Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

PENCEGAHAN PENCEMARAN

“PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SECARA FISIKA”

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Prof. Dr. Ir. H. Adrianto Ahmad, MT
NIP: 19581018 198703 1 001

Disusun oleh:
Kelompok 4 (Kelas B)
Dwi Imamatul Mastura (1707111205)
Widya Wulandari (1707111281)
Yosia Jumaga (1707123028)

PROGRAM SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
201
9KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas berkat
dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengolahan
Limbah Cair Secara Fisika. Analisa mengenai permasalahan lingkungan
merupakan salah satu hal penting untuk diperhatikan. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas untuk kelulusan mata kuliah wajib pencegahan pencemaran.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-


pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan makalah. Penulis sangat
mengharapkan kritik, saran, dan perbaikan untuk penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan pengetahuan dan manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Pekanbaru, Oktober 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..............................................................................1

BAB II PENJELASAN DAN ANALISIS


2.1 Limbah Cair......................................................................................2
2.2 Pengendalian Limbah Cair Dengan Proses Fisika............................3
2.2.1 Screening ..............................................................................5
2.2.2 Aerasi....................................................................................6
2.2.3 Mixing...................................................................................7
2.2.4 Flokulasi...............................................................................8
2.2.5 Sedimentasi...........................................................................9
2.2.6 Filtrasi (Penyaringan).........................................................10
2.2.7 Adsorpsi..............................................................................11
2.2.8 Gas Striping........................................................................11
2.2.9 Flotasi..................................................................................11
2.2.10 Proses Membran.................................................................12
2.2.11 Pengeringan/Pengolahan Lumpur.......................................13
2.3 Pengolahan Limbah Cair Secara Fisika dengan Metode Sedimentasi
........................................................................................................15

BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan.....................................................................................17
3.2 Saran...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan lingkungan saat ini yang dominan salah satunya adalah
limbah cair berasal dari kegiatan industri. Limbah cair yang tidak dikelola dengan
baik akan menimbulkan dampak yang luar biasa pada perairan, khususnya sumber
daya air. Kelangkaan air di masa mendatang dan bencana alam semisal erosi,
banjir dan kepunahan ekosistem perairan dapat terjadi apabila kita kaum
akademisi tidak peduli terhadap permasalahan tersebut.

Proses pengolahan air limbah merupakan salah satu langkah penting untuk
memperoleh air bersih akan tetapi terdapat beberapa parameter yang perlu
diperhatikan sehingga diperoleh air ang dapat digunakan kembali. Beberapa
parameter yang perlu diperhatikan seperti, Total organic carbon (TOC), Dissolved
organic carbon (DOC), Chemical oxygen demand (COD), Biological oxygen
demand (BOD) (Schutte dan Focke, 2006).

Berdasarkan metodenya proses pengolahan air limbah dibagi menjadi tiga


jenis yaitu pengolahan secara fisika, biologi, dan kimia. Pemilihan metode pada
pengolahan limbah bisa salah satu dari metode tersebut atau kombinasi dari
ketiganya. Proses pemilihan metode berdasarkan sifat polutan yang akan diolah
(Riffat, 2012). Pada review ini akan dibahas proses pengolahan air limbah
berdasarkan metode secara fisika.

1.2 Tujuan Penulisan


Mengetahui pengolahan limbar cair industri secara fisika

1
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair


Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah berbahaya dan
beracun adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan
hidup, atau membahayakan lingkungan hidup manusia serta makhluk hidup.
Berdasarkan sifat fisiknya limbah dapat dikategorikan atas limbah padat, cair, dan
gas. Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian
lingkungan. Berbagai teknik pengolahan air limbah untuk menyisihkan bahan
polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini (Suharto, 2010).

Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Air limbah


adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan
industri yaitu campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga
merupakan air buangan dari hasil proses yang dibuang ke dalam lingkungan.
Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara
umum dapat dibagi menjadi tiga metode pengolahan, yaitu pengolahan secara
fisika, pengolahan secara kimia, dan pengolahan secara biologi (Suharto, 2010).

Air limbah memiliki ciri-ciri yang dapat dikelompokan menjadi 3 bagian,


yaitu :

a. Ciri-ciri fisik

Ciri-ciri fisik utama air limbah adalah kandungan bahan padat, warna, bau
dan suhunya.

