PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
NADYA RUMAISHA
NIM : 191010320026
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................ii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian.........................................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................................5
1.5. Keaslian Penelitian.......................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................10
2.1. Gastritis......................................................................................................10
2.2. Stres............................................................................................................22
2.3. Pola Makan.................................................................................................33
2.4. Santri..........................................................................................................42
2.5. Kerangka Teori...........................................................................................48
2.6. Kerangka Konsep.......................................................................................49
2.7. Hipotesis.....................................................................................................50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................52
3.1. Jenis Penelitian...........................................................................................52
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................52
3.3. Populasi dan Sampel..................................................................................53
3.4. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................54
3.5. Instrumen Penelitian...................................................................................55
3.6. Definisi Operasional...................................................................................55
3.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data.......................................................56
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................60
LAMPIRAN...........................................................................................................64
i
ii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.............................................................................................................65
Lampiran 2.............................................................................................................65
Lampiran 3.............................................................................................................66
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
persentase 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis
29,5%. Di dunia, angka kejadian penyakit gastritis sekitar 1,8-2,1 juta
penduduk dari tiap tahunnya (WHO, 2017). Angka kejadian gastritis pada
beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi, dengan prevalensi mencapai
40,8% (WHO, 2017).
Berdasarkan profil kesehatan di Indonesia tahun 2011, gastritis
termasuk kedalam sepuluh penyakit terbanyak di rumah sakit di Indonesia.
Pasien rawat inap gastritis berada di urutan keenam dengan jumlah kasus
sebesar 33.580 kasus, 60,86% terjadi pada perempuan. Pada pasien rawat
jalan, gastritis berada pada urutan ketujuh dengan jumlah kasus 201.083
kasus yang 77,74% terjadi pada perempuan (Kementrian Kesehatan RI,
2011). Kasus gastritis di kota-kota besar di Indonesia cukup tinggi dengan
presentase Pontianak 31,2%, Surabaya 31,5%, Aceh 31,7%, Bandung 32,5%,
Palembang 35,5%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, dan Medan 91,6% (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Berdasarkan Data Dinas
Kesehatan Aceh tahun 2015, jumlah penderita gastritis di Provinsi Aceh yang
melakukan rawat jalan yaitu 5.385 dari 4.726.001 jiwa penduduk Aceh,
sedangkan yang melakukan rawat inap yaitu 1.560 orang.
Penyakit gastritis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
ialah stres psikis dan pola makan yang salah. Seseorang dapat mengalami
produksi asam lambung berlebih saat mengalami stres, selain itu pada saat
seseorang mengalami stres maka akan terjadi perubahan hormonal dalam
tubuh. Perubahan itulah yang dapat merangsang sel-sel di dalam lambung
memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebih dapat
menimbulkan rasa perih, nyeri, dan kembung. Apabila hal tersebut terjadi
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya luka pada lambung
(Chasanah, 2010).
Pola makan yang buruk juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
Kebiasaan makan yang tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk
beradaptasi, jika berlangsung lama produksi asam lambung akan berlebihan
sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut
3
menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual.
Gejala tersebut dapat naik ke kerongkongan dan menimbulkan rasa panas
terbakar (Notoatmodjo, 2011). Penelitian (Wahyuni et al.,2012) menyatakan
terdapat hubungan ketepatan waktu makan dengan kejadian gastritis,
responden dengan waktu makan yang tidak tepat mempunyai risiko 2 kali
lebih besar untuk mengalami gastritis dari pada responden dengan waktu
makan yang tepat. Jenis makanan mempunyai risiko mengalami gastritis 4,7
kali lebih besar dibandingkan dengan yang kurang mengkonsusmsi jenis
makanan pemicu gastritis seperti makanan asam, asin, pedas, gas, serta
berlemak merupakan faktor risiko kejadian gastritis (Sani et al., 2016).
Selain stres dan pola makan, terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan seseorang berisiko menderita penyakit gastritis, diantaranya
adalah orang yang terinfeksi bakteri Helicobacter pylori, pengguna obat-
obatan anti nyeri golongan NSAIDs (nonstreroidal anti-inflammatory drugs),
orang tua, adanya gangguan sistem imun, perokok, dan orang yang
mengosumsi minuman beralkohol. Penyakit gastritis dapat diderita oleh
semua golongan, termasuk santri yang tinggal di pondok pesantren. Di
pesantren, santri dituntut untuk mampu hidup mandiri, terutama dalam
memenuhi kebutuhan makanannya. Menurut Mead dalam Ritcie (2007), pola
konsumsi makanan para santri menggambarkan perilaku makan santri di
pesantren. Tempat tinggal yang jauh dari keluarga merupakan salah satu
penyebab santri mengonsumsi makanan jajanan dan jarang mengonsumsi
makanan sehat. Pola makan yang salah pada santri dan dilakukan dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya penyakit gastritis.
Santri di dalam pondok pesantren memiliki beberapa permasalahan,
diantaranya adalah aktifitas yang padat dan tuntutan peraturan yang harus
dilaksanakan setiap hari, jauh dari keluarga, dan lingkungan yang berbeda
dari tempat tinggal serta masyarakat yang membuat para santri dituntut untuk
mampu menjalankan aturan dan prosedur yang sudah diatur dan ditetapkan
oleh pondok. Hal berikut merupakan keadaan yang dialami oleh santri, yaitu
keadaan dimana seorang santri harus dapat menyesuaikan dan menjalankan
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gastritis
2.1.1. Definisi
dan terapi radiasi. Gastritis kronis merupakan kelanjutan dari gastritis akut,
juga karena peran dari bakteri Helicobacter Pylori yang bahkan sering
menyebabkan keganasan atau kanker lambung.
a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah peradangan parah pada permukaan mukosa lambung
dengan kerusakan-kerusakan erosi (Soeparman dalam Ida, 2017). Gastritis
akut merupakan proses inflamasi bersifat akut dan biasanya terjadi
sepintas pada mukosa lambung. Keadaan ini berkaitan dengan penggunaan
obat-obatan anti inflamasi nonsterois (NSAID) dosis tinggi dalam jangka
waktu lama, konsumsi alkohol yang berlebih, serta kebiasaan merokok. Di
samping itu, stres berat seperti luka bakar dan pembedahan, iskemia, dan
syok juga dapat menyebabkan gastritis akut.
b. Gastritis Kronis
Gastritis kronis adalah inflamasi lambung dalam jangka waktu lama dan
dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh
bakteri Helicobacter pylori (Soeparman dalam Ida, 2017). Gastritis kronis
merupakan keadaan terjadinya perubahan inflamatorik yang kronis pada
mukosa lambung sehingga akhirnya terjadi atrofi mukosa dan metaplasia
epitel. Keadaan ini menjadi latar belakang munculnya dysplasia dan
karsinoma (Robbins, 2016).
