Anda di halaman 1dari 62

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP

ASI)DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA USIA 12-24 BULAN DI
KELURAHAN MOYAG KECAMATAN
KOTAMOBAGU TIMUR

SKRIPSI
DEANDRA THERESIA KUMONTOY
18061007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Stunting (pendek) merupakan gangguan pada pertumbuhan anak yang
terjadi akibat defisiensi nutrisi dalam waktu yang cukup lama. Balita stunting
pada umumnya kelihatan memiliki panjang badan yang normal namun
sebenarnya panjang badannya lebih pendek jika dibandingkan dengan standar
usianya. Seorang anak dikatakan pendek jika indeks tinggi badan menurut umur
diukur berdasarkan perhitungan yang sudah ditetapkan World Health
Organization (WHO) yaitu: Z-score kurang dari -2 standar deviasi (SD) dan
jika -3SD akan dikategorikan sangat pendek (Kementerian Kesehatan, 2020).
Stunting pada umumnya tidak menular namun dapat memberikan dampak
yang buruk bagi anak. Balita stunting akan mengalami penurunan produktivitas
pada usianya dimana kemampuan kognitif, motorik dan verbal mengalami
penurunan serta biaya kesehatan yang meningkat (WHO, 2017). Gangguan ini
dimulai pada saat kehamilan dan baru akan kelihatan pada saat usia anak 24
bulan (Erik etal., 2020). Oleh karena itu pada masa ini gizi yang menjadi
peranan penting harus menjadi prioritas utama dalam pemenuhan kehidupan ibu
dan anak.
Berdasarkan data dari United Nations Children’s Fun (UNICEF), WHO,
World Bank Group dalam edisi Joint Child Malnutrition Estimates 2021, angka
kejadian stunting di dunia masih terdapat 149,2 juta atau sekitar 22,0% anak-
anak mengalami keterbelakangan pertumubuhan atau stunting. Presentase balita
yang terkena stunting di dunia dari tahun 2000 sampai 2020 mengalami
penurunan sebanyak 11,1% yang awalnya tahun 2000 sebesar 33,1% atau
sekitar 203,6 juta. Pada tahun 2020 sebanyak 21,8% balita pendek di Asia. Di
Asia Selatan terdapat 30,7%, Asia Barat 13,9%, Asia tengah 10,0%, Asia Timur
4,9% dan Asia Tenggara sebanyak 27,4%.
Menurut edisi Joint Child Malnutrition Estimates pada tahun 2020,
Indonesia menduduki peringkat ke 115 dari 151 negara di dunia dengan
masalah balita pendek ini. Hasil dari prevalensi balita stunting di Indonesia
menurut hasil Studi Status Gizi Balita di Indonsia (SSGBI) pada tahun 2019
sebanyak 27,7% dan hasil Studi Status Gizi di Indonesia (SSGI) pada tahun
2021 sebanyak 24,4% jika dilihat sekilas ada penurunan dari tahun 2019 sampai
tahun 2021 namun angka ini masih jauh dengan target pemerintah terhadap
stunting. Pemerintah menargetkan pada tahun 2024 stunting mengalami
penurunan sampai mencapai angka 11,8% (Bappenas, 2019).
Menurut Direktorat Jendral Kesehatan masyarakat, gizi kurang dan gizi
buruk mengalami perbaikan dari tahun 2013, bahkan pada tahun 2018 Sulawesi
Utara sudah berada di bawah angka nasional (Kemenkes 2019). Angka hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 untuk provinsi Sulawesi Utara
beberapa data sudah berada dibawah angka nasional seperti gizi buruk 15,4%,
sementara untuk angka nasional 17,7% dan untuk angka stunting sebanyak 25%
menurut Dirjen Kirana tahun 2019. Angka stunting di provinsi Sulawesi Utara
sebesar 21,6% hasil dari prevalensi balita stunting SSGI 2021.
Berdasarkan data SSGI,Kotamobagu berada di peringkatke 6 sebanyak
25,1% . Hasil dari survei data yang peneliti dapatkan dari Unit Pelaksana
Teknis Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat (UPTD PUSKESMAS)
Kotobangun Wilayah Kotamobagu Timur terdapat 57 anak stunting. Angka ini
mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu sebanyak 85 anak
pendek. Hasil survei di Kotamobagu Timur, di beberapa kelurahan masih
terdapat beberapa anak stunting, namun yang menarik perhatian peneliti yaitu
di Kelurahan Moyag sebanyak 35 anak, yang artinya sebagian besar anak
stunting berasal Kelurahan Moyag.
Faktor yang menyebabkan kejadian stunting ada banyak hal antara lain
Pemberian MP-ASI dini dan kelengkapan imunisasi. MP-ASI merupakan
makanan dan minuman pelengkap untuk memenuhi kebutuhan gizi pada anak
dimulai pada usia 6-24 bulan atau setelah anak mendapatkan asi eksklusif 6
bulan pertama (Mufida, 2015). MP-ASI memiliki beberapa manfaat antara lain
melengkapi gizi yang tidak terpenuhi melalui ASI serta daya tahan tubuh anak
akan mulai dibentuk (Kemenkes, 2017). Anak yang mendapatkan makanan
MP-ASI yang tidak sesuai frekuensi dengan anjuran pemberiannya dan yang
tidak variatif dapat menyebabkan stunting (Loya & Nuryanto, 2017). MP-ASI
memiliki resiko menyebabkan stunting juga jika diberikan sebelum usia anak 6
bulan dikarenakan beberapa anggota tubuh belum berfungsi dengan sempurna
seperti saluran pencernaan sehingga lebih rentan mengalami penyakit Diare dan
Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) (Rahayu, 2018).
Imunisasi merupakan suatu proses pemasukan vaksin kedalam tubuh
melalui suntikan atau diminum (oral) guna untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh (Kemenkes, 2016). Anak yang mendapatkan imunisasi
lengkap sistem kekebalan tubuhnya meningkat sehingga jika virus atau bakteri
lain menyerang anak akan lebih cepat sembuh (Lupianaetal., 2018). Anak yang
tidak mendapatkan imunisasi akan mengalami keterbatasan dalam pertumbuhan
karena lemahnya sistem kekebalan tubuhnya yang lemah (Febiyanti& Wiwin,
2021). Lemahnya sistem kekebalan tubuh dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan penurunan sintesis dari growth hormon yang akan berdampak
pada penurunan pertumbuhan linear sehingga pertumbuhan anak terhambat dan
diduga dapat menyebabkan stunting (Theresia, G. N., 2020 ).
Upaya pemerintah dalam mengatasi stunting sampai tahun 2019
memberikan bantuan kepada 1.600 desa yang menjadi prioritas utama dalam
penanganan stuntingyang ada di Indonesia. Program kesehatan yang dilakukan
yang pertama, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil dan balita kurus,
surveilans gizi dan pemberian tablet tambah darah. Kedua, meningkatkan
kualitas sanitasi di lingkungan masyarakat. Ketiga menyediakan jamban dan
cuci tangan dengan menggunakan sabun dilakukan dengan menetapkan target
20 KK terlayani. Keempat, pembangunan infrastruktur.
Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
pemberian MP-ASI dan status Imunisasi dengan kejadian stunting pada Balita
usia 12-24 bulan di Kelurahan Moyag Kecamatan Kotamobagu Timur Kota
Kotamobagu. Alasan penelitian ini dilakukan kepada balita usia 12-24 bulan
agar dapat diketahui riwayat imunisasi apakah sudah lengkap atau tidak dan
dapat diketahui karakteristik dari pemberian makanan pendamping ASI.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi kelurahan Moyag dalam
mengatasi stunting dan membantu pemerintah dalam penanggulangan
pencegahan stunting.

1.2 PERTANYAAN PENELITIAN


Apakah ada hubungan yang signifikan antara pemberian MP-ASI dini dan
status imunisasi dengan kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di
Kelurahan Moyag Kecamatan Kotamobagu Timur Kota Kotamobagu?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pemberian MP-ASI dini dan status imunisasi
kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di Kelurahan Moyag
Kecamatan Kotamobagu Timur Kota Kotamobagu.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui gambaran karakteristik balita usia 12-24 bulan di
Kelurahan Moyag Kecamatan Kotamobagu Timur Kota
Kotamobagu
1.3.2.2 Mengetahui pemberian MP-ASI pada balita usia 12-24 bulan di
Kelurahan Moyag Kecamatan Kotamobagu Timur Kota
Kotamobagu
1.3.2.3 Mengetahui status Imunisasi pada balita usia 12-24 bulan di
Kelurahan Moyag Kecamatan Kotamobagu Timur Kota
Kotamobagu
1.3.2.4 Menganalisis hubungan antara pemberian MP-ASI dengan
kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di Kelurahan
Moyag Kecamatan Kotamobagu Timur Kota Kotamobagu
1.3.2.5 Menganalisis hubungan antara status Imunisasi dengan kejadian
stunting pada balita usia 12-24 bulan di Kelurahan Moyag
Kecamatan Kotamobagu Timur Kota Kotamobagu.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1.4.1 Teoritis
Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan terlebih khusus
keperawatan komunitas mengenai hubungan pemberian MP-ASI dan
status imunisasi dengan kejadian stunting pada balita juga
dapatmenjadisumberpembelajaran pada materi tentang stuntingserta
dapat menjadi acuan dalam pengendalian stunting dan terlebih dapat
bermanfaat untuk kemajuan ilmu keperawatan khususnya yang berada
di Indonesia dalam pencegahan stunting.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Responden di Kelurahan Moyag Kecamatan Kotamobagu
Timur Kota Kotamobagu agar tetap mengatur keseimbangan
nutrisi untuk anak mulai dari kehamilan sampai pada masa
balita dan mengetahui karakteristik nutrisi yang diperlukan
untuk menjadi makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai
dengan umur balita serta mengetahui pentingnya imunisasi
yang lengkap guna membantu imunitas tubuh anak.
1.4.2.2 Petugas kesehatan agar selalu memperhatikan angka kejadian
stunting pada balita, menjadikan penelitian ini sebagai tolak
ukur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam
mencegah stunting.
1.4.2.3 Peneliti selanjutnya agar bisa menjadi pendukung khususnya
menjadi data dasar pada saat melakukan penelitian dengan
kejadian stuntingdan juga dapat menambahkan apa yang
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II ini akan membahas teori dasar yang berhubungan langsung dengan
variabel-variabel penelitian yang terkait mengenai Kejadian Stunting pada Balita usia
12-24 bulan. Dalam Bab ini juga membahas tentang tabel penelitian terkait, konsep
dasar teori keperawatan yang digunakan dan saling berhubungan dengan penelitian
yang peneliti gunakan.