1. Bahan padat

3
Air yang terpolusi selalu mengandung padatan yang dapat dibedakan atas
empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya (Fardiaz,
1992). Empat kelompok tersebut yaitu:

1) Padatan terendap (sedimen)

2) Padatan tersuspensi dan koloid

3) Padatan terlarut

4) Minyak dan lemak

2. Warna

Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi
umum air limbah. Air buangan industri serta bangkai benda organis yang
menentukan warna air limbah itu sendiri (Sugiharto, 1987).

3. Bau

Pembusukan air limbah adalah merupakan sumber dari bau air limbah
(Sugiharto, 1987). Hal ini disebabkan karena adanya zat organik terurai secara
tidak sempurna dalam air limbah (Yazied, 2009).

4. Suhu

Suhu air limbah biasanya lebih tinggi daripada air bersih, karena adanya
tambahan air hangat dari perkotaan (Tchobanoglous, 1991).

b. Ciri-ciri kimiawi

Air limbah tentunya mengandung berbagai macam zat kimia. Bahan


organik pada air limbah dapat menghabiskan oksigen serta akan menimbulkan
rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih (Sugiharto, 1987).
Pengujian kimia yang utama adalah yang bersangkutan dengan amonia bebas,
nitrogen organik, nitrit, nitrat, fosfor organik dan fosfor anorganik
(Tchobanoglous, 1991).

c. Ciri-ciri biologis

4
Pemeriksaan biologis di dalam air limbah untuk memisahkan apakah ada
bakteri-bakteri pathogen berada di dalam air limbah (Sugiharto, 1987). Berbagai
jenis bakteri yang terdapat di dalam air limbah sangat berbahaya karena
menyebabkan penyakit. Kebanyakan bakteri yang terdapat dalam air limbah
merupakan bantuan yang sangat penting bagi proses pembusukan bahan organik
(Tchobanoglous, 1991).

2.2 Pengendalian Limbah Cair Dengan Proses Fisika


Pengolahan limbah cair dapat diklasifikasikan ke dalam tiga metode yaitu
pengolahan fisik, kimia dan biologi. Penerapan masing-masing metode
tergantung pada kualitas air baku dan kondisi fasilitas yang tersedia. Dalam tabel
berikut ditampilkan kontaminan yang umum ditemukan dalam air limbah serta
sistem pengolahan yang sesuai untuk menghilangkannya (Rahardjo, 2002).

Tabel 2.1 Sistem Pengolahan Untuk Menghilangkan Bahan Pencemar Dalam


Air Limbah

KONTAMINAN SISTEM PENGOLAHAN KLASIFIKASI


Padatan tersuspensi Screening dan communition F
Sedimentasi F
Flotasi F
Filtrasi F
Koagulasi/sedimentasi K/F
Land treatment F

Biodegradable organics Lumpur aktif B


Trickling filters B
Rotating biological contactors B
Aerated lagoons (kolam aerasi) B
Saringan pasir F/B
Land treatment B/K/F

Pathogens Khlorinasi K
Ozonisasi K

5
Land treatment F

Suspended-growth nitrification
Nitrogen B
and denitrification
Fixed-film nitrification and
B
denitrification
Ammonia stripping K/F
Ion Exchange K
Breakpoint khlorinasi K
Land treatment B/K/F

Koagulasi garam logam /


Phospor K/F
sedimentasi
Koagulasi kapur/sedimentasi K/F
Biological / Chemical phosphorus
B/K
removal
Land treatment K/F

Refractory organics Adsorpsi karbon F


Tertiary ozonation K
Sistem land treatment F

Logam berat Pengendapan kimia K


Ion Exchange K
Land treatment F

Padatan inorganik
Ion Exchange K
terlarut
Reverse Osmosis F
Elektrodialisis K
Keterangan : B=Biologi, K=Kimia, F=Fisika

Proses pengolahan limbah cair secara fisika yaitu berupa; screening,


aerasi, mixing, flokulasi, sedimentasi, filtrasi(penyaringan), adsorpsi, gas striping,
flotasi, proses membran, dan pengeringan/pengolahan lumpur (Rahardjo, 2002).
2.2.1 Screening

