Anda di halaman 1dari 32

Fungsi Mahkamah Agung

Oleh:
Prof. Dr. Maidin Gultom, SH., MHum

Disampaikan pada
Kuliah Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA)
HK LAW EDUCATION CENTRE
MEDAN
2022 1
Fungsi MA adalah untuk melakukan
pengawasan dan pengaturan.

 Melakukan pengawasan tertinggi terhadap


penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan
peradilan dan menjalankan kekuasaan kehakiman.

 Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim


di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan
tugasnya.

2
 Berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-
hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari
semua tingkat peradilan.

 Berwenang memberi petunjuk,teguran,atau


peringatan yang dipandang perlu kepada peradilan
disemua lingkungan peradilan.

 Pengawasan dan kewenangan sebagai mana


dimaksudkan dalam ayat (1) sampai dengan ayat (4)
tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.

3
Mahkamah Agung dapat mengatur
lebih lanjut hal-hal yang diperlukan
bagi kelancaran penyelenggaraan
peradilan.

4
Bentuk pengawasan MA yang menjadi pranata
Hukum, berupa:

 Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA),Yang berisi


bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan yang
lebih bersifat Administrasi.

 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA),surat dalam


bentuk peraturan yang isinya merupakan ketentuan
bersifat Hukum Acara.

5
 Fatwa Mahkamah Agung yaitu,Surat Ketua Mahkamah
Agung yang dibuat secara khusus kepada pengadilan
tertentu untuk memberikan petunjuk tehnis atau
teguran yang berkaitan dengan proses persidangan atas
proses Eksekusi putusan pengadilan.

 Buku II Mahkamah Agung tentang pedoman


pelaksanaan tugas dan administrasi pengadilan yang
telah diberlakukan semenjak Tahun 1994.

6
Berkaitan dengan fungsi pengawasan
Mahkamah Agung atas
penyelengaraan peradilan, perlu
disikapi berbagai perkembangan
terhadap proses peradilan,sebagai
berikut :

7
 Tujuan peradilan kasasi yaitu :

– Menyatakan satu kesatuan hukum melalui


yurisprudesi yang dapat diartikan menciptakan
hukum melalui yurisprudensi melalui fungsi ini,MA
dapat menciptakan kaidah hukum dalam
yuruprudensi termasuk kasasi dalam putusan
bebas.

– Menjaga kesamaan,yang dapat diartikan menjamin


terlaksananya peradilan secara cepat,sederhana
dan berbiaya ringan (Penjelasan Pasal 4 UU No.4
Tahun 2004 tentang kekuasan kehakiman)

– Fungsi ini diharapkan turut mendukung peranan


pengawasan terhadap eksekusi atas putusan
tentang uang paksa (Dwangsom).(Oemar
senoadji,1985:262).

8
 Tujuan yurisprudensi :

a. Menciptakan standar hukum dalam yurisprudensi (to


settle law standard).

b. Membina terwujudnya landasan hukum yang sama


(unified legal framework)dan keseragaman hukum yang
sama (unified legal opinion).

c. Menciptakan kepastian hukum dan mencegah peraturan


yang bersifat disparitas..

9
Putusan Bebas Pengadilan Negeri

Apabila pengadilan Negeri mengeluarkan


putusan bebas,tidak diajukan kasasi,hal ini
didasarkan pada Pasal 244 KUHAP.

10
Pasal 244 KUHAP menentukan :
Terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas.

11
 Ketentuan ini juga dipertegas dalam
Pasal 67 KUHAP untuk larangan
pengajuan permohonan banding
putusan bebas.

Pasal 67 KUHAP menentukan:

Terdakwa atau penuntut umum


berhak untuk meminta banding
terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama kecuali terhadap putusan
bebas,lepas dari segala tuntutan
hukum yang menyangkut kurang
tepatnya penerapan hukum dan
putusan pengadilan dalam acara
cepat.
12
Buku II MA tentang pedoman pelaksanaan
tugas dan administrasi pengadilan pada
halaman 209 yang dapat diketahui
petunjuk yuridis dengan rumusan:

 .....Putusan bebas merupakan ”verkregen


recht” sebagai cermin perlindungan
terhadap HAM serta perlindungan terhadap
keseluruhan harkat seta matabat Manusia,

 Pasal 244 KUHAP hanya berlaku bagi


putusan bersifat murni dan tidak berlaku
terhadap putusan lepas dari segala
tuntutan hukum(ontslag alle
rechtsvervolging).

13
Berkaitan dengan petunjuk teknis
MA tersebut,dapat diberlakukan
ulasan sebagai berikut:

Bahwa UU tidak boleh ditafsirkan


bertentangan dengan UU itu
sendiri (asas kontra legem),
lebih-lebih dalam UU tersebut
sudah cukup jelas.

14
 Bahwa”sense clair” yang tercantum
dalam Pasal 1324 KUH Perdata yang
menentukan bahwa apabila kata-
kata suatu”perjanjian” sudah jelas,
tidak lah diperkenankan untuk
menyimpang dengan jalan
penafsiran.

 Penerapan”asas sense clair” itu


cukup jelas terhadap putusan bebas
tidak terbuka upaya hukum lagi.

15
Dibenarkan proses ”contra legem” :

– Bahwa putusan Hakim dimungkinkan tidak


didukung bukti yang cukup, sehingga putusan
itu mengandung kekhilafan yang mungkin
dipertimbangkan di pengadilan yang lebih
tinggi.

16
 Bahwa akan tetapi permohonan banding dan
kasasi hanya mungkin dapat diajukan pihak
terpidana karena kekeliruan hakim tidak
dapat dipikulkan pada pihak yang diputus
bebas.

17
– Bahwa praktik peradilan yang berjalan semua ini
(yang bersifat”contra leggem”) dapat ditelusuri
pada rumusan kaidah hukum dalam
yurisprudensi.

(Sudikno Merto Kusumo,2004:50-51).

18
 Berkaitan dengan praktik peradilan
berkaitan dengan proses ”contra legem”
dapat diajukan sebagai berikut:

 Bahwa menurut Pasal 23 ayat (1) UU


kekuasaan kehakiman, ditentukan bahwa
suatu putusan pengadilan harus
menentukan alasan-alasan dan dasar-
dasar putusan.

Ketentuan ini memberi peluang untuk


mengajukan permohona kasasi atas dasar
suatu putusan pengadilan yang kurang
jelas melalui jalur kelalaian dalam acara
(vorm verzuim).

19
 Alasan ”vorm verzuim” inilah yang
dijadikan alasan penerbitan SEMA No.
MA/Pemb./1154/74, tanggal 25 Desember
1974,
yang didasari suatu konstatasi bahwa
putusan Pengadilan Negri/Tinggi kadang-
kadang tidak disertai pertimbangan yang
dikehendaki UU,

Karena alasan yang kurang jelas atau sukar


dimengerti ataupun bertentangan satu
sama lain, yang dapat menimbulkan suatu
kelalaian dalam acara

dapat menimbulkan batalnya putusan


pengadilan negeri/tinggi oleh MA dalam
putusan kasasi.
20
Berbagai rumusan yurisprudesi yang menolak
permohonan kasasi, diajukan sebagai berikut:

Bahwa permohonan yang dimintakan kasasi


adalah putusan bebas (Pasal 244 KUHAP, Putusan
MA No.70 K/Kr/1956 tanggal september 1956)

21
 Bahwa permohonan itu telah lewat tanggal
waktu,conform pasal 245 KUHAP (Putusan MA
No.521 K/Kr/1975 tanggal 25 september 1974)

 Bahwa sudah ada putusan kasasi sebelumnya


(conform pasal 247 ayat (4) KUHAP).

22
 Bahwa permohonan tidak mengajukan memori
kasasi(Pasal 248 ayat (1) KUHAP) Atau terlambat
mengajukan memori kasasi(Pasal 248 ayat (1) dan
ayat (4) KUHAP).

 Bahwa permohonan tidak didasarkan pada


ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP tentang alasan
kasasi (Andi Hamzah, 2004:293).

23
 berkaitan dengan hal ini juga,isi SEMA
No.MA/Pemb/83 tanggal 4 agustus
1983,yang menyusun standart kasasi dalam
2 (dua) aspek:

Kalau pembebasan itu didasarkan atas


alasan non yuridis;
Kalau pembebasan itu melanggar asas
pembuktian dalam ketentuan pasal 183
KUHAP.

24
Berpedoman pada tugas dan fungsi peradilan kasasi dalam
aspek penciptaan yurisprudesi dengan aspek pembinaan
administratif dilingkungan peradilan,

maka proses ”contro legem” sudah seharusnya diakhiri dengan


menegaskan tujuan dan peradilan kasasi melalui pendekatan
pembinaan administratif

Didasarkan pada isi SEMA No.1 tahun 1967 tanggal 7 februari


1967 tentang eksaminasi dengan laporan bulanan dan daftar
banding dengan usulan sebagai berikut:

25
Bahwa sebagai SEMA dan yurisprudesi yang
berkaitan dengan putusan kasasi terhadap putusan
bebas seyogianya dikumpulkan untuk dijadkan
patokan eksaminasi (penilaian), terhadap kinerja
para hakim yang menyatakan putusan bebas
dimasa yang akan datang.

26
 Bahwa tujuan eksaminasi terhadap hakiam
rendahan adalah dimaksudkan untuk
peningkatkan kualitas profesi hakim dan
bahwa putusan bebas adalah suatu bentuk
penerapan perlindungan HAM yang harus
dijunjung tinggi melalui peradilan.

27
 Bahwa diluar tujuan peningkatan kualitas
profesi Hakim diharapkan pelaksanaan
eksekusi juga dijadikan sarana utama untuk
penerapan program pengawasan itu dengan
sistem nilai,sehingga hakim yang
profesional mampu membuat putusan yang
cermat dan adil.

28
Hakim yang profesional ditentukan oleh 3
(tiga) hal harus diliki secara simultan, yaitu

29
 IQ (Intellegence Quotient) atau tingkat kecerdasan.

Para penegak hukum yang diharapkan adalah yang


mempunyai tingkat kecerdasan tertentu.Hal ini
berarti bahwa para penegak hukum itu berasal dari
kualifikasi pendidikan tertentu pula.Penegak hukum
yang salah menerapkan peraturan perundang-
undang dan bahkan tidak mampu memprediksi
kemungkinan yang dalam hal ini adalah
keterbatasan pendidikanya;

30
 EQ (Emotional quotient)atau tingkat kemampuan
mengendalika emosi, yang merupakan memahami
persaan orang lain dan kemampuan memilah persaan
sendiri.

Kemampuan mengedalikan emosi merupakan hal


penting bagi aparat penegak hukum dalam mengambil
suatu keputusan.

Intelegensi emosi yang rendah,menimbulkan


tindakan-tindakan yang arogan,gegabah;

31
SQ Sritual Quotient) atau tingkat kemampuan menghayati
dan mengamalkan ajaran/nilai-nilai agama.

Para penegak hukum yang tdak sungguh-sungguh


menghayati dan mengalkan ajaran-ajaran agamanya,akan
mudah tergoda denga godaan duniawi yang tidak benar
sehingga melakukan tindakan-tindakan seperti mengambil
tindakan/ tindakan keputusan yang tidak benar pula.

32

Anda mungkin juga menyukai