BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat
merangsang peningkatan asam lambung, seperti : asinan, cuka, sambal, serta kebiasaan
merokok dan minum alkohol, dapat meningkatkan jumlah penderita gastritis. Gastritis
merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi.
Akhir-akhir ini peningkatan penyakit Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan
istilah sakit maag atau sakit ulu hati meningkat sangat pesat dan banyak di keluhkan
masyarakat. Kejadian penyakit gastritis terjadi karena pola hidup yang bebas hingga
berdampak pada kesehatan tubuh (Mustakim, 2009).
Menurut Dermawan D & Rahyuningsih, T (2010), menyatakan Gastritis bukanlah
penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang mengacu pada peradangan lambung.
Biasanya peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi bakteri yang dapat
mengakibatkan borok lambung yaitu Helicobacter Pylory dan merupakan satu-satunya
bakteri yang hidup di lambung. Keluhan Gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan
banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita Gastritis
kronis selama bertahun-tahun pindah dari satu dokter ke dokter yang lain untuk mengobati
keluhan Gastritis tersebut. Berbagai obat-obatan penekan asam lambung sudah pernah
diminum seperti antasida, namun keluhan selalu datang silih berganti.
Dinas Kesehatan Kota Manado pada Tahun 2012 menurut urutan besar penyakit di
Puskesmas, gastritis menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita sebesar 10.260 orang.
Sedangkan berdasarkan survey awal di Puskesmas Wonasa, Gastritis menempati urutan ke 6
dari 10 besar penyakit menonjol. Jumlah kunjungan dengan keluhan gastritis di Puskesmas
Wonasa pada Tahun 2012 sampai bulan februari 2013 adalah 636 pasien.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan Pola makan
pasien dengan Kejadian Gastritis Di Wilayah kerja Puskesmas Wawonasa.
B.
Rumusan Masalah.
1. Bagaimanakah pola makan pasien dengan kejadian Gastritis di wilayah kerja
2.
Puskesmas Wawonasa?
Bagaimanakah hubungan pola makan pasien dengan kejadian Gastritis di wilayah kerja
Puskesmas Wawonasa?
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Diidentifikasi hubungan pola makan pasien dengan kejadian Gastritis di
Puskesmas Wawonasa.
2.
Tujuan Khusus :
a. Diketahui pola makan pasien tentang kejadian Gastritis di wilayah kerja
b.
c.
Puskesmas Wawonasa.
Diketahui kejadian gastritis di wilayah kerja Puskesmas Wawonasa.
Diketahui hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di wilayah kerja
Puskesmas Wawonasa.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari peneliti adalah untuk :
1.
Institusi Pendidikan
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
menu yang praktis dan mudah di siapkan dan usahakan untuk makan pagi karena
penting dan mempersiapkan energi dalam beraktivitas dalam sehari.
b. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna,
dan serap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara unuk menghilangkan rasa
bosan. Sehingga mengurangi selera makan. Menyusun hidangan seha memerlukan
keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi
bahan makanan yang memperhitung dengan tepat akan memberikan hidangan sehat
baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik pengolahan makanan adalah guna
memperoleh intake yang baik dan bervariasi.
c. Tujuan Makan
Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh
energi yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak,
mengatur metabolism ubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit.
d. Fungsi Makanan
Manfaat makanan bagi mahluk hidup, termasuk manusia antara lain :
1)
2)
3)
1)
2)
sediki cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan teknik ini adalah
daging.
Bumbu-bumbuan (Simmering), hamper sama dengan mengukus tapi setelah
3)
dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu. Agar zat-zat gizi yang
terdapat dalam makanan tidak banyak rusak atau hilang, makanan sebaiknya
diolah dengan cara sebagai berikut :
a) Memasak lebih dekat dengan waktu makan.
b) Menggunakan api kecil atau memasak dengan cepat (Pressure cooker).
c) Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa dipotongpotong terlebih dahulu.
d) Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu terlalu lama
karena kandungan zat gizinya akan lebih banyak hilang.
f.
