Anda di halaman 1dari 21

ASAS-ASAS POKOK HUKUM PERDATA

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang pengertian, sifat
dan sejarah hukum perdata Indonesia serta asas-asas pokok tentang
masalah-masalah yang diatur dalam lapangan hukum perdata, seperti
hukum tentang orang (personenrecht), hukum keluarga (familierecht),
hukum tentang kebendaan (van zakenrecht), hukum perikatan (van
verbentennissen), hukum pembuktian, dan kewarisan.

A. Pengertian dan Sifat Kaidah Hukum Perdata

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian dan sifat kaidah
hukum perdata

Hukum perdata adalah semua peraturan-peraturan hukum yang mengatur


hubungan-hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lainnya
di dalam masyarakat, seperti hubungan jual beli, sewa meyewa, tukar menukar
hubungan kewarisan dan sebagainya, bahkan adakalanya juga terkait hubungan
hukum, (antara anggota masyarakat dengan pemerintah) dengan
menitikberatkan kepada kepentingan pribadi atau kepentingan hukum
perseorangan. Oleh karena itu hukum perdata bersifat privat, karena
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Soal Ujian
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum perdata !
2. Jelaskan mengapa kaidah hukum perdata bersifat privat !

B. Sejarah Hukum Perdata Indonesia

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menguraikan tentang sejarah hukum perdata
Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang masih berlaku


sampai sekarang bersumber dari hukum privat barat yang berasal dari negeri
Belanda, yaitu Burgelijk Wetboek (BW). Burgelijk Wetboek (BW) negeri Belanda
ini bersumber pada hukum privat Perancis, yaitu Code Civil. Hukum privat
Perancis (Code Civil Perancis) bersumber pada Corpus Iuris Justianus dari
Romawi. Hukum privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi
(pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam suatu
buku yang bernama : Code Civil dan Code de Commerce).
Pada waktu Perancis menguasai Perancis Belanda, kedua kodifikasi itu
diperlakukan di negeri Belanda, bahkan sampai kurang lebih 24 tahun lamanya.
Setelah Negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1915, kedua kodifikasi itu
masih berlaku di Negeri Belanda hingga sekarang, karena Belanda belum
mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional.
Tahun 1838 dengan berdasarkan asas yang terdapat dalam Code Civil
dan Code de Commerce, Pemerintah Belanda dapat menciptakan dua kodifikasi
yang bersifat nasional yang diberi nama :
1. Bergerlijk Wetboek yang disingkat BW yang terdiri dari empat buku, yaitu:
- Buku I memuat tentang orang (van personen);
- Buku II memuat tentang benda (van zaken);
- Buku III memuat tentang perikatan (van verbintenissen);
- Buku IV memuat tentang pembuktian dan daluarsa (van bewijs en
verjaring).
2. Wetboek van Koophandel yang disingkat WvK yang terdiri dari dua buku,
yaitu :
- Buku I memuat tentang perniagaan pada umumnya (van Koophandel in
het algemeen);
- Buku II memuat tentang hak dan kewajiban yang ditumbulkan oleh
perkapalan (van de rechten en verpligtingen uit scheepvaart
woortuittende).

Berdasarkan asas konkordansi, kodifikasi hukum perdata Belanda


menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia. Kodifikasi ini
diumumkan pada tanggal 30 April 1847 Staatsblaad No. 23 dan mulai berlaku
pada 1 Mei 1848. Maksud daripada kodifikasi pada waktu itu untuk mengadakan
persesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan
keadaan di Negeri Belanda.
Hukum perdata diatur dalam (sumber pokok pada) Kitab Undang-Undang
Hukum Sipil yang disingkat KUHS atau Bergerlijk Wetboek (BW). Bergerlijk
Wetboek (BW) memuat peraturan mengenai hukum perdata, di mana
kodifikasinya dibagi dalam empat buku, yaitu :
- Buku I : tentang orang (van personen), yang memuat hukum
perorangan sebagai subjek hukum dan hukum kekeluargaan.
- Buku II : tentang benda (van zaken), yang memuat hukum benda dan
hukum waris.
- Buku III : tentang perikatan (van verbintenissen), memuat hukum
kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang
tertentu.
- Buku IV : memuat tentang pembuktian dan daluarsa (van bewijs en
verjaring), memuat tentang alat-alat pembuktian dan akibat-
akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata materiil dapat dibagi