2.1 Kejadian Stunting


2.1.1 Definsi stunting
Balita pendek merupakan kegagalan pertumbuhan anak usia kurang
dari 5 tahun yang disebabkan oleh kurangnyaasupan nutrisi dalam waktu
yang cukup lama sehingga panjang badan anak lebih rendah
dibandingkan standar usianya (Rahayu et al., 2018).Stunting merupakan
salah satu masalah gizi yang memiliki dampak negatif bagi kualitas
hidup anak dalam masa pertumbuhan yang optimal(Azrifuletal., 2018).
Retardasi pertumbuhan dimulai pada masa kehamilan namun baru
akan nampak pada saat usia anak 2 tahun atau lebih. Stunting
merupakan efek dari kekurangan nutrisi selama seribu hari pertama
kehidupan. Hal ini menyebabkan kecacatan pada perkembangan fisik
yang ireversibel dan oleh karena itu prestasi kerja anak menjadi buruk.
Pada umumnya IQ anak stuntingsebelas poin lebih rendah jika
dibandingkan dengan IQ anak normal. Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan ini apabila tidak diberikan intervensi sejak dini maka
akan berlanjut hingga usia dewasa dan bahkan pada generasi berikutnya
(Erik et al., 2020).
Gizi sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan sebab gizi yang
cukup dapat memberikan kinerja yang optimal bagi anak pada usianya.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi harus cukup pada seribu hari pertama
kehidupan sampai usia 23 bulan karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat pada anak sehingga disebut
usia emas atau golden age. Setelah usia anak 2 tahun pemenuhan nutrisi
harus tetap sesuai karena pada masa ini merupakan usia yang rawan
terkena penyakit dan masalah nutrisi.

2.1.2 Dampak stunting


Menurut Kementerian Kesehatan 2018 dampak dari stunting
dikategorikan menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka
panjang. Dampak jangka pendek yaitu meningkatnya kejadian penyakit
dan kematian, penurunan kemampuan kognitif, motorik dan verbal serta
biaya kesehatan yang meningkat. Sedangkan dampak jangka panjang
dari stunting yaitu panjang badan yang lebih pendek saat dewasa,
peningkatan penyakit dan berisiko obesitas, penurunan kesehatan
reproduksi, kurangnya kapasitas belajar dan peforma saat masa sekolah
dan kemampuan bekerja tidak optimal.
Stunting sejak dini dapat diberikan perhatian khusus karena begitu
banyak dampak buruknya bagi anak baik fisik maupun perkembangan
mental. Kasus ini jika dibiarkan dapat menjadi penyebab menurunya
kualitas sumber daya manusia dalam suatu negara. Keadaan ini dapat
memperburuk kualitas hidup seperti kemampuan kognitif dan penurunan
produktivitas serta risiko penyakit yang meningkat sehingga
mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi perkenomian di Indonesia.
(Setiawan et al., 2018).

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi stunting


2.1.3.1 Faktor rumah tangga dan keluarga
Faktor rumah tangga dibagi menjadi 2 yaitu faktor ibu dan
lingkungan rumah menurut Kiik & Nuwa tahun 2020. Ada
beberapa faktor ibu dalam menyebabkan stunting di Indonesia
menurut Beal tahun 2017. Faktor-faktor tersebut yaitu;
pertama, status gizi buruk selama pra kehamilan, kehamilan
dan menyusui. Kebutuhan akan nutrisi mengalami
peningkatkan selama mengandung sampai menyusui, hal ini
dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan janin dan produksi
ASI (Dewey, 2016). Status gizi ibu sebelum hamil dan asupan
nutrisi sejak awal dapat berakibat pada petumbuhan dan
perkembangan janin (Stewart et al., 2013).
Defisit nutrisi yang terjadi selama prakonsepsi dan
kehamilan bukanlah merupakan sesuatu yang dapat diukur
namun dapat mewakili bermacam-macam indikator potensial.
Kekurangan beragam vitamin dalam rahim seperti defisit
vitamin A, vitamin E, seng, kalsium dan yodium memiliki efek
yang merugikann. Nutrisi yang tidak terjaga selama masa
prakonsepsi, mengandung dan pasca melahirkan merupakan
faktor penyebab stunting (Young et al., 2018).
Kedua, bentuk tubuh ibu yang pendek. Ibu yang memiliki
bentuk tubuh yang pendek memiliki hubungan dengan kejadian
stunting. Ibu yang memiliki tubuh pendek <145 cm berpeluang
memiliki anak stunting dibandingkan dengan ibu yang
memiliki tinggi badan yang normal (Beal et al., 2018). Keadaan
ibu selama mengandung dan nutrisi adalah salah satu penyebab
yang memiliki pengaruh dalam kejadian stunting (Kiik &
Nuwa, 2020).
Ketiga, infeksi yang terjadi pada ibu selama kehamilan
seperti mengalami malaria, cacingan dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dapat menghambat
perkembangan janin dan mengakibatkan stunting pada anak di
masa yang akan datang (Wirth, 2017). Keempat, ibu hamil di
usia muda menunjukkan adanya peluang dengan kejadian
stunting (Beal et al., 2018). Kelima, ibu memiliki masalah
kejiwaan memiliki hubungan dengan kejadian stunting (WHO,
1994 dalam edisi Stunting dengan pendekatan Framework
tahun 2020).
Keenam Intrauterin growth restriction (IUGR) dan
kelahiran prematur. IUGR merupakan suatu kondisi berat
badan janin lebih rendah dari standar usia kandungan sehingga
pertumbuhan janin terhambat, sedangkan kehamilan prematur
adalah kondisi dimana bayi lahir dimana usia kehamilan belum
mencapai 37 minggu. Kejadian IUGR di Indonesia mencapai
8% dan dapat menyebabkan kejadian BBLR sehingga berisiko
dan dapat mengakibatkan stunting (Sunguya et al., 2019).
Dalam kasus kontrol pada usia anak 6-24 bulan dengan berat
badan lahir rendah <2,5 kg berisiko menyebabkan stunting
(Berhe et al., 2019).
Ketujuh jarak kelahiran antar anak singat. Di negara
berkembang, interval jarak kelahiran <24 bulan dihubungkan
dengan prevalensi stunting yang secara signifikan lebih tinggi
(Wirth, 2017). Kedelapan, hipertensi pada ibu yang memiliki
risiko menyebabkan stunting secara tidak langsung karena
berpengaruh pada persalinan seperti kelahiran prematur,
kematian bayi dan berat bayi lahir rendah (BBLR)
(Thangaratinam et al., 2012).
Lingkungan rumah berpengaruh terhadap kejadian stunting
seperti, kurangnya stimulasi dan aktivitas anak, praktik
pengasuhan yang buruk, persediaan air dan sanitasi yang tidak
memadai, kerawanan makanan, distribusi makanan dalam
rumah tangga yang tidak sesuai dan pendidikan orang tua yang
rendah dalam mengasuh anak seperti rendahnya pengetahuan
dalam pentingnya pemberian imunisasi dasar pada anak.
Penelitian di Indonesia membuktikan bahwa implementasi
perawatan yang buruk, kurangnya persediaan air dan sanitasi,
kerawanan makanan dan pendidikan orang tua yang rendah
memiliki pengaruh pada kejadian stunting (Beal et al., 2018).
2.1.3.2 Makanan pendamping asi (MP-ASI) yang tidak adekuat
MP-ASI adalah makanan pendamping asi yang diberikan
sejak 6 bulan sampai 24 bulan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi anak. WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
menekankan bahwa MP-ASI baru bisa diperkenalkan kepada
anak pada saat berusia 6 bulan ke atas. Pemberian MP-ASI
harus diberikan secara bertahap baik bentuk maupun
frekuensinya, dilihat melalui kemampuan pencernaan anak
(Rahayu et al., 2018)
Bayi dan balita harus mendapatkan makanan pendamping
asi yang cukup guna untuk mencegah kekurangan nutrisi dalam
situasi darurat. Kualitas makanan yang buruk tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak seperti rendahnya
protein yang menunjang pertumbuhan. Bukti menunjukkan
beragam diet yang banyak variasinya dan sumber makanan dari
hewani terkait dengan pertumbuhan linear. Analisis terbaru
menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan diet yang
sehat, nutrisi terpenuhi akan meningkatkan asupan gizi dan
dapat terhindar dari stunting (WHO, 2012).
2.1.3.3 Masalah dalam menyajikan asi.
Masalah dengan praktik menyusui meliputi : tidak
memperkenalan asi eksklusif pada anak dan berhenti menyusui
sejak dini. Asi eksklusif merupakan pemberian asi tanpa
makanan dan minuman penyerta lainnya. IDAI menegaskan
bahwa pemberian asi eksklusif selama 6 bulan pertama agar
pertumbuhan dan perkembangan anak dapat optimal, kemudian
dilanjutkan dengan makanan pendamping asi sampai 24 bulan
(Rahayu et al., 2018). Anak yang tidak mendapatkan asi
eksklusif dalam berpotensi menyebabkan stunting
dibandingkan dengan anak yang diberikan asi eksklusif secara
optimal (Sampe et al., 2020).

2.1.4 Standar Antropometri


Penilaian status gizi sesuai dengan standar Antropometri. Umur
digunakan sebagai standar untuk menentukan dan dihitung dalam 2
bulan penuh misalnya anak yang umurnya 2 bulan 29 hari akan dihitung
sebagai umur 2 bulan. Indeks Panjang Badan (PB) digunakan untuk
mengukur anak umur 0-24 bulan dengan posisi terlentang, namun jika
diukur dalam keadaan berdiri maka hasil pengukurannya harus dikoreksi
dan ditambahkan 0,7 cm. Sementara Indeks Tinggi Badan (TB)
digunakan untuk mengukur anak umur 24 bulan ke atas dengan posisi
berdiri, jika di ukur dengan posisi terlentang maka sebaliknya hasil
pengukuran dikurangi 0,7 cm (Permenkes RI 2020)
Indeks Panjang Badan dan Tinggi Badan menurut umur (PB/U dan
TB/U) menggambarkan pertumbuhan panjang badan menurut umur.
Indeks ini dapat mengkategorikan anak yang pendek (stunted) atau
bahkan lebih pendek (Severelystunted) yang disebabkan oleh malnutrisi
kronis. Anak yang termasuk dalam tinggi badan yang cukup tinggi juga
dapat diidentifikasi. Anak yang dengan tinggi badan melebihi batas
normal atau tinggi sekali sering kali disebabkan oleh gangguan pada
endokrin, namun kasus ini jarang terjadi di Indonesia berbeda dengan
anak stunting(Permenkes RI 2020)
Status gizi pada anak dapat dilihat dari kategori status gizi menurut
indeks PB/U atau TB/U, berdasarkan Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status


Ambang Batas
Panjang Badan atau Gizi
Tinggi Badan menurut Sangat pendek <- 3 SD
umur (PB/U tau Pendek -3 SD sd<-2 SD
TB/U) Normal -2 SD sd +3 SD
anak usia 0-60 bulan Tinggi2 > +3 SD

Sumber : StandarAntropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun


2020
Berdasarkan kategori di atas maka panjang badan atau tinggi badan
anak akan di ukur sehingga di lihat anak termasuk dalam kategori yang
mana. Dapat dilihat pada pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2 Standar Panjang Badan anak menurut Umur (PB/U) anak
laki-laki Umur 0-24 bulan. Pada pengukuran ini posisi tubuh anak
terlentang.

