Anda di halaman 1dari 43

HUBUNGAN POLA MAKAN PASIEN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat
merangsang peningkatan asam lambung, seperti : asinan, cuka, sambal, serta kebiasaan
merokok dan minum alkohol, dapat meningkatkan jumlah penderita gastritis. Gastritis
merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi.
Akhir-akhir ini peningkatan penyakit Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan
istilah sakit maag atau sakit ulu hati meningkat sangat pesat dan banyak di keluhkan
masyarakat. Kejadian penyakit gastritis terjadi karena pola hidup yang bebas hingga
berdampak pada kesehatan tubuh (Mustakim, 2009).
Menurut Dermawan D & Rahyuningsih, T (2010), menyatakan Gastritis bukanlah
penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang mengacu pada peradangan lambung.
Biasanya peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi bakteri yang dapat
mengakibatkan borok lambung yaitu Helicobacter Pylory dan merupakan satu-satunya
bakteri yang hidup di lambung. Keluhan Gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan
banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita Gastritis
kronis selama bertahun-tahun pindah dari satu dokter ke dokter yang lain untuk mengobati
keluhan Gastritis tersebut. Berbagai obat-obatan penekan asam lambung sudah pernah
diminum seperti antasida, namun keluhan selalu datang silih berganti.

Faktor etiologi Gastritis adalah asupan alkohol berlebihan (20%), merokok


(5%),makanan berbumbu (15%), obat-obatan (18%) dan terapi radiasi (2%). Gastritis sering
dianggap penyakit ringan, namun dapat menyebabkan kekambuhan gastritis hingga
kematian. Beberapa faktor predisposisi dalam munculnya kekambuhan gastritis adalah
karakteristik responden, stress psikologis, perilaku konsumsi dan pola makan (Rahmawati,
2010).
Menurut penelitian Maulidiyah (2011), terdapat hubungan yang bermakna antara
kebiasaan makan dengan kekambuhan penyakit gastritis. Menurut Putri dkk (2010), ada
hubungan antara pola makan dengan timbulnya gastritis.
Bila penyakit gastritis ini terus dibiarkan, akan berakibat semakin parah dan
akhirnya asam lambung akan membuat luka-luka (ulkus) yang dikenal dengan tukak
lambung. Bahkan bisa juga disertai muntah darah. Menurut penelitian Aprianto (2009),
gastritis yang tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan komplikasi yang mengarah
kepada keparahan.yaitu kanker lambung.
Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan
Negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil presentase angka kejadian gastritis di dunia.
Dimulai dari Negara yang kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu Amerika dengan
presentase mencapai 47% kemudian di ikuti oleh India dengan presentase mencapai 43%,
lalu dibeberapa negara lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada
35%, Perancis 29,5% dan Indonesia 40,85%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah
di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa
penduduk. Menurut Maulidiyah dan Unun (2006), angka kejadian infeksi Gastritis pada
beberapa daerah di Indonesia menunjukkan data yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari

Dinas Kesehatan Kota Manado pada Tahun 2012 menurut urutan besar penyakit di
Puskesmas, gastritis menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita sebesar 10.260 orang.
Sedangkan berdasarkan survey awal di Puskesmas Wonasa, Gastritis menempati urutan ke 6
dari 10 besar penyakit menonjol. Jumlah kunjungan dengan keluhan gastritis di Puskesmas
Wonasa pada Tahun 2012 sampai bulan februari 2013 adalah 636 pasien.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan Pola makan
pasien dengan Kejadian Gastritis Di Wilayah kerja Puskesmas Wawonasa.

B.

Rumusan Masalah.
1. Bagaimanakah pola makan pasien dengan kejadian Gastritis di wilayah kerja
2.

Puskesmas Wawonasa?
Bagaimanakah hubungan pola makan pasien dengan kejadian Gastritis di wilayah kerja
Puskesmas Wawonasa?

C.

Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Diidentifikasi hubungan pola makan pasien dengan kejadian Gastritis di
Puskesmas Wawonasa.
2.

Tujuan Khusus :
a. Diketahui pola makan pasien tentang kejadian Gastritis di wilayah kerja
b.
c.

Puskesmas Wawonasa.
Diketahui kejadian gastritis di wilayah kerja Puskesmas Wawonasa.
Diketahui hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di wilayah kerja
Puskesmas Wawonasa.

D.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari peneliti adalah untuk :
1.

Institusi Pendidikan

Menambah referensi tentang asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan


kejadian Gastritis. Mengetahui tingkat kemampuan dan cara untuk mengevaluasi materi
yang telah diberikan kepada mahasiswa dan meningkatkan mutu pendidikan dimasa
2.

yang akan datang.


Untuk Lokasi Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sebagai bahan

3.

pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas.


Untuk Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti
sebagai referensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Teori Pola Makan


1. Pengertian Pola Makan
Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan
makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu
kelompok masyarakat tertentu (Harna,2009).
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis
makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi,
mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).
2.

Pola Makan terdiri dari :


a. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari baik kualitatif dan
kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung
tergantung sifat dan jenis makanan. Jika dirata-rata, umumnya lambung kosong
antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya
lambung.
Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan
malam secukupnya saja, untuk memenuhi energi dan sebagian zat gizi sebelum tiba
makan siang. Lebih baik lagi jika makanan ringan sekitar pukul 10.00. Menu
sarapan yang baik harus mengandung karbohidrat, protein dan lemak, serta cukup
air untuk mempermudah pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi. Pilihlah

menu yang praktis dan mudah di siapkan dan usahakan untuk makan pagi karena
penting dan mempersiapkan energi dalam beraktivitas dalam sehari.
b. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna,
dan serap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara unuk menghilangkan rasa
bosan. Sehingga mengurangi selera makan. Menyusun hidangan seha memerlukan
keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi
bahan makanan yang memperhitung dengan tepat akan memberikan hidangan sehat
baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik pengolahan makanan adalah guna
memperoleh intake yang baik dan bervariasi.
c. Tujuan Makan
Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh
energi yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak,
mengatur metabolism ubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit.
d. Fungsi Makanan
Manfaat makanan bagi mahluk hidup, termasuk manusia antara lain :
1)

Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh disamping

2)

memperbaiki bagian tubuh yang rusak.


Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak dan
bekerja.

3)

Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman yang berarti


mempunyai dampak posiif terhadap kesehatan. Dengan demikian, kecukupan
akan makanan mempunyai arti biologis dan psikologis.
e. Cara pengolahan makanan
Dalam menu Indonesia pada umumnya makanan dapa diolah dengan cara
sebagai berikut :

1)

Merebus (Boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu


cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panic sampai mencapai titik
didih (100C).
Memasak (braising) adalah cara memasak makanan dengan menggunakan

2)

sediki cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan teknik ini adalah
daging.
Bumbu-bumbuan (Simmering), hamper sama dengan mengukus tapi setelah

3)

dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu. Agar zat-zat gizi yang
terdapat dalam makanan tidak banyak rusak atau hilang, makanan sebaiknya
diolah dengan cara sebagai berikut :
a) Memasak lebih dekat dengan waktu makan.
b) Menggunakan api kecil atau memasak dengan cepat (Pressure cooker).
c) Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa dipotongpotong terlebih dahulu.
d) Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu terlalu lama
karena kandungan zat gizinya akan lebih banyak hilang.
f.

1)

Jumlah (porsi) Makanan


Jumlah atau porsi merupakan suau ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) standar bagi remaja antara lain :
Makanan pokok

Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie instant. Jumlah atau
porsi makan pokok antara lain nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant
unuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.
2)

Lauk pauk
Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani,
jumlah atau porsi makanan antara lain daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50
gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 50 gram (dua potong).

3)

Sayur
Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain :
sayur 100 gram.

4)

Buah
Buah adalah suatu hidangan yang disajikan setelah makanan yang
fungsinya sebagai pencuci mulut, jumlah atau porsi buah ukuran buah 100
gram, ukuran potongan 75 gram.

5)

Makanan selingan
Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu makan
pagi, makan siang maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk makanan selingan
tidak terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau banyak).

6)

Minuman
Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolism tubuh, tiap
jenis minuman berbeda-beda pada umumnya jumlah atau ukurannya untuk air

putih dalam sehari lima kali atau lebih per gelas (2 liter perhari), sedangkan
susu 1 gelas (200 gram).
3.

4.

Pantangan Makanan bagi penderita sakit Gastritis


a. Hindari makanan yang banyak mengandung gas. Seperti lemak, sawi, kol, nangka,
b.

pisang ambon, kedondong, buah yang kering san minuman bersoda.


Hindari makanan yang merangsang keluarnya asam lambung. Seperti kopi,

c.

minuman beralkohol 5-20%, anggur putih dan buah stratus.


Hindari makanan yang sulit dicerna yang membuat lambung lambat kosong

d.

misalnya : makanan berlemak, kue tart, keju.


Hindari makanan yang merusak dinding lambung. Seperti cuka, pedas, merica dan

e.

bumbu yang merangsang.


Hindari makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah. Seperti alkohol,

f.

coklat, makanan tinggi lemak dan gorengan.


Hindari beberapa sumber karbohidrat. Seperti beras ketan, mie, bihun, jagung,

singkong, tales, serta dodol.