2.1.3. Etiologi
a. Pola makan
Pola makan terdiri dari frekuensi makan, waktu makan, dan jenis
makanan (Naisali et al., 2017). Gastritis biasanya diawali oleh pola makan
yang tidak teratur. Kebiasaan makan yang buruk dan mengkonsumsi
makanan yang tidak hygien merupakan faktor resiko terjadinya gastritis
(Hartati et al., 2014). Salah satu penyebab utama meningkatnya asam
lambung adalah pola makan yang tidak teratur. Makanan atau minuman
yang tidak dikonsumsi dan masuk ke dalam lambung berfungsi
mengurangi kepekatan asam lambung sehingga sampai menggerogoti
lambung (Megawati dan Nosi, 2014).
13
b. Faktor psikologis
Stres adalah suatu kondisi dimana seseorang ada dalam keadaan
yang sangat tertekan. Stres menurut Terry Looker dan Olga Gregson
(2005:44), adalah sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah
ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan
untuk mengatasinya. Para ahli kedokteran sependapat menyatakan bahwa
produksi HCl yang berlebih di dalam lambung, terutama disebabkan oleh
adanya ketegangan atau stres mental atau kejiwaan yang cukup berat.
Peneliti Amerika, dr. Selye (1949), telah membuktikan bahwa tubuh
manusia yang menerima suatu tekanan atau ancaman dalam bentuk
apapun, akan mengadakan serangkaian reaksi perlawanan. Tekanan atau
stresor tersebut dapat berupa kesulitan dalam hidup berkeluarga atau
pekerjaan, kekalahan atau keinginan untuk berprestasi, emosi (takut, kaget,
14
c. Rokok
Akibat negatif rokok sudah mulai terasa pada saat seseorang mulai
menghisap rokok. Dalam asap rokok yang dihisap, terdapat kurang lebih
300 macam bahan kimia, diantaranya yaitu acrolein, nikotin, gas CO.
Nikotin tersebut dapat menghalangi terjadinya rasa lapar, sehingga
seseorang menjadi tidak lapar karena merokok. Hal tersebut dapat
meningkatkan asam lambung dan dapat menyebabkan gastritis.
d. Kopi
Zat yang terkandung di dalam kopi adalah kafein. Kafein dapat
menimbulkan rangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem
pernafasan, sistem pembuluh darah, dan jantung. Oleh sebab itu tidak
heran jika setiap mengkonsumsi kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir),
tubuh terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, serta tidak mudah
15
e. Usia
Usia tua memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita penyakit
gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan bertambahnya usia, mukosa gaster cendrung menjadi tipis
sehingga lebih cenderung memiliki infeksi bakteri Helicobacter pylori atau
gangguan autoimun dibandingkan dengan orang yang lebih muda.
f. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih sering terkena penyakit
gastritis. Hal ini disebabkan karena wanita sering diet terlalu ketat, karena
takut gemuk, makan tidak beraturan, disamping itu wanita lebih emosional
dibandingkan pria.
g. Sosial ekonomi
Bakteri Helicobakter Pylori ialah penyebab utama suatu bentuk
gastritis yang disebut gastritis kronik aktif. Bakteri ini terdapat diseluruh
dunia dan berkolerasi dengan tingkat sosio-ekonomi masyarakat.
Prevalensi meningkat dengan meningkatnya umur (di negara maju 50%
penderita terkena infeksi kuman ini setelah usia 50 tahun). Di negara
berkembang yang tingkat ekonominya lebih rendah, terjadi infeksi pada
80% penduduk setelah usia 30 tahun. Besarnya pengaruh sosial ekonomi
dengan tingginya prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada masyarakat.
Makin rendah tingkat sosial ekonomi makin tinggi prevalensi infeksinya.
Perbaikan tingkat sosial ekonomi dapat menurunkan prevalensi kejadian.
Fedorek SC dkk, dalam penelitiannya juga mendapatkan hubungan antara
tingginya prevalensi infeksi Helicobacter pylori dengan makin rendahnya
tingkat sosial ekonomi.
16
2.1.5. Patofisiologi
a. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh stres, zat kimia, obat-obatan,
alkohol, dan makanan pedas, panas, maupun asam. Pada pasien yang
mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (nervus
vagus), yang dapat meningkatkan produksi HCl (asam klorida) di dalam
lambung dan menimbulkan rasa mual, muntah, dan anoreksia. Zat kimia
dan makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumnar
yang berfungsi menghasilkan mukus mengurangi produksinya, sedangkan
mukus tersebut berfungsi untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak
ikut tercerna respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus
bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa
gaster terdapat enzim yang memproduksi HCl, terutama daerah fundus.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.
Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini
ditimbulkan kerana kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa
lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa pengelupasan.
17
b. Gastritis Kronis
Inflamasi lambung yang kronis dapat disebabkan oleh ulkus benigna
atau maligna dari lambung atau dari bakteri Helicobacter Pylori (H.
pylory). Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A dan tipe B. Tipe A
(gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang
menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan
dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada
fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (gastritis) mempengaruhi antrum
dan pylorus ini dihubungkan dengan bakteri pylory. Faktor diet seperti
minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok,
atau refluks isi usus kedalam lambung. (Smeltzer dan Bare, 2001).
Gastritis akut terjadi secara tiba-tiba dan gejala lebih terlihat, dengan
ditandai mual dan rasa terbakar di lambung serta adanya rasa tidak enak di
lambung bagian atas. Gastritis kronik berjalan perlahan dan gejala yang
umum terlihat adalah adanya rasa perih dan rasa penuh di lambung, serta
kehilangan nafsu makan sehingga hanya mampu makan dalam jumlah sedikit.
Pada sejumlah orang terkadang gastritis kronik tidak menimbulkan gejala
klinis. Terkadang gastritis akan menyebabkan lambung berdarah. Perdarahan
lambung dapat dikeluarkan lewat mulut (muntah darah) ataupun melalui
feses. Apabila pertolongan terlambat dilakukan maka hal yang fatal akan
terjadi. (Nurheti Yuliarti, 2009).
c. Manajemen stres
Stres dapat meningkatkan serangan jantung dan stroke. Kejadian ini akan
menekan respon imun dan akan mengakibatkan gangguan pada kulit.
Selain itu, kejadian ini juga akan meningkatkan produksi asam lambung
dan menekan pencernaan. Tingkat stres berbeda-beda pada setiap orang,
sehingga untuk menurunkan tingkat stres disarankan banyak mengosumsi
makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur, serta selalu
menenangkan pikiran.
d. Jangan merokok
Merokok dapat merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu,
orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulser.