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
0 44.2 46.1 48.0 49.9 51.8 53.7 55.6
1 48.9 50.8 52.8 54.7 56.7 58.6 60.6
2 52.4 54.4 56.4 58.4 60.4 62.4 64.4
3 55.3 57.3 59.4 61.4 63.5 65.5 67.6
4 57.6 59.7 61.8 63.9 66.0 68.0 70.1
5 59.6 61.7 63.8 65.9 68.8 70.1 72.2
6 61.2 63.3 65.5 67.6 69.8 71.9 74.0
7 62.7 64.8 67.0 69.2 71.3 73.5 75.7
8 64.0 66.2 68.4 70.6 72.8 75.0 77.2
9 65.2 67.5 69.7 72.0 74.2 76.5 78.7
10 66.4 68.7 71.0 73.3 75.6 77.9 80.1
11 67.6 69.9 72.2 74.5 76.9 79.2 81.5
12 68.6 71.0 73.4 75.7 78.1 80.5 82.9
13 69.6 72.1 74.5 76.9 79.3 81.8 84.2
14 70.6 73.1 75.6 78.0 80.5 83.0 85.5
15 71.6 74.1 76.6 79.1 81.7 84.2 86.7
16 72.5 75.0 77.6 80.2 82.8 85.4 88.0
17 73.3 76.0 78.6 81.2 83.9 86.5 89.2
18 74.2 76.9 79.6 82.3 85.0 87.7 90.4
19 75.0 77.7 80.5 83.2 86.0 88.8 91.5
20 75.8 78.6 81.4 84.2 87.0 89.8 92.6
21 76.5 79.4 82.3 85.1 88.0 90.9 93.8
22 77.2 80.2 83.1 86.0 89.0 91.9 94.9
23 78.0 81.0 83.9 86.9 89.9 92.9 95.9
24 78.7 81.7 84.8 87.8 90.9 93.9 97.0

Sumber : StandarAntropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun 2020

Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan anak menurut Umur (TB/U) pada
anak laki-laki usia 24-60 bulan. Pada pengukuran ini posisi tubuh anak
berdiri tegak.

Umur Tinggi Badan (cm)


(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
24 78.0 81.0 84.1 87.1 90.2 93.2 96.3
25 78.6 81.7 84.9 88.0 91.1 94.2 97.3
26 79.3 82.5 85.6 88.8 92.0 95.2 98.3
27 79.9 83.1 86.4 89.6 92.9 96.1 99.3
28 80.5 83.8 87.1 90.4 93.7 97.0 100.3
29 81.1 84.5 87.8 91.2 94.5 97.9 101.2
30 81.7 85.1 88.5 91.9 95.3 98.7 102.1
31 82.3 85.7 89.2 92.7 96.1 99.6 103.0
32 82.8 86.4 89.9 93.4 96.9 100.4 103.9
33 83.4 86.9 90.5 94.1 97.6 101.2 104.8
34 83.9 87.5 91.1 94.8 98.4 102.0 105.6
35 84.4 88.1 91.8 95.4 99.1 102.7 106.4
36 85.0 88.7 92.4 96.1 99.8 103.5 107.2
37 85.5 89.2 93.0 96.7 100.5 104.2 108.0
38 86.0 89.8 93.6 97.4 101.2 105.0 108.8
39 86.5 90.3 94.2 98.0 101.8 105.7 109.5
40 87.0 90.9 94.7 98.6 102.5 106.4 110.3
41 87.5 91.4 95.3 99.2 103.2 107.1 111.0
42 88.0 91.9 95.9 99.9 103.8 107.8 111.7
43 88.4 92.4 96.4 100.4 104.5 108.5 112.5
44 88.9 93.0 97.0 101.0 105.1 109.1 113.2
45 89.4 93.5 97.5 101.6 105.7 109.8 113.9
46 89.8 94.0 98.1 102.2 106.3 110.4 114.6
47 90.3 94.4 98.6 102.8 106.9 111.1 115.2
48 90.7 94.9 99.1 103.3 107.5 111.7 115.9
49 91.2 95.4 99.7 103.9 108.1 112.4 116.6
50 91.6 96.9 100.2 104.4 108.7 113.0 117.3
51 92.1 96.4 100.7 105.0 109.3 113.6 117.9
52 92.5 96.9 101.2 105.6 109.9 114.2 118.6
53 93.0 97.4 101.7 106.1 110.5 114.9 119.2
54 93.4 97.8 102.3 106.7 111.1 115.5 119.9
55 93.9 98.3 102.8 107.2 111.7 116.1 120.6
56 94.3 98.8 103.3 107.8 112.3 116.7 121.2
57 94.7 99.3 103.8 108.3 112.8 117.4 121.9
58 95.2 99.7 104.3 108.9 113.4 118.0 122.6
59 95.6 100.2 104.8 109.4 114.0 118.6 123.2
60 96.1 100.7 105.3 110.0 114.6 119.2 123.9

Sumber : StandarAntropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun 2020

Tabel 2.4 Panjang Badan anak menurut Umur (PB/U) pada anak
perempuan umur 0-24 bulan. Pada pengukuran ini posisi badan anak
terlentang.

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
0 43.6 45.4 47.3 49.1 51.0 52.9 54.7
1 47.8 49.8 51.7 53.7 55.6 57.6 59.5
2 51.0 53.0 55.0 57.1 59.1 61.6 63.2
3 53.5 55.6 57.7 59.8 61.9 64.0 66.1
4 55.6 57.8 59.9 62.1 64.3 66.4 68.6
5 57.4 59.6 61.8 64.8 66.2 68.5 70.7
6 58.9 61.2 63.5 65.7 68.0 70.3 72.5
7 60.3 62.7 65.0 67.3 69.6 71.9 74.2
8 61.7 64.0 66.4 68.7 71.1 73.5 75.8
9 62.9 65.3 67.7 70.1 72.6 75.0 77.4
10 64.1 66.5 69.0 71.5 73.9 76.4 78.9
11 65.2 67.7 70.3 72.8 75.3 77.8 80.3
12 66.3 68.9 71.4 70.0 76.6 79.2 81.7
13 67.3 70.0 72.6 75.2 77.8 80.5 83.1
14 68.3 71.0 73.7 76.4 79.1 81.7 84.4
15 69.3 72.0 74.8 77.5 80.2 83.0 85.7
16 70.2 73.0 75.8 78.6 81.4 84.2 87.0
17 71.1 74.0 76.8 79.7 82.5 85.4 88.2
18 72.0 74.9 77.8 80.7 83.6 86.5 89.4
19 72.8 75.8 78.8 81.7 84.7 87.6 90.6
20 73.7 76.7 79.7 82.7 85.7 88.7 91.7
21 74.5 77.5 80.6 83.7 86.7 89.8 92.9
22 75.2 78.4 81.5 84.6 87.7 90.8 94.0
23 76.0 79.2 82.3 85.5 88.7 91.9 95.0
24 76.7 80.0 83.2 86.4 89.6 92.9 96.1

Sumber : Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun 2020

Tabel 2.5 Standar Tinggi Badan anak menurut Umur (TB/U) pada
anak perempuan usia 24-60 bulan. Pada pengukuran ini posisi tubuh
anak berdiri tegak.

Umur Tinggi Badan (cm)


(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
24* 76.0 79.3 82.5 85.7 88.9 92.2 95.4
25 76.8 80.0 83.3 86.6 89.9 93.1 96.4
26 77.5 80.8 84.1 87.4 90.8 94.1 97.4
27 78.1 81.5 84.9 88.3 91.7 95.0 98.4
28 78.8 82.2 85.7 89.1 92.5 96.0 99.4
29 79.5 82.9 86.4 89.9 93.4 96.9 100.3
30 80.1 83.6 87.1 90.7 94.2 97.7 101.3
31 80.7 84.3 87.9 91.4 95.0 98.6 102.2
32 81.3 84.9 88.6 92.2 95.8 99.4 103.1
33 81.9 85.6 89.3 92.9 96.6 100.3 103.9
34 82.5 86.2 89.9 93.6 97.4 101.1 104.8
35 83.1 86.8 90.6 94.4 98.1 101.9 105.6
36 83.6 87.4 91.2 95.1 98.9 102.7 106.5
37 84.2 88.0 91.9 95.7 99.6 103.4 107.3
38 84.7 88.6 92.5 96.4 100.3 104.2 108.1
39 85.3 89.2 93.1 97.1 101.0 105.0 108.9
40 85.8 89.8 93.8 97.7 101.7 105.7 109.7
41 86.3 90.4 94.4 98.4 102.4 106.4 110.5
42 86.8 90.9 95.0 99.0 103.1 107.2 111.2
43 87.4 91.5 95.6 99.7 103.8 107.9 112.0
44 87.9 92.0 96.2 100.3 104.5 108.6 112.7
45 88.4 92.5 96.7 100.9 105.1 109.3 113.5
46 88.9 93.1 97.3 101.5 105.8 110.0 114.2
47 89.3 93.6 97.9 102.1 106.4 110.7 114.9
48 89.8 94.1 98.4 102.7 107.0 111.3 115.7
49 90.3 94.6 99.0 103.3 107.7 112.0 116.4
50 90.7 95.1 99.5 103.9 108.3 112.7 117.1
51 91.2 95.6 100.1 104.5 108.9 113.3 117.7
52 91.7 96.1 100.6 105.0 109.5 114.0 118.4
53 92.1 96.6 101.1 105.6 110.1 114.6 119.1
54 92.6 97.1 101.6 106.2 110.7 115.2 119.8
55 93.0 97.6 102.2 106.7 111.3 115.9 120.4
56 93.4 98.1 102.7 107.3 111.9 116.5 121.1
57 93.9 98.5 103.2 107.8 112.5 117.1 121.8
58 94.3 99.0 103.7 108.4 113.0 117.7 122.4
59 94.7 99.5 104.2 108.9 113.6 118.3 123.1
60 95.2 99.9 104.7 109.4 114.2 118.9 123.7

Melalui pengukuran ini maka akan dapat diidentifikasi anak


stunting yang ada di Indonesia.

2.2 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


2.2.1 Definisi MP-ASI
Makanan pendamping ASI adalah tambahan makanan yang
diberikan pada anak saat berusia 6-24 bulan (Sitasari&Isnaeni, 2014).
Pada tahun 2006 WHO mengeluarkan standar yaitu anak mulai
diberikan MP-ASI setelah 6 bulan mengonsumsi ASI eksklusif karena
dilihat begitu besar manfaatnya (Sulistyoningsih, 2011). Saat anak
berusia kurang dari 6 bulan usus dalam tubuh masih belum sempurna
untuk memecahkan makanan dan penyerapan sari-sari dalam makanan,
sehingga makanan yang dikonsumsi akan menyebabkan reaksi imunitas
dan infeksi. Ada beberapa kasus yang disebabkan oleh MP-ASI dini
sampai pada pembedahan (Luluk, 2018).

2.2.2 Tujuan pemberian MP-ASI


Seiring bertambahnya usia maka semakin meningkat nutrisi yang
dibutuhkan anak oleh karena itu anak yang berusia 6 bulan ke atas
disarankan untuk mandapatkan makanan tambahan. Tujuan dari
pemberian MP-ASI ini adalah melengkapi gizi yang masih diperlukan
tubuh yang tidak didapatkan selama mengonsumsi ASI eksklusif,
mengembangkan kemampuan anak dalam menerima makanan-makanan
yang baru dan kemampuan menelan serta dapat beradaptasi dengan
makanan yang mengandung energi tinggi (Molika, 2014).
2.2.3 Kriteria Pemberian MP-ASI
Menurut IDAI tahun 2018 pemberian makanan pendamping ASI
pada anak harus memenuhi kriteria usia, tekstur, frekuensi dan porsi.
Usia pemberian MP-ASI yang pertama kali dengan benar adalah
ketika anak berusia 6 bulan. Pada usia anak 6-9 bulan, anak diberikan
makanan lumat atau disaring 2-3 kali dalam sehari dengan porsi 3
sendok makan hingga setengah mangkuk ukuran 250 ml, makanan
selingan 1-2 kali sehari dengan takaran kecil dan memperkenalkan anak
makanan yang bermacam-macam. Pada usia 9-12 bulan, anak diberikan
makanan yang dicincang 3-4 kali sehari dengan porsi setengah mangkuk
ukuran 250 ml, makanan selingan 1-2 kali sehari dan mengenalkan pada
anak makanan yang beragam. Pada usia 12-24 bulan, anak diberikan
makanan keluarga tiga kali sehari, makanan selingan dua hari sekali dan
beragam bahan makanan setiap hari.
Frekuensi pemberian MP-ASI untuk usia 6-9 bulan diberikan 2-3
makan besar dan 1-2 kali makanan selingan, usia 9-12 bulan diberikan
3-4 kali makan besar dan 1-2 kali makanan selingan dan usia 12-24
bulan diberikan 3-4 kali makan besar dan 1-2 kali makanan selingan.
Apabila pemberian MP-ASI dengan frekuensi yang berlebih maka
makanan yang dikonsumsi tidak lagi menjadi energi untuk pertumbuhan
namun akan menjadi lemak, sehingga dapat menyebabkan alergi atau
infeksi dalam organ dan dapat mengakibatkan kelebihan berat badan
(obesitas)
Porsi pemberian MP-ASI untuk anak usia 6-9 bulan diberikan 3
sendok makan hingga setengah mangkuk ukuran 250 ml, anak usia 9-12
bulan diberikan setengah mangkuk ukuran 250 ml dan anak yang
berusia 12-23 bulan diberikan tiga perempat hingga satu mangkuk
penuh. Tekstur pemberian MP-ASI untuk usia 6-9 bulan diberikan
makanan yang disaring atau makanan lumat Contohnya, bubur susu,
bubur sumsum dan pisang saring. Usia 9-12 bulan diberikan makanan
lunak contohnya, bubur nasi, bubur ayam dan kentang puri. Usia 12-23
bulan diberikan makanan keluarga Contohnya, lontong, nasi, sayur dan
buah-buahan.

2.2.4 Variasi dalam menu MP-ASI


Pada umur 6 bulan sistem pencernaan bayi termasuk pancreas telah
berkembang dengan baik sehingga bayi telah mampu mengolah,
mencerna serta menyerap berbagai jenis/varietas bahan makanan seperti
protein, lemak dan karbohidrat. Berikan aneka ragam bahan makanan
bergizi seimbang kualitas 4 bintang yang tentunya mudah dijangkau
sesuai kearifan lokal (Sukrita, 2018). Menu empat bintang di dalam MP-
ASI adalah Bintang pertama: makanan hewani, seperti daging, ayam,
hati, dan telur.
Semua makanan tersebut mengandung zat besi tinggi, selain itu ada
ikan dan susu (jika bayi tidak mendapatkan ASI). Makanan dapat
dicincang atau diiris kecil sesuai dengan umur bayi. Bintang kedua:
kacang-kacangan seperti kacang polong, buncis dan biji-bijian lain.
Bintang ketiga, buah-buahan atau sayuran, terutama buah yang kaya
vitamin A, seperti pepaya, mangga, markisa, jeruk dan sayuran yang
mengandung vitamin A seperti sayuran hijau, wortel, labu, dan ubi jalar
kuning. Bintang keempat adalah makanan pokok. Tidak hanya padi atau
beras, tapi juga umbi-umbian, jagung dan lain-lain yang mengandung
karbohidrat.

2.2.5 Syarat pemberian MP-ASI


Ada beberapa syarat untuk memberikan makanan pendamping ASI
pada anak diantaranya adalah sejak usia 6 bulan diberikan protein nabati
dan hewani, untuk telur, daging dan ikan disajikan dalam keadaan
benar-benar matang, untuk pemberian jus buah tidak disarankan untuk
anak berusia dibawah 1 tahun, pemberian madu diberikan setelah anak
berusia 1 tahun, pisahkan telenan yang digunakan untuk makanan
mentah dan makanan matang, hindari penyajian makanan dengan kadar
lemak tinggi, pemanis dan penyedap rasa tambahan, minyak, mentega
atau santan dapat digunakan sebagai penambah kalori, dan
mempertahankan kebersihan dalam penyajian serta memastikan
kebersihan tangan anak sebelum makan (IDAI, 2018).

2.2.6 Gangguan pemberian MP-ASI dini


Pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini pada anak
dapat menyebabkan beberapa gangguan, menurut Molika (2014), ada 5
gangguan yang disebabkan oleh MP-ASI dini, yaitu : Pertama, Anak
menderita penyakit diare. Penyakit yang rentan terjadi pada anak jika
MP-ASI dini dikarenakan makanan yang disajikan kurang bersih dan
keterbatasan usus untuk mencerna makanan. Kedua, Anak mudah
terserang alergi, dikarenakan kerja usus yang belum maksimal membuat
protein asing mudah untuk masuk. Ketiga, Terjadinya defisit nutrisi dan
keterbatasan pertumbuhan. Keempat, Asi yang dihasilkan menurun
karena anak jarang mengonsumsi ASI sehingga produksi ASI
mengalami penurunan. Kelima, Meningkatnya beban ginjal karena
meningkatnya solutelouddari MP-ASI yang disajikan.

2.2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini


Pemberian MP-ASI dini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain :
Pertama faktor predisposisi didalamnya ada usia, pendidikan,
pengetahuan, pekerjaan dan pendapatan. Usia mempengaruhi dalam
pemberian MP-ASI dini karena usia berpengaruh dalam emosional
seseorang. semakin dewasa usia maka emosi semakin stabil, usia ibu
mempengaruhi emosional ibu. Anak yang lahir dari ibu dengan usia
yang mudah akan mempengaruhi kondisinya karena ketidaksiapan
dalam menjadi ibu, mengasuh dan melahirkan (Hurlok dalam Chairani,
2013).
Pendidikan mempengaruh orang dalam berpikir dan berperilaku.
Ibu yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung memberikan susu
botol lebih dini pada anak (Nauli, 2022). Pengetahuan berpengaruh
dalam pemberian MP-ASI karena semakin tinggi pengetahuan ibu
dalam pengenalan informasi tentang gizi yang baik dan tepat untuk
anak sebaliknya semakin kurang pengetahuan ibu maka semakin
kurang informasi tentang gizi yang tepat dan memberikan makanan
tidak sesuai dengan umur anak (Nauli, 2022).
Pekerjaan juga mempengaruhi dalam pemberian makanan
tambahan karena aktivitas yang dijalani setiap hari dan keterbatasan
waktunya dirumah dapat menjadi alasan dalam pemberian MP-ASI
(Nauli, 2022). Pendapatan menjadi faktor penyebab karena semakin
tinggi penghasilan keluarga maka dapat meningkatkan daya beli
makanan tambahan yang lebih mudah dan praktis. Angka prevalensi
menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat yang ekonominya
menengah ke atas (Nauli. 2022).
Kedua, faktor pendorong yang terdiri dari pengaruh iklan. Iklan
pada zaman sekarang sangat mempengaruhi seseorang dalam
pemberian susu formula yang lebih praktis dan lebih hemat dan
menampilkan beberapa keunggulan dari produk mereka, sehingga
dapat menarik perhatian pembeli sehingga membuat ibu berasumsi
bahwa susu formula lebih bergizi dari pada ibu (Chairani, 2013).
Ketiga faktor pendukung yang terdiri dari dukungan petugas
kesehatan dan dukungan keluarga. Dukungan petugas kesehatan
menjadi faktor karena petugas kesehatan memiliki tugas dan tanggung
jawab dalam melayani masyarakat. Penyuluhan dan pendekatan yang
lebih pada masyarakat terkait gizi yang diberikan sebelum dan sesudah
6 bulan, maka pada umumnya ibu mau patuh dan menuruti nasehat.
Oleh karena itu petugas diharapkan menjadi sumber informasi ibu
dalam pemenuhan nutrisi pada anak (Nauli, 2012). Dukungan keluarga
merupakan lingkungan yang berpengaruh terhadap keberhasilan ibu
memberikan asi, seperti meringankan pekerjaan dirumah dapat
melancarkan ibu dalam menyusui (Afifah dalam Chairani, 2013).

2.3 Status Imunisasi


2.3.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan pada
tubuh baik secara aktif maupun pasif melalui cara buatan yaitu
pemberian antigen yang menstimulus antibodi atau imunobiologik
kedalam tubuh (Hockenberry, 2015). Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 42 tahun 2013 pasal 1 ayat 1,
Imunisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
imunitas tubuh sehingga jika terserang virus atau penyakit tersebut tidak
akan mengalami kesakitan atau hanya akan sakit ringan.

2.3.2 Tujuan Imunisasi


Imunisasi bertujuan untuk mencegah seseorang terserang penyakit
tertentu dan membuatnya menghilang dari masyarakat dan bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar
(Sari, 2020).

2.3.3 Jenis-jenis Imunisasi


Menurut Permenkes RI Nomor 12 Tahun 2017, program imunisasi
terbagi atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan dan imunisasi rutin.
Imunisasi ini harus diberikan berdasarkan waktu dan jenis vaksin yang
sudah ditetapkan.
Imunisasi rutin dibagi menjadi imunisasi dasar dan imunisasi
lanjutan. Imunisasi dasar adalah imunisasi yang diberikan pada anak
dibawah 1 tahun. Imunisasi dasar terdiri dari; pertama, Imunisasi
BacileCalmette-Guerin (BCG) diberikan pada usia <2 bulan yang
berguna untuk mencegah penyakit tuberkulosis. Kedua, Imunisasi
Hepatitis Bdiberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B yaitu
penyakit liver. Imunisasi ini diberikan sebanyak 3 kali yaitu disaat baru
lahir 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan.
Ketiga, Imunisasi Polio diberikan untuk mencegah penyakit
poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Vaksin ini
diberikan pada waktu bayi baru lahir sebagai dosis yang pertama lalu
dilanjutkan dengan imunisasi dasar OPV dan IPV mulai usia 2-3 bulan.
Keempat, Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus)diberikan 3 kali
sejak umur 2 bulan dengan interval waktu 4-8 minggu. Imunisasi ini
diberikan untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus.
Kelima, Imunisasi Campakdiberikan untuk mencegah anak terserang
penyakit sampak yang merupakan penyakit menular. Imunisasi ini
diberika pada saat anak usia 9 bulan.
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi berulang dari imunisasi
dasar yang bertujuan untuk mempertahankan tingkat kekebalan.
Imunisasi ini diberikan pada anak usia dibawah 24 bulan, anak usia
sekolah dasar dan wanita usia subur. Imunisasi yang diberikan pada
anak usia 24 bulan adalah imunisasi terhadap penyakit difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis serta campak. Imunisasi
yang diberikan pada anak usia sekolah adalah imunisasi terhadap
penyakit campak, tetanus dan difteri. Imunisasi ini diberikan pada bulan
imunisasi anak sekolah (BIAS). Imunisasi lanjutan yang diberikan
kepada wanita usia subur yaitu imunisasi terhadap penyakit tetanus dan
difteri.
Imunisasi tambahan adalah jenis imunisasi tertentu yang diberikan
untuk memenuhi imunisasi dasar atau lanjutan dengan kajian
epidemiologis pada periode waktu tertentu. Imunisasi khusus diberikan
pada seseorang untuk melindungi terhadap penyakit tertentu dan pada
situasi tertentu. Situasi yang dimaksudkan seperti persiapan
keberangkatan keluar negeri dengan endemis penyakit tertentu atau
wabah penyakit tertentu. Imunisasi ini berupa imunisasi terhadap rabies,
poliomyelitis, meningitis meningokokus, yelow fever(demam kuning).

