَا لَ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم ت‬
} َ‫ش ُكرُون‬
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-
mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, bahwa untuk tujuan itulah,
}‫س َّخ ْرنَاهَا لَ ُكم‬
َ {
Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian. (Al-Hajj-36)
Yakni Kami tundukkan unta-unta itu bagi kalian dan Kami jadikan mereka tunduk
patuh kepada kalian. Jika kalian ingin mengendarainya, kalian dapat
mengendarainya; dan jika kalian ingin memerah air susunya, kalian dapat
memerahnya; dan jika kalian ingin dagingnya, kalian dapat menyembelihnya.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam
ayat lain melalui firman-Nya:
} َ‫{أَ َولَ ْم يَ َر ْوا أَنَّا َخلَ ْقنَا لَ ُه ْم ِم َّما َع ِملَتْ أَ ْي ِدينَا أَ ْن َعا ًما فَ ُه ْم لَ َها َمالِ ُكون‬
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan
binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan
dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? (Yasin: 71)
sampai dengan firman-Nya:
ْ َ‫أَفَال ي‬
َ‫ش ُكرُون‬
Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 73)
Di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
َ َ‫{ َك َذلِك‬
ْ َ‫س َّخ ْرنَاهَا لَ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم ت‬
} َ‫ش ُكرُون‬
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-
mudahan kalian bersyukur. (Al-Hajj: 36)
Ayat 37
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
a. Tafsir Jalalain
Ayat ini diturunkan sewaktu mereka meminta disegerakan turunnya azab atas
mereka. (Manusia telah dijadikan dari tergesa-gesa) disebabkan manusia itu bertabiat
tergesa-gesa di dalam semua tindakannya, maka seolah-olah ia diciptakan
daripadanya. (Kelak Aku akan perlihatkan kepada kalian tanda-tanda azab-Ku) yakni
ketentuan waktu bagi azab-Ku (maka janganlah kalian minta kepada-Ku
mendatangkannya dengan segera) kemudian Allah memperlihatkan kepada mereka
turunnya azab itu, yaitu dengan dibunuhnya mereka dalam perang Badar
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, bahwa sesungguhnya telah disyariatkan bagi
kalian menyembelih hewan-hewan ternak itu sebagai kurban agar kalian menyebut
nama-Nya saat menyembelihnya. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta
lagi Maha Pemberi Rezeki, tiada sesuatu pun dari daging atau darah hewan-hewan
kurban itu yang dapat mencapai rida Allah. Sesungguhnya Dia Mahakaya dari selain-
Nya. Orang-orang Jahiliyah di masa silam bila melakukan kurban buat berhala-
berhala mereka, maka mereka meletakkan pada berhala-berhala itu daging kurban
mereka, dan memercikkan darah hewan kurban mereka kepada berhala-berhala itu.
Maka Allah Swt. berfirman:
}‫{لَنْ يَنَا َل هَّللا َ لُ ُحو ُم َها َوال ِد َما ُؤهَا‬
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Hammad, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnul Mukhtar, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa orang-
orang Jahiliah di masa silam memuncratkan darah hewan kurban mereka
ke Baitullah, juga daging hewan kurban mereka. Maka para sahabat Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam berkata, "Kami lebih berhak untuk melakukan hal
tersebut." Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Daging-
daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. (Al-Hajj: 37) Yakni
karena ketakwaan kalianlah Allah menerimanya dan memberikan balasan kebaikan
kepada pelakunya.
Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab sahih, melalui sabda Rasulullah
Shalallahu'alaihi Wasallam:
"‫ َولَ ِكنْ يَ ْنظُ ُر إِلَى قُلُوبِ ُك ْم َوأَ ْع َمالِ ُك ْم‬،‫ص َو ِر ُك ْم َواَل إِلَى أَ ْم َوالِ ُك ْم‬
ُ ‫"إِنَّ هَّللا َ اَل يَ ْنظُ ُر إِلَى‬
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak melihat kepada bentuk (rupa) dan
harta kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal perbuatan kalian.
dan sebuah hadis yang menyatakan:
‫ان قَ ْب َل أَنْ يَقَ|| َع َعلَى‬ َّ ‫ص َدقَةَ تَقَ ُع فِي يَ ِد ال َّر ْح َم ِن قَ ْب َل أَنْ تَقَ َع فِي يَ ِد ال‬
ٍ ‫ َوإِنَّ ال َّد َم لَيَقَ ُع ِمنَ هَّللا ِ بِ َم َك‬،‫سائِ ِل‬ َّ ‫"إِنَّ ال‬
"‫ض‬ ِ ‫اأْل َ ْر‬
Sesungguhnya sedekah itu benar-benar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah
sebelum sedekah itu diterima oleh tangan pemintanya. Dan sesungguhnya
darah (hewan kurban) itu benar-benar diterima di sisi Allah sebelum darah itu
menyentuh tanah.
Perihalnya sama dengan hadis terdahulu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan
Imam Turmuzi yang menilainya hasan, diriwayatkan melalui Siti Aisyah
Radhiyallahu Anhu secara marfu'.
Makna nas ini menunjukkan pernyataan diterimanya kurban di sisi Allah bagi orang
yang ikhlas dalam amalnya. Tiada makna lain yang lebih cepat ditangkap dari nas ini
menurut pendapat kalangan ulama ahli tahqiq; hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui. s
Waki' telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Muslim ibnu Ad-Dahhak, bahwa ia
pernah bertanya kepada Amir Asy-Sya'bi tentang kulit hewan kurban. Lalu Asy-
Sya'bi menjawab seraya mengemukakan firman-Nya: Daging-daging unta dan
darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah. (Al-Hajj: 37) Jika
kamu suka menjualnya, kamu boleh menjualnya; jika kamu suka memakainya, kamu
boleh memilikinya; dan jika kamu suka menyedekahkannya, kamu dapat
menyedekahkannya.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ َ‫{ َك َذلِك‬
}‫س َّخ َرهَا لَ ُك ْم‬
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian. (Al-Hajj:37)
Yakni karena itulah maka Allah menundukkan unta-unta itu bagi kalian.
|}‫{لِتُ َكبِّ ُروا هَّللا َ َعلَى َما َهدَا ُك ْم‬
supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. (Al-Hajj:
37)
Yaitu agar kalian membesarkan Allah (mengagungkan-Nya) sebagaimana Dia telah
menunjuki kalian kepada agama-Nya, syariat-Nya, dan segala sesuatu yang disukai
dan diridai-Nya. Dia juga melarang kalian dari perbuatan-perbuatan yang dibenci-
Nya dan tidak disukai-Nya.
*******************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ِ ‫ش ِر ا ْل ُم ْح‬
} َ‫سنِين‬ ِّ َ‫{ َوب‬
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Hajj: 37)
Yakni, hai Muhammad, berilah kabar gembira orang-orang yang berbuat baik dalam
amalnya lagi menegakkan batasan-batasan Allah dan mengikuti apa yang
disyariatkan bagi mereka serta membenarkan segala sesuatu yang disampaikan oleh
rasul kepada mereka dari sisi Tuhannya.
Masalah
Abu Hanifah, Malik, dan As-Sauri mengatakan, wajib berkurban bagi orang yang
memiliki satu nisab lebih. Abu Hanifah mensyaratkan iqamah dengan alasan sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah yang semua
perawinya berpredikat siqah, melalui Abu Hurairah secara marfu', yaitu:
َ ‫ فَاَل يَ ْق َربَنَّ ُم‬،‫ض ِّح‬
"‫صالنا‬ َ ُ‫س َعة فَلَ ْم ي‬
َ ‫" َمنْ َو َج َد‬
Barang siapa yang mempunyai kemampuan (berkurban), lalu ia tidak berkurban,
maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat salat kami.
Padahal di dalam hadis terkandung garabah, Imam Ahmad ibnu Hanbal menilainya
sebagai hadis munkar.
Ibnu Umar telah mengatakan:
‫ض ِّحي‬
َ ُ‫سنِينَ ي‬ ْ ‫سلَّ َم َع‬
ِ ‫ش ٌر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫أَقَا َم َر‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tinggal selama sepuluh tahun (yang setiap
tahunnya) beliau selalu berkurban. (Riwayat Turmuzi)
Imam Syafii dan Imam Ahmad ibnu Hanbal berpendapat, berkurban tidak wajib,
melainkan hanya sunat, karena berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan:
"‫س َوى ال َّز َكا ِة‬
ِ ‫ق‬ ِ ‫س فِي ا ْل َم‬
ٌّ ‫ال َح‬ َ ‫"لَ ْي‬
Tiada pada harta suatu hak selain dari zakat.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan pula bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah berkurban untuk umatnya, karena itulah maka
kewajiban berkurban atas mereka gugur.
Abu Suraihah mengatakan bahwa dia bertetangga dengan Abu Bakar dan Umar,
ternyata keduanya tidak berkurban karena khawatir perbuatannya itu akan diikuti
oleh orang-orang. Sebagian ulama mengatakan, kurban hukumnya sunat kifayah.
Dengan kata lain, apabila ada seseorang dari penduduk suatu kampung atau suatu
kota melakukannya, maka gugurlah kesunatan berkurban dari yang lainnya, karena
tujuan dari kurban itu adalah menampakkan syiar.
Imam Ahmad dan ahlus sunan dan Imam Turmuzi telah meriwayatkan sebuah hadis
yang dinilainya hasan, dari Muhannif ibnu Sulaim, bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda sewaktu di Arafah,
ْ ُ‫َام أ‬
َ ِ‫ َه ْل تَ ْدرُونَ َما ا ْل َعت‬،‫ض َحاةٌ و َعتِيرة‬
"‫ الَّتِي تَ ْدعُونَ َها ال َّرجبية‬ ‫يرةُ؟ ِه َي‬ ٍ ‫" َعلَى ُك ِّل أَ ْه ِل بَ ْي‬
ٍ ‫ت فِي ُك ِّل ع‬
"Dianjurkan bagi tiap-tiap ahli bait melakukan kurban dan 'atirah setiap tahunnya.
Tahukah kalian, apakah 'atirah itu? 'Atirah ialah apa yang kalian kenal dengan
sebutan rajbiyyah.
Sanad hadis ini masih diragukan kesahihannya.
Abu Ayyub telah mengatakan bahwa ada seorang lelaki di masa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan
keluarganya. Lalu mereka memakan sebagiannya dan memberikan sebagian lainnya
sehingga orang-orang kelihatan cerah dan gembira seperti yang kamu lihat sendiri.
Diriwayatkan oleh Imam Turmuzi yang menilainya sahih, dan juga oleh Ibnu Majah.
Disebutkan bahwa Abdullah ibnu Hisyam mengurbankan seekor kambing sebagai
kurban seluruh keluarganya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Mengenai usia hewan kurban, disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim melalui
Jabir, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
"‫ضأْ ِن‬
َّ ‫ فَت َْذبَ ُحوا َج َذ َعةً ِمنَ ال‬،‫س َر َعلَ ْي ُك ْم‬ ِ ‫"اَل ت َْذبَ ُحوا إِاَّل ُم‬
ُ ‫ إِاَّل أَنْ يَ ْع‬،‫سنَّة‬
Janganlah kalian menyembelih selain hewan musinnah. Terkecuali jika kalian sulit
mendapatkannya, maka sembelihlah kambing jaz'ah.
Berangkat dari pengertian hadis ini Az-Zuhri berpendapat bahwa mengurbankan
hewan jaz'ah tidak cukup.
Berbeda dengan Auza'i yang berpendapat bahwa hewan jaz'ah. dari semua jenis
cukup untuk dijadikan kurban.
Kedua pendapat tersebut dinilai garib, karena pendapat yang dikatakan oleh jumhur
ulama menyebutkan bahwa sesungguhnya kurban itu cukup dengan unta, sapi, dan
kambing ma'izsaniyyah, atau kambing da'n yang jaz'ah..
Unta sanyu ialah unta yang telah berusia lima tahun masuk enam tahun,
sapi sanyu ialah yang berusia dua tahun masuk tiga tahun, dan menurut pendapat
yang lain yaitu telah berusia tiga tahun masuk empat tahun.
Ma'iz sanyu ialah kambing benggala yang telah berusia dua tahun.
Kambing da'n yang jaz'ah. ialah kambing yang telah berusia satu tahun.
Menurut pendapat lain berusia sepuluh bulan, menurut pendapat yang lainnya
delapan bulan, dan menurut pendapat lainnya lagi enam bulan.
Pendapat terakhir ini merupakan pendapat yang paling minim di antara pendapat
lainnya. Sedangkan kurang dari enam bulan, maka kambing masih
tergolong cempe (anak kambing). Perbedaan di antara cempe dan kambing yang
dewasa ialah: kalau cempe bulu punggungnya berdiri, sedangkan kambing dewasa
tertidur dan telah terbelah menjadi dua bagian.
Ayat 41

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah
dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
a. Tafsir Jalalain
(Dan sungguh telah diperolok-olok beberapa orang rasul sebelum kamu) ayat ini
mengandung hiburan yang ditujukan kepada Nabi saw. (maka turunlah) yakni
menimpa (kepada orang-orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu apa yang selalu
mereka perolok-olokkan) yaitu berupa azab; demikian pula orang-orang yang
memperolok-olokkan dirimu akan tertimpa azab yang sama seperti mereka
b. Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abur Rabi' Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami
Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub dan Hisyam, dari Muhammad yang mengatakan
bahwa Usman ibnu Affan pernah mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan
dengan kami (para sahabat), yaitu firman-Nya: '(yaitu) orang-orang yang jika Kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan salat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan
yang mungkar' (Al-Hajj: 41) Kami telah diusir dari rumah kami tanpa alasan yang
benar, melainkan hanya karena kami beriman bahwa Allah adalah Tuhan kami.
Kemudian Dia meneguhkan kedudukan kami di suatu negeri, maka kami mendirikan
salat, menunaikan zakat, dan memerintahkan berbuat kebajikan serta mencegah dari
perbuatan mungkar, dan kepada Allah-lah dikembalikan semua urusan. Ayat ini
diturunkan berkenaan dengan aku dan sahabat-sahabatku.
Menurut Abul Aliyah, mereka adalah sahabat-sahabat Nabi Muhammad
Shalallahu'alaihi Wasallam As-Sabbah ibnu Sawadah Al-Kindi mengatakan, ia
pernah mendengar Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz berkhotbah seraya mengucapkan
firman-Nya:  (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi. (Al-Hajj: 41), hingga akhir ayat. Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz
berkata, "Ingatlah, sesungguhnya tugas ini bukan saja diwajibkan bagi penguasa
semata, tetapi di wajibkan bagi penguasa dan rakyatnya. Ingatlah, aku akan
menceritakan kepada kalian kewajiban kalian dari tugas ini terhadap penguasa kalian,
dan kewajiban penguasa dari tugas ini terhadap kalian. Sesungguhnya kewajiban
penguasa terhadap kalian dari tugas ini ialah hendaknya ia membimbing kalian ke
jalan Allah dan mempersatukan kalian serta menanamkan rasa gotong royong di
antara sesama kalian, dan memberikan petunjuk kepada kalian jalan yang paling
lurus dengan segala kemampuannya. Dan sesungguhnya kewajiban kalian terhadap
penguasa ialah hendaknya kalian taat kepadanya dengan hati yang tulus ikhlas; bukan
lahiriahnya menurut, tetapi batinnya menolak."
Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa ayat
ini semakna dengan firman-Nya:
}‫ض‬ ْ ‫ست َْخلِفَنَّ ُه ْم فِي‬
ِ ‫األر‬ ْ َ‫ت لَي‬ َّ ‫{ َو َع َد هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صالِ َحا‬
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi. (An-Nur: 55)
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{ َوهَّلِل ِ عَاقِبَةُ األ ُمو ِر‬
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hajj: 41)
sama pengertiannya dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan:
} َ‫{ َوا ْل َعاقِبَةُ لِ ْل ُمتَّقِين‬
Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-
Qashash: 83)
Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan.  (Al-Hajj: 41)
Yakni di sisi Allah-lah terdapat pahala dari perbuatan mereka.
Ayat 46

maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan
itu mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati
yang di dalam dada

a. Tafsir Jalalain
(Dan sesungguhnya jika mereka ditimpa sedikit saja) barang sedikit (dari azab
Rabbmu, pastilah mereka berkata, "Aduhai) menunjukkan makna penyesalan
(celakalah kami) binasalah kami (bahwasanya kami adalah orang yang menganiaya
diri sendiri") disebabkan kami musyrik dan mendustakan Muhammad
b. Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫ض‬
ِ ‫األر‬ ِ َ‫{أَفَلَ ْم ي‬
ْ ‫سي ُروا فِي‬
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi. (Al-Hajj: 46)
Artinya, mereka lakukan sendiri dengan tubuh dan pikiran mereka. Yang demikian
itu merupakan cara yang efektif, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abud Dunia dalam
kitab Tafakkur dan I'tibar-nya.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah, telah
menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far, telah
menceritakan kepada kami Malik ibnu Dinar yang mengatakan bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala mewahyukan kepada Musa (seraya berfirman), "Hai Musa,
buatlah sepasang terompah dari besi, buat pula tongkat. Kemudian berjalanlah kamu
di permukaan bumi, lalu carilah bekas-bekas peninggalan yang mengandung
pelajaran bagimu, hingga sepasang terompah itu jebol dan tongkat itu patah."
Ibnu Abud Dunia mengatakan bahwa salah seorang yang bijak pernah mengatakan,
"Hidupkanlah hatimu dengan nasihat-nasihat yang baik, sinarilah ia dengan
bertafakkur, matikanlah dengan berzuhud, kuatkanlah dengan yakin, hinakanlah ia
dengan kematian, dan batasilah ia dengan kefanaan. Perlihatkanlah kepadanya
bahaya-bahaya cinta duniawi, dan peringatkanlah ia dengan bencana masa dan
buruknya perubahan hari-hari. Perlihatkanlah pula kepada berita-berita orang-orang
terdahulu, dan ingatkanlah ia dengan apa yang telah menimpa orang-orang dahulu;
perjalankanlah ia di bekas-bekas tempat tinggal mereka, dan perlihatkanlah
kepadanya akibat dari perbuatan mereka, di manakah mereka bertempat tinggal dan
bagaimanakah kesudahan dari mereka?"
Dengan kata lain, lihatlah oleh kalian azab dan pembalasan yang telah menimpa
umat-umat yang mendustakan rasul-rasul Allah itu.
*******************
ْ َ‫وب يَ ْعقِلُونَ بِ َها أَ ْو آ َذانٌ ي‬
}‫س َمعُونَ بِ َها‬ ٌ ُ‫{فَتَ ُكونَ لَ ُه ْم قُل‬
lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami, atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? (Al-Hajj: 46)
Yaitu mengambil pelajaran dari apa yang dilihat dan didengarnya.
ُّ ‫وب الَّتِي فِي‬
}‫الصدُو ِر‬ َ ‫{فَإِنَّ َها اَل تَ ْع َمى األ ْب‬
ُ ُ‫صا ُر َولَ ِكنْ تَ ْع َمى ا ْلقُل‬
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang
di dalam dada. (Al-Hajj: 46)
Yang dimaksud bukanlah buta mata, melainkan buta pandangan hati. Kendatipun
pandangan mata seseorang sehat dan tajam, tetapi tidak dapat mencerna pelajaran-
pelajaran dan tidak dapat menanggapi apa yang didengar
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫ض‬
ِ ‫األر‬ ِ َ‫{أَفَلَ ْم ي‬
ْ ‫سي ُروا فِي‬
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi. (Al-Hajj: 46)
Artinya, mereka lakukan sendiri dengan tubuh dan pikiran mereka. Yang demikian
itu merupakan cara yang efektif, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abud Dunia dalam
kitab Tafakkur dan I'tibar-nya.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah, telah
menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far, telah
menceritakan kepada kami Malik ibnu Dinar yang mengatakan bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala mewahyukan kepada Musa (seraya berfirman), "Hai Musa,
buatlah sepasang terompah dari besi, buat pula tongkat. Kemudian berjalanlah kamu
di permukaan bumi, lalu carilah bekas-bekas peninggalan yang mengandung
pelajaran bagimu, hingga sepasang terompah itu jebol dan tongkat itu patah."
Ibnu Abud Dunia mengatakan bahwa salah seorang yang bijak pernah mengatakan,
"Hidupkanlah hatimu dengan nasihat-nasihat yang baik, sinarilah ia dengan
bertafakkur, matikanlah dengan berzuhud, kuatkanlah dengan yakin, hinakanlah ia
dengan kematian, dan batasilah ia dengan kefanaan. Perlihatkanlah kepadanya
bahaya-bahaya cinta duniawi, dan peringatkanlah ia dengan bencana masa dan
buruknya perubahan hari-hari. Perlihatkanlah pula kepada berita-berita orang-orang
terdahulu, dan ingatkanlah ia dengan apa yang telah menimpa orang-orang dahulu;
perjalankanlah ia di bekas-bekas tempat tinggal mereka, dan perlihatkanlah
kepadanya akibat dari perbuatan mereka, di manakah mereka bertempat tinggal dan
bagaimanakah kesudahan dari mereka?"
Dengan kata lain, lihatlah oleh kalian azab dan pembalasan yang telah menimpa
umat-umat yang mendustakan rasul-rasul Allah itu.
*******************
ْ َ‫وب يَ ْعقِلُونَ بِ َها أَ ْو آ َذانٌ ي‬
}‫س َمعُونَ بِ َها‬ ٌ ُ‫{فَتَ ُكونَ لَ ُه ْم قُل‬
lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami, atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? (Al-Hajj: 46)
Yaitu mengambil pelajaran dari apa yang dilihat dan didengarnya.
ُّ ‫وب الَّتِي فِي‬
}‫الصدُو ِر‬ َ ‫{فَإِنَّ َها اَل تَ ْع َمى األ ْب‬
ُ ُ‫صا ُر َولَ ِكنْ تَ ْع َمى ا ْلقُل‬
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang
di dalam dada. (Al-Hajj: 46)
Yang dimaksud bukanlah buta mata, melainkan buta pandangan hati. Kendatipun
pandangan mata seseorang sehat dan tajam, tetapi tidak dapat mencerna pelajaran-
pelajaran dan tidak dapat menanggapi apa yang didengar
Ayat 58

Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati,
benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan
sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki
a. Tafsir Jalalain
(Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu) sesudah mereka pergi
meninggalkannya menuju ke tempat pertemuan di hari raya mereka (menjadi puing-
puing) dapat dibaca Judzaadzan dan Jidzaadzan, artinya hancur terpotong-potong di
kapak oleh Nabi Ibrahim (kecuali yang terbesar dari mereka) lalu Nabi Ibrahim
menggantungkan kapaknya ke pundak berhala yang terbesar itu (agar mereka
kepadanya) yakni kepada berhala yang terbesar itu (menanyakannya) maka mereka
akan melihat apa yang ia perbuat terhadap berhala-berhala yang lain
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan tentang orang-orang yang keluar dalam
rangka berhijrah ke jalan Allah demi memperoleh rida-Nya dan mengharapkan
pahala yang ada di sisi-Nya, sehingga mereka rela meninggalkan tanah airnya,
keluarga dan teman-temannya, juga berpisah dari negerinya demi membela Allah dan
Rasul-Nya serta menolong agama Allah.
}‫{ثُ َّم قُتِلُوا‬
kemudian mereka dibunuh.(Al-Hajj: 58)
Yaitu dalam jihadnya.
}‫{أَ ْو َماتُوا‬
atau mati (Al-Hajj; 58)
Maksudnya, habis ajalnya tanpa berperang; yakni meninggal dunia di ranjangnya.
Maka sesungguhnya mereka telah beroleh pahala yang berlimpah dan pujian yang
baik. sama halnya dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
}ِ ‫سولِ ِه ثُ َّم يُ ْد ِر ْكهُ ا ْل َم ْوتُ فَقَ ْد َوقَ َع أَ ْج ُرهُ َعلَى هَّللا‬
ُ ‫{ َو َمنْ يَ ْخ ُر ْج ِمنْ بَ ْيتِ ِه ُم َها ِج ًرا إِلَى هَّللا ِ َو َر‬
Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang
dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (An-Nisa: 100)
*******************
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ ‫{لَيَ ْر ُزقَنَّ ُه ُم هَّللا ُ ِر ْزقًا َح‬
}‫سنًا‬
Benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. (Al-Hajj: 58)
Artinya, Allah akan mengalirkan kepada mereka sebagian dari karunia dan rezeki-
Nya di dalam surga yang membuat hati mereka senang.
َ ‫ لَيُد ِْخلَنَّ ُه ْم ُمد َْخال يَ ْر‬. َ‫{ َوإِنَّ هَّللا َ لَ ُه َو َخ ْي ُر ال َّرا ِزقِين‬
}ُ‫ض ْونَه‬
Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah
akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat yang mereka menyukainya. (Al-
Hajj: 58-59)
Yakni surga, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

ٍ ‫ فَ َر ْو ٌح َو َر ْي َحانٌ َو َجنَّةُ نَ ِع‬. َ‫{فَأ َ َّما إِنْ َكانَ ِمنَ ا ْل ُمقَ َّربِين‬
}‫يم‬
adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada
Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan. (Al-
Waqi'ah: 88-89)
Melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan bahwa mereka
mendapat kesenangan dan rezeki serta surga yang penuh dengan kenikmatan. Seperti
halnya yang disebutkan dalam ayat berikut ini melalui firman-Nya: benar-benar
Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. (Al-Hajj: 58)
Ayat
Juz 25
Surah Fussilat
Ayat 47
‫ش َر َكائِي‬ َ ‫ت ِمنْ أَ ْك َما ِم َها َو َما ت َْح ِم ُل ِمنْ أُ ْنثَى َوال ت‬
ُ َ‫َض ُع إِال بِ ِع ْل ِم ِه َويَ ْو َم يُنَا ِدي ِه ْم أَيْن‬ ٍ ‫سا َع ِة َو َما ت َْخ ُر ُج ِمنْ ثَ َم َرا‬
َّ ‫{إِلَ ْي ِه يُ َر ُّد ِع ْل ُم ال‬
 )47( ‫ش ِهي ٍد‬ َ ْ‫َقالُوا آ َذنَّا َك َما ِمنَّا ِمن‬
Kepada-Nyalah dikembalikan pengetahuan tentang hari kiamat. Dan tidak ada buah-buahan
keluar dari kelopaknya dan tidak seorang perempuan pun mengandung dan
tidak  (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Pada hari Tuhan
memanggil mereka, "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu?” Mereka menjawab, "Kami
nyatakan kepada Engkau bahwa tidak ada seorang pun di antara kami yang memberi
kesaksian (bahwa Engkau punya sekutu).
a. Tafsir Jalalain
(Kepada-Nyalah dikembalikan pengetahuan tentang hari kiamat) bila akan terjadi,
tiada seorang pun yang mengetahuinya selain Dia. (Dan tidak ada buah-buahan
keluar) menurut suatu qiraat dibaca Tsamaraatin dalam bentuk jamak (dari
kelopaknya) dari kelopak-kelopaknya melainkan dengan sepengetahuan-Nya; lafal
Akmaam adalah bentuk jamak dari lafal Kimmun (dan tidak seorang perempuan pun
mengandung dan tidak pula melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Pada
hari Tuhan memanggil mereka, "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu?" Mereka
menjawab, "Kami nyatakan kepada Engkau) artinya, sekarang Kami beritahukan
kepada Engkau (bahwa tidak ada seorang pun di antara kami yang memberikan
kesaksian bahwa Engkau punya sekutu."
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َّ ‫{إِلَ ْي ِه يُ َر ُّد ِع ْل ُم ال‬
}‫سا َع ِة‬
Kepada-Nyalah dikembalikan pengetahuan tentang hari kiamat. (Fushshilat: 47)
Yakni tidak ada seorang pun yang mengetahuinya selain Allah Subhanahu wa Ta'ala,
seperti yang dikatakan oleh penghulu manusia Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi
Wasallam kepada Jibril yang merupakan penghulu malaikat ketika Jibril bertanya
kepadanya tentang bilakah hari kiamat itu terjadi. Maka beliau Shalallahu'alaihi
Wasallam menjawab
َّ ‫سئُو ُل َع ْن َها بِأ َ ْعلَ َم ِمنَ ال‬
"‫سائِ ِل‬ ْ ‫" َما ا ْل َم‬
Tidaklah orang yang ditanya lebih mengetahui  (tentang hari kiamat) daripada orang
yang menanya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
}‫{إِلَى َربِّ َك ُم ْنتَ َهاهَا‬
Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktu hari kiamat).
(An-Nazi'at: 44)
}‫{اَل يُ َجلِّي َها لِ َو ْقتِ َها إِال ُه َو‬
Tidak seorang pun yang dapat menjelaskan kedatangannya selain Dia. (Al-A'raf:
187)
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ ‫ت ِمنْ أَ ْك َما ِم َها َو َما ت َْح ِم ُل ِمنْ أُ ْنثَى َوال ت‬
}‫َض ُع إِال بِ ِع ْل ِم ِه‬ ٍ ‫{ َو َما ت َْخ ُر ُج ِمنْ ثَ َم َرا‬
Dan tidak ada buah-buahan keluar dari kelopaknya dan tidak seorang
perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan
sepengetahuan-Nya. (Fushshilat-47)
Yaitu semuanya terjadi dengan sepengetahuan-Nya, tiada suatu sel pun yang ada
di langit dan tidak pula yang ada di bumi terhalang dari pengetahuan-Nya. Allah
Swt. telah berfirman dalam ayat yang lain, yaitu:
}‫سقُطُ ِمنْ َو َرقَ ٍة إِال يَ ْعلَ ُم َها‬
ْ َ‫{و َما ت‬
َ
dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya  (Pula).
(Al-An'am: 59)
}‫األر َحا ُم َو َما ت َْزدَا ُد َو ُك ُّل ش َْي ٍء ِع ْن َدهُ بِ ِم ْقدَا ٍر‬
ْ ‫يض‬ ُ ‫{يَ ْعلَ ُم َما ت َْح ِم ُل ُك ُّل أُ ْنثَى َو َما ت َِغ‬
Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan
rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-
Nya ada ukurannya. (Ar-Ra'd: 8)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ِ َ‫ب إِنَّ َذلِكَ َعلَى هَّللا ِ ي‬
}‫سي ٌر‬ ُ َ‫{و َما يُ َع َّم ُر ِمنْ ُم َع َّم ٍر َوال يُ ْنق‬
ٍ ‫ص ِمنْ ُع ُم ِر ِه إِال فِي ِكتَا‬ َ
Dan tidak sekali-kali dipanjangkan umur seorang yang berusia panjang dan tidak
pula dikurangi usianya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (lauh
mahfuz). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (Fathir: 11)
************
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ُ َ‫{ويَ ْو َم يُنَا ِدي ِه ْم أَيْن‬
}‫ش َر َكائِي‬ َ
Pada hari Tuhan memanggil mereka, "Di manakah sekutu-sekutu-
Ku?” (Fushshilat: 47)
Di hari kiamat kelak Allah memanggil orang-orang musyrik di mata semua
makhluk, "Di manakah sekutu-sekutu yang kalian sembah bersama-Ku?"
َ ْ‫ َما ِمنَّا ِمن‬  َ‫{قَالُوا آ َذنَّاك‬
}‫ش ِهي ٍد‬
Mereka menjawab, "Kami nyatakan kepada Engkau, bahwa tidak ada seorang pun
di antara kami yang memberi kesaksian.”  (Fushshilat: 47)
Yakni tiada seorang pun dari kami pada hari ini yang memberikan kesaksian bahwa
Engkau mempunyai sekutu.

Ayat 49

{)49( ٌ‫ُوس قَنُوط‬


ٌ ‫سهُ الش َُّّر فَيَئ‬ َ ‫سأ َ ُم اإل ْن‬
َّ ‫سانُ ِمنْ ُدعَا ِء ا ْل َخ ْي ِر َوإِنْ َم‬ ْ َ‫اَل ي‬
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia
menjadi putus asa lagi putus harapan
a. Tafsir Jalalain
(Manusia tidak jemu memohon kebaikan) artinya, masih tetap terus meminta
kepada Rabbnya akan harta, kesehatan dan lain-lainnya (dan jika ia ditimpa
malapetaka) berupa kemiskinan dan kesengsaraan (dia menjadi putus asa lagi
putus harapan) dari rahmat Allah. Ayat ini merupakan gambaran bagi keadaan
orang-orang kafir, demikian pula gambaran dalam ayat selanjutnya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan bahwa manusia itu tidak bosan-bosannya
berdoa kepada Tuhannya memohon kebaikan, seperti harta benda, kesehatan tubuh,
dan lain sebagainya. Dan jika dirinya tertimpa keburukan, yakni malapetaka atau
kemiskinan.
}ٌ‫ُوس قَنُوط‬
ٌ ‫{فَيَئ‬
dia menjadi putus asa lagi putus harapan. (Fushshilat: 49)
Yakni dalam hatinya timbul perasaan bahwa tiada harapan lagi baginya untuk
memperoleh kebaikan sesudah malapetaka dan musibah yang menimpanya itu.
}‫س ْتهُ لَيَقُولَنَّ َه َذا لِي‬ َ ‫{ َولَئِنْ أَ َذ ْقنَاهُ َر ْح َمةً ِمنَّا ِمنْ بَ ْع ِد‬
َّ ‫ض َّرا َء َم‬
Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa
kesusahan, pastilah dia berkata, "Ini adalah hakku.” (Fushshilat: 50)
Artinya apabila ia mendapat kebaikan dan rezeki sesudah sengsara, niscaya dia
mengatakan bahwa kebaikan ini memang berhak kuterima menurut Tuhanku
Ayat 51
َّ ‫ض َونَأَى بِ َجانِبِ ِه َوإِ َذا َم‬
ٍ ‫سهُ الش َُّّر فَ ُذو ُدعَا ٍء َع ِري‬
 )51( ‫ض‬ َ ‫ان أَ ْع َر‬
ِ ‫س‬َ ‫ َوإِ َذا أَ ْن َع ْمنَا َعلَى اإل ْن‬ 
Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan
menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.
a. Tafsir Jalalain
(Dan apabila Kami berikan nikmat kepada manusia) yang dimaksud adalah jenis
manusia (ia berpaling) tidak mau bersyukur (dan menjauhkan diri) yakni
memutarkan badannya seraya menyombongkan diri; menurut suatu qiraat lafal
Na-aa dibaca dengan didahulukan huruf Hamzahnya (tetapi apabila ia ditimpa
malapetaka maka ia banyak berdoa) banyak permintaannya.
b. Tafsit Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ٍ ‫فَ ُذو ُدعَا ٍء َع ِري‬ ‫سهُ الش َُّّر‬
}‫ض‬ َّ ‫{وإِ َذا َم‬
َ
tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa. (Fushshilat: 51)
Yakni memperpanjang doanya hanya karena meminta sesuatu. Dengan kata lain,
dia mengucapkan doa yang panjang, padahal makna dari doanya sedikit.
Sedangkan kebalikannya ialah doa yang ringkas, tetapi padat isinya. Dalam ayat
lain disebutkan oleh firman-Nya:
ُ ‫ض َّرهُ َم َّر َكأَنْ لَ ْم يَ ْد ُعنَا إِلَى‬
{‫ض ٍّر‬ َ ‫اعدًا أَ ْو قَائِ ًما فَلَ َّما َك‬
ُ ُ‫ش ْفنَا َع ْنه‬ ِ َ‫الض ُّر َدعَانَا لِ َج ْنبِ ِه أَ ْو ق‬
ُّ َّ ‫َوإِ َذا َم‬
َ ‫س اإل ْن‬
َ‫سان‬
ُ ‫سه‬
َّ ‫} َم‬
Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan
berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
darinya, dia (kembali) melalui Galaunya yang sesat) seolah-olah dia tidak
pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah
menimpanya. (Yunus: 12), hingga akhir ayat
Surah As-Syura
Ayat 4

 )4( ‫ض َوه َُو ا ْل َعلِ ُّي ا ْل َع ِظي ُم‬


ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو َما فِي‬ َّ ‫لَهُ َما فِي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Kepunyaan-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dialah Yang
Mahatinggi lagi Mahabesar
a. Tafsir jalalain
(Kepunyaan-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi) sebagai
milik-Nya semua makhluk dan hamba-hamba-Nya. (Dan Dialah Yang Maha
Tinggi) di atas semua makhluk-Nya (lagi Maha Besar) atau Maha Agung
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫ض‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو َما فِي‬ َّ ‫{لَهُ َما فِي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Kepunyaan-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Asy-Syura: 4)
Yakni semuanya adalah hamba-hamba-Nya dan milik-Nya serta berada di bawah
kekuasaan dan pengaturan-Nya.
}‫{ َو ُه َو ا ْل َعلِ ُّي ا ْل َع ِظي ُم‬
Dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Asy-Syura: 4)
semakna dengan firman-Nya:
}‫{ا ْل َكبِي ُر ا ْل ُمتَ َعا ِل‬
Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (Ar-Ra'd: 9)
Dan firman-Nya:
}‫{ َو ُه َو ا ْل َعلِ ُّي ا ْل َكبِي ُر‬
dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Saba: 23)
Ayat-ayat yang semakna dengan ayat di atas di dalam Al-Qur'an cukup banyak.

Ayat 5
‫ض أَال إِنَّ هَّللا َ ه َُو‬ ْ ‫ستَ ْغفِرُونَ لِ َمنْ فِي‬
ِ ‫األر‬ َ ُ‫س َم َواتُ يَتَفَطَّ ْرنَ ِمنْ فَ ْوقِ ِهنَّ َوا ْل َمالئِ َكةُ ي‬
ْ َ‫سبِّ ُحونَ ِب َح ْم ِد َربِّ ِه ْم َوي‬ َّ ‫تَ َكا ُد ال‬
)5( ‫ا ْل َغفُو ُر ال َّر ِحي ُم‬ 
Hampir saja langit itu pecah dari sebelah atasnya (karena kebesaran Tuhan) dan
malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhannya dan memohonkan ampun bagi
orang-orang yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Allah, Dialah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
a. Tafsir jalalain
(Hampir saja) dapat dibaca Takaadu atau Yakaadu (langit itu pecah) dibaca
Yatafath-tharna dengan huruf tha yang ditasydidkan menurut qiraat lain dibaca
Yanfathirna dengan memakai huruf Nun (dari sebelah atasnya) hampir setiap langit
itu pecah menimpa yang lainnya karena kebesaran (dan malaikat-malaikat bertasbih
serta memuji Rabbnya) disertai dengan mengucapkan puji-pujian (dan memohonkan
ampun bagi orang-orang yang ada di bumi) yakni bagi orang-orang yang beriman.
(Ingatlah! Bahwa sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun) kepada
kekasih-kekasih-Nya (lagi Maha Penyayang) kepada mereka.
b. Tafsir ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َّ‫س َم َواتُ يَتَفَطَّ ْرنَ ِمنْ فَ ْوقِ ِهن‬
َّ ‫{تَ َكا ُد ال‬
Hampir saja langit itu pecah dari sebelah atasnya. (Asy-Syura: 5)
Ibnu Abbas r.a, Ad-Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan Ka'bul Ahbar mengatakan
bahwa langit hampir pecah karena takut kepada kebesaran Allah Subhanahu wa
Ta'ala
}‫ض‬ ْ ‫ستَ ْغفِرُونَ لِ َمنْ فِي‬
ِ ‫األر‬ َ ُ‫{وا ْل َمالئِ َكةُ ي‬
ْ َ‫سبِّ ُحونَ ِب َح ْم ِد َربِّ ِه ْم َوي‬ َ
dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhannya dan memohonkan ampun
bagi orang-orang yang ada di bumi. (Asy-Syura: 5)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
ً‫سعْتَ ُك َّل ش َْي ٍء َر ْح َمة‬
ِ ‫ستَ ْغفِرُونَ لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا َربَّنَا َو‬ َ ‫{الَّ ِذينَ يَ ْح ِملُونَ ا ْل َع ْر‬
َ ُ‫ش َو َمنْ َح ْولَهُ ي‬
ْ َ‫سبِّ ُحونَ بِ َح ْم ِد َربِّ ِه ْم َويُؤْ ِمنُونَ بِ ِه َوي‬
}‫َو ِع ْل ًما‬
yang memikul 'Arasy dan malaikat yang berada di sekelilingnya  )malaikat-malaikat(
bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan
ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan), "Ya Tuhan kami,
rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu.” (Al-Mu’min: 7)
**************
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{أَال إِنَّ هَّللا َ ُه َو ا ْل َغفُو ُر ال َّر ِحي ُم‬
Ingatlah, bahwa sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Asy-Syura: 5)
ini merupakan pemberitahuan tentang sifat Allah dan isyarat yang menunjukkan
akan hal tersebut
Ayat 9
)9( ‫أَ ِم ات ََّخ ُذوا ِمنْ دُونِ ِه أَ ْولِيَا َء فَاهَّلل ُ ُه َو ا ْل َولِ ُّي َو ُه َو يُ ْحيِي ا ْل َم ْوتَى َو ُه َو َعلَى ُك ِّل ش َْي ٍء قَ ِدي ٌر‬
Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah,
Dialah Pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati,
dan Dia adalah Mahakuasa atas segala sesuatu
a. Tafsir Jalalain
(Atau patutkah mereka mengambil selain-Nya) mengambil berhala-berhala
(sebagai pelindung-pelindung) lafal Am adalah Munqathi'ah yang maknanya sama
dengan lafal Bal yang menunjukkan makna Intiqal; Hamzahnya atau makna
Istifhamnya menunjukkan pengertian ingkar. Maksudnya yang diambil oleh
mereka itu bukanlah pelindung-pelindung mereka. (Maka Allah, Dialah
Pelindung) Penolong bagi orang-orang Mukmin, huruf Fa di sini hanya untuk
Athaf saja (dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati dan Dia adalah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.)
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, mengingkari sikap orang-orang musyrik
karena mereka telah menjadikan tuhan-tuhan lain selain Allah, dan Allah
Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan bahwa hanya Dialah Pelindung yang
sebenarnya, yang tidak layak penyembahan dilakukan kecuali hanya kepada-Nya
semata. Karena sesungguhnya Dia adalah Mahakuasa untuk menghidupkan orang-
orang yang telah mati, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Ayat 11
َ ‫اجا يَ ْذ َر ُؤ ُك ْم فِي ِه لَ ْي‬
‫س َك ِم ْثلِ ِه ش َْي ٌء َوه َُو‬ ً ‫اجا َو ِمنَ األ ْن َع ِام أَ ْز َو‬
ً ‫س ُك ْم أَ ْز َو‬
ِ ُ‫ض َج َع َل لَ ُك ْم ِمنْ أَ ْنف‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ِ ‫س َم َوا‬
َّ ‫اط ُر ال‬ِ َ‫ف‬
ِ َ‫س ِمي ُع ا ْلب‬
)11( ‫صي ُر‬ َّ ‫ال‬
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.
a. Tafsir jalalain
(Pencipta langit dan bumi) Dialah Yang mengadakan langit dan bumi (Dia
menjadikan bagi kalian dari jenis kalian sendiri pasangan-pasangan) sewaktu Dia
menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam (dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan) ada jenis jantan dan ada jenis betina (dijadikan-Nya kalian
berkembang biak) maksudnya, mengembangbiakkan kalian (dengan jalan itu)
yaitu melalui proses perjodohan. Dengan kata lain, Dia memperbanyak kalian
melalui anak beranak. Dhamir yang ada kembali kepada manusia dan binatang
ternak dengan ungkapan yang lebih memprioritaskan manusia. (Tidak ada sesuatu
pun yang serupa dengan Dia) huruf Kaf adalah Zaidah, karena sesungguhnya
Allah  tiada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya (dan Dialah Yang Maha
Mendengar) semua apa yang dikatakan (lagi Maha Melihat) semua apa yang
dikerjakan.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫ض‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬ ِ َ ‫{ف‬
َّ ‫اط ِر ال‬
(Dia) Pencipta langit dan bumi. (Asy-Syura: 11)
Allah-lah yang menciptakan keduanya sejak semula dan segala sesuatu yang ada
di antara keduanya.
ً ‫س ُك ْم أَ ْز َو‬
}‫اجا‬ ِ ُ‫{ج َع َل لَ ُك ْم ِمنْ أَ ْنف‬
َ
Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan.  (Asy-
Syura: 11)
Yakni berkat kemurahan dan karunia dari-Nya, Dia menjadikan pasangan kalian
dari jenis kalian sendiri, laki-laki dan perempuan.
ً ‫{و ِمنَ األ ْن َع ِام أَ ْز َو‬
}‫اجا‬ َ
dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula). (Asy-Syura: 11)
Dia telah menciptakan bagi kalian delapan macam binatang ternak yang
berpasang-pasangan pula.
************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{يَ ْذ َر ُؤ ُك ْم فِي ِه‬
dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. (Asy-Syura: 11)
Yaitu melalui proses tersebut Dia menciptakan kalian, dan Dia terus-menerus
mengembangbiakkan kalian dengan melaluinya, ada yang laki-laki dan ada yang
perempuan, generasi demi generasi, dan keturunan-demi keturunan; begitu pula
binatang ternak melalui proses yang sama.
Al-Baghawi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dijadikan-Nya
kamu berkembang biak dengan jalan itu. (Asy-Syura: 11) Yakni di dalam rahim.
Pendapat yang lain menyebutkan di dalam perut.
Menurut pendapat yang lainnya lagi melalui proses itu, generasi demi generasi,
baik manusia maupun binatang ternak, kata Mujahid.
Menurut pendapat yang lain, lafaz fii bermakna ba, yakni Dia menjadikan kalian
dengan melalui proses tersebut.
}‫س َك ِم ْثلِ ِه ش َْي ٌء‬
َ ‫{لَ ْي‬
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. (Asy-Syura: 11)
Yakni tiada suatu makhluk pun yang serupa dengan Dia, karena Dia adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Maha Esa dan tiada yang
menandingi-Nya (menyamai-Nya).
ِ َ‫س ِمي ُع ا ْلب‬
}‫صي ُر‬ َّ ‫{و ُه َو ال‬
َ
dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.  (Asy-Syura: 11)
Ayat 12
 )12( ‫ق لِ َمنْ يَشَا ُء َويَ ْق ِد ُر إِنَّهُ بِ ُك ِّل ش َْي ٍء َعلِي ٌم‬ ِّ ُ‫سط‬
َ ‫الر ْز‬ ُ ‫ض َي ْب‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫لَهُ َمقَالِي ُد ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Kepunyaan-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu.
a. Tafsir jalalain
(Kepunyaan-Nyalah khazanah langit dan bumi) yakni kunci-kunci khazanahnya, yaitu
berupa hujan, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. (Dia melapangkan rezeki)
meluaskannya (bagi siapa yang dikehendaki-Nya) sebagai ujian baginya (dan
membatasinya) menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya sebagai cobaan
baginya (Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
b. Tafsir ibnu katsir
Adapun Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫ض‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫{لَهُ َمقَالِي ُد ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Kepunyaan-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi.  (Asy-Syura: 12)
Tafsir mengenai ayat ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Az-Zumar, yang
kesimpulannya menyebutkan bahwa Dialah Yang Mengatur dan yang berkuasa pada
keduanya.
َ ‫سطُ ال ِّر ْز‬
}‫ق لِ َمنْ يَشَا ُء َويَ ْق ِد ُر‬ ُ ‫{يَ ْب‬
Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (nya).
(Asy-Syura: 12)
Yakni Dia meluaskan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyempitkannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Keadilan dan kebijaksanaan
yang sempurna hanyalah bagi Dia.
}‫{إِنَّهُ بِ ُك ِّل ش َْي ٍء َعلِي ٌم‬
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Asy-Syura: 12)
Ayat 24
ِ ‫ق بِ َكلِ َماتِ ِه إِنَّهُ َعلِي ٌم بِ َذا‬
 ‫ت‬ َّ ‫ق ا ْل َح‬
ُّ ‫اط َل َويُ ِح‬ َ َ‫أَ ْم يَقُولُونَ ا ْفتَ َرى َعلَى هَّللا ِ َك ِذبًا فَإِنْ ي‬
ِ َ‫شأ ِ هَّللا ُ يَ ْختِ ْم َعلَى قَ ْلبِكَ َويَ ْم ُح هَّللا ُ ا ْلب‬
‫الصدُو ِر‬
ُّ ‫الصدُو ِر‬
ُّ
Bahkan mereka mengatakan, "Dia  (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap
Allah.” Maka jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati hatimu; dan Allah
menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak dengan kalimah-kalimah-Nya (Al-
Qur'an). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.
a. Tafsir jalalain
(Bahkan) tetapi (mereka mengatakan, "Dia telah mengada-adakan dusta terhadap
Allah") yaitu dengan menisbatkan Alquran, bahwasanya diturunkan dari sisi Allah.
(Maka jika Allah menghendaki niscaya Dia mengunci mati) maksudnya, mengikat
(hatimu) dengan kesabaran, sehingga kamu sabar di dalam menghadapi perlakuan
mereka yang menyakitkan melalui perkataan dan perbuatan-perbuatan lainnya;
memang Allah  telah melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya itu (dan Allah
menghapuskan yang batil) yakni perkara yang telah mereka katakan itu (dan
membenarkan yang hak) menetapkannya (dengan kalimat-kalimat-Nya) yang
diturunkan kepada Nabi-Nya. (Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati)
mengetahui apa yang terkandung di dalam kalbu.
b. Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


