Anda di halaman 1dari 14

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.

com

KUHPdt. tetap diberlakukan dalam masa kemerdekaan. Untuk hal tersebut ada beberapa pendapat antara lain dari DR. SAHARJO, SH, Prof. Mahadi, SH, DR. Mathilda Sumampau, SH. Hukum Perdata Istilah hukum perdata di dalam literatur hukum Indonesia, sering juga disebut dengan berbagai istilah, seperti hukum perdata materiel, hukum civil, hukum private. Sedangkan pemakaian istilah hukum sipil, tampaknya kurang tepat, karena istilah ini sering dipertentangkan dng istilah hukum militer. Pemakaian istilah hukum private untuk hukum perdata, dianggap sama/identik, padahal sebenarnya tidak persis sama. Maksudnya karena, hukum apabila dilihat dari isinya/isi pengaturannya, dapat disimpulkan bahwa hukum private itu lebih luas dari hukum perdata [lihat bagan]

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

PRIVAT

HUKU M

PUBLIK

Dalam Arti SEMPIT = HUKUM PERDATA

Dalam Arti LUAS

Dalam Arti SEMPIT = HUKUM PERDATA

Hukum Dagang

Hukum Perdata FORMIL [KUHAPdt .]

Hukum Perdata Materiel TERTULIS, yang diatur dan dimuat dalam BW yang terdiri dari 4 buku yaitu : Buku tentang orang Buku tentang benda buku tentang perikatan buku tentang bukti dan kadaluarsa

Hukum Perdata MATERIL [KUHP]

Dilihat Dari Bentuknya

Hukum Perdata Materiel Tidak Tertulis [hukum perdata adat]

Dari bagan ini dapat kita simpulkan bahwa :

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

1. hukum perdata merupakan bagian dari hukum privat, atau hukum perdata sebagai hukum privat ; 2. hukum dagang sebagai hukum privat 3. hukum acara perdata juga sebagai hukum privat. Pengertian hukum perdata itu sendiri banyak ditemukan dan diberikan oleh para ahli hukum dimana masing-masing ahli hukum ini, memberikan pengertiannya secara terpisah. Namun demikian, pengertian yang diberikan oleh para ahli hukum ini sebetulnya memiliki pengertian yang sama/hampir sama, yaitu hukum perdata merupakan hukum yang mengatur dan bersumber kepada kepentingan pribadi, yang dipertentangkan dengan hukum publik yang mengatur dan bersumber pada kepentingan umum. Dengan perkataan lain, kebanyakan para ahli hukum berpendapat bahwa hukum perdata itu adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan / pribadi. Untuk membuktikan pendapat ini perlu dikutip pendapat para sarjana yang antara lain menyatakan, sebagai berikut : 1. Prof. Subekti, hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan ; 2. Prof. Dr. Ny. Sri Sudewi, hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan warga negara yang lain di dalam masyarakat. 3. Sarjana lain berpendapat bahwa, hukum perdata adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lain, dimana kedudukannya satu sama lain adalah seimbang. 4. Kesimpulan Kuliah, bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubunga hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, di dalam masyarakat, dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum Perdata Yang Berkaitan dengan Inkar Janji/Wanprestasi Yaitu suatu kondisi dimana debitur tidak melaksanakan isi perjanjian sebagaimana mestinya, yang meliputi berbagai bentuk, seperti debitur tidak melaksanakan sama sekali isi perjanjian ; debitur terlambat memenuhi isi perjanjian ; debitur tidak melaksanakan isi perjanjian sebagai mana mestinya [keliru] = khususnya untuk memenuhi PRESTASI sebagaimana diperjanjikan. Prestasi di dalam KUHPdt., merupakan kewajiban debitur yang pada POKOK-nya jika tidak dilaksanakan oleh debitur maka disebut dengan WANPRESTASI, sedang PREPARATUR yang memiliki pengertian untuk menjaga, merawat barang itu sampai penyerahan untuk menjaga kenikmatan suatu barang agar tidak berkurang, kemudian menyerahkan barang [memberikan suatu barang/kenikmatan] hal ini semua merupakan suatu kewajiban pokok bagi debitur [jika diulas dan disyaratkan dalam perjanjian]. Tindakan menjaga, merawat ini ditafsirkan sebagaimana yang pantas dan wajar menurut ukuran umum, dimana pelanggaran-pelanggaran terhadap tindakan hal ini disebut wanprestasi.