2.3.4 Efek samping imunisasi


Imunisasi yang didapatkan kadang memberikan efek samping.
Namun ini dapat menjadi pertanda yang baik yang berarti vaksin bekerja
didalam tubuh dan efek yang terjadi tidaklah berbahaya. Beberapa anak
yang setelah divaksinasi tidak mengalami demam hal ini dipengaruhi
oleh sistem kekebalan tubuh anak. Oleh karena itu sebelum anak
dibawah ke posyandu untuk divaksinasi pastikan dulu kondisi kesehatan
anak apakah siap untuk divaksin. Beberapa efek samping yang
ditimbulkan dari imunisasi pertama, imunisasi BCG anak akan
mengalami pembengkakan kecil dan merah di area suntikan pada 2
minggu setelah imunisasi dan seterusnya akan muncul bisul kecil dan
kemudian menjadi luka parut (Sari, 2020)
Kedua imunisasi DPT anak akan mengalami demam pada sore
hari usai vaksinasi, namun akan turun dalam 1-2 hari. Di area suntikan
bengkak dan merah serta nyeri, kondisi ini akan tidak berbahaya dan
akan hilang seiring berjalannya waktu. Ketiga imunisasi campak, anak
akan mengalami demam disertai kemerahan setelah 4-10 hari setelah
vaksin (Sari, 2020).
Imunisasi adalah upaya untuk meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dari penyakit-penyakit tertentu yang diberikan melalui suntikan.
Imunisasi merupakan suatu keharusan yang diberikan kepada bayi dan
balita agar mengurangi resiko terserang penyakit (Kemenkes RI, 2015).
Imunitas yang tidak lengkap dapat mengalami penurunan sistem
kekebalan sehingga lebih mudah terserang penyakit pada anak dan dapat
menghambat pertumbuhan anak, jika dibiarkan akan
beresikoterkenastunting (Danamik, 2014).

2.4 Balita
2.4.1. Definisi Balita
Balita adalah istilah umum untuk anak usia 1-3 tahun. Balita sering
disebut dengan istilah lain yaitu toddler. Saat usia balita, anak masih
bergantung kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting seperti
mandi, buang air dan makan. Masa balita merupakan periode penting
dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan
pertumbuhan dimasa balita menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan
dan perkembangan anak diperiode selanjutnya. Oleh karena itu pada
masa balita sering disebut masa keemasan bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak (kasdu, 2014).

2.4.2. Karakteristik Balita


Menurut Karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak
usia 1-3 tahun (balita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1-3 tahun
yaitu masa dimana 100 miliar sel otak siap untuk distimulasi, agar
kecerdasan seseorang dapat berkembang secara optimal dimasa
mendatang. Anak dibawah 5 tahun (Balita) merupakan masa
terbentuknya dasar kepribadian manusia, kemampuan penginderaan,
berpikir, keterampilan berbahasa dan berbicara, bertingkah laku sosial.
Sedangkan anak usia prasekolah laju pertumbuhannya semakin besar
dan mulai masuk pada fase gemar memprotes sehingga mereka akan
mengatakan “ tidak” terhdapa setiap ajakan. Pada masa ini mereka
sudah dapat memilih makanan yang disukainya, dan sudah mulai
bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak
mengalami perubahan perilaku (Fitria et al., 2016).
2.4 Penelitian Terkait
Tabel 2.1 Penelitian Terkait

No Penulis Tempat Tahun Tujuan Desain/ Populasi dan Hasil Manfaat dan atau
metode/ sampel keterbatasan
statistictest penelitian
1. Harikedua Puskesmas 2019 Tujuan dari Cross- Hasil uji penelitian Untuk mengetahui
V. T., Sangkub penelitian ini sectional Sampel ini terdapat riwayat pemberian
Tomastola Kabupaten adalah untuk sebanyak 31 hubungan antara ASI eksklusif dan
Y. A., Bolaang mengetahui responden riwayat pemberian MP-ASI dengan
Ranti I. Mongondow riwayat anak yang ASI Eksklusif kejadian
N., Utara pemberian berusia 24-60 dengan kejadian stuntingpada balita.
Kamboa ASI eksklusif bulan stunting dengan
A. dan MP-ASI nilai p-value<0,039
dengan dan terdapat
kejadian hubungan antara
stuntingpada MP-ASI dengan
wilayah kerja kejadian
Puskesmas stuntingdengannilai
Sangkub. p-value<0,039.
2. Rayhana, Posyandu 2019 Tujuan dari Cross- Hasil dari Untuk mengetahui
Rizalvi Kelurahan penelitian ini sectional Teknik penelitian faktor yang
Utami. Cipang adalah untuk pengambilan menunjukkan mempengaruhi
Muara RW mengetahui sampel bahwa faktor pertumbuhan pada
03. faktor menggunakan pemberian MP-ASI anak 24-36 bulan
dominan teknik Total dan riwayat
yang Sampling penyakitberhubung
mempengaru dengan an dengan kejadian
hi stunting. Riwayat
pertumbuhan sampel penyakit
pada anak sebanyak 97 merupakan faktor
24-36 bulan responden dominan yang
di Posyandu yaitu seluruh berhubungan
Kelurahan anak yang dengan
Cipinang berada di pertumbuhan anak.
Muara 03. posyandu
kelurahan
Cipinang
Muara RW
03.
3. Khoiriyah Desa 2019 Tujuan dari Cross- Hasil penelitian ini Untuk mengetahui
H. I., Bantargadun penelitian ini sectional Teknik menunjukkan faktor-faktor yang
Pertiwi F. g Kabupaten adalah untuk pengambilan adanya hubungan berhubungan dengan
D., Prastia Sukabumi mengetahui sampel yang yang bermakna kejadian stunting
T. N. faktor-faktor digunakan antara asupan pada balita usia 24-
yang adalah simple energi, ASI 59 bulan
berhubungan random eksklusif, MP-ASI,
dengan sampling praktik kebersihan
kejadian dengan dan sanitasi dan
stunting pada populasi status ekonomi
balita usia sebanyak 506 keluarga dengan
24-59 bulan dan sampel kejadian stunting
di Desa sebanyak 83 pada balita.
Bantargadun responden
g Kabupaten yaitu balita
Sukabumi. yang berusia
24-59 bulan di
Desa
Bantargadung.
4. Juwita Kabupaten 2019 Tujuan dari Cross- Hasil penelitian ini Untuk mengetahui
Sukma, Pidie penelitian ini sectional Teknik menunjukkan tidak hubungan jumlah
dkk. adalah untuk pengambilan terdapat adanya pendapatan keluarga
mengetahui sampel yang hubungan dan kelengkapan
hubungan digunakan pendapatan imunisasi dasar
jumlah adalah keluarga dengan dengan kejadian
pendapatan stratified kejadian stunting pada balita
keluarga dan random stuntingdan
kelengkapan sampling terdapat adanya
imunisasi dengan hubungan
dasar dengan populasi kelengkapan
kejadian seluruh balita imunisasi dasar
stuntingpada yang berada di dengan kejadian
balita di 10 desa stuntingdi
Kabupaten prioritas kabupaten Pidie.
Pidie. penanganan
stunting
sampel
sebanyak 88
responden
yaitu seluruh
balita di
kabupaten
Pidie.
5. Asmin E. Puskesmas 2021 Penelitian ini Cross- Teknik Hasil penelitian ini Untuk mengetahui
Abdullah Rumah Tiga bertujuan sectional pengambilan menunjukkan hubungan ASI
M. R. Ambon untuk sampel yang adanya hubungan Eksklusif dan
mengetahui digunakan antara ASI Ekslusif imunisasi dengan
hubungan adalah Total dan imunisasi kejadian
ASI Ekslusif sampling dengan kejadian stuntingpada anak
dan imunisasi Sampel stunting..
dengan sebanyak 559
kejadian responden
stuntingpada anak yang
anak di berusia 9-24
Puskesmas bulan.
Rumah Tiga
Kota Ambon.
2.5 Aplikasi Teori Keperawatan Lawrence Green
Teori Keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
teori Precede-Proceedyang dikemukakan oleh Lawrence Green pada tahun
1974. Teori ini untuk membantu perencanaan suatu program kesehatan yang
berfokus pada perilaku seseorang atau masyarakat.