6
Pada umumnya setiap sistem pengolahan limbah cair mempunyai unit alat
penyaring awal/pendahuluan. Proses penyaringan awal ini disebut screening dan
tujuannya adalah untuk menyaring atau menghilangkan sampah/benda padat yang
besar agar proses berikutnya dapat lebih mudah lagi menanganinya. Dengan
hilangnya sampah-sampah padat besar maka transportasi limbah cair pasti tidak
akan terganggu, misalnya bila proses transportasi limbah cair diakomodasikan
dalam sebuah saluran terbuka atau pun tertutup yang mengalir secara gravitasi,
maka tidak akan dijumpai penyumbatan di sepanjang jaringan saluran.
Disamping itu, bila limbah cair perlu dipindahkan dengan menggunakan pompa,
maka proses screening sungguh berfungsi menghilangkan bahan atau benda-benda
yang dapat membahayakan atau merusak pompa limbah cair tersebut. Jadi proses
screening melindungi pompa dan peralatan lainnya.

Perangkat pemroses penyaringan kasar yang biasa digunakan dikenal pula


dengan sebutan bar screen atau bar racks. Alat ini biasanya diletakkan pada intake
bak penampung limbah cair untuk mencegah masuknya material besar seperti
kayu atau daun-daunan. Umumnya jarak antara bar yang tersusun pada rack
bervariasi antara 20 mm hingga 75 mm, bergantung pada tingkat kapasitas dan
performance unit pompa yang dipakai. Pada keadaan tertentu biasa digunakan
pula microstrainer dengan ukuran 15 hingga 64 micrometer dengan tujuan untuk
menyaring organisme plankton. Microstrainer biasa digunakan untuk limbah cair
dari reservoir pertama (awal). Microstrainer terdiri dari bingkai berbentuk silinder
yang ditutup dengan jala terbuat dari kawat tahan karat. Pada saat silinder berputar
partikel tersuspensi menempel pada bagian dalam dari permukaan silinder yang
kemudian dibersihkan dengan semburan jet air.

2.2.2 Aerasi

Tujuan proses aerasi adalah mengontakkan semaksimal mungkin


permukaan cairan dengan udara/atmosfir. Agar transfer sesuatu zat/komponen dari
satu medium ke medium yang lain berlangsung lebih efisien, maka yang
terpenting adalah terjadinya turbulensi antara cairan dengan udara, sehingga tidak

7
terjadi interface yang stagnan/diam antara cairan dan udara yang dapat
menyebabkan laju perpindahan terhenti. Untuk memperoleh keadaan tersebut,
terdapat beberapa prinsip dasar alat aerasi yaitu :

1) Aerator air terjun,

2) Sistem aerasi difusi udara,

3) Aerator mekanik.

Sistem aerator air terjun yang umum digunakan adalah : Aerator Spray,
Aerator Cascade, Aerator Multiple-Tray. Pada aerator spray, air dipaksakan masuk
melalui nozzle, seperti pada air mancur. Pada aerator cascade air disebarkan
dengan cara mengalirkan pada lempengan tipis yang disusun seperti tangga atau
sekat agar terjadi turbulensi untuk mencampurkan udara yang terabsorpsi dalam
cairan dan agar cairan terangkat ke permukaan sehingga terjadi kontak dengan
udara. Pada Aerator multiple-tray cairan dialirkan ke bagian atas dari beberapa
tahap tray yang berisi butiran medium seperti arang, batu atau butiran keramik.
Air teraerasi saat mengalir melalui medium yang ada pada tray, dan kemudian
cairan jatuh dari tray ke tray.

Pada sistem difusi udara, udara dimasukkan ke dalam cairan yang akan
diaerasi dalam bentuk gelembung-gelembung yang naik melalui cairan tersebut.
Ukuran gelembung bervariasi dari yang besar hingga yang halus, tergantung pada
alat aerasi. Alat aerasi yang umum adalah difuser porous, difuser non-porous dan
difuser U-tube. Aerator mekanik dihasilkan dengan cara memecah permukaan air
limbah secara mekanik. Dengan timbulnya interface cairan-udara yang besar,
maka terjadi perpindahan oksigen dari atmosfir ke dalam air.

Pada sistem ini digunakan turbin sistem hybrid yang melibatkan impeler
dan sumber udara. Udara yang keluar dari bagian bawah impeler, dipecah menjadi
gelembung yang halus dan merembes ke seluruh tangki akibat gerakan pompa
pada impeler. Pada pengolahan air limbah, proses aerasi diterapkan untuk
menghilangkan senyawa organik dan non-organik yang volatile, memberikan

8
oksigen untuk proses biologi, dan untuk meningkatkan kandungan oksigen pada
air yang telah diolah.