Merokok juga dapat meningkatkan asam lambung, memperlambat
kesembuhan, dan meningkatkan risiko kanker lambung.
f. Memperbanyak olahraga
Olahraga aerobik dapat meningkatkan detak jantung yang dapat
menstimulasi aktivitas otot usus sehingga mendorong isi perut dilepaskan
dengan lebih cepat.
Berikut merupakan contoh makanan yang boleh dan yang tidak boleh
dikonsumsi oleh penderita gastritis menurut dr. Endang Lanywati dapat
dilihat pada Tabel 2.
21
2.2. Stres
2.2.1. Pengertian
Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau
sulit dipahami. Stres merupakan ungkapan reaksi tubuh manusia terhadap
setiap tuntutan yang dialami dan merupakan mobilisasi atau gerakan
pembelaan tubuh manusia. Pembelaan tubuh tersebut untuk memungkinkan
suatu proses adaptasi atau penyesuaian terhadap peristiwa-peristiwa atau
ancaman yang menimpa diri seseorang dan juga merupakan adaptasi terhadap
peristiwa-peristiwa menyenangkan yang dialami oleh seseorang. Menurut
Hans Selye, seorang ilmuan dari Kanada dalam bukunya berjudul The Stress
of Live, yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari
tubuh terhadap tuntutan yang diterimanya (Imam Sueharto, 2004).
Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan (Vincent Cornelli, dalam Jenita DT Donsu,
2017). Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu
peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan
individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan
perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya
merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh : kematian keluarga).
Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event) atau
tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu terhadapnya.
Compas (dalam Preece, 2011) berpendapat bahwa stres adalah suatu konsep
yang mengancam dan konsep tersebut terbentuk dari perspektif lingkungan
dan pendekatan yang ditransaksikan.
Dalam terminologi Indonesia, stres disebut cemas. Secara terminologis,
stres berasal dari istilah Yunani yaitu merimnao sebagai paduan dua kata,
yakni meriza (membelah, bercabang) dan nous (pikiran). Dari kedua istilah
ini, pengertian stres berarti membagi pikiran antara minat yang layak dan
pikiran-pikiran yang merusak. Oleh sebab itu, orang yang mengalami stres
tidak mungkin mengalami kesejahteraan pikiran, sebab pikirannya bercabang
23
antara minat yang layak dan pikiran yang merusak. Pikiran yang merusak
tersebut dapat disebabkan oleh ancaman karena hal-hal yang tidak
menyenangkan maupun karena sesuatu yang menyenangkan kepribadian
seseorang. Hal ini membuat mekanisme keseimbangan terganggu sehingga
memacu stres.
Banyak hal yang dapat membuat orang menjadi stres, diantaranya ialah
dalam hal akademik. Siswa mengaku bahwa stres akademik dapat diprediksi
berasal dari proses belajar untuk menghadapi ujian serta kompetisi yang ketat
di kelas, serta kemampuan untuk menguasai materi yang banyak dalam waktu
yang singkat (Abouserie, 1994; Kohn & Frazer, 1986 dalam Misra &
Castillo,2004). Menurut Sudiana (2007), terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan stres akademik, diantaranya adalah :
a. Aspek Kognitif
Perkembangan kognitif remaja menurut Jean Piaget, merupakan periode
terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasional formal.
Periode ini idealnya remaja sudah mampu mencapai tahap pemikiran
abstrak dan sudah mampu terbiasa berpikir kritis dan mampu menganalisis
masalah dan mencari solusi terbaik. Budiutomo dan Bracht menyatakan
bahwa belum tercapainya perkembangan kognitif tersebut dapat
memunculkan pemikiran-pemikiran yang negatif, seperti kebiasaan
menunda, kelemahan dalam pengambilan keputusan, kecenderungan lupa
atau lemahnya daya ingat, kesulitan untuk berkonsentrasi, kehilangan
harapan, berfikir negatif, berputus asa, menyalahkan diri sendiri, dan
kebingungan.
antara lain ialah jarak yang jauh dengan tempat tinggal, dekat dengan
pusat keramaian, sering terjebak kemacetan, dan rawan kejahatan.
2. Kondisi sekolah atau kondisi ruangan yang kurang memadai, seperti
ruangan yang terlalu sempit, penerangan yang kurang baik, ruangan
yang kotor, ventilasi yang kurang, dan suasana yang berisik dapat
menyebabkan stres pada siswa.
3. Fasilitas sekolah yang tidak lengkap, seperti tidak tersedianya lapangan
untuk bermain, dapat menimbulkan stres pada siswa karena dengan
bermain dapat melepaskan ketegangan yang dialami selama dikelas.
4. Kondisi kelengkapan sarana umum, seperti WC, telepon umum, dan
fotokopi dapat menyebabkan siswa mengalami kesulitan saat berada di
sekolah sehingga dapat memicu stres.
c. Elemen Sekolah
1. Guru
Sifat pribadi guru dapat memicu stres pada siswanya, diantaranya ialah
kasar, suka marah, kurang senyum, suka membentak, sinis, sombong,
acuh, dan tidak adil. Sifat pribadi guru yang demikian dapat
menyebabkan ketidaknyamanan dan ketidakharmonisan antara guru
dengan siswa.
2. Suasana di sekolah
Suasana atau kondisi di sekolah yang selalu diwarnai oleh kompetisi
diantara siswa. Bagi yang mampu mengelola stres, ia akan selalu
terpacu dan terdorong oleh keadaan demikian, namun bagi siswa yang
kurang bisa mengatasi keadaan tersebut maka akan menjadi suatu
tekanan.
3. Hubungan antar siswa
Hubungan antar siswa di kelas yang kurang hamonis dapat
menimbulkan ketidaknyamanan, misalnya seperti kekerasan, saling
mengejek, suka mengganggu, pembuat kerusuhan, egois, sombong, dan
tidak adil.
25
4. Kurikulum
Bahan pelajaran yang berstandar tinggi atau sulit, pemadatan materi,
serta pelajaran tertentu seperti pelajaran eksakta, dapat menjadi sumber
stres bagi siswa.
5. Tugas-tugas sekolah
Tugas-tugas yang terlalu banyak dan juga sulit, dapat memicu
terjadinya stres dikalangan siswa, hal tersebut disebabkan tuntutan yang
dihadapinya tidak didukung oleh sumber daya yang dimilikinya.
6. Ulangan
Bagi kebanyakan siswa, ulangan menimbulkan ancaman kegagalan
yang berusaha diatasi dengan belajar. Saat situasi ujian, sebagian besar
dari mereka lupa atas apa yang telah mereka pelajari. Ketegangan dapat
dijadikan salah satu alasannya karena siswa cemas akan kegagalan
dalam ujian.
