Anda di halaman 1dari 31

GAMBARAN PERMASLAHAN

PENGARUH EDUKASI LEAFLEET TERHADAP MKJP PADA IBU

PASCA BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ARO DESA

ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG

HARI TAHUN 2022

Disusun OLEH:

NISFALMUHARRAM

PO.71.24.12.20.300

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI

SARJANA TERAPAN 2022

1
KATA

Puji syukur penulisan ucapkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Pengaruh Edukasi
Leafleet Terhadap MKJP Pada Ibu Pasca Bersalin Di Wilayah Kerja Puskesmas Aro
Desa Aro Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari Tahun 2022
Penulis banyak sekali mendapatkan bantuan, baik berupa bimbingan ataupun
dorongan secara moril maupun materil dalam penyusunan Skripsi ini. Untuk itu izinkan
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Rusmimpong S.Pd, M.Kes. selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jambi.
2. Ibu Hj. Suryani, S.Pd, MPH Selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Jambi.
3. Ibu Yuli Suryanti, M.Keb Selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kemenekes Jambi.
4. Seluruh dosen dan staf Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi Jurusan Kebidanan
yang telah memberikan ilmu selama penulis berada di bangku kuliah.
5. Kedua orang tua yang telah membantu dalam bentuk moril maupun materil
sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini

Semoga segala amal muliannya dapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan demi penyempurnaan ini.
Akhir kata penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, 2022
DAFTAR

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 4

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penulisan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kontrasepsi 7

B. Macam Macam Kontrasepsi 09

C. Metode Leaflet 10

D. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran


anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan
hak-hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas
(UU Kependudukan Nomor 52 tahun 2009). Keluarga
Berencana merupakan suatu cara yang memungkinkan setiap
orang untuk mengatur jumlah anak yang diinginkan dan jarak
kehamilan melalui informasi, pendidikan dan penggunaan
metode kontrasepsi (WHO, 2014). Keluarga Berencana
berperan dalam mengurangi risiko kematian ibu pada waktu
melahirkan yang disebabkan karena terlalu sering melahirkan
dan jarak antara kelahiran yang terlalupendek(Prawirohardjo,
2005).

Berdasarkan Survey Penduduk Antar Sensus


(SUPAS) tahun 2015, AKI di Indonesia berada pada angka
305 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya untuk menurunkan
AKI perlu dilakukan dengan melihat target Sustainable
Development Goals (SDGs) dalam The 2030 Agenda For
Sustainable Development yaitu 70 per
100.000 kelahiran hidup. Salah satu program Keluarga
Berencana untuk menurunkan AKI yaitu dengan KB Pasca
Persalinan (Riskesdas, 2013).

KB Pasca Persalinan adalah penggunaan metode


kontrasepsi pada masa nifas sampai dengan 6 minggu atau 42
hari setelah melahirkan (Kemenkes, 2014a). KB Pasca
Persalinan merupakan langkah untuk mencegah kehilangan
kesempatan menggunakan KB setelah melahirkan
(Riskesdas, 2013).

Penerapan KB Pasca Persalinan sangat penting


karena kembalinya kesuburan pada ibu setelah melahirkan
tidak dapat diketahui secara pasti dandapat terjadi
sebelum datangnya siklus haid bahkan pada wanita
menyusui. Hal ini menyebabkan pada masa
menyusui,wanitamengalami kehamilan yang tidak diinginkan
(KTD) atau unwanted pregnancy. Kontrasepsi sebaiknya
sudah

digunakan sebelum kembali beraktivitas seksual. Oleh karena


itu sangat penting untuk menggunakan kontrasepsi seawal
mungkin setelah persalinan(Mujiati, 2013). Studi yang
dilakukan di negara-negara dengan tingkat kelahiran yang
tinggi, menunjukkan bahwa Keluarga Berencana memberi
dampak positif untuk meningkatkan tingkat kesehatan ibu
dan bayi, diperkirakan dapat menurunkan 32% kematian ibu
dengan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan dapat
menurunkan 10% kematian anak, dengan mengurangi jarak
persalinan kurang dari2 tahun (Clelandet al, 2006).