َ َ‫{أَ ْم يَقُولُونَ ا ْفتَ َرى َعلَى هَّللا ِ َك ِذبًا فَإِنْ ي‬
}َ‫شأ ِ هَّللا ُ يَ ْختِ ْم َعلَى قَ ْلبِك‬
Bahkan mereka mengatakan, "Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta
terhadap Allah.” Maka jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati
hatimu. (Asy-Syura: 24)
Sekiranya engkau membuat-buat kedustaan terhadap Allah, sebagaimana yang
dituduhkan oleh orang-orang jahil itu,
}َ‫{يَ ْختِ ْم َعلَى قَ ْلبِك‬
niscaya Dia mengunci mati hatimu. (Asy-Syura: 24)
Maknanya, niscaya Dia menutup rapat hatimu dan mencabut kembali Al-Qur'an yang
telah diberikan-Nya kepadamu. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-
Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
ِ ‫ألخ ْذنَا ِم ْنهُ بِا ْليَ ِمي ِن ثُ َّم لَقَطَ ْعنَا ِم ْنهُ ا ْل َوتِينَ فَ َما ِم ْن ُك ْم ِمنْ أَ َح ٍد َع ْنهُ َح‬
} َ‫اج ِزين‬ َ ‫ض األقَا ِوي ِل‬
َ ‫{ َولَ ْو تَقَ َّو َل َعلَ ْينَا بَ ْع‬
Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan
atas  (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.
Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada
seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi
itu. (Al-Haqqah: 44-47)
Yakni niscaya Kami akan mengazabnya dengan azab yang keras, dan tidak ada
seorang manusia pun sanggup menghalang-halanginya.
***********
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{ َويَ ْم ُح هَّللا ُ ا ْلبَا ِط َل‬
dan Allah menghapuskan yang batil.  (Asy-Syura: 24)
ini tidak di- ataf-kan  kepada firman-Nya, "Yakhtim " yang berakibat di-jazam-
kan, bahkan yamhu tetap dibaca rafa' sebagai permulaan kalimat. Demikianlah
menurut Ibnu Jarir, selanjutnya ia mengatakan bahwa lalu dalam tulisan huruf wawu-
nya dibuang menurut rasam mushaf Imam (Mushaf Usmani) sebagaimana dibuang
pula pada firman-Nya:
}َ‫سنَ ْد ُع ال َّزبَانِيَة‬
َ {
kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah. (Al-'Alaq: 18)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫ش ِّر ُدعَا َءهُ بِا ْل َخ ْي ِر‬ َ ‫{ َويَ ْد ُع اإل ْن‬
َّ ‫سانُ ِبال‬
Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. (Al-
Isra: 11)
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َّ ‫ق ا ْل َح‬
}‫ق بِ َكلِ َماتِ ِه‬ ُّ ‫{ َويُ ِح‬
dan membenarkan yang hak dengan kalimah-kalimah-Nya (Al-Qur'an). (Asy-Syura:
24)
di- ataf-kan kepada firman-Nya:
}َّ‫ق ا ْل َحق‬
ُّ ‫{ َويَ ْم ُح هَّللا ُ ا ْلبَا ِط َل َويُ ِح‬
dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak. (Asy-Syura: 24)
Yaitu merealisasikannya, mengukuhkannya, menjelaskan, dan menerangkannya
dengan kalimah-kalimah-Nya, yakni dengan hujah-hujah dan bukti-bukti-Nya.
}‫الصدُو ِر‬
ُّ ‫ت‬ِ ‫{إِنَّهُ َعلِي ٌم بِ َذا‬
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (Asy-Syura: 24)
Allah mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi di balik kalbu dan segala yang
tersimpan di dalam dada berupa rahasia-rahasia.
Ayat 27
ِ َ‫ض َولَ ِكنْ يُنز ُل بِقَ َد ٍر َما يَشَا ُء إِنَّهُ بِ ِعبَا ِد ِه َخبِي ٌر ب‬
‫صي ٌر‬ ِ ‫األر‬ َ ‫سطَ هَّللا ُ ال ِّر ْز‬
ْ ‫ق لِ ِعبَا ِد ِه لَبَ َغ ْوا فِي‬ َ َ‫َولَ ْو ب‬
Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan
ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui  (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha
Melihat.
a. Tafsir jalalain
(Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya) semuanya (tentulah
mereka akan melampaui batas) semuanya akan melampaui batas; tentulah mereka
akan berlaku sewenang-wenang (di muka bumi, tetapi Allah menurunkan) dapat
dibaca Yunazzilu atau Yunzilu, yakni menurunkan rezeki-Nya (apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran) maka Dia melapangkan rezeki itu kepada sebagian
hamba-hamba-Nya, sedangkan yang lainnya tidak; dan timbulnya sikap melampaui
batas ini dari melimpahnya rezeki. (Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui keadaan
hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.)
b. Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


}‫ض‬ ْ ‫ق لِ ِعبَا ِد ِه لَبَ َغ ْوا فِي‬
ِ ‫األر‬ ِّ ُ ‫سطَ هَّللا‬
َ ‫الر ْز‬ َ َ‫{ َولَ ْو ب‬
Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka
akan melampaui batas di muka bumi. (Asy-Syura: 27)
Yakni seandainya Allah memberi mereka lebih dari apa yang diperlukan oleh mereka
berupa rezeki, niscaya hal itu akan mendorong mereka untuk bersikap melampaui
batas dan berlaku sewenang-wenang; sebagian dari mereka akan berlaku demikian
terhadap sebagian yang lainnya dengan penuh keangkuhan dan kejahatan.
Qatadah telah mengatakan bahwa ada orang yang mengatakan bahwa sebaik-baik
penghidupan ialah yang tidak melalaikan dirimu dan tidak pula membuatmu berlaku
sewenang-wenang. Lalu Qatadah menyebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
"‫"إِنَّ َما أَ َخافُ َعلَ ْي ُك ْم َما يُ ْخ ِر ُج هَّللا ُ ِمنْ زَ ْه َر ِة ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬
Sesungguhnya yang aku khawatirkan terhadap kalian ialah apa yang akan
dikeluarkan oleh Allah untuk kalian berupa bunga kehidupan dunia.
Dan pertanyaan seseorang yang mengatakan, "Apakah kebaikan (harta) itu dapat
mendatangkan keburukan?", hingga akhir hadis.
**************
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala'.:
ِ َ‫{ َولَ ِكنْ يُنز ُل ِبقَ َد ٍر َما يَشَا ُء إِنَّهُ ِب ِعبَا ِد ِه َخبِي ٌر ب‬
}‫صي ٌر‬
tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya
Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (Asy-Syura:
27)
Yakni tetapi Allah memberi mereka sebagian dari rezeki yang dikehendaki-Nya untuk
kebaikan mereka sendiri, Dia Maha Mengetahui tentang hal tersebut. Untuk itu Dia
menjadikan kaya orang yang berhak menjadi kaya, dan menjadikan fakir orang yang
berhak menjadi fakir, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dari Tuhannya (hadis Qudsi),
yaitu:
َ ‫|و أَ ْفقَ ْرتُ|هُ أَل َ ْف‬
ْ ُ‫ َوإِنَّ ِمنْ ِعبَ||ا ِدي لَ َمنْ اَل ي‬،ُ‫س|دْتُ َعلَ ْي| ِه ِدينَ|ه‬
‫ص|لِ ُحهُ إِاَّل‬ ْ |َ‫ َول‬،‫ص|لِ ُحهُ إِاَّل ا ْل ِغنَى‬
ْ ُ‫"إِنَّ ِمنْ ِعبَا ِدي لَ َمنْ اَل ي‬
"ُ‫سدْتُ َعلَ ْي ِه ِدينَه‬ َ ‫ َولَ ْو أَ ْغنَ ْيتُهُ أَل َ ْف‬،‫ا ْلفَ ْق ُر‬
Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku terdapat orang yang tidak baik baginya
kecuali hanya diberi kekayaan; dan seandainya kujadikan dia fakir, niscaya
kefakirannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya di antara hamba-
hamba-Ku terdapat orang yang tidak baik baginya kecuali hanya diberi kefakiran;
seandainya Kujadikan dia kaya, tentulah kekayaan itu akan merusak agamanya
Ayat 28
ُ ‫َو ُه َو الَّ ِذي يُنز ُل ا ْل َغ ْي َث ِمنْ بَ ْع ِد َما قَنَطُوا َويَ ْن‬
)28( ‫ش ُر َر ْح َمتَهُ َو ُه َو ا ْل َولِ ُّي ا ْل َح ِمي ُد‬
Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan
rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji
a. Tafsir jalalain
(Dan Dialah Yang menurunkan hujan) yakni air hujan (sesudah mereka berputus
asa) putus harapan dari turunnya hujan (dan menyebarkan rahmat-Nya)
maksudnya, menyebarkan hujan yang diturunkan-Nya. (Dan Dialah Yang Maha
Pelindung) yang berbuat baik kepada orang-orang Mukmin (lagi Maha Terpuji) di
kalangan orang-orang beriman
b. Tafsir Ibnu Katsir

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


}‫{ َو ُه َو الَّ ِذي يُنز ُل ا ْل َغ ْي َث ِمنْ بَ ْع ِد َما قَنَطُوا‬
Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa. (Asy-Syura:
28)
Yaitu sesudah manusia putus harapan dari turunnya hujan, maka hujan diturunkan
kepada mereka di saat mereka sangat memerlukannya. Semakna dengan apa yang
disebutkan dalam firman-Nya:
ِ ِ‫{ َوإِنْ َكانُوا ِمنْ قَ ْب ِل أَنْ يُنز َل َعلَ ْي ِه ْم ِمنْ قَ ْبلِ ِه لَ ُم ْبل‬
} َ‫سين‬
Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-
benar telah berputus asa. (Ar-Rum: 49)
***********
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ُ ‫{ َويَ ْن‬
}ُ‫ش ُر َر ْح َمتَه‬
dan menyebarkan rahmat-Nya. (Asy-Syura: 28)
Artinya meluberkan rahmat-Nya kepada semua penduduk negeri yang disiraminya
segala sesuatu yang ada di kawasan itu melalui hujan tersebut. Qatadah
mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa pernah ada seorang lelaki
berkata kepada Khalifah Umar ibnul Khattab r.a, "Hai Amirul Mu’minin, hujan
telah lama tidak turun dan manusia berputus asa dari turunnya hujan." Maka Umar
Radhiyallahu Anhu menjawab, "Kalian sebentar lagi akan diberi hujan," lalu ia
membaca firman-Nya: Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka
berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya.
}ُ‫{و ُه َو ا ْل َولِ ُّي ا ْل َح ِميد‬
َ
Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. (Asy-Syura: 28)
Dialah Yang Mengatur makhluk-Nya terhadap apa yang bermanfaat bagi mereka
untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat mereka, dan Dia Maha Terpuji
akibatnya dalam semua apa yang telah ditetapkan dan dilakukan-Nya.
Ayat 29
‫ث ِفي ِه َما ِمنْ دَابَّ ٍة َو ُه َو َعلَى َج ْم ِع ِه ْم إِ َذا يَشَا ُء قَ ِدي ٌر‬
َّ َ‫ض َو َما ب‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬ ُ ‫َو ِمنْ آيَاتِ ِه َخ ْل‬
َّ ‫ق ال‬
Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)-Nya ialah menciptakan langit dan
bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia
Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya
a. Tafsir jalalain
(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi
dan) menciptakan (apa yang Dia sebarkan) Dia sebar ratakan (pada keduanya,
yaitu berupa makhluk yang melata) pengertian Ad-Dabbah ialah makhluk yang
menempati bumi, yaitu manusia dan lain-lainnya. (Dan Dia untuk mengumpulkan
semuanya) mengumpulkan semua makhluk untuk dihadapkan kepada-Nya (Maha
Kuasa jika dikehendaki-Nya) Dhamir Hum yang terdapat pada lafal Jam'ihim
lebih memprioritaskan makhluk yang berakal daripada makhluk lainnya
b. Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


}‫{ َو ِمنْ آيَاتِ ِه‬
Dan di antara tanda-tanda-Nya. (Asy-Syura: 29)
Yang menunjukkan akan kebesaran dan kekuasaan-Nya yang besar serta
pengaruh-Nya yang mengalahkan segalanya.
َّ َ‫ض َو َما ب‬
}‫ث فِي ِه َما‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬ ُ ‫{خ ْل‬
َّ ‫ق ال‬ َ
ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang Dia sebarkan
pada keduanya.  (Asy-Syura: 29)
Yakni Dia penuhi langit dan bumi dengan makhluk-makhluk itu.
}‫{ ِمنْ دَابَّ ٍة‬
berupa makhluk yang melata. (Asy-Syura: 29)
Hal ini mencakup malaikat, manusia, jin, dan semua hewan yang beraneka ragam
bentuk, warna kulit, bahasa, watak, dan jenisnya; Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
menyebarkan mereka di seluruh kawasan langit dan bumi.
}‫{ َو ُه َو} َم َع َه َذا ُكلِّ ِه { َعلَى َج ْم ِع ِه ْم إِ َذا يَشَا ُء قَ ِدي ٌر‬
Dan Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya. (Asy-
Syura: 29)
Yaitu sekalipun semuanya tersebar di seantero langit dan bumi, Dia Mahakuasa
mengumpulkan mereka kelak di hari kiamat mulai dari yang awal hingga yang
terakhir dan semua makhluk dihimpunkan-Nya di suatu lapangan; suara penyeru
terdengar oleh mereka dan semuanya dapat terlihat oleh mata, lalu Allah
memutuskan hukum di kalangan mereka dengan hukum-Nya Yang Mahaadil lagi
Mahabenar.
Ayat 32
ِ ‫َو ِمنْ آيَاتِ ِه ا ْل َج َوار فِي ا ْلبَ ْح ِر َكاألع‬
‫ْالم‬
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut
seperti gunung-gunung
a. Tafsir Jalalain
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal) atau perahu-perahu
yang dapat berlayar (di laut seperti gunung-gunung) artinya, mirip seperti bukit-
bukit dalam besarnya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman bahwa termasuk di antara tanda-tanda yang
menunjukkan kepada kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang cemerlang dan
pengaruh-Nya yang besar ialah Dia telah menundukkan laut untuk dapat dijadikan
sebagai jalan bagi bahtera dengan seizin-Nya. Yang dimaksud dengan
ungkapan al-fulk  ialah bahtera-bahtera yang berlayar di lautan bagaikan gunung-
gunung. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Al-Hasan, As-Saddi, dan Ad-
Dahhak, bahwa bahtera-bahtera tersebut yang ada di laut pemandangannya
bagaikan gunung-gunung di daratan.
Ayat 33
‫ش ُكو ٍر‬ ٍ ‫يح فَيَ ْظلَ ْلنَ َر َوا ِك َد َعلَى ظَ ْه ِر ِه إِنَّ فِي َذلِ َك آليَا‬
َ ‫ت لِ ُك ِّل‬
َ ‫صبَّا ٍر‬ ْ ُ‫إِنْ يَشَأْ ي‬
َ ‫س ِك ِن ال ِّر‬
Jika Dia menghendaki Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal
itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang banyak bersabar dan
banyak bersyukur
a. Tafsir jalalain
(Jika Dia menghendaki Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-
kapal itu) sehingga jadilah kapal-kapal itu (terhenti) diam tidak dapat melaju
(di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-
tanda kekuasaan-Nya bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak
bersyukur) yang dimaksud adalah orang mukmin, dia dapat bersabar di kala
tertimpa musibah dan bersyukur di kala hidup senang
b. Tafsir Ibnu Katsir
}‫يح‬ ْ ُ‫{إِنْ يَشَأْ ي‬
َ ‫س ِك ِن ال ِّر‬
Jika Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin. (Asy-Syura: 33)
Yakni angin yang bertiup di laut yang membawa bahtera bergerak. Seandai-
Nya Allah menghendaki, bisa saja Dia menghentikan tiupan angin itu
sehingga bahtera-bahtera itu tidak dapat bergerak, bahkan diam saja, tidak
dapat maju dan tidak dapat mundur, bahkan diam saja mengapung di tengah
laut.
ٍ ‫{إِنَّ فِي َذلِ َك آليَا‬
َ ‫ت لِ ُك ِّل‬
}‫صبَّا ٍر‬
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan)-
Nya bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur.  (Asy-
Syura: 33)
Sabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan penderitaan. Dan
sesungguhnya laut yang telah ditundukkan dan angin yang telah ditiupkan
sesuai dengan keperluan mereka dalam perjalanannya di laut, benar-benar
terkandung bukti-bukti yang menunjukkan kepada nikmat Allah yang Dia
berikan kepada makhluk-Nya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ ‫{لِ ُك ِّل‬
}‫صبَّا ٍر‬
bagi setiap orang yang banyak bersabar. (Asy-Syura: 33)
dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan serta cobaan.
}‫ش ُكو ٍر‬
َ {
dan banyak bersyukur. (Asy-Syura: 33)
bilamana dalam keadaan makmur dan senang.
Ayat 36
َ‫فَ َما أُوتِيتُ ْم ِمنْ ش َْي ٍء فَ َمتَا ُع ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َو َما ِع ْن َد هَّللا ِ َخ ْي ٌر َوأَ ْبقَى لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َعلَى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون‬
Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan
hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi
orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka
bertawakal
a. Tafsir Jalalain
(Maka apa yang diberikan kepada kalian) khithab ayat ini ditujukan
kepada orang-orang mukmin dan lain-lainnya (berupa sesuatu) dari
perhiasan duniawi (itu adalah kenikmatan hidup di dunia) untuk dinikmati
kemudian lenyap sesudah itu (dan yang ada pada sisi Allah) berupa pahala
(lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan hanya
kepada Rabb mereka, mereka bertawakal) kemudian di'athafkan
kepadanya ayat berikut ini, yaitu:
b. Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, menggambarkan kecilnya urusan


duniawi dan perhiasannya serta segala sesuatu yang ada pada dunia berupa
kegemerlapan perhiasannya dan semua kesenangannya yang fana itu.
Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
}‫{فَ َما أُوتِيتُ ْم ِمنْ ش َْي ٍء فَ َمتَا ُع ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬
Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kesenangan
hidup di dunia.  (Asy-Syura: 36)
Maksudnya, apa pun yang kamu hasilkan dan kamu kumpulkan, janganlah
kamu teperdaya olehnya, karena sesungguhnya itu adalah kesenangan
hidup di dunia, sedangkan dunia adalah negeri yang fana dan pasti akan
lenyap lagi tiada artinya dibandingkan dengan kesenangan di akhirat.
}‫{ َو َما ِع ْن َد هَّللا ِ َخ ْي ٌر َوأَ ْبقَى‬
dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal.  (Asy-Syura: 36)
Yakni pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih baik daripada dunia, karena
pahala Allah kekal dan selama-lamanya. Maka janganlah kamu
mendahulukan yang fana dengan melalaikan yang kekal. Dalam firman
berikutnya disebutkan:
}‫{لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا‬
bagi orang-orang yang beriman. (Asy-Syura: 36)
Yaitu bagi orang-orang yang bersabar dalam meninggalkan kesenangan
duniawi.
} َ‫{ َو َعلَى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون‬
dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal. (Asy-Syura: 36)
Yakni ketawakalan mereka benar-benar dapat membantu mereka bersabar
dalam menunaikan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-
larangan.
Ayat 42

ٌ ‫ق أُولَئِكَ لَ ُه ْم َع َذ‬
‫اب أَلِي ٌم‬ ِّ ‫ض ِب َغ ْي ِر ا ْل َح‬ َ َّ‫سبِي ُل َعلَى الَّ ِذينَ يَ ْظلِ ُمونَ الن‬
ْ ‫اس َويَ ْب ُغونَ فِي‬
ِ ‫األر‬ َّ ‫إِنَّ َما ال‬

Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia
dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab
yang pedih
a. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat lalim kepada manusia dan
melampaui batas) yaitu mereka mengerjakan hal-hal (di muka bumi tanpa hak)
mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat. (Mereka itu mendapat azab
yang pedih) yaitu azab yang menyakitkan.
b. Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


َّ ‫{إِنَّ َما ال‬
}‫سبِي ُل‬
Sesungguhnya dosa itu. (Asy-Syura: 42)
Yakni dosa dan penderitaan.
}ِّ‫ض بِ َغ ْي ِر ا ْل َحق‬ َ َّ‫{ َعلَى الَّ ِذينَ يَ ْظلِ ُمونَ الن‬
ْ ‫اس َويَ ْب ُغونَ فِي‬
ِ ‫األر‬
atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas
di muka bumi tanpa hak. (Asy-Syura: 42)
Yaitu memulai perbuatan aniaya terhadap orang lain, sebagaimana yang
disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang menyebutkan:
"‫ئ َما لَ ْم يَ ْعتَد ا ْل َم ْظلُو ُم‬
ِ ‫ستَبَّانُ َما قَااَل فَ َعلَى ا ْلبَا ِد‬
ْ ‫"ا ْل ُم‬
Kedua orang yang saling mencaci menurut apa yang dikatakan oleh masing-
masing, sedangkan dosanya ditanggung oleh pihak yang memulainya, selama
pihak yang teraniaya tidak melampaui batas.
************
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ٌ ‫{أُولَئِ َك لَ ُه ْم َع َذ‬
}‫اب أَلِي ٌم‬
Mereka itu mendapat azab yang pedih.  (Asy-Syura: 42)
Yakni siksa yang sangat menyakitkan.
Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zaid
(saudara lelaki Hammad ibnu Zaid), telah menceritakan kepada kami Usman
Asy-Syahham, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Wasi' yang
mengatakan bahwa ia tiba di Mekah, dan ia menjumpai di atas parit ada
jembatan, lalu ia di tangkap dan dibawa menghadap kepada Marwan ibnul
Muhallab yang saat itu menjabat sebagai amir (gubernur) di Basrah. Lalu
Marwan bertanya, "Ada apakah keperluanmu, hai Abu Abdullah?" Abu
Abdullah (nama panggilan Muhammad ibnu Wasi') menjawab, "Keperluanku
hanyalah menginginkan agar engkau seperti saudara Bani Addi bila engkau
mampu.”Marwan bertanya, "Siapakah saudara Bani Addi yang engkau
maksud?" Abu Abdullah menjawab, "Dia adalah Al-Ala ibnu Ziyad. Dia
pernah menugaskan seorang teman dekatnya untuk menjadi 'amil (pejabat),
lalu ia berkirim surat kepada 'amil-nya yang isinya seperti berikut, 'Amma
Ba'du, Jika engkau mampu untuk tidak menginap (tidur) kecuali dirimu dalam
keadaan tanpa beban, perutmu kosong, dan tanganmu bersih dari darah kaum
muslim dan harta mereka, lakukanlah. Dan Jika engkau melakukan hal
tersebut, berarti tidak ada dosa bagimu'." Sesungguhnya dosa itu atas orang-
orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka
bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Asy-Syura: 42)
Maka Marwan berkata, "Demi Allah, dia benar dan memberi nasihat."
Marwan bertanya, "Hai Abu Abdullah, lalu apakah keperluanmu?" Abu
Abdullah menjawab, "Keperluanku ialah engkau biarkan aku berkumpul
dengan keluargaku." Marwan menjawab, "Baiklah, aku izinkan."
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Setelah mencela 
Ayat 49
ُّ ‫ب لِ َمنْ يَشَا ُء‬
‫الذ ُكو َر‬ ُ ‫ب لِ َمنْ َيشَا ُء إِنَاثًا َويَ َه‬ ُ ُ‫ض يَ ْخل‬
ُ ‫ق َما يَشَا ُء يَ َه‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫هَّلِل ِ ُم ْل ُك ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki
dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia
menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang
dikehendaki-Nya),
a. Tafsir Jalalain
(Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki. Dia memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki) yakni berupa
anak-anak (yaitu anak-anak perempuan dan Dia memberikan anak-anak lelaki
kepada siapa yang Dia kehendaki.)
b. Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan bahwa Dialah Yang menciptakan langit


dan bumi, Yang memiliki keduanya dan Yang mengatur keduanya. Dan bahwa
apa yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti
tidak ada. Dan bahwa Dia memberi kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
mencegah dari siapa yang dikehendaki-Nya. Tiada seorang pun yang dapat
mencegah apa yang diberikan-Nya, dan tiada seorang pun dapat memberi apa
yang dicegah-Nya Dan, bahwa Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.
}‫ب لِ َمنْ يَشَا ُء إِنَاثًا‬
ُ ‫{يَ َه‬
Dia memberikan- anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki. (Asy-
Syura: 49)
Yakni memberinya rezeki anak-anak perempuan saja.
Al-Baghawi mengatakan bahwa di antara mereka yang diberi seperti ini adalah
Nabi Lut 'alaihissalam
ُّ ‫ب لِ َمنْ يَشَا ُء‬
}‫الذ ُكو َر‬ ُ ‫{ َويَ َه‬
dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. (Asy-Syura:
49)
Artinya, Allah hanya memberinya rezeki anak-anak lelaki.
Ayat 53
ِ َ‫ض أَال إِلَى هَّللا ِ ت‬
‫صي ُر األ ُمو ُر‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو َما فِي‬ َّ ‫ص َرا ِط هَّللا ِ الَّ ِذي لَهُ َما فِي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ ِ
(yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi. Ingatlah bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan
a. Tafsir Jalalain
. (Yaitu jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi) sebagai milik-Nya, makhluk-Nya dan hamba-hamba-Nya.
(Ingatlah, bahwa kepada Allahlah kembali semua urusan) semua urusan
dikembalikan
b. Tafsir Ibnu Katsir