menjadi empat bagian, yaitu :
1. Hukum pribadi/perorangan (personen recht);
2. Hukum keluarga (famillie recht);
3. Hukum kekayaan (vermogenrecht);
4. Hukum waris (erfrecht).

Soal Ujian
1. Uraikan secara singkat dan padat tentang sejarah Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Indonesia.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum perdata.
3. Sebut isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dilihat ilmu
pengetahuan hukum.

A. Hukum tentang Perorangan (Personen recht)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang subjek hukum dalam
lapangan hukum perdata
Buku I KUHPerdata mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
subjek hukum, dan di samping itu juga memuat tentang peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan keluarga, seperti mengenai
1. perkawinan dan hak-hak kewajiban suami isteri ;
2. kekayaan perkawinan;
3. kekuasaan orang tua;
4. perwalian dan pengampuan.
Pengertian subjek hukum adalah segala sesuatu yang mempunyai hak
dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari :
1. Manusia (natuurlijke persoon);
2. Badan hukum (recht persoon).

Ad. 1. Manusia sebagai subjek hukum (natuurlijke persoon)

Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) ialah


mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia.
Hukum perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia belum
lahir dan masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia. Ketentuan
seseorang menjadi subjek hukum mulai saat ia dilahirkan, dan berakhir pada saat
ia meninggal dunia, namun ada pengecualiannya yang diatur pada Pasal 2
KUHPerdata ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut : “Anak yang ada dalam
kandungan ibunya dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si
anak menghendakinya”
Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa seorang anak yang masih
dalam kandungan ibunya sudah dijamin mendapat warisan, jika ayahnya
meninggal dunia sebelum ia dilahirkan, karena di sini kepentingan si anak yang
dalam kandungan ibunya menghendakinya.

Ad.2. Badan hukum (recht persoon)


Selain manusia sebagai subyek hukum, masih ada badan hukum yang
juga memiliki hak dan kewajiban pula melakukan perbuatan-perbuatan hukum
sebagai manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan ini dapat
memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan
pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka hakim.
Badan-badan atau perkumpulan tersebut dinamakan badan hukum
(rechtpersoon), yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan
hukum ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Badan hukum publik, seperti negara, provinsi, dan lain-lain;
2. Badan hukum keperdataan, seperti : Perseroan Terbatas (PT), koperasi,
yayasan, dan lain-lain

Untuk menjelaskan mengapa badan hukum yang sebetulnya merupakan


perkumpulan atau suatu organisasi disejajarkan dengan manusia sebagai orang,
perlu diketahui tentang adanya beberapa teori, diantaranya :
1. Teori Ficty oleh von Savigny
Bahwa adanya badan hukum itu merupakan anggapan saja (fictie) yang
diciptakan oleh negara (yang berwenang), sebab sebenarnya badan itu tidak
mempunyai kekuasaan untuk menyatakan kehendaknya sendiri. Sehingga
badan hukum bila akan bertindak untuk melaksanakan kehendaknya harus
dengan perantaraan wakilnya, yaitu alat perlengkapannya. Misalnya direktur
atau pengurus dalam Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi.

2. Teori Kekayaan oleh Brinz, van der Heidjen


Adanya badan hukum diberi kedudukan sebagai orang disebabkan badan ini
mempunyai hak dan kewajiban yaitu hak atas harta kekayaan dan dengan
harta kekayaan itu memunuhi kewajiban-kewajibannya kepada pihak ketiga.
Oleh karena itu badan tersebut memiliki hak/kewajiban, maka berarti ia
merupakan pendukung hak dan kewajiban, yang berarti ia adalah subjek
hukum.

