NAMA : GUSMILASARI
NIM : PO.71.20.4.16.011
NAMA : GUSMILASARI
NIM PO.71.20.4.16.011
PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
Hubungan Pola Makan Dan Tingkat Stres Dengan Kejadian Gastritis Pada
Santri Pondok Pesantren Almalul Khair Palembang Tahun 2020
xviii + 83 Halaman + 14 Tabel + 2 Bagan + 8 lampiran
ABSTRAK
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai the silent
killer (pembunuh diam-diam) karena penderita tidak tahu bahwa dirinya
menderita hipertensi. Diperkirakan 1,15 milyar kasus atau sekitar 29%
total penduduk dunia akan menderita hipertensi pada tahun 2025.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi
nonfarmakologi. Terapi pijat refleksi kaki adalah salah satu bentuk terapi
nonfarmakologi pada pasien hipertensi untuk mengontrol tekanan darah
yang dilakukan dengan cara memberikan rangsangan berupa tekanan pada
syaraf tubuh manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap tekanan darah pada penderita
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Merdeka Palembang. Penelitian
Kata kunci : pijat refleksi,
hipertensi Daftar Pustaka :
39(2008-2018)
MINISTRY OF HEALTH OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA POLYTECHNIC OF HEALTH
PALEMBANG
STUDY PROGRAM DIPLOMA IV NURSING
ABSTRACT
Hypertension or high blood pressure is often referred to as the silent
killer because the sufferer does not know that he has hypertension. An
estimated 1.15 billion cases or about 29% of the total world population
will suffer from hypertension by 2025. Management of hypertension can
be done with non- pharmacological therapy. Foot rerdeka Health Center
in Palembang. Sampling is done by purposive sampling technique. The
sample size is 30 respondents. The sample in this study was 15 people f
Nama : Gusmilasari
Palembang, 2020
Yang bersangkutan
Gusmilasari
KATA PENGANTAR
Palembang, 2020
Penulis
ix
xi
Poltekkes Kemenkes Palembang
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesantren secara teknis merupakan tempat tinggal para santri yang fungsinya adalah
untuk mendalami, mempelajari, memahami, menghayati serta mengamalkan ajaran
agama Islam dengan menekankan norma keagamaan dalam kehidupan sehari-hari
(Subski, 2013). Selain itu menurut Dr. Zainal Arifin Tahun 2015 Pondok pesantren
adalah lembaga pendidikan Islam yang dikenal sebagai tempat untuk mencetak ahli
agama islam yang punya karakteristik mandiri dan taat kepada aturan.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan Bagian data, sistem informasi, dan hubungan
masyarakat Sekretariat Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama pada
tahun 2016, terdata 28,194 pesantren yang tersebar diseluruh Indonesia dengan jumlah
santri sebanyak 4,290,626 orang dan seluruh pondok pesantren berstatus swasta.
Kehidupan pondok pesantren sangat berbeda dengan kehidupan diluar pondok pesantren.
Sebelum masuk ke pondok pesantren santri memiliki ruang gerak yang bebas untuk
beraktifitas, kegiatan yang tidak terlalu padat, fasilitas dirumah yang memadai serta
segala kebutuhan yang masih ditangani oleh orang tua. Sedangkan ketika masuk
pesantren seluruh kehidupan tersebut berbalik arah, santri tidak bisa lagi
mendapatkannya. Tentu saja hal tersebut dapat menimbulkan stress pada santri baru
(Azis, 2014).
Selain kegiatan yang padat faktor lain yang menyebabkan santri baru merasa tidak betah
dipondok pesantren adalah karena makanan yang kurang mereka sukai. Santri tidak dapat
memilih makanan yang disukainya sehingga mereka terkadang tidak makan dan porsi
makan mereka menjadi berkurang (Bagas, 2016).
Di Pondok pesantren biasanya para santri tidak memikirkan masalah kesehatannya.
Masalah kesehatan sendiri sering dianggap remeh oleh para santri, padahal tingkatan
stress yang sedang mereka lewati dan pola makan yang tidak teratur dapat membuat
mereka cenderung menderita gastritis atau maag (Lia Nova, 2018).
Gastritis merupakan proses inflamasi dari mukosa lambung dan submukosa lambung.