Kemudian ditafsirkan oleh firman berikutnya, yaitu:


} ِ ‫اط هَّللا‬
ِ ‫{ص َر‬
ِ
(yaitu) jalan Allah. (Asy-Syura: 53)
Yakni syariat yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk
dilaksanakan.
}‫ض‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو َما فِي‬ َّ ‫{الَّ ِذي لَهُ َما فِي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi.  (Asy-Syura: 53)
Dialah Tuhan keduanya. Yang memiliki keduanya, Yang mengatur keduanya,
lagi Dialah Hakim yang tiada hambatan bagi keputusan hukumNya.
ِ َ‫{أَال إِلَى هَّللا ِ ت‬
}‫صي ُر األ ُمو ُر‬
Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan. (Asy-Syura: 53)
Yakni semua urusan kelak akan dikembalikan kepada-Nya, lalu Dia akan
merincinya dan menghukuminya. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah dari "apa
yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim dan orang-orang yang ingkar
dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
Surah Az-Zukhruf
Ayat 9
‫ض لَيَقُولُنَّ َخلَقَ ُهنَّ ا ْل َع ِزي ُز ا ْل َعلِي ُم‬
َ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ َ‫سأ َ ْلتَ ُه ْم َمنْ َخل‬
َّ ‫ق ال‬ َ ْ‫َولَئِن‬
(9)
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?” Niscaya mereka akan menjawab, "Semuanya diciptakan oleh Yang
Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.
a. Tafsir Jalalain
(Dan sungguh jika) huruf Lam di sini bermakna Qasam (kamu tanyakan kepada
mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Niscaya mereka akan
menjawab,) dari lafal Layaquulunna terbuang Nun alamat Rafa'nya, karena jika
masih ada, maka akan terjadilah huruf Nun yang berturut-turut, dan hal ini dinilai
jelek oleh orang-orang Arab. Sebagaimana dibuang pula daripadanya Wawu
Dhamir jamak, tetapi 'Illatnya bukan karena bertemunya dua huruf yang
disukunkan ("Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui") jawaban terakhir mereka adalah, "Allah Yang Maha Perkasa dan
Maha Mengetahuilah yang menciptakan kesemuanya itu." Selanjutnya
Allah  menambahkan
b. Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Jika engkau tanyakan kepada orang-orang


musyrik kepada Allah, yang menyembah selain-Nya di samping Dia, hai
Muhammad,
}‫ض لَيَقُولُنَّ َخلَقَ ُهنَّ ا ْل َع ِزي ُز ا ْل َعلِي ُم‬
َ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ َ‫{ َمنْ َخل‬
َّ ‫ق ال‬
'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? 'Niscaya mereka akan menjawab,
'Semuanya diciptakan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui' (Az-
Zukhruf: 9)
yakni sungguh mereka akan mengakui bahwa yang menciptakan semuanya itu
adalah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Tetapi sekalipun begitu mereka
menyembah selain-Nya di samping Dia, yaitu berupa berhala-berhala dan
tandingan-tandingan yang mereka ada-adakan.
Ayat 10
‫سبُال لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَدُون‬
ُ ‫ض َم ْهدًا َو َج َع َل لَ ُك ْم فِي َها‬ ْ ‫الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم‬
َ ‫األر‬
Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-
jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk

a. Tafsir Jalalain
. (Yang menjadikan bumi untuk kalian sebagai tempat menetap) sebagai hamparan
yang mirip dengan ayunan bayi (dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk
kalian) dilalui (supaya kalian mendapat petunjuk) untuk mencapai tujuan-tujuan di
dalam perjalanan kalian.

b. Tafsir Ibnu Katsir

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


}‫ض َم ْهدًا‬ ْ ‫{الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم‬
َ ‫األر‬
Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap. (Az-Zukhruf: 10)
Yakni terhampar dengan kuat dan mantap sehingga kamu dapat berjalan di
atasnya, berdiri dan tidur, serta dapat melakukan perjalanan di atasnya. Padahal
bumi itu diciptakan di atas arus air, tetapi Dia mengukuhkannya dengan gunung-
gunung agar tidak berguncang, baik ke sana maupun ke arah sini (ini menurut
teori di masa tafsir ini ditulis, Pent).
ُ ‫{ َو َج َع َل لَ ُك ْم فِي َها‬
}‫سبُال‬
dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu.  (Az-Zukhruf: 10)
Yaitu jalan-jalan yang melintasi di antara gunung-gunung dan lembah-lembah.
} َ‫{لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَدُون‬
supaya kamu mendapat petunjuk. (Az-Zukhruf: 10)
dalam perjalananmu dari suatu negeri ke negeri lain, dan dari suatu kawasan ke
kawasan yang lain, dan dari suatu daerah ke daerah yang lain.
Ayat 11
)11( َ‫س َما ِء َما ًء بِقَ َد ٍر فَأ َ ْنش َْرنَا بِ ِه بَ ْل َدةً َم ْيتًا َك َذلِ َك ت ُْخ َر ُجون‬
َّ ‫َوالَّ ِذي نز َل ِمنَ ال‬
Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan), Lalu Kami
hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari
dalam kubur)
a. Tafsir Jalalain
(Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar) yang diperlukan oleh
kalian, dan Dia tidak menurunkannya dalam bentuk hujan yang sangat besar yang
disertai dengan angin topan (lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati,
seperti itulah) sebagaimana cara menghidupkan itulah (kalian akan dikeluarkan)
dari dalam kubur kalian lalu kalian menjadi hidup kembali
b. Tafsir IbnuKatsir
Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar.  (Az-Zukhruf: 11)
yang diperlukan buat tanam-tanamanmu, pohon-pohon berbuahmu, dan untuk
minummu dan minum ternakmu.
**********
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫{فَأ َ ْنش َْرنَا بِ ِه بَ ْل َدةً َم ْيتًا‬
lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati. (Az-Zukhruf: 11)
Yakni bumi yang mati. Maka ketika hujan diturunkan padanya, menjadi suburlah
tanahnya dan menumbuhkan berbagai macam tetumbuhan yang subur. Kemudian
Allah Swt. melalui penghidupan tanah yang mati ini mengingatkan akan
penghidupan jasad yang telah mati kelak di hari kiamat saat semuanya
dikembalikan kepada-Nya. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
} َ‫{ َك َذلِ َك ت ُْخ َر ُجون‬
seperti itulah kamu akan dikeluarkan  (dari dalam kubur). (Az-Zukhruf: 11)
Ayat 12
َ‫اج ُكلَّ َها َو َج َع َل لَ ُك ْم ِمنَ ا ْلفُ ْل ِك َواأل ْن َع ِام َما ت َْر َكبُون‬ ْ ‫ق‬
َ ‫األز َو‬ َ َ‫َوالَّ ِذي َخل‬
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu
kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi
a. Tafsir Jalalain
(Dan Yang menciptakan makhluk yang berpasang-pasangan) berbagai jenis
makhluk berpasang-pasangan (semuanya, dan menjadikan untuk kalian kapal)
atau perahu-perahu (dan binatang ternak) misalnya unta (yang kalian tunggangi)
di dalam lafal ayat ini dibuang daripadanya Dhamir yang kembali kepada lafal Ma
demi untuk meringkas, Dhamir tersebut adalah lafal Fihi maksudnya, yang dapat
kalian kendarai.
b. Tafsir Ibnu Katsir

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


}‫اج ُكلَّ َها‬ ْ ‫ق‬
َ ‫األز َو‬ َ َ‫{ َوالَّ ِذي َخل‬
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan. (Az-Zukhruf: 12)
dari apa yang ditumbuhkan dari bumi berupa berbagai macam tanaman, tumbuh-
tumbuhan, pohon-pohon yang berbuah, dan beraneka ragam bunga dan lain
sebagainya, juga berupa berbagai macam hewan yang beraneka ragam jenis dan
macamnya.
َ ‫سفُ ِن‬
} َ‫{واأل ْن َع ِام َما ت َْر َكبُون‬ ِ َ‫{ َو َج َع َل لَ ُك ْم ِمنَ ا ْلفُ ْل ِك} أ‬
ُّ ‫ ال‬:‫ي‬
dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (Az-
Zukhruf: 12)
Yakni Allah telah menjinakkan, menundukkan, serta memudahkannya agar kamu
dapat memakan dagingnya dan meminum air susunya serta dapat kamu tunggangi
punggungnya. 
Ayat 33
َ‫ض ٍة َو َم َعا ِر َج َعلَ ْي َها يَ ْظ َهرُون‬
َّ َ‫سقُفًا ِمنْ ف‬ ِ ‫اس أُ َّمةً َو‬
ُ ‫اح َدةً لَ َج َع ْلنَا لِ َمنْ يَ ْكفُ ُر بِال َّر ْح َم ِن لِبُيُوتِ ِه ْم‬ ُ َّ‫َولَ ْوال أَنْ يَ ُكونَ الن‬
Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang
satu  (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada
Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka
dan  (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya.
a. Tafsir Jalalain
(Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang
satu) dalam kekafiran (tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada
Tuhan Yang Maha Pemurah bagi rumah-rumah mereka) lafal Libuyutihim
menjadi Badal dari lafal Liman (loteng-loteng) dapat dibaca Saqfan atau Suqfan
keduanya adalah bentuk jamak (dari perak dan juga tangga-tangga) dari perak
pula (yang mereka menaikinya) yang dapat mereka naiki untuk mencapai atap
rumah-rumah mereka
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}ً‫اس أُ َّمةً َوا ِح َدة‬
ُ َّ‫{ َولَ ْوال أَنْ يَ ُكونَ الن‬
Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang
satu.  (Az-Zukhruf: 33)
Yakni seandainya tiada keyakinan di kalangan kebanyakan manusia yang tidak
mengerti bahwa pemberian Kami akan harta benda merupakan bukti yang
menunjukkan kecintaan Kami kepada orang yang Kami beri harta itu, yang
karenanya lalu mereka bersatu dalam kekafiran demi harta itu. Demikianlah
menurut pendapat ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi serta lain-
lainnya.
َّ َ‫سقُفًا ِمنْ ف‬
}‫ض ٍة َو َم َعا ِر َج‬ ُ ‫{لَ َج َع ْلنَا لِ َمنْ يَ ْكفُ ُر ِبال َّر ْح َم ِن لِبُيُوتِ ِه ْم‬
tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-
tangga (perak). (Az-Zukhruf: 33)
Yaitu tangga yang terbuat dari perak. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas,
Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya.
} َ‫{ َعلَ ْي َها يَ ْظ َهرُون‬
yang mereka menaikinya. (Az-Zukhruf: 33)
Ayat 38
َ‫ض ٍة َو َم َعا ِر َج َعلَ ْي َها يَ ْظ َهرُون‬
َّ َ‫سقُفًا ِمنْ ف‬ ِ ‫اس أُ َّمةً َو‬
ُ ‫اح َدةً لَ َج َع ْلنَا لِ َمنْ يَ ْكفُ ُر بِال َّر ْح َم ِن لِبُيُوتِ ِه ْم‬ ُ َّ‫َولَ ْوال أَنْ يَ ُكونَ الن‬
Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami  (di hari
kiamat), dia berkata, "Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak
antara masyriq dan magrib, maka setan itu adalah sejahat-jahat teman  (yang
menyertai manusia).
a. Tafsir Jalalain
(Dan mereka berkata, 'Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia?')
yakni nabi Isa, maka karenanya kami rela tuhan-tuhan kami bersama dia (Mereka
tidak memberikan perumpamaan itu) atau misal tersebut (kepadamu melainkan
dengan maksud membantah saja) atau menyanggah kamu dengan cara yang batil,
karena mereka telah mengetahui, bahwa berhala-berhala yang tidak berakal itu
tidak akan dapat menyamai Nabi Isa  (sebenarnya mereka adalah kaum yang suka
bertengkar") sangat gemar bertengkar.
b. Tafsir Ibnu Katsir

َ ‫ش ِرقَ ْي ِن فَبِئ‬
} ُ‫ْس ا ْلقَ ِرين‬ ْ ‫{قَا َل يَا لَيْتَ بَ ْينِي َوبَ ْينَ َك بُ ْع َد ا ْل َم‬
dia bekata, 'Aduhai, semoga  (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak masyriq dan
magrib (timur dan barat), maka setan-setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang
menyertai manusia). (Az-Zukhruf: 38)
Sebagian ulama tafsir membacanya seperti berikut: "‫"حتَّى إِ َذا َجا َءانَا‬, dengan
َ
memakai damir gaib tatsniyah untuk dua orang, yang artinya 'sehingga apabila
keduanya datang kepada Kami (di hari kiamat)'.  Makna yang dimaksud ialah setan
dan manusia yang ditemaninya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Sa'id Al-
Jariri yang mengatakan bahwa telah sampai kepada kami (suatu atsar) yang
menyebutkan bahwa apabila orang kafir dibangkitkan dari kuburnya di hari kiamat
nanti, maka tangannya digancetkan dengan setan (yang selalu menjadi temannya di
dunia), maka setan itu tidak pernah berpisah lagi darinya hingga keduanya
dijerumuskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ke dalam neraka. Yang demikian itu
terjadi saat orang kafir itu mengatakan penyesalannya, sebagaimana yang disebutkan
oleh firman-Nya: dia bekata, "Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti
jarak antara masyriq dan magrib (timur dan barat), maka setan-setan itu adalah
sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia). (Az-Zukhruf: 3 8)
Yang dimaksud dengan masyriqain ialah antara timur dan barat, dan disebutkan
dengan istilah demikian hanyalah secara taglib (prioritas) sebagaimana
disebutkan qamarani, 'Umarani, dan abawani (dua bulan, dua Umar, dan dua bapak,
makna yang dimaksud ialah matahari dan bulan, Abu Bakar dan Umar, ibu dan
bapak). Demikianlah menurut pendapat Ibnu Jarir dan lain-lainnya.
Ayat 51
ِ ‫ص َر َو َه ِذ ِه األ ْن َها ُر ت َْج ِري ِمنْ ت َْحتِي أَفَال تُ ْب‬
َ‫صرُون‬ َ ‫َونَادَى فِ ْرع َْونُ فِي قَ ْو ِم ِه قَا َل يَا قَ ْو ِم أَلَ ْي‬
ْ ‫س لِي ُم ْل ُك ِم‬
Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, “Hai kaumku, bukankah kerajaan
Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka
apakah kamu tidak melihat (nya) ? 
a. Tafsir Jalalain
(Dan Firaun berseru) dengan nada penuh kesombongan (kepada kaumnya seraya
berkata, "Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai
ini) yaitu sungai Nil dan anak-anaknya (mengalir di bawahku) di bawah keraton-
keratonku, adalah kepunyaanku juga (maka apakah kalian tidak melihat) keagungan
dan kebesaranku?
b. Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, menceritakan keadaan Fir'aun dan


pembangkangan, keingkaran, kekafiran, dan kesewenang-wenangannya; bahwa dia
mengumpulkan kaumnya, lalu berseru kepada mereka seraya memperagakan dan
membangga-banggakan dirinya sebagai raja negeri Mesir yang tunduk di bawah
pengaturannya:
َ ‫{أَلَ ْي‬
ْ ‫س لِي ُم ْل ُك ِم‬
}‫ص َر َو َه ِذ ِه األ ْن َها ُر ت َْج ِري ِمنْ ت َْحتِي‬
Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini
mengalir di bawahku.  (Az-Zukhruf: 51)
Qatadah mengatakan bahwa mereka memang mempunyai taman-taman dan sungai-
sungai.
ِ ‫{أَفَال تُ ْب‬
} َ‫صرُون‬
maka apakah kamu tidak melihat  (nya)? (Az-Zukhruf: 51)
Yakni tidakkah kalian melihat kebesaran dan kerajaan yang kumiliki? sedangkan
Musa dan para pengikutnya adalah orang-orang yang fakir lagi lemah. Hal ini
semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
}‫ فَأ َ َخ َذهُ هَّللا ُ نَ َكا َل اآل ِخ َر ِة َواألولَى‬.‫ فَقَا َل أَنَا َربُّ ُك ُم األ ْعلَى‬.‫ش َر فَنَادَى‬
َ ‫{فَ َح‬
Maka dia mengumpulkan  (pembesar-pembesarnya), lalu berseru memanggil
kaumnya, (seraya) berkata, "Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.”Maka Allah
mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia.  (An-Nazi'at: 23-25)
Ayat 55
َ‫سفُونَا ا ْنتَقَ ْمنَا ِم ْن ُه ْم فَأ َ ْغ َر ْقنَا ُه ْم أَ ْج َم ِعين‬
َ ‫فَلَ َّما آ‬
Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka, lalu Kami
tenggelamkan mereka semuanya  (di laut)
a. Tafsir Jalalain
(Maka tatkala mereka membuat Kami murka) (Kami menghukum mereka lalu Kami
tenggelamkan mereka semuanya di laut.)
b. Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


} َ‫سفُونَا ا ْنتَقَ ْمنَا ِم ْن ُه ْم فَأ َ ْغ َر ْقنَا ُه ْم أَ ْج َم ِعين‬
َ ‫{فَلَ َّما آ‬
Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka, lalu Kami
tenggelamkan mereka semuanya (di laut). (Az-Zukhruf: 55)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu
sehubungan dengan makna firman-Nya, "Asafuna, " mereka membuat Kami murka.
Ad-Dahak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang di maksud ialah
mereka membuat Kami marah.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair,
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya dari kalangan
mufassirin.
ْ ‫ عَنْ ُع ْقبَ|ةَ ْب ِن ُم‬،َ‫ َح َّدثَنَا ابْنُ لَ ِهي َعة‬،‫ َح َّدثَنَا َع ِّمي‬،‫ب‬
ْ‫س|لِ ٍم الت ُِّجيبِ ِّي عَن‬ ٍ ‫ َح َّدثَنَا أَبُو ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ ا ْب ِن أَ ِخي ا ْب ِن َو ْه‬:‫قَا َل ابْنُ أَبِي َحاتِ ٍم‬
‫|و ُمقِي ٌم َعلَى‬ َ |‫ َو ُه‬،‫ش|ا َء‬َ ‫ "إِ َذا َرأَيْتَ هَّللا َ َع| َّز َو َج| َّل يُ ْع ِطي ا ْل َع ْب| َد َم||ا‬:‫س|لَّ َم قَ||ا َل‬
َ ‫ص|لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي| ِه َو‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ُ ‫ُع ْقبَةَ ْب ِن عَا ِم ٍر أَنَّ َر‬
َ ‫اج ِم ْنهُ لَهُ" ثُ َّم تَاَل {فَلَ َّما آ‬
}‫سفُونَا ا ْنتَقَ ْمنَا ِم ْن ُه ْم‬ ْ ‫ فَإِنَّ َما َذلِ َك ا‬،‫صي ِه‬
ٌ ‫ستِ ْد َر‬ ِ ‫َم َعا‬
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdullah anak keponakanku, telah menceritakan kepada
kami pamanku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Uqbah ibnu
Muslim At-Tajibi, dari Uqbah ibnu Amir r.a, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam pernah bersabda: Apabila kamu melihat seorang hamba mendapatkan
sesuatu yang dikehendakinya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, sedangkan si hamba
yang bersangkutan tetap tenggelam dalam kemaksiatannya, maka sesungguhnya hal
itu semata-mata hanyalah istidraj dari Allah terhadapnya. Kemudian Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam membaca firman-Nya: Maka tatkala mereka membuat
Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka
semuanya  (di laut). (Az-Zukhruf: 55)
Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnu Abdul Hamid Al-Hammani, telah menceritakan kepada kami Qais ibnur
Rabi', dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang mengatakan bahwa ketika
ia sedang berada di rumah Abdullah ibnu Mas'ud r.a, lalu diceritakan kepadanya
tentang kematian yang mendadak. Maka Ibnu Mas'ud berkata, "Itu merupakan
keringanan bagi orang mukmin, dan merupakan kekecewaan bagi orang kafir." Lalu
Abdullah ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu membacakan firman-Nya: Maka tatkala
mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka, lalu Kami tenggelamkan
mereka semuanya (di laut). (Az-Zukhruf: 55)
Umar ibnu Abdul Aziz Radhiyallahu Anhu telah mengatakan bahwa ia menemukan
makna azab bersamaan dengan keadaan lalai. Yang ia maksudkan adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala: Maka tatkala mereka membuat Kami murka, kami menghukum
mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). (Az-Zukhruf: 55)
Ayat 57
ِ َ‫ض ِر َب ابْنُ َم ْريَ َم َمثَال إِ َذا قَ ْو ُم َك ِم ْنهُ ي‬
َ‫صدُّون‬ ُ ‫َولَ َّما‬
Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, tiba-tiba
kaummu (Quraisy) bersorak karenanya.
a. Tafsir Jalalain
(Dan tatkala dijadikan) dibuat (putra Maryam sebagai perumpamaan) yaitu ketika
Allah menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah
selain Allah adalah makanan neraka Jahanam.." (Q.S. Al Anbiya, 98). Seketika itu
juga orang-orang musyrik mengatakan, "Kami rela bila ternyata tuhan-tuhan
sesembahan kami bersama dengan Isa, karena ia pun menjadi sesembahan selain
Allah pula (tiba-tiba kaummu) yakni mereka yang musyrik (terhadap perumpamaan
itu) terhadap misal tersebut (menertawakannya) karena gembira mendengar
perumpamaan itu.
b. Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, menceritakan tentang kebandelan orang-orang