2.5.1 Asumsi Utama Teori


Model kesehatan menurut Lawrence Green terdapat 2 faktor yang
mempengaruhi kesehatan seseorang yaitu faktor perilaku
(behaviorcauses) dan faktor diluar perilaku (non behaviorcauses).
Faktor perilaku dikelompokan menjadi 3 faktor utama yaitu Predisposisi
(Predisposingfactors), faktor pemungkin(enablingfactors), dan faktor
penguat (reinforcingfactors) yang disingkat menjadi PRECEDE.
Precede berfokus pada perencanaan program sedangkan PROCEED
(Policy, Regulatory, Organizational, Constructs in, Educational,
Enviromental, Development) yang berfokus pada implementasi dan
evaluasi.
Faktor predisposisi (predisposingfactors) adalah faktor internal
atau faktor yang berasal dari dalam yang ada pada individu sampai
kelompok masyarakat yang dapat memudahkan individu dalam
melakukan sesuatu. Faktor Pemungkin(enablingfactors) adalah faktor
yang terwujud dalam lingkungan fisik. fasilitas atau prasarana yang
memungkinkan individu mewujudkan perilakunya. Faktor penguat atau
pendorong (reinforcingfactors) adalah yang mendorong terjadinya
perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan,
teman sebaya, orang tua yang merupakan kelompok dari perilaku
masyarakat(Elisabeth, 2017).
Berdasarkan teori Precede-Proceed, perilaku seseorang
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin
dan faktor penguat.
2.5.2 Konsep Dasar Teori
Konsep dasar teori Lawrence Green ini mengemukakan model
PRECEDE-PROCEED, model teori ini adalah singkatan yang bisa
mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. PRECEDE(Predisposing,
Reinforsing, Enabling, Constructs in, Educational/Ecological,
Diagnosis andEvaluation) yang menjadi dasar setiap fase dalam
menentukan perencanaan sebuah tindakan agar terlaksana dengan tepat.
PROCEED(Policy, Regulatory, Organizational, Constructs in,
Educational, Enviromental, Development) yang merupakan fase
implementasi berdasarkan perencanaan yang telah disediakan sehingga
dapat merealisasikan kualitas hidup yang maksimal dalam lingkungan
masyarakat.
PRECEDE terbagi dalam 5 fase. fase pertama diagnosis sosial,
merupakan proses dalam menentukan persepsi dari masyarakat terhadap
kebutuhan kualitas hidup dan juga aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan kualitas hidup. Fase kedua, diagnosis epidemiologi,
merupakan identifikasi faktor-faktor kesehatan yang mempengaruhi
kualitas hidup seseorang. Pada fase ini harus diidentifikasi siapa saja
yang terkena dampak fari masalah kesehatan ini, bagaimana masalah ini
berpengaruh dalam kesehatan. Cara menanggulagi dari masalah
kesehatan tersebut contohnya imunisasi, perawatan kesehatan dan
pengobatan. Fase ketiga diagnosis perilaku dan lingkungan. Pada fase
ini selain mengidentifikasi masalah dari perilaku dan lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan, perencanaan harus diberikan sesuai
kebutuhan dan keterbatasan pengontrolan masalah individu dan masalah
institusi. Contohnya, pada kasus malnutrisi yang disebabkan oleh
ketebatasan ekonomi maka intervensi pendidikan kesehatan tidaklah
cukup untuk mengatasi hal tersebut. Fase keempat diagnosis pendidikan
dan organisasi. Perilaku sehat dipengaruhi oleh faktor predisposisi,
faktor pemungkin dan faktor penguat. Fase kelima diagnosis
andministrates dan kebijakan. Pada fase ini dianalisis kebijakan, sumber
daya dan perturan yang berlaku yang dapat mempengaruhi promosi
kesehatan.
PROCEEDdilakukan untuk melihat apakah program akan
terlaksana dan dapat diakses, dapat dicerna dan dapat dipertanggung
jawabkan. Proceedterbagi atas 4 fase lanjutan dari precede. Fase
keenam implementasi yaitu pelaksanaan tindakan yang sudah
direncanakan pada fase sebelumnya. Fase ketujuh evaluasi proses,
dilakukannya perngukuran tindakan guna untuk mengontrol, memberi
keyakinan dan menguatkan kualitas suatu program. Fase kedelapan
evaluasi dampak, melihat dampak yang terjadi dari suatu program. Fase
kesembilan evaluasi hasil, yaitu mengevaluasi hasil efek jangka panjang
suatuprogram.
2.6 Kerangka Teori Lawrence Green

2.1 bagan Kerangka Teori Lawrence Green


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Pada Bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai Kerangka konsep, Hipotesis, dan
Definisi Operasional dalam menunjang penelitian ini.

3.1 Kerangka konsep

Berikut ini merupakan kerangka konsep penelitian terkait pemberian MP-ASI dini
dan status imunisasi dengan kejadian stuntingberdasarkan teori yang telah diuraikan
pada tinjauan pustaka, maka peneliti membuat kerangka konsep yang digambarkan
dalam skema yaitu sebagai berikut
3.1 Bagan kerangka teori penelitian
Keterangan :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Tidak diteliti
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Lawrence Green sebagai
acuan untuk pembuatan kerangka konsep. Variabel independen penelitian ini adalah
pemberian MP-ASI dini dan status imunisasi dan variabel dependen kejadian
stunting.
Konsep dasar teori Lawrence Green ini mengemukakan model PRECEDE-
PROCEED. PRECEDE terbagi dalam 5 fase. fase pertama diagnosis sosial,
merupakan proses dalam menentukan persepsi dari masyarakat terhadap kebutuhan
kualitas hidup dan juga aspirasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Fase
kedua, diagnosis epidemiologi, merupakan identifikasi faktor-faktor kesehatan yang
mempengaruhi kualitas hidup seseorang yaitu kejadian stunting yang mempengaruhi
kualitas hidup dari balita. Fase ketiga diagnosis perilaku dan lingkungan. Pada fase
inimengidentifikasi masalah dari perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi
kesehatan yaitu terdapat pola asuh, pemberian ASI eksklusif, pemberian MP-ASI,
status imunisasi dan riwayat BBLR.
Fase keempat diagnosis pendidikan dan organisasi. Perilaku sehat dipengaruhi
oleh faktor predisposisi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, status
ekonomi dan pengetahuan ibu. faktor pemungkin terdiri dari pelayanan kesehatan dan
faktor penguat yaitu kebijakan-kebijakan dari pemerintah. Fase kelima diagnosis
andministrates dan kebijakan. Pada fase ini dianalisis kebijakan, sumber daya dan
perturan yang berlaku yang dapat mempengaruhi promosi kesehatan.

3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah perkiraan sementara terhadap masalah penelitian yang
sebenarnya harus diuji secara empiris. Terdapat beberapa hipotesis dalam
penelitian ini, yaitu :
Ho1 : Tidak ada hubungan antara pemberian MP-ASI dini dengan kejadian
stunting
Ha1 : Ada hubungan antara pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting
Ho2 : Tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian stunting
Ha2 : Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian stunting
3.3 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Definisi Alat Ukur/ Skala Hasil


Konseptual Operasional Cara Ukur Ukur

Dependen Balita pendek Suatu kondisi Dilihat dari Nominal Anak


: Kejadian merupakan dimana anak data UPTD stunting
Stunting kegagalan mengalami Puskesmas diberikan
pertumbuhan malnutrisi Kotobangon skor -2
anak usia kronis yang untuk balita SD dan -3
kurang dari 5 membuat stunting dan SD diberi
tahun yang pertumbuhan tidak. Anak nilai = 1
disebabkan terhambat yang dan anak
oleh seperti mengalami dengan
kurangnyaasu panjang stunting skor >-2
pan nutrisi badan anak diberi nilai 1 diberi
dalam waktu lebih rendah dan anak nilai = 2
yang cukup dibandingkan yang dengan
lama dengan stadar tinggi badan
sehingga usianya. normal diberi
panjang nilai 2
badan anak
lebih rendah
dibandingkan
standar
usianya
(Rahayu,
Pamungkasar
i
&Wekadigun
awan, 2018).

Independe MP-ASI MP-ASI Tersedia Interval Hasil


n :Pemberi merupakan adalah lembar ukur
an MP- makanan dan makanan observasi kuesioner
ASI minuman pelengkap MP-ASI pemberia
pelengkap YANG sebanyak 5 n MP-ASI
untuk DIBERIKAN kriteria dikategori
memenuhi sejak usia pemberian kan
kebutuhan anak 6 bulan MP-ASI. sebagai
gizi pada SELAIN ASI Jawaban berikut :
anak dimulai sesuai standar Skor 5
pada usia 6- diberi nilai = sesuai
24 bulan atau 1 dan yang standar
setelah anak tidak sesuai MP-ASI
mendapatkan standar diberi dikategori
asi eksklusif nilai = 0 kan
6 bulan sebagai
pertama “Baik”
(Mufida, Skor <5
2015) dikategori
kan
sebagai
“Kurang”

Independe Imunisasi Imunisasi Status Nominal Hasil


n : status merupakan adalah imunisasidili ukur dari
imunisasi suatu proses PROSES hat dari buku status
pemasukan UNTUK KIA anak imunisasi
vaksin MENINGKA dilihat dari dikategori
kedalam TKAN 11 imunisasi kan
tubuh melalui KEKEBALA rutin, jika sebagai
suntikan atau N TUBUH anak pernah berikut :
diminum YANG diberikan Skor 11
(oral) guna DIBERIKAN imunisasi dikatakan
untuk PADA diberi skor = “Lengkap
meningkatka ANAK 1 dan tidak ”
n sistem membuat pernah diberi Skor <11
kekebalan suatu sistem skor = 0. dikatakan
tubuh agar kekebalan “Tidak
dapat dalam tubuh. lengkap”
melawan
penyakit
(Kemenkes
2016)
BAB IV
METODE PENELITIAN
Dalam Bab IV ini menjelaskan tentang metodelogi penelitian yang dipakai
dalam menganalisis penelitian yang terdiri diri desain penelitian, tempat dan waktu
penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, pengumpulan data,
analisis data dan etika penelitian.

4.1 Desain Penelitian


Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional. Tujuan
dari desain ini adalah untuk menguji hubungan antara dua atau lebih variabel
dalam suatu kelompok dalam penelitian (Grove&Gray, 2021). Penelitian ini
bertujuan untuk menguji korelasi antara hubungan pemberian MP-ASI dini dan
status imunisasi dengan kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di
Kelurahan Moyag Kecamatan Kotamobagu Timur Kota Kotamobagu.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu Kelurahan yang berada di
Kecamatan Kotamobagu Timur yaitu Kelurahan Moyag, Kota-
Kotamobagu. Kelurahan Moyag berada di dataran sedang dengan suhu
udara panas, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan
perekonomian disana tergolong berkecukupan. Sanitasi di Kelurahan
Moyag yaitu masyarakat dapat mengakses air bersih dari perusahaaan
air minum yang disediakan pemerintah dan ada juga yang menggunakan
sumur bor. Di Kelurahan Moyag terdapat beberapa balita yang menjadi
sasaran dalam penelitian ini yaitu balita yang berusia 12-24 bulan. Balita
yang berusia 12-24 bulan sebanyak 53 anak dan terdiri dari balita
stunting sebanyak 15 anak dan balita dengan tinggi badan normal
sebanyak 38 anak.
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Juli
2022.

4.3 Populasi dan sampel


4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 12-24 bulan
berjumlah 53 responden
4.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh anak yang berada di
Kelurahan Moyag dengan usia 11-24 bulan. Sampel ditentukan
menggunakan metode total sampling dimana jumlah populasi sama
dengan jumlah sampel. Adapun kriteria inklusi anak yang berusia 12-24
bulan. KRITERIA EKSKLUSI

4.4 Instrumen penelitian


Dalam instrumen penelitian ini peneliti menggunakan alat penelitian
untuk mengumpulkan data yaitu menggunakan lembar observasi dari jawaban
ibu dengan balita yang berusia 12-24 bulan di Kelurahan Moyag. Instrumen
penelitian ini memiliki inform consent sebagai lembar persetujuan dengan cara
menjawab pertanyaan hanya menuliskan nama dengan inisialnya. Untuk
pengambilan data lembar observasi yang dipakai peneliti ada dua yaitu
pemberian MP-ASI dan imunisasi rutin. Kuesioner karakteristik responden
terdiri dari data demografi ibu dan anak berisi pertanyaan untuk mendapat
identitas responden.
Penilaian stunting dilihat dari data UPTD Puskesmas Kotobangon untuk
penilaian tinggi badan. Anak yang tergolong anak stunting jika pada data
terdapat skor -2 SD dan -3 SD dan diberi nilai = 1. Untuk anak dengan tinggi
badan normal dengan skor >2 SD diberi nilai = 2. Instrumen penelitian
pemberian MP-ASI menggunakan lembar observasi terdiri dari 5 nomor
karakteristik pemberian MP-ASI yaitu; usia, frekuensi, porsi, tekstur dan varian
makanan mnggunakan skala guttman. Jika sesuai standar diberi nilai = 1 jika
tidak sesuai standar diberi nilai = 0. Hasil ukur lembar observasi pemberian
MP-ASI sebagai berikut: Skor 5 sesuai standar MP-ASI dikategorikan sebagai
“Baik” dan skor <5 dikategorikan sebagai “Kurang”
Instrumen penelitian yang digunakan untuk status imunisasi yaitu lembar
observasi dilihat dari buku KIA yang dimiliki ibu. Imunisasi rutin yang wajib
dilalui balita sampai usia 9 bulan terdiri dari 11 nomor imunisasi. Jika sudah
pernah diberikan diberi skor = 1 dan jika tidak pernah diberikan diberi skor = 0.
Hasil ukur dari status imunisasi dikategorikan sebagai berikut: skor 11
dikategorikan sebagai “Lengkap” dan jika <11 dikategorikan sebagai “Tidak
lengkap”. Lembar observasi ini dikembangkan oleh peneliti dan pembimbing.
Lembar observasi ini akan diuji validitas dan reabilitas. Uji reabilitas
menggunakan standar nilai chronba ≥0,7. Bila nilai chronba belum tercapai,
kuesioner akan direvisi atau diganti.

