Anda di halaman 1dari 6

Nama : Gita Nurhikma

NIM : 1811015027
Kelas/Semester : 2018 / 4 (Empat)
Mata Kuliah : Pembiayaan dan Penganggaran Kesehatan
Tugas : Menganalisis ketiga jurnal berdasarkan sudut pandang pemerintah, pihak
swasta dan pihak eksternal yang terkait dan menyimpulkan hasil analisis
ketiga jurnal tersebut.

PEMBAHASAN DAN ANALISIS :


1. Jurnal 1 : Analisis Pembiayaan Kesehatan Daerah Bersumber Publik: Studi Kasus
di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2012, 2013 dan 2014.
Biaya kesehatan dinilai sangat tinggi, mengingat manusia sehat semakin penting
dirasakan keberadaannya. Hal ini terkait dengan pola pikir yang menyatakan tentang
penanaman modal. Di pihak lain, biaya kesehatan terus meningkat namun kemampuan
membayar semakin terbatas. Banyak faktor penyebab meningkatkannya pembiayaan
kesehatan seperti tingkat inflansi, adanya kebutuhan dan permintaan, penggunaan
teknologi kesehatan yang semakin maju dan canggih, adanya perubahan pola pelayanan
dan penyakit, adanya hubungan preventif dan kuratif serta adanya penyalahgunaan dana.
Pada jurnal kali ini, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis pembiayaan
program kesehatan bersumber publik serta melihat peruntukan belanja kesehatannya
menurut empat dimensi District Health Acoount (DHA) yaitu menurut peruntukan
sumber biaya, pengelola anggaran/ agen, penyedia pelayanan dan fungsi program di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2014 dengan melihat tren di tahun 2012 dan
2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder realisasi belanja
kesehatan yang kemudian diolah dan disajikan menurut sumber biaya, pengelola
anggaran, penyedia pelayanan, dan program. Dengan menggunakan desain penelitian
deskriptif dengan pendekatan evaluatif, yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor.
Dalam rangka pelaksanaan pelayanan kesehatan diperlukan unsur pembiayaan
kesehatan, baik yang bersumber dari pemerintah maupun masyarakat termasuk swasta
serta pihak eksternal. Namun dalam jurnal pertama ini, disebutkan bahwa pembiayaan
hanya bersumber dari pemerintah dan pihak enternal saja. Berikut analisis sistem
pembiayaan menurut sudut pandang pemerintah dan pihak eksternal dalam jurnal
tersebut;
A. Pemerintah
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah terdiri atas anggaran
pembangunan kesehatan atau belanja langsung dan anggaran rutin kesehatan atau
belanja tidak langsung. Pembiayaan kesehatan dalam era otonomi sangat bergantung
pada komitmen daerah, khususnya pembiayaan yang bersumber dari pemerintah.
Adapun pada jurnal ini, pembiayaan kesehatan sumber pemerintah berasal dari
Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pembangunan dan
Belanja Daerah Propinsi (APBD Propinsi), Anggaran Pembangunan dan Belanja
Daerah Kabupaten (APBD Kab). Sistem pembiayaan kesehatan terbesar di Dinkes
Kab. Bogor dalam kurun tiga tahun terakhir berasal dari APBD Kabupaten, yaitu tahun
2012 sebesar 74% dan meningkat menjadi 86%, tetapi mengalami penurunan menjadi
80% pada tahun 2014, karena itulah pembiayaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
sumber APBD kabupaten dikatakan mengalami fluktuasi.. Pendapatan APBD Kab.
Bogor tahun 2014 dominan berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU). Adapun yang
pada jurnal ini dijelaskan bahwa pendapatan Asli Daerah (PAD) belum memberikan
kontribuasi secara maksimal sehingga menjadi kendala tersendiri bagi pemerintah
daerah untuk mengalokasikan dana yang terbatas ke berbagai sektor sehingga akan
berdampak pada sektor lainnya.
Di dalam jurnal ini telah dijelaskan bahwa pada tahun 2012, porsi pembiayaan
kesehatan yang dominan terdiri dari program kegiatan Jaminan Pelayanan Kesehatan
bersumber dari APBD Kabupten, Pelayanan bagi masyarakat miskin di luar kuota
Jamkesmas bersumber dari APBD Propinsi, Jaminan Kesehatan Masyarakat
bersumber dari APBN dan Jaminan Pelayanan Persalinan yang juga bersumber dari
APBN.
Pada era desentrilisasi, anggaran lebih banyak mengalir ke daerah, dengan
demikian sumber pembiayaan saat ini lebih bergantung kepada APBD Kabupaten.
Pengalokasian dana kesehatan sumber APBN lebih banyak digunakan untuk
pembangunan fisik, sesuai dengan isu mengenai pembangunan daerah yang
menyatakan bahwa sebagian besar dana kesehatan bersumber pemerintah APBN
digunakan untuk investasi fisik. Berdasarkan hasil penelitian dari jurnal ini,
pengelolaan anggaran kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor adalah Pemkab
Dinas Kesehatan, walupun porsinya menurun setiap tahun. Hal tersebut terjadi karena
ada beberapa kegiatan yang anggarannya meningkat, seperti pengadaan bahan habis
pakai laboraturium yang sumber pembiayaannya berasal dari kapitasi atau tarif
layanan.

