Anda di halaman 1dari 58

SKRIPSI

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN TINGKAT STRES DENGAN


KEJADIAN GASTRITIS PADA SANTRI PONDOK PESANTREN
ALMALUL KHAIR PALEMBANG TAHUN 2020

NAMA : GUSMILASARI
NIM : PO.71.20.4.16.011

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATANRI


PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN 2020
SKRIPSI

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN TINGKAT STRES DENGAN


KEJADIAN GASTRITIS PADA SANTRI PONDOK PESANTREN
ALMALUL KHAIR PALEMBANG TAHUN 2020

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Terapan Keperawatan

NAMA : GUSMILASARI
NIM PO.71.20.4.16.011
PERSETUJUAN PEMBIMBING

iii

Poltekkes Kemenkes Palembang


HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN ORISINALITAS
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
RI PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
KEPERAWATAN JURUSAN
KEPERAWATAN PALEMBANG

Skripsi, Juni 2020


Gusmilasari

Hubungan Pola Makan Dan Tingkat Stres Dengan Kejadian Gastritis Pada
Santri Pondok Pesantren Almalul Khair Palembang Tahun 2020
xviii + 83 Halaman + 14 Tabel + 2 Bagan + 8 lampiran

ABSTRAK

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai the silent
killer (pembunuh diam-diam) karena penderita tidak tahu bahwa dirinya
menderita hipertensi. Diperkirakan 1,15 milyar kasus atau sekitar 29%
total penduduk dunia akan menderita hipertensi pada tahun 2025.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi
nonfarmakologi. Terapi pijat refleksi kaki adalah salah satu bentuk terapi
nonfarmakologi pada pasien hipertensi untuk mengontrol tekanan darah
yang dilakukan dengan cara memberikan rangsangan berupa tekanan pada
syaraf tubuh manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap tekanan darah pada penderita
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Merdeka Palembang. Penelitian
Kata kunci : pijat refleksi,
hipertensi Daftar Pustaka :
39(2008-2018)
MINISTRY OF HEALTH OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA POLYTECHNIC OF HEALTH
PALEMBANG
STUDY PROGRAM DIPLOMA IV NURSING

Skripsi, June 2020


Gusmilasari

Effect of Foot Reflection Massage Therapy on Blood Pressure on


Hypertension Patients in Work Area of Puskesmas Merdeka Palembang
2019

xviii +83 pages +14 tables + 2 schemes + 8 enclosures

ABSTRACT
Hypertension or high blood pressure is often referred to as the silent
killer because the sufferer does not know that he has hypertension. An
estimated 1.15 billion cases or about 29% of the total world population
will suffer from hypertension by 2025. Management of hypertension can
be done with non- pharmacological therapy. Foot rerdeka Health Center
in Palembang. Sampling is done by purposive sampling technique. The
sample size is 30 respondents. The sample in this study was 15 people f

Keywords : reflexology massage,


hypertension Bibliography : 39(2008-
2018)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Gusmilasari

Tempat,Tanggal Lahir : Palembang, 30 Agustus 1998


Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam

Alamat : Desa Sariguna Kecamatan Belitang


Mulya Kabupaten OKU TIMUR Provinsi
Sumatera Selatan
Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 2004– 2010 SD Negeri 1 Sidowaluyo

2. Tahun 2010– 2013 SMP Negeri 1 Belitang Madang Raya

3. Tahun 2013– 2016 SMA Negeri 1 Belitang

4. Tahun 2016– 2020 Poltekkes Kemenkes Palembang

Palembang, 2020
Yang bersangkutan

Gusmilasari
KATA PENGANTAR

Palembang, 2020

Penulis

ix

Poltekkes Kemenkes Palembang


MOTTO & PERSEMBAHAN

xi
Poltekkes Kemenkes Palembang
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesantren secara teknis merupakan tempat tinggal para santri yang fungsinya adalah
untuk mendalami, mempelajari, memahami, menghayati serta mengamalkan ajaran
agama Islam dengan menekankan norma keagamaan dalam kehidupan sehari-hari
(Subski, 2013). Selain itu menurut Dr. Zainal Arifin Tahun 2015 Pondok pesantren
adalah lembaga pendidikan Islam yang dikenal sebagai tempat untuk mencetak ahli
agama islam yang punya karakteristik mandiri dan taat kepada aturan.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan Bagian data, sistem informasi, dan hubungan
masyarakat Sekretariat Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama pada
tahun 2016, terdata 28,194 pesantren yang tersebar diseluruh Indonesia dengan jumlah
santri sebanyak 4,290,626 orang dan seluruh pondok pesantren berstatus swasta.
Kehidupan pondok pesantren sangat berbeda dengan kehidupan diluar pondok pesantren.
Sebelum masuk ke pondok pesantren santri memiliki ruang gerak yang bebas untuk
beraktifitas, kegiatan yang tidak terlalu padat, fasilitas dirumah yang memadai serta
segala kebutuhan yang masih ditangani oleh orang tua. Sedangkan ketika masuk
pesantren seluruh kehidupan tersebut berbalik arah, santri tidak bisa lagi
mendapatkannya. Tentu saja hal tersebut dapat menimbulkan stress pada santri baru
(Azis, 2014).
Selain kegiatan yang padat faktor lain yang menyebabkan santri baru merasa tidak betah
dipondok pesantren adalah karena makanan yang kurang mereka sukai. Santri tidak dapat
memilih makanan yang disukainya sehingga mereka terkadang tidak makan dan porsi
makan mereka menjadi berkurang (Bagas, 2016).
Di Pondok pesantren biasanya para santri tidak memikirkan masalah kesehatannya.
Masalah kesehatan sendiri sering dianggap remeh oleh para santri, padahal tingkatan
stress yang sedang mereka lewati dan pola makan yang tidak teratur dapat membuat
mereka cenderung menderita gastritis atau maag (Lia Nova, 2018).
Gastritis merupakan proses inflamasi dari mukosa lambung dan submukosa lambung.
Jika gastritis diremehkan atau tidak langsung ditangani maka akan menjadi awal dari
penyakit yang bisa mengganggu kualitas hidup seseorang. Penderita biasanya merasakan
gejala seperti nyeri di bagian ulu hati, mual, dan merasa tidak nyaman (Widiya, dkk.,
2017).

17
Poltekkes Kemenkes Palembang
Badan Penelitian Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2013 meneliti angka kejadian
gastritis dan di dapatkan hasil negara yang paling tinggi kejadian gastritis adalah Amerika
dengan presentasi mencapai 47% lalu diikuti oleh negara India 43% dan beberapa negara
lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5%
dan Indonesia 40,8%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa negara Indonesia menjadi
peringkat ketiga tertinggi penyakit gastritis di dunia (Iwan & Udin, 2018)
Beberapa daerah di Indonesia memiliki angka kejadian gastritis yang tinggi, angka
kejadian gastritis di Indonesia sebanyak 274,396 kasus. Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia tahun 2011, gastritis termaksuk dalam 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 30.154 kasus atau
sebanyak 4,9% ( widya, Masrul dan Ida, 2017)
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah Indonesia yang memiliki
prevalensi gastritis yang tinggi dibandingkan daerah yang lain. Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 kasus gastritis menduduki urutan
ketiga dari 10 penyakit tebanyak di Sumatera Selatan dengan jumlah kasus mencapai
202.577 kasus.
Berdasarkan Data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang penyakit gastritis menempati
peringkat ketiga dalam 10 penyakit terbesar di Palembang pada Januari 2017. Gastritis
menduduki peringkat ketiga setelah penyakit ISPA atau Infeksi Saluran Napas Bagian
atas akut lainnya dan Hipertensi esensial (primer) dengan jumlah kunjungan sebanyak
2.237 kunjungan.
Gejala yang timbul saat gastritis kambuh dapat mengganggu kegiatan sehari-hari,
Gastritis dapat meningkatkan sekresi lambung hingga menyebabkan lambung terluka dan
pendarahan saluran cerna bagian atas (SCTA) bila hal tersebut terus belangsung maka
dapat menimbulkan kanker lambung bahkan berakibat kematian (Suratum, 2010).
Beberapa faktor resiko yang sering menjadi penyebab gastritis diantaranya adalah
helicobacter pillory, pola makan tidak teratur, konsumsi obat penghilang nyeri jangka
panjang, stres, merokok, konsumsi kopi, dan alkohol (Zhang, dkk 2016). Gastritis
biasanya dimulai dengan pola makan yang tidak teratur, pola makan adalah gambaran
macam dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari, pola makan terdiri dari tiga
bagian yaitu frekuensi makan, porsi makan dan jenis makanan (Mutmaimah & Tigor,
2018).
Frekuensi makan adalah jumlah seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam
satu hari baik makanan ringan maupun makanan berat, frekuensi makan yang baik adalah
3 kali makanan berat atau 2 kali makanan berat dan 1 kali makanan ringan. Frekuensi

