memberikan
pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingankepentingan perseorangan dalam perbandingannya yang tepat antara kepentingan
yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat
-
tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas1
Van Dunne
hukum perdata adalah suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat
penting bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan
perikatan. Bedanya dengan hukum publik yakni dalam hal memberikan jaminan yang
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustakan,
2006, Hlm 2-3
2
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarrta: Djambatan, 2009,
Hlm 7
hukum Perdata adalah hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban
perseorangan yang satu terhadap yang lain didalam hubungan berkeluarga dan dalam
pergaulan masyarakat.
Dari beberapa pengertian menurut ahli, dapat diketahui bahwa hukum perdata ialah
ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam
memenuhi kepentingan atau kebutuhannya. Selain pengertian diatas, hukum perdata juga
dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit. Hukum perdata dalam arti luas ialah bahan
hukum sebagaimana yang tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau KUH
Perdata (BW), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau KUHD (WvK), beserta peraturan
perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan perdata sedangkan hukum
perdata dalam arti sempit ianal bahan hukum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata atau KUH Perdata (BW).
sekarang di Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (BW) oleh penjajah
Belanda dengan sengaja disusun sebagai tiruan belaka dari BW yang ada di
Belanda dan diperlakukan pertama-tama bagi orang-orang Belanda yang ada di
Indonesia.
Hukum Nasional bulan Mei 1962. Dengan gagasan ini, para hakim lebih leluasa
untuk mengenyampingkan beberapa pasal dari BW yang tidak sesuai.
Lebih lanjut Wirjono Prodjodikoro mengatakan agar BW sebagai pedoman juga
agar dihilangkan sama sekali dari bumi Indonesia secara tegas, yaitu dengan suatu
pencabutan, tidak dengan undang-undang melainkan secara suatu pernyataan
resmi dari pemerintah atau dari Mahkamah Agung. Ternyata gagasan tentang
kedudukan KUH Perdata ini disetujui oleh MA dan juga oleh para sarjana, sehingga
dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963 yang
ditujukan kepada seluruh Kepala Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi di
seluruh Indonesia agar beberapa pasal tertentu dari KUH Perdata dianggap tidak
berlaku lagi.
Berdasarkan dari penjelasan diatas, kedudukan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata di Indonesia hanya sebagai rechtboek (buku hukum) bukan sebagai
wetboek (buku undang-undang). Oleh karena itu, berlakunya Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata di Indonesia hanya sebagai pedoman saja. Selain itu, untuk
mengatasi kevacuuman (mengisi kekosongan dalam hukum) beberapa ketentuan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu secara a priori diberlakukan
secara dwingenrecht (memaksa)
Namun, kedudukan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau
yang lebih dikenal dengan Burgerijk Wetboek atau BW secara yuridis tetap sebagai
undang-undang, namun pada saat ini tidaklah utuh dan bulat seperti keadaan
semula. Beberapa bagian dari BW sudah tidak berlaku lagi, baik karena ada suatu
peraturan perundang-undangan yang baru dalam perdata, maupun karena
disingkirkan dan mati oleh putusan-putusan hakim karena dipandang sudah tidak
sesuai dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat jauh beruba
dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada saat Burgerlijk Wetboek atau BW
dikodifikasikan.
itu;
Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara
lain tentang perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul
didalamnya seperti hukum harta kekayaan suami dan istri. Kemudian mengenai
hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua
(ouderlijik macht), perwalian (yongdij), dan pengampunan (curatele);
Hukum waris (etfrecht) mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia
meninggal dunia (mengatur akibat-akibat) hukum dari hubungan keluarga
terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang;