A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu mengetahui dan mengenal istilah-istilah atau penamaan
dalam Hukum Perdata.
B. URAIAN MATERI
“hukum perdata merupakan suatu aturan yang mengatur tentang hal-hal yang
sangat esensial bagi kebebasan individu seperti orang dan keluarganya, hak
milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang
menimal bagi kehidupan pribadi” (Van Dunne, 1987:1).
HUKUM PERORANGAN
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak
dan kewajiban. Subjek hukum terdiri atas :
Macam-macam domisili :
KEWENANGAN BERHAK
Contoh: seseorang yang berdomosili di kota Batam tidak dapat menjadi pemilih
pada Pemilu walikota Tanjungpinang.
Kedudukan / jabatan
Contoh : hakim dan pejabat hukum tidak boleh memiliki barang-barang dalam
perkara yang dilelang atas dasar keputusan pengadilan.
Jenis Kelamin dan hal tiada ditempat antara laki-laki dan wanita terdapat
perbedaan hak dan kewajiban. Dikatakan hal tiada ditempat / keadaan tidak
hadir apabila tidak ada kabar atau pemberitahuan untuk waktu yang cukup lama
(5 tahun berturut-turut). Bisa disebabkan meninggal, tidak tahu asal usul, dsb.
KECAKAPAN BERBUAT
2. tidak dibawah pengampuan, yaitu orang dewasa tapi dalam keadaan dungu,
gila, pemboros, dll.
3. tidak dilarang oleh UU, misal orang yang dinyatakan pailit oleh UU dilarang
untuk melakukan perbuatan hukum.
b. terbatas, hanya disamakan dalam hal perbuatan hukum, namun tetap berada
dibawah unmur.
PENGAMPUAN
Keluarga sedarah
Keluarga semenda dalam garis menyimpang sampai derajat keempat
Suami terhadap istri dan sebaliknya
Diri sendiri
Kejaksaan
Akibat pengampuan :
Istilah badan hukum tidak ada dalam KUHPerdata, namun dalam Buku
III KUHPerdata, terdapat istilah perkumpulan, yang terbentuk oleh adanya suatu
perjanjian khusus. Perkumpulan itu dapat kita artikan dengan badan hukum.
Teori Harta Kekayaan (A. Brinz; E.J.J. van der Heyden). Hanya manusia
yang bisa menjadi subjek hukum, namun ada kekayaan yang terikat dengan
tujuan tertentu yang dinamakan badan hukum.
HUKUM KELUARGA
1. Keturunan
Seorang anak sah (wettig kind) ialah anak yang dianggap lahir dari
perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Kepastian seorang anak sungguh-
sungguh anak sang ayah tentunya sulit untuk ditentukan secara sederhana. Untuk
mengatasi hal tersebut KUHPerdata menetapkan suatu tenggang kandungan
yang paling lama, yaitu 300 hari dan suatu tenggang kandungan yang paling
pendek, yaitu 180 hari. Seorang anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan
orangtuanya dihapuskan, maka anak tersebut adalah anak yang tidak sah. Namun
jika seorang anak dilahirkan sebelum lewat 180 hari setelah perkawinan
orangtuanya, maka ayahnya (suami) berhak menyangkal sahnya anak tersebut,
kecuali jika sudah mengetahui bahwa istrinya mengandung sebelum perkawinan
berlangsung atau jika si ayah (suami) hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran
dan ditandatanganinya.
2. Kekuasaan orangtua
Seorang anak yang sah sampai pada waktu ia mencapai usia dewasa atau
kawin, berada di bawah kekuasaan orangtuanya selama kedua orangtua itu
terikat dalam hubungan perkawinan. Kekuasaan orangtua itu tidak saja meliputi
diri si anak, tetapi juga meliputi benda atau kekayaan si anak itu. Kekuasaan
orangtua terhadap anak dapat dibebaskan manakala orangtua tersebut dianggap
tidak cakap/mampu untuk memelihara serta mendidik anak.Namun jika orangtua
melakukan perlawanan maka kejaksaan tidak dapat memaksa. Selain itu
kekuasaan orangtua dapat dicabut berdasarkan keputusan Hakim dengan alasan
sesuai UU.