2.2.3 Mixing

Pencampuran diperlukan apabila ada suatu materi harus bercampur dengan


materi lain secara sempurna. Disamping itu proses pencampuran diperlukan
apabila dalam suatu reaktor harus dijaga konsentrasi atau temperatur yang merata.
Proses mixing umumnya digunakan pada pencampuran bahan koagulan dengan
air dan pada penambahan khlor untuk disinfeksi. Pada pengolahan air limbah,
mixing diperlukan pada proses pengolahan biologi yang memerlukan
pencampuran yang terus menerus, sehingga proses biologi dapat terjadi lebih
efektif. Alat atau metode pencampuran dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :

1) Turbin atau padle mixer

2) Propeler mixer

3) Pneumatic mixer

4) Hydraulic mixing dan

5) In-line hydraulic dan Static mixing.

2.2.4 Flokulasi

Flokulasi adalah proses penggabungan partikel-partikel kecil menjadi


partikel besar dengan memanfaatkan tenaga hidrodinamik. Umumnya jenis alat
flokulasi yang digunakan adalah rotating paddles. Partikel-partikel secara bertahap
akan bergabung melalui proses flokulasi perikinetic yang terjadi akibat gerakan
Brown, namun proses ini sangat lambat. Proses tersebut dapat dipercepat dengan

9
memberikan kecepatan gradien yang menghasilkan flokulasi orthokinetic.
Dengan kata lain flokulasi Orthokinetic dapat meningkat dengan cara
memberikan kecepatan gradien pada cairan. Partikel-partikel yang bergerak
dengan kecepatan yang berbeda lebih cenderung untuk bergabung menjadi
partikel yang lebih besar. Berdasarkan ini proses flokulasi dipengaruhi oleh
kecepatan gradien rata-rata. Pada prakteknya kecepatan gradien rata-rata adalah
fungsi dari input tenaga pencampuran (mixing power).

Variabel yang mempengaruhi flokulasi adalah karakteristik cairan,


koagulan yang digunakan, pH dan temperatur. Pada kenyataannya untuk proses
rancangan unit, perlu dilakukan percobaan flokulasi terlebih dahulu. Berdasarkan
standar GLUMRB untuk perencanaan tangki flokulasi, direkomendasikan
beberapa hal :

1) Disain inlet dan outlet sedemikian rupa sehingga tidak terjadi


short-circuit dan pecah flok.

2) Kecepatan minimum tidak lebih kecil dari 15,2 cm/menit namun


tidak lebih dari 45,7 cm/menit, dengan waktu tinggal untuk pembentukkan
flok paling sedikit 30 menit.

3) Pengaduk sebaiknya dijalankan dengan kecepatan yang bervariasi,


kecepatan paddle berkisar antara 15,2 cm sampai dengan 76,2 cm/detik.
Tangki flokulasi dan sedimentasi diletakkan sedekat mungkin. Kecepatan
aliran air berflokulasi dalam saluran ke dalam tangki sedimentasi tidak
lebih kecil dari 15,2 cm/detik, namun tidak boleh lebih dari 45,7 cm/detik.

4) Untuk pelengkap proses flokulasi pada pengolahan berskala kecil,


lebih cocok menggunakan sistem baffle dari pada sistem pencampuran
mekanik.

2.2.5 Sedimentasi

10
Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi
tersuspensi atau flok kimia secara gravitasi. Proses sedimentasi pada pengolahan
air limbah umumnya untuk menghilangkan padatan tersuspensi sebelum
dilakukan proses pengolahan selanjutnya. Gumpalan padatan yang terbentuk pada
proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil ini akan terus
saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar dalam proses flokulasi.
Dengan terbentuknya gumpalan-gumpalan besar, maka beratnya akan bertambah,
sehingga karena gaya beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke
bawah dan mengendap pada bagian dasar tangki sedimentasi.

2.2.6 Filtrasi (Penyaringan)

Tujuan penyaringan adalah untuk memisahkan padatan tersuspensi dari


dalam air yang diolah. Pada penerapannya filtrasi digunakan untuk
menghilangkan sisa padatan tersuspensi yang tidak terendapkan pada proses
sedimentasi. Pada pengolahan air buangan, filtrasi dilakukan setelah pengolahan
kimia-fisika atau pengolahan biologi.