B. Pihak Eksternal
Jurnal pertama ini menyebutkan bahwa Adapun anggaran pembangunan
kesehatan yang bersumber atau berasal dari pihak eksternal yaitu Bantuan Luar
Negeri (BLN) atau Pinjaman Luar Negeri (PLN). Berdasarkan tabel 2 trend
anggaran pembangunan kesehatan kab. Bogor pada jurnal, terlihat tahun 2012 dan
2013 Dinas Kesehatan tidak mendapatkan anggaran yang bersumber dari BLN/PLN.
Sumber BLN/ PLN diterima Dinas Kesehatan terakhir pada tahun 2011. Kabupaten
Bogor menggunakan pengalokasian anggaran tahun-tahun sebelumnya lalu
meningkatkan sebesar persentase tertentu. Usulan yang disampaikan daerah tersebut
sudah mempertimbangkan masalah kesehatan setempat, namun dasarnya adalah
angka-angka yang dilaporkan berdasarkan fasilitas pada pelayanan kesehatan dan
pengelola program, bukan berdasarkan data yang diperoleh dari survei penduduk.
Sehingga mrnyrbabkan masalah dalam pembiayaan kesehatan dapat timbul seperti
penganggaran dana di daerah Kabupaten Bogor dapat terhambat apabila dari pihak
eksternal tidak memberikan bantuan dana untuk daerah tersebut, karena pada daerah
tersebut menggunakan penganggaran tahun sebelumnya dan menaikkannya sebesar
persenatse tertentu. Maka apabila salah satu sumber dana tidak memberikan dana
akan berdampak pada kesehatan masyarakat yang ada di daerah tersebut karena dana
tidak mencukupi maka banyak program kesehatan yang telah direncanakan tidak
berjalan sesuai dengan rencana awal karena adanya keterbatasan dana sehingga dapat
menurunkan status kesehatan masyarakat.Adapun penyebab hal itu dapat terjadi
karena kurangnya kerja sama antar pihak.