Menurut World Health Organization (WHO) 2016


penggunaan kontrasepsi telah meningkat di banyak bagian
dunia, terutama di Asia dan Amerika Latin dan terendah di
Sub-Sahara Afrika. Secara global, pengguna kontrasepsi
modern telah meningkat tidak signifikan dari 54% pada tahun
1990 menjadi 57,4% pada tahun 2014. Secara regional,
proporsi pasangan usia subur 15-49 tahun melaporkan
penggunaan metode kontrasepsi modern telah meningkat
minimal 6 tahun terakhir. Di Afrika dari 23,6% menjadi
27,6%, di Asia telah meningkat dari 60,9% menjadi 61,6%,
sedangkan Amerika latin dan Karibia naik sedikit dari 66,7%
menjadi 67,0%. Diperkiraan 225 juta perempuan di negara-
negara berkembang ingin menunda atau menghentikan
kesuburan tapi tidak menggunakan metode kontrasepsi
apapun dengan alasan sebagai berikut: terbatas pilihan
metode kontrasepsi dan pengalaman efek samping.
Kebutuhan yang belum terpenuhi untuk kontrasepsi masih
terlalu tinggi. Ketidakadilan didorong oleh pertumbuhan
populasi (WHO, 2016)

Cakupan pelayanan KB Pasca Persalinan di Indonesia


tahun 2013sebesar 59,6%.Pencapaian pelayanan KB Pasca
Persalinan di perkotaan sebesar 60,9%, sedangkan di
perdesaan sebesar 58,3%. Cakupan pelayanan KB Pasca
Persalinan di Sumatera Barat pada tahun 2013 sebesar 50,2%
(Riskesdas, 2013). Berdasarkan Laporan tahun 2017 jumlah
pengguna KB Pasca Persalinan di Sumatera Barat sebesar
21.841 (BKKBN, 2018).

Penggunaan kontrasepsi atau KB Pasca Persalinan


dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor
pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, persetujuan atau
dukungan suami, informasi keluarga berencana,
pelayanankeluara berencana, faktor ekonomi, durasi
menyusui, usia dan paritas (Bwazi et al., 2014;Kripa S et
al.,2017;Jalang’o et al., 2017; Widyastuti, 2010).

Pengetahuan merupakan unsur penting dalam


membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2012).
Pengaruh besar dari tingkat pengetahuan terhadap
penggunaan Keluarga Berencana Pasca melahirkan
dibuktikan oleh studi yang dilakukan di Nigeria tahun 2015
yang menunjukkan 78,6% dari respondennya mengetahui
adanya KBPasca Persalinan namun 65,7% dari mereka
memiliki pengetahuan yang buruk tentang KB Pasca
Persalinan. Hal ini sebanding dengan penggunaan KBPasca
Persalinan disana yang hanya 12,7% berdasarkan analisis
laporan Survei Demografi dan Kesehatan dari 43 negara yang
diterbitkan pada tahun 2014 (Idowu et al., 2015).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang tertutup


dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek
tertentu.Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas
tetapi merupakan faktor yang mempengaruhi tindakan atau
perilaku(Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan Penelitian yang
dilakukan wilayah kerja Puskesmas Pakuan Baru tahun 2013
responden memiliki sikap kurang baik sebanyak 31 orang, 23
orang (74.2%) tidak menggunakan KB Pasca Persalinan dan
sebanyak 8 orang (25.8%) menggunakan KB Pasca
Persalinan. Sedangkan responden dengan sikap baik terdapat
36 orang, menggunakan KB Pasca Persalinansebanyak 22
orang (61.1%), dan14 orang (38.9 %) tidak menggunakan
KB Pasca Persalinan dan dari uji statistik didapatkan ada
hubungan yang signifikan antara sikap dengan KB Pasca
Persalinan (Ruwaydaet al., 2014).