Ada dua jenis proses penyaringan yang umum digunakan, yaitu


penyaringan lambat dan penyaringan cepat. Penyaringan lambat adalah
penyaringan dengan memanfaatkan energi potensial air itu sendiri, artinya hanya
melalui gaya gravitasi. Penyaringan ini dilakukan secara terbuka dengan tekanan
atmosferik. Sedangkan penyaringan cepat adalah penyaringan dengan
menggunakan tekanan yang melebihi tekanan atmosfir.

Berdasarkan jenis media filter yang digunakan, penyaringan dapat


digolongkan menjadi dua jenis, yaitu filter media granular (butiran) dan filter
permukaan. Pada jenis media granular, media yang paling baik mempunyai
karakteristik sebagai berikut: Ukuran butiran membentuk pori-pori yang cukup
besar agar partikel besar dapat tertahan dalam media, sementara butiran tersebut
juga dapat membentuk pori yang cukup halus, sehingga dapat menahan
suspensi. Butiran media bertingkat, sehingga lebih efektif pada saat proses
pencucian balik (backwash). Saringan mempunyai kedalaman yang dapat

11
memberikan kesempatan aliran mengalir cukup panjang. Sejauh ini media yang
paling baik adalah pasir yang ukuran butirannya hampir seragam dengan ukuran
antara 0,6 hingga 0,8 mm.

Laju operasi untuk penyaringan ditentukan oleh kualitas air baku,


pengolahan kimia yang diterapkan dan media filter. Pada umumnya laju
penyaringan pada saringan pasir cepat adalah 82,4 liter per menit/m2. Sistem yang
ada pada saat ini dapat menaikkan aliran hingga 206 liter per menit/m 2. Unggun
saringan yang terdiri dari dua jenis media, yaitu arang dan pasir menghasilkan
lapisan media arang yang butirannya besar (berat jenis 1,4-1,6) berada diatas
media pasir yang lebih halus (berat jenis 2,6). Susunan media dari atas ke bawah
kasar-halus, akan memudahkan aliran air. Flok yang besar akan tertahan butiran
arang di bagian atas/permukaan unggun.

Sementara materi yang lebih halus di butiran pasir di bagian bawah. Oleh
karena itu pada unggun saringan yang kedalamannya tinggi dapat mencegah
terjadinya penyumbatan yang terlalu dini di permukaan. Pada proses penyaringan
cepat atau dengan tekanan, air dialirkan ke dalam unggun dengan tekanan.
Saringan tekan umumnya tidak digunakan pada sistem pengolahan yang berskala
besar karena keterbatasan ukuran. Saringan tekan lebih banyak digunakan pada
pengolahan domestik berskala kecil.

Permasalahan yang timbul pada proses penyaringan lambat dengan gaya


gravitasi adalah pengambilan endapan lumpur yang terbentuk pada lapisan atas
permukaan. Pengambilan dapat dilakukan dengan proses pencucian balik, yaitu
dengan membalikkan arah aliran air dari bawah ke atas. Pengaliran air pencuci ini
biasanya harus mempunyai tekanan yang lebih besar agar mampu mengangkat
lapisan endapan lumpur dan kemudian terbuang pada saluran air limpasan.

Proses pencucian balik pada unit alat penyaringan lambat dibutuhkan


waktu yang lebih lama. Sedangkan pada unit penyaringan cepat, proses pencucian
balik (backwashing) dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih cepat.
Dengan tekanan yang umumnya cukup besar, maka butiran media penyaring akan
terangkat mengambang, sehingga butiran-butiran pengotor atau endapan yang

12
melekat akan mudah hanyut dalam aliran air cucian yang mengalir lebih cepat
dari bawah ke atas.

2.2.7 Adsorpsi

Adsorpsi adalah penumpukan materi pada interface antara dua fasa. Pada
umumnya zat terlarut terkumpul pada interface. Proses adsorpsi memanfaatkan
fenomena ini untuk menghilangkan materi dari cairan. Banyak sekali adsorbent
yang digunakan di industri, namun karbon aktif merupakan bahan yang sering
digunakan karena harganya murah dan sifatnya nonpolar. Adsorbent polar akan
menarik air sehingga kerjanya kurang efektif. Pori-pori pada karbon dapat
mencapai ukuran 10 angstrom. Total luas permukaan umumnya antara 500 – 1500
m2/gr. Berat jenis kering lebih kurang 500 kg/m3.

2.2.8 Gas Striping

Pada saat ini penggunaan gas stripping hanya terbatas pada pengolahan air
limbah. Zat-zat yang umum di stripping adalah amonia, hidrogen sulfida, sulfur
dioxide dan phenol. Pada proses stripping air dialirkan ke bawah melalui media
ring atau pada permukaan yang beralur. Sementara udara bersih atau gas lain
dialirkan berlawanan arah. Sistem ini disebut teknik packed column. Pada sistem
ini, aliran gas ke atas (disebut stripping gas) mengambil gas-gas terlarut yang
akan dihilangkan dalam cairan.

Pada saat cairan turun di dalam kolom, cairan mengeluarkan gas terlarut
sementara gas pada phasa gas masuk ke dalam air. Perpindahan gas terjadi karena
adanya ketetapan hukum mass transfer gas dan cairan. Efisiensi perpindahan
tergantung pada :

1) Distribusi atau penyebaran air ke seluruh permukaan kolom

2) Luas area interface gas-cairan

13
3) Kemurnian dari stripping gas, untuk mencegah pengotoran air yang
diolah

4) Distribusi gas stripping dalam kolom.

2.2.9 Flotasi

Kebalikan dari proses pengendapan, flotasi adalah proses pemisahan


padatan-cairan atau cairan-cairan yang dalam hal ini partikel atau cairan yang
dipisahkan mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada cairan. Apabila
perbedaan berat jenis secara alamiah cukup untuk dilakukan pemisahan, maka
proses flotasi dinamakan “flotasi alamiah” (natural flotation).

Apabila ditambahkan sesuatu dari luar untuk mempercepat pemisahan


partikel, walaupun secara alamiah berat jenis partikel tersebut lebih ringan dari
pada cairan, dinamakan “flotasi dibantu”(aided flotation). Istilah “flotasi
terdorong” (induced flotation), diterapkan pada keadaan berat jenis partikel secara
alamiah lebih besar dari pada cairan, namun dibuat agar berat jenisnya lebih kecil.
Sebagai contoh penggabungan gas-partikel sehingga berat jenisnya lebih kecil dari
cairan.

Kecepatan ‘gelembung gas naik’ pada aliran laminer digambarkan oleh


persamaan Stokes’.

V = g/18h . ( rl - rg) . d2

Dimana : d = diameter gelembung

r l = berat jenis cairan

r g = berat jenis gas

h = viskositas absolut

Dari persamaan ini dapat disimpulkan, bahwa semakin besar diameter


gelembung semakin besar pula kecepatan naiknya.

14
Penerapan Flotasi

1) Penerapan DAF (Dissolved Air Flotation) pada pengolahan air :

2) Pemisahan flok pada proses klarifikasi/penjernihan.

3) Pemisahan dan perolehan kembali serat pada efluen pabrik kertas.

4) Pemisahan minyak terflokulasi atau tidak terflokulasi dalam air


limbah yang terdapat pada efluen refineri, airport dan pabrik baja.

5) Pemekatan lumpur dari pengolahan biologi air limbah atau dari


proses klarifikasi air minum.

6) Klarifikasi cairan lumpur aktif.

2.2.10 Proses Membran

Padatan terlarut dapat dipisahkan dari air atau air limbah melalui
penggunaan membran semipermiable yang mempunyai diameter pori berukuran 3
angstrom. Apabila pemisahan terjadi dengan melewatkan air melalui membran
maka proses disebut osmosis atau hyperfiltration. Proses sebaliknya yaitu
melewatkan molekul atau ion terlarut melalui membran disebut proses dialysis.
Sebagai tenaga penggeraknya dapat berupa fisik (tekanan), kimia (konsentrasi),
panas (temperatur) atau listrik. Penerapan proses membran adalah desalinasi air
untuk penggunaan air domestik dan air industri, pengolahan limbah industri dan
pengambilan kembali (recovery) materi berharga dari aliran air buangan.

Reverse Osmosis

Apabila dua larutan yang mempunyai konsentrasi berbeda dipisahkan oleh


membran semipermible, maka perbedaan chemical potential akan terjadi pada
membran. Air akan menembus membran dari konsentrasi rendah/encer (potensi
lebih tinggi) ke bagian yang konsentrasi tinggi/pekat (potensi rendah). Aliran akan

15
terus berlangsung hingga beda tekanan mengimbangi perbedaan chemical
potential.

Penyeimbang beda tekanan disebut tekanan osmotic dan besarnya


tergantung pada karakteristik larutan, konsentrasi dan temperatur. Apabila tekanan
diberikan pada arah sebaliknya dan lebih besar dari tekanan osmotic, maka yang
terjadi aliran mengalir dari konsentrasi pekat ke konsentasi rendah. Proses ini
disebut reverse osmosis.

2.2.11 Pengeringan/Pengolahan Lumpur

Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih lanjut untuk
mengurangi sebanyak mungkin air yang masih terkandung didalamnya. Proses
pengolahan lumpur yang bertujuan mengurangi kadar air tersebut sering disebut
dengan pengeringan lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu
secara alamiah, dengan tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal dan
dengan pemanasan.

Pengeringan secara alamiah dilakukan dengan mengalirkan atau


memompa lumpur endapan ke sebuah kolam pengering (drying bed) yang
mempunyai luas permukaan yang besar dengan kedalaman sekitar 1 atau 2 meter.
Proses pengeringan berjalan dengan alamiah, yaitu dengan panas matahari dan
angin yang bergerak di atas kolam pengering lumpur tersebut. Cara pengeringan
seperti ini tentu saja sangat bergantung dari cuaca dan akan bermasalah bila
terjadi hujan. Bila lumpur tidak mengandung bahan yang berbahaya, maka
kolam pengering lumpur dapat hanya berupa galian tanah biasa, sehingga
sebagian air akan meresap ke dalam tanah dibawahnya.

Tetapi bila lumpur mengandung bahan yang berbahaya (misalnya logam


berat & phenol), maka kolam lumpur harus terbuat dari beton dan pada bagian
bawah kolam harus mempunyai saluran rembesan larutan yang kemudian harus
diolah kembali. Cara pengeringan seperti ini memang tergolong mudah dan

16
murah, namun membutuhkan waktu yang lama, serta tidak sesuai untuk lumpur
yang mengandung zat-zat berbahaya yang mudah menguap. Secara periodik
kolam lumpur harus dikeruk untuk memindahkan lumpur kering. Bila lumpur
kering masih mengandung unsur yang berbahaya, maka masih harus ditangani
secara khusus, misalnya diolah lebih lanjut dengan pembakaran (incineration).

Pengeringan lumpur dengan cara tekanan (pengepresan) dilakukan dengan


mengalirkan lumpur di antara dua plat (belt) yang berperforasi. Kemudian dengan
sistem rolling kedua plat tersebut bergerak dan menekan lumpur ditengahnya.
Dengan demikian lumpur seolah terperas dan cairan keluar melalui lubang-lubang
perforasi. Cara pengeringan lumpur seperti ini sungguh efektif dan banyak
digunakan untuk skala besar (pabrik). Cairan yang keluar apabila masih
mengandung bahan yang berbahaya, maka harus diolah lebih lanjut. Pengeringan
lumpur dengan cara ini dapat mengurangi kadar air di bawah 10%.

Selanjutnya bila lumpur kering masih mengandung bahan yang berbahaya,


maka dapat diolah lebih lanjut, misalnya dengan pembakaran pada incinerator.
Cara pengeringan dengan tekanan memang membutuhkan lebih banyak energi,
namun prosesnya dapat jauh lebih cepat. Peralatan selain sistem belt, misalnya
Plate & Frame Filter Press (PFFP). Alat ini merupakan susunan plat-plat
berperforasi yang dirangkai sedemikian rupa sehingga lumpur yang dialirkan ke
dalam sistem ini akan tersaring dengan cepat. Hasil pengeringan lumpur dengan
PFFP sebenarnya kurang begitu baik, yaitu kadar air dalam lumpur kering masih
di atas 10%, bahkan sampai 20%.

Proses pengeringan lumpur dengan gaya centrifugal (centrifuge),


prinsipnya seperti proses pengeringan pada mesin cuci pakaian. Namun dalam
peralatan ini, hasil lumpur yang sudah melekat dan memadat pada bagian dinding
dibawa dengan suatu Screw Conveyor yang berputar dan kemudian mengeluarkan
lumpur keringnya pada bagian sisi yang lain. Pengurangan kadar air dari lumpur
dengan cara ini dapat dilakukan dalam skala kecil sampai besar. Sistem ini sangat
jarang digunakan di Indonesia, walaupun energi yang dibutuhkan tidak terlalu
besar. Proses pengeringan lumpur dengan pemanasan biasanya diterapkan pada

17
suatu pabrik yang mempunyai panas buang yang cukup tinggi, sehingga panas
buang tersebut dapat termanfaatkan dengan optimal.

Panas berlebih yang umumnya diperoleh dari unit pembakaran


(incinerator) dialirkan ke dalam unit pengeringan yang berupa silinder dan
dilengkapi sistem pembawa lumpur yang berupa screw conveyor. Arah aliran
udara panas berlawanan dengan arah aliran lumpur. Hasil pengeringan lumpur
dengan sistem ini dapat mencapai 100% tergantung dari waktu tinggal lumpur
dalam proses pengeringan tersebut. Hasil lumpur kering bila masih mengandung
unsur berbahaya, maka dapat dilanjutkan dengan pembakaran lumpur dalam unit
incinerator.

2.3 Pengolahan Limbah Cair Secara Fisika dengan Metode Sedimentasi

Sedimentasi/pengendapan pada pengolahan limbah cair adalah proses


pemisahan padatan yang terkandung dalam limbah cair oleh gaya gravitasi, pada
umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi
dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi
lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat (Rahardjo, 2002).

Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistim
pengolahan. Jika kekeruhan dari influent tinggi, sebaiknya dilakukan proses
sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan
flokulasi, dengan demikian akan mengurangi beban pada treatment berikutnya.
Sedangkan secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya
untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated
sludge, OD, dsb) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan keunit
pengolahan lumpur tersendiri (Rahardjo, 2002).

Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi


tersuspensi atau flok kimia secara gravitasi. Proses sedimentasi pada pengolahan
air limbah umumnya untuk menghilangkan padatan tersuspensi sebelum
dilakukan proses pengolahan selanjutnya. Gumpalan padatan yang terbentuk pada

18
proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil ini akan terus
saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar dalam proses flokulasi.
Dengan terbentuknya gumpalan-gumpalan besar, maka beratnya akan bertambah,
sehingga karena gaya beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke
bawah dan mengendap pada bagian dasar tangki sedimentasi (Rahardjo, 2002).

Bak sedimentasi dapat berbentuk segi empat atau lingkaran. Pada bak ini
aliran air limbah sangat tenang untuk memberi kesempatan padatan/suspensi
untuk mengendap. Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran
bak sedimentasi adalah : surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan
waktu tinggal. Waktu tinggal mempunyai satuan jam, cara perhitungannya adalah
volume tangki dibagi dengan laju alir per hari. Beban permukaan sama dengan
laju alir (debit volume) rata-rata per hari dibagi luas permukaan bak, satuannya m3
per meter persegi per hari (Rahardjo, 2002).

Q
Vo=
A

Vo = laju limpahan/beban permukaan (m3 /m2 hari)

Q = aliran rata-rata harian, (m3 per hari)

Vo = total luas permukaan (m2)

Gambar 2.1 Tangki Pengendapan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

19
1. Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Teknik-
teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara
umum dapat dibagi menjadi tiga metode pengolahan, yaitu pengolahan
secara fisika, pengolahan secara kimia, dan pengolahan secara biologi.
2. Proses pengolahan limbah cair secara fisika yaitu berupa;
screening, aerasi, mixing, flokulasi, sedimentasi, filtrasi(penyaringan),
adsorpsi, gas striping, flotasi, proses membran, dan
pengeringan/pengolahan lumpur

3.2 Saran
Hendaknya setiap industri di Indonesia telah melakukan proses pengolahan
limbah cair dengan baik sesuai standarisasi yang telah ditetapkan pada Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup (PERMENLH) Nomor 5 Tahun 2014

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, H. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta

Rahardjo, P.N. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Secara Fisika. Pusat
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Deputi Bidang
Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi. Jakarta.

Riffat, R. 2012. Fundamentals of Wastewater Treatment and Engineering. CRC


Press.

Schutte, F. dan Focke, W. 2006. Handbook for the Operation of Water Treatment
Works. Water Research Commission. The Water Institute of Southern
Africa.

Suharto. 2010. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Air dan Udara. Andi.
Yogyakarta

20
Tchobanoglous, G. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Edisi ke Tiga. Erlangga.
Jakarta.

Yazied, N. 2009. Analisis Limbah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah di


Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram. Universitas Brawijaya. Malang.

21

Anda mungkin juga menyukai