1)
Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie instant. Jumlah atau
porsi makan pokok antara lain nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant
unuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.
2)
Lauk pauk
Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani,
jumlah atau porsi makanan antara lain daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50
gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 50 gram (dua potong).
3)
Sayur
Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain :
sayur 100 gram.
4)
Buah
Buah adalah suatu hidangan yang disajikan setelah makanan yang
fungsinya sebagai pencuci mulut, jumlah atau porsi buah ukuran buah 100
gram, ukuran potongan 75 gram.
5)
Makanan selingan
Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu makan
pagi, makan siang maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk makanan selingan
tidak terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau banyak).
6)
Minuman
Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolism tubuh, tiap
jenis minuman berbeda-beda pada umumnya jumlah atau ukurannya untuk air
putih dalam sehari lima kali atau lebih per gelas (2 liter perhari), sedangkan
susu 1 gelas (200 gram).
3.
4.
c.
d.
e.
f.
e. Mengemil dengan sehat. Salah sau cemilan sehat adalah buah dan sayur. Selain
kaya serat, buah san sayur mengandung vitamin dan mineral yang baik untuk
f.
kesehatan. Supaya tidak bosan, variasikan dengan yogurt buah, jus, atau salad.
Makan nutrisi yang cukup dan seimbang. Selain karbohidrat (nasi, roti, pasta), juga
konsumsi protein (daging ayam tanpa kulit, daging sapi tanpa lemak), lemak (ikan,
kacang, salad dressing rendah lemah, alpukat), juga buah dan sayur dalam jumlah
h.
Teori Gastritis
1. Definisi Gastritis
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan
ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung samapai terlepasnya epitel
mukosa superfisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran
pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada
lambung (Sukarmin, 2012).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2008), gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif
mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Surantum (2010),
gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit maag atau sakit
ulu hati ialah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan
yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin,
refluks empedu atau terapi radiasi (Yuliarti, 2009).
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu
peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi,
infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu
banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
2.
Klasifikasi Gastritis
Menurut Mustakim (2009), gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :
a.
Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan dan dapat
disembuhkan atau sembuh sendiri merupakan respon mukosa lambung terhadap
berbagai iritan local. Endotoksin, bakteri , alcohol, kafein dan aspirin merupakan
agen-agen penyebab yang sering, obat-obatan lain seperti NSAID juga terlibat.
Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka, lada, atau mustard dapat
menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.
b.
Gastritis Kronik
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai
dengan kehilangan sel pametel dan cref cell. Gastritis kronis diduga merupakan
predisposisi timbulnya tukak lambung akut karsinoma. Insiden kanker lambung
khususnya tinggi pada anemia pernisiosa. Gejala gastritis kronis umumnya
bervariasi dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh, anoreksia, dan distress
epigastrik yang tidak nyata.
3.
Penyebab Gastritis
a. Pola Makan
Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola
makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah
makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
b. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari. Secara alamiah
makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai
usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika
rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun
menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit
gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda
pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga
timbul rasa nyeri .
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu
dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa
dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan
lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat
makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan
berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri
di sekitar epigastrium.
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk
beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan
sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut
menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala
tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar.
c. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna,
dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Sitorus, 2009).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan
muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.Bila
kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu
d. Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan.Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah
benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh (Santoso, 2008). Jika
konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan
menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat
menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding
lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka
pada lambung.
e. Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai
jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam
nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang
lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan
yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering
minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang
yang memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung
biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar
kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
f.
Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya. MD, dalam buku The Miracle of Enzyme
menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih
dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis.
Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh
bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau
menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan
bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang
menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan
mudah teroksidasi.
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi
terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi
lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih
Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan
kemampuannya sebagai pelarut lipida.Kemampuannya melarutkan lipida yang
terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut.Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun.Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman
keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol.
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah
lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol
dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga
kerusakan lambung.Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam
lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah
banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.
j.
k. Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis
dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan
bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih
cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada
orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih
berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik,
terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
4.
Manifestasi Klinik
Gejala penyakit gastritis yang biasa terjadi adalah :
a. Mual dan muntah
b. Nyeri epigastrum yang timbul tidak lama setelah makan dan minum unsur-unsur
yang dapat merangsang lambung ( alkohol, salisilat, makanan tercemar toksin
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
stafilokokus )
Pucat
Lemah
Keringat dingin
Nadi cepat
Nafsu makan menurun secara drastis
Suhu badan meningkat
Sering bersendawa terutama dalam keadaan lapar
Rasa seperti terbakar di dalam perut
Diare
Perasaan kenyang atau begah
Kelelahan yang teramat sangat dan tidak wajar
Sedangkan beberapa gejala yang tidak terlalu sering ditemui pada gastritis
adalah:
5.
seimbang
lambung
Penatalaksanaan Gastritis
Menurut Suyono (2008), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah
dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering.Obatobatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2
inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai
sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan
resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat
yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan
dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4.
Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan
klinis yang berat.Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan
yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan
si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien
biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi,
embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomisebaiknya dilakukan hanya
atas dasar abolut.
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel
kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa
mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori
tipe A (altrofik atau fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai.
Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi
Helicobacter Pylory. Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis
alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi
anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini
harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi
yang sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,
mengurangi dan memulai farmakoterapi. Apabila penyebabnya adalah Helicobacter
Pylory dapat diatasi dengan antasida, obat Pompa Proton Inhibitor (PPI), yang bekerja
mengurangi jumlah asam lambung dan antibiotik seperti Amoxicillin dan Klaritromisin
untuk membunuh bakteri. Infeksi ini dapat menyebabkan kanker ata ulkus di usus
(Dermawan, 2010).
C.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
Hubungan Pola Makan Pasien dengan kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa
A.
Kerangka
Konsep
Kerangka Konsep ini menggunakan model sistem yakni menggunakan variabel independen dan
variabel
dependen.
Variabel
Pola
Independen
Variabel
Makan
Kejadian
- Frekuensi makan
Karakteristik Individu
- Jenis makanan
Umur
- Waktu Makan
Jenis Kelamin
- Jumlah makanan
Dependen
Pendidikan
-
Gambar
3.1
Kejadian
B.
Kerangka
Gastritis
Konsep
Gastritis
Hipotesis
di
Hubungan
Wilayah
Pola
Kerja
Makan
Pekerjaan
Pasien
Puskesmas
Penelitian
dengan
Wawonasa
Ho :
Puskesmas
wilayah kerja
Wawonasa.
Ha : Ada hubungan Pola makan pasien dengan kejadian Gastritis di wilayah kerja Puskesmas
Wawonasa.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional study.
B.
C.
Populasi, Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Wawonasa dengan jumlah 65 orang.
2. Sampel
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah subjek yang diambil dari
populasi yang memenuhi kriteria insklusi yang diambil dengan metode total sampling.
Jumlah sampel sebanyak 65 orang.
D.
F.
Instrumen
Penelitian
Instrumen yang dipakai pada penelitian ini berbentuk kuesioner. Kuesioner penelitian ini
terdiri dari 10 pertanyaan tentang pola makan dan 5 pertanyaan untuk kejadian gastritis yang
menggunakan skala Guttman dengan jawaban Ya atau Tidak. Untuk jawaban Ya diberi
nilai
2,
bila
jawaban
Tidak
diberi
nilai
1.
Sebelumnya peneliti membuat inform concent (persetujuan) terlebih dulu kepada responden
bahwa responden bersedia akan dilakukan penelitian setelah responden setuju baru peneliti
membagikan kuisioner tersebut yang berisi daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis.
G.
Pengolahan
1.
Apabila
dan
Analisa
Data
Pengolahan
data
telah
terkumpul
maka
tahap
Data
berikutnya
adalah
mengorganisir
atau
mengklarifikasikan data tersebut guna tujuan penelitian.Proses pengolaan data ini meliputi
editing,
coding,
entry,
a.
dan
cleaning.
Editing
Kegiatan ini merupakan kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner yang telah di isi
oleh rsponden meliputi: Kelengkapan, isian, kejelasan jawaban dan tulisan, relevansi jawaban
dengan
pertanyaan
isian
dan
kekonsistensian
jawaban.
b.
Coding
Bentuk kegiatan dari Coding adalah merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang
berbentuk angka. Hal utama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah memberikan kode
untuk
jawaban
yang
c.
diberikan
oleh
responden
peneliti.
Entry
Kegiatan Entry adalah melakukan pemasukan data yang suda di kode terlebih dahulu di
komputer.
d.
Cleaning
Kegiatan Cleaning adalah melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data masuk.
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika pemasukan data.
e.
Tabulasi
langsung
Adalah sistem pengolahan data langsung yang di tabulasi olehe kuesioner. Ini juga metode paling
sederhana apabila di bandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi ini dilakukan dengan
memasukan data dari kuesioner ke dalam kerangka tabel yang telah di siapkan, tanpa proses
perantara lainnya. Tabulasi langsung biasanya di kerjakan dengan system tally yaitu cara
menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain adalah kuesioner di
kelompokan menurut jawaban yang telah ditentukan, kemudian dihitung jumlahnya lalu
dimasukan kedalam tabel yang telah disiapkan. Dengan cara ini kemungkinan salah karena lupa
dapat diatasi. Kelemahan ini adalah pengaturannya menjadi rumit apabila jumlah klasifikasi dan
sampelnya
6.
besar.
Komputer.
Untuk mengolah data dengan komputer, peneliti perlu terlebih dahulu menggunakan program
tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah disiapkan secara khusus dapat
ditambahkan bahwa dalam ilmu-ilmus sosial banyak sekali digunakan program SPSS 17.0
( Statistical Program For Social Science). Dengan menggunakan program tersebut dapat
dilakukan
tabulasi
2.
sederhana.
Analisa
a.
Analisa
Data
univariat
Bertujuan untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel yang di teliti yaitu karekteristik
responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pola makan, dan kejadian gastritis.
b.
Analisa
bivariat
Bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent
melalui uji chi square. Uji ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independent
yaitu pola makan dengan variabel dependent yaitu kejadian gastritis, dengan tingkat
kemaknaan
H.
Etika
Etika
1.
Penelitian
penelitian
Informed
Consent
meliputi
(informasi
untuk
:
responden)
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Tujuan informed consent adalah memberikan penjelasan pada calon
responden mengenai maksud dan tujuan penelitian serta memberikan gambaran mengenai
dampak yang akan diterima dalam menjadi responden penelitian. Jika calon responden bersedia
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden tidak bersedia
maka
peneliti
2.
harus
menghormati
Anomity
hak
calon
responden.
(Tanpa
Nama)
Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan penggunaan subjek peneltian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode
pada
lembar
pengumpulan
3.
data
atau
Confidentiality
hasil
penelitian
yang
akan
disajikan.
(Kerahasiaan)
Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Analisa
a.
Univariat
Umur
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan umur di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa Tahun
2013
Kejadian
Umur
Gastritis
f
20 30
24
60
13
52
31 40
12,5
12
41 50
12,5
24
> 50
15
12
Total
40
100
Gastritis
Tidak
Gastritis
25
100
berumur
20-30
tahun
b.
sebanyak
24
orang
Jenis
(60%).
Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa
Tahun
2013
Kejadian
Jenis
Kelamin
f
Gastritis
f
Tidak
Gastritis
Laki-laki
14
35
32
Perempuan
26
65
17
68
Total
Gastritis
40
100
25
100
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang mengalami gastritis
berdasarkan jenis kelamin, paling banyak pada responden yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak
26
orang
(65%).
c.
Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa
Tahun
2013
Kejadian Gastritis
Pendidikan
Gastritis
f
SD
10
SLTP
7,5
24
26
65
14
56
DIII
S1
7,5
SMA/SMK
S2
Total
Gastritis
2
40
Tidak
5
100
0
25
100
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang mengalami gastritis
berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar berada pada kelompok dengan tingkat pendidikan
SMA/SMK
d.
sebanyak
26
orang
(65%).
Pekerjaan
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa
Tahun
2013
Kejadian Gastritis
Pekerjaan
Gastritis
f
PNS
Wiraswasta
12
30
36
Mahasiswa
11 27,5
IRT
10
25
11 44
12,5
Tiada
Tidak
Gastritis
16
Total
40
100
25
100
e.
wiraswasta
dengan
jumlah
responden
Pola
sebanyak
12
orang
(30%).
Makan
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan Pola Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa
Tahun
2013
Kejadian Gastritis
Pola
Makan
Gastritis
f
Baik
13 32,5
18
72
Tidak
Kurang
27
Total
67,5
30
Gastritis
7
100
28
30
100
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 40 responden yang mengalami gastritis, 27 orang (67,5%)
yang pola makannya Kurang Baik dan 13 orang (32,5%) yang pola makannya baik. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa responden yang mengalami gastritis sebagian besar memiliki pola makan
kurang
baik
dibandingkan
f.
dengan
pola
makan
yang
Kejadian
baik.
Gastritis
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa Tahun 2013
Kejadian Gastritis
Gastritis
40
61,5
Tidak
Total
Gastritis
25
65
38,5
100
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa 65 responden yang diteliti, responden yang gastritis sebanyak 40
orang (61,5%) dan yang tidak gastritis sebanyak 25 orang (38,5%). Jadi, dapat disimpulkan
mayoritas responden lebih banyak mengalami gastritis pada pasien yang berada di wilayah kerja
Puaskesmas Wawonasa.
Analisa
Bivariat
Untuk mengetahui hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di wilayah kerja
Puskesmas
Wawonasa,
Tabel
Hubungan
5.7
maka
pola
dilakukan
makan
analisa
pasien
bivariat
dengan
kejadian
sebagai
gastritis
berikut.
di
Gastritis
Total
p value
Ya
n
Tidak
Kurang Baik
27 67,5
28
34
52,3
Baik
13
18
72
31
47,7
Total
32,5
40
61,5
25
38,5
0,02
65
100
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang
memiliki pola makan kurang baik sebanyak 27 orang (67,5%) dibanding pada responden yang
memiliki pola makan baik yaitu sebanyak 13 orang (32,5%). Berdasarkan hasil analisis statistik
diperoleh nilai p=0,02 yakni lebih kecil dibandingkan 0,05. Hal ini berarti, bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien di wilayah
kerja Puskesmas Wawonasa.
B.
PEMBAHASAN
1.
Hubungan
Pola
Makan
dengan
Kejadian
Gastritis
Dari hasil analisis hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis adalah dari 40
responden yang menderita gastritis terdapat 27 orang (67,5%) dengan pola makan kurang baik
dan
13
orang
(32,5%)
yang
memiliki
pola
makan
baik.
Pada penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan pasien dengan kejadian
gastritis dengan nilai p= 0,02. Responden dengan pola makan yang kurang baik lebih banyak
mengalami gastritis sebanyak 27 orang (67,5%) dibanding dengan responden yang memiliki pola
makan
baik
sebanyak
13
orang
(32,5%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rona, dkk (2010) tentang Hubungan Pola Makan
dengan Timbulnya Gastritis pada Pasien di Universitas Muhammadiyah Malang Medical Center
( UMC ) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan timbulnya gastritis
(p=0,009). Selain itu, penelitian Rahmi K. (2011) tentang Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Gastritis pada pasien yang berobat jalan di Puskesmas Gulai Bancah Bukit
Tinggi juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan gastritis (p=0,000).
Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan Purtiantini (2012) tentang hubungan
pola makan mahasiswa kedokteran angkatan 2010 dengan kejadian penyakit Gastritis di FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara pola makan
dengan penyakit gastritis (p=0,007). Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian
Zilmawati (2009) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan
terjadinya
gastritis
(p=0,028).
Namun, hasil tersebut bertentangan dengan penelitian Dedi Sulaiman tentang Hubungan antara
pola makan dengan penyakit gastritis pada mahasiswa indekos Di STIKES Payung Negeri
dikelurahan Labuh Baru Kecamatan Payung Sekaki Pekanbaru (2012) yang menunjukkan bahwa
tidak
ada
hubungan
antara
pola
makan
dengan
kejadian
gastritis
(p=0,049).
Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang
dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat
tertentu
(Harna,
2009).
Dalam penelitian Rahmi. K (2011) dijelaskan bahwa Gastritis umumnya terjadi akibat asam
lambung yang tinggi atau terlalu banyak makan makanan yang bersifat merangsang diantaranya
makanan yang pedas dan asam. Pola makan tidak teratur juga dapat menyebabkan penyakit
gastritis, bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam maka asam lambung yang diproduksi
semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan
rasa nyeri di sekitar epigastrium. Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pola makan
merupakan
faktor
yang
sangat
berpengaruh
terhadap
terjadinya
penyakit
gastritis.
Pada kasus gastritis, frekuensi makan yang diperbanyak, tapi jumlah makanan yang dimakan
tidak banyak. Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung. Konsumsi jenis
makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, pada akhirnya kekuatan dinding
lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada lambung (Uripi,
2008).
Pada penelitian lainnya menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara pola makan dengan
kejadian gastritis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang lebih
berpengaruh hingga terjadinya penyakit gastritis seperti merokok, stres, umur dan lain-lain.
Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di
wilayah kerja Puskesmas Wawonasa dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pola
makan kurang baik dapat menyebabkan terjadinya gastritis dibandingkan dengan responden yang
berpola makan baik dan responden yang mempunyai pola makan kurang baik lebih banyak
ditemukan
pada
responden
yang
menderita
gastritis.
Hal ini berarti Pola makan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kejadian gastritis.
BAB
VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian
Gastritis
1.
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Wawonasa,
dapat
disimpulkan
bahwa
Diketahui terdapat 27 responden (67,5%) yang mengalami gastritis dengan pola makan
kurang baik dan 18 responden (72%) tidak mengalami gastritis dengan pola makan baik pada
pasien
2.
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Wawonasa.
(38,5%) orang yang tidak mengalami gastritis pada pasien di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa.
3.
Ada Hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien di
B.
1.
Saran
Bagi
Institusi
Pendidikan
Semoga penelitian ini dapat menambah referensi tentang asuhan keperawatan khususnya
pada pasien dengan kejadian Gastritis serta bisa meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang
akan
datang.
2.
Bagi
Lokasi
Penelitian
Semoga hasil penelitian ini bisa menjadi bahan masukan untuk dapat meningkatkan
pengetahuan dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sebagai
bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas.
3.
Bagi
Penelitian
Selanjutnya
Hasil penelitian ini semoga bisa memberikan acuan untuk peneliti selanjutnya agar dapat
melakukan penelitian lebih mendalam tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian
gastritis.
DAFTAR
PUSTAKA
Daerah Lubuan Baji dan Rumah Sakit Pelamonia Tinkat II Kota Makassar
Tahun
Baughman,
D.
(2011)
2009.
Keperawatan
medikal
Makassar.
bedah.
Jakarta
EGC.