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

Riel Eksekusi, suatu kondisi dimana debitur lalai, dan Undang-Undang memberikan kesempatan kepada kreditur untuk melaksanakan sendiri isi perjanjian dimaksud, dengan perantaraan hakim dalam melaksanakan isi perjanjiannya dengan debitur. Pada hakekatnya Undang-Undang hanya memberi kesempatan riel eksekusi, hanya terhadap perihal untuk berbuat atau tidak berbuat, dimana Undang-Undang untuk melaksanakan peluang ini kepada kreditur, untuk melaksanakannya tidak ada. ASAS-ASAS HUKUM PERDATA1 KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA 1. Aneka Pembagian Penduduk Indonesia Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, penduduk Indonesia dibagi menjadi 3 golongan & masing-masing golongan penduduk memiliki hukum perdata sendiri-sendiri. Menurut Pasal 163 ayat (1) I.S. ( Indische Staatsregeling) 3 golongan penduduk Indonesia yaitu: a. Golongan Eropa, yaitu : 1. Semua warganegara Belanda 2. Bukan warganegara Belanda tapi orang yang berasal dari Eropa 3. Semua warganegara Jepang 4. Orang0orang yang berasal dari negara lain yang hukum keluarganya sama dengan hukum keluarga Belanda 5. Keturunan mereka yang tersebut diatas b. Golongan Pribumi, yaitu: 1. Orang-orang Indonesia asli yang tidak pindah ke golongan lain 2. Mereka yang semula termasuk golongan lain, lalu membaurkan dirinya ke dalam golongan Indonesia Asli. c. Golongan Timur Asing, yaitu mereka yang tidak termasuk dalam Golongan Eropa atau Indonesia Asli, yakni: 1. Golongan Timur Asing Tionghoa (China) 2. Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa Pembagian penduduk dalam 3 golongan ini sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini, dan dengan dikeluarkannya Instruksi Presidium Kabinet No.31/U/12/1966, telah diinstruksikan kepada Menteri Kehakiman serta Kantor Catatan Sipil seluruh Indonesia untuk tidak menggunakan penggolongan penduduk Indonesia berdasarkan Pasal 131 dan 163 Indische Staatsregeling pada Kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia. Ketentuan pencabutan pembagian golongan penduduk ini dipertegas kembali berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan yang dalam pasal 106. d. Keanekaragaman Hukum Perdata di Indonesia
1

Sumber RINGKASAN BUKU POKOK-POKOK HUKUM PERDATA INDONESIA PENGARANG : P.N.H SIMANJUNTAK, S.H. CETAKAN TAHUN 2005, Oleh FH-UWI Martina Amalia

NIM.2103381

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

Sampai saat ini, Hukum Perdata di Indonesia masih beraneka ragam karena banyaknya golongan penduduk Indonesia dan masing-masing golongan memiliki kebutuhan akan Hukum Perdatanya masing-masing. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda terdapat penggolongan hukum perdata yang berlaku bagi golongan warganegara di Indonesia, yaitu: a) Golongan bangsa Indonesia Asli (Bumiputera) Bagi golongan Bumiputera berlaku Hukum Adat, yaitu hukum yang sejak dahulu telah berlaku di kalangan masyarakat. Namun hukum ini pun masih berbeda-beda sesuai dengan daerahnya masing-masing. Di samping hukum adat, terdapat beberapa peraturan undang-undang yang secara khusus dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda bagi golongan Bumiputera yaitu antara lain : Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Stb.1933 No.74), Ordonansi tentang Maskapai Andil Indonesia atau IMA (Stb.1939 No.569 jo.717), dan Ordonansi tentang Perkumpulan bangsa Indonesia (Stb.1939 No.570 jo.717). b) Golongan Eropa. Bagi Golongan Eropa, berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang diselaraskan dengan Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel yang berlaku di negeri Belanda. c) Golongan Tionghoa. Bagi Golongan Tionghoa berlaku KUHPer dan KUHD dengan beberapa pengecualian, yaitu mengenai pencatatan sipil, caracara perklawinan, dan pengangkatan anak (adopsi). d) Golongan Timur Asing yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropa. Bagi Golongan Timur Asing yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropa (seperti : Arab, India, Pakistan, Mesir, dan lain-lain), berlaku sebagian dari KUHPer dan KUHD, yaitu hanya mengenai hukum harta kekayaan. Sedangkan hukum waris (tanpa wasiat), hukum kepribadian dan hukum keluarga berlaku hukum negara mereka sendiri. Dari uraian di atas sudah jelas, bahwa hukum perdata di Indonesia beraneka ragam (pluralistik), walaupun dalam bidang tertentu sudah terdapat kodifikasi (seperti KUHPdt dan KUHD), namun hal ini belum sepenuhnya dikodifikasikan. Bahkan sampai saat ini, Hukun Perdata masih banyak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda dan beraneka ragam, seperti : Hukum Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974), hukum agraria (UU No.5 Tahun 1960), hukum ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003), hukum kewarisan, dan sebagainya. Disamping itu, masih banyak peraturan perundang yang berlaku secara tumpang tindih yang cukup membingungkan masyarakat dan ahli hukum. e. Penundukan Diri Secara Sukarela kepada Hukum Perdata Barat Menurut pasal 131 ayat (4) I.S., bagi orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum diletakkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk Eropa. Berdasarkan ketentuan ini, maka dibentuklah suatu lembaga penundukan diri yang diatur dalam Staatblad 1917 No.12 tentang Penundukkan Secara Sukarela Kepada Hukum Perdata Eropa, setiap orang yang bukan golongan Eropa dapat menundukkan diri