7. Kegiatan ekstrakulikuler
Kegiatan ekstrakurikuler yang padat dan banyak dapat menjadi sumber
stres, hal ini dikarenakan siswa tidak memiliki waktu yang cukup untuk
beristirahat untuk melepaskan ketegangan fisik dan psikologisnya.
Gejala stres merupakan suatu kondisi yang muncul dalam diri individu
pada beberapa aspek yang mengindikasikan sebagai bentuk terjadinya stres.
Menurut Braham (dalam Handoyo, 2001), gejala stress dapat berupa tanda-
tanda berikut:
a. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal,
punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang,
keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau
serangan jantung, kehilangan energi.
c. Intelektual, yaitu mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, sulit
untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi
satu pikiran saja.
b. Stres tingkat kedua, yaitu stres yang disertai keluhan seperti bangun pagi
pagi tidak segar atau letih, lekas lelah saat menjelang sore, lekas lelah
sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman,
(bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang.
Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
c. Stres tingkat ketiga, yaitu tahan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak
teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit
tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tertidur
kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu, dan hampir pingsan.
d. Stres tingkat keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti tidak
mampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan
28
pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun,
serta timbul kecemasan dan ketakutan.
e. Stres tingkat kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan
fisik dan mental (physical and phychological exhaustion),
ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan,
gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung,
dan panik.
f. Stres tingkat keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda
seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin, banyak
keluar keringat, lemas, serta pingsan dan collaps.
1. Keletihan
Dalam keadaan stres, tubuh akan mengaktifkan respon melawan atau
menghindar untuk memilih tetap aktif maupun diam saja. Akibatnya,
tubuh akan mengeluarkan lebih banyak energi, dan hal ini dapat
menyebabkan keletihan baik secara mental ataupun secara fisik.
2. Sakit kepala
Ketegangan otot merupakan gejala stres nomor satu. Gejala ini
kemungkinan muncul dalam bentuk sakit kepala karena tegang, rahang
terkatup, leher kaku, dan nyeri punggung bagian bawah. Gejala yang
paling umum yaitu sakit kepala karena tegang, terjadi akibat kontraksi otot
di dahi, mata, leher, dan rahang. Kebanyakan orang tidak menyadari
29
peningkatan ketegangan otot ini sampai nyeri mulai terasa di bagian depan
kepala. Stres juga dapat menyebabkan sakit kepala migrain. Sakit kepala
migrain disebabkan oleh peningkatan aliran darah dan sekresi zat kimia ke
bagian kepala. Gejala meliputi pandangan berkunang-kunang diikuti
dengan denyutan yang kuat, pusing, dan mual. Kebanyakan kasus
menganggap migrain berkaitan dengan ketidakmampuan untuk
menyalurkan rasa marah dan frustasi.
3. Masalah lambung
Ketenangan batin memang berkaitan erat dengan masalah pencernaan.
Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya komunikasi silang antara
pencernaan dengan otak. Stres sendiri memiliki efek tidak langsung pada
kesehatan pencernaan, ditambah juga dengan kurang tidur dan pola makan
yang buruk. Penelitian yang dilakukan analisis konsumen Mintel
menemukan, 88% wanita menderita penyakit gangguan pencernaan dalam
satu tahun terakhir, sedangkan pada pria angkanya sekitar 83%. Sakit perut
atau nyeri lambung jarang disebabkan karena intoleransi makanan, infeksi
atau virus. Hampir 30% orang dewasa yang mengalami nyari lambung
menyalahkan stres. Di urutan kedua adalah pola makan yang buruk,
kemudian kurang tidur. Virus menjadi penyebab 14% keluhan perut, selain
itu juga konsumsi alkohol. Perempuan lebih sering mengalami stres berat
dan juga kecemasan, dibandingkan dengan pria. Menurut Dr. Bernard
Corfe, peneliti bidang molekular gastroenterologi, stres memang jadi
pemicu gangguan pada saluran cerna. Namun, stres juga menyebabkan
perubahan pola makan dan pola tidur, yang akhirnya juga memengaruhi
fungsi usus.
4. Insomnia
Tidak dapat tidur merupakan gejala akibat kerja sistem saraf yang terlalu
aktif atau berlebihan. Stimulasi saraf yang berlebihan pada jaringan otak
dan otot dapat menyebabkan rasa gelisah atau resah, baik di siang maupun
malam hari.
30
5. Asma bronkial
Bronkiolus adalah saluran yang membawa udara masuk ke dalam paru-
paru. Saat asma menyerang, saluran ini mulai membengkak karena
dipenuhi dengan cairan bronkial. Tidak lama kemudian, penderita akan
merasa seperti tersedak dan tidak dapat bernapas. Serangan asma ini dapat
cukup berat sampai penderitanya harus dibawa ke rumah sakit dan pada
beberapa kasus dapat berakibat fatal. Saat mengalami stres, napas menjadi
lebih cepat karena tubuh harus mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh.
Bagi pengidap asma, kondisi ini bisa menyebabkan masalah yang lebih
serius karena serangan asma sering dikaitkan dengan rasa cemas.
7. Kanker
Kanker menyerang satu dari empat orang di Amerika. American Cancer
Society mendefinisikan kanker sebagai kelompok penyakit besar yang
ditandai dengan pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal yang tidak
terkontrol. Saat sel normal bermutasi menjadi sel abnormal, tubuh
memperlakukan mereka sebagai benda asing. Salah satu fungsi sel darah
31
8. Bunuh diri
WHO melaporkan terdapat 800 ribu orang yang tercatat bunuh diri setiap
tahunnya, dan sebagian kasus terjadi di usia 15-34 tahun. Tekanan orang
tua, stres akademik, bullying, dan perasaan diabaikan menjadi penyebab
munculnya perilaku bunuh diri pada remaja.
4. Bangun suatu sistem pendorong yang baik, dengan cara banyak berteman,
dan mempunyai keluarga yang bahagia.
5. Rencanakan waktu untuk relaksasi napas dalam, meditasi, atau pijatan
karena dapat membantu menghilangkan stres.
6. Mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari dapat mengatasi
stres.
depresi, kecemasan dan stress. DASS tidak hanya dibuat seperti perangkat
skala yang lain untuk mengukur keadaan emosi seseorang secara
konvensional, tetapi juga mengembangkan proses penentuan, pemahaman,
dan pengukuran keadaan emosi signifikan yang secara klinis dan
digambarkan seperti depresi.
Setiap dari tiga skala DASS mengandung 14 item, terbagi menjadi 2
sampai 5 subskala dengan konten yang hampir sama. Skala depresi menilai
disphoria, putus asa, anhedonia, inersia. Skala kecemasan menilai gairah
otonom, efek otot skeletal, situasi kecemasan, dan pengalaman subyektif dari
pengaruh kecemasan. Skala stress sensitif terhadap pengaruh level gairah non
spesifik kronis. Skala ini menilai kesulitan bersantai, gairah nervous, dan
menjadi jengkel/gelisah, pemarah/reaksi berlebihan. Dalam kuisioner DASS
ini terdapat 42 butir pernyataan, dimana dari setiap pernyataan
dikelompokkan dalam skalanya masing-masing dan jawaban dari hasil
pernyataan yang telah diisi responden akan dinilai sesuai scoring dari masing-
masing skala, yaitu:
33
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan
jenis makanan dengan gambaran informasi meliputi mempertahankan
kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit
(Depkes RI, 2009). Pola makan atau food pattern adalah cara seseorang atau
sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi
terhadap tekanan ekonomi dan sosial-budaya yang dialaminya berkaitan
dengan pola makan (Margaret Mead dalam Almatsier, 2010). Pola makan
adalah cara atau perilaku yang yang ditempuh seseorang atau sekelompok
orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan
setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan, porsi makan, dan
jenis makan yang berdasarkan faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka
hidup (Hudha dalam Bagas, 2016).
Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber
zat pembangun, dan sumber zat pengatur karena semua zat gizi diperlukan
untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta perkembangan otak dan
produktivitas kerja, serta dimakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan
kebutuhan.
Secara umum, pola makan memiliki tiga komponen yang terdiri dari
frekuensi makan, jenis makanan, dan porsi makanan.
a. Frekuensi makan
34
b. Jenis makanan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari
terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah
yang dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah sumber makanan
utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok
masyarakat yang terdiri dari beras, jagung, sagu, umbi-umbian, dan tepung
(Sulistyoningsih, 2011).
c. Porsi makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap
orang atau setiap individu dalam kelompok (Paramitha, 2013). Makanan
sehat jumlahnya harus disesuaikan dengan ukuran yang dikonsumsi. Bagi
yang memiliki berat badan yang ideal, maka mengosumsi makanan yang
sehat tidak perlu menambahkan maupun mengurangi porsi makanan.
Sedangkan, bagi pemilik berat badan lebih gemuk, jumlah makanan sehat
35
harus dikurangi. Jumlah atau porsi makan merupakan suatu ukuran makan
yang di konsumsi pada setiap kali makan (Oetoro, 2018).
a. Faktor genetik
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan
dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas.
Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor
genetik.
b. Faktor lingkungan
Gen merupakan faktor penting dalam timbulnya obesitas, namun
lingkungan seseorang juga memegang peran yang cukup berarti. Yang
Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah perilaku atau gaya hidup,
misalnya apa yang dimakan dan beberpa kali seseorang makan, serta
bagaimana aktivitasnya setiap hari. Seseorang tidak dapat mengubah pola
genetiknya namun dapat mengubah pola makan dan aktifitasnya.
c. Faktor kesehatan
Ada beberapa penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pola makan.
Obat-obatan juga mengakibatkan terjadinya obesitas, yaitu obat- obatan
tertentu seperti steroid dan beberapa antidepressant, dapat menyebabkan
penambahan berat badan.
d. Faktor psikis
Ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri adalah faktor penting dalam
gangguan makan. Ketidakpuasaan dalam tubuh menghasilkan usah-usaha
yang maladaptive, yaitu dengan sengaja melaparkan diri dan atau dengan
memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakannya itu untuk
mencapai berat badan atau bentuk tubuh yang diidam-idamkan. Faktor-
36
faktor kognitif juga ikut terlibat yaitu karena sering kali kecewa pada
dirinnya sendiri ketika gagal mencapai standar tinggi yang tak mungkin
dicapainya. Oleh karena itu mereka merasa kesepian.
e. Faktor individu
Ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa gangguan pada biokimia
dan fisiologi otak ternyata dapat menyebabkan gangguan makan, namun
para peneliti belum dapat mengidentifikasi faktor biologi terjadinya
penyakit ini.
f. Faktor biologis
Gangguan makan muncul dalam keluarga hal ini menunjukan peran
komponen genetik. Penelitian ini menunjukan bahwa kadar serotonin yang
rendah dapat mengakibatkan bulimia.
h. Faktor Pertumbuhan
Pertumbuhan di tandai dengan bertambahnya materi penyusunan badan
dan bagian-bagiannya. Fase ini dimulai dari kandungan sampai usia
remaja. Kebutahan nutrisi sangat penting untuk pertumbuhan tubuh agar
terbentuk tulang, otot yang kuat, cadangan lemak yang cukup untuk
melindungi tubuh dan organ-organnya. Perkembanagan motorik pada
remaja untuk mulai kritis dalam memilih makanan. Dewasa nutrisi tidak
untuk pertumbuhan, hanya untuk bekerja dan mempertahankan kesehatan
agar optimal.
37
i. Faktor Umur
Usia muda memerlukan nutrisi untuk pertumbahan. Semakin tua
kebutuhan energi dan nutrisi mulai berkurang. Setelah usia 20 tahun proses
metabolisme berangsur-angsur turun secara teratur dan kebutuhan nutrisi
menurun. Pada saat berusia 10 tahun kebutuhan nutrisi laki-laki dan
perempuan mulai dibedakan.
j. Faktor Keadaan
Pada keadaaan sakit akan terjadi perubahan metabolisme sehingga sangat
diperlukan asupan protein tinggi dan nutrisi lainnya. Pola kondisi
menstruasi diperlukan peningkatan asupan makanan sumber pembentukan
sel darah merah antara lain protein, Fe, vitamin C, vitamin B12, dan asam
folat untuk menghindari terjadinnya anemia.
Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan
dalam jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi
seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses
kehidupan, serta pertumbuhan dan perkembangan. Kehadiran atau
ketidakhadiran suatu zat gizi esensial dapat mempengaruhi ketersediaan,
absorbsi, metabolisme, atau kebutuhan zat gizi lain. Adanya saling
keterikatan antara zat-zat gizi ini menekan keanekaragaman dalam menu
sehari-hari. Pola menu seimbang terdiri atas makanan sebagai berikut:
a. Makanan pokok, merupakan sumber energi atau kalori utama yang
memberikan rasa kenyang, seperti nasi, jagung, ubi jalar, singkong,
talas, sagu, serta hasil olahannya seperti mie, bihun, macaroni, dan
sebagainya. Dalam susunan hidangan Indonesia sehari-hari, bahan
makanan pokok merupakan bahan makanan yang memegang peran
penting. Bahan makanan pokok dapat dikenal dari makanan yang
dihidangkan pada waktu pagi, siang, atau malam. Umumnya, porsi
makanan pokok dalam jumlah (kuantitas atau volume) terlihat lebih
banyak dari bahan makanan lainnya. Dari sudut ilmu gizi, bahan
makanan pokok merupakan sumber energi (kalori) dan mengandung
banyak karbohidrat. Beberapa jenis makanan pokok juga memberikan
zat protein yang cukup besar jumlahnya dalam konsumsi manusia. Porsi
makanan pokok yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah
sebanyak 300-500 gram beras, atau sebanyak 3-5 piring nasi sehari.