3. Perwalian
4. Pendewasaan
5.Pengampuan
HUKUM PERKAWINAN
Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang
perempuan untuk waktu yang lama.KUHPerdata hanya memandang perkawinan
dalam hubungan keperdataan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 BW. Dalam
pasal tersenut dinyatakan bahwa perkawinan akan sah manakala memenuhi
syarat-syarat dalam BW dan mengesampingkan syarat-syarat lainnya termasuk
peraturan agama. Asas yang berlaku dalam BW adalah asas monogamy. Artinya
apabila ada sesorang yang berpoligami maka hal tersebut masuk dalam
pelanggaran ketertiban umum dan dibatalkan. Adapun syarat-syarat perkawinan
dalam BW adalah :
1. Kedua pihak telah cukup umur, yakni 18 tahun untuk lelaki dan 15 tahun
untuk perempuan;
2. Harus ada persetujuan kedua belah pihak;
3. Untuk perempuan yang pernah kawin maka harus melewati terlebih dahulu
300 hari untuk dapat kawin lagi;
4. Tidak ada larangan dalam UU bagi kedua pihak;
5. Untuk pihak yang masih di bawah umur harus ada izin dari orangtua atau
walinya.
1. Suami atau istri serta anak-anak dari pihak yang hendak kawin;
2. Orangtua kedua pihak;
3. Jaksa.
2. Apakah membuat perjanjian pra nikah dibenarkan secara hukum dan agama?
Konsep perjanjian pra nikah awal memang berasal dari hukum perdata
barat KUHPer. Tetapi UU No.1/1974 tentang Perkawinan ini telah mengkoreksi
ketentuan KUH Per (buatan Belanda) tentang perjanjian pra nikah. Dalam pasal
139 KUHPer: “Dengan mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami isteri
adalah berhak menyiapkan beberapa penyimpangan dari peraturan perundang-
undangan sekitar persatuan harta kekayaan asal perjanjia itu tidak menyalahi tata
susila yang baik atau tata tertib umum dan asal diindahkan pula segala
ketentuan di bawah ini, menurut pasal berikutnya”.
Isi Perjanjian pra nikah diserahkan pada pihak calon pasangan yang akan
menikah dengan syarat isinya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, hukum dan agama, Seperti telah dijelaskan diatas dalam
point 1.
Bahwa perjanjian pra nikah dasarnya adalah bentuk kesepakatan maka ia
termasuk dalam hukum perjanjian buku III KUHPer, sebagaimana Pasal 1338 :
para pihak yang berjanji bebas membuat perjanjian selama tidak melanggar
kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang.
HUKUM WARIS
2.Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk
suami atau isteri dari pewaris. (pasal 832 BW)
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
(pasal . Contohnya: kakek dan nenek pewaris, baik dari pihak ibu maupun dari
pihak bapak. Mereka mewaris dalam hal ahli waris golongan I dan golongan II
tidak ada
4.GolonganIV
-Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu
-keturunan paman dan bibi sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris
– saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat ke enam di
hitung
dari pewaris.
Kategori pertama adalah orang yang dengan putusan hakim telah telah
dinyatakan bersalah dan dihukum karena membunuh atau telah mencoba
membunuh pewaris. Kedua adalah orang yang menggelapkan, memusnahkan,
dan memalsukan surat wasiat atau dengan memakai kekerasan telah
menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat menurut kehendaknya
sendiri. Ketiga adalah orang yang karena putusan hakim telah terbukti
memfitnah orang yang meninggal dunia dan berbuat kejahatan sehingga
diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih. Dan keempat, orang yang telah
menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat dari pewaris.
A. GOLONGAN I.
Dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris
yang berhak menerima warisan. Dalam bagan di atas yang mendapatkan warisan
adalah istri/suami dan ketiga anaknya. Masing-masing mendapat ¼ bagian
adalah : Ayah, Ibu, Pewaris, Saudara, Saudara.
B. GOLONGAN II
Dalam contoh bagan di atas yang mendapat warisan adalah ayah, ibu,
dan kedua saudara kandung pewaris. Masing-masing mendapat ¼ bagian. Pada
prinsipnya bagian orangtua tidak boleh kurang dari ¼ bagian
C. GOLONGAN III
Contoh bagan di atas yang mendapat warisan adalah kakek atau nenek
baik dari ayah dan ibu. Pembagiannya dipecah menjadi ½ bagian untuk garis
ayah dan ½ bagian untuk garis ibu.