18
Poltekkes Kemenkes Palembang
makan dikatakan tidak baik bila hanya 2 kali makan berat atau kurang dari itu (Bagas,
2016).
Pada santri yang kurang menyukai makanan di pesantren seringkali mengurangi porsi
makanan mereka. Menurut Bagas (2016) jumlah ideal porsi makan bagi remaja adalah:
karbohidrat (50-100 gram), lauk pauk hewani (50 gram), lauk pauk nabati (100 gram)
sayur mayur (100 gram) serta buah-buahan (75 gram).
Karena banyak santri yang kurang menyukai makanan yang ada di pondok pesantre, saat
berlibur atau keluar dari pondok pesantren mereka cenderung banyak memakan makanan
yang menjadi kesukaan mereka. Mereka memakan makanan siap saji, pedas, mengandung
soda dan bersifat asam yang dapat meningkatkan asam lambung dan menyebabkan
gastritis itu sendiri (Tribun Pontianak, 2018).
Selain faktor-faktor tersebut, gastritis juga dapat ditimbulkan karena stres. Stres adalah
kondisi dimana sesorang sedang merasa tertekan (Hanik,2011). Perubahan kehidupan
yang terjadi di dalam pondok pesantren serta banyaknya aturan yang berlaku disana dapat
membut santri menjadi stres. Stres dapat menyebabkan aliran sistem darah ke mukosa
dinding lambung berkurang sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
lambung (Ardian, 2013).
Terdapat penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Laurensius, Susi dan Sulasmini
pada tahun 2016 tentang hubungan antara stress dan pola makan dengan kejadian gastritis
di Puskesmas Dinoyo, Penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi dengan
desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan pola makan (frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makan
terhadap gastritis di puskesmas Dinoyo (p-value = 0,000 < 0,05), terdapat hubungan
antara tingkat stres terhadap gastritis (p-value = 0,001 < 0,05) serta terdapat hubungan
antara tingkat stress dan pola makan dengan kejadian gastritis di Puskesmas Dinoyo (p-
value = 0,002 < 0,05).
Penelitian lain yang serupa adalah penelitian yang dilakukan oleh Rostini dan Hasna pada
tahun 2017 tentang hubungan tingkat stress dan pola makan dengan kejadian gastritis di
Ruang Rawat Inap RSUD Nene Mallomo Kabupaten Sidrap, Penelitian ini menggunakan
metode analitik deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan pola makan (frekuensi
makan, jenis makanan dan porsi makan terhadap gastritis (p-value = 0,038 < 0,05), serta
terdapat hubungan antara tingkat stres terhadap kekambuhan gastritis (p-value = 0,035 <
0,05)
Dari berbagai latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian gastritis di

19
Poltekkes Kemenkes Palembang
Palembang tinggi, khususnya pada remaja santri di pondok pesantren. Hal tersebut
membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut hubungan antara pola makan dan
tingkat stress terhadap kejadian gastritis pada santri di pondok pesantren Al-Amalul
Khair Palembang. Sehingga untuk kedepannya diharapkan penyebab kasus pada
penderita gastritis ini dapat diperbaiki agar dapat mengurangi angka kejadian gastritis itu
sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi
perumusan masalahnya ialah"Apakah terdapat hubungan antara pola makan
dan tingkat stres dengan kejadian gastritis pada santri di Pondok Pesantren
Al-maul Khair PalembangTahun 2020 ?"

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk diketahui hubungan pola
makan dan tingkat stres dengan kejadian gastritis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kejadian gastritis pada santri di Pondok Pesantren
Al-Maul Khair Palembang.
b. Untuk mengetahui pola makan pada santri di Pondok Pesantren Al-
Maul Khair Palembang.
c. Untuk mengetahui tingkat stres pada santri di Pondok Pesantren Al-
Maul Khair Palembang.
d. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara pola makan dengan
kejadian gastritis pada santri di Pondok Pesantren Al-Maul Khair
Palembang.
e. Untuk diketahui keeratan hubungan antara tingkat stres dengan kejadian
gastritis pada santri di Pondok Pesantren Al-Maul Khair Palembang.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini termasuk dalam keperawatan komunitas.
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pola makan dan tingkat

20
Poltekkes Kemenkes Palembang
stres terhadap kejadian gastritis pada santri di Pondok Pesantren Al-Maul
Khair Palembang. Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada tanggal 12
Maret 2020 di Pondok Pesantren Al-Maul Khair Palembang. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh santri yang ada di Pondok Pesantren Al-Maul
Khair Palembang, dan sampel penelitian ini adalah santri yang menderita
gastritis yang didapatkan melalui pengambilan dengan menggunakan tekhnik
random sampling . jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional .

E. Manfaat Penelitian
 Manfaat teoritis
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam
bidang keperawatan terutama dalam pemahaman penelitian tentang hubungan
pola makan dan tingkat stres terhadap kejadian gastritis dan menambah
pengetahuan tentang pencegahan gastritis serta memberi masukan dan bahan
referensi untuk penelitian yang akan datang.
 Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Memberi pengalaman baru bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian
dan dapat mengetahui hubungan pola makan dan tingkag stres dengan
kejadian gastritis dan mengaplikasikan teori yang telah di dapat untuk
mengatasi masalah gastritispada peneliti sendiri.
b. Bagi Pasien
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
hubungan pola makan dan tingkat stres dengan kejadian gastritis sehingga
para responden dapat mencegah penyebab gastritis itu sendiri.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan
referensi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan khususnya pada
mahasiswa keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang tentang hubungan
pola makan dan tingkat stres dengan kejadian gastritis di bidang keperawatan
komunitas.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya

21
Poltekkes Kemenkes Palembang
Sebagai bahan informasi mengenai hubungan pola makan dan tingkat stres
dengan kejadian gastritis, kemudian dapat dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang faktor lainnya yang dapat menyebabkan gastritis meliputi umur, jenis
kelamin, status ekonomi serta konsumsi obat-obatan .

F. Keaslian Skripsi
Tabel Keaslian Skripsi

No Peneliti & Judul Rancangan Perbedaan


Tahun
1 Uwa, dkk 2016 Hubungan Desain Cross- Subjek
antara stres dan sectional metode penelitian &
pola makan analitik korelasi lokasi
dengan kejadian penelitian.
gastritis yang
terjadi di
Puskesmas
Dinoyo.
2 Handayani & Hubungan Desain Cross- Subjek
Thomy, 2017 frekuensi, jenis sectional metode penelitian,
dan porsi makan Stratified variabel
dengan kejadian random Independen &
gastritis pada sampling. lokasi
remaja. penelitian.
3 Ausrianti & Hubungan pola Desain Analitik Subjek
Nurleli, 2018 makan dan metode case penelitian,
faktor stres control. rancangan
dengan kejadian penelitian &
gastritis di lokasi
Poliklinik penelitian.
penyakit dalam
RSUP Dr. M
Jamil Padang.

22
Poltekkes Kemenkes Palembang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gastritis


1. Definisi
Gastritis atau nyeri ulu hati ialah peradangan pada mukosa
lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari
peradangan tersebut adalah rasa penuh atau tidak nyaman pada
epigastrium, anoreksia, mual, serta muntah. Perangan pada dinding
lambung ini akan berkembang apabila mekanisme protektif dinding
lambung dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (Mardalena,
2017:57).
Sedangkan menurut Boyers (2010) dalam Saroinsong (2014:2)
gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan
yang paling sering terjadi. Gastritis merupakan gangguan umum
diskontinuitas dari mukosa lambung yang disebabkan oleh berbagai
faktor seperti alkohol, stress, obat inflamasi, dan lain-lain.
Selanjutnya menurut Price & Wilson dalam NANDA NIC-NOC
(2015:32) gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau
perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus,
atau lokal. Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis
superficial akut dan gastritis atrofik kronik.
Menurut Rafani (2009) dalam Wulansari (2010:157) gastritis
(inflamasi mukosa lambung) sering akibat diet yang salah, kadang
gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi hal ini
jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi luka
kronis pada lambung. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan
muntah darah atau terdapat darah pada feces dan memerlukan
perawatan segera.

23
Poltekkes Kemenkes Palembang
2. Klasifikasi
Menurut Mardalena (2017:57-58) gastritis merupakan proses inflamasi
pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopatologi
dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang diarea tersebut
dan secara umum gastritis merupakan salah satu jenis penyakit dalam,
dapat dibagi menjadi beberapa macam :
A. Gastritis akut

Gastritis akut adalah suatu peradangan parah pada


permukaan mukosa lambung dengan kerusakan-kerusakan erosi.
Gastritis akut merupakan proses inflamasi bersifat akut dan
biasanya terjadi sepintas pada mukosa lambung. Keadaan seperti
ini sangat berkaitan dengan penggunaan obat-obatan anti inflamasi
nonsteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu, konsumsi alkohol
berlebih, kebiasaan merokok, serta stres berat seperti luka bakar
dan pembedahan, iskemia dan syok juga bisa menyebabkan
terjadinya gastritis akut. Sama halnya dengan uremia, tertelan zat
asam atau alkali, trauma mekanik, kemoterapi, infeksi sistemik,
iradiasi lambung, dan gastrektomi distal.
B. Gastritis kronik

Gastritis kronik adalah peradanga pada dinding lambung


dalam jangka waktu yang lama dan dapat disebabkan oleh ulkus
benigna atau malignadari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter
pylory (Mardalena,2017:58).
Gastritis kronis merupakan keadaan terjadinnya perubahan
inflamatorik yang kronis pada mukosa lambung sehingga akhirnya
terjadi atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Keadaan ini menjadi
latar belakang munculnya dysplasia dan karsinoma (Robbins,
2009).
Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan
sebagai berikut :
1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema,
serta perdarahan dan erosi mukosa.

24
Poltekkes Kemenkes Palembang
2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh
lapisan mukosa. Pada perkembangannya dihubungkan dengan
ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini
merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan
sel chief.
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-
nodul pada mukosa lambung yang bersifat ireguler, tipis, dan
hemoragik.

3. Etiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011:384) etiologi gastritis yaitu
sebagai berikut :
1. Gastritis akut

Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti


beberapa jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut,
radiasi, alergi atau intoksikasi dari bahan makanan dan minuman,
garam empedu, iskemia, dan trauma langsung.
a. Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS
(Indometasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide,
Steroid, Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2-
deoxyuridine), Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi
mukosa lambung.
b. Minuman beralkohol, seperti whinsky, vodka, dan gin.
c. Infeksi bakteri; seperti H.pylory (paling sering), H.heilmanii,
Streptococci, Staphylococci, Proteus species, Clostridium
species, E.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis.
d. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus.
e. Infeksi jamur; seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan
Phycomycosis.
f. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan
berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alkohol
merupakan agen – agen penyebab iritasi mukosa lambung.

25
Poltekkes Kemenkes Palembang
g. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu
(komponen penting alkali untuk aktivasi enzim – enzim
gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga
menimbulkan respons peradangan mukosa.
h. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran
darah ke lambung.
2. Gastritis kronik

Menurut Wehbi, dalam Muttaqin & Sari (2011:397-398)


penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui,
tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan
kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi dan non-infeksi.
1. Gastritis infeksi

Beberapa agen infeksi bisa masuk ke mukosa lambung


dan memberikan manifestasi peradangan kronik. Beberapa
agen yang diidentifikasi meliputi hal-hal berikut ini:
a) H.Pylory beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini
merupakan penyebab utama dari gastritis kronis.
b) Helicobacter heilmannii, mycobacteriosis, dan Syphilis.
c) Infeksi parasit dan Infeksi virus.
2. Gastritis non infeksi
a) Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan,
terdapat kira-kira 60 % serum pasien gastritis kronik
mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya.
b) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi
refluks garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS
atau Aspirin.
c) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronik yang
menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa
lambung.
d) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan
dengan berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn,
Sarkoidosis, Wegener granulomatosis, penggunaan

26
Poltekkes Kemenkes Palembang
kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit
granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic
granulomas, Allergic granulomatosis dan vasculitis,
Plasma cell granulomas, Rhematoid nodules, tumor
amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan
kanker lambung.
e) Injuri radiasi pada lambung.
f) Iskemik gastritis.
g) Gastritis sekunder dari terapi obat-obatan.

4. Patway
Bagan 2.1
Patway gastritis

Infeksi virus, infeksi bakteri, Stress psikologis


infeksi jamur, makanan dan
minuman yang bersifat iritan,
iskemia, dan trauma langsung Sekresi H⁺
lambung Sekresi pepsinogen

Fungsi barier Peradangan


terganggu mukosa lambung Agregasi
bahan kimia
Gastritis

Mual, muntah, dan Respon saraf lokal Respon


anoreksia dari iritasi mukosa psikologis

Nyeri
Kecemasan

Sumber: (Muttaqin & Sari, 2011)


5. Patofisiologi
1) Gastritis akut

Menurut Wehbi dalam Muttaqin & Sari (2011:384-385)

27
Poltekkes Kemenkes Palembang
secara patofisiologi ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan mukosa lambung, yaitu kerusakan mukosa barrier, yang
menyebabkan difusi balik ion H⁺ meningkat, perfusi mukosa
lambung yang terganggu, dan jumlah asam lambung yang tinggi.
Selanjutnya menurut Lewis dalam Muttaqin & Sari (2011) faktor-
faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya stres akan
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbul
daerah-daerah infark kecil, selain itu sekresi asam lambung juga
terpacu. Mukosa barrier pada pasien dengan stres biasanya tidak
terganggu. Hal tersebut yang membedakannya dengan gastritis
erosif karena bahan kimia atau obat. Pada gastritis refluks, gastritis
karena bahan kimia dan obat menyebabkan mucosa barrier rusak
sehingga difusi ion H⁺ meninggi. Suasana asam yang terdapat pada
lumen lambung akan mempercepat kerusakan mucosa barrier oleh
cairan usus.
2) Gastritis kronik

Menurut Smeltzer & Bare (2002:1062)secara patofisiologi


gastritis kronik dibagi dua yaitu tipe A (sering disebut sebagai
gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang
menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan
dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadinya
pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut
sebagai gastritis H. Pylory) mempengaruhi antrum dan pilorus
(ujung bawah lambung dekat dengan duodenum). Ini dihubungkan
dengan bakteri H. Pylori, faktor diet seperti minum panas atau
pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok, atau refluks
isi usus ke dalam lambung.
6. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002:1062) manifestasi klinis
gastritis yaitu sebagai berikut :
1) Gastritis akut

Nyeri epigastrium, mual, muntah, dan perdarahan terselubung

28
Poltekkes Kemenkes Palembang
maupun nyata. Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung
hyperemia dan udema, mungkin juga ditemukan erosi dan
perdarahan aktif (NANDA NIC-NOC, 2015:32). Klien dengan
gastritis dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala, malas,
mual, dan anoreksia, sering disertai dengan muntah dan cegukan,
beberapa pasien asimtomatik.
2) Gastritis kronik

Kebanyakan gastritis asimptomatik, keluhan lebih berkaitan


dengan komplikasi gastritis atrofik, seperti tukak lambung,
defisiensi zat besi, anemia pernisosa, dan kadang karsinoma
lambung (NANDA NIC-NOC, 2015:32) Pasien dengan gastritis
tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi
vitamin B₁₂. Pada gastritis tipe B pasien mengeluh anoreksia
(nafsu makan buruk), nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa
asam di mulut, atau mual dan muntah.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut NANDA NIC-NOC (2015:32) pemeriksaan penunjang
untuk penyakit gastritis yaitu sebagai berikut :
1) Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya
antibodi H.pylory dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan
bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu
dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut
terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa
anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.
2) Pemeriksaan pernafasan. Berdasarkan prinsip bahwa urea diubah
oleh urease, H.pylory dalam lambung diubah menjadi amoniak dan
karbondioksida (CO₂). CO₂ cepat di absorbsi melalui dinding
lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi. Tes ini dapat
menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H.pylory atau
tidak.

29
Poltekkes Kemenkes Palembang
3) Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylory
dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan
terjadinya infeksi.
4) Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini
dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian
atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X.
5) Rontgen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya
tanda-tanda gastritis seperti perlukaan, bakteri atau penyakit
pencernaan lainnya. Biasanya klien akan diminta menelan cairan
barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di
rontgen.

8. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer & Bare (2002:1062) penatalaksanaan
gastritis yaitu sebagai berikut :
A. Gastritis akut

Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk


menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila
pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi
dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara
parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna
makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari
pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
Untuk menetralisir asam digunakan antasida umum
(misalnya; aluminium hidroksida); untuk menetralisir alkali,
digunakan jus lemon encer atau cuka encer. Bila korosi luas atau
berat, emetik dan lavase dihindari karena bahaya perforasi. Terapi
pendukung mencakup intubasi, analgesik dan sedatif, antasida,
serta cairan intravena. Endoskopi fiberoptik mungkin diperlukan.

30
Poltekkes Kemenkes Palembang
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat
gangren atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi
lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus.

B. Gastritis Kronik

Gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien,


meningkatkan istirahat, mengurangi stress, dan memulai
farmakoterapi. H.Pylory dapat diatasi dengan antibiotik (seperti
tetrasiklin atau amoksilin) dan garam bismut (pepto-Bismol).
Pasien dengan gastritis kronik biasanya mengalami malabsorbsi
vitamin B yang disebabkan oleh adanya antibodi terhadap faktor
intrinsik.
B. Pola Makan
1. Pengertian pola makan
Menurut Persagi (1999) dalam Jauhari (2014) pola makan
adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang di konsumsi seseorang
atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Pola makan merupakan
perilaku yang di tempuh seseorang dalam konsumsi pangan setiap hari
yang meliputi frekuensi makan, jumlah makanan, dan porsi makan.
Sedangkan menurut Depkes RI (2009) dalam Ramadhan
(2011:1) pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan
jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit.
Pengertian pola makan seperti dijelaskan di atas pada dasarnya
mendekati definisi/pengertian diet dalam ilmu gizi/nutrisi. Diet
diartikan sebagai pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan
agar seseorang tetap sehat. Untuk mencapai tujuan diet/pola makan
sehat tersebut tidak terlepas dari masukan gizi yang merupakan proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui proses
digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan

31
Poltekkes Kemenkes Palembang
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta
menghasilkan energi.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola makan

Menurut Ramadhan (2008:1) faktor-faktor yang mempengaruhi


pola makan yaitu sebagai berikut:
1) Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering


dikonsumsi, demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan
yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia
dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk
orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makana-
makanan lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak
disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara.
Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai
makanan goreng-gorengan.
2) Agama/Kepercayaan

Agama/kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang


dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks
mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang
makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan)
melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.
3) Status sosial ekonomi

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut


dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi, salah sataunya
pekerjaan. Pekerjaan disini memang tidak secara langsung
mempengaruhi status gizi, tetapi pekerjaan ini dihubungkan dengan
pendapatan dalam keluarga yang pada akhirnya akan
mempengaruhi perubahan gaya hidup, dalam hal ini terutama
perubahan pada komsumsi yang menentukan status gizi anak.
4) Pendidikan

32
Poltekkes Kemenkes Palembang
Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan menyerap
pengetahuan gizi yang diperoleh, tetapi perlu diikuti oleh kemauan
untuk menerapkan pengetahuan yang diperolehnya dalam rangka
peningkatan status gizi. Sehingga pola makan dan status gizi disini
ditentukan juga oleh kemampuan seseorang untuk menerapkan
pengetahuan gizi ke dalam pemilihan pangan dan pengembangan
cara pemanfaatan pangan yang sesuai.
5) Makanan yang disukai

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh


terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai
kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan
tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang
suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar
karena mereka sering dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak
yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada
daging ayam yang dimasak bibinya.
6) Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang


menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan.
Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan
berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang
merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya
untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar,
nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat,
yaitu hipotalamus.
7) Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan


makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu
memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan
menelan, memilih menahan lapar dari pada makan.

33
Poltekkes Kemenkes Palembang
3. Pedoman Pola Makan Sehat
Nutrisi sangat berguna untuk menjaga kesehatan dan mencegah
penyakit. Selain karena faktor kekurangan nutrisi, akhir-akhir ini juga
muncul penyakit akibat salah pola makan seperti kelebihan makan,
kurang makan, atau makan makanan yang kurang seimbang. Bahkan,
kematian akibat penyakit yang timbul karena pola makan yang
salah/tidak sehat belakangan ini cenderung meningkat. Penyakit akibat
pola makan yang kurang sehat tersebut diantaranya diabetes melitus,
hiperkolesterolemia, penyakit kanker, penyakit arteri koroner, sirhosis,
osteoporosis, gangguan sistem pencernaan, dan beberapa penyakit
kardiovaskuler. Untuk menghindari penyakit-penyakit akibat pola
makan yang kurang sehat, diperlukan suatu pedoman bagi individu,
keluarga, atau masyarakat tentang pola makan yang sehat.
Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum
yang sering digunakan adalah pedoman Empat Sehat Lima Sempurna,
Makanan Triguna, dan pedoman yang paling akhir diperkenalkan
adalah 12 Pesan dasar Gizi Seimbang. Pengertian makanan triguna
adalah bahwa makanan atau diet sehari-hari harus mengandung
karbohidrat dan lemak sebagai zat tenaga, protein sebagai zat
pembangun, vitamin dan mineral sebagai zat pengatur.
Pedoman 12 Pesan Dasar Gizi Seimbang menyampaikan pesan-
pesan untuk mencapai gizi seimbang guna menghasilkan kualitas
sumber daya manusia yang andal. Garis besar pesan-pesan tersebut
seperti dijelaskan oleh Dirjen Binkesmas Depkes RI (1997) dalam
Ramadhan (2008:4) antara lain:
1) Makanlah makanan yang beraneka ragam

Makanan yang beraneka ragam harus mengandung


karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan bahkan serat
makanan dalam jumlah dan proporsi yang seimbang menurut
kebutuhan masing-masing kelompok (bayi, balita, anak, remaja,
ibu hamil dan menyusui, orang dewasa dan lansia).
2) Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi

34
Poltekkes Kemenkes Palembang
Energi dan tenaga dapat diperoleh dari makanan sumber
karbohidrat, lemak serta protein. Energi dibutuhkan untuk
metabolisme dasar (seperti untuk menghasilkan panas tubuh serta
kerja organ-organ tubuh) dan untuk aktivitas sehari-hari seperti
belajar, bekerja serta berolah raga. Kelebihan energi akan
menghasilkan obesitas, sementara kekurangan energi dapat
menyebabkan kekurangan gizi seperti marasmus.
3) Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan
energi

Karbohidrat sederhana, seperti gula dan makanan manis


sebaiknya dikonsumsi dengan memperhatikan azas tepat waktu,
tepat indikasi dan tepat jumlah. Makanan ini sebaiknya dimakan
pada siang hari ketika kita akan atau sedang melakukan aktivitas
dan jumlahnya tidak melebihi 3-4 sendok makan gula/hari.
Karbohidrat kompleks sebaiknya dikonsumsi bersama makanan
yang merupakan sumber unsur gizi lain seperti protein,
lemak/minyak, vitamin dan mineral. Seyogyanya 50-60% dari
kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks.
4) Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari
kecukupan energi

Konsumsi lemak dan minyak berlebihan, khususnya


lemak/minyak jenuh dari hewan, dapat beresiko kegemukan atau
dislipidemia pada orang-orang yang mempunyai kecenderungan ke
arah tersebut. Dislipidemia atau kenaikan kadar lemak (kolesterol
atau trigliserida) dalam darah merupakan faktor untuk terjadinya
penyakit jantung koroner dan stroke. Konsumsi lemak/minyak
dianjurkan tidak melebihi 20% dari total kalori dan perlu diingat
bahwa unsur gizi ini juga memiliki peran tersendiri sebagai sumber
asam lemak esensial serta juga membantu penyerapan beberapa
vitamin yang larut dalam lemak.
5) Gunakan garam beryodium

35
Poltekkes Kemenkes Palembang
Penggunaan garam beryodium dapat mencegah Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Namun, penggunaan garam
yang berlebihan juga tidak dianjurkan karena garam mengandung
natrium yang bisa meningkatkan tekanan darah. Sebaiknya
konsumsi garam tidak melebihi 6 gram atau 1 sendok teh per hari.
6) Makanlah makanan sumber zat besi

Makanan seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, hati, telur


dan daging banyak mengandung zat besi dan perlu dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup untuk mencegah anemia gizi.
7) Biasakan makan pagi

Makan pagi dengan makanan yang beraneka ragam akan


memenuhi kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesegaran tubuh
dan meningkatkan produktifitas dalam bekerja. Pada anak-anak,
makan pagi akan memudahkan konsentrasi belajar sehingga
prestasi belajar bisa lebih ditingkatkan.
8) Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya

Air minum harus bersih dan bebas kuman. Minumlah air


bersih sampai 2 liter per hari sehingga metabolisme tubuh kita bisa
berjalan lancar mengingat air sangat dibutuhkan sebagai pelarut
unsur gizi bagi keperluan metabolisme tersebut. konsumsi air yang
cukup dapat menghindari dehidrasi dan akan menurunkan resiko
infeksi serta batu ginjal.
9) Lakukan kegiatan fisik atau olah raga yang teratur

Kegiatan itu akan membantu mempertahankan berat badan


normal disamping meningkatkan kesegaran tubuh, memperlancar
aliran darah dan mencegah osteoporosis khususnya pada lansia.
10) Hindari minum minuman beralkohol

Alkohol bersama-sama rokok dan obat-obatan terlarang


lainnya harus dihindari karena dapat membawa risiko untuk
terjadinya berbagai penyakit degeneratif, vaskuler, gastrointestinal,

36
Poltekkes Kemenkes Palembang
dan kanker.
11) Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

Makanan yang tidak tercemar, tidak mengandung kuman atau


parasit lain, tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan
makanan yang diolah dengan baik sehingga unsur gizi serta cita
rasanya tidak rusak, merupakan makanan yang aman bagi
kesehatan.
12) Bacalah label pada makanan yang dikemas

Label pada makanan kemasan harus berisikan tanggal


kadaluwarsa, kandungan gizi dan bahan aktif yang digunakan.
Konsumen yang berhati-hati dan memperhatikan label tersebut
akan terhindar dari makanan rusak, tidak bergizi dan makanan
berbahaya. Selain itu, konsumen dapat menilai halal tidaknya
makanan tersebut.

4. Pola makan gastritis


Menurut Bambang (2011:1) bila penyakit maag ini sudah
disadari oleh penderitanya, sebenarnya sangat mudah mengatasinya
artinya, tidak dibiarkan berlanjut terus sehingga menjadi tukak
lambung. Prinsip penanganannya adalah diet atau pengaturan makan.
Jangan biarkan perut lama dalam keadaan kosong. Keadaan kosong ini
dapat mengakibatkan asam lambung yang sudah diproduksi tidak
mempunyai bahan untuk dicerna tau digilas, dan pada akhirnya
dinding lambung sendiri yang menjadi sasarannya.
Jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan atau minuman
pedas dan asam. Hindari makanan berlemak, karena lemak memang
sulit dicerna oleh lambung. Selain itu, tektur makanan sebaiknya
lembut (lunak). Sering-seringlah minum air putih, karena bisa
mengurangi sifat asam dari makanan atau minuman tersebut. Kurangi
mengkonsumsi minuman teh, kopi atau soft drink. Porsi makanan
sebaiknya tidak terlalu banyak, tetapi sedikit dengan frekuensi sering.

37
Poltekkes Kemenkes Palembang
Bila harus mengkonsumsi obat-obatan penahan nyeri (analgetik), maka
sebaiknya diminum setelah makan dan tidak dalam keadaan kosong.
Bila disiplin dalam mengatur makanan ini, penyakit maag bisa
membaik tanpa diobati. Seandainya perut masih melilit dan mual terus
menerus, maka obat-obatan untuk menetralkan asam lambung sangat
membantu meringankan penderitaan. Misalnya, obat-obatan antasida.
Bila dengan obat ini belum bisa teratasi, maka sebaiknya berkonsultasi
dengan dokter.
Waspada bagi wanita hamil muda wanita saat hamil muda yang
sebelumnya mempunyai maag tanpa mengobati riwayat penyakit
maag, sangat beresiko kambuh, apalagi saat mengidam. Saat
mengidam, terkadang ibu hamil muda tidak berselera makan, mual dan
muntah (emesis gravidarium) akibat pengaruh hormone chorionic
gonadotropin. Karena perut sering dalam keadaan kosong, maka sakit
tidak bisa dihindari. Begitupun sebaliknya, penyakit maag yang
diderita sebelumnya bisa memperburuk masa mengidam wanita hamil,
yaitu mual muntah berlebihan (hiperemesis gravidarum), Oleh karena
itu, hindari lebih dahulu makanan yang merangsang lambung. Selain
itu, tablet penambah darah sementara jangan dikonsumsi dulu,
mengingat obat ini juga mengiritasi lambung.
Pencegahan untuk menghindari penyakit maag sangat mudah
yaitu tidak makan dan minum yang pedas maupun asam secara
berlebihan, pola makan seimbang (tidak berlebihan lemak), dan
teratur. Hindari berlebihan minum kopi, teh, soft drink. Lebih aman
dengan sering minum air putih, namun demikian, seorang bisa
terserang penyakit maag karena pengaruh ras, keturunan dan kebiasaan
makannya. Mungkin saja orang dengan ras tertentu sudah terbiasa
dengan makanan yang merangsang, tetapi tidak ada keluhan lambung,
misalnya suku Minang. bagi yang sudah menderita penyakit maag
berat, hendaklah memperhatikan syarat makanan, seperti harus mudah
dicerna, porsi makanan sedikit-sedikit tetapi sering, tidak merangsang
lambung (missal pedas, asam, tektur keras), dapat mengeluarkan cairan

38
Poltekkes Kemenkes Palembang
lambung dan dapat menetralkan kelebihan asam lambung.
Klien dengan gastritis harus menjalani diet untuk mencegah
kekambuhan gastritis yang disebut dengan diet lambung. Diet lambung
dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan saluran cerna seperti
radang lambung (gastritis) radang oesopagus, radang usus besar,
thypus abdominalis, dan setelah operasi saluran cerna.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011) adapun tujuan dan
syarat diet lambung yaitu sebagai berikut :
1) Tujuan Diet
a) Meringankan beban kerja saluran pencernaan.
b) Membantu netralisir kelebihan asam lambung dengan
memberikan makanan dengan zat gizi adekuat dan tidak
merangsang.
2) Syarat Diet
a) Makanan dalam bentuk lunak dan mudah dicerna.
b) Makanan dalam porsi kecil tapi sering.
c) Hindari mengkonsumsi makanan yang merangsang lambung
seperti asam, pedas, terlalu panas/dingin.
d) Cara pengolahan makanan direbus, kukus, panggang dan
tumis.

Tabel 2.1
Pengaturan makanan

No Bahan Makanan Dianjurkan Dibatasi/Dihindari


1. Sumber Nasi, nasi tim, bubur, Ketan, jagung, ubi,
karbohidrat roti putih, macaroni, singkong, talas, cake,
biskuit, crakers, mie, dodol dan berbagai kue
bihun, tepung yang yang terlalu manis dan
dibuat bubur/ pudding, berlemak tinggi.
havermout, sereal, roti
gandum.

2. Sumber protein Daging, hati, ikan ayam Daging, ikan dan ayam

39
Poltekkes Kemenkes Palembang
hewani yang diolah dengan cara yang digoreng,
direbus, dikukus, ditim, dikaleng, dikeringkan
dipanggang, susu, telur dan di asap, diberi
(didadar, diceplok air bumbu-bumbu
dan dicampur di dalam merangsang.
makanan.

3. Sumber protein Tahu, tempe yang Tahu, tempe, kacang


nabati direbus, ditim, ditumis, merah, kacang tanah
susu kedelai yang yang digoreng.
direbus, kacang hijau
direbus.

4. Sayuran Sayuran yang tidak Sayuran mentah, daun


banyak serat dan tidak singkong, lobak, sawi,
menimbulkan gas : kol, nangka muda, daun
bayam, buncis, labu siam, pepaya.
wortel, kacang panjang,
oyong tomat, labu kuning
yang direbus, ditumis,
disetup dan diberi santan.

5. Buah-buahan Pepaya, jeruk manis, apel Buah yang tinggi serat


tanpa kulit, pepaya, dan atau menimbulkan
melon, pisang, alpukat, gas seperti jambu biji,
semangka, belimbing nangka, nanas,
manis. kedondong, dukuh,
durian, salak, buah yang
dikeringkan.

6. Sumber lemak Margarin, minyak, santan Santan kental, lemak


encer. hewan, minyak untuk
menggoreng.

40
Poltekkes Kemenkes Palembang
7. Minuman Sirup dan teh encer. Kopi, teh kental,
minuman yang
mengndung soda dan
alkohol, es krim.

8. Bumbu Garam, gula, kunyit, jahe, Cabe, lada, cuka.


kunci, lengkuas, kencur,
terasi, daun salam.
Sumber : Depkes RI, 2011

C. Tingkat Stres
1. Pengertian Stres
Menurut Rasmun (2004:9) stres adalah respons tubuh yang tidak
spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, stres
merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres
memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik,
psikologis, intelektual, sosial, dan spritual, stres dapat mengancam
keseimbangan fisiologis. Stres emosi dapat menimbulkan perasaan
negatif atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Stres
intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang
dalam menyelesaikan masalah, stres sosial akan mengganggu
hubungan individu terhadap kehidupan.
Sedangkan menurut Nasir & Muhith (2011:75) stress merupakan
suatu sistem pertahanan tubuh di mana ada sesuatu yang mengusik
integritas diri, sehingga mengganggu ketentraman yang di maknai
sebagai tuntutan yang harus di selesaikan. Selain itu keadaan stress
akan muncul apabila ada tuntutan yang luar biasa sehingga
mengancam keselamatan atau integritas seseorang.
Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja mengalami
ketegangan hidup, yang diakibatkan adanya tuntutan dan tantangan,
kesulitan, ancaman ataupun ketakutan terhadap bahaya kehidupan

41
Poltekkes Kemenkes Palembang
yang semakin sulit terpecahkan, sehingga sering kali di dapati
seseorang mengalami ketegangan psikologis, merasakan keluhan yang
kadang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Menurut Uripi (2001:19) menyatakan bahwa stres dapat
merangsang peningkatan produksi asam lambung dan gerakan
peristaltik lambung. Stres juga akan mendorong gesekan antara
makanan dan dinding lambung menjadi bertambah kuat hal ini dapat
menyebabkan terjadinya peradangan di lambung.
Hans Selye (1956) dalam Rasmun (2004:8) telah melakukan
pengamatan gejala spesifik dari stres psikologis terhadap perubahan
kimia tubuh seseorang, dari pengamatan yang dilakukan didapatkan
kesimpulan hasil bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan antara
stres psikologis yang dirasakan, dengan timbulnya penyakit perlukaan
pada lambung dan usus dua belas jari.
2. Stressor

Stressor adalah variabel yang dapat diidentifikasi sebagai


penyebab timbulnya stres, datangnya stressor dapat sendiri-sendiri atau
dapat pula bersamaan.
3. Sumber Stres

Menurut Howart & Gilham (1992) dalam Nasir & Muhith


(2011:79) ada beberapa sumber stres yang berasal dari lingkungan, di
antaranya adalah lingkungan fisik seperti : polusi udara, kebisingan,
kesesakan, lingkungan kontak sosial yang bervariasi serta kompetisi
hidup yang tinggi. Selain itu, sumber stress yang lain meliputi hal-hal
berikut:
1) Dalam diri individu

Hal ini berkaitan dengan adanya konflik. Pendorong dan


penarik konflik menghasilkan dua kecenderungan yang
berkebalikan, yaitu approach dan avoidance. Menurut Weiten
(1992) kecenderungan ini menghasilkan tipe dasar konflik yaitu
sebagai berikut :

42
Poltekkes Kemenkes Palembang
A. Approach-approach conflict, muncul ketika kita tertarik
terhadap dua tujuan yang sama-sama baik.
B. Avoidance-avoidance conflict, muncul ketika kita di
hadapkan pada suatu pilihan antara dua situasi yang tidak
menyenangkan.
C. Approach-avoidance conflict, muncul ketika kita melihat
kondisi yang menarik dan tidak menarik dalam satu tujuan
atau situasi.
2) Dalam keluarga

Dari keluarga ini yang cenderung memungkinkan munculnya


stress adalah hadirnya anggota baru, sakit, dan kematian dalam
keluarga.
3) Dalam komunitas dan masyarakat

Kontak dengan orang di luar keluarga merupakan banyak


sumber stress, misalnya pengalaman anak di sekolah dan
persaingan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hal-hal yang
dapat menyebabkan terjadinya stress dapat berupa faktor-faktor
fisiologis, psikologis dan lingkungan di sekitar individu baik fisik
maupun sosial, namun stresor tersebut dapat menimbulkan stres
ataupun tidak tergantung bagaimana individu menyikapi stresor itu.
Tidak hanya stressor negatif yang menyebabkan stres tetapi
stressor positif pun dapat menyebabkan stres, misalnya, kenaikan
pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, mempunyai
anak, dan lain-lain, semua perubahan yang terjadi sepanjang daur
kehidupan.
4. Sifat Stressor

Faktor yang mempengaruhi efek stressor bagi individu dapat


berbeda-beda antara individu satu dengan lainnya dalam merespon
stressor, hal ini tergantung dari beberapa faktor yang
memungkinkannya yaitu :

43
Poltekkes Kemenkes Palembang
1) Bagaimana individu mempersepsikan stressor, artinya jika
stressor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi dirinya maka
tingkat stres yang dirasakan akan berat, namun sebaliknya jika
stressor dipersepsikan tidak mengancam dan individu merasa
mampu mengatasinya maka tingkat stres yang dirasakan akan
lebih ringan.
2) Bagaimana intensitasnya terhadap stimulus, artinya bagaimana
tingkat intensitas serangan stres terhadap individu, jika intensitas
serangan stres tinggi maka kemungkinan kekuatan fisik dan
mental tidak mampu mengadaptasinya, demikian juga sebaliknya.
3) Jumlah stressor yang harus dihadapi pada waktu yang sama
artinya pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stressor
yang harus dihadapi sehingga stressor kecil dapat menjadi pemicu
(pencetus) yang mengakibatkan reaksi yang berlebihan. Sering
ditemukan seseorang yang biasanya dapat menyelesaikan
pekerjaan yang sangat sederhana dengan baik, namun tiba-tiba ia
tidak dapat mengerjakannya, ini disebabkan karena pada saat
yang sama ia sedang menghadapi banyak stressor. Seseorang
yang sedang sakit kemudian mendapat stressor lain maka
kemungkinan koping individu tidak efektif lagi karena ia telah
mengalami kelelahan setelah mendapat stressor tambahan.
4) Lamanya pemaparan stressor, memanjangnya stressor dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan individu mengatasi stres,
karena individu telah berada pada fase kelelahan, individu sudah
kehabisan tenaga untuk menghadapi stressor tersebut.
5) Pengalaman masa lalu, dapat mempengaruhi kemampuan
individu dalam menghadapi stressor yang sama misalnya ;
individu yang satu tahun yang lalu dirawat karena sakit, dengan
pengalaman yang negatif maka saat dirawat kembali individu
akan sangat cemas, demikian pula sebaliknya.
6) Tingkat perkembangan, pada tingkat perkembangan tertentu
terhadap jumlah dan intensitas stressor yang berbeda sehingga

44
Poltekkes Kemenkes Palembang
resiko terjadi stress pada tiap tingkat perkembangan akan
berbeda.
5. Klasifikasi stres

Menurut Rasmun (2004:25-26) stres dibedakan menjadi tiga yaitu


sebagai berikut :
1) Stres ringan

Stres ringan biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaliknya


stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres
ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya; lupa ketiduran,
kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam
beberapa menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak
akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
2) Stres sedang

Stres sedang terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa


hari contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang
berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi
dalam waktu yang lama, situasi seperti ini dapat bermakna bagi
individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit koroner.
3) Stres berat

Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu


sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak
harmonis, kesulitan finansial dan penyakit fisik yang lama.
6. Pengukuran tingkat stres

Menurut Nursalam (2008:200-201) tingkat stres dapat


dikelompokkan dengan menggunakan kriteria Depression Anxiety Stress
Scale (DASS 42). Unsur yang dinilai dapat menggunakan scoring, dengan
penilaian sebagai berikut:
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah
1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang.
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau

45
Poltekkes Kemenkes Palembang
lumayan sering.
3 : Sangat sesuai dengan yang saya, sering sekali.
Pertanyaan untuk menentukan tingkat stress berjumlah 42 item dapat
dilihat pada lampiran, selanjutnya skor dari masing-masing pertanyaan
tersebut di jumlahkan sebagai indikasi penilaian derajat stres dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel
Penilaian derajat stress
No Tingkat stress Nilai
1 Normal 0-14
2 Ringan 15-18
3 Sedang 19-25
4 Berat 26-33
5 Sangat berat >34
Sumber : (Widiada, 2012)

46
Poltekkes Kemenkes Palembang
D. Kerangka Teori

Pola makan

Faktor psikis (stress)

Peningkatan produksi asam


lambung
Mengkonsumsi
alkohol

Infeksi bakteri
H.Phylory

Obat-obatan NSAID

Merusak mucosa Peradangan pada lambung


barier

gastritis

Sumber : Jauhari(2014), Ramadhan (2011), Bambang (2011), Depkes RI (2011),


Rasmun (2004), Nasir & Muhith (2011), Nursalam (2008).
E. PenelitianTerkait
1. Ausrianti & Nurleni tahun 2018 tentang hubungan pola
makan dan faktor stres dengan kejadian gastritis
menggunakan analitik dengan metode penelitian case
control. Sampel diambil dengan teknik accidental sampling.
Sampel terdiri dari 28 orang untuk kelompok kasus dan 28
orang untuk kelompok kontrol.
2. Handayani & Thomy tahun 2017 tentang hubungan
frekuensi, jenis dan porsi makan dengan kejadian gastritis
pada remaja menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan
metode penelitian cross Sectional. Sampel diambil dengan
teknik Stratified random sampling. Responden terdiri dari 60
orang.
3. Uwa, Miwati dan Sulasmini tahun 2016 tentang hubungan
antara stres dan pola makan dengan kejadian gastritis
menggunakan jenis penelitian analitik korelasi dengan
metode penelitian cross Sectional. Sampel diambil dengan
teknik accidental sampling. Sampel terdiri dari 30 orang.
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur)
melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2018).
Berdasarkan pola pemikiran di atas, maka kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen


Gastritis
- Pola Makan
- Tingkat Stres
- Lamamenderita

Bagan Kerangka Konsep Penelitian

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan


variabel yang diteliti, atau tentang apa yang diukur oleh
variabel yang bersangkutan (Notoatmojo, 2018). Definisi
operasional variabel penelitian ini dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Variabel Independen
Pola Perilaku atau cara seseorang dalam Mengisi Kuesioner Kuesioner - Baik Jika Nominal
makan memilih pangan meliputi jawaban > 5
minuman, frekuensi makan, porsi - Buruk jika
makan, dan jenis makanan yang di jawaban < 5
konsumsi

Tingkat Suatu kondisi atau situasi Diukur dengan skala DASS 42 yaitu : Kuesioner - 0-29 = Normal Ordinal
Stress dimana seseorang mengalami 1. Tidak ada atau tidak pernah = 0 - 30-59 = Stres
beban pikiran dan mental yang 2. Kadang-kadang = 1 Ringan
dapat mempengaruhi kondisi 3. Sering = 2 - 60-89 = Stres
tubuhnya 4. Sangat sesuai dengan yang Sedang
dialami, atau hampir setiap saat - 90-119 = Stres
=3 Berat
- > 120 = Sangat
Berat
Variabel Dependen
Kejadian Seseorang yang mengalami Mengisi Kuesioner Kuesioner - Gastritis akut jika Nominal
Gastritis gastritis dengan gejala nyeri jawaban 1
epigastrium, kembung, mual, - Gastritis kronik
muntah, tidak ada nafsu makan. jika jawaban 2
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang suatu yang diduga atau
hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara
empiris. Biasanya hipotesis ini terdiri dari pernyataan terhadap adanya atau tidak
adanya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas ini
merupakan variabel penyebabnya atau variabel pengaruh, sedangkan variabel
terikat merupakan variabel akibat atau variabel terpengaruh (Notoatmojo, 2018).
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Adanya hubungan pola makan dan tingkat stress dengan kejadian
gastritis pada santri di Pondok pesantren Al-Malul Khair Palembang Tahun
2020.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan


pendekatan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010) metode penelitian
cross sectional adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel pada sekelompok objek, dimana data pada
variabel independen (pola makan dan tingkat stres) dan variabel dependen
(kejadian gastritis) dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.

B. Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena
yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian
(Swarjana, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri
pondok pesantren Al-malul khair yang menderita gastritis pada Tahun
2020.
Besaran sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2010).
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus
sebagiai berikut (Nursalam, 2016).
Keterangan :
n : Perkiraan besar sampel
N : Perkiraan besar populasi
Z : Nilai standar normal untuk α= 0,05 (1,96)
P : Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50 %
q : 1 – p (100% - p)
d : Tingkat kasalahan yang dipilih .

Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Jiwantoro, 2017). Sampel dalam penelitian ini
diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling yang
memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
1) Krtiteria Inklusi
 Santri yang bermukim di Pondok pesantren Al-Malul Khair
Palembang
 Santri dengan gastritis yang bersedia menjadi responden dengan
mengisi persetujuan sebagai responden
 Dapat bekerja sama dengan baik

2) Kriteria Eksklusi
 Santri yang tidak bersedia menjadi responden dan tidak mau
mengisi persetujuan sebagai responden
 Santri yang tidak menderita gastritis

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Pondok pesantren Al-Malul Khair
Palembang Tahun 2020 yang dilaksanakan pada .........- ......... 2020.
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data diambil secara langsung dari responden melalui kuesioner
untuk mengetahui pola makan, dan tingkat stres dengan kejadian
gastritis di Pondok pesantren Al-Malul Khair Palembang. Dalam
pengisian kuesioner ini responden didampingi oleh peneliti untuk
mengisinya. Sebelum memberikan kuesioner responden diberikan
informed consent terlebih dahulu. Hal ini sebagai persetujuan dari
keterlibatan dan perlindungan terhadap kerahasiaan data yang diberikan.

b. Data Sekunder
Data sekunder dari penelitian ini adalah data yang dikumpulkan
berdasarkan pencatatan dari Pondok Pesantren Al-Malul Khair
Palembang Tahun 2020.
2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pertama peneliti menentukan sample yang telah sesuai dengan
kriteria inklusi dalam penelitian ini.
2. Setelah mendapatkan responden peneliti meminta izin untuk
ketersediaan responden berpartisipasi dalam penelitian ini, sambil
mengenalkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan.
3. Setelah mendapatkan persetujuan dari responden peneliti
memberikan lembar kuesioner dan mendampingin responden
dalam mengisi kuesioner penelitian terkait tingkat stres dan pola
makan.

E. Instrumen dan Bahan Penelitian


Merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Alat ukur
atau instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Data Demografi
Identitas meliputi tanggal pengisian, nama (insial), usia dan jenis kelamin.
2. Kuesioner gastritis
Untuk mengetahui kejadian gastritis. Penilai untuk pernyataan oleh
responden yaitu 1 jika mengalami gastritis akut dan 2 jika mengalami
gastritis kronik.
3. Kuesioner Pola makan
Untuk mengukur frekuensi makan (makanan utama dan makanan
pendamping), jenis makanan dan porsj makanan. Kuesioner berisi 10
pertanyaan yang akan diisi oleh responden. Penilai untuk pernyataan yang
ada di kusioner yaitu :
 Pola makan baik jika > 5
 Pola makan buruk jika < 5
4. Kuesioner Tingkat Stres
Kuesioner tingkat stres menggunakan kuesioner Deppresion Anxiety Stress
Scale (DASS 42). Untuk mengetahui tingkat terkait stres pada responden,
akan ada 42 pertanyaan didalam kuesioner tersebut. Skor tertinggi adalah 3
dan skor terendah adalah 0. Setiap pertanyaan terdapat skor yang ada
dijawaban dan akan dicentang oleh responden sesuai dengan jawabannya.
Seluruh skor akan dijumlahkan dan diinterpretasikan kemudian dimasukkan
kedalam kriteria objektif. Dikategorikan normal jika skor 0-29, Stres ringan
(30-59), Stres sedang (60-89), Stres berat (90-119), sangat berat (>120).

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan

a. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan izin


untuk melakukan penelitian kepada Kepala Pondok Pesantren Al-Malul
Khair Palembang.

b. Setelah mendapat persetujuan dari Kepala Pondok Pesantren Al-Malul


Khair Palembang, selanjutnya peneliti meminta izin kepada tenaga pengajar
serta menjelaskan tujuan dan membuat kontrak kerja terhadap lamanya
penelitian akan dilakukan dan meminta bantuan kepada tenaga pengajar
yang ada dalam melakukan penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

a. Sebelum melakukan penelitian atau memilih responden, peneliti meminta


izin wali kelas terlebih dahulu dan berdiskusi dengan wali kelas.

b. Mengidentifikasi responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

c. peneliti menemui dan memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan dari


penelitian dan inform consent pada responden lalu responden mengisi
persetujuan ikut berpartisipasi dalam penelitian.

d. Peneliti menyerahkan kuesioner kepada responden untuk diisi, dan


mendampingi serta memberikan penjelasan/jawaban kepada responden bila
ada atau pertanyaan dari responden terkait maksud pertanyaan kuesioner.

e. Pertama peneliti memberikan kuesioner demografi, kuesioner gastritis dan


kuesioner pola makan. Setelah responden selesai mengisi kuesioner tersebut
baru dilanjutkan dengan kuesioner yang terakhir yaitu tingkat stres.

G. Manajemen Data

1. Pengolahan Data
Menurut (Notoatmojo, 2018)) pengolahan data dengan komputer yang harus
dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis data, diantaranya
adalah:

a. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan data. Setelah seluruh data


terkumpul, peneliti memeriksa kembali kelengkapan data pada instrumen
penelitian dan hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh telah
sesuai, lengkap dan jelas.

b. Coding

Setelah semua data di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng “kodean”
atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka
atau bilangan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pada saat analisa dan entry
data.

c. Entry atau Processing

Sebelum melakukan pemrosesan data, peneliti melakukan pengecekan pada semua


data, kemudian pemrosesan data dilakukan dengan cara menge-entry data dengan
bantuan komputerisasi.

d. Cleaning data

Peneliti melakukan pengecekan kembali untuk kemungkinan adanya kesalahan-


kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian di lakukan
pembetulan atau koreksi. Setelah dipastikan tidak ada kesalahan, maka pengolahan
data dilanjutkan pada tahap analisis data yaitu meliputi analisis univariat dan
bivariat.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan pada setiap variabel


dari hasil penelitian yang akan menghasilkan data numerik yaitu mean atau
rata-rata, median dan standar deviasi dari tekanan darah
(Notoatmojo,2018).

Dalam penelitian ini, analisis univariat dilakukan untuk


menghasilkan distribusi frekuensi kejadian gastritis, pola makan dan
tingkat stres pada santri yang menderita gastritis di pondok pesantren
Al-malul Khair Palembang.

b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yaitu analisa data yang digunakan untuk mengetahui
antar dua variabel yang diduga memiliki hubungan yaitu pola makan,
tingkat stres dengan kejadian gastritis pada santri Pondok Pesantren Al-
Malul Khair Palembang. Tujuan analisi bivariat ini adalah untuk melihat
hubungan variabel dependen dan independen dengan menggunakan uji Chi
Square pada pengolahan data dengan program SPSS.

H. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian merupakan hal penting dalam melakukan
penelitian, mengingat bahwa penelitian keperawatan dilakukan langsung
kepada manusia, maka untuk segi etika penelitian harus sangat diperhatikan
(Notoatmojo, 2018). Hal yang perlu diperhatikan meliputi :

1. Informed concents (Lembar Persetujuan)


Sebelum dilakukan penelitian dibagikan kepada responden terlebih
dahulu lembar persetujuan, kemudian peneliti menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian serta alasan responden diminta untuk menandatangani
lembar persetujuan. Sedangkan untuk responden yang tidak bersedia
mengikuti penelitian, peneliti tidak memaksa dan menghormati haknya.

2. Annonimity (Kerahasiaan nama)


Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam pengunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencntumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah yang memberikan jaminan kerahasiaan


hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Seluruh
Informasi yang telah dikumpulkan kemudian harus dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.

Anda mungkin juga menyukai