Pola Makan Sehat
a. Makanlah sesuai waktu
b. Biasakan membawa bekal makan dari rumah. Selain menghemat uang jajan,
membawa makan siang dari rumah akan menghemat waktumu dengan tidak perlu
mengantri di outlet makanan.
c. Pilih makanan yang dipanggang atau rebus, bukan digoreng. Di bandingkan
makanan yang dipanggang atau rebus, makanan yang digoreng mempunya 50%
kalori atau lemak lebih banyak.
d. Kurangi fastfood. Makansekali-kali boleh, tetapi jaga porsinya dan hindari fastfood
berukuran besar. Kalori dalam fastfood berukuran besar akan ditumpuk menjadi
lemak dan mengakibatkan naiknya berat badan. Kebanyakan fastfood juga kaya
akan lemak jenuh, gula, garam, dan kurang nutrisi penting vitamin dan mineral.

e. Mengemil dengan sehat. Salah sau cemilan sehat adalah buah dan sayur. Selain
kaya serat, buah san sayur mengandung vitamin dan mineral yang baik untuk
f.

kesehatan. Supaya tidak bosan, variasikan dengan yogurt buah, jus, atau salad.
Makan nutrisi yang cukup dan seimbang. Selain karbohidrat (nasi, roti, pasta), juga
konsumsi protein (daging ayam tanpa kulit, daging sapi tanpa lemak), lemak (ikan,
kacang, salad dressing rendah lemah, alpukat), juga buah dan sayur dalam jumlah

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.


g. Hindari soft drink. Minuman ini tidak mengandung vitamin, mineral, protein atau
serat. Daripada minum soft drink dengan hanya mendapakan asupan karbohidrat,
lebih baik minum susu dengan kandungan nutrisi yang lebih baragam, terutama
nutrisi kalsium yang baik untuk pertumbuhan dan kesehatan tulang.
B.

h.
Teori Gastritis
1. Definisi Gastritis
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan
ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung samapai terlepasnya epitel
mukosa superfisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran
pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada
lambung (Sukarmin, 2012).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2008), gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif
mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Surantum (2010),
gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit maag atau sakit
ulu hati ialah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan
yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin,
refluks empedu atau terapi radiasi (Yuliarti, 2009).
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu
peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi,
infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu
banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya gastritis.

2.

Klasifikasi Gastritis
Menurut Mustakim (2009), gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :
a.

Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan dan dapat
disembuhkan atau sembuh sendiri merupakan respon mukosa lambung terhadap
berbagai iritan local. Endotoksin, bakteri , alcohol, kafein dan aspirin merupakan
agen-agen penyebab yang sering, obat-obatan lain seperti NSAID juga terlibat.
Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka, lada, atau mustard dapat
menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.

b.

Gastritis Kronik
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai
dengan kehilangan sel pametel dan cref cell. Gastritis kronis diduga merupakan
predisposisi timbulnya tukak lambung akut karsinoma. Insiden kanker lambung
khususnya tinggi pada anemia pernisiosa. Gejala gastritis kronis umumnya
bervariasi dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh, anoreksia, dan distress
epigastrik yang tidak nyata.

3.

Penyebab Gastritis
a. Pola Makan
Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola
makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah
makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.

b. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari. Secara alamiah
makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai
usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika
rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun
menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit
gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda
pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga
timbul rasa nyeri .

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu
dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa
dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan
lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat
makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan
berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri
di sekitar epigastrium.
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk
beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan
sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut
menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala
tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar.

c. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna,
dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Sitorus, 2009).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan
muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.Bila
kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu

selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada


lambung yang disebut dengan gastritis.
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok.
Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang
masih mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim
atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena
lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan
lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya.Akibatnya, isi lambung dan
asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum
diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa
panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Smelter, 2008).

d. Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan.Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah
benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh (Santoso, 2008). Jika
konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan
menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat
menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding
lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka
pada lambung.
e. Kopi

Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai
jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam
nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang
lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan
yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering
minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang
yang memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung
biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar
kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
f.

Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya. MD, dalam buku The Miracle of Enzyme
menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih
dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis.
Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh
bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau
menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan
bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang
menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan
mudah teroksidasi.
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi
terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi
lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih

kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan


proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin
menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada
membran mukosa usus.
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah
berubah menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein
mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan
sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan
orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus
peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung.
g. Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.Dalam
sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti
racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya
seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol,
perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene,
urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain
nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun
lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan
(Yanti, 2008).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup
esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam
lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan

cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat


sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga
mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obatobatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal
tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada
mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan
sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan
berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori.Merokok juga
dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan
tukak peptic.
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan
bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung
(Dermawan, 2010).
h. Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi
yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan
seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan
mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia,
yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter,
2008).
i.

Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan
kemampuannya sebagai pelarut lipida.Kemampuannya melarutkan lipida yang

terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut.Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun.Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman
keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol.
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah
lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol
dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga
kerusakan lambung.Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam
lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah
banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.
j.

Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid.


Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, asam mefenamat,
aspilets dalam jumlah besar dapat memicu kenaikan produksi asam lambung yang
berlebihan sehingga mengiritasi asam lambung karena terjadinya difusi balik ion
hidrogen ke epitel lambung. Selain itu obat ini juga dapat mengakibatkan
kerusakan langsung pada epitel mukosa karena dapat bersifat iritatif dan sifatnya
yang asam dapat menambah derajat keasaman pada lambung (Sukarmin, 2012).

k. Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis
dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan
bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih
cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada
orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih

berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik,
terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
4.

Manifestasi Klinik
Gejala penyakit gastritis yang biasa terjadi adalah :
a. Mual dan muntah
b. Nyeri epigastrum yang timbul tidak lama setelah makan dan minum unsur-unsur
yang dapat merangsang lambung ( alkohol, salisilat, makanan tercemar toksin
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

stafilokokus )
Pucat
Lemah
Keringat dingin
Nadi cepat
Nafsu makan menurun secara drastis
Suhu badan meningkat
Sering bersendawa terutama dalam keadaan lapar
Rasa seperti terbakar di dalam perut
Diare
Perasaan kenyang atau begah
Kelelahan yang teramat sangat dan tidak wajar
Sedangkan beberapa gejala yang tidak terlalu sering ditemui pada gastritis

adalah:

5.

a. Adanya darah pada muntahan anda


b. Ditemukannya darah pada feses atau tinja
c. Feses/tinja yang berwarna hitam
Pencegahan Gastritis
Agar kita terhindari dari penyakit gastritis, sebaiknya lakukan pencegahan
gastritis dibawah ini:
a. Mengatur pola makan yang normal dengan memilih makanan yang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur.

seimbang

b. Batasi atau hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Tingginya konsumsi


alkohol dapat mengiritasi atau merangsang lambung bahkan menyebabkan
terkelupas sehingga terjadi peradangan-pendarahan di lambung.
c. Makanan sebaiknya lunak, mudah di cerna, makan dengan porsi kecil tapi sering
dan sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam.
d. Jangan merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Karena orang
yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulcer. Merokok juga akan
meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan, dan meningkatkan resiko
kanker lambung.
e. Bila harus mengkonsumsi obat karena suatu penyakit, sebaiknya menggunakan obat
sesuai dosis yang benar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
f. Hindari stress dan tekanan emosi yang berlebihan karena dapat mempengaruhi kerja
6.

lambung
Penatalaksanaan Gastritis
Menurut Suyono (2008), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah
dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering.Obatobatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2
inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai
sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan
resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat
yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan
dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4.
Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.

Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan
klinis yang berat.Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan
yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan
si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien
biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi,
embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomisebaiknya dilakukan hanya
atas dasar abolut.
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel
kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa
mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori
tipe A (altrofik atau fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai.
Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi
Helicobacter Pylory. Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis
alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi
anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini
harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi
yang sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,
mengurangi dan memulai farmakoterapi. Apabila penyebabnya adalah Helicobacter
Pylory dapat diatasi dengan antasida, obat Pompa Proton Inhibitor (PPI), yang bekerja

mengurangi jumlah asam lambung dan antibiotik seperti Amoxicillin dan Klaritromisin
untuk membunuh bakteri. Infeksi ini dapat menyebabkan kanker ata ulkus di usus
(Dermawan, 2010).

C.

Hubungan pola makan dengan kejadian Gastritis.


Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga lambung
menjadi sensitive bila asam lambung meningkat. Pola makan yang baik dan teratur
merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif
dalam mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan
makanan sebagai upaya unuk memperbaiki kondisi pencernaan. Terjadinya gastritis dapat
disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur yaitu frekuensi makan, jenis makan, dan
jumlah makanan. Pola makan yang baik mencegah terjadinya gastritis. Pada kasus gastritis,
frekuensi makan yang diperbanyak, tapi jumlah makanan yang dimakan tidak banyak.
Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung. Konsumsi jenis makanan
yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, pada akhirnya kekuatan dinding lambung
menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada lambung (Uripi, 2008).

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
Hubungan Pola Makan Pasien dengan kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa
A.

Kerangka

Konsep

Kerangka Konsep ini menggunakan model sistem yakni menggunakan variabel independen dan
variabel

dependen.

Variabel

Pola

Independen

Variabel

Makan

Kejadian

- Frekuensi makan

Karakteristik Individu

- Jenis makanan

Umur

- Waktu Makan

Jenis Kelamin

- Jumlah makanan

Dependen

Pendidikan
-

Gambar

3.1
Kejadian

B.

Kerangka

Gastritis

Konsep

Gastritis

Hipotesis

di

Hubungan
Wilayah

Pola
Kerja

Makan

Pekerjaan

Pasien

Puskesmas

Penelitian

dengan
Wawonasa

Ho :

Tidak ada hubungan Pola makan pasien dengan kejadian gastritis di

Puskesmas

wilayah kerja
Wawonasa.