4.5 Pengumpulan data


Dalam proses pengumpulan data di awali dengan pengurusan izin dari
fakultas dan tempat penelitian, pengambilan data, penentuan jumlah populasi
dan sampel, pengambilan data dengan menggunakan kuesioner dan proses
pengolahan data.
Sebelum melakukan pengumpulan data peneliti melakukan pengajuan
untuk survei data awal kepada institusi yaitu Fakultas Keperawatan
Universitas Katolik De La Salle Manado. Surat persetujuan untuk survey data
awal diberikan dalam bentuk PDF dan diberikan secara daring. Setelah
mendapat surat izin dari fakultas, peneliti mengajukan permohonan survei
data awal di UPTD PUSKESMAS Kotobangon. Kemudian diberikannya data
jumlah anak yang berada di Kelurahan Moyag dan didapatkan jumlah anak
yang berusia 12-24 bulan sebanyak 53 anak. Menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian ini dilakukan lalu memulai untuk pengumpulan data.

4.6 Analisis data


4.6.1 Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data yang akan dilakukan sebagai berikut :
1) Editing, peneliti memeriksa apakah responden telah mengisi jawaban
dengan benar. Peneliti memeriksa apakah data yang telah
dimasukkan kembali kepada peneliti telah dijawab sesuai dengan
instruksi dan jelas serta melihat apakah masih ada yang belum diisi.
Bila data belum diisi atau tidak sesuai dengan intruksi dari peneliti
maka peneliti menginstruksikan kembali agar dapat dilengkapi.
2) Coding, peneliti memberikan kode pada jawaban yang dijawab oleh
responden antara lain; Pernah diberikan kode 1 dan Tidak pernah
diberikan kode 0.
3) Processing, peneliti akan memasukan data yang telah dijawab oleh
responden kedalam master table. Kemudian dianalisa melalui
penjumlahan statistic dan kemudian data-data dimasukkan kedalam
program
4) Cleaning, peneliti melakukan pengecekan data kembali yang telah
dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak.

4.6.2 Analisis Univariat dan Bivariat


Analisis Univariat dilakukan untuk menggambarkan data demografi,
gambaran pemberian MP-ASI , gambaran status imunisasi, dan gambaran
kejadian stunting dari responden yang akan disajikan dalam bentuk tabel-
tabel presentase dan frekuensi. Analisis univariat menggunakan aplikasi
program komputer dengan analisis statistik deskriptif.
Analisis Bivariat dilakukan menggunakan aplikasi untuk menguji
apakah terdapat korelasi antara variabel independen dan variabel
dependen melalui pemberian MP-ASI, status imunisasi dan kejadian
stunting. Uji bivariat menggunakan pearson korelai. Tingkat kepercayaan
yang digunakan adalah 95% atau ≤0,05 yang artinya adalah jika Ho
ditolak, berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan
variabel terikat, jika Ho diterima berarti tidak ada hubungan yang
signifikan antara variabel tersebut.

4.7 Etika Penelitian


4.7.1 Baik
Peneliti menjelaskan kepada responden apabila selama proses
penelitian terjadi ketidaknyamanan khususnya pada saat pengumpulan
data, namun peneliti akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat
meminimalisir segala ketidaknyamana yang mungkin terjadi.

4.7.2 Hormat
Pada saat proses pengambilan data, peneliti memberikan hak penuh
kepada responden untuk bersedia menyetujui ataupun menolak untuk
terlibat dalam penelitian. Kepada responden yang bersedia menyetujui
untuk mengisi kuesioner, maka peneliti akan memberikan kuesioner,
peneliti menghargai keputusan mereka dan tidak ada unsur paksaan.
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka pada pengisian kuesioner
yang digunakan tidak mencantumkan identitas nama tetapi menggunakan
inisial pada kolom nama. Dalam penelitian ini semua informasi telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti untuk menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

4.7.3 Adil
Pada penelitian ini peneliti menerapkan prinsip justicedengan cara
memperlakukan semua responden dengan sama, tidak membeda-bedakan,
dimana responden memberikan jumlah waktu yang sama. Peneliti juga
memberikan kesempatan apabila ada yang kurang dipahami selama
proses penelitian maka responden berhak untuk bertanya.
Acuhan Penilaian Pemberian MP-ASI
No Kriteria Sesuai standar Tidaks sesuai standar
1 Usia  Usia 6 bulan  Kurang dari 6 bulan
 Lebih dari 6 bulan
2. Frekuensi  Usia 6-9 bulan 2-3  Usia 6-9 bulan <2 kali
pemberian MP- kali makan besar dan makan besar dan >3
ASI 1-2 kali makanan kali makan besar,
selingan tidak mendapat
makanan selingan
atau >2 kali makanan
selingan
 Usia 9-12 bulan 3-4  Usia 9-12 bulan <3
kali makan besar dan kali makan besar dan
1-2 kali makanan >4 kali makan besar,
selingan tidak mendapat
makanan selingan
atau >2 kali makanan
selingan
 Usia 12-24 bulan 3-4
 Usia 12-24 bulan <3
kali makan besar dan
kali makan besar dan
1-2 kali makanan
>4 kali makan besar,
selingan
tidak mendapat
makanan selingan
atau >2 kali makanan
selingan
3. Porsi pemberian  Usia 6-9 bulan 3  Usia 6-9 bulan <3
MP-ASI sendok makan hingga sendok makan hingga
setengah mangkuk lebih dari setengah
ukuran 250 ml mangkuk ukuran 250
ml
 Usia 9-12 bulan  Usia 9-12 bulan
setengah mangkuk kurang dari setengah
ukuran 250 ml mangkuk ukuran 250
ml dan satu mangkuk
penuh
 Usia 12-24 bulan tiga  Usia 12-24 bulan
perempat hingga satu setengah mangkuk
mangkuk penuh ukuran 250 ml dan
ukuran 250 ml lebih dari satu
mangkuk penuh
4. Tekstur  Usia 6-9 bulan  Usia 6-9 bulan
pemberian MP- makanan lumat yang makanan lunak dan
ASI disaring makanan keluarga
 Usia 9-12 bulan  Usia 9-12 bulan
makanan lunak makanan lumat dan
 Usia 12-24 bulan makanan keluarga
makanan keluarga  Usia 12-24 bulan
makanan lunak dan
makanan lumat.
5. Variasi pemberian  Mencakup 4 bintang  Tidak mencakup 4
MP-ASI (makanan hewani, bintang (makanan
makanan pokok, hewani, makanan
kacang-kacangan, pokok, kacang-
buah dan sayur) kacangan, buah dan
dalam sehari sayur) dalam sehari
 Makanan selingan  Makanan selingan
yang sehat (buah, tidak sehat (seperti
biskuit, dll) makanan instan)
Catatan :
1. Penilaian sesuai, jika jawaban sesuai dengan pedoman atau standar
2. Penilaian tidak sesuai, jika salah satu jawaban atau lebih tidak sesuai dengan
pedoman.
LEMBAR KUESIONER
PEMBERIAN MP-ASI DAN STATUS IMUNISASI

Petunjuk :
1. Isilah data pribadi yang tersedia dengan benar
2. Jika ada pertanyaan yang kurang jelas dapat ditanyakan kembali
A. Data Responden
1. Kode Responden : (diisi oleh peneliti)
2. Nama ibu (Inisial) :
3. Umur :
4. Tingkat pendidikan : SD SMP SMA
D3 S1 lain-lain
5. Pekerjaan ibu : IRT pegawai lain-lain
6. Nama anak (inisial) :
7. Umur anak :
8. Jenis kelamin anak :P/L
9. Anak ke :
10. Berat badan lahir :
11. Pengukuran tinggi badan : _______ cm
12. Skor : ______ SD
13. Kategori status gizi : Stunting / Tidak
14. Catatan khusus : ____________________________________
(diisi oleh peneliti)
B. Lembar observasi makanan pendamping ASI
Pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda silang ( x ) dan isilah
pertanyaan dibawah ini dengan sebenar-benarnya.

Kriteria
No pemberian Penilaian Keterangan
MP-ASI
1. Usia

2. Frekuensi

3. Porsi

4. Tekstur

5. Variasi

Total
1. Status imunisasi rutin

No Vaksin Pernah Tidak pernah


1. HB-0
2. BCG
3. Polio 1
4. DPT-HB-Hib 1
5. Polio 2
6. DPT-HB-Hib 2
7. Polio 3
8. DPT-HB-Hib 3
9. Polio 4
10. IPV/ Polio suntik
11. Campak
DAFTAR PUSTAKA

Kurniati, Paskalia T. (2020). Stunting Dan Pencegahannya. Penerbit Lakeisha.


https://www.google.co.id/books/edition/
STUNTING_DAN_PENCEGAHANNYA/980OEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=Kurniati,+P.+T.+(2020).
+STUNTING+DAN+PENCEGAHANNYA.
+Penerbit+Lakeisha.&pg=PA64&printsec=frontcover Pada tanggal 26
Febuari 2022 jam 14.15
Khairani. (2020). Situasi Stunting di Indonesia. Jendela Data dan Informasi
Kesehatan.
https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/
buletin/buletin-Situasi-Stunting-di-Indonesia_opt.pdf Pada tanggal 25
Febuari 2022 jam 15.05
Atmarita. (2020). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan.
https://pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-
buletin.html pada tanggal 26 Febuari 2022 jam 14.30
Purba, D. H. dkk. 2021. Kesehatan dan Gizi untuk Anak. Yayasan Kita Menulis.

https://www.google.co.id/books/edition/Kesehatan_dan_Gizi_untuk_Anak/
lPs_EAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=kesehatan+gizi+untuk+anak&printsec=frontcover
pada tanggal 25 Febuari 2022 jam 15.22
United Nations Children’s Fun (UNICEF), WHO, World Bank Group. 2021.
JointChildMalnutritionEstimates.
https://www.who.int/publications-detail-redirect/9789240025257 pada
tanggal 26 Febuari 2022 jam 15.20
Kemenkes. 2021. Studi Status Gizi di Indonesia.
https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-
indonesia-ssgi-tahun-2021/ pada tanggal 26 Febuari 2022 16.07
Helmyati, Siti dkk. 2020. Stunting : Permasalahan dan Penanganannya. Universitas
Gajah Mada.

