Anda di halaman 1dari 12

HUKUM ACARA

PERADILAN
KONSTITUSI
Konsep Dasar Kedudukan & Karakteristik
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Elma Yunita Nambela


B10018363

Dosen Pengampu :
Dasril Radjab, S.H., M.H.
Firmansyah Putra, S.H., M.H
Mahkamah Konstitusi & Sistem Kekuasaan
Kehakiman Indonesia
Berdasarkan latar belakang sejarah pembentukan MK, keberadaan MK pada
awalnya untuk menjalankan wewenang judicial review. Dari aspek politik,
keberadaan MK dipahami sebagai upaya mewujudkan mekanisme checks and
balances antar cabang kekuasaan negara berdasarkan prinsip demokrasi.

Kekuasaan negara pada umumnya diklasifikasikan menjadi tiga cabang,


yaitu : cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif adalah tiga
cabang kekuasaan yang selalu terdapat dalam organisasi negara. Cabang
kekuasaan yudikatif diterjemahkan sebagai kekuasaan kehakiman.

Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, kekuasan kehakiman merupakan


kekuasaan yang merdeka untuk untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman diselenggarakan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
Kedudukan Mahkamah Konstitusi (MK)

Kedudukan MK sebagai pelaku


kekuasaan kehakiman sejajar
dengan pelaku kekuasaan
kehakiman lain, yaitu MA, serta
a l ah sa t u sejajar pula dengan lembaga
u p a kan s k im an, negara lain dari cabang
er eh a
MK m kuasaan k h Agung kekuasaan yang berbeda sebagai
e l a k u ke a h ka ma konsekuensi dari prinsip
p i ngM
m p .
di sa (MA) supremasi konstitusi dan
pemisahan atau pembagian
kekuasaan (Presiden, MPR,
DPR, DPD dan BPK)
Kewenangan & Kewajiban Mahkamah Konstitusi

Wewenang yang dimiliki oleh MK telah ditentukan dalam Pasal 24C UUD 1945 pada
ayat (1) dan ayat (2) yang dirumuskan sebagai wewenang dan kewajiban. Wewenang
tersebut meliputi:

Wewenang :
• Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji Kewajiban
Kewajiban ::
UUD terhadap UU Memeriksa,
• Memutus sengketa kewenangan lembaga Memeriksa, mengadili
mengadili dan
dan
memutus
memutus terhadap
terhadap pendapat
pendapat DPR
DPR
negara yang kewenangannya diberikan oleh mengenai
mengenai dugaan
dugaan adanya
adanya
UUD pelanggaran
• Memutus pembubaran partai politik pelanggaran hukum
hukum yang
yang
dilakukan
dilakukan oleh
oleh presiden
presiden dan
dan atau
atau
• Memutus perselisihan tentang hasil PEMILU wakil
wakil presiden
presiden
Fungsi Mahkamah Konstitusi

• Fungsi MK, sebagai pelaku kekuasaan


kehakiman adalah fungsi peradilan untuk
menegakkan hukum dan keadilan.

• Fungsi MK, berdasarkan latar belakang yang melekat pada


keberadaan MK dan dilaksanakan melalui wewenangnya,
yaitu :
 pengawal konstitusi (the guardian of the
constitution)
 penafsir final konstitusi (the final interpreter of
the constitution)
 pelindung hak asasi manusia (the protector of
human rights)
 pelindung hak konstitutional warga negara (the
protector of the citizen’s constitutional rights)
 pelindung demokrasi (the protector of
democracy).
Asas – Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Persidangan terbuka untuk umum


: bahwa persidangan pengadilan dilakukan secara terbuka untuk
umum merupakan asas yang berlaku untuk semua jenis pengadilan,
kecuali dalam hal tertentu yang ditentukan lain oleh undang-undang.

Independen dan imparsial


: Untuk dapat memeriksa dan mengadili suatu perkara secara objektif
serta memutus dengan adil, hakim dan lembaga peradilan harus
independen dalam arti tidak dapat diintervensi oleh lembaga dan
kepentingan apapun, serta tidak memihak kepada salah satu pihak yang
berperkara atau imparsial

Asas Ius Curia Novit


: bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili
dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum
tidak ada atau kurang jelas, sebaliknya hakim harus memeriksa dan
mengadilinya.
Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan
: dimaksudkan agar proses peradilan dan keadilan itu sendiri dapat
diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Contoh : penggabungan perkara
yang memiliki substansi sama, khususnya untuk perkara pengujian UU.
Dalam Pasal 11 ayat (6) PMK No. 6 Tahun 2005 tentang Pedoman
Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang dinyatakan
“bahwa penggabungan perkara dapat dilakukan berdasarkan
usulan panel hakim terhadap perkara yang (a) memiliki
kesamaan pokok permohonan; (b) memiliki keterkaitan materi
permohonan; atau (c) pertimbangan atas permintaan
pemohon.”
Dengan adanya penggabungan perkara maka sidang pemeriksaan terhadap
perkara-perkara yang digabungkan dilakukan sekaligus dalam suatu
persidangan serta diputus dalam satu putusan. Hal ini akan mempercepat
dan menyederhanakan proses persidangan, serta dapat mencegah adanya
putusan yang bertentangan dengan materi permohonan yang sama.
Hakim aktif dalam persidangan
Hakim dapat bertindak aktif dalam persidangan karena hakim
dipandang mengetahui hukum dari suatu perkara. Sesuai dengan sifat
perkara konstitusi yang selalu lebih banyak menyangkut kepentingan
umum dan tegaknya konstitusi, maka hakim konstitusi dalam
persidangan selalu aktif menggali keterangan dan data baik dari alat
bukti, saksi, ahli, maupun pihak terkait (pemeriksaan inquisitorial).

Hak untuk didengar secara seimbang (audi et alteram partem)


: Dalam peradilan MK, hak untuk didengar secara seimbang, berlaku
tidak hanya untuk pihak-pihak yang saling berhadapan, misalnya
partai politik peserta Pemilu dan KPU dalam perkara perselisihan hasil
Pemilu, melainkan juga berlaku untuk semua pihak yang terkait dan
memiliki kepentingan dengan perkara yang sedang disidangkan.

Asas Praduga Keabsahan (praesumtio iustae causa).


: semua tindakan penguasa baik berupa produk hukum maupun
tindakan konkret harus dianggap sah sampai ada pembatalan.
Konsekuensi dari asas ini, apabila ada upaya hukum untuk melakukan
pengujian terhadap tindakan dimaksud, maka tindakan itu tetap
berlaku walaupun sedang dalam proses pengujian.
Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

 Undang – Undang Dasar (UUD) tahun 1945

 Undang – Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah


Konstitusi

 Konvensi/ Perjanjian Internasion, PMK Nomor 006/PMK/2005 tentang


Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang – Undang

 Peraturan Mahkamah Konstitusi


 Peraturan Mahkamah Konstitusi

• PMK Nomor 008/PMK/2006 ttg pedoman beracara dalam sengketa kewenangan


konstitusional lembaga negara

• PMK Nomor 15/PMK/2008 ttg pedoman beracara dalam perselisihan hasil


PEMILU kepalda daerah

• PMK Nomor 16/PMK/2009 ttg pedoman beracara dalam perselisihan hasil


PEMILU anggota DPD, DPR, dan DPRD

• PMK Nomor 17/PMK/2009 ttg pedoman beracara dalam perselisihan hasil


PEMILU presiden dan wakil presiden

• PMK Nomor 18/PMK/2009 ttg pedoman pengajuan permohonan pengajuan


permohonan elektronik dan pemeriksaan persidangan jarak jauh

• PMK Nomor 19 /PMK/2009 ttg tata tertib persidangan.

• PMK Nomor 21/PMK/2009 ttg pedoman beracara dalam memutus pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden.
Kekhususan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Dasar hukum utama yang digunakan dalam proses peradilan baik


terkait dengan substansi perkara maupun hukum acara adalah
konstitusi itu sendiri, yaitu UUD 1945. Hal ini tidak terlepas dari sifat
wewenang MK yang pada hakikatnya adalah mengadili perkara-
perkara konstitusional.
Wewenang MK memutus pengujian undang-undang, adalah menguji
konstitusionalitas suatu undang-undang.
Wewenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara pada
hakikatnya adalah memutus kewenangan suatu lembaga negara yang
dipersengketakan konstitusionalitasnya.
Wewenang memutus pembubaran partai politik adalah wewenang
memutus konstitusionalitas suatu partai politik. wewenang memutus
pendapat DPR dalam proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil
Presiden.

Anda mungkin juga menyukai