Ha : Ada hubungan Pola makan pasien dengan kejadian Gastritis di wilayah kerja Puskesmas
Wawonasa.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional study.

B.

Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesamasa Wawonasa.
2. Waktu Penelitian
Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April samaapai Mei 2013.

C.

Populasi, Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Wawonasa dengan jumlah 65 orang.
2. Sampel
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah subjek yang diambil dari
populasi yang memenuhi kriteria insklusi yang diambil dengan metode total sampling.
Jumlah sampel sebanyak 65 orang.

D.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi


1. Kriteria Inklusi :

a. Pasien yang bersedia menjadi responden.


b. Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Wawonasa.
2. Kriteria Eksklusi :
a. Pasien yang buta huruf.
b. Pasien dalam keadaan tidak sadar .
E.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
a. Variabel Independen
Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pola makan
pasien.
b. Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kejadian Gastritis.
2. Definisi Operasional
Tabel. 4.1 Definisi Operasional Penelitian Hubungan pola makan pasien dengan
kejadian Gastritis di wilayah kerja Puskesmas Wawonasa.

Variabel INDEPENDEN: Pola Makan


Definisi operasional : Menggambarkan frekuensi makan, jenis makanan, , waktu makan, dan
jumlah makanan responden.
Alat ukur : Kuesioner
Skala Ukur : Nominal
Skor :
Baik : nilai 15
Kurang: nilai < 15
DEPENDEN : Kejadian Gastritis
Definisi operasional :Suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan
oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu
banyak,cepat, telat makan,makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas.
Alat ukur : Kuesioner

Skala Ukur : Nominal


Skor :
- Terjadi Gastritis
- Tidak terjadi Gastritis

F.

Instrumen

Penelitian

Instrumen yang dipakai pada penelitian ini berbentuk kuesioner. Kuesioner penelitian ini
terdiri dari 10 pertanyaan tentang pola makan dan 5 pertanyaan untuk kejadian gastritis yang
menggunakan skala Guttman dengan jawaban Ya atau Tidak. Untuk jawaban Ya diberi
nilai

2,

bila

jawaban

Tidak

diberi

nilai

1.

Sebelumnya peneliti membuat inform concent (persetujuan) terlebih dulu kepada responden
bahwa responden bersedia akan dilakukan penelitian setelah responden setuju baru peneliti
membagikan kuisioner tersebut yang berisi daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis.

G.

Pengolahan

1.
Apabila

dan

Analisa

Data

Pengolahan
data

telah

terkumpul

maka

tahap

Data
berikutnya

adalah

mengorganisir

atau

mengklarifikasikan data tersebut guna tujuan penelitian.Proses pengolaan data ini meliputi
editing,

coding,

entry,

a.

dan

cleaning.

Editing

Kegiatan ini merupakan kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner yang telah di isi
oleh rsponden meliputi: Kelengkapan, isian, kejelasan jawaban dan tulisan, relevansi jawaban
dengan

pertanyaan

isian

dan

kekonsistensian

jawaban.

b.

Coding

Bentuk kegiatan dari Coding adalah merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang
berbentuk angka. Hal utama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah memberikan kode
untuk

jawaban

yang

c.

diberikan

oleh

responden

peneliti.

Entry

Kegiatan Entry adalah melakukan pemasukan data yang suda di kode terlebih dahulu di
komputer.
d.

Cleaning

Kegiatan Cleaning adalah melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data masuk.
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika pemasukan data.
e.

Tabulasi

langsung

Adalah sistem pengolahan data langsung yang di tabulasi olehe kuesioner. Ini juga metode paling
sederhana apabila di bandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi ini dilakukan dengan
memasukan data dari kuesioner ke dalam kerangka tabel yang telah di siapkan, tanpa proses
perantara lainnya. Tabulasi langsung biasanya di kerjakan dengan system tally yaitu cara
menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain adalah kuesioner di
kelompokan menurut jawaban yang telah ditentukan, kemudian dihitung jumlahnya lalu
dimasukan kedalam tabel yang telah disiapkan. Dengan cara ini kemungkinan salah karena lupa
dapat diatasi. Kelemahan ini adalah pengaturannya menjadi rumit apabila jumlah klasifikasi dan
sampelnya
6.

besar.
Komputer.

Untuk mengolah data dengan komputer, peneliti perlu terlebih dahulu menggunakan program
tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah disiapkan secara khusus dapat

ditambahkan bahwa dalam ilmu-ilmus sosial banyak sekali digunakan program SPSS 17.0
( Statistical Program For Social Science). Dengan menggunakan program tersebut dapat
dilakukan

tabulasi

2.

sederhana.

Analisa

a.

Analisa

Data
univariat

Bertujuan untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel yang di teliti yaitu karekteristik
responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pola makan, dan kejadian gastritis.
b.

Analisa

bivariat

Bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent
melalui uji chi square. Uji ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independent
yaitu pola makan dengan variabel dependent yaitu kejadian gastritis, dengan tingkat
kemaknaan

(=0,05). Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square menggunakan

program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution).

H.

Etika

Etika
1.

Penelitian

penelitian
Informed

Consent

meliputi
(informasi

untuk

:
responden)

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Tujuan informed consent adalah memberikan penjelasan pada calon
responden mengenai maksud dan tujuan penelitian serta memberikan gambaran mengenai
dampak yang akan diterima dalam menjadi responden penelitian. Jika calon responden bersedia

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden tidak bersedia
maka

peneliti

2.

harus

menghormati

Anomity

hak

calon

responden.

(Tanpa

Nama)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan penggunaan subjek peneltian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode

pada

lembar

pengumpulan

3.

data

atau

Confidentiality

hasil

penelitian

yang

akan

disajikan.

(Kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Analisa
a.

Univariat
Umur

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan umur di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa Tahun
2013

Kejadian
Umur

Gastritis
f

20 30

24

60

13

52

31 40

12,5

12

41 50

12,5

24

> 50

15

12

Total

40

100

Gastritis
Tidak

Gastritis

25

100

Tabel 5.1 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan golongan umur. Hasil


menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan kejadian gastritis berada pada kelompok
yang

berumur

20-30

tahun

b.

sebanyak

24

orang

Jenis

(60%).

Kelamin

Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa

Tahun

2013

Kejadian
Jenis

Kelamin
f

Gastritis
f

Tidak

Gastritis

Laki-laki

14

35

32

Perempuan

26

65

17

68

Total

Gastritis

40

100

25

100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang mengalami gastritis

berdasarkan jenis kelamin, paling banyak pada responden yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak

26

orang

(65%).

c.

Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa
Tahun

2013
Kejadian Gastritis

Pendidikan

Gastritis
f

SD

10

SLTP

7,5

24

26

65

14

56

DIII

S1

7,5

SMA/SMK

S2
Total

Gastritis

2
40

Tidak

5
100

0
25

100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang mengalami gastritis
berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar berada pada kelompok dengan tingkat pendidikan
SMA/SMK

d.

sebanyak

26

orang

(65%).

Pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa

Tahun

2013

Kejadian Gastritis
Pekerjaan

Gastritis
f

PNS

Wiraswasta

12

30

36

Mahasiswa

11 27,5

IRT

10

25

11 44

12,5

Tiada

Tidak

Gastritis

16

Total

40

100

25

100

Tabel 5.4 memperlihatkan menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang


mengalami gastritis berdasakan pekerjaan paling banyak berada pada kelompok yang bekerja
sebagai

e.

wiraswasta

dengan

jumlah

responden

Pola

sebanyak

12

orang

(30%).

Makan

Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan Pola Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa
Tahun

2013

Kejadian Gastritis

Pola

Makan

Gastritis
f

Baik

13 32,5

18

72

Tidak

Kurang

27

Total

67,5
30

Gastritis

7
100

28
30

100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 40 responden yang mengalami gastritis, 27 orang (67,5%)
yang pola makannya Kurang Baik dan 13 orang (32,5%) yang pola makannya baik. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa responden yang mengalami gastritis sebagian besar memiliki pola makan
kurang

baik

dibandingkan

f.

dengan

pola

makan

yang

Kejadian

baik.

Gastritis

Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa Tahun 2013

Kejadian Gastritis

Gastritis

40

61,5

Tidak
Total

Gastritis

25
65

38,5
100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa 65 responden yang diteliti, responden yang gastritis sebanyak 40
orang (61,5%) dan yang tidak gastritis sebanyak 25 orang (38,5%). Jadi, dapat disimpulkan

mayoritas responden lebih banyak mengalami gastritis pada pasien yang berada di wilayah kerja
Puaskesmas Wawonasa.
Analisa

Bivariat

Untuk mengetahui hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di wilayah kerja
Puskesmas

Wawonasa,

Tabel

Hubungan

5.7

maka

pola

dilakukan

makan

analisa

pasien

bivariat

dengan

kejadian

sebagai

gastritis

berikut.

di

wilayah kerja Puskesmas Wawonasa


Pola Makan

Gastritis

Total

p value

Ya
n

Tidak

Kurang Baik

27 67,5

28

34

52,3

Baik

13

18

72

31

47,7

Total

32,5
40

61,5

25

38,5

0,02

65

100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang
memiliki pola makan kurang baik sebanyak 27 orang (67,5%) dibanding pada responden yang
memiliki pola makan baik yaitu sebanyak 13 orang (32,5%). Berdasarkan hasil analisis statistik
diperoleh nilai p=0,02 yakni lebih kecil dibandingkan 0,05. Hal ini berarti, bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien di wilayah
kerja Puskesmas Wawonasa.

B.

PEMBAHASAN

1.

Hubungan

Pola

Makan

dengan

Kejadian

Gastritis

Dari hasil analisis hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis adalah dari 40
responden yang menderita gastritis terdapat 27 orang (67,5%) dengan pola makan kurang baik
dan

13

orang

(32,5%)

yang

memiliki

pola

makan

baik.

Pada penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan pasien dengan kejadian
gastritis dengan nilai p= 0,02. Responden dengan pola makan yang kurang baik lebih banyak
mengalami gastritis sebanyak 27 orang (67,5%) dibanding dengan responden yang memiliki pola
makan

baik

sebanyak

13

orang

(32,5%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rona, dkk (2010) tentang Hubungan Pola Makan
dengan Timbulnya Gastritis pada Pasien di Universitas Muhammadiyah Malang Medical Center
( UMC ) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan timbulnya gastritis
(p=0,009). Selain itu, penelitian Rahmi K. (2011) tentang Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Gastritis pada pasien yang berobat jalan di Puskesmas Gulai Bancah Bukit
Tinggi juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan gastritis (p=0,000).
Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan Purtiantini (2012) tentang hubungan
pola makan mahasiswa kedokteran angkatan 2010 dengan kejadian penyakit Gastritis di FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara pola makan
dengan penyakit gastritis (p=0,007). Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian
Zilmawati (2009) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan
terjadinya

gastritis

(p=0,028).

Namun, hasil tersebut bertentangan dengan penelitian Dedi Sulaiman tentang Hubungan antara
pola makan dengan penyakit gastritis pada mahasiswa indekos Di STIKES Payung Negeri
dikelurahan Labuh Baru Kecamatan Payung Sekaki Pekanbaru (2012) yang menunjukkan bahwa

tidak

ada

hubungan

antara

pola

makan

dengan

kejadian

gastritis

(p=0,049).

Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang
dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat
tertentu

(Harna,

2009).

Dalam penelitian Rahmi. K (2011) dijelaskan bahwa Gastritis umumnya terjadi akibat asam
lambung yang tinggi atau terlalu banyak makan makanan yang bersifat merangsang diantaranya
makanan yang pedas dan asam. Pola makan tidak teratur juga dapat menyebabkan penyakit
gastritis, bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam maka asam lambung yang diproduksi
semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan
rasa nyeri di sekitar epigastrium. Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pola makan
merupakan

faktor

yang

sangat

berpengaruh

terhadap

terjadinya

penyakit

gastritis.

Pada kasus gastritis, frekuensi makan yang diperbanyak, tapi jumlah makanan yang dimakan
tidak banyak. Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung. Konsumsi jenis
makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, pada akhirnya kekuatan dinding
lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada lambung (Uripi,
2008).
Pada penelitian lainnya menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara pola makan dengan
kejadian gastritis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang lebih
berpengaruh hingga terjadinya penyakit gastritis seperti merokok, stres, umur dan lain-lain.
Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di
wilayah kerja Puskesmas Wawonasa dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pola
makan kurang baik dapat menyebabkan terjadinya gastritis dibandingkan dengan responden yang
berpola makan baik dan responden yang mempunyai pola makan kurang baik lebih banyak

ditemukan

pada

responden

yang

menderita

gastritis.

Hal ini berarti Pola makan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kejadian gastritis.

BAB

VI

PENUTUP

A.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian

Gastritis
1.

di

Wilayah

Kerja

Puskesmas

Wawonasa,

dapat

disimpulkan

bahwa

Diketahui terdapat 27 responden (67,5%) yang mengalami gastritis dengan pola makan

kurang baik dan 18 responden (72%) tidak mengalami gastritis dengan pola makan baik pada
pasien
2.

di

Wilayah

Kerja

Puskesmas

Wawonasa.

Diketahui terdapat 40 responden (61,5%) yang mengalami gastritis dan 25 responden

(38,5%) orang yang tidak mengalami gastritis pada pasien di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa.
3.

Ada Hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien di

Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa.

B.
1.

Saran
Bagi

Institusi

Pendidikan

Semoga penelitian ini dapat menambah referensi tentang asuhan keperawatan khususnya
pada pasien dengan kejadian Gastritis serta bisa meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang
akan

datang.

2.

Bagi

Lokasi

Penelitian

Semoga hasil penelitian ini bisa menjadi bahan masukan untuk dapat meningkatkan
pengetahuan dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sebagai
bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas.
3.

Bagi

Penelitian

Selanjutnya

Hasil penelitian ini semoga bisa memberikan acuan untuk peneliti selanjutnya agar dapat
melakukan penelitian lebih mendalam tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian
gastritis.

DAFTAR

PUSTAKA

Aprianto (2009). Faktor Risiko Gastritis

pada pasien di Rumah Sakit Umum

Daerah Lubuan Baji dan Rumah Sakit Pelamonia Tinkat II Kota Makassar
Tahun

Baughman,

D.

(2011)

2009.

Keperawatan

medikal

Makassar.

bedah.