1. Lauk hewani, bersumber dari daging, ayam, ikan, kerang, telur, dan
sebagainya. Lauk hewani mengandung protein dengan nilai biologi
lebih tinggi daripada lauk nabati. Porsi lauk hewani yang dianjurkan
sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 100 gram atau dua potong
ikan/daging/ayam sehari.
2. Lauk nabati, bersumber dari kacang-kacangan dan hasil olahannya
seperti kacang kedelai, kacang hijau, kacang merah, tahu, dan tempe.
Porsi lauk nabati yang dianjurkan untuk orang dewasa sebanyak 100-
150 gram atau 4-6 potong tempe sehari. tempe dapat diganti dengan
tahu atau kacang-kacangan kering.
Pola makan terdiri dari frekuensi makan, waktu makan, dan jenis
makanan (Naisali et al., 2017). Gastritis biasanya diawali oleh pola makan
yang tidak teratur. Kebiasaan makan yang buruk dan mengkonsumsi makanan
yang tidak hygien merupakan faktor resiko terjadinya gastritis (Wahyu dalam
Hartati et al., 2014). Makanan atau minuman yang dikonsumsi dan masuk
kedalam lambung berfungsi mengurangi kepekatan asam lambung sehingga
sampai menggrogoti lambung (Megawati and Nosi, 2014).
Menurut Warmbrand 2000, dalam (Yatmi, 2017) pola makan yang baik
adalah dengan memulai sarapan pagi sebelum beraktivitas, makan siang
sebelum ada rangsangan lapar, dan makan malam sebelum tidur. Pola makan
tidak teratur dapat menyebabkan gastritis, bila seseorang terlambat makan
sampai 2-3 jam maka asam lambung yang di produksi semakin banyak dan
berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung (Smeltzer and Bare,
2010).
Gastritis terjadi karna ketidaksesuain lambung dengan makanan yang
dimakan seperti makanan yang pedas (cabai, atau merica) atau makanan yang
memiliki kadar lemak yang tinggi, sehingga produksi asam lambung tidak
terkontrol (Yuliarti dalam Hartati et al., 2014). Menurut Sani et al. (2016)
faktor jenis makanan juga turut menjadi pengaruh terhadap kejadian gastritis
42
2.4. Santri
Pola makan sehat sangat di perlukan oleh setiap orang karena makanan
adalah faktor utama penentu kesehatan seseorang. Pola makan sehat harus di
tanamkan ke seluruh masyarakat, termasuk pada santri di pondok pesantren.
Di pondok pesantren juga harus di terapkan pola makan sehat bagi santri-
santri, apalagi di pondok pesantren sangat rawan dengan hal yang namanya
penyakit karena kurangnya fasilitas kesehatan dan pengetahuan tentang
kesehatan yang memadai. Namun dewasa ini seiring berkembangnya
teknologi, santri sudah lebih mudah mendapat informasi kesehatan dari
berbagai media.
Santri-santri pada jaman sekarang sudah tidak lagi seperti santri jaman
dahulu, karena kebanyakan santri sekarang selain belajar agama juga belajar
di pendidikan formal seperti Madrasah Ibtidaiyah sampai Perguruan tinggi.
Secara umum, pola makan di pondok pesantren cenderung sama antara satu
44
sama lain. Namun masih banyak perbedaan pola makan di setiap pesantren
karena sebagian pesantren masih ada yang menganut model pesantren salaf
dengan pola makan satu nampan bersama, pesantren yang menganut sistem
catering dengan santri membayar perbulan, dan ada juga yang membeli
makan di luar.
Sebagian pesantren mengelola makanan dari hasil pertanian sendiri.
Selain kesibukan mengaji dan belajar, para santri juga mengelola kebun atau
sawah untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Seperti pesantren ISC
Aswaja Lintang Songo-bantul, para santri yang tidak sekolah terjadwal pada
pagi hari kemudian yang kuliah atau sekolah terjadwal pada sore hari atau
hari libur, sedangkan untuk kegiatan mengaji di lakukan pada malam hari.
a. Energi
Kebutuhan energi remaja bervariasi tergantung aktifitas fisik dan tingkat
kematangannya. Angka Kecukupan Energi untuk remaja laki-laki berusia
10-12 tahun adalah 2050 kkal, usia 13-15 tahun 2400 kkal, dan usia 16-18
tahun 2600 kkal. Angka Kecukupan Energi remaja perempuan berusia 10-
12 tahun adalah 2050 kkal, usia 13-15 tahun 2350 kkal, dan usia 16-18
tahun 2200 kkal. Dari beberapa penelitian di Amerika Serikat, diketahui
bahwa asupan energi anak laki-laki cenderung meningkat tajam hingga
3470 kkal/hari sampai usia 16 tahun, dan dari 16-19 tahun menurun hingga
2900 kkal/hari. Sedangkan pada anak perempuan, asupan energi
meningkat tajam sampai usia 12 tahun, kemudian menurun sampai usia 18
tahun. Asupan energi anak perempuan pada tiga tahap perkembangan,
yaitu pra-pubertas, tumbuh cepat, dan pasca-pubertas berhubungan dengan
tingkat perkembangan fisiologis, bukan dengan usia.
b. Protein
Kebutuhan protein remaja berkorelasi lebih dekat dengan pola
pertumbuhan dibandingkan dengan usia kronologis. Angka Kecukupan
Protein dalam hubungan dengan tinggi badan merupakan cara paling tepat
untuk memperkirakan kebutuhan remaja. Angka Kecukupan Protein
remaja berkisar antara 0,29-0,32 g/cm tinggi badan untuk laki-laki, dan
0,27-0,29 g/cm tinggi badan untuk perempuan. Apabila asupan energi
kurang karena berbagai hal, maka asupan protein akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi, sehingga protein tidak cukup tersedia untuk
pembentukan jaringan baru atau untuk memperbaiku jaringan yang rusak.
