Anda di halaman 1dari 15

Rangkuman Hukum Perdata Materil

Oleh

Matthew S. Gunena (110110170198)

Fakultas Hukum – Universitas Padjadjaran

*Sumber: Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa.

I. Hukum Perdata di Indonesia.


“Hukum Perdata” dalam arti luas meliputi semua hukum privat
materil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur hubungan-hubungan
antar orang-perseorangan dan yang tertera dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK), dan
peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan. Sedangkan dalam arti sempit
istilah hukum perdata dipakai misalnya sebagai lawan dari istilah “hukum
dagang”, dan yang hanya terdapat dalam KUHPer saja.

Dalam Undang-Undang Dasar Indonesia kita tidak mengenal adanya


praktek pemisahan golongan-golongan warga negara atas suatu
hukum/peraturan yang berlakunya. Hal ini dianggap sebagai sebuah
kejanggalan sebagai salah satu negara yang menerapkan sistem Civil Law,
dimana sumber-sumber hukum yang terutama adalah peraturan-peraturan
yang sudah dikodifikasi.

II. Sistemtika Hukum Perdata.

Adanya kitab Undang-Undang Hukum Dagang (W.v.K.) disamping


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dianggap tidak tepat karena hukum
Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata sendiri dan sebagai sebuah
tindakan perekonomian.

Hukum Perdata saat ini menurut ilmu hukum dibagi dalam empat
bagian bidang, yaitu:

1. Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan tentang


manusia sebagai subyek dalam hukum. Peraturan perihal
kecakapan untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri
melaksanakan hak-hak tersebut dan hal lain yang memengaruhi
kecakapan itu.
2. Hukum Kekeluargaan, mengatur perihak hubungan hukum yang
timbul dari hubungan kekeluargaan (perkawinan) beserta
hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami isteri,
orangtua dan anak, hingga perwalian dan curatele (orang yang
dalam pengampuan wali).
3. Hukum Kekayaan, mengatur perihal hubungan hukum yang
dapat dinilai dengan uang atau kekayaan seseorang (segala hak
dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang). Misal hak
kekayaan bagi setiap orang/hak mutlak (hak kebendaan: hak mutlak
thd suatu benda yang dapat terlihat) maupun hak yang terhadap
sebagian pihak saja/hak perseorangan. dan
4. Hukum Warisan, mengatur mengenai hal ikhwal tentang benda
atau kekayaan seorang setelah meninggal. Mengatur didalamanya
hubungan serta akibat didalamnya dari keluarga dari harta
peninggalan suatu pihak/seseorang.

Sedangkan sistem yang dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata sendiri terdiri atas empat buku, yaitu:

Buku I, yang berkepala “Perihal Orang” mengatur hukum tentang diri


sesorang dan Hukum Keluarga.

Buku II, yang berkepala “Perihal Benda” memuat hukum perbendaan


serta Hukum Waris.

Buku III, yang berkepala “Perihal Perikatan” memuat hhukum


kekayaan yang mengenai hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-
orag atau pihak ttt.

Buku IV, yang berkepala “Perihal Pembuktian dan Lewat Waktu


(daluarsa)” memuat perihal alat pembuktian dan akibat dari lewat waktu
suatu hubungan hukum. Juga bisa dibilang mengenai hukum acara.

III. Perihal Orang dalam Hukum.

Dalam hukum sendiri, konsep orang/persoon berarti pembawa hak


atau subyek di dalam hukum. Hal ini juga berarti bahwa setiap orang sebagai
pembawa hak tidak bisa dikenakan “Sanski Perdata” seperti dahulu kala,
yaitu bentuk penghukuman yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat
memiliki sesuatu hak lagi. Hanya mungkin apabila seseorang dicabut
sementara sebagian hak-haknya, misalnya hak asuh sebagai orangtua
terhadap anaknya, kekuasaan sebagai wali, haknya untuk bekerja pada
angkatan bersenjata, dll.

Namun, dalam praktek juga orang tidak boleh bertindak semaunya


dalam menjalankan hak-hak yang dimiliknya. Ada pula berbagai golongan
orang-orang yang oleh undang-undang dinyatakan “tidak cakap” untuk
melakukan sendiri perbuatan hukum. Yang dimaksud disini adalah orang
yang belum dewasa atau belum cukup umur, dan orang yang berada
dibawah pengawasan/pengampuan (curatele), yang harus diwakili
orangtua/wali/kuratornya dalam melakukan perbuatan hukum.

Dalam B.W., orang masih dibawah umur jika belum mencapai 21


tahun, kecuali jika ia sudah kawin. Selain itu dalam B.W. terdapat juga
pengecualian tentang kemampuan melakukan perbuatan hukum bagi
seorang perempuan yang dibedakan kedudukannya sebagai orang yang
kurang cakap untuk bertindak sendiri, antara lain:

1. Seorang perempuan tidak boleh bertindak atas nama sendiri dalam


hukum, tetapi harus diwakilkan/dibantu oleh suaminya;
2. Perempuan dapat kawin jika ia sudah berumur 15 tahun
sedangkan laki-laki apabila sudah berumur 18 tahun; dalam UU
Perkawinan usia minimal perempuan 16 tahun dan laki-laki 19
tahun;
3. Seorang perempuan tidak diperbolehkan kawin sebelum melewati
masa idah setelah perkawinan diputuskan (300 hari), sedangkan
seorang laki-laki tidak ada larangan seperti itu;
4. Seorang laki-laki baru diperbolehkan mengakui anaknya, bila ia
sudah berusia 19 tahun, sedangkan perempuan tidak ada
ketetuannya.

Dalam hukum dapat dilihat juga selain manusia, adanya badan atau
perkumpulan yang dapat memiliki juga hak dan kewajiban dalam perbuatan
hukum seperti soerang manusia, dinamakan Badan Hukum. Badan hukum
memiliki kekayaan sendiri, dapat iktu dalam lalu lintas hukum, dapat pula
menggugat dan digugat di pengadilan.

IV. Hukum Perkawinan:


1. Arti dan Syarat Perkawinan;
2. Hak dan Kewajiban suami isteri;
3. Pencampuran Kekayaan;
4. Perjanjian Perkawinan;
5. Perceraian;
6. Pemisahan Kekayaan.
V. Hukum Keluarga:
1. Keturunan
2. Kekuasaan orang tua
3. Perwalian
4. Pendewasaan
5. Pengampuan
6. Orang yang hilang
VI. Hukum Benda:
1. Tentang benda pada umumnya;
2. Hak-hak kebendaan;
3. Piutang yang diberikan keistimewaan;
4. Hak reklame;
5. UU No. 5/1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria;
VII. Hukum Waris:
1. Perihal warisan pada umumnya;
2. Hak mewarisi menurut undang-undang;
3. Menerima atau menolak warisan;
4. Perihal wasiat atau testament;
5. Fidei-commis;
6. Legitieme portie;
7. Perihal pembagian warisan;
8. Executer-testamentair dan Bewindvoerder;
9. Harta peninggalan yang tidak terurus.
VIII. Hukum Perjanjian:
1. Perihal perikatan dan sumbernya;
2. Sistem Buku III B.W.;
3. Macam-macam perikatan;
4. Perikatan yang lahir dari undang-undang;
5. Perikatan yang lahir dari perjanjian;
6. Perihal risiko, wanprestasi dan keadaan memaksa;
7. Perihal hapusnya perikatan-perikatan;
8. Beberapa perjanjian khusus yang penting.
IX. Perihal Pembuktian dan Lewat Waktu:
1. Pembuktian;
2. Lewat waktu (daluarsa dan verjaring).
X. Hukum Dagang:
1. Pengertian umum;

Pembagian hukum Perdata yang terdapat dalam KUHPer dan KUHD,


hanya berdasarkan riwayat saja. Dahulu memang W.v.K./KUHD hanya
dapat berlaku bagi kalangan pedagang saja, namun sekarang dapat berlaku
bagi setiap orang karena sebenarnya sumber yutama dari KUHD sendiri
adalah KUHPer. Dinyatakan juga dalam Pasal 1 yang menerangkan, bahwa
hal-hal yang diatur dalam W.v.K. sepanjang tidak terdapat peraturan khusus
yang berlainan, berlaku pula peraturan dalam B.W.

Dapat disimpulkan bahwa KUHD sebagai hukum khusus terhadap


KUHPer yang merupakan hukum umumnya. Sehingga berlaku asas “Lex
specialis derogat lex generali” (hukum khusus menyampingkan hukum
umum), Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan yang
diatur dalam KUHPer berlaku juga terhadap masalah-masalah yang tidak
diatur secara khusus dalam KHUD dan sebaliknya apabila KUHD mengatur
secara khusus maka ketentuan–ketentuan umum yang tidak diatur dalam
KUHper tidak berlaku.

Dalam pasal 1339 juga menerangkan arti yang penting tentang


“kebiasaan” yang digunakan dalam KUHD maupun KUHPer, bahwa suatu
perjanjian tidak saja mengikuti apa yang semata-mata telah diperjanjikan, tetapi juga
untk apa yang telah menjadi kebiasaan. Begitupun dalam Pasal 1347 yang
membahas dimasukkannya syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut
kebiasaan, walaupun tidak dengan tegas dimasukan dalam perjanjian terkait.

Suatu pengertian mengenai perusahaan/bedrift yang terdapat dalam


KUHD, dimana seorang dapat dikatakan mempunyai perusahaan jika ia
bertindak ke luar untuk mencari keuntungan dengan suatu cara, yang
konsepnya berbeda dengan pekerja tetap (Perusahaan= modal > tenaga
sendiri).
Siapa yang menjalankan perusahaan diwajibkan “melakukan
pembukuan”. Undang-Undang membebaskan bagaimana cara pembukan
dilakukan, namun harus meliputi (Pasal 6 KUHD):

a. Keadaan kekayaan sendiri;


b. Hal-hal mengenai perusahaannya.

Dalam hal tersebut undang-undang menetapkan, bahwa jika ada suatu


perkara di depan hakim, hakim berkuasa untuk memerintahkan pembukuan dan
segala surat untuk diperiksa. Jika tidak dipenuhi, hakim berkuasa untuk menarik
kesimpulan yang merugikan orang yang tidak memenuhi perintah itu. Dan apabila
dijatuhkan pailit, dapat juga dijatuhkan hukuman pidana.

2. Orang-orang perantara;

Dalam melakukan keigiatan berdagang, biasanya para pedagang


mebutuhkan orang perantara untuk menghubungkan perintah kepada
mereka atau yang mereka wakili dengan suatu pihak lain secara langsung,
yang dibagi dalam dua golongan. Golongan buruh dan juga golongan
makelar/commissionair (tidak bekerja pada seorang majikan).

Seorang makelar, menurut undang-undang adalah seorang penaksir


dan perantara dagang yang telah disumpah, yang menutup suatu perjanjian
atas nama orang lain dan untuk itu meminta suatu upah yang dinamakan
provisi/courtage. Seorang makelar diwajibkan memberi pertanggung
jawaban kepada orang yang memberi perintah dalam perjanjian yang telah
ditutup sbeelumnya di muka Pengadilan Negeri.

Dalam tanggung jawabnya sebagai seorang makelar, kepadanya oleh


undang-undang diberikan hak atas semua barang yang telah dibelinya untuk
orang yang memberi perintah/menyuruh menjual, selama barang tsb masih
dalam tangannya. Ia juga dapat menjual barang tsb untuk mengambil
pelunasan piutang dari orang yang memberi perintah. Jika pihak tersebut
dinyatakan pailit, ia berhak menahan tiap barang kepunyaan orang yang
memberikan perintah, selama piutangnya belum dilunasi.

3. Perkumpulan-perkumpulan dagang;
a. Maatschap (Perseorangan)
Suatu bentuk kerjasama yang paling sederhana, dengan lapangan
pekerjaan yang tidak dibatasi pada suatu hal. Hanya mengatur hubungan
intern saja antara orang-orang yang bergabung di dalamnya.

Tiap anggota hanya dapat mengikatkan dirinya kepada pihak ketiga,


tidak kepada teman anggotanya, kecuali ada penguasaan khusus. Suatu
Mattschap bukan badan hukum namun secara anggotanya perseorangan.

Keanggotaan bersifat sangat pribadi, dan tidak bisa digantikan orang


lain. Selama sebuah perjanjian masih berlaku, seorang anggota tidak
dapat mengambil atau menjual bagiannya dalam kekayaan bersama,
hanya semua anggota bersama-sama berhak menjual kekayaan
maatschap. Jika tidak ada perjanjian lain, keuntungan dan kerugian
dibagi menurut imbangan pemasukan modal oleh masing-masing
anggota. Hapusnya perjanjian Maatschap:

1) Dengan pemufakatan semua anggota;


2) Dengan lewatnya waktu untuk mana maatschap sendiri didirikan;
3) Dengan meninggalnya satu anggota;
4) Dengan ditaruhnya di bawab curatele atau dinyatakan pailit;
5) Dengan hapusnya barang yang menjadi objek perjanjian.

b. Perseroan Firma

Suatu bentuk perkumpulan dagang yang berarti suatu nama yang


dipakai beberapa orang bersama untuk berdagang. Dalam suatu firma
tiap persero yang namanya tercantum dalam akte pendirian berhak
melakukan pengurusan dan bertindak ke luar atas nama Firma, dengan
mengikat seluruh anggota Firma lainnya. Segala yang diperoleh oleh
salah seorang perseroan firma menjadi benda kepunyaan firma, yang
berarti kepunyaan bersama.

Perseroan Firma bertanggung jawab sepenuhnya, secara tanggung-


menanggung tentang segala perjanjian yang dibuat oleh anggota firma.
Dan segala ketentuan menganai hapusnya perjanjian dalam Maatschap
juga berlaku pada semua badan usaha lainnya, termasuk Firma.
Pendirian suatu Firma harus dilakukan dengan suatu akta notaris,
terkait Firma hanyalah sebagai alat pembuktian tentang adanya perjanjian
dalam mendirikan suatu Firma, tidak sebagai syarat pendirian seperti
dalam Perseroan Terbatas.

c. Perseroan Komanditer (C.V.)

Tipe perseroan ini dimana seorang atau beberapa orang pesero


(pemegang saham) tidak turut campur dalam pengurusan atau pimpinan
perseroan, tapi hanya memberikan suatu modal saja. Turut mendapat
bagian keuntungan dan kerugian secara terbatas, sebanyak jumlah modal
yang ia masukkan menurut perjanjian. Pesero yang berapa dibelakang
layar tersebut bernama komanditaris (tidak mengurus, hanya menaruh
modal), dan mereka yang memimpin dan bertindak ke luar dinamakan
pengurus/pemimpin.

Begitupun mengenai tanggung jawab terhadap pihak ketiga, hanya


pengurus-pesero lah yang bertanggungjawab, tidak seorang
komanditaris. Apabila seorang komanditaris ikut mengurus dalam
kegiatan pengurusan, ia menjadi sepenuhnya bertanggung jawab bersama
para pesero-pengurus.

Perjanjian dalam pembentukan suatu CV tidak usah dilakukan


menurut suatu bentuk tertentu. Namun pada praktek, banyak dilakukan
dengan menggunakan akta notaris dan dilakukan juga suatu
pengumuman. Apabila modal yang dibutuhkan besar, maka modal ini
dapat dipecah dalam beberapa andil/surat sero yang dapat diambil dari
beberapa orang Komanditaris.

d. Perseroan Terbatas/ Naamloze Vennootschap (N.V)

Suatu bentuk perseroan yang modalnya terbagi atas jumlah surat


andil/sero/saham bagi anggota yang turut. Kata “terbatas” ditujukan
bagi tanggung jawab atau risiko dari para pemegang saham, hanya dari
harga surat andil yang mereka ambil.

Perkataan modal atau kapital sendiri memiliki 3 arti atau jenis, yaitu:

1) Seluruh modal perseroan menurut anggaran dasar, yang terbagi


dalam sejumlah surat andil/saham. Seluruh nominal saham PT
yang tercantum dalam Anggaran Dasar, total jumlah saham yang
dapat diterbitkan perseroan (modal masakapai/ modal dasar).
2) Modal yang terdiri dari jumlah andil/saham yang telah diambil
atau disanggupi oleh para pemegang saham. Modal yang
disanggupi pemegang saham untuk dilunasi, dan saham tsb telah
diserahkan kepadanya untuk dimiliki (modal sanggupan/ modal
ditempatkan).
3) Modal yang terdiri dari semua jumlah uang yang telah
masuk/dibayarkan dari para pemegang saham yang telah mereka
ambil sebelumnya. Modal yang sudah dimasukkan pemegang
saham/andil sebagai pelunasan saham yang diambilnya dari
modal ditempatkan, atau yang telah dibayar penuh (modal
tunai/modal disetor).

*Paling sediit 25% modal dasar harus telah ditempatkan, dan telah
disetor penuh pada saat pendirian PT.

Pendirian suatu Perseroan Terbatas harus dilakukan dengan akta


notaris dengan mengajukan Rencana Anggaran Dasar dari perseroan
yang akan didirikan.

Natinya akte pendirian yang memuat Anggaran Dasar itu harus


dimintakan persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM, setelah
mendapat persetujuan dari Kementrian akte pendirian beserta Anggaran
Dasar harus diumumkan dalam Lembar Berita Acara Negara.

Menurut undang-undang, suatu PT sebagai Badan Hukum berati


memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dari para pemegang saham atau
pengurusnya. PT sebagai badan hukum terhitung dari tanggal
disahkannya/diterbitkannya keputusan oleh Kementrian Hukum dan
HAM mengenai pengesahan badan hukum suatu Persroan tersebut.

Suatu Pt bertindak ke luar melalui perantara pengurusnya, yang


terdiri dari seorang atau beberapa orang direktur yang diangkat melalui
Rapat Umum Pemegang Saham, dan melalui RUPS juga dapat pula
menunjuk beberapa orang komisaris sebagai pengawas dari pekerjaan
yang dilaksanakan pengurus.
e. Perkumpulan Koperasi Hukum;

Meskipun perkumpulan koperasi tidak diatur dalam Undang-Undang,


tetap dipakai dalam lapangan perdagangan. Perkumpulan Koperasi ialah
suatu perkumpulan di mana keluar-masuknya anggota diperbolehkan
secara leluasa dan bertujuan salah satunya untuk berusaha dalam
lapangan perekonomian.

Keanggotaan dalam koperasi yang bebas keluar-masuknya tetap diatur


dalam Anggaran Dasar mengenai syarat keanggotaan hingga
pemberhentian anggota koperasi, dan keanggotaan disini bersifat sangat
pribadi sehingga tidak bisa diwakilkan dengan orang lain seperti dalam
PT. karena berangkat dari sifat dasar koperasi sebagai bentuk kerjasama
perserikatan dagang berlandaskan gotong royong.

Suatu perkumpulan koperasi juga didirikan menurut peraturan umum


yang termuat dalam Undang-Undang No. 70 tahun 1958.

f. Perseroan Andil Indonesia (I.M.A.)

Suatu perseroan yang diatur khusus diluar W.v.K., dan digunakan


oleh orang Indonesia saja seperti sebuah PT namun lebih memenuhi
kebutuhan orang Indonesia.

Pendirian dilakukan dengan suatu akte di bawah tangan (tidak usah


akta notaris), yang nanti dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan
diteruskan keapda Kementrian Hukum dan HAM. Akhirnya akan
didaftarkan untuk Kepaniteraan Pengadilan.

I.M.A. hanya boleh didirikan oleh orang Indonesia, sebagai sebuha


badan hukum juga dapat membeli tanah (maksimal 75 hektar) maupun
sawah (maksimal 25 hektar).

g. Perusahaan Negara (BUMN)

Didirikan dengan PP Pengganti UU No. 19 tahun 1960. Merupakan


suatu badan hukum dan modalnya terdiri dari kekayaan Negara yang
dipisahkan, tetapi tidak terbagi atas saham-saham, dipimpin oleh seorang

Keterangan Perorangan Firma CV PT Koperasi

umumnya umumnya umumnya bukan


Pengguna Jasa bukan pemilik bukan pemilik bukan pemilik pemilik anggota/umum
sekutu usaha
yang terdiri dari
sekutu aktif dan
pemilik usaha individu sekutu usaha sekutu pasif pemegang saham anggota

yang punya pemegang saham


hak suara pemilik para sekutu sekutu aktif biasa anggota

biasanya
menurut
besarnya menurut besarnya satu anggota satu suara
pelaksanaan modal saham yang dimiliki dan tidak boleh
voting tidak perlu penyertaan melalui RUPS diwakilkan

penentuan orang yang


kebijaksanaan bersangkutan para sekutu sekutu aktif direksi pengurus

balas jasa
terhadap
modal tidak terbatas tidak terbatas tidak terbatas tidak terbatas terbatas

para sekutu sesuai


penerima orang yang secara perjanjian yang pemegang saham anggota sesuai
keuntungan bersangkutan proporsional telah disepakati secara proporsional jasa/partisipasi

yang
bertanggung pemegang saham
jawab sejumlah saham anggota sejumlah modal
terhadap rugi pemilik para sekutu sekutu aktif yang dimiliki ekuitas
Direksi.

4. Wesel dan cek;

Jika seorang A mempunyai piutang pada seorang lain B, tetapi ia juga


mempunyai hutang kepada C, maka cara untuk dapat sekaligus
menyelesaikan perutangan antara 3 oraang tersebut ialah dapat dengan
menggunakan suatu wesel. A dapat menarik suatu wesel pada si berhutang
yaitu B, dan memberikan wesel tersebut kepada pihak C. Jika wesel tsb
ditulis atas nama C, maka dapat ditulis “atas order”, maka C berhak
memindahkan wesel itu kepada orang lain. Pihak C yang telah menerima
wesel langsung dari penarik (A) dinamakan pengambil/nemer atau
pemegang wesel yang pertama.

Wesel merupakan suatu penagihan yang dapat dipindah-pindahkan


dengan tiada batasnya, sehingga tidak dapat ditentukan siapa yang akhirnya
akan memegang dan menagih kepada pihak yang berhutan.
Wesel juga merupakan suatu perintah membayar yang mutlak (tidak
bersyarat) yang dapat dipindahkan kepada orang lain. Sayrat mengenai
wesel yang sah ditetapkan dalam Pasal 100 W.v.K., yaitu:

1) Perkataan “surat wesel” harus tercantum dalam surat;


2) Perintah membayar yang tidak bersyarat harus dinyatakan tegas,
terhadap suatu jumlaj uang tertentu;
3) Harus dimuat nama orang yang wajib membayar (si berhutang);
4) Dicantumkan tempat kediaman/alamat si berhutang;
5) Disebutkan tanggal pengeluaran surat wesel dan tempat di mana
surat wesel tsb dikeluarkan, dengan dibubuhi tanda tangan pihak
yang mengeluarkan wesel.

Perikatan wesel baru lahir dengan pernyataan si berhutang bahwa ia


sanggup membayar wesel itu, dengan tanda tangan dibawah surat weselnya
(akseptasi). Karena itu sebelum diedarkan, surat wesel harus terlebih dahulu
dimintakan akseptasi kepada pihak berhutang, untuk dibayarkan dalam
jangka waktu tertentu dari tanggal dibuatnya akseptasi.

Cara memindahkan wesel dinamakan endossement, oleh seorang


endossant kepada geendosserde. Dan pembayaran hutang dapat dipindah
tangankan penangguan pembayaran wesel itu walaupun tidak berkaitan
langsung, kepada seorang “aval”.

Jika si berhutang menolak melakukan akseptasi atau penagihan


pembayaran,maka penagih surat wesel berhak untuk menuntut pembayaran
dari si penarik/pemberi wesel sebelumnya/maupun dari avalist. Hal ini
dinamakan “regres”.

Hak regres dapat dilakukan dengan menuntut seorang yang dipilih


tadi didepan seorang hakim atau dengan menarik kembali suatu wesel
terhadap orang tersebut (wesel ulangan).

Suatu wesel dapat hapus menurut cara-cara yang berlaku untuk


hapusnya perikatan pada umumnya, ditambah beberapa cara khusus:

- Penagihan terhdap orang, namun waktu penagihan lewat.


- Pelaksanaan hak regres oleh seorang pemegang surat wesel hilang,
setelah lewat satu tahun terhitung tanggal protes dilakukan.
- Hak regres hapus dalam waktu enam bulan, terhitung dari salah
seorang endossant (pemindah hak wesel) telah membayar wesel
ulangan/digugat dimuka hakim.

Suatu cek mempunyai banyak persamaan dengan wesel, karena juga


sebuah surat perintah membayar yang mutlak dan dapat pula dipindahkan
kepada orang lain. Namun, suatu cek hanya dipakai sebagai alat pembayaran
saja, tidak seperti wesel (alat pembayaran, perdagangan, penagihan,
pemberian kredit). Dan juga tidak dikenalnya langkah akseptit pada cek, dan
cek ditujuakan selalu kepada suatu bank yang menyimpan dana/fonds dari
orang yang mengeluarkan cek.

Cek dapat dikeluarkan atas nama orang tertentu, denagn pemberian


kausa untuk memindahkannya kepada orang lain. Juga syarat agak sebuah
cek berlaku antara lain:

1) Perkataan “cek” tercantum dalam surat;


2) Perintah membayar yang tidak bersyarat tegas dinyatakan;
3) Disebutkan nama bank yang harus membayar;
4) Dituliskan tempat pembayaran yang harus dilakukan;
5) Dituliskan tanggal dan tempat cek dikeluarkan, dengan tanda
tangan orang yang mengeluarkan cek.

5. Asuransi (pertanggungan);

Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian yang


termasuk dalam golongan perjanjian untung-untungan, yaitu suatu
perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang
beum tentu, kejadian mana menentukan untung-ruginya salah satu pihak
(Buku III B.W. untuk perjanjian khusus, dan asuransi dalam W.v.K.). Misal:
perjanjian perjudian.

Dalam suatu perjanjian dapat dikatakan kepentingan pada suatu


kejadian dari semula sudah ada pada suatu pihak, isal seorang pemilik
rumah tidak mau rumahnya akan terbakar. Dari kepentingan itu, mendorong
pemilik rumah untuk mengadakan perjanjian asuransi. Risiko terbakarnya
rumah tersebut dipikulkan kepada pihak lain, dengan memberi kontra
prestasi berupa pembayaran uang premie yang bisa menjadi keuntungan
pihak lain ini apabila rumah tersebut tidak pernah terbakar.