https://www.google.co.id/books/edition/STUNTING_Permasalahan_dan_P
enanganannya/PK3qDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Helmyati,
+Siti+dkk.+2020.+STUNTING+:+Permasalahan+dan+Penanganannya.
+Universitas+Gajah+Mada&printsec=frontcover pada tanggal 4 Maret
2022 jam 14.44
Rostika, Nikmawati E. E., Yulia C. (2019). Pola konsumsi Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI) pada bayi usia 12-24 bulan
(Consumptionpatternofcomplementaryfood in infantsages 12-24 months.
Media Pendidikan, Gizi dan Kuliner, 8(1).
https://www.readcube.com/articles/10.17509%2Fboga.v8i1.19238 pada
tanggal 10 Maret 2022 jam 16.30
Rahyuni, Meike. (2019). PengaruhPemberian MP-ASI Dini
dengankejadianstuntingpadabalita 24-59 bulan di Indonesia (Analisis data
IFLS 5). Universitas Sriwijaya.

https://repository.unsri.ac.id/2806/3/RAMA_13201_10011181520275_883
6630017_01_front_ref.pdf pada tanggal 10 Maret 2022 jam 16.43
Kementerian Kesehatan. (2016). PentingnyaImunisasi
https://promkes.kemkes.go.id/?p=5422 pada tanggal 10 Maret 2022 jam
16.44
Febiyanti, E., &Asthiningsih, N. W. W. (2021). HubunganImunisasi Dasar Dan
DukunganKeluargaDenganKejadianStuntingPadaBalita: Literature Review.
Borneo Student Research (BSR), 3(1), 213-228.
file:///C:/Users/user/Downloads/2414-Article%20Text-20026-1-10-
20211229.pdf
Permenkes RI. (2020). StandarAntropometri Anak.

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__2_Th_2020
_ttg_Standar_Antropometri_Anak.pdfpada tanggal 4 Maret 2022 jam 23.05
Andriani, R., Anggarini, I. A., & Valencia, F. V. (2022). Efektivitas Edukasi melalui
aplikasi MP-ASI terhadap pengetahuan ibu. Jurnal Delima Harapan, 9(1),
59-70.
http://jurnal.akbidharapanmulya.com/index.php/delima/article/view/
151/121 pada tanggal 11 Maret 2022 jam13.00
TANTI, S. (2018). Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini
Dengan Status Gizi Dan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di
Posyandu Balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun
(Doctoraldissertation, STIKES BHAKTI HUSADA MULIA).
http://repository.stikes-bhm.ac.id/280/1/60.pdf pada tanggal 11 Maret 2022
jam 14.31
Asmin, E., & Abdullah, M. R. (2021). ASI Eksklusif dan Imunisasi Berhubungan
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 9-24 Bulan di Puskesmas
Rumah Tiga, Ambon. Poltekita: Jurnal Ilmu Kesehatan, 15(2), 196-201.
https://poltekkespalu.ac.id/jurnal/index.php/JIK/article/view/487 pada
tanggal 10 Maret 2022 jam 16.32
Harikedua, V. T., Tomastola, Y., Ranti, I. N., &Kamboa, A. (2019). Riwayat
Pemberian Asi Ekslusif, Mp-Asi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 24-60 Bulan Di Puskesmas Sangkub Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara. Jurnal GIZIDO, 11(2), 96-104.
https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/gizi/article/view/779 pada
tanggal 11 Maret 2022 jam 02.05
Rayhana, R., &Rizalvi, U. (2020). Hubungan Pemberian ASI, MP-ASI, Imunisasi
dan Riwayat Penyakit terhadap Pertumbuhan Anak Usia 24-36 Bulan.
MuhammadiyahJournalofMidwifery, 1(1), 30-36.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/MyJM/article/view/6793 pada tanggal 11
Maret 2022 jam 02.30
Khoiriyah, H. I., Pertiwi, F. D., & Prastia, T. N. (2021). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Desa Bantargadung Kabupaten Sukabumi Tahun 2019. PROMOTOR, 4(2),
145-160.
http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/PROMOTOR/article/view/5581
pada tanggal 11 Maret 2022 jam 03.07
Juwita, S., Andayani, H., Bakhtiar, B., Sofia, S., &Anidar, A. (2019). Hubungan
Jumlah Pendapatan Keluarga dan Kelengkapan Imunisasi Dasar dengan
Kejadian Stunting pada Balita di Kabupaten Pidie. Jurnal Kedokteran
Nanggroe Medika, 2(4), 1-10.
http://jknamed.com/jknamed/article/view/63 pada tanggal 11 Maret 2022
jam 03.39
Nurdin, S. S. I., Katili, D. N. O., & Ahmad, Z. F. (2019). Faktoribu, polaasuhanak,
dan MPASI terhadapkejadian stunting di kabupaten Gorontalo.
JurnalRisetKebidanan Indonesia, 3(2), 74-81.

https://www.researchgate.net/profile/St-Surya-Nurdin/publication/3395644
81_Faktor_ibu_pola_asuh_anak_dan_MPASI_terhadap_kejadian_stunting
_di_kabupaten_Gorontalo/links/61683b2925be2600ace91578/Faktor-ibu-
pola-asuh-anak-dan-MPASI-terhadap-kejadian-stunting-di-kabupaten-
Gorontalo.pdfpada tanggal 17 Maret 2022 jam 13.00
Sastria, A., Hasnah, H., &Fadli, F. (2019). FaktorKejadian Stunting Pada Anak Dan
Balita. JurnalIlmiahKeperawatan, 14(2), 100-108.
http://journal.stikeshangtuah-sby.ac.id/index.php/JIK/article/view/
56/56pada tanggal 17 Maret 2022 jam 14.40
Kominf0. 2019. Kominfo ajak masyarakat turunkan Prevalensi Stunting. Jakarta.
https://www.kominfo.go.id/content/detail/17436/kominfo-ajak-masyarakat-
turunkan-prevalensi-stunting/0/sorotan_mediapada tanggal 17maret 2022
jam 13.21
FADILAH, S. 2017. ANALISIS MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) PADA
IBU BEKERJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TURIKALE
KABUPATEN MAROS TAHUN.
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
NGUzODFlMDY1OTM3MDdlYzZlODMxMjBkNjAzMDYwM2U1YmM
4N2UxZA==.pdfpada tanggal 17 Maret 2022 jam 15.00
Mulyati, E., Keb, M., Ratnaningsih, E., FiaSofiati, S. S. T., Saputro, H., MKM, A., ...
&Sopandy, D. (2014). BUKU AJAR IMUNISASI.

https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Imunisasi_Bayi/krAS
EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1 pada tanggal 17 Maret 2022 jam 17.40
Rahmawati, U. A., Theresia, E. M., &Purnamaningrum, Y. E. (2019). HUBUNGAN
PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)
DENGAN KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA
ANAK USIA 12-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SENTOLO I KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2019
(Doctoraldissertation, PoltekkesKemenkes Yogyakarta).
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2184/1/SKRIPSI.pdf pada tanggal 17
Maret 2022 jam 21.00
Wanda, Y. D., Elba, F., Didah, D., Susanti, A. I., &Rinawan, F. R. (2021).
RIWAYAT STATUS IMUNISASI DASAR BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN BALITA STUNTING. JKM (Jurnal Kebidanan Malahayati),
7(4), 851-856.
http://www.ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/kebidanan/article/view/4727
pada tanggal 18 Maret 2022 jam 01.20
Irwan, D. S. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan.
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=3XHwDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=etika+dan+peri
laku+kesehatan+irwan&ots=PuxBMxTFHy&sig=caOp5G4Tvk0T4MTeE
m4C5ycTSqM&redir_esc=y#v=onepage&q=etika%20dan%20perilaku
%20kesehatan%20irwan&f=false pada tanggal 18 Maret 2022 jam 00.18
Grove, S. K. (2019). MEMAHAMI PENELITIAN KEPERAWATAN:
MENGEMBANGKAN PRAKTIK BERBASIS BUKTI.
https://repo.unikadelasalle.ac.id/1554/2/Combined-Book
%20Contributor.pdf pada tanggal 18 Maret 2022 jam 02.04
Kamil, H., & Mayasari, P. (2020). Pendidikan dan Promosi Kesehatan. Syiah Kuala
UniversityPress.
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=itgNEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=MERANCANG+
PROGRAM+PROMOSI+KESEHATAN+BERBASIS+TEORI+S+A+P+5
+PRECEDE/PROCEED+MODEL&ots=vIrt1RkZGD&sig=-
7m3dx8wxGLV2TqM9huaZkxhnMU&redir_esc=y#v=onepage&q&f=fals
e pada tanggal 18 Maret 2022 jam 02.20
Rodiyah, M. K. MODUL.
http://repositori.respati.ac.id/dokumen/R-00000117.pdf pada tanggal 18
Maret 2022 jam 02.30
Kiik, S. M., & Nuwa, M. S. (2020). Stunting dengan pendekatan Framework WHO.
Stefanus Mendes Kiik.
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=omEzEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA2&dq=Stunting+denga
n+pendekatan+Framework+WHO+Oleh+Stefanus+Mendes+Kiik,
+Muhammad+Saleh+Nuwa&ots=5w9X2ZGys4&sig=DYkXY_kSmMHj4
uz0qDhpO7LcQ6M&redir_esc=y#v=onepage&q=Stunting%20dengan
%20pendekatan%20Framework%20WHO%20Oleh%20Stefanus
%20Mendes%20Kiik%2C%20Muhammad%20Saleh%20Nuwa&f=false
pada tanggal 6 April 2022 jam 01.30
Rahayu, A., KM, S., Yulidasari, F., Putri, A. O., Anggraini, L., & KM, S. (2018).
Study guide-stunting dan upaya pencegahannya. Yogyakarta: Penerbit CV
Mine.
http://kesmas.ulm.ac.id/id/wp-content/uploads/2019/02/BUKU-
REFERENSI-STUDY-GUIDE-STUNTING_2018.pdf pada tanggal 6 April
2022 jam 02.22
Barlianto, W., & Rachmawati, S. D. (2019). Pedoman Praktis Imunisasi pada Anak:
Pemberian Imunisasi pada Anak Sehat, Sakit, dan Terlambat Jadwal.
Universitas Brawijaya Press.

https://www.google.co.id/books/edition/Pedoman_Praktis_Imunisasi_pada
_Anak/Y1cAEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0 pada tanggal 8 April 2022 jam
02.10
Sari L. I. (2020). Buku Ajar Imunisasi Bayi. Media Sains Indonesia

https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Imunisasi_Bayi/krAS
EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0 pada tanggal 9 April 2022 jam 03.40
IDAI. (2018). Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI).
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/pemberian-makanan-pendamping-
air-susu-ibu-mpasi pada tanggal 9 April 2022 jam 04.30

Anda mungkin juga menyukai