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

secara sukarela kepada Hukum Perdata Barat (Eropa) di Indonesia. Ada 4 macam penundukan dengan sukarela kepada hukum perdata barat di Indonesia, yakni : 1. Penundukan secara sukarela pada seluruh hukum perdata barat (Pasal 117 Stb.1917/12) 2. Penundukan dengan sukarela pada sebagian hukum perdata barat yang hanya meliputi hukum harta kekayaan dan hukum waris testamenter saja seperti yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa dalam Staatblad 1924 No.556 (Pasal 18-25 Stb.1917/12), 3. Penundukan secara sukarela pada hukum perdata barat mengenai suatu perbuatan hukum yang tertentu (Pasal 26-28 Stb.1917/12) 4. Penundukan secara diam-diam, yang menurut Pasal 29 Stb.1917/12, jika seorang bangsa Indonesia asli melakukan suatu perbuatan hukum yang tidak dikenal di dalam hukumnya sendiri, maka ia dianggap secara diamdiam menundukan dirinya pada Hukum Eropa. Sejarah Hukum Perdata 1. HUKUM PERDATA BELANDA Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (18061813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi). Kemudian Belanda menginginkan Kitab UndangUndang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama : 1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD. Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selesai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda. 2. HUKUM PERDATA INDONESIA Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem. Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia. Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945 Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960. 3. B.W./KUHPdt SEBAGAI HIMPUNAN TAK TERTULIS B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi penduduk golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa & yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W. sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka. Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman RI pada saat itu] mengeluarkan gagasan yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuanyg sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan. 4. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 3 TAHUN 1963 Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt. antara lain pasal berikut : 1. Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum & untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya. Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI. 2. Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak tidak lagi berakibat terputusnya hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga tentang hal ini juga tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI. 3. Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta notaris.

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

4. Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, pemilik barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan 5. Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan tertulis. Mahkamah Agung pernah memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugat kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan oleh karena tergugat masih dapat menghindarkan terkabulannya gugatan dengan membayar hutangnya sebelum hari sidang pengadilan. 6. Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan . Dengan tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari setiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus dibagi antara kedua belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban dimaksud. 7. Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan Kodifikasi Hukum Perdata di Eropa Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia saat ini berasal dari Hukum Perdata Belanda yang disebut Burgerlijk Wetboek (BW). Sedangkan Hukum Perdata Belanda ini berasal dari Hukum Perdata Perancis. Hukum Perdata Perancis ini dikodifikasi pada tanggal 21 Maret 1804 dengan nama Code Civil des Francais. Tahun 1807, kodifikasi ini diundangkan lagi dengan nama Code Napoleon. Sewaktu Perancis menduduki Belanda, Code Napoleon ini berlaku pula di negeri Belanda sebagai kitab undang-undang resmi. Setelah Belanda merdeka & Perancis meninggalkan Belanda, Pemerintah Kerajaan Belanda mengadakan kodifikasi hukum Belanda yang bersumber dari Code Napoleon dan Hukum Belanda Kuno. Pada tahun 1838, Pemerintah Kerajaan Belanda telah mengkodifikasikan Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Sipil) dan Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). 5. Berlakunya KUHPer di Indonesia Sewaktu Belanda menguasai Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel di Indonesia. Kemudian, Burgerlijk Wetboek (KUHPer) dan Wetboek van Koophandel (KUHD) ini ditiru oleh pemerintah Hindia Belanda berdasarkan asas konkordasi (asas persamaan berlakunya sistem hukum) di dalam

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

10

menyusun kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) & Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan Staatblad No.23 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 di Hindia Belanda. Dengan demikian, berlakunya suatu sistem hukum di Indonesia yang sama dengan sistem hukum yang berlaku di negeri Belanda ini berdasarkan Asas Konkordasi, yang tercantum dalam Pasal 75 Regerings Reglement jo Pasal 131 Indische Staatsregeling. Menurut Pasal ini, bagi golongan Eropa berlaku hukum yang sama dengan hukum yang berlaku bagi mereka di negeri Belanda. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Pemerintah Militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1942 yang dalam Pasal 2 menetapkan, bahwa semua undang-undang, termasuk KUHPer dari Pemerintah Hindia Belanda, tetap berlaku sah untuk sementara waktu. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUHPer berlaku kembali di Indonesia. Pasal II Aturan Peralihan menyatakan, bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada atau masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Pada waktu Pemerintah Republik Indonesia berubah menjadi Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, KUHPer masih diberlakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 192 ketentuan peralihan Konstitusi RIS yang menyatakan, bahwa peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini. Kemudian sewaktu negara RIS kembali berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berlakunyan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950, KUHPer masih berlaku. Hali ini sesuai Pasal 142 Ketentuan Peralihan yang menyatakan, bahwa peraturan undangundang dan ketentuan-ketentuan tata usaha negara yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950, tetap berlaku dengan tidak merubah sebagai peraturan ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-Undang dan ketentuan tata usaha atas kuasa Undang-Undang Dasar ini. Akhirnya setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan, KUHPer pun masih dinyatakan berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang dikodifikasi ini masih berlaku sampai saat ini. Hal ini dimaksudkan adalah untuk mengisi kekosongan hukum dan untuk menjamin adanya kepastian hukum. Meskipun demikian, Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia hingga sekarang ini masih beraneka ragam dan masih banyak materi Hukum Perdata yang tidak termuat dalam KUHPer, melainkan tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

11

e) PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM PERDATA 1. Definisi Hukum Perdata Mengenai pengertian dari Hukum Perdata ini, oleh para pakar sarjana hukum diartikan secara berbeda-beda. Pendapat para sarjana hukum itu antara lain: Menurut Prof.Subekti S.H., yaitu: Hukum perdata dalam arti yang luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Menurut Prof.Soediman Kartohadiprodjo S.H., yaitu: Hukum perdata (materiil) ialah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur hak-hak dan kewajiban perdata. Menurut Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo S.H., yaitu: Hukum perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat. Menurut Prof Dr. R.Wirjono Prodjodikoro, S.H., yaitu: Hukum perdata adalah suatu rangkaian hukum antara orang-orang atau badan hukum satu sama lain tentang hak dan kewajiban. Menurut H.F.A. Vollmar, yaitu: Hukum perdata ialah aturanaturan atau norma-norma, yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingankepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan yang lain dari orangorang di dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas. Hukum perdata disebut juga hukum sipil atau hukum privat. Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, S.H., yaitu: Hukum perdata adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tingkah laku orang yang seorang terhadap orang lainnya di dalam negara itu, tingkah laku antara warga masyarakat dalam hubungan keluarga dan dalam pergaulan masyarakat. Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan hukum perdata adalah hukum yang mengatur mengenai