Dedi .S (2012) : Hubungan antara pola makan dengan penyakit gastritis pada
mahasiswa
indekos
Di
STIKES
Kecamatan
Payung
Payung
Negeri
dikelurahan
Sekaki
Labuh
Baru
Pekanbaru
Eridha,
N.
pada
(2009).
Yogyakarta:
Gambaran
mahasiswa
S1
pengetahuan
Fakultas
Goysen
dan
perilaku
Keperawatan
pencegahan
USU.
Sumatera
publishing.
Skripsi.
gastritis
Universitas
Utara
Medan
Erna. (2010) : Hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di
SMKN
Harna.(2009)
Pola
bab1.pdf.
Maulidiyah
U.
06
Makan
Diakses
(2011).
Terjadinya
www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair
pada
Hubungan
Kekambuhan
Sehat.
Antara
Penyakit
Padang.
tanggal
Stres
dan
Gastritis.
12
maret
Kebiasaan
Makan
Dari
2013
dengan
http://adln.lib.unair.ac.id/.
Jakarta
di
wilayah
kerja
Puskesmas
Kedungmundu
Semarang.
Mustakim. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta
Nazir,
ABD
dkk.
(2011).
Notoadmodjo, S (2002) ;
Buku
Ajar
Metodologi
Kesehatan.
Yogyakarta
pada
pasien
di
rumah
sakit
Wismarini
Pringsewu:
Lampung
tanggal
11
Maret
2013
Praktek:
EGC.
Jakarta
Putri
RSM,
Timbulnya
Agustin
H,
Gastritis
Wulansari.(2010)
pada
Pasien
di
Medical
Hubungan
Universitas
Pola
Makan
Muhammadiyah
dengan
Malang
Center.
Rona,
pasien
yang
dkk.(2010).
Pasien
di
berobat
Hubungan
Universitas
jalan
Pola
di
Puskesmas
Makan
Muhammadiyah
dengan
Malang
Gulai
Bancah.
Timbulnya
Medical
Bukit
Gastritis
Center
Tinggi
pada
UMC
).
Malang
Santoso,S.(2008).Kesehatan
Sitorus,
R.
(2009).
Smelter,S.C.(2008).
Sugiyono
(2012):
dan
Makanan
Sehat
dan
Keperawatan
Metode
Penelitian
gizi.Jakarta:RinekaCipta.
Bergizi.
CV.Yrama
medikal
Kuantitatif
Widya,
bedah.
dan
Kualitatif
Bandung
Jakarta:EGC
dan
Alfabeta.
&
D.
Bandung
Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Kampar
Kiri
di wilayah
Hulu.Kampar
kerja
Riau
Suratum, (2010) :
Trans
Suyanto,
(2011)
Info
Metodologi
dan
Medika.
Suyono,
Uripi.
Medika,
Aplikasi
Jakarta
Penelitian
Bandar
Keperawatan.
Nuha
Lampung
S.
(2008).
Ilmu
Penyakit
Dalam.
(2008).
Menu
Untuk
Penderita
Hepatitis
Balai
dan
Penerbit
saluran
FKUI,
Jakarta
Pencernaan.
Jakarta:
Puspa
Warianto,
Yanti,
R.
Chaidar.
(2011).
(2008).
Unflamatory
Minum
Pengaruh
Drugs
Kopi
Kebiasaan
(NSAID)
dan
Puskesmas
Yuliarti
Zilmawati
pada
(2009).
R.(2009)
Mahasiswa
Maag
Swara.
Bisa
Berakibat
Merokok,
Kopi
Konsumsi
terhadap
Mulyorejo
Kenali,
Faktor-Faktor
Tingkat
IV
dan
Berhubungan
Fakultas
Non
Kejadian
Pencernaan.
Steroid
Anti
Gastritis
di
Surabaya.
Hindari
yang
Gangguan
Kesehatan
Obati.
dengan
Andi.
Yogyakarta
Gejala
Masyarakat
Gastritis
Universitas