Jika gastritis diremehkan atau tidak langsung ditangani maka akan menjadi awal dari
penyakit yang bisa mengganggu kualitas hidup seseorang. Penderita biasanya merasakan
gejala seperti nyeri di bagian ulu hati, mual, dan merasa tidak nyaman (Widiya, dkk.,
2017).
17
Poltekkes Kemenkes Palembang
Badan Penelitian Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2013 meneliti angka kejadian
gastritis dan di dapatkan hasil negara yang paling tinggi kejadian gastritis adalah Amerika
dengan presentasi mencapai 47% lalu diikuti oleh negara India 43% dan beberapa negara
lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5%
dan Indonesia 40,8%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa negara Indonesia menjadi
peringkat ketiga tertinggi penyakit gastritis di dunia (Iwan & Udin, 2018)
Beberapa daerah di Indonesia memiliki angka kejadian gastritis yang tinggi, angka
kejadian gastritis di Indonesia sebanyak 274,396 kasus. Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia tahun 2011, gastritis termaksuk dalam 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 30.154 kasus atau
sebanyak 4,9% ( widya, Masrul dan Ida, 2017)
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah Indonesia yang memiliki
prevalensi gastritis yang tinggi dibandingkan daerah yang lain. Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 kasus gastritis menduduki urutan
ketiga dari 10 penyakit tebanyak di Sumatera Selatan dengan jumlah kasus mencapai
202.577 kasus.
Berdasarkan Data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang penyakit gastritis menempati
peringkat ketiga dalam 10 penyakit terbesar di Palembang pada Januari 2017. Gastritis
menduduki peringkat ketiga setelah penyakit ISPA atau Infeksi Saluran Napas Bagian
atas akut lainnya dan Hipertensi esensial (primer) dengan jumlah kunjungan sebanyak
2.237 kunjungan.
Gejala yang timbul saat gastritis kambuh dapat mengganggu kegiatan sehari-hari,
Gastritis dapat meningkatkan sekresi lambung hingga menyebabkan lambung terluka dan
pendarahan saluran cerna bagian atas (SCTA) bila hal tersebut terus belangsung maka
dapat menimbulkan kanker lambung bahkan berakibat kematian (Suratum, 2010).
Beberapa faktor resiko yang sering menjadi penyebab gastritis diantaranya adalah
helicobacter pillory, pola makan tidak teratur, konsumsi obat penghilang nyeri jangka
panjang, stres, merokok, konsumsi kopi, dan alkohol (Zhang, dkk 2016). Gastritis
biasanya dimulai dengan pola makan yang tidak teratur, pola makan adalah gambaran
macam dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari, pola makan terdiri dari tiga
bagian yaitu frekuensi makan, porsi makan dan jenis makanan (Mutmaimah & Tigor,
2018).
Frekuensi makan adalah jumlah seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam
satu hari baik makanan ringan maupun makanan berat, frekuensi makan yang baik adalah
3 kali makanan berat atau 2 kali makanan berat dan 1 kali makanan ringan. Frekuensi
18
Poltekkes Kemenkes Palembang
makan dikatakan tidak baik bila hanya 2 kali makan berat atau kurang dari itu (Bagas,
2016).
Pada santri yang kurang menyukai makanan di pesantren seringkali mengurangi porsi
makanan mereka. Menurut Bagas (2016) jumlah ideal porsi makan bagi remaja adalah:
karbohidrat (50-100 gram), lauk pauk hewani (50 gram), lauk pauk nabati (100 gram)
sayur mayur (100 gram) serta buah-buahan (75 gram).
Karena banyak santri yang kurang menyukai makanan yang ada di pondok pesantre, saat
berlibur atau keluar dari pondok pesantren mereka cenderung banyak memakan makanan
yang menjadi kesukaan mereka. Mereka memakan makanan siap saji, pedas, mengandung
soda dan bersifat asam yang dapat meningkatkan asam lambung dan menyebabkan
gastritis itu sendiri (Tribun Pontianak, 2018).
Selain faktor-faktor tersebut, gastritis juga dapat ditimbulkan karena stres. Stres adalah
kondisi dimana sesorang sedang merasa tertekan (Hanik,2011). Perubahan kehidupan
yang terjadi di dalam pondok pesantren serta banyaknya aturan yang berlaku disana dapat
membut santri menjadi stres. Stres dapat menyebabkan aliran sistem darah ke mukosa
dinding lambung berkurang sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
lambung (Ardian, 2013).