2. Jurnal 2 : Pendapatan Daerah, Pembiayaan Kesehatan dan Gizi Burukpada Balita


(Studi Korelasi Tingkat Kabupaten/Kota.
Permasalahan kesehtan gizi yang salah satu yang masih menjadi perhatian dunia saat
ini adalah underweight, stunting, dan wasting. Diperkirakan, prevalensi tertinggi untuk
ketiga gangguan gizi tersebut lebih banyak terdapat di kawasan Asia Tenggara, Asia
Selatan, dan Sub-Sahara Afrika. Di Indonesia, istilah gangguan gizi pada balita yang
lebih sering dipakai adalah gizi buruk, yaitu wasting atau berat badan banding tinggi
badan. Gizi buruk merupakan permaslahan kesehatan yang tidak hanya berdampak
jangka pendek tetapi juga berdampak pada jangka Panjang yang dpat mempengaruhi
kecerdasan, kualitas serta produktivitas sumber daya manusia.Adapun faktor yang
mempengaruhi timbulnya masalah gizi buruk, yaitu tidak seimbangnya pasokan
makanan, dan penyakit infeksi hingga pengangguran, inflansi, kemiskinan, krisis
ekonomi-politik-sosial, dan lain-lain. Dari penyebab itulah kita dapat mengetahui bahwa
salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan terutama pada
masalah gizi buruk ialah adanya pendanaan kesehatan. Oleh karena itu, penelitian dalam
jurnal ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendapatan daerah dan pembiayaan
kesehatan serta hubungannya dengan gizi buruk yang terjadi pada balita di tingkat
kabupaten atau kota di Indonesia tahun 2007. Penelitian ini merupakan studi
ekologi/korelasi. Data pendapatan daerah dan pembiayaan kesehatan didapat dari
Kementerian Keuangan, sedangkan data gizi buruk menggunakan data Riset Kesehatan
Nasional.
Berdasarkan jurnal kedua ini, sistem pembiayaan hanya bersumber dari pemerintah
dan berikut analisis sistem pembiayaan menurut sudut pandang pemerintah dalam jurnal
tersebut,
Dalam jurnal kedua ini, dijelaskan bahwa laporan pembiayaan bersumber dari APBD
provinsi dan kabupaten yaitu data total pendapatan daerah, pendapatan asli daerah dan
belanja daerah yang telah dirinci ke dalam sektor-sektor termasuk pada sektor kesehatan.
Adapun hasil dari penelitian jurnal ini, pembiayaan kesehatan terbesar kabupaten atau
kota mencapai 28 kali lipat dari pembiayaan kesehatan terkecil kabupaten atau kota.
Dana yang digunakan dalam pengalokasian untuk kepentingan dan kebutuhan daerah
berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten atau kota, tanpa adanya campur
tangan instansi pemerintah provinsi dan pusat. Sementara, dana pembiayaan kesehatan
adalah hasil dari gabungan dari dana pemerintah pusat dan daerah yang kemudian dana
dari pemerintah pusat diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana
dekonsentrasi, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus nonreboisasi. Jurnal ini
menyatakan bahwa dana dari berbagai sumber memilikin ciri penggunaanya masing-
masing sehingga meskipun besaran pembiayaan kesehatan di suatu kabupaten/kota besar,
penggunaan dana tersebut tidak seutuhnya dapat disesuaikan. Harus kita ketahui bahwa
pembiayaan kesehatan yang komperensif sangat penting guna terciptanya keseimbangan
perencanaan dengan pembiayaan kesehatan karena pembiayaan kesehatan yang rendah
akan mebgakibatkan konsep serta insfrastruktur yang sebenarnya sehingga tidak dapat
berfungsi secara optimal. Adapun penyebab adanya ketidakmerataan pada masyarakat
yaitu karena rendahya pembiayaan kesehatan bersumber dari pemerintah yang kemudian
dikaitkan dengan pengeluaran tinggi masyarakat guna menutup kebutuhan kesehatan, hal
ini pun berdampak pada kesehatan kelompok retan, salah satunya balita.
Hasil dari penelitian ini pun menyatakan bahwa korelasi bersifat sangat lemah karena
banyak yang harus diperhantikan pada pendapatan asli daerah, pembiayaan kesehatan
dan status gizi, seperti komitmen pemerintah dalam bidang kesehatan, perencanaan dan
pengalokasian dana sesuai kebutuhan penduduk dan wilayah, pemanfaatan dana yang
efisien, pembiayaan dan penyediaan pelayanan kesehatan, serta pemerataan pembiayaan
sesuai kebutuhan penduduk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiayaan kesehatan
merupakan salah satu faktor terpenting meskipun meningkatkan pembiayaan saja tidak
cukup untuk meningkatkan derajat kesehatan.

3. Jurnal 3 : Analisis Pembiayaan Kesehatan bersumber Pemerintah di Kota Serang


Tahun 2014 – 2016.
Sistem pembiayaan kesehatan sangat penting guna mencapai Universal Health
Coverage (UHC) atau jaminan kesehatan cakupan semesta, karena sistem pembiayaan
kesehatan dapat meningkatkan pendanaan untuk kesehatan dan penggunaan dana
kesehtan secara efisien dan efektif. UHC bertujuan untuk memastikan setiap orang bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas tanpa menimbulkan masalah
keuangan akibat penyakit yang sedang diderita. Pada jurnal ketiga ini, penelitian
dilakukan dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi mengenai pembiayaan
kesehatan yang bersumber dan pemanfaatan dari pemerintah Kota Serang serta
komitmen pemerintah terhadap pembiayaan kesehatan menggunakan pendekatan District
Health Account (DHA). DHA adalah proses pencatatan dan klasifikasi data biaya
kesehatan yang menggambarkan aliran dana dan belanja kesehatan dalam sebuah sistem
kesehatan mulai dari sumber sampai pemanfaatannya, alokasinya menurut kelompok
penduduk, sosial ekonomi dan epidemiologi.
Berdasarkan jurnal kedua ini, sistem pembiayaan hanya bersumber dari pemerintah
dan berikut analisis sistem pembiayaan menurut sudut pandang pemerintah dalam jurnal
tersebut,
Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa studi tentang pembiayaan dan pembelanjaan
kesehatan sangat diperlukan guna mengetahui efisiensi sektor kesehatan di berbagai
wilayah, dengan tujuan agar dapat digunakan dalam pembahasan pencarian alternatif
sumber-sumber keuangan serta melengkapi informasi untuk perencanaan anggaran
kedepannya.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN), pembiayaan kesehatan merupakan salah satu sub sistem dalam SKN, sehingga
dapat menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang
dimulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi.
Pada era dsentralisasi ini, sistem pembiayaan kesehatan bergantung terhadap
komitmen daerah, khususnya yang bersumber dari pemerintah. Adapun pembiayaan
kesehatan di daerah ini sangat perlu untuk dikembangkan agar isu dalam pembiayaan
kesehatan daerah dapat terlaksana dengan baik, sehingga dapat menjamin pemerataan,
mutu serta keseimbangan pembangunan kesehatan daerah. Pembiayaan kesehatan di
Kota Serang yang bersumber dari pemerintah belum didukung dengan data mengenai
total dana yang disediakan, bagaimana penggunaan, pengelolaan serts pemanfaatan dana.
Hal tersebut menyebabkan pengambilan keputusan mengenai penyusunan alokasi
anggaran ditahun berikutnya hanya menggunakan penganggaran alokasi ditahun-tahun
sebelumnya dengan menaikkan sebesar persentase tertentu saja. Data anggaran kesehatan
yang lengkap ini dapat diperoleh apabila pemerintah daerah melakukan analisa
pembiayaan kesehatan di daerahnya.Adapun sumber pembiayaan Kota Serang berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) di Kota Serang. Untuk dapat mengetahui pemanfaatan pembiayaan
kesehatan Kota Serang yang bersumber dari pemerintah, dilakukanlah analisis
pembiayaan kesehatan daerah. Berdasarkan jurnal tersebut, hasil analisis menyatakan
bahwa dari tahun 2014-2016 sumber pembiayaan kesehatan di Kota Serang paling basar
berasal dari APBD Kota yaitu sebesar 70%. Selain dari APBD, pembiayaan kesehatan
Kota Serang juga berasal dari APBN Kementrian Kesehatan JKN (PBI), APBN Dana
Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik, APBN Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, APBN
dari Cukai Rokok dan APBD Provinsi. Sumber yang cukup besar jumlahnya yaitu
Sumber APBN DAK Fisik yang kemudian digunakan untuk pengadaan obat,
pembekalan kesehatan, Pengadaan Puskesmas Keliling, Pengadaan Sarana Pendukung
seperti perbaikan rumah dinas dokter dan paramedis, serta Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Sedangkan untuk DAK non fisik berupa Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) dan Akreditasi Puskesmas. Selain itu, Adapun dana yang bersumber
dari APBN Cukai Rokok yang juga di gunakan untuk kegiatan survey rokok,
pembahasan Raperda kawasan bebas asap rokok, pengadaan alat-alat kedokteran umum,
dan pembuatan instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Puskesmas.
Pembiayaan kesehatan berdasarkan fungsi, banyak untuk fungsi tata kelola sistem
kesehatan pelayanan kuratif. Dan berdasarkan penelitian jurnal ketiga ini, Kota Seranh
mengalami peningkatan pada sistem pembiayaan kesehatan, dengan meningkatnya
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Serang dari Tahun 2014-2016
diiringi dengan peningkatan anggaran kesehatan. Hal ini menunjukan adanya komitmen
dari pemerintah daerah Kota Serang untuk terus berupaya meningkatkan anggaran
kesehatan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang
Kesehatan Nomor 36 tahun 2009.
KESIMPULAN :
Berdasarkan ketiga jurnal diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan diperlukan unsur pembiayaan kesehatan, baik yang bersumber dari
pemerintah maupun masyarakat termasuk swasta serta pihak eksternal. Pada jurnal
pertama pembiayaan kesehatan sumber pemerintah berasal dari Anggaran Pembangunan
dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah Propinsi
(APBD Propinsi), Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah Kabupaten (APBD Kab)
dan sumber pihak eksternal yaitu Bantuan Luar Negeri (BLN) atau Pinjaman Luar
Negeri (PLN), dalam jurnal ini dijelaskan bahwa pada era desentrilisasi, lebih
bergantung kepada APBD Kabupaten. Kemudian pengalokasian dana kesehatan sumber
APBN lebih banyak digunakan untuk pembangunan fisik, sesuai dengan isu mengenai
pembangunan daerah yang menyatakan bahwa sebagian besar dana kesehatan bersumber
pemerintah APBN digunakan untuk investasi fisik.. Adapun pada jurnal kedua, dana
yang digunakan dalam pengalokasian untuk kepentingan dan kebutuhan daerah berasal
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten atau kota. Dana pembiayaan kesehatan
adalah hasil dari gabungan dari dana pemerintah pusat dan daerah yang kemudian dana
dari pemerintah pusat diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana
dekonsentrasi, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus nonreboisasi.dalam jurnal
ini pun menyimpulkan pembiayaan kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting
meskipun meningkatkan pembiayaan saja tidak cukup untuk meningkatkan derajat
kesehatan. Dan yang terakhir, pada jurnal ketiga, sumber pembiayaan berasal dari APBN
Kementrian Kesehatan JKN (PBI), APBN Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik,
APBN Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, APBN dari Cukai Rokok dan APBD
Provinsi. Berdasarkan fungsinya, banyak untuk fungsi tata kelola sistem kesehatan
pelayanan kuratif. Dalam jurnal ketiga ini kita dapat mengetahui bahwa pada era
dsentralisasi ini, sistem pembiayaan kesehatan bergantung terhadap komitmen daerah,
khususnya yang bersumber dari pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai