0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
43 tayangan37 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang susunan dan kewenangan badan peradilan di Indonesia, termasuk Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ia menjelaskan asas-asas yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman serta sistem kamar yang diterapkan di Mahkamah Agung.
Dokumen tersebut membahas tentang susunan dan kewenangan badan peradilan di Indonesia, termasuk Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ia menjelaskan asas-asas yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman serta sistem kamar yang diterapkan di Mahkamah Agung.
Dokumen tersebut membahas tentang susunan dan kewenangan badan peradilan di Indonesia, termasuk Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ia menjelaskan asas-asas yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman serta sistem kamar yang diterapkan di Mahkamah Agung.
DI INDONESIA Oleh Basuki Rekso Wibowo Fakultas Hukum Universitas Nasional 081311077905 basukireksowibowo@ymail.com KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBAGAI PILAR KEKUASAAN NEGARA • Kekuasaan Kehakiman (Yudisial) merupakan salah satu pilar Kekuasaan Negara, disamping Kekuasaan Legislatif dan Kekuasaan Eksekutif; • Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 : Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBAGAI PILAR KEKUASAAN NEGARA • Pasal 24 ayat (2). Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; • Pasal 24 ayat (3) Badan badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang undang; KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBAGAI PILAR KEKUASAAN NEGARA • Pasal 24A UUD 1945 : • ayat (1) mengatur tentang kewenangan MA; • (ayat 2 dan 3 ) mengatur syarat menjadi, pengusulan, persetujuan dan penetapan Hakim Agung; • ayat (4), mengatur pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MA; • ayat (5) mengatur susunan, kedudukan, keanggotaan dan hukum acara MA; KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBAGAI PILAR KEKUASAAN NEGARA • Pasal 24B UUD 1945 mengatur tentang kedudukan, kewenangan Komisi Yudisial; • Pasal 24 C UUD 1945 mengatur tentang kedudukan dan kewenangan MK; • Pasal 25 UUD 1945 mengatur tentang syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan UU; KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBAGAI PILAR KEKUASAAN NEGARA • Penggunaan frasa “kekuasaan kehakiman” dalam UUD 1945 maupun dalam berbagai UU turunannya, mengandung makna bahwa hakim memiliki kedudukan, fungsi, peranan dan wewenang sentral dalam penegakan hukum dan keadilan; • Oleh karena itu, pelaksanaan kekuasaan kehakiman perlu mendapat jaminan konstitusional tentang kemerdekaan dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBAGAI PILAR KEKUASAAN NEGARA • Independensi judisial (independence of judiciary) merupakan prinsip yang bersifat fundamental dan universal dalam penyelenggaraan peradilan; • Hakim memeriksa dan memutus perkara berdasarkan fakta dan bukti persidangan, sesuai dengan akal sehat, moral etik, nilai nilai kemanusiaan, yang bermuara pada keyakinan hakim, guna untuk menegakkan hukum dan keadilan (kecermatan, pembuktian, dan integritas) ; • Namun demikian, kemerdekaan kekuasaan kehakiman bukan kekuasaan yang tak terbatas, serta tidak boleh disalahgunakan sedemikian rupa yang justru dapat menimbulkan praktek anarchy of judiciary, dan bertentangan dengan hukum dan keadilan; ASAS PENYELENGGARAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN (Bab II, Pasal 2 sd 17 UU No.48/2009) • Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan (asas independensi); • Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal hal sebagaimana dimaksud dalam UUDNRI Tahun 1945 (asas larangan intervensi); • Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda- bedakan orang (asas persamaan perlakuan dan non diskriminatif); • Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (asas penemuan hukum); ASAS PENYELENGGARAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN (Bab II, Pasal 2 sd 17 UU No.48/2009) • Tidak seorangpun dapat dihadapkan di depan pengadilan kecuali undang undang menentukan lain (asas kepastian hukum); • Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah mempuyai kekuatan hukum tetap (asas legalitas); • Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dab memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (asas ius curia novit); ASAS PENYELENGGARAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN (Bab II, Pasal 2 sd 17 UU No.48/2009) • Pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang2nya 3 (tiga) orang hakim, kecuali UU menentukan lain (asas majelis); • Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang undang menentukan lain (asas transparansi); • Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (asas transparansi); • Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia (asas konfidensialitas); ASAS ASAS UMUM YANG BERKAITAN DENGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN - - Struktur Peradilan 2 tingkat, tingkat pertama dan tingkat banding (judex facti), sedangkan MA peradilan kasasi (judex Juris); - - Hakim berkedudukan sebagai Pejabat Negara; - - Adanya jaminan independensi, imunitas dan perlindungan hukum bagi Hakim (asas independensi, asas imunitas) - - Sidang Pengadilan bersifat terbuka untuk umum, kecuali UU menentukan lain (akuntabilitas & transparency). - - Aksesibiltas dan publisitas putusan Pengadilan. 04/23/2021 BRW/ASAS2 HAPDT/ADHAPER2019 11 ASAS ASAS UMUM YANG BERKAITAN DENGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN (2)
- Hakim “dianggap tahu” hukum atas perkara yang diajukan
kepadanya (Ius Curia Novit). - Hakim mendengar para pihak secara seimbang dalam proses peradilan (audi et alteram partem); - Hakim bersikap obyektif dan tidak memihak (obyektifitas dan imparsialitas); - Hakim wajib mengundurkan diri apabila memiliki kepentingan dengan pihak berperkara (asas non conflict of interest) 04/23/2021 BRW/ASAS2 HAPDT/ADHAPER2019 12 ASAS ASAS UMUM YANG BERKAITAN DENGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN (3) • Tidak seorangpun dapat menjadi hakim yang baik terhadap perkaranya sendiri (Nemo Judex Idoneus in Propria Causa); • Putusan hakim “harus dianggap benar” sampai dengan dibatalkannya putusan tersebut oleh pengadilan yang lain yang lebih tinggi (Res Judicata Pro Veritate Habetur); • Proses perkara di pengadilan harus ada akhirnya (Litis Finiri Oportet); • Putusan hakim harus disertai alasan dan pertimbangan yang cukup serta menyebutkan dasar hukum yang digunakan baik berupa peraturan perundang undangan maupun hukum tidak tertulis (ratio decidendi); ASAS ASAS UMUM YANG BERKAITAN DENGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN (4) • Putusan pengadilan dimungkinkan adanya pendapat berbeda (dissenting opinions) diantara anggota majelis hakim (asas demokratis); • Putusan Pengadilan memuat irah-irah “Demi Ke adilan Berdasarkan Ketuhanan YME”; pada Putusan Pengadilan Agama disertai irah-irah berbunyi “Bismillahirochman nirochim (Asas moral dan religiusitas);