Dalam udnang-undang, asuransi merupakan suatu perjanjian di amna


seorng penanggung dengan menerima suatu premie, menyanggupi kepada
orang yang ditanggung untuk memberikan penggantian suatu kerugian atau
kehilangan keuntungan, yang mungkin akan diderita.

Asuransi sebagai suatu perjanjian consensueel, yaitu dianggap telah


terjadi manakala telah tercapai kata sepakat antara kedua pihak, dengan
dibuatkan juga sebuah akta di bawah tangan (polis) unutk memudahkan
pembuktian jika terjadi perselihan.

Untuk mencegah asuransi dipakai dalam kesempatan berjudi,


undang-undang mengatur mengenai asa yang harus ada dalam asuransi.
Pertama: tiada kepentingan tiada asuransi (berdasar suatu kepentingan yang
nyata), kedua: asuransi hanya menanggung suatu barang untuk jumlah yang
sesuai harganya (mobil 10juta, tidak bisa diasuransikan seharga 30juta),
ketiga: asuransi tidak boleh dilakukan dengan berangkap (penerimaan ganti
kerugian ganda thd suatu barang), juga asuransi harus dibuat atas suatu
kejadian yang belum diketahui berlangsungnya oleh kedua pihak (apabila
penerima sudah mengetahui, maka perjanjian batal).

Asuransi juga dapat dibedakan menjadi dua jenis. Asuransi yang


bertujuan untuk mendapatkan suatu penggantian atas kerugian yang
mungkin ditimbulkan dalam suatu kejadian, dan asuransi untuk
mendapatkan suatu jumlah uang tertentu. Dalam asuransi jenis kedua, tidak
dilarang untuk diadakan asuransi rangkap. Misal asuransi pertanggungan
jiwa.

6. Pengangkutan (transport);

Perjanjian pengangkutan penting dalam perdagangan, adalah suatu


perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa
orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lain
menyanggupi akan membayar ongkos tersebut. Sedangkan seorang
expeditur adalah pihak yang menjadi perantara/mengantarkan barang dari
pihak yang hendak mengirimkan barang kepada pihak yang akan
mengangkut barang.
Dalam pengangkutan tetap menggunakan peraturan dalam Buku III
B.W. undang-undang juga membatasi hak-hak pada pihak pengangkut demi
kepentingan umum.

Seperti dalam pengangkutan darat, yang diatur dalam UU Lalu lintas


dan Angkutan Jalan Raya.

Dalam penagkutan lauut, oleh undang-undang daitur dalam Buku II


W.v.K.

Juga dalam pengiriman barang lewat darat, misal kereta-api, lazimnya


dibuat surat pengangkutan yang berisi barang-barang yang diangkut, biaya
pengangkutan dan pihak yang dialamatkan, yang ditanda tangani oleh pihak
pengantar. Apabila dalam perjalanan laut, dibuatkan surat manifes kargo
yang berisi semua informasi yang berkaitan dengan barang-barang niaga
(kargo) yang diangkut sarana pengangkutan pada saat kedatangan maupun
keberangkatan. Melalui surat ini pihak pengirim menerima dua salinan surat
sebagai tanda bukti piutangnya tentang barang yang di angkut dari pihak
pengangkut, untuk hak menuntut apabila barang tidak dikirimkan, dan
pihak penerima juga tidak dapat menuntut pihak pengirim karena telah
membuktikan bahwa barang benar-benar telah dikirim. Denagn demikian,
pihak pemegang surat ini hanya dapat menuntut pengangkut untuk ganti
kerugian.

7. Hukum laut;
8. Undang-undang kepailitan.

Anda mungkin juga menyukai