Jakarta

EGC.

Dedi .S (2012) : Hubungan antara pola makan dengan penyakit gastritis pada
mahasiswa

indekos

Di

STIKES

Kecamatan

Payung

Payung

Negeri

dikelurahan

Sekaki

Labuh

Baru

Pekanbaru

Dermawan, D & Rahyuningsih, T. (2010). Keperawatan medikal bedah (Sistem


Pencernaan).

Eridha,

N.

pada

(2009).

Yogyakarta:

Gambaran

mahasiswa

S1

pengetahuan

Fakultas

Goysen

dan

perilaku

Keperawatan

pencegahan

USU.

Sumatera

publishing.

Skripsi.

gastritis

Universitas

Utara

Medan

Erna. (2010) : Hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di
SMKN

Harna.(2009)

Pola

bab1.pdf.

Maulidiyah

U.

06

Makan

Diakses

(2011).

Terjadinya

www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair

pada

Hubungan

Kekambuhan

Sehat.

Antara

Penyakit

Padang.

tanggal

Stres

dan

Gastritis.

12

maret

Kebiasaan

Makan

Dari

2013

dengan

http://adln.lib.unair.ac.id/.

Jakarta

Mila, K. (2011) ; faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis pada


pasien

di

wilayah

kerja

Puskesmas

Kedungmundu

Semarang.

Mustakim. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta

Nazir,

ABD

dkk.

(2011).

Notoadmodjo, S (2002) ;

Buku

Ajar

Metodologi

Kesehatan.

Yogyakarta

Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta.

Oktavia, P. (2011) ; Hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan


gastritis

pada

pasien

di

rumah

sakit

Wismarini

Pringsewu:

Lampung

Okviani, W. (2011) . Pola Makan Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-.


Diakses

tanggal

11

Maret

2013

Potter, Patricia A. (2008). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses


dan

Praktek:

EGC.

Jakarta

Purtiantini. (2012) : Hubungan pola makan mahasiswa kedokteran angkatan 2010


dengan kejadian penyakit Gastritis di FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Putri

RSM,
Timbulnya

Agustin

H,

Gastritis

Wulansari.(2010)
pada

Pasien

di

Medical

Hubungan

Universitas

Pola

Makan

Muhammadiyah

dengan
Malang
Center.

Rahmi, K. (2011) ; Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Gastritis


pada

Rona,

pasien

yang

dkk.(2010).

Pasien

di

berobat

Hubungan

Universitas

jalan

Pola

di

Puskesmas

Makan

Muhammadiyah

dengan

Malang

Gulai

Bancah.

Timbulnya
Medical

Bukit

Gastritis

Center

Tinggi

pada

UMC

).

Malang

Santoso,S.(2008).Kesehatan

Sitorus,

R.

(2009).

Smelter,S.C.(2008).

Sugiyono

(2012):

dan

Makanan

Sehat

dan

Keperawatan

Metode

Penelitian

gizi.Jakarta:RinekaCipta.

Bergizi.

CV.Yrama

medikal

Kuantitatif

Widya,

bedah.

dan

Kualitatif

Bandung

Jakarta:EGC

dan

Alfabeta.

&

D.

Bandung

Sukarmin. (2012) ; Keperawatan pada sistem pencernaan.

Pustaka Pelajar.
Yogyakarta

Sulastri. (2012) ; Gambaran Pola Makan penderita Gastritis


Puskesmas

Kampar

Kiri

di wilayah

Hulu.Kampar

kerja
Riau

Suratum, (2010) :

Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.

Trans

Suyanto,

(2011)

Info

Metodologi

dan

Medika.

Suyono,

Uripi.

Medika,

Aplikasi

Jakarta

Penelitian

Bandar

Keperawatan.

Nuha

Lampung

S.

(2008).

Ilmu

Penyakit

Dalam.

(2008).

Menu

Untuk

Penderita

Hepatitis

Balai

dan

Penerbit

saluran

FKUI,

Jakarta

Pencernaan.

Jakarta:

Puspa

Warianto,

Yanti,

R.

Chaidar.

(2011).

(2008).

Unflamatory

Minum

Pengaruh
Drugs

Kopi

Kebiasaan

(NSAID)

dan

Puskesmas

Yuliarti

Zilmawati
pada

(2009).

R.(2009)
Mahasiswa

Maag

Swara.

Bisa

Berakibat

Merokok,
Kopi

Konsumsi

terhadap

Mulyorejo

Kenali,

Faktor-Faktor
Tingkat

IV

Baiturrahmah Padang [Skripsi]. Padang.

dan

Berhubungan

Fakultas

Non

Kejadian

Pencernaan.

Steroid

Anti

Gastritis

di

Surabaya.

Hindari

yang

Gangguan

Kesehatan

Obati.

dengan

Andi.

Yogyakarta

Gejala

Masyarakat

Gastritis

Universitas

Anda mungkin juga menyukai