Terdapat penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Laurensius, Susi dan Sulasmini
pada tahun 2016 tentang hubungan antara stress dan pola makan dengan kejadian gastritis
di Puskesmas Dinoyo, Penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi dengan
desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan pola makan (frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makan
terhadap gastritis di puskesmas Dinoyo (p-value = 0,000 < 0,05), terdapat hubungan
antara tingkat stres terhadap gastritis (p-value = 0,001 < 0,05) serta terdapat hubungan
antara tingkat stress dan pola makan dengan kejadian gastritis di Puskesmas Dinoyo (p-
value = 0,002 < 0,05).
Penelitian lain yang serupa adalah penelitian yang dilakukan oleh Rostini dan Hasna pada
tahun 2017 tentang hubungan tingkat stress dan pola makan dengan kejadian gastritis di
Ruang Rawat Inap RSUD Nene Mallomo Kabupaten Sidrap, Penelitian ini menggunakan
metode analitik deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan pola makan (frekuensi
makan, jenis makanan dan porsi makan terhadap gastritis (p-value = 0,038 < 0,05), serta
terdapat hubungan antara tingkat stres terhadap kekambuhan gastritis (p-value = 0,035 <
0,05)
Dari berbagai latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian gastritis di
19
Poltekkes Kemenkes Palembang
Palembang tinggi, khususnya pada remaja santri di pondok pesantren. Hal tersebut
membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut hubungan antara pola makan dan
tingkat stress terhadap kejadian gastritis pada santri di pondok pesantren Al-Amalul
Khair Palembang. Sehingga untuk kedepannya diharapkan penyebab kasus pada
penderita gastritis ini dapat diperbaiki agar dapat mengurangi angka kejadian gastritis itu
sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi
perumusan masalahnya ialah"Apakah terdapat hubungan antara pola makan
dan tingkat stres dengan kejadian gastritis pada santri di Pondok Pesantren
Al-maul Khair PalembangTahun 2020 ?"
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk diketahui hubungan pola
makan dan tingkat stres dengan kejadian gastritis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kejadian gastritis pada santri di Pondok Pesantren
Al-Maul Khair Palembang.
b. Untuk mengetahui pola makan pada santri di Pondok Pesantren Al-
Maul Khair Palembang.
c. Untuk mengetahui tingkat stres pada santri di Pondok Pesantren Al-
Maul Khair Palembang.
d. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara pola makan dengan
kejadian gastritis pada santri di Pondok Pesantren Al-Maul Khair
Palembang.
e. Untuk diketahui keeratan hubungan antara tingkat stres dengan kejadian
gastritis pada santri di Pondok Pesantren Al-Maul Khair Palembang.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini termasuk dalam keperawatan komunitas.
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pola makan dan tingkat
20
Poltekkes Kemenkes Palembang
stres terhadap kejadian gastritis pada santri di Pondok Pesantren Al-Maul
Khair Palembang. Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada tanggal 12
Maret 2020 di Pondok Pesantren Al-Maul Khair Palembang. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh santri yang ada di Pondok Pesantren Al-Maul
Khair Palembang, dan sampel penelitian ini adalah santri yang menderita
gastritis yang didapatkan melalui pengambilan dengan menggunakan tekhnik
random sampling . jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional .
E. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam
bidang keperawatan terutama dalam pemahaman penelitian tentang hubungan
pola makan dan tingkat stres terhadap kejadian gastritis dan menambah
pengetahuan tentang pencegahan gastritis serta memberi masukan dan bahan
referensi untuk penelitian yang akan datang.
Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Memberi pengalaman baru bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian
dan dapat mengetahui hubungan pola makan dan tingkag stres dengan
kejadian gastritis dan mengaplikasikan teori yang telah di dapat untuk
mengatasi masalah gastritispada peneliti sendiri.
b. Bagi Pasien
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
hubungan pola makan dan tingkat stres dengan kejadian gastritis sehingga
para responden dapat mencegah penyebab gastritis itu sendiri.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan
referensi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan khususnya pada
mahasiswa keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang tentang hubungan
pola makan dan tingkat stres dengan kejadian gastritis di bidang keperawatan
komunitas.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
21
Poltekkes Kemenkes Palembang
Sebagai bahan informasi mengenai hubungan pola makan dan tingkat stres
dengan kejadian gastritis, kemudian dapat dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang faktor lainnya yang dapat menyebabkan gastritis meliputi umur, jenis
kelamin, status ekonomi serta konsumsi obat-obatan .
F. Keaslian Skripsi
Tabel Keaslian Skripsi
22
Poltekkes Kemenkes Palembang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
23
Poltekkes Kemenkes Palembang
2. Klasifikasi
Menurut Mardalena (2017:57-58) gastritis merupakan proses inflamasi
pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopatologi
dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang diarea tersebut
dan secara umum gastritis merupakan salah satu jenis penyakit dalam,
dapat dibagi menjadi beberapa macam :
A. Gastritis akut
24
Poltekkes Kemenkes Palembang
2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh
lapisan mukosa. Pada perkembangannya dihubungkan dengan
ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini
merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan
sel chief.
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-
nodul pada mukosa lambung yang bersifat ireguler, tipis, dan
hemoragik.
3. Etiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011:384) etiologi gastritis yaitu
sebagai berikut :
1. Gastritis akut
25
Poltekkes Kemenkes Palembang
g. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu
(komponen penting alkali untuk aktivasi enzim – enzim
gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga
menimbulkan respons peradangan mukosa.
h. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran
darah ke lambung.
2. Gastritis kronik
26
Poltekkes Kemenkes Palembang
kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit
granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic
granulomas, Allergic granulomatosis dan vasculitis,
Plasma cell granulomas, Rhematoid nodules, tumor
amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan
kanker lambung.
e) Injuri radiasi pada lambung.
f) Iskemik gastritis.
g) Gastritis sekunder dari terapi obat-obatan.
4. Patway
Bagan 2.1
Patway gastritis
Nyeri
Kecemasan
27
Poltekkes Kemenkes Palembang
secara patofisiologi ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan mukosa lambung, yaitu kerusakan mukosa barrier, yang
menyebabkan difusi balik ion H⁺ meningkat, perfusi mukosa
lambung yang terganggu, dan jumlah asam lambung yang tinggi.
Selanjutnya menurut Lewis dalam Muttaqin & Sari (2011) faktor-
faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya stres akan
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbul
daerah-daerah infark kecil, selain itu sekresi asam lambung juga
terpacu. Mukosa barrier pada pasien dengan stres biasanya tidak
terganggu. Hal tersebut yang membedakannya dengan gastritis
erosif karena bahan kimia atau obat. Pada gastritis refluks, gastritis
karena bahan kimia dan obat menyebabkan mucosa barrier rusak
sehingga difusi ion H⁺ meninggi. Suasana asam yang terdapat pada
lumen lambung akan mempercepat kerusakan mucosa barrier oleh
cairan usus.
2) Gastritis kronik
28
Poltekkes Kemenkes Palembang
maupun nyata. Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung
hyperemia dan udema, mungkin juga ditemukan erosi dan
perdarahan aktif (NANDA NIC-NOC, 2015:32). Klien dengan
gastritis dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala, malas,
mual, dan anoreksia, sering disertai dengan muntah dan cegukan,
beberapa pasien asimtomatik.
2) Gastritis kronik
29
Poltekkes Kemenkes Palembang
3) Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylory
dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan
terjadinya infeksi.
4) Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini
dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian
atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X.
5) Rontgen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya
tanda-tanda gastritis seperti perlukaan, bakteri atau penyakit
pencernaan lainnya. Biasanya klien akan diminta menelan cairan
barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di
rontgen.
8. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer & Bare (2002:1062) penatalaksanaan
gastritis yaitu sebagai berikut :
A. Gastritis akut
30
Poltekkes Kemenkes Palembang
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat
gangren atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi
lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus.
B. Gastritis Kronik
31
Poltekkes Kemenkes Palembang
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta
menghasilkan energi.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola makan
32
Poltekkes Kemenkes Palembang
Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan menyerap
pengetahuan gizi yang diperoleh, tetapi perlu diikuti oleh kemauan
untuk menerapkan pengetahuan yang diperolehnya dalam rangka
peningkatan status gizi. Sehingga pola makan dan status gizi disini
ditentukan juga oleh kemampuan seseorang untuk menerapkan
pengetahuan gizi ke dalam pemilihan pangan dan pengembangan
cara pemanfaatan pangan yang sesuai.
5) Makanan yang disukai
33
Poltekkes Kemenkes Palembang
3. Pedoman Pola Makan Sehat
Nutrisi sangat berguna untuk menjaga kesehatan dan mencegah
penyakit. Selain karena faktor kekurangan nutrisi, akhir-akhir ini juga
muncul penyakit akibat salah pola makan seperti kelebihan makan,
kurang makan, atau makan makanan yang kurang seimbang. Bahkan,
kematian akibat penyakit yang timbul karena pola makan yang
salah/tidak sehat belakangan ini cenderung meningkat. Penyakit akibat
pola makan yang kurang sehat tersebut diantaranya diabetes melitus,
hiperkolesterolemia, penyakit kanker, penyakit arteri koroner, sirhosis,
osteoporosis, gangguan sistem pencernaan, dan beberapa penyakit
kardiovaskuler. Untuk menghindari penyakit-penyakit akibat pola
makan yang kurang sehat, diperlukan suatu pedoman bagi individu,
keluarga, atau masyarakat tentang pola makan yang sehat.
Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum
yang sering digunakan adalah pedoman Empat Sehat Lima Sempurna,
Makanan Triguna, dan pedoman yang paling akhir diperkenalkan
adalah 12 Pesan dasar Gizi Seimbang. Pengertian makanan triguna
adalah bahwa makanan atau diet sehari-hari harus mengandung
karbohidrat dan lemak sebagai zat tenaga, protein sebagai zat
pembangun, vitamin dan mineral sebagai zat pengatur.
Pedoman 12 Pesan Dasar Gizi Seimbang menyampaikan pesan-
pesan untuk mencapai gizi seimbang guna menghasilkan kualitas
sumber daya manusia yang andal. Garis besar pesan-pesan tersebut
seperti dijelaskan oleh Dirjen Binkesmas Depkes RI (1997) dalam
Ramadhan (2008:4) antara lain:
1) Makanlah makanan yang beraneka ragam
34
Poltekkes Kemenkes Palembang
Energi dan tenaga dapat diperoleh dari makanan sumber
karbohidrat, lemak serta protein. Energi dibutuhkan untuk
metabolisme dasar (seperti untuk menghasilkan panas tubuh serta
kerja organ-organ tubuh) dan untuk aktivitas sehari-hari seperti
belajar, bekerja serta berolah raga. Kelebihan energi akan
menghasilkan obesitas, sementara kekurangan energi dapat
menyebabkan kekurangan gizi seperti marasmus.
3) Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan
energi
35
Poltekkes Kemenkes Palembang
Penggunaan garam beryodium dapat mencegah Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Namun, penggunaan garam
yang berlebihan juga tidak dianjurkan karena garam mengandung
natrium yang bisa meningkatkan tekanan darah. Sebaiknya
konsumsi garam tidak melebihi 6 gram atau 1 sendok teh per hari.
6) Makanlah makanan sumber zat besi
36
Poltekkes Kemenkes Palembang
dan kanker.
11) Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
37
Poltekkes Kemenkes Palembang
Bila harus mengkonsumsi obat-obatan penahan nyeri (analgetik), maka
sebaiknya diminum setelah makan dan tidak dalam keadaan kosong.
Bila disiplin dalam mengatur makanan ini, penyakit maag bisa
membaik tanpa diobati. Seandainya perut masih melilit dan mual terus
menerus, maka obat-obatan untuk menetralkan asam lambung sangat
membantu meringankan penderitaan. Misalnya, obat-obatan antasida.
Bila dengan obat ini belum bisa teratasi, maka sebaiknya berkonsultasi
dengan dokter.
Waspada bagi wanita hamil muda wanita saat hamil muda yang
sebelumnya mempunyai maag tanpa mengobati riwayat penyakit
maag, sangat beresiko kambuh, apalagi saat mengidam. Saat
mengidam, terkadang ibu hamil muda tidak berselera makan, mual dan
muntah (emesis gravidarium) akibat pengaruh hormone chorionic
gonadotropin. Karena perut sering dalam keadaan kosong, maka sakit
tidak bisa dihindari. Begitupun sebaliknya, penyakit maag yang
diderita sebelumnya bisa memperburuk masa mengidam wanita hamil,
yaitu mual muntah berlebihan (hiperemesis gravidarum), Oleh karena
itu, hindari lebih dahulu makanan yang merangsang lambung. Selain
itu, tablet penambah darah sementara jangan dikonsumsi dulu,
mengingat obat ini juga mengiritasi lambung.
Pencegahan untuk menghindari penyakit maag sangat mudah
yaitu tidak makan dan minum yang pedas maupun asam secara
berlebihan, pola makan seimbang (tidak berlebihan lemak), dan
teratur. Hindari berlebihan minum kopi, teh, soft drink. Lebih aman
dengan sering minum air putih, namun demikian, seorang bisa
terserang penyakit maag karena pengaruh ras, keturunan dan kebiasaan
makannya. Mungkin saja orang dengan ras tertentu sudah terbiasa
dengan makanan yang merangsang, tetapi tidak ada keluhan lambung,
misalnya suku Minang. bagi yang sudah menderita penyakit maag
berat, hendaklah memperhatikan syarat makanan, seperti harus mudah
dicerna, porsi makanan sedikit-sedikit tetapi sering, tidak merangsang
lambung (missal pedas, asam, tektur keras), dapat mengeluarkan cairan
38
Poltekkes Kemenkes Palembang
lambung dan dapat menetralkan kelebihan asam lambung.
Klien dengan gastritis harus menjalani diet untuk mencegah
kekambuhan gastritis yang disebut dengan diet lambung. Diet lambung
dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan saluran cerna seperti
radang lambung (gastritis) radang oesopagus, radang usus besar,
thypus abdominalis, dan setelah operasi saluran cerna.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011) adapun tujuan dan
syarat diet lambung yaitu sebagai berikut :
1) Tujuan Diet
a) Meringankan beban kerja saluran pencernaan.
b) Membantu netralisir kelebihan asam lambung dengan
memberikan makanan dengan zat gizi adekuat dan tidak
merangsang.
2) Syarat Diet
a) Makanan dalam bentuk lunak dan mudah dicerna.
b) Makanan dalam porsi kecil tapi sering.
c) Hindari mengkonsumsi makanan yang merangsang lambung
seperti asam, pedas, terlalu panas/dingin.
d) Cara pengolahan makanan direbus, kukus, panggang dan
tumis.
Tabel 2.1
Pengaturan makanan
2. Sumber protein Daging, hati, ikan ayam Daging, ikan dan ayam
39
Poltekkes Kemenkes Palembang
hewani yang diolah dengan cara yang digoreng,
direbus, dikukus, ditim, dikaleng, dikeringkan
dipanggang, susu, telur dan di asap, diberi
(didadar, diceplok air bumbu-bumbu
dan dicampur di dalam merangsang.
makanan.
40
Poltekkes Kemenkes Palembang
7. Minuman Sirup dan teh encer. Kopi, teh kental,
minuman yang
mengndung soda dan
alkohol, es krim.
C. Tingkat Stres
1. Pengertian Stres
Menurut Rasmun (2004:9) stres adalah respons tubuh yang tidak
spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, stres
merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres
memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik,
psikologis, intelektual, sosial, dan spritual, stres dapat mengancam
keseimbangan fisiologis. Stres emosi dapat menimbulkan perasaan
negatif atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Stres
intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang
dalam menyelesaikan masalah, stres sosial akan mengganggu
hubungan individu terhadap kehidupan.
Sedangkan menurut Nasir & Muhith (2011:75) stress merupakan
suatu sistem pertahanan tubuh di mana ada sesuatu yang mengusik
integritas diri, sehingga mengganggu ketentraman yang di maknai
sebagai tuntutan yang harus di selesaikan. Selain itu keadaan stress
akan muncul apabila ada tuntutan yang luar biasa sehingga
mengancam keselamatan atau integritas seseorang.
Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja mengalami
ketegangan hidup, yang diakibatkan adanya tuntutan dan tantangan,
kesulitan, ancaman ataupun ketakutan terhadap bahaya kehidupan
41
Poltekkes Kemenkes Palembang
yang semakin sulit terpecahkan, sehingga sering kali di dapati
seseorang mengalami ketegangan psikologis, merasakan keluhan yang
kadang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Menurut Uripi (2001:19) menyatakan bahwa stres dapat
merangsang peningkatan produksi asam lambung dan gerakan
peristaltik lambung. Stres juga akan mendorong gesekan antara
makanan dan dinding lambung menjadi bertambah kuat hal ini dapat
menyebabkan terjadinya peradangan di lambung.
Hans Selye (1956) dalam Rasmun (2004:8) telah melakukan
pengamatan gejala spesifik dari stres psikologis terhadap perubahan
kimia tubuh seseorang, dari pengamatan yang dilakukan didapatkan
kesimpulan hasil bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan antara
stres psikologis yang dirasakan, dengan timbulnya penyakit perlukaan
pada lambung dan usus dua belas jari.
2. Stressor
42
Poltekkes Kemenkes Palembang
A. Approach-approach conflict, muncul ketika kita tertarik
terhadap dua tujuan yang sama-sama baik.
B. Avoidance-avoidance conflict, muncul ketika kita di
hadapkan pada suatu pilihan antara dua situasi yang tidak
menyenangkan.
C. Approach-avoidance conflict, muncul ketika kita melihat
kondisi yang menarik dan tidak menarik dalam satu tujuan
atau situasi.
2) Dalam keluarga
43
Poltekkes Kemenkes Palembang
1) Bagaimana individu mempersepsikan stressor, artinya jika
stressor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi dirinya maka
tingkat stres yang dirasakan akan berat, namun sebaliknya jika
stressor dipersepsikan tidak mengancam dan individu merasa
mampu mengatasinya maka tingkat stres yang dirasakan akan
lebih ringan.
2) Bagaimana intensitasnya terhadap stimulus, artinya bagaimana
tingkat intensitas serangan stres terhadap individu, jika intensitas
serangan stres tinggi maka kemungkinan kekuatan fisik dan
mental tidak mampu mengadaptasinya, demikian juga sebaliknya.
3) Jumlah stressor yang harus dihadapi pada waktu yang sama
artinya pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stressor
yang harus dihadapi sehingga stressor kecil dapat menjadi pemicu
(pencetus) yang mengakibatkan reaksi yang berlebihan. Sering
ditemukan seseorang yang biasanya dapat menyelesaikan
pekerjaan yang sangat sederhana dengan baik, namun tiba-tiba ia
tidak dapat mengerjakannya, ini disebabkan karena pada saat
yang sama ia sedang menghadapi banyak stressor. Seseorang
yang sedang sakit kemudian mendapat stressor lain maka
kemungkinan koping individu tidak efektif lagi karena ia telah
mengalami kelelahan setelah mendapat stressor tambahan.
4) Lamanya pemaparan stressor, memanjangnya stressor dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan individu mengatasi stres,
karena individu telah berada pada fase kelelahan, individu sudah
kehabisan tenaga untuk menghadapi stressor tersebut.
5) Pengalaman masa lalu, dapat mempengaruhi kemampuan
individu dalam menghadapi stressor yang sama misalnya ;
individu yang satu tahun yang lalu dirawat karena sakit, dengan
pengalaman yang negatif maka saat dirawat kembali individu
akan sangat cemas, demikian pula sebaliknya.
6) Tingkat perkembangan, pada tingkat perkembangan tertentu
terhadap jumlah dan intensitas stressor yang berbeda sehingga
44
Poltekkes Kemenkes Palembang
resiko terjadi stress pada tiap tingkat perkembangan akan
berbeda.
5. Klasifikasi stres
45
Poltekkes Kemenkes Palembang
lumayan sering.
3 : Sangat sesuai dengan yang saya, sering sekali.
Pertanyaan untuk menentukan tingkat stress berjumlah 42 item dapat
dilihat pada lampiran, selanjutnya skor dari masing-masing pertanyaan
tersebut di jumlahkan sebagai indikasi penilaian derajat stres dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel
Penilaian derajat stress
No Tingkat stress Nilai
1 Normal 0-14
2 Ringan 15-18
3 Sedang 19-25
4 Berat 26-33
5 Sangat berat >34
Sumber : (Widiada, 2012)
46
Poltekkes Kemenkes Palembang
D. Kerangka Teori
Pola makan
Infeksi bakteri
H.Phylory
Obat-obatan NSAID
gastritis
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur)
melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2018).
Berdasarkan pola pemikiran di atas, maka kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
B. Definisi Operasional
Tingkat Suatu kondisi atau situasi Diukur dengan skala DASS 42 yaitu : Kuesioner - 0-29 = Normal Ordinal
Stress dimana seseorang mengalami 1. Tidak ada atau tidak pernah = 0 - 30-59 = Stres
beban pikiran dan mental yang 2. Kadang-kadang = 1 Ringan
dapat mempengaruhi kondisi 3. Sering = 2 - 60-89 = Stres
tubuhnya 4. Sangat sesuai dengan yang Sedang
dialami, atau hampir setiap saat - 90-119 = Stres
=3 Berat
- > 120 = Sangat
Berat
Variabel Dependen
Kejadian Seseorang yang mengalami Mengisi Kuesioner Kuesioner - Gastritis akut jika Nominal
Gastritis gastritis dengan gejala nyeri jawaban 1
epigastrium, kembung, mual, - Gastritis kronik
muntah, tidak ada nafsu makan. jika jawaban 2
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang suatu yang diduga atau
hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara
empiris. Biasanya hipotesis ini terdiri dari pernyataan terhadap adanya atau tidak
adanya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas ini
merupakan variabel penyebabnya atau variabel pengaruh, sedangkan variabel
terikat merupakan variabel akibat atau variabel terpengaruh (Notoatmojo, 2018).
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Adanya hubungan pola makan dan tingkat stress dengan kejadian
gastritis pada santri di Pondok pesantren Al-Malul Khair Palembang Tahun
2020.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Jiwantoro, 2017). Sampel dalam penelitian ini
diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling yang
memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
1) Krtiteria Inklusi
Santri yang bermukim di Pondok pesantren Al-Malul Khair
Palembang
Santri dengan gastritis yang bersedia menjadi responden dengan
mengisi persetujuan sebagai responden
Dapat bekerja sama dengan baik
2) Kriteria Eksklusi
Santri yang tidak bersedia menjadi responden dan tidak mau
mengisi persetujuan sebagai responden
Santri yang tidak menderita gastritis
b. Data Sekunder
Data sekunder dari penelitian ini adalah data yang dikumpulkan
berdasarkan pencatatan dari Pondok Pesantren Al-Malul Khair
Palembang Tahun 2020.
2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pertama peneliti menentukan sample yang telah sesuai dengan
kriteria inklusi dalam penelitian ini.
2. Setelah mendapatkan responden peneliti meminta izin untuk
ketersediaan responden berpartisipasi dalam penelitian ini, sambil
mengenalkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan.
3. Setelah mendapatkan persetujuan dari responden peneliti
memberikan lembar kuesioner dan mendampingin responden
dalam mengisi kuesioner penelitian terkait tingkat stres dan pola
makan.
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
2. Tahap pelaksanaan
G. Manajemen Data
1. Pengolahan Data
Menurut (Notoatmojo, 2018)) pengolahan data dengan komputer yang harus
dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis data, diantaranya
adalah:
a. Editing
b. Coding
Setelah semua data di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng “kodean”
atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka
atau bilangan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pada saat analisa dan entry
data.
d. Cleaning data
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yaitu analisa data yang digunakan untuk mengetahui
antar dua variabel yang diduga memiliki hubungan yaitu pola makan,
tingkat stres dengan kejadian gastritis pada santri Pondok Pesantren Al-
Malul Khair Palembang. Tujuan analisi bivariat ini adalah untuk melihat
hubungan variabel dependen dan independen dengan menggunakan uji Chi
Square pada pengolahan data dengan program SPSS.
H. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian merupakan hal penting dalam melakukan
penelitian, mengingat bahwa penelitian keperawatan dilakukan langsung
kepada manusia, maka untuk segi etika penelitian harus sangat diperhatikan
(Notoatmojo, 2018). Hal yang perlu diperhatikan meliputi :
3. Confidentiality (Kerahasiaan)