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan laju pertumbuhan dan penurunan
massa otot tubuh. Angka Kecukupan Protein didasarkan pada data hasil
metaanalisis penelitian Institute of Medicine (2002), yang dilakukan
terhadap kelompok usia remaja 9-19 tahun. Angka Kecukupan Protein
dihitung berdasarkan berat badan, yaitu 0,66 kg/kg berat badan perhari
dikalikan faktor koreksi mutu protein 1,2. Angka Kecukupan Protein
perhari remaja laki-laki usia 10-12 tahun adalah 50 g/hari, usia 13-15
46
tahun 60 g/hari, dan untuk usia 16-18 tahun sebesar 65 g/hari. Angka
Kecukupan Protein perhari remaja perempuan usia 10-12 tahun adalah 50
g/hari, usia 13-15 tahun 57 g/hari, dan untuk usia 16-18 tahun sebesar 55
g/hari.
c. Mineral
Kebutuhan semua mineral selama masa remaja meningkat. Remaja yang
berada dalam masa puncak pertumbuhan membutuhkan zat gizi dalam
jumlah besar, terutama kalsium, seng, besi, magnesium, dan nitrogen dua
kali lebih besar.
Kalsium
Kebutuhan kalsium usia remaja lebih banyak dibandingkan dengan usia
anak dan usia dewasa karena peningkatan perkembangan otot, kerangka
tubuh, dan kelenjar endokrin. Pada puncak pertumbuhan cepat,
penyimpanan kalsium harian dapat mencapai dua kali lipat dari rata-rata
penyimpanan selama periode remaja usia 10-20 tahun. Massa kerangka
tubuh bertambah 45% selama masa remaja. Angka Kecukupan Kalsium
usia remaja adalah 1000 mg/hari, baik untuk laki-laki ataupun
perempuan.
Besi
Kebutuhan besi selama masa remaja meningkat. Peningkatan terjadi
terutama pada laki-laki, karena diperlukan untuk penambahan volume
darah dan kenaikan konsentrasi hemoglobin, sehubungan dengan
terjadinya kematangan seksual. Laju pertumbuhan pada remaja
perempuan tidak secepat laki-laki, tetapi haid biasanya dimulai satu
tahun setelah puncak pertumbuhan. Tambahan besi diperlukan untuk
mengganti besi yang hilang bersama darah waktu haid. Kekurangan besi
selama masa remaja dapat mengganggu pertumbuhan dan respon
kekebalan. Angka Kecukupan Besi remaja laki-laki usia 10-12 tahun
adalah 13 mg/hari, usia 13-15 tahun 19 mg/hari, dan usia 16-18 tahun 15
mg/hari. Angka Kecukupan Besi remaja perempuan usia 10-12 tahun
47
adalah 20 mg/hari, usia 13-15 tahun 26 mg/hari, dan usia 16-18 tahun 26
mg/hari. Angka kecukupan besi remaja perempuan lebih tinggi daripada
remaja laki-laki karena memperhitungkan kehilangan besi selama haid.
Seng
Seng berperan dalam sintesis Dioxiribonucleic Acid (DNA) dan
Ribonucleic Acid (RNA). Selain itu, seng berperan penting dalam
pertumbuhan dan pematangan seksual. Penelitian mengenai seng sangat
terbatas, namun ada bukti bahwa remaja dengan kadar serum seng rendah
mempunyai masalah jerawat yang meningkat. Angka Kecukupan Seng
remaja laki-laki usia 10-12 tahun adalah 14 mg/hari, usia 13-15 tahun
17,4 mg/hari, dan usia 16-18 tahun 17 mg/hari, sedangkan untuk remaja
perempuan usia 10-12 tahun adalah 12,6 mg/hari, usia 13-15 tahun 15,4
mg/hari, dan usia 16-18 tahun 14 mg/hari
d. Vitamin
Kebutuhan vitamin selama usia remaja meningkat. Meningkatnya
kebutuhan energi, maka kebutuhan tiamin, riboflavin, dan niasin
meningkat untuk melepas energi yang berasal dari metabolisme
karbohidrat. Kebutuhan vitamin B6, asam folat, dan vitamin B12 meningkat
karena peningkatan sintesis jaringan. Peningkatan kebutuhan vitamin D
terjadi untuk pertumbuhan cepat kerangka tubuh. Vitamin A, vitamin C,
dan vitamin E dibutuhkan untuk pertumbuhan sel-sel baru. Angka
kecukupan vitamin pada remaja dapat dilihat pada tabel 3.
48
Laki-laki Perempuan
Zat Gizi 10-12 13-15 16-18 10-12 13-15 16-18
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Energi (kkal) 2050 2400 2600 2050 2350 2200
Protein (g) 50 60 65 50 57 55
Vitamin A (RE) 600 600 600 600 600 600
Vitamin D (μg) 5 5 5 5 5 5
Vitamin E (mg) 11 15 15 11 15 15
Vitamin K (μg) 35 55 55 35 55 55
Tiamin (mg) 1,0 1,2 1,3 1,0 1,1 1,1
Riboflavin (mg) 1,0 1,2 1,3 1,0 1,0 1,0
Niasin (mg) 12 14 16 12 13 14
Asam folat (μg) 300 400 400 300 400 400
Peridoksin (mg) 1,3 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2
Vitamin B12 (μg) 1,8 2,4 2,4 1,8 2,4 2,4
Vitamin C (mg) 50 75 90 50 65 75
Kalsium (mg) 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Fosfor (mg) 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Magnesium (mg) 170 220 270 180 230 240
Besi (mg) 13 19 15 20 26 26
Sumber: widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004
Penyebab gastritis:
Stres
Makanan dan minuman yang
bersifat iritan
Infeksi bakteri, seperti H.
pylory, H. heilmanii, E. Coli,
Streptococci, Staphylococci
Refluks isi usus kedalam
lambung
Obat-obatan
49
Variabel Independen
50
2.7. Hipotesis
2. Ada hubungan pola makan (frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan)
dengan kejadian gastritis pada santri di Pesantren Moderen Terpadu Al-
Furqan Bambi Kabupaten Pidie 2021.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
52
53
3.3.1. Populasi
3.3.2. Sampel
Z ²1−α /2 x P ( 1−P ) x N
Rumus :n=
d ² ( N −1 ) +Z ² 1−α /2 x P(1−P)
Keterangan :
n = Jumlah sampel
Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel yang akan diteliti adalah:
Z ²1−α /2 x P ( 1−P ) x N
n =
d ² ( N −1 ) +Z ² 1−α /2 x P(1−P)
227,615
=
3,32
= 68,56
a. Kriteria Inklusi
1. Santri yang tinggal di Pesantren Moderen Terpadu Al-Furqan Bambi,
Kabupaten Pidie.