D. GOLONGAN IV
Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga
sedarah dalam garis atas yang masih hidup. Mereka ini mendapat ½ bagian.
Sedangkan ahli waris dalam garis yang lain dan derajatnya paling dekat dengan
pewaris mendapatkan ½ bagian sisanya.
HUKUM PERIKATAN
Sumber-sumber perikatan :
1. Persetujuan (perjanjian)
Macam-macam perikatan:
Hapusnya perikatan :
1. Pembayaran;
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan barang yang hendak
dibayarkan itu di suatu tempat.
3. Pembaharuan hutang;
5. Percampuran hutang;
6. Pembebasan hutang;
8. Pembatalan perjanjian;
1. Perjanjian jual beli, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu
menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan
pihak lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai
harganya.
2. Perjanjian sewa-menyewa, yaitu suatu perjanjian diaman pihak yang satu
menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama suatu
jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan
membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-
waktu yang ditentukan. Pihak penyewa memikul dua kewajiban poko, yaitu :
(1) membayar uang sewa pada waktunya, (2) memelihara barang yang
disewa sebaik-baiknya, seolah-olah barang miliknya sendiri.
3. Pemberian atau hibah (schenking), yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang
satu menyanggupi dengan cuma-cuma dengan secara mutlak memberikan
suatu benda pada pihak yang lainnya yang menerima pemberian itu.
4. Persekutuan (maatschap), yaitu suatu perjanjian dimana beberapa orang
bermufakat untuk bekerja bersama dalam lapangan ekonomi, dengan tujuan
membagi keuntungan yang akan diperoleh. Persekutuan merupakan suatu
bentuk kerjasama yang paling sederhana, bahkan diperbolehkan seorang
anggota hanya menyumbangkan tenaga saja.Untuk perjanjian model ini tidak
diperlukan adanya suatu akte. Perjanjian ini dikenla juga dengan sebutan
“perjanjian consensueel” yaitu perjanjian yang dianggap sudah cukup jika
ada kata sepakat.
5. Penyuruhan (lastgeving), yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu
memberikan perintah kepada pihak yang lain untuk melakukan suatu
perbuatan hukum.
6. Perjanjian pinjam, meliputi 2 aspek, yaitu : (1) perjanjian pinjam barang
yang tidak dapat diganti, seperti peminjaman mobil, motor dan lain-lain, (2)
perjanjian pinjaman barang yang dapat diganti, seperti meminjam uang,
beras dan lain-lain.
7. Penangguhan hutang, yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi
pada pihak lainnya, bahwa ia menanggung pembayaran suatu hutang, apabila
si berhutang tidak menepati kewajibannya.
8. Perjanjian perdamaian, yaitu suatu perjanjian dimana dua pihak membuat
suatu perdamaian untuk mengakhiri suatu perkara, dalam perjanjian mana
masing-masing melepaskan sementara hak-hak atau tuntutannya. Perjanjian
semacam ini harus tertulis.
9. Perjanjian kerja, terbagi 3 macam, yaitu :(1) perjanjian perburuhan yang
sejati, adalah suatu perjanjian yang menerbitkan suatu hubungan terbatas
antara buruh dan majikan, diperjanjikan suatu upah, dan dibuat untuk waktu
tertentu,(2) pemborongan pekerjaan, ialah suatu perjanjian dimana satu pihak
menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya, melakukan suatu pekerjaan
tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula, (3) perjanjian untuk
melakukan suatu pekerjaan terlepas, seperti seorang kuli mengangkut barang
atau seorang dokter gigi yang mencabut gigi pasiennya..
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
Buatlah resume istilah-istilah Bahasa Indonesia tentang Hukum Perdata yang
berada dalam sebuah jurnal nasional (bebas)
D. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Z. Ansori. 1986. Sejarah dan kedudukan BW di Indonesia.
Jakarta: Rajawali.
H.F.A. Vollmar. 1989. Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II.
Jakarta: Rajawali.
Mertokusumo, Sudikno. 1986. Mengenal Hukum (suatu pemgantar).
Yogyakarta: Liberty
M. Soefwan, Sri Soedewi. 1975. Hukum Perutangan. Hukum Perdata
FH UGM, Yogyakarta.
Dunne, Van. 1987. Diklat Khusus Hukum Perikatan, Terjemahan oleh
Sudikno Mertokusumo, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.