Informasi merupakan salah satu faktor


berpengaruhterhadap pengetahuan seseorang. Informasi KB
Persalinan dapat diperoleh salah satunya dari tenaga
kesehatan yang diintegrasikan dalam P4K, Kelas Ibu Hamil
dan pelayanan antenatal terpadu serta kunjungan nifas yang
diberikan berupa pelayanan Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) dan konseling (Azizahet al., 2018).Pemberian
konseling keluarga berencana dan metode kontrasepsi selama
masa pasca persalinan dapat meningkatkan kesadaran ibu
untuk menggunakan kontrasepsi (USAID, 2008).

Dukungan suami sangat memberi pengaruh terhadap


penggunaan dan pemilihan KBPasca Persalinan. Dukungan
yang diberikan oleh suami terhadap pengunaan KB dapat
membuat istri merasa tenang dan aman menjadi peserta KB
bila suami memberikan dukungan penuh, termasuk
menemani saat konseling, pemasangan alat kontrasepsi,
menemani kontrol dan selalu mengayomi istri jika terjadi hal
tidak diinginkan (Faridah., 2014). Didukung penelitian yang
dilalukan di Puskesmas Jetis Yogyakarta tahun 2017
diketahui dari 26 responden yang tidak mendapatkan
dukungan suami, maka mereka tidak menggunakan KB IUD
post- plasenta (100%) dan dari 4 responden 5 Prodi S1
Kebidanan FK Universitas Andalas yang mendapatkan
dukungan suami terdapat 3responden (75%) yang
menggunakan KB IUD post-plasenta (Qamariahet al., 2017).
Hasil analisis SDKI 2007 yang dilakukan oleh Puslitbang
BKKBN mendapatkan adanya pengaruh positif antara
persetujuan suami dengan penggunaan kontrasepsi pada
istrinya.(Utami,et al, 2013).

Salah satu metode KB Pasca Persalinan adalah


Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang terdiri
dari IUD (Intra Uterine Device), implan (susuk) dan
sterilisasi. Metode kontrasepsi jangka panjang(MKJP)
merupakan cara kontrasepsi yang efektif dan efisien
digunakan dalam jangka waktu lebih dari 3 tahun atau sudah
tidak ingin menambah anak lagi sebagai salah satu strategi
dari pelaksanaan program KB (Nikmawatiet al., 2017). Hal
tersebut sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) BKKBN tahun 2015-2019 salah satunya
berupa meningkatkan penggunaanMetode Kontrasepsi
Jangka Panjang(MKJP) (BKKBN, 2015).

Berdasarkan studi pendahuluan pada 10 orang


responden,hanya 30% yang menggunakan KB Pasca
Persalinan dan67% diantaranya menggunakan metode
kontrasepsi jangka panjang. Pada responden yang tidak
menggunakan KB Pasca Persalinan, 43% tidak mendapatkan
konseling atau informasi tentang KB Pasca Persalinan dan
selebihnya mendapatkan konseling namun keputusaan untuk
tidak menggunakan KB dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya tidak mendapatkan dukungan dari suami.

Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik


melakukan penelitian untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi Pasca Salin Pada
Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Aro Desa Aro
Kecamatan Muara Bulian

A. Rumusan Masalah
Rendahnnya minat ibu pasca salin menggunakan MKJP sehingga
mengakibatkan jarak kehamilan terlalu dekat di wilayah kerja
puskesmas Aro Desa Aro Kecamatan Muara Bulian?
B. Tujuan
Untuk menegtahui rendahnnya minat ibu pasca salin menggunakan
MKJP sehingga mengakibatkan jarak kehamilan terlalu dekat di
wilayah kerja puskesmas Aro Desa Aro Kecamatan Muara Bulian
C. Manfaat
Dapat dijadikan sumber informasi dan pengetahuan tentang rendahnnya
minat ibu pasca salin menggunakan MKJP sehingga mengakibatkan
jarak kehamilan terlalu dekat di wilayah kerja puskesmas Aro Desa Aro
Kecamatan Muara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Medis

1. Keluarga Berencana (KB)

a. Definisi Keluarga Berencana (KB)

Keluarga Berencana adalah gerakan untuk membentuk keluarga

yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran (Prijatni &

Rahayu, 2016:192).

KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai

kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat perkawinan,

pengobatan kemandulan dan penjarangan kelahiran (Departemen

kesehatan Republik Indonesia, 1999; 1).

b. Ruang Lingkup Program KB

Menurut Handayani (2010:29) dalam buku (Prijatni & Rahayu,

2016:114), ruang lingkup program KB meliputi:

1). Komunikasi informasi dan edukasi

2). Konseling

3). Pelayanan infertilitas

4). Pendidikan seks

5). Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan

6). Konsultasi genetik

6
7

c. Manfaat Usaha KB Dipandang Dari Segi Kesehatan

Peningkatan dan perluasan pelayanan KB merupakan salah satu

usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang

semakin tinggi akibat kehamilan yang dialami wanita (Prijatni &

Rahayu, 2016: 114).

d. Akseptor Keluarga Berencana

Menurut Barbara R.Stright dalam buku (Prijatni & Rahayu, 2016:

115) menyebutkan Akseptor KB adalah proses yang disadari oleh

pasangan untuk memutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu

kelahiran (Barbara R.Stright, 2004;78). Adapun jenis - jenis akseptor

KB, yaitu:

1). Akseptor Aktif Akseptor aktif adalah kseptor yang ada pada saat

ini menggunakan salah satu cara / alat kontrasepsi untuk

menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

2). Akseptor aktif kembali Akseptor aktif kembali adalah pasangan

usia subur yang telah menggunakan kontrasepsi selama 3 (tiga)

bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali

menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama

maupun berganti cara setelah berhenti / istirahat kurang lebih 3

(tiga) bulan berturut–turut dan bukan karena hamil.

3). Akseptor KB Baru Akseptor KB baru adalah akseptor yang baru

pertama kali menggunakan alat / obat kontrasepsi atau pasangan

usia

7
8

subur yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah

melahirkan atau abortus.

4).Akseptor KB dini Akseptor KB dini merupakan para ibu yang

menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu

setelah melahirkan atau abortus.

5). Akseptor KB langsung Akseptor KB langsung merupakan para istri

yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari

setelah melahirkan atau abortus.

6). Akseptor KB dropout Akseptor KB dropout adalah akseptor yang

menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN,

2007).

2. Kontrasepsi

a. Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti

“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan

antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan

kehamilan. Maka kontrasepsi adalah menghindari / mencegah

terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur

dengan sel sperma (Prijatni & Rahayu, 2016:116).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan

Dimana upaya tersebut dapat bersifat sementara dan dapat pula bersifat

permanen (Hanifa, 2005: 905).

8
9

b. Faktor-faktor Pemilihan Metode Kontrasepsi

Pemilihan metode kontrasepsi dipengaruhi oleh bebrapa hal:

1). Usia, usia mempengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi.

Menurut penelitian (Erna Setiawati, et al, 2017) menunjukkan

bahwa usia 20-30 tahun MKJP sebesar 32% sedangkan Non MKJP

sebesar 68%.

2). Pengetahuan yang kurang, mencapai 51,8% sampel yang didapat

memiliki pengetahuan yang kurang tentang kontrasepsi terutama

jenis MKJP (Nikmawati, 2017).

3). Jumlah Paritas, Pemakaian Non MKJP paling banyak pada WUS

yang mempunyai anak dua (Aryati, et al, 2019).

c. Akseptor KB menurut sasaran pemakaian Kontrasepsi

Prijatni & Rahayu, 2016:116 menyebutkan akseptor KB menurut

sasaran terbagi 3 tujuan pemakaian alat kontrasepsi:

1). Fase Menunda Kehamilan Masa menunda kehamilan pertama

sebaiknya dilakukan oleh pasangan yang istrinya belum mencapai

usia 20 tahun. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu

kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya

kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%.

2). Fase Mengatur/Menjarangkan Kehamilan Periode usia istri antara 20

- 30 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan,

dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 - 4

tahun. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas tinggi,

9
1

reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya

anak lagi.