2. Santri yang bersedia menjadi responden.
b. Kriteria Ekslusi
Pengumpulan data dalam penelitian ini ialah melalui data primer, yaitu
data yang diambil langsung dari masing-masing sampel penelitian di
lapangan dengan menggunakan kuisioner. Pengumpulan data tingkat stres
didapat dari kuisioner DASS (Depression Anxiety Stress Scale) 42.
Pengumpulan data pola makan dan kejadian gastritis didapat dari kuisioner
pola makan dan kuisioner gastritis dari penelitian Renzi Avionita (Restiana
DE, 2019).
Definisi Skala
Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Variabel Dependen:
Kejadian Kondisi Kuisioner Kuesioner Ordinal Ya = 1
Gastritis ketika berjumlah 10
lapisan pertanyaan dengan Tidak = 0
lambung kriteria:
mengalami
a. Negatif = 1-5
iritasi,
b. Positif = 6-10
peradangan,
atau
pengikisan
Variabel Independen:
Tingkat Hasil Kuisioner DASS42 Kuesioner Ordinal 0 : Tidak
Stres penilaian berjumlah 14 pernah
terhadap pertanyaan dengan
berat kriteria: 1 : kadang-
ringannya kadang
Normal : 0-14 2 : sering
stres yang
Ringan : 15-18 3 : selalu
dialami
Sedang : 19-25
seseorang
Parah : 26-33
a. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
formulir atau kuisioner, apakah lengkap, apakah jawaban jelas terbaca,
atau apakah jawaban relevan dengan pertanyaan (Notoatmodjo , 2018).
Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, jika memungkinkan
akan dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban-
jawaban tersebut. Apabila pengambilan data ulang tidak memungkinkan,
maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau
dimasukkan dalam pengolahan data missing.
b. Coding
c. Tabulating
59
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
60
Abdillah, YA. 2014. Hubungan Antara Syukur dengan Stres pada Santri di
Pondok Pesantren Moderen Islam Assalam. Psikologi. Fakultas Psikologi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Al-Bahmi, US. 2018. Hubungan Tingkat Stres dengan Penyakit Gastritis pada
Mahasiswa Pre-Klinik Semester 1 di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar Tahun 2017. Kedokteran. Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Anshari SN, Suprayitno. 2019. Hubungan Stres dengan Kejadian Gastritis pada
Kelompok Usia 20-45 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Bengkuring
Kota Samarinda Tahun 2019. Borneo Student Research.
61
Ghozali, dkk. 2020. Peran Kader SPG (Stop Penyakit Gastritis) di Pondok
Pesantren. Jurnal Pesut: Pengabdian untuk Kesejahteraan Umat. Volume 2
(No.1), 9-17.
Kurniati, L. 2019. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada Santri
di Pondok Pesantren Mambaul Hisan Kabupaten Pringsewu Tahun 2019.
Keperawatan. STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung.
62
63
Mappagerang R, Hasnah. 2017. Hubungan Tingkat Stres dan Pola Makan dengan
Kejadian Gastritis di Ruang Rawat Inap RSUD Nene Mallomo Kabupaten
Sidrap. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah. Volume 6 (No.1), 59-64.
Putri AT, Farit R, Akifah. 2017. Efektifitas Media Audio Visual dan Leaflet
Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Tentang
Penyakit Gastritis Pada Santriwati di Pondok Pesantren Hidayatullah Putri
dan Ummusshabri Kota Kendari Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat. Volume 2(No.6), 1-11.
Rasyid FA, dkk. 2020. Peta Ideologi Ummat Islam pada Sistem Demokrasi di
Indonesia: Penelitian pada Beberapa Pesantren di Pulau Jawa. Bandung:
LP2M UIN SGD Bandung.
64
Restiana, DE. 2019. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada
Remaja Kelas X di Ma Walisongo Kecamatan Kebonsari Kabupaten
Madiun Tahun 2019. Keperawatan. STIKes Bhakti Husada Madiun.
Uwa LF, Susi M, Sulasmini. 2019. Hubungan Antara Stres dan Pola Makan
dengan Kejadian Gastritis yang Terjadi di Puskesmas Dinoyo. Nursing
News. Volume 4 (No. 1), 237-247.
Wahyuni SW, Rumpiati, Rista EML. 2017. Hubungan Pola Makan dengan
Kejadian Gastritis pada Remaja. Global Health Science. Volume 2 (No.2),
149-154.
65
Yuliarti, N. 2009. Maag: Kenali, Hindari, dan Obati. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Kepada
Yth. Calon Responden
Di Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Progam Studi S1
Ilmu Gizi Universitas Ubudiyah Indonesia,
NIM : 191010320026
Nadya Rumaisha
66
67
Nim. 191010320026
Lampiran 2
( )
65
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER
Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Stres dan Pola Makan dengan Kejadian
Gastritis pada Santri di Pesantren Moderen Terpadu Al-Furqan
Bambi, Kabupaten Pidie Tahun 2021.
Peneliti : Nadya Rumaisha (Nim. 191010320026)
Petunjuk Penelitian:
a. Bacalah pertanyaan dengan hati-hati sehingga anda dapat mengerti
b. Pilihlah salah satu jawaban anda dengan cara memberi tanda checklist (√) pada
tempat ([ ]) yang tersedia sesuai dengan satu jawaban yang saudara pilih.
c. Setiap nomer hanya boleh diisi dengan satu jawaban.
d. Setiap jawaban dimohon untuk memberikan jawaban yang jujur.
e. Harap mengisi seluruh jawaban yang ada dalam kuesioner ini (dan pastikan
tidak ada yang terlewati).
Data Demografi
1. Tanggal Pengisian :
2. Nama :
3. Usia :
4. Jeniskelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
5. Pendidikan :
Lanjutan Lampiran 3
Keterangan :
0 : Tidak ada atau tidak pernah
1 : Kadang-kadang
2 : Sering
3 : sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat
No Aspek Penilaian 0 1 2 3
1 Menjadi marah karena hal-hal kecil/sepele
2 Cenderung bereaksi berlebihan pada situasi
3 Kesulitan untuk relaksasi atau bersantai
4 Mudah merasa kesal
5 Merasa banyak menghabiskan energi karena cemas
6 Tidak sabaran
7 Mudah tersinggung
8 Sulit untuk beristirahat
9 Mudah marah
10 Kesulitan untuk tenang setelah sesuatu yang
mengganggu
11 Sulit mentoleransi gangguan-gangguan terhadap hal
yang sedang dilakukan
12 Berada pada keadaan tegang
13 Tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
Anda untuk menyelesaikan hal yang sedang Anda
lakukan
14 Mudah gelisah
Lanjutan Lampiran 3
69