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

12

hubungan hukum antara hak dan kewajiban orang/badan hukum yang atu deng orang/badan hukum yang lain di dalam pergaulan hidup masyarakat, dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan/individu. 2. Hukum Perdata dalam Arti Luas dan Hukum Perdata dalam Arti Sempit Menurut Prof.Subekti, perkataan hukum perdata dalam ari yang luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Lebih lanjut menurut beliau. perkataan perdata juga lazim dipakai sebagai lawan dari pidana. Namun, ada juga yang memakai perkataan hukum sipil untuk hukum privat materiil, tetapi karena perkataan sipil itu juga lazim dipakai sebaga lawan dari militer, maka lebih baik dipakai istilah hukum perdata untuk segenap peraturan hukum privat materiil. Sedangkan, perkataan hukum perdata dalam arti yang sempit dipakai sebagai lawan hukum dagang. Menurut Prof.Soedewi Masjchoen Sofwan, hukum perdata tertulis sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut Hukum Perdata, merupakan hukum perdata dalam arti sempit. Sedangkan hukum perdata dalam arti luas termasuk didalamnya Hukum Dagang. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan, bahwa: o Hukum perdata dalam arti sempit meliputi seluruh peraturanperaturan yang terdapat dalam KUHPer (BW), yaitu: Hukum Pribadi, Hukum Benda (Hukum Harta Kekayaan), Hukum Keluarga, Hukum Waris, Hukum Perserikatan serta Hukum Pembuktian dan Daluwarsa. o Hukum Perdata dalam arti luas meliputi seluruh peraturanperaturan yang terdapat dalam KUHPer, KUHD bbeserta peraturan perundang-undangan tambahan lainnya (seperti : Hukum Agraria, Hukum Adat, Hukum Islam, Hukum Perburuhan, dan sebagainya). Jadi dapat disimpulkan, bahwa Hukum Perdata ini dpat berbentuk tertulis, seperti yang dimuat dan diatur dalam KUHPer ( Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek van Koophandel) serta peraturan perundang-perundangan lainnya, dan dapat jga berbentuk tidak tertulis, seperti Hukum Adat. Hukum Perdata Materiil dan Hukum Perdata Formiil Menurut Prof.Dr.L.J. van Apeldoorn, hukum perdata dibagi dalam hukum perdata materiil dan hukum perdata formiil. Hukum perdata materiil mengatur kepentingan-kepentingan perdata, sedangkan hukum perdata formil mengatur pertikaian hukum mengenai kepentingan-kepentingan perdata atau dengan perkataan lain, cara

3.

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

13

memepertahankan peraturan-peraturan hukum perdata materiil dengan pertolongan hakim. Lebih lanjut menurut beliau, hukum perdata materiil disebut juga hukum sipil. Sedangkan menurut Prof.Soediman Kartohadiprodjo, yang dimaksudkan dengan hukum perdata materiil ialah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur hak-hak dan kewajiban perdata. Lawannya ialah hukum perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur bagaimana caranya melaksanakan hakhak dan kewajiban-kewajiban perdata tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan : a. Hukum perdata materiil adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban perdata. Misalnya : Hukum Dagang, Hukum Perkawinan, Hukum Waris, Hukum Perjanjian, Hukum Adat, dan sebagainya. b. Hukum perdata formil adalah aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan serta mempertahankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata (hukum perdata materiil). Misalnya : Hukum Acara Perdata.

f) HUBUNGAN ANTARA HUKUM PERDATA DAN HUKUM PUBLIK 1. Hukum privat atau Privaatrecht (Hukum Sipil/Hukum Perdata) adalah hukum yang mengatur mengenai hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam pergaulan masyarakat dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Hukum privat ini disebut juga dengan hukum perdata, baik itu hukum perdata dalam ari sempit maupun hukum perdata dalam arti luas. Yang termasuk dalam hukum Privat ini adalah Hukum Perkawinan, Hukum Dagang, Hukum Perburuhan, Hukum Waris dan sebagainya. 2. Hukum Publik (Publickrecht) adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warganegara). Yang termasuk dalam hukum publik ini adalah: Kesatu : Hukum Pidana, yaitu hukum yang mengatur sikap dan tingkah laku manusia yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan dengan sanksi hukum sebagai suatu penderitaan khas yang dipaksakan kepada siapa saja yang melanggar ketentuan-ketentuan pidana. Hukum pidana ini terbagi lagi dalam beberapa cabang ilmu, yaitu antara lain Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Pidana, Ilmu Kriminologi dan sebagainya. Hukum Publik yang kedua adalah Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk dan susunan negara dan/atau pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapannya satu sama lain, serta hubunngan antara pemerintah pusat dengan

Hukum Perdata ROBAGA GAUTAMA SIMANJUNTAK rgsimanjuntak@gmail.com

14

pemerintah daerah. Hukum Tata Negara ini terbagi dalam beberapa cabang ilmu, yaitu Hukum Administrasi Negara, Ilmu Negara, dan lain-lain. Hukum Publik yang Ketiga yaitu Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antar negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan internasional. Hukum internasional terbagi dalam beberapa cabang ilmu, antara lain: Hukum Perjanjian Internasional, Hubungan Internasioanal, dan lain-lain.

============================================== =================

Anda mungkin juga menyukai