Quraisy dalam kekafirannya dan kesengajaan mereka bersikap ingkar dan mendebat
Nabi Shalallahu'alaihi Wasallam
ِ َ‫ض ِر َب ابْنُ َم ْريَ َم َمثَال إِ َذا قَ ْو ُم َك ِم ْنهُ ي‬
} َ‫صدُّون‬ ُ ‫{ َولَ َّما‬
Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, tiba-tiba
kaummu (Quarisy) bersorak karenanya. (Az-Zukhruf: 57)
Bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu
Mujahid, Ikrimah, As-Saddi, dan Ad-Dahhak, bahwa mereka tertawa, yakni merasa
heran dengan perumpamaan tersebut. Qatadah mengatakan bahwa mereka merasa
tekejut dengan perumpamaan itu, lalu tertawa. Ibrahim An-Nakha'i mengatakan
bahwa mereka berpaling darinya.
Latar belakang turunnya ayat ini seperti yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu
Ishaq di dalam kitab As-Sirah disebutkan bahwa menurut berita yang sampai
kepadanya, pada suatu hari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam duduk bersama
Al-Walid ibnul Mugirah di dalam Masjidil Haram. Lalu datanglah An-Nadr ibnul
Haris yang langsung bergabung dengan mereka di majelis itu, dan di dalam majelis
tersebut terdapat banyak lelaki dari kaum Quraisy.
Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam membuka pembicaraan, tetapi
pembicaraannya di tentang oleh An-Nadr ibnul Haris. Maka Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam membalasnya hingga mengalahkannya, lalu beliau
Shalallahu'alaihi Wasallam membacakan kepada An-Nadr ibnul Haris dan juga
kepada mereka firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫ب َج َهنَّ َم أَ ْنتُ ْم لَ َها َوا ِردُون‬ َ ‫{إِنَّ ُك ْم َو َما تَ ْعبُدُونَ ِمنْ دُو ِن هَّللا ِ َح‬
ُ ‫ص‬
Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan
Jahanam, kamu pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98), dan beberapa ayat
berikutnya.
Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bangkit, dan saat itu datanglah
Abdullah ibnuz Zaba'ri At-Tamimi, lalu ikut bergabung ke dalam mejelis tersebut.
Maka Al-Walid ibnul Mugirah berkata kepadanya, "Demi Allah, An-Nadr ibnul Haris
tidak mau berdiri untuk anak Abdul Muttalib (maksudnya Nabi Shallallahu'alaihi
Wasallam) dan tidak mau pula duduk (dengannya). Sesungguhnya Muhammad
menduga bahwa kita dan apa yang kita sembah selain Allah ini akan menjadi umpan
neraka Jahanam."
Abdullah ibnuz Zaba'ri berkata, "Ingatlah, demi Allah; seandainya aku
menjumpainya, niscaya aku debat dia. Tanyakanlah kepada Muhammad, 'Apakah
semua yang disembah selain Allah dimasukkan ke dalam Jahanam bersama para
pengabdinya?' Kita menyembah para malaikat, orang-orang Yahudi menyembah
Uzair, dan orang-orang Nasrani menyembah Al-Masih Isa ibnu Maryam."
Maka merasa heranlah Al-Walid bersama orang-orang yang ada di dalam majelis itu
terhadap ucapan Abdullah ibnuz Zaba'ri, dan mereka berpandangan bahwa Abdullah
ibnuz Zaba'ri telah mendebat dan mengalahkan alasan Muhammad.
Lalu hal tersebut diceritakan kepada Rasulullah Saw, maka beliau Shalallahu'alaihi
Wasallam bersabda:
"‫ش ْيطَانَ َو َمنْ أَ َم َر ُه ْم بِ ِعبَا َدتِ ِه‬
َّ ‫ فَإِنَّ ُه ْم إِنَّ َما يَ ْعبُدُونَ ال‬،ُ‫ فَ ُه َو َم َع َمنْ َعبَ َده‬،ِ ‫ب أَنْ يُ ْعبَ َد ِمنْ دُو ِن هَّللا‬
َّ ‫" ُك ُّل َمنْ أَ َح‬
Barang siapa yang senang dirinya disembah selain Allah, maka dia bersama dengan
orang-orang yang menyembahnya. Dan sesungguhnya yang mereka sembah itu
hanyalah setan dan orang-orang yang memerintahkan kepada  mereka untuk
menyembahnya.
Lalu turunlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫سنَى أُولَئِ َك َع ْن َها ُم ْب َعدُون‬
ْ ‫سبَقَتْ لَ ُه ْم ِمنَّا ا ْل ُح‬
َ َ‫{إِنَّ الَّ ِذين‬
Sesungguhnya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari
Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.  (Al-Anbiya: 101)
Yaitu Isa dan Uzair serta orang-orang yang disembah lainnya bersama keduanya dari
kalangan para rahib dan para pendeta yang telah menjalani masa hidupnya dalam
ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala Lalu oleh orang-orang yang sesudah
mereka dari kalangan orang-orang yang sesat, mereka dijadikan sebagai tuhan-tuhan
selain Allah.
Telah disebutkan pula di dalam Al-Qur'an yang mengisahkan bahwa mereka
menyembah para malaikat yang mereka anggap sebagai anak-anak perempuan Allah,
yaitu melalui firman-Nya:
ُ ‫{ َوقَالُوا ات ََّخ َذ ال َّر ْح َمنُ َولَدًا‬
} َ‫س ْب َحانَهُ بَ ْل ِعبَا ٌد ُم ْك َر ُمون‬
Dan mereka bekata, "Tuhan Yang Maha Pemurah telah
mengambil (mempunyai) anak”, Mahasuci Allah Sebenarnya (malaikat-malaikat
itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Al-Anbiya: 26)
Disebutkan pula perihal Isa a.s, bahwa dia disembah selain Allah. Maka Al-Walid dan
orang-orang yang ada di dalam majelis itu merasa kagum dengan hujah dan alasan
yang dikemukakan oleh Abdullah ibnuz Zaba'ri.
ِ َ‫ض ِر َب ابْنُ َم ْريَ َم َمثَال إِ َذا قَ ْو ُم َك ِم ْنهُ ي‬
} َ‫صدُّون‬ ُ ‫{ َولَ َّما‬
Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, tiba-tiba
kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. (Az-Zukhruf: 57)
Yakni mereka menyoraki ucapanmu itu. kemudian disebutkan dalam firman
selanjutnya perihal Isa 'alaihissalam:
ُ‫ َوإِنَّه‬. َ‫ض يَ ْخلُفُون‬
ِ ‫األر‬ ْ ِ‫{إِنْ ُه َو إِال َع ْب ٌد أَ ْن َع ْمنَا َعلَ ْي ِه َو َج َع ْلنَاهُ َمثَال لِبَنِي إ‬
ْ ‫ َولَ ْو نَشَا ُء لَ َج َع ْلنَا ِم ْن ُك ْم َمالئِ َكةً ِفي‬.‫س َرائِي َل‬
َّ ‫لَ ِع ْل ٌم لِل‬
}‫سا َع ِة‬
Ia tiada lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya
nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan
Allah) untuk Bani Israil. Dan kalau kami kehendaki. benar-benar Kami jadikan
sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun. Dan
sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari
kiamat. (Az-Zukhruf 59-61)
Yakni mukjizat-mukjizat yang telah diberikan kepadanya, seperti menghidupkan
orang-orang yang mati dan menyembuhkan segala macam penyakit; hal itu sudah
cukup sebagai bukti yang menunjukkan akan pengetahuan tentang hari kiamat. Dalam
firman berikutnya disebutkan:
ِ ‫{فَال تَ ْمتَ ُرنَّ بِ َها َواتَّبِ ُعو ِن َه َذا‬
ْ ‫ص َراطٌ ُم‬
}‫ستَقِي ٌم‬
Karena itu, janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah
jalan yang lurus. (Az-Zukhruf: 61)
Ibnu Jarir menyebutkan melalui riwayat Al-Aufi, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu
sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan
perumpamaan, tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. (Az-Zukhruf: 57)
Yakni kaum Quraisy. Dan tatkala disebutkan kepada mereka firman-
Nya: Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan
Jahanam, kamu pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98), hingga beberapa ayat
sesudahnya. Maka orang-orang Quraisy bertanya kepada Nabi Saw, "Siapakah Ibnu
Maryam itu?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab: Dia adalah hamba
Allah dan utusan-Nya. Mereka berkata, "Demi Allah, tiada yang dikehendaki oleh
orang ini melainkan agar kita menjadikannya sebagai tuhan, sebagaimana orang-orang
Nasrani menjadikan Isa putra Maryam sebagai tuhan yang disembah mereka." Maka
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Mereka tidak memberikan perumpamaan itu
kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah
kaum yang suka bertengkar. (Az-Zukhruf: 58)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasym ibnul Qasim,
telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Abu
Razin, dari Abu Yahya maula Ibnu Aqil Al-Ansari yang mengatakan bahwa Ibnu
Abbas Radhiyallahu Anhu pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku mengetahui suatu
ayat dari Al-Qur'an (makna yang dimaksud olehnya) tiada seorang pun yang
menanyakannya kepadaku. Dan aku tidak mengetahui apakah orang lain telah
mengetahuinya hingga mereka tidak menanyakannya, ataukah memang mereka tidak
mengetahuinya yang karenanya mereka tidak menanyakannya?" Kemudian Ibnu
Abbas Radhiyallahu Anhu melanjutkan pembicaraannya dengan kami, dan ketika ia
bangkit meninggalkan kami, maka kami saling mencela di antara sesama kami,
mengapa kami tidak menanyakan tentang ayat itu. Lalu aku (Abu Yahya) berkata,
"Akulah yang akan menanyakannya besok." Dan pada keesokan harinya aku bertanya,
"Hai Ibnu Abbas, kemarin engkau mengatakan bahwa ada suatu ayat Al-Qur'an yang
tiada seorang pun menanyakannya kepadamu, sedangkan engkau tidak mengetahui
apakah orang lain telah mengetahui (makna)nya ataukah mereka tidak
mengetahuinya." Aku melanjutkan pertanyaanku, "Maka ceritakanlah kepadaku
tentang ayat tersebut dan ayat yang telah engkau baca sebelumnya." Ibnu Abbas
Radhiyallahu Anhu bersedia, lalu ia mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda kepada orang-orang Quraisy:
"‫س أَ َح ٌد يُ ْعبَ ُد ِمنْ دُو ِن هَّللا ِ فِي ِه َخ ْي ٌر‬ ٍ ‫"يَا َم ْعش ََر قُ َر ْي‬
َ ‫ إِنَّهُ لَ ْي‬،‫ش‬
Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya tiada seorang pun yang disembah selain
Allah terdapat kebaikan pada dirinya.
Dan orang-orang Quraisy telah mengetahui bahwa orang-orang Nasrani menyembah
Isa putra Maryam dan pendapat mereka terhadap Muhammad Shalallahu'alaihi
Wasallam Maka mereka mengatakan, "Hai Muhammad, bukankah engkau mengira
bahwa Isa putra Maryam adalah seorang nabi dan hamba Allah yang saleh? Maka jika
engkau benar, dia adalah tuhan mereka seperti apa yang dikatakan oleh mereka."
Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Dan tatkala putra
Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak
karenanya. (Az-Zukhruf: 57) Aku bertanya, "Apakah arti yasiduna?" Ibnu Abbas
menjawab, "Mereka tertawa karenanya." Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar
memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. (Az-Zukhruf: 61) Ibnu Abbas
mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah munculnya Isa putra Maryam
'alaihissalam sebelum hari kiamat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ya'qub Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan
kepada kami Syaiban, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Abu Ahmad maula Al-Ansar,
dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah pernah
bersabda: Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya tiada seorang pun yang di
sembah selain Allah pada dirinya terkandung kebaikan. Maka mereka mengatakan
kepadanya, "Bukankah engkau meyakini bahwa Isa putra Maryam adalah seorang
nabi dan hamba Allah yang saleh yang juga disembah selain dari Allah? Maka Allah
Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Dan tatkala putra
Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan, tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak
karenanya. (Az-Zukhruf: 57)
Mujahid sehubungan dengan ayat ini mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan,
orang-orang Quraisy mengatakan, "Sesungguhnya Muhammad menginginkan agar
dirinya disembah oleh kita sebagaimana Isa disembah oleh kaumnya." Hal yang sama
telah dikatakan oleh Qatadah
Ayat 73
  َ‫لَ ُك ْم فِي َها فَا ِك َهةٌ َكثِي َرةٌ ِم ْن َها تَأْ ُكلُون‬
Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebagiannya kamu makan.
a. Tafsir Jalalain
(Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untuk kalian yang sebagiannya)
sebagian daripadanya (kalian makan) dan setiap apa yang telah dimakan secara
langsung mendapat penggantinya yang baru
b. Tafsir Ibnu Katsir

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


} َ‫{لَ ُك ْم فِي َها فَا ِك َهةٌ َكثِي َرةٌ ِم ْن َها تَأْ ُكلُون‬
Di dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu.  (Az-Zukhruf: 73)
Yaitu dari berbagai macam buah-buahan.
} َ‫{ ِم ْن َها تَأْ ُكلُون‬
yang sebagiannya kamu makan. (Az-Zukhruf: 73)
Maksudnya, apa pun yang kamu pilih dan kamu kehendaki, kamu dapat memakannya.
Setelah disebutkan perihal makanan dan minuman di surga, maka disebutkan pula
sesudahnya buah-buahan yang dimakan oleh penduduk surga, sebagai kesempurnaan
dari nikmat dan anugerah yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada mereka.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui
Ayat 82
َ‫صفُون‬ ِ ‫ض َر ِّب ا ْل َع ْر‬
ِ َ‫ش َع َّما ي‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬
َّ ‫س ْب َحانَ َر ِّب ال‬
ُ
Mahasuci Tuhan Yang empunya langit dan bumi, Tuhan yang empunya 'Arasy, dari apa
yang mereka sifatkan itu.
a. Tafsir Jalalain
(Maha Suci Rabb Yang empunya langit dan bumi, Rabb Yang empunya Arasy) yakni
Al-Kursi (dari apa yang mereka sifatkan) dari apa yang telah mereka katakan itu,
berupa kedustaan terhadap-Nya, yaitu menisbatkan kepada-Nya mempunyai anak.
b. Tafsir Ibnu Katsir

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, jika


benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempuyai anak, maka akulah orang yang mula-
mula memuliakan (anak itu). (Az-Zukhruf: 81) Seandainya Allah beranak, tentulah
aku menjadi orang yang mula-mula meyakini bahwa Dia mempunyai anak, tetapi
kenyataanya Dia tidak beranak. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan Ibnu
Jarir menjawab pendapat orang yang menduga bahwa huruf in di sini bermakna nafi.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
} َ‫صفُون‬ ِ ‫ض َر ِّب ا ْل َع ْر‬
ِ َ‫ش َع َّما ي‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬
َّ ‫س ْب َحانَ َر ِّب ال‬
ُ {
Mahasuci Tuhan yang empunya langit dan bumi, Tuhan Yang empunya 'Arasy dari
apa yang mereka sifatkan. (Az-Zukhruf: 82)
Yakni Mahasuci, Mahatinggi, lagi Mahabersih Allah Pencipta segala sesuatu dari sifat
beranak. Karena sesungguhnya Dia Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala
sesuatu, tiada tandingan dan tiada saingan bagi-Nya, maka tiada anak bagi-Nya.
Ayat 84
‫ض إِلَهٌ َو ُه َو ا ْل َح ِكي ُم ا ْل َعلِي ُم‬ َّ ‫َوه َُو الَّ ِذي فِي ال‬
ْ ‫س َما ِء إِلَهٌ َوفِي‬
ِ ‫األر‬
Dan Dialah Tuhan  (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan
Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Mahasuci Tuhan yang mempunyai
a. Tafsir Jalalain
(Dan Dialah Tuhan yang disembah di langit) lafal Fis Samaa-i Ilaahun kedua huruf
Hamzahnya dapat dibaca Tahqiq dan Tas-hil, yakni Tuhan yang disembah di langit
(dan Tuhan yang disembah di bumi) kedua Zharaf yang ada dalam ayat ini berta'alluq
kepada lafal sesudahnya (dan Dialah Yang Maha Bijaksana) di dalam mengatur
makhluk-Nya (lagi Maha Mengetahui) kemaslahatan-kemaslahatan mereka.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:.
}ٌ‫ض إِلَه‬ َّ ‫{ َوه َُو الَّ ِذي فِي ال‬
ْ ‫س َما ِء إِلَهٌ َوفِي‬
ِ ‫األر‬
Dan Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di
bumi.  (Az-Zukhruf: 84)
Dia adalah Tuhan yang disembah oleh makhluk di langit, dan Tuhan yang disembah
oleh makhluk yang di bumi, semuanya tunduk dan merendahkan diri di hadapan-Nya.
}‫{و ُه َو ا ْل َح ِكي ُم ا ْل َعلِي ُم‬
َ
dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Az-Zukhruf: 84)
Ayat ini semakna dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ِ ‫س َّر ُك ْم َو َج ْه َر ُك ْم َويَ ْعلَ ُم َما تَ ْك‬
} َ‫سبُون‬ ِ ‫ض يَ ْعلَ ُم‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َوفِي‬ َّ ‫{و ُه َو هَّللا ُ ِفي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ
Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui
apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa
yang kamu usahakan. (Al-An'am: 3)
Yakni Dialah Tuhan yang disembah di langit dan di bumi.
Ayat 85

َّ ‫ض َو َما بَ ْينَ ُه َما َو ِع ْن َدهُ ِع ْل ُم ال‬


‫سا َع ِة‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫اركَ الَّ ِذي لَهُ ُم ْل ُك ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ َ‫َوتَب‬
َ ‫َوإِلَ ْي ِه تُ ْر َج ُع‬
‫ون‬
Dan Mahasuci Tuhan yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan. apa yang ada di
antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-
Nyalah kamu dikembalikan
a. Tafsir Jalalain
(Dan Maha Besar) Maha Agung (Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari
kiamat) yakni kapan ia akan terjadi (dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan)
lafal Turja'uuna dapat pula dibaca Yurja`uuna; berdasarkan qiraat kedua maka artinya:
Dan hanya kepada-Nyalah mereka dikembalikan.
b. Tafsir Ibnu Katsir

}‫ض َو َما بَ ْينَ ُه َما‬


ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫َوتَبَا َركَ الَّ ِذي لَهُ ُم ْل ُك ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Dan Mahasuci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa saja yang
ada di antara keduanya. (Az-Zukhruf: 85)
Dialah Yang menciptakan, yang memiliki dan Yang mengatur keduanya tanpa ada
yang menyaingi dan menentangnya. Maka Mahasuci lagi Mahatinggi Allah dari
beranak. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sudah merupakan suatu ketetapan
bagi-Nya bersih dari semua cela dan sifat kekurangan, karena Dia adalah Tuhan Yang
Mahatinggi, Mahabesar, Yang memiliki segala sesuatu, Yang di tangan kekuasaan-
Nyalah kendali semua urusan dipegang, terlaksana atau tidaknya.
َّ ‫{ َو ِع ْن َدهُ ِع ْل ُم ال‬
}‫سا َع ِة‬
dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Az-Zukhruf: 85)
Yakni tiada yang mengetahui waktunya kecuali hanya Dia.
} َ‫{ َوإِلَ ْي ِه ت ُْر َجعُون‬
dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Az-Zukhruf: 85)
Maka Dia akan memberikan pembalasan kepada setiap orang sesuai., dengan amal
perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk,
maka balasannya buruk pula.
Surah Ad-Dukha
Ayat 3

َ ‫إِنَّا أَنز ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ٍة ُمبَا َر َك ٍة إِنَّا ُكنَّا ُم ْن ِذ ِر‬


‫ين‬
sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya
Kamilah yang memberi peringatan.
a. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati) yaitu
Lailatulkadar, atau malam pertengahan bulan Syakban. Pada malam tersebut
diturunkanlah Alquran dari Umul Kitab atau Lohmahfuz yaitu dari langit yang
ketujuh hingga ke langit dunia (sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan)
yang memperingatkan manusia dengan Alquran.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫{إِنَّا ُكنَّا ُم ْن ِذ ِرين‬
dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. (Ad-Dukhan: 3)
Yakni memberitahukan kepada manusia segala apa yang bermanfaat dan yang
mudarat bagi mereka melalui hukum syara' agar alasan Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah ditegakkan terhadap hamba-hamba-Nya.
Ayat 7

َ ِ‫ض َو َما بَ ْينَ ُه َما إِنْ ُك ْنتُ ْم ُموقِن‬


‫ين‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬
َّ ‫َر ِّب ال‬
Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu
adalah orang yang meyakini
a. Tafsir Jalalain
(Rabb yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya) jika
dibaca Rabbus Samaawaati berarti menjadi Khabar yang ketiga, jika dibaca Rabbis
Samaawaati berarti menjadi Badal dari lafal Rabbika (jika kalian) hai penduduk
Mekah (orang-orang yang meyakini) bahwasanya Dia adalah Rabb langit dan bumi,
maka yakinilah bahwa Muhammad itu adalah rasul-Nya.
b. Tafsir Ibnu Katsir

} َ‫إِنْ ُك ْنتُ ْم ُموقِنِين‬


jika kamu adalah orang-orang yang meyakini.  (Ad-Dukhan: 7)
Yaitu jika kamu adalah orang-orang yang membuktikannya dengan yakin. 
Ayat 10

‫ين‬ َّ ‫ارتَقِ ْب يَ ْو َم تَأْتِي ال‬


ٍ ‫س َما ُء بِد َُخ‬
ٍ ِ‫ان ُمب‬ ْ َ‫ف‬ 
Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata
a. Tafsir Jalalain
(Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata) maka kala itu bumi
menjadi tandus kelaparan serta paceklik makin menjadi-jadi, sehingga karena
memuncaknya keadaan, akhirnya mereka melihat seolah-olah ada sesuatu yang
berupa kabut di antara langit dan bumi
b. Tafsir Ibnu Katsir
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, mengancam mereka:
َّ ‫ارتَقِ ْب يَ ْو َم تَأْتِي ال‬
}‫س َما ُء بِد َُخا ٍن ُمبِي ٍن‬ ْ َ ‫{ف‬
Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata. (Ad-Dukhan: 10)
Sulaiman ibnu Mahran alias Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abud Duha alias
Muslim ibnu Sabiti, dari masruq yang mengatakan bahwa kami memasuki masjid
Kufah yang terletak di dekat pintu gerbang masuk ke Kindah. Tiba-tiba ada seorang
lelaki yang sedang menceritakan kepada teman-temannya tentang makna firman-
Nya: hari ketika langit membawa kabut yang nyata. (Ad-Dukhan: 10) Tahukah kalian
apakah yang dimaksud dengan dukhan (kabut) itu? Kabut itu akan datang menjelang
hari kiamat, lalu menimpa pendengaran dan penglihatan orang-orang munafik,
sedangkan orang-orang mukmin hanya mengalami hal yang seperti pilek saja akibat
kabut tersebut. Masruq melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menemui Ibnu Mas'ud
Radhiyallahu Anhu dan menceritakan kepadanya perkataan lelaki itu. Saat itu Ibnu
Mas'ud dalam keadaan berbaring, lalu ia terkejut dan duduk, kemudian berkata bahwa
sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah befirman kepada nabi
kalian: Katakanlah (hai Muhammad), "Aku tidak meminta upah sedikit pun
kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-
adakan." (Shad: 86) Sesungguhnya termasuk pengetahuan itu ialah bila seseorang
mengatakan terhadap apa yang tidak diketahuinya, bahwa hanya Allah-lah Yang
Maha Mengetahui. Aku akan menceritakan hal tersebut kepada kalian. Sesungguhnya
orang-orang Quraisy itu ketika menghambat agama Islam dan durhaka kepada
Rasulullah Saw, maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berdoa untuk memberi
pelajaran kepada mereka agar mereka ditimpa paceklik seperti paceklik yang terjadi
di masa Nabi Yusuf. Maka mereka pun tertimpa kepayahan dan kelaparan sehingga
terpaksa mereka memakan tulang belulang dan bangkai. Dan mereka menengadahkan
pandangannya ke langit, maka tiada yang mereka lihat kecuali hanya kabut.
Menurut riwayat lain, seseorang dari mereka bila melihatkan pandangannya ke langit
(mengharapkan hujan), maka dia melihat antara dia dan langit sesuatu yang seperti
kabut karena kepayahan yang dialaminya akibat kelaparan. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman: Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata,
yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. (Ad-Dukhan: 10-11) Maka
Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam di datangi dan dikatakan kepadanya, "Ya
Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah buat Mudar, karena sesungguhnya
mereka telah binasa (akibat paceklik ini)." Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam memohon hujan untuk mereka, dan mereka pun diberi hujan, lalu turunlah
firman-Nya: Sesungguhnya  (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit,
sesungguhnya kamu akan kembali  (ingkar). (Ad-Dukhan: 15)
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa lalu azab itu dilenyapkan dari
mereka; dan ketika keadaannya sudah pulih menjadi makmur, maka mereka kembali
kepada keadaannya yang semula, yaitu mengingkari kebenaran. Lalu Allah
Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: (Ingatlah) hari (ketika) Kami
menghancurkan mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah
Pemberi balasan (Ad-Dukhan: 16)
Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa hal ini terjadi dalam Perang Badar. Selanjutnya Ibnu
Mas'ud Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa telah berlalu lima peristiwa, yaitu
Dukhan, Rum, Al-Qamar, Al-Batsyah, dan Al-Lizam.
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain.
Iman Ahmad meriwayatkan hadis ini di dalam kitab musnadnya, dan hadis ini pada
Imam Turmuzi dan Imam Nasai tertera pada kitab tafsir masing-masing. Dan Jarir
serta Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui berbagai jalur dari Al-A'masy
dengan sanad yang semisal.
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu dalam tafsirnya sehubungan dengan ayat ini yang
mengatakan bahwa peristiwa Dukhan telah berlalu, sependapat dengan pendapat yang
dikemukakan segolongan ulama Salaf, seperti Mujahid, Abul Aliyah, Ibrahim An-
Nakha'i, Ad-Dahhak dan Atiyyah Al-Aufi pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Musafir, telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnul Hassan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman Al-A'raj sehubungan dengan makna
firman-Nya. Hari ketika langit membawa kabut yang nyata.  (Ad-Dukhan: 10) Bahwa
peristiwa ini terjadi pada hari jatuhnya kota Mekah.
Pendapat ini gharib sekali, bahkan munkar.
Ulama lainnya mengatakan bahwa peristiwa Dukhan masih belum terjadi, bahkan
Dukhan merupakan salah satu pertanda hari kiamat, sebagai mana yang disebutkan
terdahulu melalui hadis Abu Sarihah alias Huzaifah ibnul Usaid Al-Gifari
Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
muncul menuju ke arah kami dari 'Arafah, sedangkan kami saat itu sedang
membicarakan tentang hari kiamat. Maka beliau bersabda:
َ ‫وج يَ||أْ ُج‬
‫وج‬ ُ ‫ َو ُخ ُر‬،ُ‫ َوالدَّابَّة‬، ُ‫ َوالد َُّخان‬،‫س ِمنْ َم ْغ ِربِ َها‬
ِ ‫ش ْم‬َّ ‫ع ال‬ ُ ‫ طُلُو‬:‫ت‬ ٍ ‫ش َر آيَا‬ ْ ‫سا َعةُ َحتَّى تَ َر ْوا َع‬
َّ ‫"اَل تَقُو ُم ال‬
ِ ‫س|فٌ بِ||ا ْل َم ْغ ِر‬
،‫ب‬ ْ ‫ َو َخ‬،‫ق‬ِ ‫ش| ِر‬ ْ ‫س|فٌ بِا ْل ُم‬ْ ‫ َخ‬:‫وف‬ ٍ |‫س‬ ُ ‫ َوثَاَل ثَ|ةُ ُخ‬،‫ َوالد ََّّجا ُل‬،‫سى ا ْب ِن َم ْريَ َم‬ َ ‫وج ِعي‬ُ ‫ َو ُخ ُر‬،‫وج‬ َ ‫َو َمأْ ُج‬
ُ ‫ تَبِيتُ َم َع ُه ْم َح ْي‬:-‫اس‬
‫ث‬ ُ ‫ ت َْح‬:‫أَ ْو‬- ‫اس‬
َ َّ‫ش| ُر الن‬ َ َّ‫ق الن‬ ُ ‫ َونَا ٌر ت َْخ ُر ُج ِمنْ قَ ْع ِر َع| دَنَ ت‬،‫ب‬
ُ ‫َس|و‬ ِ ‫َو َخسْفٌ بِ َج ِزي َر ِة ا ْل َع َر‬
"‫ث قَالُوا‬ ُ ‫بَاتُوا َوتَقِي ُل َم َع ُه ْم َح ْي‬
Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh tanda  (yang
mengawalinya), yaitu terbitnya matahari dari arah barat,
Dukhan  (kabut), Dabbah (binatang melata), keluarnya ya-juj dan Ma-juj, munculnya
Isa putra Maryam dan Dajjal: terjadinya tiga kali gempa hebat, satu kali gempa di
timur, satu kali gempa di Barat, dan satu kali lagi gempa di Jazirah Arabia; dan
munculnya api dari daerah pedalaman 'Adn yang menggiring manusia —atau
menghimpunkan manusia— api itu ikut menginap bersama mereka di tempat mereka
menginap, dan ikut istirahat bersama mereka di tempat mereka istirahat.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Muslim secara tunggal di dalam kitab sahihnya.
Dan di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam berkata kepada Ibnu Sayyad:
‫ص |لَّى‬ ُ ‫ وخب||أ لَ |هُ َر‬:‫سأْ فَلَنْ تَ ْعد َُو قَد َْركَ " قَا َل‬
َ ِ ‫س |و ُل هَّللا‬ ْ :ُ‫ فَقَا َل لَه‬.‫ ه َُو الدُّخ‬:‫"إِنِّي َخبَأْتُ لَ َك َخ ْبأ" قَا َل‬
َ ‫"اخ‬
}‫ين‬ َّ ‫ارتَقِ ْب يَ ْو َم تَأْتِي ال‬
ٍ ‫س َما ُء بِد َُخ‬
ٍ ِ‫ان ُمب‬ ْ َ‫ {ف‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
"Sesungguhnya aku sekarang menyembunyikan sesuatu terhadapmu" Ibnu Sayyad
menjawab, "Itu adalah Ad-Dukh," (Belum lagi Ibnu Sayyad merampungkan
ucapannya) Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam memotongnya, "Terhinalah
kamu, kamu tidak akan dapat melampaui takdirmu (kedudukanmu). Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam menyembunyikan terhadapnya firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala: Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata (Ad-
Dukhan: 10)
Di dalam hadis ini terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa peristiwa yang
dimaksud masih dinanti-nantikan kedatangannya. Ibnu Sayyad mengetahui peristiwa
itu melalui cara tenung dan mengatakannya melalui lisan Jin; Jadi jinlah yang
mengajarkan kepadanya kalimat itu, karena itulah Ibnu Sayyad mengatakannya bahwa
peristiwa tersebut adalah Ad-Dukh, yakni Dukhan. Dan pada saat itu juga Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam segera mengetahui cara yang dipakai oleh Ibnu Sayyad,
bahwa ia memakai cara setan. Maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam segera
memotongnya melalui sabdanya: Terhinalah engkau, engkau tidak akan dapat
melampaui kedudukanmu.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:
ُ‫ص |و ُر بْن‬ ُ ‫ َح| َّدثَنَا َم ْن‬،‫ي‬ ُّ ‫س | ِعي ٍد الثَّ ْو ِر‬ ُ ‫ َح| َّدثَنَا‬،‫ َح| َّدثَنَا أَبِي‬،‫اح‬
َ ُ‫س | ْفيَانُ بْن‬ َ ‫َو َح| َّدثَنِي ِع‬
ِ ‫ص |ا ُم بْنُ َر َّواد ْب ِن ا ْل َج| َّر‬
:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ان يَقُو ُل‬ِ ‫س ِم ْعتُ ُح َذ ْيفَةَ بْنَ ا ْليَ َم‬
َ :‫ عَنْ ِر ْب ِعي ْب ِن ِح َراش قَا َل‬،‫ا ْل ُم ْعتَ ِم ِر‬
‫اس إِلَى‬ َ َّ‫ق الن‬ُ ‫َس|و‬ ُ ‫ ت‬، ُ‫ َونَ||ا ٌر ت َْخ| ُر ُج ِمنْ قَ ْع| ِر َع| دَنَ أَ ْبيَن‬،‫|ريَ َم‬ َ ‫ َونُ| ُزو ُل ِع‬،‫ت الد ََّّجا ُل‬
ْ |‫يس|ى ا ْب ِن َم‬ ِ ‫"إِنَّ أَ َّو َل اآْل يَا‬
ُ ‫ص |لَّى هَّللا‬ ُ ‫ َو َما الد َُّخانُ ؟ فَتَاَل َر‬،ِ ‫سو َل هَّللا‬
َ ِ ‫س |و ُل هَّللا‬ ُ ‫ يَا َر‬:ُ‫قَا َل ُح َذ ْيفَة‬- ُ‫ َوالد َُّخان‬،‫ تَقِي ُل َم َع ُه ْم إِ َذا قَالُوا‬،‫ش ِر‬ َ ‫ا ْل َم ْح‬
َ‫يَ ْمأَل ُ َما بَيْن‬- }‫اب أَلِي ٌم‬ٌ ‫اس َه َذا َع َذ‬ َ َّ‫ين يَ ْغشَى الن‬ ٍ ‫س َما ُء بِد َُخ‬
ٍ ِ‫ان ُمب‬ َّ ‫ارتَقِ ْب يَ ْو َم تَأْتِي ال‬ ْ َ‫ {ف‬:َ‫سلَّ َم َه ِذ ِه اآْل يَة‬َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
ُ‫ َوأَ َّما ا ْل َكافِ ُر فَيَ ُكون‬، ‫الز ْك َم ِة‬ ِ ُ‫ أَ َّما ا ْل ُمؤْ ِمنُ فَي‬،ً‫ث أَ ْربَ ِعينَ يَ ْو ًما َولَ ْيلَة‬
ُّ ‫صيبُهُ ِم ْنهُ َك َه ْيئَ ِة‬ ِ ‫ق َوا ْل َم ْغ ِر‬
ُ ‫ يَ ْم ُك‬،‫ب‬ ِ ‫ش ِر‬ْ ‫ا ْل َم‬
"‫ يَ ْخ ُر ُج ِمنْ َم ْن ِخ َر ْي ِه َوأُ ُذنَ ْي ِه َو ُدبُ ِر ِه‬،‫ان‬ َّ ‫بِ َم ْن ِزلَ ِة ال‬
ِ ‫س ْك َر‬
telah menceritakan kepadaku Isam ibnu Rawwad ibnul Jarrah, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Abu Sa'id As-
Sauri, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Mu'tamir, dari Rab'i ibnu Hirasy
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Huzaifah ibnul Yaman Radhiyallahu
Anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah
bersabda: Sesungguhnya mula-mula pertanda (kiamat) ialah Dajjal, turunnya Isa
Putra Maryam 'alaihissalam, api yang keluar dari pedalaman 'Adn, yang tampak
jelas; api itu menggiring manusia ke tempat Mahsyar dan ikut istirahat bersama
mereka di tempat mereka beristirahat, dan munculnya Dukhan (kabut) Huzaifah
Radhiyallahu Anhu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud
dengan Dukhan itu?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab dengan
membacakan firman-Nya: Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang
nyata, yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih (Ad-Dukhan: 10-11) Kabut
tersebut memenuhi semua kawasan yang ada di belahan timur dan belahan barat;
tinggal selama empat puluh hari empat puluh malam. Adapun orang mukmin hanya
mengalami seperti terserang pilek akibat pengaruh kabut itu. Sedangkan orang kafir
mengalami seperti orang yang mabuk; kabut itu keluar dari lubang hidungnya, kedua
telinganya, dan dubur (liang anus) nya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa sekiranya hadis ini sahih, tentulah menjadi dalil yang
menyelesaikan perbedaan pendapat dan sesungguhnya ia tidak mau menyaksikan
kesahihannya karena Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani telah menceritakan
kepadanya bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Rawwad mengenai hadis ini,
"Apakah engkau mendengarnya dari Sufyan" Ibnu Rawwad menjawab, "Tidak."
Muhammad ibnu Khalaf bertanya lagi, "Apakah engkau membacakan hadis itu
terhadapnya" ia menjawab, "Tidak." aku bertanya lagi kepadanya "Apakah dibacakan
kepadanya hadis ini, sedangkan kamu menghadirinya, lalu ia mengakui hadis itu? Ia
menjawab, "Tidak." aku bertanya, "Lalu dari manakah engkau mendapatkan hadis
ini?" Ibnu Rawwad menjawab, "Suatu kaum datang kepadaku, lalu mereka
mengemukakan hadis ini kepadaku, dan mereka mengatakan kepadaku bahwa mereka
mendengar hadis ini dariku. Kemudian mereka membacakannya kepadaku, setelah itu
mereka pergi dengan membaca hadis ini, dan mereka mengatakan bahwa mereka
menceritakannya dariku." Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Muhammad
ibnu Khalaf Al-Asqalani, atau hal yang semakna dengan kisah ini.
Ibnu Jarir dalam analisisnya terhadap hadis ini cukup jeli dan baik, karena
sesungguhnya dengan sanad seperti ini, berarti hadis ini adalah
hadis maudu'  (buatan). Dan Ibnu Jarir banyak menyerang dan mengecam konteks-
konteks yang telah dikemukakan olehnya (Ibnu Rawwad) di berbagai tempat
sehubungan dengan tafsir ini: di dalamnya terdapat banyak hal yang mungkar
(diingkari), terlebih lagi dalam tafsir surat Bani Israil dan riwayat mengenai Masjidil
Aqsa. Hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui.
‫ َح| َّدثَنِي‬،‫ َح| َّدثَنِي أَبِي‬،‫ش‬ ٍ ‫اعي َل ْب ِن َعيَّا‬
ِ ‫س| َم‬ ْ ِ‫ َح| َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ إ‬،‫ف‬ ً ‫قَا َل ابْنُ َج ِري ٍر أَ ْي‬
ٍ ‫ َح َّدثَنِي ُم َح َّم ُد بْنُ ع َْو‬:‫ضا‬
‫ص|لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي| ِه‬ ُ ‫ قَ||ا َل َر‬:‫ي قَ||ا َل‬
َ ِ ‫س|و ُل هَّللا‬ ْ َ ‫ عَنْ أَبِي َمالِ| ٍك اأْل‬،‫ش|ريح ْب ِن ُعبَ ْي| ٍد‬
ِّ ‫ش| َع ِر‬ ُ ْ‫ عَن‬،‫ضم بْنُ ُزرعَة‬ َ ‫ض ْم‬ َ
‫ َويَأْ ُخ| ُذ ا ْل َك||افِ َر فَيَ ْنتَفِ ُخ َحتَّى يَ ْخ| ُر َج ِمنْ ُك| ِّل‬،‫الز ْك َم| ِة‬
ُّ ‫ الد َُّخانَ يَأْ ُخ ُذ ا ْل ُمؤْ ِمنَ َك‬:‫ "إن َربَّ ُك ْم أَ ْن َذ َر ُك ْم ثَاَل ثًا‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫َو‬
."‫س َم ٍع ِم ْنهُ َوالثَّانِيَةُ الدَّابَّةُ َوالثَّالِثَةُ الد ََّّجا ُل‬ ْ ‫َم‬
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Auf, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan
kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Damdam ibnu Zur'ah dari Syuraih
ibnu ubaid, dari Abu Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Sesungguhnya Tuhan kalian
telah memperingatkan tiga perkara kepada kalian, yaitu Dukhan (kabut) yang
mengenai orang mukmin seperti penyakit pilek dan mengenai orang kafir yang
menjadikannya kembung hingga kabut itu keluar dari semua lubang tubuhnya. Kedua
ialah munculnya hewan dan yang ketiga ialah munculnya Dajjal.
Diriwayatkan juga oleh At Thabrani dari Hasyim bin Yazid, dari Muhammad bin
Ismail bin Ayyas, dengan sanad yang sama, dan Sanad ini Jayyid.
‫ عَنْ أَبِي‬،‫س| ِن‬ َ ‫ َح َّدثَنَا‬،َ‫ َح َّدثَنَا أَبُو ُز ْر َعة‬:‫قَا َل ابْنُ أَبِي َحاتِ ٍم‬
َ ‫ َع ِن ا ْل َح‬،‫ َح| َّدثَنَا َخلِي| ٌل‬،ُ‫ َح| َّدثَنَا ا ْل َولِي|د‬، ُ‫ص| ْف َوان‬
‫ فَأ َ َّما‬،‫س‬
ِ ‫يج ال|د َُّخانُ بِالنَّا‬ُ ‫ "يَ ِه‬:‫ أَنَّ رس|ول هللا ص|لى هللا علي|ه وس|لم ق|ال‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫ َر‬،‫ي‬ ِّ ‫س ِعي ٍد ا ْل ُخ ْد ِر‬
َ
ُّ ‫ا ْل ُمؤْ ِمنُ فَيَأْ ُخ ُذهُ َك‬
."‫ َوأَ َّما ا ْل َكافِ ُر فَيَ ْنفُ ُخهُ َحتَّى يَ ْخ ُر َج ِمنْ ُك ِّل مسمع منه‬،‫الز ْك َم ِة‬
Ibnu Abi Hatim berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah, menceritakan
kepada kami Shafwan, menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan
kepada kami Khalil dari Al-Hasan, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a, bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: Dukhan (kabut) mengguncangkan
manusia, tetapi bagi orang mukmim hanya mengalami hal seperti penyakit pilek,
sedangkan orang kafir menjadi kembung karenanya sehingga kabut keluar dari
semua lubang yang ada pada tubuhnya.
Sa'id ibnu Abu Arubah meriwayatkan hadis ini dari Qatadah, dari Al-Hasan dari Abu
Sa'id Al-Khudri r.a, secara mauquf. Sa'id ibnu Auf meriwayatkan hal yang semisal
dari Al-Hasan.
Ibnu Abu Hatim. mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh ibnu Muslim, telah menceritakan
kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris dari Ali Radhiyallahu Anhu yang
mengatakan bahwa pertanda (hari kiamat) berupa Dukhan (kabut) masih belum
terjadi. Kabut itu mengenai orang mukmin bagaikan penyakit pilek, tetapi orang kafir
menjadi kembung karenaya hingga menembusnya.
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui Al-Walid ibnu Jami', dari Abdul Malik ibnul
Mugirah, Abdur Rahman ibnus Sulaimani, dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu yang
mengatakan bahwa (kelak sebelum kiamat) muncul Dukhan (kabut) dan melanda
orang mukmin bagaikan penyakit pilek, dan kabut itu memasuki semua lubang tubuh
orang kafir dan orang munafik sehingga seperti kepala yang dipanggang di atas bara
yang panas.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'kub telah
menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Ibnu Juraij, dari Abdullah ibnu Abu
Mulaikah yang mengatakan bahwa pada suatu hari ia pergi mengunjungi Ibnu Abbas
Radhiyallahu Anhu Maka Ibnu Abbas berkata, "Tadi malam aku tidak dapat tidur
sampai pagi hari." Aku bertanya, "Mengapa?" Ibnu Abbas menjawab, "Telah muncul
bintang yang berekor, maka aku merasa khawatir bila itu pertanda
munculnya Dukhan (kabut), hingga aku tidak dapat tidur semalaman sampai pagi
hari."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Ibnu
Umar, dari Sufyan, dari Abdullah ibnu Abu Yazid, dari Abdullah ibnu Abu Mulaikah,
dari Ibnu Abbas, lalu disebutkan hal yang semisal. Sanad riwayat ini memang sahih
sampai kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu ulama umat ini dan penerjemah Al-
Qur'an.
Hal yang sama telah dikatakan oleh orang-orang yang sependapat dengan Ibnu Abbas
dari kalangan sahabat dan tabiin, juga hadis-hadis marfu' dalam kitab-kitab sahih dan
hasan serta hadis lainnya yang diketengahkan oleh mereka. Di dalamnya terkandung
dalil yang jelas dan dapat diterima, menyatakan bahwa Dukhan merupakan salah satu
pertanda yang masih ditunggu-tunggu kedatangannya. Selain itu pengertian lahiriah
ayat sependapat dengan ini, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:
َّ ‫ارتَقِ ْب يَ ْو َم تَأْتِي ال‬
}‫س َما ُء بِد َُخا ٍن ُمبِي ٍن‬ ْ َ ‫{ف‬
Maka tunggulah ketika langit membawa kabut yang nyata. (Ad-Dukhan: 10)
Yakni kabut yang nyata lagi jelas dapat dilihat oleh setiap orang. Tetapi menurut tafsir
yang dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud r.a, sesungguhnya kabut itu hanyalah berasal
dari ilusi, yang terlihat oleh mereka akibat kelaparan dan kepayahan yang menimpa
mereka. Demikian pula apa yang disebutkan dalam firman berikutnya:
َ َّ‫{يَ ْغشَى الن‬
}‫اس‬
yang meliputi manusia. (Ad-Dukhan: 11)
Ayat 11

‫اب أَلِي ٌم‬


ٌ ‫اس َه َذا َع َذ‬
َ َّ‫يَ ْغشَى الن‬
yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan Kami,
lenyapkanlah dari kami azab itu
a. Tafsir Jalalain
(Yang meliputi manusia) lalu mereka berkata, ("Inilah azab yang pedih.)
b. Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:.
}‫اب أَلِي ٌم‬
ٌ ‫{ َه َذا َع َذ‬
Inilah azab yang pedih (Ad-Dukhan: 11)
Dikatakan hal ini kepada mereka dengan nada mengecam dan mencemoohkan.
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain yaitu:
} َ‫{يَ ْو َم يُ َدعُّونَ إِلَى نَا ِر َج َهنَّ َم َد ًّعا َه ِذ ِه النَّا ُر الَّتِي ُك ْنتُ ْم بِ َها تُ َك ِّذبُون‬
Pada hari mereka didorong ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya (dikatakan
kepada mereka), "Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakannya.”(Ath-
Thur: 13-14)
Atau dapat pula diartikan bahwa ucapan itu dikatakan oleh sebagian dari mereka
kepada sebagian yang lain.
Ayat 23

ْ َ ‫فَأ‬
َ ‫س ِر بِ ِعبَا ِدي لَ ْيال إِنَّ ُك ْم ُمتَّبَ ُع‬
 ‫ون‬
(Allah berfirman), "Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku
pada malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar
a. Tafsir Jalalain
Maka Allah  berfirman, ("Maka berjalanlah kamu) lafaz ini dapat dibaca Fa-asri atau
Fasri (dengan membawa hamba-hamba-Ku) yaitu Bani Israel (pada malam hari,
sesungguhnya kalian akan dikejar) oleh Firaun dan kaumnya
b. Tafsir Ibnu Katsir
Maka pada saat itu Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada Musa agar
keluar membawa kaum Bani Israil meninggalkan negeri Mesir tanpa pamit dahulu
kepada Fir'aun, melainkan pergi dengan diam-diam. Karena itulah disebutkan dalam
firman berikutnya:
ْ َ ‫{فَأ‬
} َ‫س ِر بِ ِعبَا ِدي لَ ْيال إِنَّ ُك ْم ُمتَّبَعُون‬
(Allah berfirman), "Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku
pada malam hari, 'sesungguhnya kamu akan dikejar.” (Ad-Dukhan: 23)
sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
ْ َ‫سى أَنْ أ‬
ْ َ‫س ِر بِ ِعبَا ِدي ف‬
ً َ‫اض ِر ْب لَ ُه ْم طَ ِريقًا فِي ا ْلبَ ْح ِر يَب‬
}‫سا اَل ت ََخافُ د ََر ًكا َوال ت َْخشَى‬ َ ‫{ َولَقَ ْد أَ ْو َح ْينَا إِلَى ُمو‬
dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa, "Pergilah kamu dengan
hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan
yang kering di laut, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah
takut (akan tenggelam).” (Thaha: 77)
Juz 24
َ ُ‫َوا ْت ُر ِك ا ْلبَ ْح َر َر ْه ًوا إِنَّ ُه ْم ُج ْن ٌد ُم ْغ َرق‬
 ‫ون‬
dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan.
a. Tafsir Jalalain
(Dan biarkanlah laut itu) apabila kamu dan pengikut-pengikutmu telah menempuhnya
(terbelah) tenang dalam keadaan terbelah hingga orang-orang Koptik atau kaum
Firaun memasukinya (sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan") maka tenanglah kamu jangan khawatir. Akhirnya mereka
ditenggelamkan.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

} َ‫{وا ْت ُر ِك ا ْلبَ ْح َر َر ْه ًوا إِنَّ ُه ْم ُج ْن ٌد ُم ْغ َرقُون‬


َ
dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan.  (Ad-Dukhan: 24)
demikian itu karena ketika Musa telah membawa Bani Israil menyeberangi laut itu,
maka ia bermaksud memukulkan tongkatnya lagi ke laut itu, agar laut kembali tertutup
oleh airnya seperti semula, sehingga menjadi penghalang antara mereka dan Fir'aun
beserta pasukannya, karenanya Fir'aun tidak dapat mengejar mereka. Maka Allah
memerintahkan kepada Musa 'alaihissalam agar membiarkan laut itu tetap kering, dan
menyampaikan berita gembira kepada Musa bahwa mereka adalah pasukan yang akan
ditenggelamkan di dalam laut itu (bila telah masuk semuanya). Dan sesungguhnya
Musa tidak usah takut tersusul dan tidak usah takut tenggelam.
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu mengatakan sehubungan dengan makna firman-
Nya: dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. (Ad-Dukhan: 24) yakni seperti itu dan
berjalanlah terus kamu.
Mujahid mengatakan bahwa rahwan artinya jalan yang kering seperti keadaan saat
dipukul oleh Musa dengan tongkatnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Janganlah kamu perintahkan laut supaya menutup sebelum orang yang terakhir dari
pasukan Fir'aun masuk ke dalamnya."
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ar-Rabi' ibnu Anas Ad-Dahhak,
Qatadah, Ibnu Zaid, Ka'bul Ahbar, Sammak ibnu Harb, serta lain-lainnya yang bukan
hanya seorang
Ayat 25
ٍ ‫َك ْم ت ََر ُكوا ِمنْ َجنَّا‬
‫ت َو ُعيُو ٍ|ن‬
Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan
a. Tafsir Jalalain
(Dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah) atau tempat yang bagus.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
َ َ‫ت} َو ِه َي ا ْلب‬
ٍ ‫ساتِينُ { َو ُعيُو ٍن َو ُز ُر‬
}‫وع‬ ٍ ‫{ َك ْم تَ َر ُكوا ِمنْ َجنَّا‬
Alangkah banyaknya taman-taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-
kebun. (Ad-Dukhan: 25-26)
Yang dimaksud dengan jannat ialah kebun-kebun, dan yang dimaksud dengan mata
air ialah sungai-sungai dan sumur-sumur.
Ayat 29
َ ‫ض َو َما َكانُوا ُم ْنظَ ِر‬
‫ين‬ ُ ‫األر‬ َّ ‫فَ َما بَ َكتْ َعلَ ْي ِه ُم ال‬
ْ ‫س َما ُء َو‬
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh
a. Tafsir Jalalain
(Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka) berbeda dengan orang-orang yang
beriman, jika mereka mati tanah tempat salat mereka menangisinya dan langit tempat
naiknya amal mereka menangisinya pula (dan mereka pun tidak diberi tangguh)
diakhirkan tobatnya
b. Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


}‫ض‬
ُ ‫األر‬ َّ ‫{فَ َما بَ َكتْ َعلَ ْي ِه ُم ال‬
ْ ‫س َما ُء َو‬
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29)
Yakni mereka tidak mempunyai amal saleh yang dinaikkan ke pintu-pintu langit,
karena itu langit menangisi kehilangan mereka. Dan mereka tidak mempunyai satu
petak tanah pun di bumi ini yang padanya dilakukan pemyembahan kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala yang karenanya tanah tersebut menangisi kehilangan mereka.
Karena itulah maka mereka berhak untuk tidak mendapat masa tangguh karena
kekafiran mereka, kejahatan mereka, dan sikap mereka yang angkuh lagi pengingkar.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab musnadnya:
‫ َح| َّدثَنِي يَ ِزي | ُد‬،َ‫وس |ى بْنُ ُعبَ ْي | َدة‬
َ ‫ َح| َّدثَنَا ُم‬،‫ َح| َّدثَنَا َم ِّك ُّي بْنُ إِ ْب | َرا ِهي َم‬،‫ي‬ ْ َ‫ق ا ْلب‬
ُّ ‫ص | ِر‬ ْ ِ‫َح| َّدثَنَا أَ ْح َم| ُد بْنُ إ‬
َ ‫س | َحا‬
َّ ‫ " َم||ا ِمنْ َع ْب| ٍد إِاَّل َولَ|هُ فِي‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
‫الس| َما ِء‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫َن النَّبِ ِّي‬
ِ ‫ ع‬،‫س ْب ِن َمالِ ٍك‬ ِ َ‫ َح َّدثَنِي أَن‬،‫ش ُّي‬ ِ ‫ال َّرقَا‬
‫ فَ|إِ َذا َم||اتَ فَقَ|دَاهُ َوبَ َكيَ||ا َعلَ ْي| ِه" َوتَاَل َه| ِذ ِه‬،ُ‫اب يَد ُْخ ُل ِم ْنهُ َع َملُ|هُ َوكَاَل ُم| ه‬
ٌ َ‫ َوب‬،ُ‫اب يَ ْخ ُر ُج ِم ْنهُ ِر ْزقُه‬
ٌ َ‫ ب‬:‫بَابَا ِن‬
َ ‫ض َع َماًل‬
‫ص|الِ ًحا يَ ْب ِكي‬ ِ ‫ض} و ُذك||ر أَنَّ ُه ْم لَ ْم يَ ُكونُ||وا َع ِملُ||وا َعلَى اأْل َ ْر‬ ُ ‫األر‬ َّ ‫ {فَ َما بَ َكتْ َعلَ ْي ِه ُم ال‬:َ‫اآْل يَة‬
ْ ‫س َما ُء َو‬
‫صالِ ٌح فَتَ ْفقِ| َد ُه ْم فَتَ ْب ِك َي‬ ٌ ِّ‫س َما ِء ِمنْ كَاَل ِم ِه ْم َواَل ِمنْ َع َملِ ِه ْم كَاَل ٌم طَي‬
َ ‫ َواَل َع َم ٌل‬،‫ب‬ َّ ‫ص َع ْد لَ ُه ْم إِلَى ال‬
ْ َ‫ َولَ ْم ي‬.‫َعلَ ْي ِه ْم‬
‫َعلَ ْي ِه ْم‬
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Al-Basri, telah menceritakan
kepada kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu
Ubaidah, telah menceritakan keapdaku Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan
kepadaku Anas ibnu Malik Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
yang telah bersabda: Tiada seorang hamba pun melainkan mempunyai dua buah
pintu di langit; sebuah pintu untuk jalan turun rezekinya, dan sebuah pintu lagi untuk
masuk amal dan ucapannya. Apabila hamba yang bersangkutan meninggal dunia,
maka kedua pintu itu merasa kehilangan dia dan menangisi kepergiannya. Lalu Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam membaca ayat ini: Maka langit dan bumi tidak menangisi
mereka. (Ad-Dukhan: 29)
Menurut suatu riwayat, mereka tidak pernah mengerjakan suatu amal saleh pun di
muka bumi ini yang menyebabkan bumi menangisi kepergian mereka. Dan tiada
ucapan dan amal perbuatan mereka yang dinaikkan ke langit, yaitu ucapan yang baik
dan amal yang saleh, yang karenanya langit merasa kehilangan mereka, lalu
menangisi kepergian mereka. Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini
melalui Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi.
ْ‫ عَن‬،‫ص| ْف َوانَ ْب ِن َع ْم| ٍرو‬ َ ْ‫ عَن‬،‫س‬ َ ُ‫يس|ى بْنُ يُ||ون‬ َ ‫ َح| َّدثَنِي ِع‬،َ‫ َح َّدثَنِي يَ ْحيَى بْنُ طَ ْل َحة‬:‫قَا َل ابْنُ َج ِري ٍر‬
‫س|اَل َم بَ|دَأَ َغ ِريبً||ا‬
ْ ِ ‫س|لَّ َم إِنَّ اإْل‬
َ ‫ص|لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي| ِه َو‬ ُ ‫ قَ||ا َل َر‬:‫ض| َر ِم ِّي قَ||ا َل‬
َ ِ ‫س|و ُل هَّللا‬ ْ ‫ح ْب ِن ُعبَ ْي| ٍد ا ْل َح‬
ِ ‫ش| َر ْي‬
ُ
ْ‫ أَاَل اَل ُغ ْربَةَ َعلَى ُمؤْ ِم ٍن َما َماتَ ُمؤْ ِمنٌ فِي ُغ ْربَ ٍة َغابَتْ َع ْنهُ فِي َه||ا بَ َوا ِكي | ِه إِاَّل بَ َكت‬.‫سيَ ُعو ُد َغ ِريبًا‬َ ‫َو‬
َّ ‫ {فَ َم||ا بَ َكتْ َعلَ ْي ِه ُم‬:‫س |لَّ َم‬
‫الس | َما ُء‬ َ ‫ص |لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي| ِه َو‬ ُ ‫قَ | َرأَ َر‬ ‫ ثم‬."‫الس | َما ُء واألرض‬
َ ِ ‫س |و ُل هَّللا‬ َّ ‫َعلَ ْي | ِه‬
"‫ "إِنَّ ُه َما اَل يَ ْب ِكيَا ِن َعلَى ا ْل َكافِ ِر‬:‫ض} ثُ َّم قَا َل‬
ُ ‫األر‬
ْ ‫َو‬
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Talhah, telah
menceritakan kepadaku Isa ibnu Yunus, dari Safwan ibnu Amr, dari Syuraih ibnu
Ubaid Al-Hadrami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, pernah
bersabda: Sesungguhnya Islam itu asing permulaannya dan kelak akan kembali asing
seperti semula. Ingatlah, tiada keterasingan bagi orang mukmin. Tidak sekali-kali
seorang mukmin meninggal dunia di pengasingan yang padanya tiada seorang pun
yang menangisi kepergiannya, melainkan langit dan bumi menangisi
kepergiannya. Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam membaca firman-
Nya: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29) Kemudian
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya langit dan bumi
tidak akan menangisi kematian orang kafir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan,- telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam,
telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (Yakni Az Zubairi), telah menceritakan
kepada kami Al-Ala ibnu Saleh, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abbad ibnu Abdullah
yang telah menceritakan, bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada sahabat
Ali r.a, "Apakah langit dan bumi menangisi seseorang?" maka Ali Radhiyallahu Anhu
menjawab, "Sesungguhnya engkau menanyakan kepadaku sesuatu hal yang belum
pernah ditanyakan oleh seorang pun sebelummu. Sesungguhnya tiada seorang hamba
pun melainkan mempunyai tempat salat di bumi dan tempat naik amalnya di langit.
Dan sesungguhnya Fir'aun dan kaumnya tidak mempunyai suatu amal saleh pun di
bumi ini dan tidak pula mereka memiliki suatu amal pun yang dinaikkan ke langit."
Kemudian Ali Radhiyallahu Anhu membaca firman-Nya: Maka langit dan bumi tidak
menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. (Ad-Dukhhan: 29)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Mansur, dari Minhal,
dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa pernah seorang lelaki datang kepada
Ibnu Abbas r.a, lalu bertanya, "Hai Abul Abbas, bagaimanakah pendapatmu tentang
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: 'Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka
dan mereka pun tidak diberi tangguh.' (Al-Dukhan: 29) Maka apakah langit dan bumi
itu dapat menangisi kematian seseorang?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya, sesungguhnya
tiada seorang makhluk pun melainkan mempunyai pintu di langit yang darinya turun
rezekinya dan dengan melaluinya amal perbuatannya dinaikkan. Maka apabila
seorang mukmin meninggal dunia pintunya yang di langit tempat naik amalnya dan
tempat turun rezekinya ditutup, lalu ia merasa kehilangan dia dan menangisinya. Dan
tempat dia biasa mengerjakan salatnya di bumi dan tempat ia biasa berzikir kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala bila dia meninggal, merasa kehilangan dia dan
menangisinya. Dan sesungguhnya kaum Fir'aun itu tidak mempunyai jekak-jejak yang
baik di bumi, tidak pula memiliki kebaikan yang dinaikkan ke langit kepada Allah
Swt. Maka langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka."
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu hal yang semisal
dengan atsar di atas.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid, dari
Ibnu 'Abbas Radhiyallahu Anhu yang menceritakan bahwa menurut suatu pendapat,
bumi menangisi kematian seorang mukmin selama empat puluh hari. Mujahid
mengatakan, bahwa lalu ia bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah bumi dapat
menangis?" Ibnu Abbas menjawab, "Apakah engkau merasa heran?" mengapa bumi
tidak menangisi kematian seseorang yang telah meramaikannya dengan rukuk, dan
sujud padanya? dan mengapa langit tidak menangisi kematian seseorang hamba yang
takbir dan tasbihnya berkumandang seperti suara lebah?"
Qatadah mengatakan bahwa kematian Fir'aun dan kaumnya dinilai sangat hina untuk
ditangisi oleh langit dan bumi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah
menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami
Ishaq ibnu Ismail telah menceritakan kepada kami Al-Mustawrid ibnu Sabiq dari
Ubaidul Maktab dari Ibrahim yang mengatakan bahwa langit sejak dunia ada belum
pernah menangis kecuali karena kematian dua orang. Aku bertanya kepada Ubaid,
"Bukankah langit dan bumi menangisi kematian orang mukmin?" Ubaid menjawab,
"Yang menangisinya adalah tempat naik amalnya saja". Ubaid bertanya, "Tahukah
kamu, apakah pertanda langit menangis?" Aku menjawab "Tidak tahu". Ubaid
mengatakan, "Pertanda langit menangis ialah kelihatan memerah bagaikan bunga
mawar seperti kilapan minyak. Sesungguhnya ketika Nabi Yahya ibnu Zakaria
dibunuh, langit tampak memerah dan meneteskan darah. Dan sesungguhnya ketika
Al-Husain ibnu Ali Radhiyallahu Anhu dibunuh langit tampak memerah.
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami
Abu Gassan Muhammad ibnu Amr Zanij, telah menceritakan kepada kami Jarir, Dari
Yazid ibnu Abu Ziad yang mengatakan bahwa ketika Al-Husain ibnu Ali
Radhiyallahu Anhu dibunuh, langit kelihatan memerah selama empat bulan. Yazid
mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila ia tampak memerah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Sadiyyul Kabir. Ata Al-Khurrasani
mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila semua ujungnya tampak memerah.
Mereka (kaum Syi'ah) menyebutkan pula sehubungan dengan peristiwa terbunuhnya
Husain ibnu Ali r.a, bahwa tiada suatu batu pun yang dibalikkan pada hari
terbunuhnya Al-Husain, melainkan ditemukan di bawahnya darah berserakan. Dan di
hari itu matahari mengalami gerhana dan ufuk langit kelihatan memerah serta batu-
batu banyak yang berjatuhan.
Semua pendapat tentang ini masih diragukan dan perlu diteliti lagi kebenarannya,
yang jelas semua riwayat di atas merupakan buatan golongan Syi'ah dan kedustaan
mereka untuk membesar-besarkan peristiwa itu.
Memang benar peristiwa terbunuhnya Al-Husain ibnu Ali termasuk peristiwa yang
besar, tetapi tidaklah terjadi apa yang dibuat-buat oleh mereka ini. Padahal telah
terjadi peristiwa yang lebih besar dari terbunuhnya Al-Husain ibnu Ali r.a, tetapi tidak
terjadi sesuatu pun yang disebutkan oleh mereka itu. Karena sesungguhnya ayah Al-
Husain sendiri (yaitu Ali ibnu Abu Talib Radhiyallahu Anhu) yang jelas lebih utama
daripadanya menurut kesepakatan semuanya, tetapi ternyata tiada sesuatu pun dari hal
itu yang terjadi. Dan ketika Usman ibnu Affan Radhiyallahu Anhu terbunuh secara
aniaya dalam kepungan, ternyata tidak terjadi pula sesuatu dari hal tersebut. Begitu
pula ketika Umar ibnul Khattab Radhiyallahu Anhu terbunuh di mihrab dalam salat
subuhnya, yang kaum muslim belum pernah tertimpa musibah apa pun sebelum
perisitwa tersebut, tetapi ternyata tidak terjadi sesuatu pun dari hal tersebut.
Berikut ini Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam penghulu manusia di dunia dan
akhirat, di hari kewafatannya tiada sesuatu pun dari hal itu yang terjadi. Dan di hari
kewafatan putranya (yaitu Sayyid Ibrahim) matahari mengalami gerhana. Maka
orang-orang mengatakan, bahwa matahari gerhana karena kematian Ibrahim. Lalu
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengajak mereka Salat gerhana dan
berkhotbah kepada mereka, antara lain beliau Shalallahu'alaihi Wasallam menjelaskan
bahwa sesungguhnya matahari dan rembulan tidaklah mengalami gerhana karena
kematian seseorang atau kelahirannya
Ayat 38
َ ِ‫ض َو َما بَ ْينَ ُه َما ال ِعب‬
‫ين‬ َ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫َو َما َخلَ ْقنَا ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main
a. Tafsir Jalalain
(Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main) dalam menciptakan hal tersebut; lafal Laa`ibiina menjadi Hal
atau kata keterangan keadaan.
b. Tafsur Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan tentang keadilan-Nya dan kesucian Zat-Nya
dari main-main, senda gurau, dan perbuatan yang batil. Semakna dengan apa yang
disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
َ‫ض َو َما بَ ْينَ ُه َما بَا ِطال َذلِ َك ظَنُّ الَّ ِذينَ َكفَ ُروا فَ َو ْي ٌل ِللَّ ِذين‬
َ ‫األر‬ َّ ‫{ َو َما َخلَ ْقنَا ال‬
ْ ‫س َما َء َو‬
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Shad: 27)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala lainnya yang menyebutkan:
}‫َكفَ ُروا ِمنَ النَّا ِر‬
‫ش‬ ُّ |‫س ْبتُ ْم أَنَّ َما َخلَ ْقنَ||ا ُك ْم َعبَثً||ا َوأَنَّ ُك ْم إِلَ ْينَ||ا اَل ت ُْر َج ُع||ونَ فَتَ َع||الَى هَّللا ُ ا ْل َملِ| ُك ا ْل َح‬
ْ |‫ق اَل إِلَ|هَ إِال ُه| َو َر ُّب ا ْل َع‬
ِ ‫|ر‬ ِ ‫{أَفَ َح‬
ِ ‫ا ْل َك ِر‬
}‫يم‬
Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main  (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka
Mahatinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak ada Tuhan  (yang berhak
disembah) selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) 'Arasy yang mulia. (Al-Mu’minun:
115-116)
Ayat 46

ِ ‫َك َغ ْل ِي ا ْل َح ِم‬
‫يم‬
seperti mendidihnya air yang sangat panas.
a. Tafsir Jalalain
(Seperti mendidihnya air yang amat panas) panasnya bagaikan air yang sangat panas.
b. Tafsir Ibnu Katsir

ِ ‫ َك َغ ْل ِي ا ْل َح ِم‬.‫{يَ ْغلِي فِي ا ْلبُطُو ِن‬


}‫يم‬
yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas. (Ad-
Dukhan: 45-46)
karena panasnya yang sangat dan karena sangat kotornya.
Ayat 48

ِ ‫ب ا ْل َح ِم‬
‫يم‬ ِ ‫ق َر ْأ‬
ِ ‫س ِه ِمنْ َع َذا‬ ُ ‫ثُ َّم‬
َ ‫صبُّوا فَ ْو‬
Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas.
a. Tafsir Jalalain
(Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan dari air yang amat panas) sehingga
azab tiada henti-hentinya menimpa mereka dan tidak pernah berpisah darinya.
Pengertian ayat ini lebih keras daripada apa yang diungkapkan dalam ayat lain, yaitu,
"Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka..." (Q.S. Al-Hajj, 19).
b. Tafsir Ibnu Katsir
Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas. (Ad-
Dukhan: 48)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
}ُ‫ص َه ُر بِ ِه َما فِي بُطُونِ ِه ْم َوا ْل ُجلُود‬
ْ ُ‫ ي‬.‫س ِه ُم ا ْل َح ِمي ُم‬ ِ ‫ص ُّب ِمنْ فَ ْو‬
ِ ‫ق ُر ُءو‬ َ ُ ‫{ي‬
Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka, dengan air itu
dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit
mereka. (Al-Hajj: 19-20)
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa malaikat memukulinya dengan
gada besi, hingga pecahlah kepalanya dan otaknya berhamburan, lalu dituangkan di
atas kepalanya air yang mendidih. Kemudian air panas itu turun ke tubuhnya
memasuki perutnya dan menghancurkan semua isi perutnya hingga menjulur sampai
ke mata kakinya terkelupas. Semoga Allah melindungi kita dari azab neraka ini.
Ayat 52
ٍ ‫فِي َجنَّا‬ 
 ‫ت َو ُعيُو ٍن‬
(yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air
a. Tafsir Jalalain
(Yaitu di dalam taman-taman) kebun-kebun (dan mata air-mata air.)
b. Tafsir Ibnu Katsir

ٍ ‫{فِي َجنَّا‬
}‫ت َو ُعيُو ٍن‬
(yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air. (Ad-Dukhan:52)
Ini merupakan kebalikan dari apa yang dialami oleh orang-orang musyrik di dalam
neraka yang mendapatkan zaqqum dan minuman air yang panas mendidih.
Surah Aljasiyah
Ayat 3
َ ِ‫ت لِ ْل ُم ْؤ ِمن‬
‫ين‬ ٍ ‫ض آليَا‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َوا‬
َّ ‫إِنَّ فِي ال‬
Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) untuk orang-orang yang beriman.
a. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya pada langit dan bumi) pada penciptaan keduanya (benar-benar
terdapat tanda-tanda) yang menunjukkan kepada kekuasaan dan keesaan Allah (bagi
orang-orang yang beriman.)
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi petunjuk kepada mahluk-Nya memikirkan
tanda-tanda kekuasaan-Nya, nikmat-nikmat-Nya, dan kekusaan-Nya yang besar yang
dengan kekuasaan-Nya dia menciptakan langit dan bumi serta semua makhluk yang
ada pada keduanya yang beraneka ragam macam dan jenisnya. Yaitu para malaikat,
jin, manusia, binatang-binatang melata, burung-burung, hewan-hewan pemangsa,
hewan-hewan liar, berbagai jenis serangga, dan berbagai macam makhluk di dalam
laut. Juga silih bergantinya siang dan malam hari yang terus bergantian tanpa
hentinya; yang satu datang dengan membawa kegelapannya, dan yang lainnya datang
dengan membawa sinarnya. Demikian pula apa yang diturunkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala dari langit melalui awan berupa hujan ketika diperlukan, yang
hal ini dinamakan rezeki mengingat dengan adanya hujan rezeki dapat dihasilkan.
Ayat 4 Dan 5

 ‫ما‬
َ ‫َو‬ ‫الف اللَّ ْي ِل َوالنَّ َها ِر‬
ِ ِ‫اخت‬ْ ‫) َو‬4( ‫ون‬ َ ُ‫َوفِي َخ ْلقِ ُك ْم َو َما يَبُ ُّث ِمنْ َدابَّ ٍة آيَاتٌ لِقَ ْو ٍم يُوقِن‬
ٌ‫اح آيَات‬ِ َ‫يف ال ِّري‬ ِ ‫َص ِر‬ ْ ‫ض بَ ْع َد َم ْوتِ َها َوت‬ ْ ‫ق فَأ َ ْحيَا بِ ِه‬
َ ‫األر‬ ٍ ‫س َما ِء ِمنْ ِر ْز‬ َّ ‫أَنز َل هَّللا ُ ِم َن ال‬
َ ُ‫لِقَ ْو ٍم يَ ْعقِل‬
‫ون‬
Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di
muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini, dan pada
pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit, lalu dihidupkan-
Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal
a. Tafsir Jalalain
(Dan pada penciptaan kalian) penciptaan masing-masing di antara kalian, yaitu mulai
dari air mani, lalu berupa darah kental, kemudian segumpal daging, lalu menjadi
manusia (dan) penciptaan (apa yang bertebaran) di muka bumi (berupa makhluk-
makhluk yang melata) arti kata Ad-Daabbah adalah makhluk hidup yang melata di
permukaan bumi, yaitu berupa manusia dan lain-lainnya (terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah dan keesaan-Nya bagi kaum yang meyakini) adanya hari berbangkit.
5. (Dan) pada (pergantian malam dan siang) yaitu datang dan perginya kedua waktu
itu (dan rezeki yang diturunkan Allah dari langit) berupa hujan, dikatakan rezeki
karena hujan itu merupakan penyebab rezeki (lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan
itu bumi sesudah matinya, dan pada pertukaran angin) atau pergantiannya, terkadang
bertiup ke arah selatan, terkadang bertiup ke arah utara, terkadang datang membawa
udara dingin, dan terkadang datang membawa udara panas (terdapat tanda-tanda pula
bagi kaum yang berakal) yaitu tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan dan keesaan
Allah, karenanya mereka beriman.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

}‫اح‬
ِ َ‫الري‬
ِّ ‫يف‬
|ِ ‫َص ِر‬
ْ ‫{وت‬
َ
dan pada perkisaran angin. (Al-Jatsiyah: 5.)
Yaitu angin dari selatan, utara, angin dabur dan saba, angin laut dan darat, angin
malam hari dan siang hari; yang antara lain ada yang membawa air hujan, dan ada
yang menyemaikan benih, dan ada yang menjadi penyegar bagi arwah (jiwa), ada
pula yang mandul tidak produktif, pada mulanya Allah menyebutkan dalam firman-
Nya:
} َ‫ت لِ ْل ُمؤْ ِمنِين‬
ٍ ‫{آليَا‬
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang
beriman.  (Al-Jatsiyah: 2)
Selanjutnya Allah menyebutkan, "Terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk
kaum yang meyakini," kemudian disebutkan pula, "Terdapat pula tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal" Hal ini merupakan ungkapan yang
bertingkat-tingkat dari suatu keadaan yang mulia meningkat kepada keadaan lain yang
lebih mulia dan lebih tinggi daripada sebelumnya, makna ayat ini mirip dengan apa
yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya:
‫اس َو َم||ا أَن||ز َل‬
َ َّ‫الف اللَّ ْي ِل َوالنَّ َها ِر َوا ْلفُ ْل ِك الَّتِي ت َْج ِري فِي ا ْلبَ ْح ِر بِ َما َي ْنفَ | ُع الن‬ ْ ‫ض َو‬
ِ ِ‫اخت‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ ِ ‫س َم َوا‬ ِ ‫{إِنَّ فِي َخ ْل‬
َّ ‫ق ال‬
َ ‫ب ا ْل ُم‬
‫س| َّخ ِر‬ ِ ‫الس| َحا‬
َّ ‫|اح َو‬ِ |َ‫الري‬ ِّ ‫يف‬ ِ ‫َص| ِر‬ ْ ‫ث فِي َها ِمنْ ُك ِّل دَابَّ ٍة َوت‬َّ َ‫ض بَ ْع َد َم ْوتِ َها َوب‬ ْ ‫س َما ِء ِمنْ َما ٍء فَأ َ ْحيَا بِ ِه‬
َ ‫األر‬ َّ ‫هَّللا ُ ِمنَ ال‬
} َ‫ت لِقَ ْو ٍم يَ ْعقِلُون‬
ٍ ‫ض آليَا‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫س َما ِء َو‬
َّ ‫بَيْنَ ال‬
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa
yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
sesudah mati (kering) nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;
sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan. (Al-Baqarah: 164)
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan makna ayat ini telah mengetengahkan atsar yang
cukup panjang lagi gharib dari Wahb ibnu Munabbih, yaitu menyangkut penciptaan
manusia, bahwa manusia itu diciptakan dari empat unsur yang dicampur menjadi satu.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ayat 12

ْ َ‫ي ا ْلفُ ْل ُك فِي ِه بِأ َ ْم ِر ِه َولِتَ ْبتَ ُغوا ِمنْ ف‬


ْ َ‫ضلِ ِه َولَ َعلَّ ُك ْم ت‬
َ‫ش ُك ُرون‬ َ ‫س َّخ َر لَ ُك ُم ا ْلبَ ْح َر ِلت َْج ِر‬
َ ‫هَّللا ُ الَّ ِذي‬
Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya
dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-
mudahan kamu bersyukur.
a. Tafsir Jalalin
(Allahlah yang menundukkan lautan untuk kalian supaya bahtera-bahtera dapat
berlayar) yaitu perahu-perahu (padanya dengan perintah-Nya) dengan seizin-Nya (dan
supaya kalian dapat mencari) melalui berdagang (sebagian karunia-Nya dan mudah-
mudahan kalian bersyukur.)
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan tentang nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia
berikan kepada hamba-hamba-Nya melalui apa yang telah Dia tundukkan bagi
mereka, yaitu laut.
}ُ‫ي ا ْلفُ ْلك‬
َ ‫{لِت َْج ِر‬
supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya. (Al-Jatsiyah: 12)
Sesungguhnya yang menjadikan demikian adalah Allah; Dialah yang memerintahkan
kepada laut untuk membawa kapal-kapal dapat berlayar padanya.
ْ َ‫{ َولِتَ ْبتَ ُغوا ِمنْ ف‬
}‫ضلِ ِه‬
dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya. (Al-Jatsiyah: 12)
Yakni melalui berdagang dan mata pencaharian lainnyar
ْ َ‫{ َولَ َعلَّ ُك ْم ت‬
} َ‫ش ُكرُون‬
dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (Al-Jatsiyah: 12)
Yaitu karena memperoleh berbagai macam keperluan yang didatangkan dari berbagai
negeri yang jauh kepada kalian

Ayat 13
ٍ ‫ض َج ِمي ًعا ِم ْنهُ إِنَّ فِي َذلِكَ آليَا‬
‫ت لِقَ ْو ٍم‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو َما ِفي‬ َّ ‫س َّخ َر لَ ُك ْم َما فِي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ ‫َو‬
َ ‫يَتَفَ َّك ُر‬
‫ون‬
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir
a. Tafsir Jalalain
(Dan Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit) berupa matahari bulan
bintang-bintang, air hujan dan lain-lainnya (dan apa yang ada di bumi) berupa
binatang-binatang, pohon-pohonan, tumbuh-tumbuhan, sungai-sungai dan lain-
lainnya. Maksudnya, Dia menciptakan kesemuanya itu untuk dimanfaatkan oleh
kalian (semuanya) lafal Jamii'an ini berkedudukan menjadi Taukid, atau
mengukuhkan makna lafal sebelumnya (dari-Nya) lafal Minhu ini menjadi Hal atau
kata keterangan keadaan, maksudnya semuanya itu ditundukkan oleh-Nya.
(Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan
dan keesaan Allah bagi kaum yang berpikir) mengenainya, karena itu lalu mereka
beriman.
b. Tafsir Ibnu Katsir

Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:

}‫ض‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو َما فِي‬ َّ ‫س َّخ َر لَ ُك ْم َما فِي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ ‫{و‬
َ
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. (Al-Jatsiyah: 13)
Yakni berupa bintang-bintang, gunung-gunung, lautan, sungai-sungai, dan semua
dapat kalian manfaatkan. Semuanya itu adalah karunia Allah, kebaikan dan anugerah-
Nya. karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
}ُ‫{ج ِمي ًعا ِم ْنه‬
َ
semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. (Al-Jatsiyah: 13)
Yaitu dari sisi-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam hal tersebut. Semakna
dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
} َ‫الض ُّر فَإِلَ ْي ِه ت َْجأَرُون‬ َّ ‫{ َو َما ِب ُك ْم ِمنْ نِ ْع َم ٍة فَ ِمنَ هَّللا ِ ثُ َّم إِ َذا َم‬
ُّ ‫س ُك ُم‬
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan
bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta
pertolongan.  (An-Nahl: 5 3)
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu
Anhu sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Dia menundukkan untukmu apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-
Nya. (Al-Jatsiyah: 13) Yakni segala sesuatu adalah dari karunia Allah Subhanahu wa
Ta'ala Istilah ini merupakan salah satu dari asma-asma Allah, yaitu Jam'i'an
Minhu, tiada seorang pun yang menyaingi-Nya dalam hal ini, dan hal ini memang
telah diyakini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritkan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani, telah menceritakan
kepada kami Al-Faryabi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari
Abu Arakah yang menceritakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada
Abdullah ibnu Umar r.a, "Dari apakah Allah menciptakan makhluk?" Ibnu Umar
menjawab, "Dari cahaya, api, kegelapan, dan tanah." Ibnu Umar mengatakan,
"Datanglah kamu kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu dan tanyakanlah kepadanya
hal ini." Lalu lelaki itu mendatanginya dan menanyakan kepadanya hal yang semisal,
maka Ibnu Abbas menjawab, "Kembalilah kepada Ibnu Umar, dan tanyakanlah
kepadanya mengapa Allah menciptakan semuanya itu?" maka lelaki itu kembali
kepada Ibnu Umar dan menanyakannya kepadanya. Lalu Ibnu Umar membaca
firman-Nya: Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. (Al-Jatsiyah: 13)
Atsar ini gharib  dan mengandung hal ini yang diingkari.
ٍ ‫{إِنَّ فِي َذلِ َك آليَا‬
} َ‫ت لِقَ ْو ٍم يَتَفَ َّكرُون‬
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan  Allah) bagi kaum yang berfikir. (Al-Jatsiyah: 13)
Ayat 20

َ ُ‫س َو ُه ًدى َو َر ْح َمةٌ لِقَ ْو ٍم يُوقِن‬


‫ون‬ َ َ‫َه َذا ب‬
ِ ‫صائِ ُر لِلنَّا‬
Al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini
a. Tafsir Jalalain
(Inilah) Alquran ini (adalah pedoman bagi manusia) artinya, sebagai pedoman yang
dijadikan sumber bagi mereka dalam masalah hukum-hukum dan hudud (petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang meyakini) adanya hari berbangkit.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Kemudian Allah Swt. berfirman:
} َ‫ ا ْلقُ ْرآنَ { َو ُهدًى َو َر ْح َمةٌ لِقَ ْو ٍم يُوقِنُون‬:‫س} يَ ْعنِي‬ َ َ‫{ َه َذا ب‬
ِ ‫صائِ ُر لِلنَّا‬
Al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
meyakini. (Al-Jatsiyah: 20)
Ayat 22
  َ‫سبَتْ َو ُه ْم ال يُ ْظلَ ُمون‬ ٍ ‫ق َولِت ُْجزَ ى ُك ُّل نَ ْف‬
َ ‫س بِ َما َك‬ ِّ ‫ض بِا ْل َح‬
َ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫ق هَّللا ُ ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ َ‫َو َخل‬
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri
terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan
a. Tafsir Jalalain
(Dan Allah menciptakan langit dan) menciptakan (bumi dengan tujuan yang benar)
lafal Bil haqqi ber-ta'alluq kepada lafal Khalaqa; penciptaan langit dan bumi itu
dimaksud untuk menunjukkan kekuasaan dan keesaan-Nya (dan agar dibalasi tiap-tiap
diri terhadap apa yang dikerjakannya) yaitu kemaksiatan dan ketaatan yang
dilakukannya, maka tidaklah sama balasan yang diterima orang kafir dan orang
mukmin (dan mereka tidak akan dirugikan.)
b. Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}ِّ‫ض بِا ْل َحق‬
َ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫ق هَّللا ُ ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ َ‫{ َو َخل‬
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar.  (Al-Jatsiyah: 22)
Yakni dengan adil.
} َ‫سبَتْ َو ُه ْم اَل يُ ْظلَ ُمون‬ ٍ ‫{ َولِت ُْجزَى ُك ُّل نَ ْف‬
َ ‫س بِ َما َك‬
dan agar dibatasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak
akan dirugikan.  (Al-Jatsiyah: 22)
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
}ُ‫{أَفَ َرأَيْتَ َم ِن ات ََّخ َذ إِلَ َههُ َه َواه‬
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya. (Al-Jatsiyah: 23)
Yakni sesungguhnya dia hanya diperintahkan oleh hawa nafsunya. Maka apa saja
yang dipandang baik oleh hawa nafsunya, dia kerjakan; dan apa saja yang dipandang
buruk oleh hawa nafsunya, dia tinggalkan. Ayat ini dapat juga dijadikan sebagai dalil
untuk membantah golongan Mu'tazilah yang menjadikan nilai buruk dan baik
berdasarkan kriteria rasio mereka. Menurut apa yang diriwayatkan dari Malik
sehubungan dengan tafsir ayat ini, orang tersebut tidak sekali-kali menyukai sesuatu
melainkan dia mengabdinya.
Ayat 24

ْ‫َوقَالُوا َما ِه َي إِال َحيَاتُنَا ال ُّد ْنيَا نَ ُموتُ َونَ ْحيَا َو َما يُ ْهلِ ُكنَا إِال ال َّد ْه ُر َو َما لَ ُه ْم بِ َذلِ َك ِمنْ ِع ْل ٍم إِن‬
َ‫ُه ْم إِال يَظُنُّون‬
Dan mereka berkata.”Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati
dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” dan mereka sekali-kali
tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja
a. Tafsir Jalalain
(Dan mereka berkata) yaitu orang-orang yang ingkar akan adanya hari berbangkit,
("Kehidupan ini) kehidupan yang sebenarnya (tiada lain hanyalah kehidupan kita)
yang kita alami (di dunia saja, kita mati dan kita hidup) sebagian dari kita mati
kemudian sebagian yang lain hidup karena mereka dilahirkan (dan tiada yang
membinasakan kita selain masa") atau berlalunya masa. Lalu Allah berfirman
menyangkal perkataan mereka melalui firman-Nya: (dan mereka tidak mempunyai
mengenai hal itu) mengenai perkataan mereka yang demikian tadi (pengetahuan
sedikit pun, tiada lain) tidak lain (mereka hanyalah menduga-duga saja.)
b. Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
} َ‫{ َو َما لَ ُه ْم بِ َذلِكَ ِمنْ ِع ْل ٍم إِنْ ُه ْم إِال يَظُنُّون‬
dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja. (Al-Jatsiyah: 24)
Mereka mengatakan demikian hanya semata-mata berdasarkan dugaan dan ilusi
mereka sendiri.
Adapun mengenai sebuah hadis yang diketengahkan oleh pemilik kedua kitab sahih
(Imam Bukhari dan Imam Muslim) serta Abu Daud dan Imam Nasai melalui Sufyan
ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
pernah bersabda:
ُ ِّ‫ أُقَل‬،‫ بِيَ ِدي اأْل َ ْم ُر‬،‫س ُّب ال َّد ْه َر َوأَنَا ال َّد ْه ُر‬
"ُ‫ب لَ ْيلَهُ َونَ َها َره‬ ُ َ‫ يُؤْ ِذينِي ابْنُ آ َد َم؛ ي‬:‫"يَقُو ُل هَّللا ُ تَ َعالَى‬
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman, "Anak Adam menyakiti-Ku, dia mencaci
masa, padahal Akulah (yang menciptakan) masa; di tangan kekuasaan-Ku urusan
itu, Akulah Yang menggilirkan malam dan siang harinya.”
Yang menurut riwayat lain disebutkan pula:
"‫ فَإِنَّ هَّللا َ ه َُو ال َّد ْه ُر‬،‫سبُّوا ال َّد ْه َر‬
ُ َ‫"اَل ت‬
Janganlah kamu mencaci masa, karena sesungguhnya Allah-lah (yang
menciptakan) masa itu.
Ibnu Jarir telah mengetengahkan hadis ini dengan konteks yang sangat gharib (aneh).
Dia mengatakan:
ِ ‫ َر‬،َ‫|رة‬
‫ض | َي‬ َ |‫ عَنْ أَبِي ه َُر ْي‬،‫ب‬ َ ‫س ِعي ِد ْب ِن ا ْل ُم‬
ِ َّ‫سي‬ َ ْ‫ عَن‬،‫ي‬ ُّ ‫ َع ِن‬،َ‫س ْفيَانَ ْب ِن ُعيَ ْينَة‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا‬،‫َح َّدثَنَا أَبُو ُك َر ْيب‬
،‫ إِنَّ َم|ا يُ ْهلِ ُكنَ|ا اللَّ ْي| ُل َوالنَّ َه||ا ُر‬: َ‫ " َكانَ أَ ْه ُل ا ْل َجا ِهلِيَّ ِة يَقُولُ||ون‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،ُ‫هَّللا ُ َع ْنه‬
‫ { َوقَالُوا َما ِه َي إِال َحيَاتُنَا ال ُّد ْنيَا نَ ُم||وتُ َونَ ْحيَ||ا َو َم||ا‬:‫ فَقَا َل هَّللا ُ فِي ِكتَابِ ِه‬،‫ يُ ِميتُنَا َويُ ْحيِينَا‬،‫َوه َُو الَّ ِذي يُ ْهلِ ُكنَا‬
،‫س| ُّب ال| َّد ْه َر َوأَنَ||ا ال| َّد ْه ُر‬
ُ َ‫ ي‬،‫ يُ||ؤْ ِذينِي ابْنُ آ َد َم‬:‫ فَقَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل‬،‫سبُّونَ ال َّد ْه َر‬
ُ َ‫ " َوي‬:‫يُ ْهلِ ُكنَا إِال ال َّد ْه ُر} قَا َل‬
ُ ِّ‫بِيَ ِدي اأْل َ ْم ُر أُقَل‬
"‫ب اللَّ ْي َل َوالنَّ َها َر‬
telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Sufyan
ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a, dari
Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang bersabda: bahwa dahulu orang-orang Jahiliah
mengatakan, "Sesungguhnya yang membinasakan kami adalah malam dan siang
hari, masalah yang membinasakan, mematikan, dan menghidupkan kami." Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kehidupan ini tidak lain
hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang
membinasakan kita selain masa.” (Al-Jatsiyah: 24) Mereka mencaci maki masa
(zaman), maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Anak Adam menyakiti-Ku;
dia mencaci masa, padahal Akulah (yang menciptakan) masa. Di tangan kekuasaan-
Kulah urusan itu, Akulah yang menggilirkan malam dan siang hari."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ahmad ibnu Mansur,
dari Syuraih An-Nu'man, dari Ibnu Uyaynah.
Selanjutnya Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Az-
Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan
bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
."‫ بِيَ ِدي اللَّ ْي ُل َوالنَّ َها ُر‬،‫ َوأَنَا ال َّد ْه ُر‬،‫س ُّب ابْنُ آ َد َم ال َّد ْه َر‬
ُ َ‫ ي‬:‫"قَا َل هَّللا ُ تَ َعالَى‬
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.”Anak Adam mencaci masa, padahal
Akulah  (yang menciptakan) masa, di (tangan kekuasaan)-Kulah (perputaran) malam
dan siang hari.”
Pemilik kitab Sahihain  dan Imam Nasai telah mengetengahkan hadis ini melalui
Yunus ibnu Yazid dengan sanad yang sama.
Muhammad ibnu lshaq telah meriwayatkan dari Al-A'la ibnu Abdur Rahman, dari
ayahnya, dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah
bersabda:
"‫ َوأَنَا ال َّد ْه ُر‬.ُ‫ َوا َد ْه َراه‬:‫ يَقُو ُل‬،‫سبّنِي َع ْب ِدي‬
َ ‫ و‬،‫ضتُ َع ْب ِدي فَلَ ْم يُ ْع ِطنِي‬ ْ ‫ ا‬:ُ ‫"يَقُو ُل هَّللا‬
ْ ‫ستَ ْق َر‬
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Aku meminjam kepada hamba-Ku, tetapi dia
tidak memberi-Ku; dan hamba-Ku mencaci-Ku seraya mengatakan, "Celakalah masa
ini" Padahal Akulah (yang menciptakan) masa.
Imam Syafii dan Abu Ubaidah serta selain keduanya dari kalangan para imam
mengatakan sehubungan dengan makna sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
yang mengatakan:
"‫سبُّوا ال َّد ْه َر؛ فَإِنَّ هَّللا َ ه َُو ال َّد ْه ُر‬
ُ َ‫"اَل ت‬
Janganlah kamu mencaci masa, karena sesungguhnya Allah-lah (yang
menciptakan) masa itu.
Bahwa dahulu orang-orang Arab di masa Jahiliahnya apabila tertimpa paceklik atau
malapetaka atau musibah, mereka selalu mengatakan, "Celakalah masa ini." Mereka
menyandarkan kejadian tersebut kepada masa dan mencaci makinya. Padahal
sesungguhnya yang melakukan hal tersebut hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'ala
Seakan-akan secara tidak langsung mereka mencaci maki Allah Subhanahu wa Ta'ala
Seakan-akan secara tidak langsung mereka mencaci maki Allah Subhanahu wa Ta'ala
karena sesungguhnya Dialah yang melakukannya secara hakiki. Oleh karena itulah
maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam melarang masa dicaci berdasarkan
pertimbangan ini. Sebab pada hakikatnya Allah-lah (yang menciptakan) masa itu yang
mereka caci maki dan mereka sandarkan kepadanya kejadian-kejadian tersebut.
Ini merupakan pendapat yang terbaik dari apa yang dikemukakan sehubungan dengan
tafsir pengertian ini, dan pendapat inilah yang paling mirip dengan makna yang
dimaksud, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Hazm dan orang-orang yang mengikuti metodenya dari kalangan aliran
Zahiriyah telah keliru karena mereka menganggap Ad-Dahr adalah salah satu
dari Asma’ul Husna,  karena berdasarkan hadis ini.
Ayat 27
‫ون‬ َ ‫سا َعةُ يَ ْو َمئِ ٍذ يَ ْخ‬
َ ُ‫س ُر ا ْل ُم ْب ِطل‬ َّ ‫ض َويَ ْو َم تَقُو ُم ال‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬ َّ ‫َوهَّلِل ِ ُم ْل ُك ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya
kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orangyang mengerjakan kebatilan
a. Tafsir Jalalain
(Dan hanya kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya
kiamat) kemudian dijelaskan maksud sebenarnya oleh firman berikutnya, yaitu: (akan
rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan) yakni orang-orang
kafir. Maksudnya, kerugian mereka akan tampak jelas karena mereka dimasukkan ke
dalam neraka
b. Tafsir Ibnu Katsir

Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan bahwa Dialah Yang memiliki bumi dan
langit dan Yang menguasai keduanya di dunia dan akhirat. Karena itulah disebutkan
oleh firman-Nya:
}ُ‫سا َعة‬
َّ ‫{ َويَ ْو َم تَقُو ُم ال‬
Dan pada hari terjadinya kebangkitan. (Al-Jatsiyah: 27)
Yakni hari kiamat.
} َ‫س ُر ا ْل ُم ْب ِطلُون‬
َ ‫{يَ ْخ‬
akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan. (Al-Jatsiyah:
27)
Mereka adalah orang-orang yang kafir kepada Allah, dan ingkar kepada Al-Kitab
yang diturunkan kepada rasul-rasuI-Nya, yang mengandung ayat-ayat yang
menerangkan dan bukti-bukti yang jelas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Sufyan As-Sauri datang ke Madinah, lalu ia
mendengar Al-Mu'afiri berbicara yang mengundang tertawa banyak orang. Maka
Sufyan As-Sauri berkata kepadanya, "Hai orang tua, tidakkah engkau mengetahui
bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mempunyai suatu hari yang di hari itu akan rugilah
orang-orang yang mengerjakan kebatilan?" Akan tetapi, Al-Mu'afiri tetap
mengerjakan hal itu hingga meninggal dunia. Demikianlah menurut apa yang
diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala befirman:
}ً‫{وتَ َرى ُك َّل أُ َّم ٍة َجاثِيَة‬
َ
Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. (Al-Jatsiyah: 26)
Mereka terduduk di atas lututnya karena sangat takut dan ngeri. Menurut suatu
pendapat, sesungguhnya hal ini terjadi manakala neraka Jahanam didatangkan, lalu
Jahanam mengeluarkan suara gelegarnya yang hebat, maka tiada seorang pun
melainkan terduduk berlutut, sehingga Nabi Ibrahim kekasih Allah Subhanahu wa
Ta'ala sendiri mengatakan, "Ya Allah, selamatkanlah diriku, selamatkanlah diriku,
selamatkanlah diriku; aku tidak meminta kepada Engkau pada hari ini kecuali
keselamatan diriku." Sehingga Isa putra Maryam 'alaihissalam sendiri mengatakan,
"Aku tidak meminta kepada Engkau hari ini kecuali selamatkanlah diriku. Dan aku
tidak meminta kepada Engkau selamatkanlah Maryam yang telah melahirkan diriku."
Mujahid dan Ka'bul Ahbar serta Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: tiap-tiap umat berlutut. (Al-Jatsiyah: 28) Yakni terduduk di atas
lututnya.
Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan jatsiyah ialah terpisah-pisah di
tempatnya sendiri-sendiri, bukan berlutut. Tetapi pendapat pertamalah yang lebih
diutamakan.
ْ‫ عَن‬،‫ عَنْ َع ْم| ٍرو‬،َ‫س| ْفيَانُ بْنُ ُعيَ ْينَ|ة‬ ُ ‫ َح| َّدثَنَا‬،‫ئ‬ُ ‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن يَ ِزي َد ا ْل ُم ْق ِر‬:‫قَا َل ابْنُ أَبِي َحاتِ ٍم‬
"‫ " َكأَنِّي أَ َرا ُك ْم َجاثِينَ بِا ْل َك َو ِم دُونَ َج َهنَّ َم‬:‫سلَّ َم] قَا َل‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ [ ِ ‫سو َل هَّللا‬ُ ‫ أَنَّ َر‬، ُ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن بَابَاه‬
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu
Uyaynah, dari Amr, dari Abdullah ibnu Babah, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam pernah bersabda:  Seakan-akan aku melihat kalian (dalam mimpiku) dalam
keadaan terpisah di atas sebuah bukit jauh dari neraka Jahanam.
Ismail ibnu Abu Rafi' Al-Madani telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b, dari
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu secara marfu' dalam hadis mengenai sangkakala,
bahwa lalu manusia terpisah-pisah, dan-umat-umat berlutut. Hal inilah yang
disebutkan oleh firman-Nya:
}‫{ َوت ََرى ُك َّل أُ َّم ٍة َجاثِيَةً ُك ُّل أُ َّم ٍة تُ ْدعَى إِلَى ِكتَابِ َها‬
Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat belutut. Tiap-tiap umat dipanggil
untuk (melihat) buku catatan amalnya. (Al-Jatsiyah: 28)
Pendapat ini menghimpunkan di antara kedua pendapat yang telah disebutkan di atas,
dan hal ini tidaklah bertentangan dengan pendapat yang sebelumnya; hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
Ayat 36
َ ‫ض َر ِّب ا ْل َعالَ ِم‬
‫ين‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو َر ِّب‬ َّ ‫فَلِلَّ ِه ا ْل َح ْم ُد َر ِّب ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta alam
a. Tafsir Jalalain
(Maka bagi Allahlah segala puji) sanjungan yang baik atas ketepatan ancaman-Nya
terhadap orang-orang yang mendustakan-Nya (Rabb langit dan bumi, Rabb semesta
alam) Pencipta hal-hal yang telah disebutkan tadi. Pengertian kata Al-'Aalam adalah
semua yang selain Allah, diungkapkan dalam bentuk jamak mengingat jenisnya yang
bermacam-macam dan lafal Rabb adalah Badal.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
}‫ض‬
ِ ‫األر‬ ِ ‫{فَلِلَّ ِه ا ْل َح ْم ُد َر ِّب السموا‬
ْ ‫ت َو َر ِّب‬
Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi. (Al-Jatsiyah: 36)
Yaitu yang memiliki keduanya dan semua yang ada pada keduanya. Karena itulah
disebutkan dalam firman berikutnya:
} َ‫{ر ِّب ا ْل َعالَ ِمين‬
َ
Tuhan semesta alam. (Al-Jatsiyah: 36)
Ayat 37
 ‫ض َو ُه َو ا ْل َع ِزي ُز ا ْل َح ِكي ُم‬
ِ ‫األر‬ ِ ‫َولَهُ ا ْل ِك ْب ِريَا ُء فِي السموا‬
ْ ‫ت َو‬
Dan bagi-Nyalah keagungan di langit dan di bumi, Dialah Yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana
a. Tafsir Jalalain
(Dan bagi-Nyalah keagungan) kebesaran (di langit dan bumi) lafal Fis Samaawaati
Wal Ardhi ini berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan; yakni
keagungan yang ada pada keduanya. (Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana) sebagaimana yang telah dijelaskan pada penafsiran-penafsiran
sebelumnya.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
}‫ض‬
ِ ‫األر‬ ِ ‫{ َولَهُ ا ْل ِك ْب ِريَا ُء فِي السموا‬
ْ ‫ت َو‬
Dan bagi-Nyalah keagungan di langit dan bumi. (Al-Jatsiyah: 37)
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kibriya ialah kekuasaan. Yakni
Dialah Yang Mahabesar, Yang Mahaagung, Yang segala sesuatu tunduk dan berhajat
kepada-Nya.
Di dalam hadis sahih disebutkan:
ْ َ‫ فَ َمنْ نَازَ َعنِي َوا ِحدًا ِم ْن ُه َما أ‬،‫"يَقُو ُل هَّللا ُ تَ َعالَى ا ْل َعظَ َمةُ إِزَا ِري َوا ْل ِك ْب ِريَا ُء ِردَائِي‬
."‫س َك ْنتُهُ نَا ِري‬
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kebesaran adalah (bagaikan) kain-Ku,
Keagungan adalah (bagaikan) selendang-Ku. Maka barang siapa yang menyaingi-Ku
dalam salah satu dari keduanya, niscaya Kutempatkan dia di dalam neraka-Ku.”
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Al-A'masy, dari Abi Ishaq, dari Al-
Agar alias Abu Muslim, dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id r.a, dari Rasulullah
Shalallahu'alaihi Wasallam dengan lafaz yang semisal.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
|}‫ب َواَل يُ َمانَ ُع {ا ْل َح ِكي ُم‬ ِ َ‫{ َوه َُو ا ْل َع ِزي ُز} أ‬
ُ َ‫ الَّ ِذي اَل يُ َغال‬:‫ي‬
Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.  (Al-Jatsiyah: 37)
Yakni Mahaperkasa, tiada seorang pun yang dapat mengalahkan dan tiada pula yang
dapat mencegah-Nya. Dan Dia Mahabijaksana dalam semua ucapan, perbuatan,
syariat, dan takdir-Nya. Mahatinggi dan Mahasuci Allah; tidak ada Tuhan yang
berhak disembah selain Dia.

Anda mungkin juga menyukai