3. Teori Organ oleh von Giorke


Bahwa badan hukum itu merupakan suatu kekayaan seperti manusia dan
bukan merupakan anggapan saja. Oleh karena itu badan hukum itu seperti
manusia, maka ia juga mempunyai alat kelengkapan atau organ
sebagaimana organ tubuh manusia, misalnya: PT/koperasi, alat
kelengkapannya adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau rapat
anggota koperasi, pengurus dan komisaris atau badan pemeriksa koperasi.
4. Teori Pemilikan Bersama oleh Planol, Molengraff dan Star Busmann
Badan hukum itu sebenarnya merupakan perkumpulan dari manusia.,
sehingga kepentingan-kepentingan atau pemilikan dari badan hukum itu
sebenarnya tiada lain adalah kepentingan atau pemilikan dari manusia itu
selaku anggota.

5. Teori Realitas Yuridis oleh Suyling dan Scholtan


Badan hukum itu disamakan dengan manusia adalah suatu kenyataan
yuridis, yaitu suatu fakta yang diciptakan oleh hukum. Jadi adanya badan
hukum itu karena ditentukan oleh hukum sebagai demikian. Contoh :
PT/koperasi sebagai badan hukum setelah memenuhi persyaratan syarat
tertentu, namun firma dan persekutuan komanditer badan hukum, karena
hukum Indonesia menentukan demikian.

Berdasarkan teori-teori di atas untuk menjadi badan hukum harus


memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Didirikan dengan akte notaris;
2. Mempunyai tujuan tertentu;
3. Memiliki AD/ART yang disahkan oleh Menteri Kehakiman;
4. Mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan anggotanya;
5. Didaftarkan di Panitera Pengadilan Negeri setempat;
6. Disahkan oleh yang berwenang
Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum
dengan cara :
a. Didirikan dengan akte notaris;
b. Didaftarkan di Panitera Pengadilan Negeri setempat;
c. Memiliki AD/ART yang disahkan oleh Menteri Kehakiman;
d. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara.

Menurut hukum, tiap-tiap orang harus mempunyai tempat tinggal atau


domisili. Demikian juga badan hukum. Pentingnya domisili adalah dalam hal :
a. Seorang/badan hukum harus dipanggil oleh Pengadilan;
b. Pengadilan yang berwenang terhadapnya;
c. Di mana seseorang menikah (bagi subjek hukum yang merupakan
manusia).
Soal Ujian
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan subjek hukum dalam
lapangan hukum perdata !
2. Mengapa badan hukum dalam hukum perdata dianggap sebagai
subjek hukum, jelaskan dengan didukung minimal satu teori.

B. Hukum tentang Keluarga (Familie recht)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang asas-asas pokok yang
berkaitan dengan hukum keluarga

Hukum keluarga adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan


hukum yang terjadi sebagai akibat adanya perkawinan/pernikahan ATAU
peraturan-peraturan hukum yang timbul dari pergaulan hidup kekeluargaan. Oleh
karena itu, maka dalam hukum keluarga diatur antara lain :
1. Perkawinan/pernikahan;
2. Perceraian;
3. Kedudukan anak;
4. Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht);
5. Perwalian (voogdij);
6. Pengampuan (curatele).

1. Hukum Perkawinan/pernikahan
a. Perkawinan Menurut Hukum Perdata
Hukum perkawinan adalah peraturan-peraturan hukum yang
mengatur perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua
pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup
bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan yang
ditetapkan dalam undang-undang.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perkawinan
menurut hukum perdata barat adalah :
1. Pihak-pihak calon mempelai dalam keadaan tidak kawin;
2. Laki-laki berumur 18 tahun, perempuan 15 tahun;
3. Dilakukan di muka Pegawai Catatan Sipil;
4. Tidak ada hubungan pertalian darah yang terlarang;
5. Dengan kemauan yang bebas (tidak ada paksaan).

Kedudukan, hak dan kewajiban suami-isteri menurut hukum


perdata adalah :
1. Kekuasaan marital dari suami, suami menjadi kepala keluarga dan
bertanggung jawab atas isteri dan anak-anaknya;
2. Kewajiban alimentasi (wajib nafkah) dan memelihara isteri dan anak-
anaknya adalah suami;
3. Isteri mengikuti kewarganegaraan suami;
4. Isteri menjadi tidak cakap bertindak;
5. Suami berhak mengurus dan menguasai harta perkawinan, jika
sebelumnya tidak diadakan perjanjian harta yang diperoleh oleh
masing-masing pihak dalam perkawinan dipisah.
Penyebab putusnya perkawinan adalah :
1. Kematian;
2. Kepergian suami atau isteri selama 10 tahun berturut-turut;
3. Akibat perpisahan meja makan dan tempat tidur selama 10 tahun;
4. Perceraian, yang disebabkan : zina, meninggalkan tempat tinggal
dengan sengaja, hukuman penjara lima tahun, penganiayaan yang
mengakibatkan luka berat.

b. Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974


Di Indonesia berkaitan dengan hukum perkawinan telah diatur
dengan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Menurut Pasal 1 UU
No. 1 Tahun 1974 :
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.

Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, bahwa :


“Perkawinan sah apabila dilaksankan menurut masing-masing agamanya
dan kepercayaannya”.
1) Prinsip-prinsip dasar dalam perkawinan menurut UU No. 1 Tahun
1974, yaitu :
a. Tujuan perkawinan, yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal;
b. Sahnya perkawinan, yaitu dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu;
c. Asas monogami, dalam suatu perkawinan, seorang laki-laki hanya
mempunyai seorang isteri dan seorang isteri hanya mempunyai
seorang suami.
Namun asas ini tidak berlaku mutlak, dalam arti bahwa seorang
laki-laki boleh mempunyai isteri lebih dari satu (poligami) dengan
alasan :
1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Poligami dapat dilaksanakan jika ada izin dari Pengadilan dengan


syarat :
1. Adanya persetujuan dari isteri;
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-
keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
3. Adanya jaminan bahwa suami akan bersikap adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
d. Prinsip perkawinan, calon suami isteri harus telah matang jiwa dan
raganya;
e. Mempersukar terjadinya perceraian;
f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang.

2) Syarat-syarat perkawinan
Pada Pasal 6 UU No. 1 Tahun 1974, dinyatakan syarat-syarat
perkawinan, yaitu :
a. Perkawinan harus atas persetujuan kedua calon mempelai;
b. Harus mendapat izin dari kedua orang tuanya bagi yang belum
berumur 21 tahun;
c. Dalam hal salah salah seorang dari kedua orang tua telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang masih
hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya;
d. Dalam hak kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak
mampu menyatakan kehendak, maka izin cukup diperoleh dari
wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai
hubungan darah dalam garis lurus ke atas.
e. Syarat umur ditentukan untuk pria berumur 19 tahun, sedang untuk
wanita berumur 16 tahun.

3) Larangan perkawinan
Larangan-larangan bagi seorang pria dan seorang wanita untuk
melangsungkan perkawinan diatur dalam Pasal 8 UU No. 1 Tahun
1974, yaitu :
a. Ada hubungan darah dalam garis keturunan ke atas;
b. Ada hubungan darah dalam garis keturunan menyamping;
c. Ada hubungan semenda, yaitu : mertua, anak tiri, menantu, dan
ibu/bapak tiri;
d. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain
yang berlaku, dilarang kawin.

4) Hak dan kewajiban suami isteri


Menurut Ketentuan Pasal 30 sampai Pasal 34 UU Nomor 1 Tahun
1974 hak dan kewajiban suami-isteri adalah sebagai berikut :
1. Suami-isteri memikul kewajiban luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat;
2. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat;
3. Suami-isteri berhak untuk melakukan perbuatan hukum;
4. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga;
5. Suami-isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati,
setia dan memberikan bantuan lahir bathin yang satu kepada yang
lainnya;
6. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya;
7. Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
8. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan.
5) Harta benda dalam perkawinan (Pasal 35 sampai 37 UU No 1/1974)
a. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama;
b. Harta bawaan dari masing-masing masing-masing suami dan isteri
dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah
atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain;
c. Mengenai harta bersama, suami dan isteri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak;
d. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
mengenai harta bendanya;
e. Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur
menurut hukumnya masing-masing.

6) Putusnya perkawinan
Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian; b. kematian; dan c. atas keputusan pengadilan.

2. Kedudukan anak (Pasal 42 sampai Pasal 44 UU No. 1/1974)


a. Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah;
b. Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya;
c. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina
dan anak itu akibat daripada perzinahan tersebut;
d. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan.

3. Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht)


Kekuasaan orang tua meliputi kewajiban untuk mendidik dan memelihara
anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nafkah, pakaian, dan perumahan.
Kekuasaan orang tua juga meliputi benda atau harta kekayaan si anak. Dalam
hal ini diadakan pembatasan oleh undang-undang, yaitu mengenai benda-
benda yang tidak bergerak, surat-surat sero dan surat-surat penagihan yang
tidak boleh dijual sebelum mendapat izin dari hakim.
Setiap anak yang belum dewasa (belum berusia 21 tahun, belum
menikah) dianggap tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum oleh
undang-undang, mereka ditentukan tidak dapat mengadakan persetujuan-
persetujuan, maka ia harus diwakili oleh orang tuanya.
Kekuasaan orang tua mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari
pengesahannya dan orang tuanya masing dalam ikatan perkawinan.
Kekuasaan orang tua akan berakhir apabila :
a. Anak tersebut telah dewasa (berumur 21 tahun atau menikah);
b. Perkawinan orang tua putus;
c. Kekuasaan orang tua dipecat oleh hakim dengan alasan :
- Orang tua salah mempergunakan atau sangat melalaikan
kewajibannya sebagai orang tua;
- Berkelakuan buruk;
- Dihukum penjara.
d. Pembebasan dari kekuaasan orang tua, dengan alasan :
- Tidak cakap;
- Tidak mampu untuk melaksanakan kewajiban memelihara dan
mendidik anaknya.

4. Perwalian (voogdij)
Perwalian adalah pengawasan terhadap di bawah usia yang tidak berada
di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak
tersebut diatur oleh undang-undang.
Anak yang berada di bawah perwalian adalah :
a. Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai
orang tua;
b. Anak sah yang orang tuanya telah bercerai;
c. Anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind).

Perwalian dalam hukum perdata dikenal tiga macam, yaitu :


a. Perwalian menurut undang-undang (wetterlijk voogdij) yaitu perwalian dari
orang tua yang masih hidup setelah salah satu meninggal dunia terlebih
dahulu;
b. Perwalian dengan wasiat (testamentaire voogdij) yaitu perwalian yang
ditunjuk dengan surat wasiat oleh salah seorang dari orang tuanya kepada
orang lain setelah orang tuanya meninggal dunia;
c. Perwalian berdasarkan keputusan hakim (datieve voogdij) yaitu perwalian
berdasarkan keputusan hakim atas permintaan salah satu pihak yang
berkepentingan atau karena jabatannya.

5. Pengampuan (curatele)
Pengampuan (curatele) adalah pengawasan terhadap orang yang sudah
dewasa yang tidak cakap hukum, yaitu : yang dalam keadaan sakit ingatan,
keadaan dungu, pemboros, dan tidak sanggup mengurus kepentingannya
sendiri dengan semestinya.
Permohonan pengampuan ditujukan kepada Pengadilan Negeri dalam
daerah hukum orang yang diminta pengampuan berdomisili. Orang yang
berhak mengajukan permohonan pengampuan adalah suami atau isteri yang
bersangkutan, keluarga sedarah, kejaksaan.
Orang yang berada pengampuan disebut kurandus dan pengampunya
disebut curator. Pengampuan berakhir apabila alasan-alasan yang menjadi
sebab ia berada di bawah pengampuan sudah tidak ada lagi.
Antara pengampuan, perwalian, dan kekuasaan orang tua mempunyai
persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa kesemuanya itu
mengawasi dan menyelenggarakan hubungan hukum orang-orang yang
dinyatakan tidak cakap bertindak.
Perbedaan antara pengampuan, perwalian, dan kekuasaan orang tua
adalah :
Kekuasaan orang tua : kekuasaan asli dilakukan oleh orang tuanya
sendiri yang masih dalam ikatan perkawinan
terhadap anak-anak yang belum dewasa.
Perwalian : Pemeliharaan dan bimbingan dilakukan oleh
wali, dapat salah satu orang tuanya yang sudah
tidak terikat tali perkawinan atau orang lain
terhadap anak yang belum dewasa.
Pengampuan : Bimbingan dilaksanakan oleh curator terhadap
terhadap orang-orang dewasa yang tidak
cakap/tidak mampu.
Soal Ujian
1. Jelaskan pengertian perkawinan menurut Pasal 1 UU No. 1/1974 !
2. Jelaskan syarat sahnya perkawinan menurut Pasal 2 UU No.
1/1974 !
3. Sebutkan syarat-syarat perkawinan menurut Pasal 6 UU No.
1/1974 !
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perwalian dan sebutkan tiga
macam perwalian menurut hukum perdata !
5. Apa yang dimaksud dengan pengampuan (curatele) ?
6. Jelaskan perbedaan dan persamaan antara pengampuan,
perwalian, dan kekuasaan orang tua !

C. Hukum tentang Kebendaan (van zakenrecht)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Mahasiswa mampu menjelaskan asas-asas pokok yang berkaitan


dengan hukum kebendaan, seperti jenis-jenis dan hak-hak
kebendaan.

1. Pengertian Kebendaan dan Hak Kebendaan


Dalam Pasal 499 KUHPer, yang diartikan kebendaan adalah tiap-
tiap barang dan tiap-tiap hak yang dikuasai oleh hak milik.
Macam-macam benda menurut KUHPer adalah :
a. Benda berwujud dan tidak berwujud (Pasal 503 KUHPer)
b. Benda bergerak dan tidak bergerak (Pasal 504 KUHPer)
Suatu benda termasuk benda termasuk benda bergerak atau tidak
bergerak dapat dilihat dari :
1) Sifatnya
Kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat
berpindah atau dapat dipindahkan. Misalnya : kursi, meja, pulpen,
buku, dll.
Kebendaan tidak bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang
tidak dapat dipindahkan. Misalnya : rumah, tanah, pohon, kebun,
sawah, dll.
2) Tujuannya
Benda tak bergerak menurut tujuannya ialah segala benda/barang
yang pada sifatnya adalah termasuk ke dalam pengertian benda
bergerak, namun senantiasa digunakan oleh pemiliknya dan
menjadi alat tetap pada benda yang tidak bergerak. Misalnya : di
pabrik terdapat benda bergerak menurut sifatnya tapi menjadi
benda tak bergerak, yaitu penggilingan, apitan besi, tong, dll.
3) Undang-undang
Benda hak atas benda tak bergerak menurut undang-undang
adalah segala hak atas benda tak bergerak. Misalnya hak pakai
hasil atas benda tak bergerak.
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang adalah hak atas
benda bergerak. Misalnya sero, hak pakai atas benda bergerak.

Pembedaan antara benda bergerak dan tidak bergerak ini penting


artinya berhubungan dengan 4 hal, yaitu :
1) Bezit
Terhadap benda bergerak, barangsiapa yang menguasainya dianggap
sebagai pemiliknya (Pasal 1977 KUHPer), sedangkan terhadap benda
tak bergerak tidak demikian halnya.
2) Levering (penyerahan)
Levering terhadap benda bergerak dapat dilakukan dengan
penyerahan nyata, sedangkan terhadap benda tak bergerak dilakukan
dengan balik nama.
3) Verjaring (kadaluarsa)
Terhadap benda bergerak tidak dikenal verjaring sebab bezit sama
dengan eigendom tas benda bergerak, sedangkan terhadap benda tak
bergerak mengenal adanya verjaring.
4) Bezwaring (pembebanan)
Pembebenan terhadap benda bergerak harus dilakukan dengan pand
sedang terhadap benda tak bergerak dilakukan dengan hipotik.

Hak kebendaan adalah hak mutlak atas sesuatu benda di mana


hak itu memberikan kekuasaan yang langsung atas sesuatu benda dan
dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Hak-hak kebendaan dalam hukum perdata Barat adalah :
1) Hak eigendom
Hak milik mutlak atas suatu benda dan dapat dinikmati secara bebas
asal dipergunakan tidak bertentangan dengan undang-undang dan
tidak mengganggu orang lain.
2) Hak opstal
Hak untuk mempunyai atau mendirikan bangunan di atas tanah milik
orang lain dengan mendapatkan izin dari pemiliknya.
3) Hak erfpacht
Hak untuk mempergunakan benda tetap milik orang lain dengan
membayar uang canon (pacht) pada tiap-tiap tahun, baik berupa uang
atau benda-benda lain.
4) Hak pakai hasil
Hak atas benda tetap atau bergerak, untuk digunakan seluruhnya serta
memungut hasilnya, sedang sifat benda tersebut tidak boleh berubah
atau berkurang nilainya.
5) Hak hipotik
Hak tanggungan yang berupa benda tak bergerak.
6) Hak gadai
Hak tanggungan yang berupa benda bergerak.
7) Hak servitut
Kewajiban bagi pekarangan yang berdekatan dengan kepunyaan
orang lain untuk mengizinkan memakai atau menggunakan
pekarangan tersebut.

Berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-


undang Pokok Agraria mencabut Buku II KUHPer sepanjang mengenai
bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Undang-undang Pokok Agraria ini telah menciptakan hak-hak atas
tanah, antara lain :
1) Hak milik
2) Hak guna usaha
3) Hak guna bangunan
4) Hak pakai
5) Hak sewa
2. Pengaturan Hukum Benda
Hukum benda ialah keseluruhan aturan hukum yang mengatur
tentang benda. Hukum benda diatur dalam Buku II KUHPer. Pengaturan
hukum benda menggunakan “sistem tertutup”, artinya orang tidak boleh
mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam
undang-undang.
Selain dari Buku II KUHPer, hukum benda juga diatur dalam
undang-undang lain, antara lain :
a. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria
b. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
c. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek
d. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Soal Ujian

1. Jelaskan pengertian benda dan hak kebendaan !


2. Jelaskan pembedaan benda bergerak dan tidak bergerak !
3. Jelaskan hal-hal yang menyebabkan benda dibedakan menjadi benda
bergerak dan tidak bergerak !
4. Sebutkan hak kebndaan menurut hukum perdata Barat dan menurut
Undang-Undang Pokok Agraria !
5. Jelaskan sistem pengaturan hukum kebendaan menurut KUHPer !
6. Sebutkan pengaturan hukum benda !

D. Hukum tentang Perikatan (van Verbentenissen)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, subjek, dan objek perikatan,
macam-macam prestasi dan wanprestasi, sumber perikatan, syarat sh
perjanjian, akibat hukum perjanjian, dan hapusnya perikatan.
1. Pengertian Perikatan
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.

2. Subjek dan Objek Perikatan


Subjek dari perikatan adalah kreditur (si berpiutang) dan debitur (si
berutang). Kreditur (si berpiutang) adalah pihak yang berhak menuntut
sesuatu. Debitur (si berutang) adalah pihak yang berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan.
Objek dari perikatan adalah prestasi, yaitu sesuatu yang wajib dipenuhi
oleh debitur dalam setiap perikatan.
Berdasarkan Pasal 1234 KUHPer, macam-macam prestasi adalah :
a. Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan
barang, dll.
b. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak,
membongkar bangunan, membangun rumah, dll.
c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya tidak mendirikan bangunan.

Lawan dari prestasi adalah wanprestasi, yaitu tidak melaksanakan


prestasi, dapat berupa :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apayang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

3. Sumber-sumber Perikatan
Berdasarkan Pasal 1233 KUHPer, perikatan bersumber dari :
a. Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
Misalnya : perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, dll.

b. Undang-undang
1) Karena perbuatan:
a) Perbuatan hukum
Pasal 1354 KUHPer :
Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah
untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa
pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat
dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan
tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat
mengerjakan sendiri urusan itu
b) Perbuatan melanggar hukum
Pasal 1365 KUHPer :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lan, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian tersebut.

2) Undang-undang saja
a) Pasal 104 KUHPer
Suami dan isteri, dengan mengikatkan diri dalam suatu
perkawinan, dan hanya karena itupun, terikatlah mereka dalam
suatu perjanjian bertimbal balik, akan memelihara dan mendidik
sekalian anak mereka.

b) Pasal 625 KUHPer


Antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain
bertetanggaan, adalah berlaku beberapa hak dan kewajiban,
baik yang berpangkal pada letak pekarangan mereka karena
alam, maupun yang berdasar atas ketentuan-ketentuan
undang-undang.

4. Syarat Sah Perjanjian


Pasal 1320 KUHPer :
Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


Suatu perjanjian terjadi dengan sah apabila masing-masing pihak
dapat bebas mengikatkan dirinya, jika dalam perjanjian itu terdapat
ketidak, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Perjanjian dianggap
tidak ada kebebasan kehendak apabila terjadinya karena :
a. Paksaan (dwang)
b. Kekeliruan (dwaling)
c. Penipuan (bedrog)

Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan


Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan
hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai usia 21
tahun atau sudah menikah.
Pasal 1330 KUHPer:
Tak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah:
1. Orang-orang yang belum dewasa;
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

Ad. 3. Sesuatu hal tertentu


Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian,
prestasi yang harus dipenuhi. Kejelasan mengeani pokok
perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk memungkinkan
pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak.

Ad. 4. Suatu sebab yang halal


Maksud dari “sebab yang halal” di sini bukanlah sebab dalam arti
yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat
perjanjian, tetapi sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri”.
Pasal 1337 KUHPer:
Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-
undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum.

5. Akibat Hukum Perjanjian Sah


Pasal 1338 KUHPer:
Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.

Ada beberapa hal yang menghapuskan perjanjian, antara lain :


 Ditentukan para pihak;
 Undang-undang menentukan batas waktu;
 Pernyataan para pihak/salah satu pihak untuk menghentikan
perjanjian;
 Putusan hakim/pengadilan;
 Tujuan perjanjian terpenuhi.

6. Hapusnya Perikatan
Pasal 1381 KUHPer:
Perikatan hapus karena:
 Pembayaran
 Penawaran pembayaran tunai diikuti penitipan
 Pembaharuan hutang (novasi)
 Perjumpaan hutang (kompensasi)
 Pembebasan hutang
 Musnahnya barang yang terutang
 Pembatalan
 Berlakunya syarat batal
 Lewat waktu (daluarsa)

Soal Ujian

1. Jelaskan pengertian, subjek dan objek perikatan !


2. Jelaskan macam-macam prestasi dan wanprestasi !
3. Jelaskan sumber perikatan !
4. Jelaskan syarat sah perjanjian dan akibat hukumnya !
5. Sebutkan hal-hal yang menghapus perjanjian dan perikatan !

Anda mungkin juga menyukai