Latar Belakang
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya
hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang
diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai
akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan
hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan
permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk dalam masalah hukum perdata.
Hukum perdata di Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan
larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai
dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara obyek hukum. Hukum
perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika
hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum
(misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata
mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari- hari.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya
hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (dikenal KUHPerdata.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan
Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW
diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang
berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Rumusan Masalah
3. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan
mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara
mereka dibelakang hari.
4. Asas Kekuatan Mengikat
Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya
mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan
sifatnya hanya mengikat.
5. Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang
mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam
hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun
subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
6. Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi
dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut
prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan
debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu
dengan itikad baik
7. Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak.
8. Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari
seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak
debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan
dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk
meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan
motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan
pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
9. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus
dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak
debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi
dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu
kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus
diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu
kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
10. Asas Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan
ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat
perjanjiannya
11. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja.
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.30
12. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang
berbunyi:“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas
bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrakberdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik
dari para pihak.
Sistematika Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia
1. Menurut Undang-Undang sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata terdiri atas 4 buku, yaitu:
-Buku I, yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat Hukum
Perorangan dan Hukum Kekeluargaan;
-Biku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan
Hukum Waris;
- Buku III, yang berjudul perihal perikatan (Van Verbintennissen), yang memuat
Hukum Harta Kekayaan yang berkenan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku
bagi-orang-orang atau pihak tertentu;
-Buku IV, yang berjudul perihal pembuktian dan kadauiawarsa (Van Bewijs en
Berjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu
terhadap hubungan-hubungan hukum.
2. Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam KUHPer)
terdapat 4 bagian, yaitu:
-Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:
a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum,
b. b.Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan
bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
KESIMPULAN
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam
pergaulan masyarakat. Jadi, hukum perdata adalah hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perorangan. Dalam [eradilan hukum perdata diutamakan
perdamaian karena hukum perdata itu tidak hanya difungsikan untuk menghukum
seseorang, tetapi juga sebagai alat untuk mendapatkan keadilan dan perdamaian.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Abdulkadi,
Hukum Perdata Indonesia,
(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014) Syahrizal DardA,
Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi
, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011) Kansil, C.S.T,
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989) Kansil, C.S.T,
Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2
(Jakarta: Balai Pustaka, 1993) Soetami Siti,
Pengantar Tata Hukum Indonesia,
(Bandung : PT Refika Aditama, 2007) Vollmar,
Pengantar Studi Hukum Perdata,
Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)