3). Fase Mengakhiri Kesuburan Sebaiknya keluarga setelah mempunyai

2 anak dan umur istri lebih dari 30 tahun tidak hamil. Kondisi

keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang

mempunyai efektifitas tinggi.

d. Jenis Metode Kontrasepsi

Menurut BKKBN metode kontrasepsi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu

metode kontrasepsi jangka pendek yang terdiri dari pil KB dan suntikan

KB, kondom. Kemudian, metode kontrasepsi jangka panjang yang

terdiri dari alat kontrasepsi dalam Rahim (IUD), Implan, Tubektomi

dan Vasektomi (BKKBN, 2017).

3. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

a. Definisi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Menurut BKKBN metode kontrasepsi jangka panjang adalah alat

kontrasepsi untuk menunda, menjarangkan serta menghentikan

kesuburan yang digunakan dalam jangka panjang. Selain itu, MKJP

lebih rasional dan mempunyai efek samping sedikit (BKKBN, 2017).

b. Manfaat Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Menurut BKKBN metode kontrasepsi jangka panjang memiliki

beberapa manfaat:

1). Efektif mencegah kehamilan hingga 99%

1
1

2). Jangka waktu pemakaian lebih lama

3). Biaya terjangkau

4). Tidak mempengaruhi produksi ASI

5). Tidak ada perubahan fungsi seksual

6). Merencanakan kehamilan dan masa depan anak

7). Mencegah resiko kematian ibu pada saat melahirkan.

c. Jenis-jenis Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Menurut BKKBN metode kontrasepsi jangka panjang terdiri dari

Alat Kontrasepsi dalam Rahim (IUD), Implan, Tubektomi dan

Vasektomi. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis kontrasepsi

jangka panjang:

1). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/(IUD)

(Manuaba, 1998:454) menjelasakan bahwa Metode

kontrasasepsi AKDR/IUD mempunyai sejarah perkembangan

yang panjang sebelum generasi III dengan keamanan, efektivitas,

dan penyulit yang tidak terlalu besar. Saat ini kita telah berada

pada AKDR generasi Ketiga dengan contoh jenis alat kontrasepsi

AKDR copper T, Copper 7, Progestasert, Copper T3800A (Cu T

380 A) (Hanifa, 20

1
1

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:187) menyebutkan cara

kerja AKDR sebagai berikut:

(1).Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba

falopii,

(2).Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum

uteri,

(c). Keuntungan AKDR

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:187) keuntungan

pemakaiaan AKDR sebagai berikut:

1. Sangat efektif, efektif segera seteah pemasangan, jangka

panjang,

2. Tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan

kenyamanan hubungan seksual karena tidak takut untuk

hamil,

3. Tidak ada efek samping hormonal, tidak mempengaruhi

kualitas dan volume ASI,

4. Dapat dipasang segera setelah melahirkan/post abortus,

5. Dapat digunakan sampai menopause,

6. Tidak ada interaksi dengan obat-obat,

1
1

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:187) menyebutkan

cara kerja AKDR sebagai berikut:

(1).Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba

falopii,

(2).Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum

uteri,

(3).AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum

bertemu, memungkinkan untuk mencegah implantasi telur

dalam uterus.

(d). Keuntungan AKDR

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:187) keuntungan

pemakaiaan AKDR sebagai berikut:

1. Sangat efektif, efektif segera seteah pemasangan, jangka

panjang,

2. Tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan

kenyamanan hubungan seksual karena tidak takut untuk

hamil,

3. Tidak ada efek samping hormonal, tidak mempengaruhi

kualitas dan volume ASI,

4. Dapat dipasang segera setelah melahirkan/post abortus,

5. Dapat digunakan sampai menopause,

6. Tidak ada interaksi dengan obat-obat,

1
1

7. Membantu mencegah kehamilan ektopik.

(d).Indikasi Pemasangan AKDR

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:188) menyebutkan

pemasangan AKDR bisa dilakukan pada:

1. Usia reproduktif,

2. Keadaan nullipara,

3. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang,

4. Menyusui dan ingin menggunakan kontrasepsi, setelah

melahirkan dan tidak menyusui,

5. Setelah mengalami abortus dan tidak ada infeksi,

6. Risiko rendah dari IMS,

7. Tidak menghendaki metode hormonal, menyukai

kontrasepsi jangka panjang

(e). Kontraindikasi Pemasangan AKDR

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:188) menyebutkan

pemasangan AKDR tidak bisa dilakukan apabila:

1. Kehamilan,

2. Gangguan perdarahan,

3. Radang alat kelamin,

4. Curiga tumor ganas di alat kelamin, tumor jinak rahim,

5. Kelainan bawaan rahim,

6. Erosi,

7. Alergi logam,

1
1

8. Berkali – kali terkena infeksi panggul,

9. Ukuran rongga rahim <5 cm,

10. Diketahui menderita TBC

pelvik. (f). Waktu Pemasangan AKDR

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:188) menyebutkan

pemasangan AKDR bisa dilakukan pada:

1. Saat pemasangan AKDR Pada waktu haid,

2. Segera setelah induksi haid atau abortus spontan,

3. Setelah melahirkan,

4. Setiap saat bila yakin tidak hamil,

5. Post abortus,

6. Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi

2). Implan atau Susuk (Norplant atau implant)

Susuk KB disebut alat KB bawah kulit (AKBK) (Manuaba,

1998:445). (Prijatni & Rahayu, 2016:116) menyebutkan bahwa

metode implan merupakan metode kontrasepsi efektif yang dapat

memberi perlindungan 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk

Jadena, Indoplant atau Implanon, terbuat dari bahan semacam

karet lunak berisi hormon levonorgestrel, berjumlah 6 kapsul,

panjangnya 3,4 cm, diameter 2,4 cm, dan setiap kapsul berisi 36

mg hormon levonorgestrel, cara penyebaran zat kontrasepsi dalam

tubuh, yaitu progestin meresap melalui dinding kapsul secara

1
1

berkesinambungan dalam dosis rendah. Kandungan levonorgestrel

dalam darah yang cukup untuk menghambat konsepsi dalam 24

jam setelah pemasangan (Prijatni & Rahayu, 2016:178).

a) Jenis-jenis Implan

(Prijatni & Rahayu, 2016:178) menyebutkan bahwa jenis

implan terdiri dari 3 jenis:

(1).Norplant terdiri 6 kapsul silastik lembut berongga dengan

panjang 3,4 cm, diameter 2,4 mm yang beisi 36 mg

levonorgestrel. Norplant merupakan satu-satunya

kontrasepsi implant yang beredar di pasaran (Hanifa,

2005:922),

(2).Implanon, tersiri satu batang putih lentur, pajangnya 40 mm,

diameter 2 mm, berisi 68 mg desogestrel,

(3).Jadena dan Indoplant, terdiri dari 2 batang yang berisi 75

mg levonorgestrel.

b) Cara kerja implan

Terdapat beberapa cara kerja dari kontrasepsi implan

menurut (Hanifa, 2005: 922):

(1).Menenkan ovulasi; lebih dari 80% pemakai tidak

mengalami ovulasi pada tahun-tahun pertama

(2).Membuat getah serviks lebih kental

(3).Membuat endometrium tidak siap menerima kehamilan.

1
1

(4). Selain itu ada penambahan cara kerja dari implan

menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:178) yaitu mengurangi

sekresi progesteron selama fase luteal dalam siklus

terjadinya ovulasi.

c) Keuntungan pemakaian implan

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:178) keuntungan dari

pemakaian kontrasepsi implan:

(1). Angka kegagalan tahun pertama antara 0,2-0,5 per tahun

wanita, awitan kerja sangat cepat 24 jam setelah

pemasanganan

(2). Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah

pencabutan

(3). Perlindungan jangka panjang sampai 5 tahun

(4). Tidak memerlukan pemeriksaan dalam

(5). Bebas estrogen

(6). Tidak mengganggu kegiatan

senggama (7). Efektif tidak merepotkan

klien

(8). Tingkat proteksi yang berkesinambungan

(9). Bias dicabut setiap saat sesuai kebutuhan

(10). Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan

(11). Tidak mengganggu ASI

(12). Mengurangi nyeri haid, jumlah darah haid dan

mengurangi anemia

1
1

(13). Melindungi terjadinya kanker endometrium, beberapa

penyebab penyakit radang panggul, menurunkan angka

kejadian Endometriosis.

d) Indikasi pemakaian kontrasepsi implan

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:179) indikasi

diperbolehkan pemasangan Implan sebagai berikut:

(1). Menyukai metode yang tidak memerlukan tindakan

setiap hari sebelum senggama, misalnya keharusan

minum pil

(2). Menghendaki metode yang sangat efektif untuk jangka

panjang

(3). Pasca persalinan dan tidak menyusui, tidak menyukai

metode kontrasepsi hormonal yang mengandung

estrogen

(4). Atas permintaan akseptor sendiri

(5). Pada pemeriksaan tidak ada kontra Indikasi

(6). Telah memiliki anak atau belum, menyusui dan

membutuhkan kontrasesi, tidak menginginkan anak lagi

dan tidak mau steril

(7). Riwayat kehamilan ektopik.

e) Kontraindikasi pemakaian kontrasepsi implan

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:179) kontraindikasi

pemasangan Implan sebagai berikut:

(1). Kemungkinan hamil

1
1

(2). Memiliki penyakit hati atau tumor hati jinak/ganas,

menderita penyakit Tromboembolik aktif, misalnya

thrombosis di kaki, paru atau mata

(3). Mengalami perdarahan pervaginan yang tidak diketahui

penyebabnya

(4). Adanya benjolan di payudara/dugaan kanker payudara

dan mioma uteri

(5). Riwayat stroke dan penyakit jantung

(6). Menggunakan obat untuk epilepsi dan tuberculosis.

f) Waktu Pemasangan Implan

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:180) Waktu

pemasangan implan:

(1).Setiap saat hari ke 2-7 siklus haid dan setelah

pemasangan selama 7 hari tidak boleh melakukan

senggama atau bisa memakai metode lain

(2).1-7 hari setelah abortus

(3).6 minggu setelah melahirkan dan telah terjadi haid

kembali, menyusui penuh setelah pemasangan klien tidak

perlu memakai metode lain selama 7 hari

(4).Bila klien tidak haid bisa dipasang setiap saat dan yakin

bahwa tidak hamil, setelah dipasang tidak boleh

melakukan senggama selama 7 hari atau bias memakai

metode lain

1
2

(5).Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin

ganti implan bisa dipasang setiap saat asal betul-betul

tidak hamil dan memakai kontrasepsi yang lalu betul-

betul dengan benar

(6).Bila sebelumnya kontrasepsi suntikan, ingin ganti implan

maka dipasang pada saat jadwal kontrasepsi suntikan

(7).Bila sebelumnya memakai kontrasepsi sederhana, ingin

ganti implan maka dipasang setiap saat asal yakin tidak

hamil

(8).Bila sebelum memakai IUD, maka dipasang implan pada

saat hari ke 7 haid dan klien setelah dipasang tidak boleh

melakukan senggama selama 7 hari atau pakai metode

lain.

3). Tubektomi/ Sterilisasi pada Wanita

Sterilisasi pada wanita adalah tindakan yang dilakukan pada

kedua tuba Fallopi, yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak

dapat hamil atau tidak menyebabkan hamil lagi (Sarwono,

2014:456).

2
2

(4). Selain itu ada penambahan cara kerja dari implan

menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:178) yaitu mengurangi

sekresi progesteron selama fase luteal dalam siklus

terjadinya ovulasi.

g) Keuntungan pemakaian implan

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:178) keuntungan dari

pemakaian kontrasepsi implan:

(1). Angka kegagalan tahun pertama antara 0,2-0,5 per tahun

wanita, awitan kerja sangat cepat 24 jam setelah

pemasanganan

(2). Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah

pencabutan

(3). Perlindungan jangka panjang sampai 5 tahun

(4). Tidak memerlukan pemeriksaan dalam

(7). Bebas estrogen

(8). Tidak mengganggu kegiatan

senggama (7). Efektif tidak merepotkan

klien

(8). Tingkat proteksi yang berkesinambungan

(9). Bias dicabut setiap saat sesuai kebutuhan

(10). Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan

(11). Tidak mengganggu ASI

(14). Mengurangi nyeri haid, jumlah darah haid dan

mengurangi anemia

2
2

(15). Melindungi terjadinya kanker endometrium, beberapa

penyebab penyakit radang panggul, menurunkan angka

kejadian Endometriosis.

h) Indikasi pemakaian kontrasepsi implan

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:179) indikasi

diperbolehkan pemasangan Implan sebagai berikut:

(8). Menyukai metode yang tidak memerlukan tindakan

setiap hari sebelum senggama, misalnya keharusan

minum pil

(9). Menghendaki metode yang sangat efektif untuk jangka

panjang

(10). Pasca persalinan dan tidak menyusui, tidak

menyukaimetode kontrasepsi hormonal yang

mengandung estrogen

(11). Atas permintaan akseptor sendiri

(12). Pada pemeriksaan tidak ada kontra Indikasi

(13). Telah memiliki anak atau belum, menyusui dan

membutuhkan kontrasesi, tidak menginginkan anak lagi

dan tidak mau steril

(14). Riwayat kehamilan ektopik.

i) Kontraindikasi pemakaian kontrasepsi implan

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:179) kontraindikasi

pemasangan Implan sebagai berikut:

(7). Kemungkinan hamil

2
2

(8). Memiliki penyakit hati atau tumor hati jinak/ganas,

menderita penyakit Tromboembolik aktif, misalnya

thrombosis di kaki, paru atau mata

(9). Mengalami perdarahan pervaginan yang tidak diketahui

penyebabnya

(10). Adanya benjolan di payudara/dugaan kanker

payudara dan mioma uteri

(11). Riwayat stroke dan penyakit jantung

(12). Menggunakan obat untuk epilepsi dan tuberculosis.

j) Waktu Pemasangan Implan

Menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:180) Waktu

pemasangan implan:

(1).Setiap saat hari ke 2-7 siklus haid dan setelah

pemasangan selama 7 hari tidak boleh melakukan

senggama atau bisa memakai metode lain

(2).1-7 hari setelah abortus

(3).6 minggu setelah melahirkan dan telah terjadi haid

kembali, menyusui penuh setelah pemasangan klien tidak

perlu memakai metode lain selama 7 hari

(4).Bila klien tidak haid bisa dipasang setiap saat dan yakin

bahwa tidak hamil, setelah dipasang tidak boleh

melakukan senggama selama 7 hari atau bias memakai

metode lain

2
2

(5).Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin

ganti implan bisa dipasang setiap saat asal betul-betul

tidak hamil dan memakai kontrasepsi yang lalu betul-

betul dengan benar

(6).Bila sebelumnya kontrasepsi suntikan, ingin ganti implan

maka dipasang pada saat jadwal kontrasepsi suntikan

(7).Bila sebelumnya memakai kontrasepsi sederhana, ingin

ganti implan maka dipasang setiap saat asal yakin tidak

hamil

(8).Bila sebelum memakai IUD, maka dipasang implan pada

saat hari ke 7 haid dan klien setelah dipasang tidak boleh

melakukan senggama selama 7 hari atau pakai metode

lain.

4). Tubektomi/ Sterilisasi pada Wanita

Sterilisasi pada wanita adalah tindakan yang dilakukan pada

kedua tuba Fallopi, yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak

dapat hamil atau tidak menyebabkan hamil lagi (Sarwono,

2014:456).

2
2

DAFTAR PUSTAKA

. World Population Data Sheet.2018.

World Population Datasheet: With a Special Focus on Changing Age Structures. WHO: page

Kementrian Kesehatan RI.2018.

. BKKBN. 2016. Kebijakan Program Kependudukan , Keluarga Berencana , dan Pembangunan

Keluarga. Jakarta: BKKBN.

BKKBN. 2018.

Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi Per- Provinsi. Jakarta: BKKBN. 5. Shoupe D.

2016. LARC methods: entering a new age of contraception and reproductive health. Contracept

2
http://repository.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai