Anda di halaman 1dari 38

“ HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN

DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI”

DOSEN PENGAMPU : IBU RIZZATUL KHUMAIROH, S.ST, M.Keb

OLEH:
NABILAH NADIA RAHMA
(2114315401013)

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI
OKTOBER, 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan asuhan kebidanan komprehensif ini tepat
pada waktunya dengan judul “Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan dengan
Gangguan Menstruasi” dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata
kuliah metode penelitian yang telah memberikan tugas kepada saya. Melalui penulisan makalah
ini saya berharap dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi
penulis maupun pembaca untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang salah satu kasus
pada bidang Kesehatan yang berkaitan dengan metode penelitian.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki penulis masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang
membangun. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO) penggunaan kontrasenpsi telah
meningkat di banyak bagian dunia, terutama di Asia dan Amerika Latin dan terendah
di Sub-Sahara Afrika. Secara global, pengguna kontrasepsi modern seperti pil KB,
suntik KB, implant/norplant/susuk, AKDR/IUD/spiral, vasektomi dan tubektomi telah
meningkat tidak signifikan dari 54% di tahun 1990 menjadi 57,4% pada tahun 2019.
Di Afrika meningkat dari 23,6% ke 28,5%, di Asia meningkat sedikit dari 60,9% ke
61,8% dan di Amerika Latin dan Karibia tetap stabil pada 66,7%. Pengguna
kontrasepsi di dunia menurut World Health Organization (WHO) lebih dari 100 juta
wanita menggunakan kontrasepsi yang memiliki efektifitas dengan pengguna
kontrasepsi hormonal lebih dari 75% dan 25% menggunakan non hormonal (WHO,
2019).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku
badan yang berfungsi melakukan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana, kini mencanangkan program Pembangunan Keluarga
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BANGGA KENCANA) untuk terbentuknya
keluarga sejahtera di Indonesia. Salah satu masalah yang dihadapi Indonesia saat ini
adalah kepadatan penduduk dengan tingkat yang cukup besar. Program pembatasan
jumlah anak yakni dua anak dalam satu keluarga, disamping itu KB juga merupakan
salah satu upaya untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu yang
diakibatkan oleh tingginya kehamilan dan persalinan yang dialami oleh setiap wanita
(BKKBN, 2020).
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia
setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat, yaitu sebesar 270,2 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,25 persen. Menurut data yang diperoleh dari Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2019 didapatkan cakupan peserta Keluarga Berencana
(KB) aktif di Indonesia yaitu sebanyak 24.196.151 peserta. Peserta KB aktif menurut

3
jenis kontrasepsi di Indonesia yaitu terdapat 301.436 (1,2%) menggunakan kondom,
KB suntik sebanyak 15.419.826 (63,7%), pil sebanyak 4.123.424 (17,0%),
IUD/AKDR sebanyak 1.790.336 (7,4%), MOP sebanyak 118.060 (0,5%), MOW
sebanyak 661.431 (2,7%), implant sebanyak 1.781.638 (7,4%) (Badan Pusat Statistik,
2021).
Dari berbagai macam alat kontrasepsi yang paling sering digunakan adalah
kontrasepsi suntik karena dapat digunakan oleh wanita dalam usia reproduksi,
pemakaiannya yang sederhana, kerjanya yang efektif dan cocok untuk masa laktasi
karena tidak menekan laktasi. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu upaya
dalam Program Bangga Kencana untuk pengendalian fertilitas atau menekan
pertumbuhan penduduk yang paling efektif (Yuliawati, 2021).
Menurut jurnal penelitian yang dipublikasikan oleh The American College of
Obstetricians and Gynecologists, penggunaan KB suntik dalam jangka waktu yang
lama menyebabkan terjadinya penipisan tulang. Sejatinya ini bisa memicu penurunan
kepadatan tulang (osteoporosis). Dimana salah satu efek samping dari kontrasepsi
suntik lebih banyak mengalami gangguan menstruasi yang terjadi tergantung dari
lamanya pemakaian, Adapun gejalanya seperti bercak (spotting), amenorea,
kekeringan pada vagina, jerawat atau flek hitam pada wajah dan perdarahan yang lebih
lama dari pada biasanya. Penyebabnya adalah ketidak seimbangan hormon sehingga
endometrium mengalami perubahan sitiologi dan yang seperti diketahui kejadian
amenorea merupakan penyebab terjadinya infertilitas (Yusnaini, 2020).
Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi selama 3 bulan berturut-
turut. Amenorea sering sekali ditemukan pada pemakaian yang lama. Keadaan
amenorea disebabkan atrofi endometrium. Pemberian yang semakin lama atau rutin
setiap 3 bulannya akan mempengaruhi estrogen di dalam tubuh sehingga pengaruh
estrogen di dalam tubuh kurang kuat terhadap endometrium sehingga endomrtrium
kurang sempurna (Yanti & Lamaindi, 2021).
Lama pemakaian KB Suntik 3 Bulan dapat menyebabkan gangguan menstruasi
menurut penelitian Melyani (2019) hasil menunjukkan bahwa lama pemakaian KB
Suntik 3 Bulan berhubungan signifikan dimana semakin lama penggunaan KB Suntik
3 Bulan maka kejadian lama menstruasi akseptor KB Suntik 3 Bulan semakin

4
memendek bahkan sampai menjadi tidak menstruasi, perubahan lama menstruasi
tersebut di sebabkan komponen gestagen yang terkandung di dalam DMPA.
Perubahan ini sejalan dengan kekurangan darah menstruasi pada akseptor KB Suntik
3 Bulan. Setelah penggunaan jangka lama jumlah darah haid semakin sedikit dan bisa
terjadi amenorrhea. Umumnya pemakaian KB Suntik 3 Bulan mempunyai persyaratan
yang sama dengan pil, penggunaan cara KB hormonal maksimal selama 5 tahun,
semakin lama masa pemakaian KB suntik akan menimbulkan beberapa dampak baik
mual muntah, perdarahan libido serta pengeroposan tulang (Melyani, 2019).
Berdasarkan data yang peneliti peroleh dimana metode kontrasepsi Suntik 3
Bulan yang paling banyak di gunakan di Praktek Mandiri Bidan (PMB) “X” yang
berwilayah di “M”. Jumlah akseptor KB aktif di PMB “X” yaitu sebanyak “N”
akseptor, namun jumlah akseptor KB Suntik 3 Bulan sebanyak “N” akseptor. Ada
akseptor yang mengalami efek sampingnya yaitu berupa gangguan menstruasi dan
tidak mengalami efek sampingnya berdasarkan dari lama pemakaian KB Suntik 3
Bulan. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan
Lama Penggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan Dengan Gangguan Menstruasi di PMB
“X” “kota M” Tahun 2023”.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
“apakah ada hubungan lama penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan dengan
gangguan menstruasi” di “X” di “kota M” Tahun 2022?.

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui apakah ada hubungan lama penggunaan kontrasepsi
Suntik 3 Bulan dengan gangguan menstruasi di PMB “X” di “kota M” Tahun
2022.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui lama penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan pada
akseptor KB suntik 3 bulan di PMB “X”.

5
b. Untuk mengetahui frekuensi gangguan menstruasi pada pengguna
kontrasepsi suntik 3 bulan di PMB “X”.
c. Untuk mengetahui hubungan lama penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan
dengan gangguan menstruasi di PMB “X”.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti
selanjutnya, terutama mengenai alat kontrasepsi suntik dengan gangguan
menstruasi serta bisa menjadi tambahan teori mengenai risiko gangguan
menstruasi dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktik


a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
untuk mengetahui tentang hubungan lama penggunaan kontrasepsi suntik
3 bulan khususnya efek samping gangguan menstruasi, dan menjadikan
pengalaman bagi peneliti dalam menyusun skripsi serta sebagai dasar
untuk penelitian-penelitian lainnya.
b. Bagi Akseptor KB
Diharapkan dapat memberi informasi atau data ilmiah kepada
pembaca untuk mengetahui efek samping kontrasepsi suntik 3 bulan
khususnya gangguan menstruasi, sehingga menjadi bahan pertimbangan
pada masyarakat dalam memilih alat kontrasepsi yang sesuai. Serta sebagai
sumber informasi bahwa KB Suntik juga sangat efektif digunakan sebagai
alat kontrasepsi.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan
sebagai bahan bacaan atau kepustakaan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Maharani Malang serta sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

6
1.5 Keaslian Penelitian
a. Penelitian Handayani dan Kamaruddin (2017) yang berjudul perbedaan siklus
menstruasi pada akseptor kontrasepsi hormonal suntik 3 bulan dan pil kombinasi
di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
Handayani dan Kamaruddin adalah variabel dan jenis penelitian. Pada penelitian
Handayani dan Kamaruddin, variabel penelitiannya adalah akseptor kontrasepsi
hormonal suntik 3 bulan dan pil kombinasi sedangkan pada penelitian ini adalah
penggunaan kontrasepsi hormonal. Jenis penelitian Handayani dan Kamaruddin
adalah komperatif, sedangkan penelitian ini adalah cross sectional.
b. Penelitian Kusumatuti dan Hartina (2018) yang berjudul hubungan penggunaan
kontrasepsi hormonal suntikan 3 bulan dengan siklus menstruasi. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian Kusumatuti dan Hartinah adalah variabel
penelitian. Variabel penelitian Kusumatuti adalah periode kontrasepsi hormonal
suntik 3 bulan, sedangkan pada penelitian ini adalah penggunaan kontrasepsi
hormonal.
c. Penelitian Oktasari dkk (2014) yang berjudul hubungan jenis dan lama
penggunaan alat kontrasepsi hormonal terhadap gangguan menstruasi pada ibu
PUS Di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan. Perbedaan
penelitian adalah variabel penelitian. Variabel penelitian Oktasari dkk adalah
gangguan menstruasi, sedangkan variabel penelitian ini adalah siklus menstruasi.
d. Penelitian Ayma Sepsi Fathona (2021) yang berjudul hubungan penggunaan
kontrasepsi suntik dengan perubahan siklus menstruasi pada akseptor KB suntik
di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur. Perbedaan
penelitian adalah variabel penelitian. Variabel penelitian Ayma Sepsi Fathona
adalah gangguan menstruasi, sedangkan variabel penelitian ini adalah siklus
menstruasi.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana (KB)


1. Definisi Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu strategi untuk
mendukungpercepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan
mengatur waktu, jarak, jumlah kehamilan, sehingga dapat mencegah atau
memperkecil kemungkinan ibu hamil mengalami komplikasi yang
membahayakan jiwa atau janin (Kementerian kesehatan RI, 2014). Keluarga
berencana adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi,
perlindungan dan bantuan dalam hak-hak reproduksi untuk membentuk
keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah, jarak kehamilan,
membina ketahanan serta kesejahteraan anak (BKKBN, 2015).
Menurut World Health Organization (2016), Keluarga Berencana
(Family Planning) dapat menungkinkan pasangan usia subur (PUS) untuk
mengantisipasi kelahiran, mengatur jumlah anak yang diinginkan, dan
mengatur jarak serta waktu kelahiran. Hal ini dapat dicapai melalui
penggunaan metode kontrasepsi dan Tindakan infertilitas. Jadi, Keluarga
Berencana (Family Planning) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan alat
kontrasepsi yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera. Program Keluarga Berencana (KB) memungkinkan pasangan dan
individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggungjawab jumlah anak
dan jarak antar anak (spacing) yang mereka inginkan, cara untuk mencapainya
serta menjamin tersedianya informasi dan berbagai metode yang aman dan
efektif. Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak
dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, pemerintah
mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan.
(BKKBN, 2015).

8
Berdasarkan UU No.52 Tahun 2009, Keluarga Berencana adalah upaya
mengatur kelahiran anak, jarak dan umur ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Pelayanan KB
merupakan salah satu strategi untuk mendukung percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) melalui mengatur waktu, jarak dan jumlah kehamilan,
kemudian untuk mencegah atau memperkecil kemungkinan seorang
perempuan hamil mengalami komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin
selama kehamilan, persalinan dan nifas, dan mencegah atau memperkecil
terjadinya kematian pada seorang perempuan yang mengalami komplikasi
selama kehamilan, persalinan dan nifas.
2. Tujuan Keluarga Berencana (KB)
Tujuan dilakukan program KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil
sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan
kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. (Sulistyawati, 2013). Tujuan program KB
lainnya yaitu untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna, untuk
mencapai tujuan tersebut maka diadakan kebijakan yang di kategorikan dalam
tiga fase (menjarangkan, menunda dan menghentikan) maksud dari kebijakan
tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia
muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua.
(Hartanto, 2015).
Adapun tujuan umum dan tujuan khusus Program KB menurut
(Hartanto, 2015) yaitu sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Untuk mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun kembali
dan melestarikan fondasi yang sudah kokoh bagi pelaksanaan program
KB untuk mencapai keluarga yang berkualitas
b. Tujuan Khusus

9
Untuk memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak,
keluarga dan bangsa, mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf
hidup rekyat dan bangsa, memnuhi permintaan masyarakat akan pelayanan
KB yang berkualitas termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian
ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
3. Manfaat Keluarga Berencana (KB)
Menurut Marmi (2016) ada beberapa manfaat untuk berbagai pihak
dari adanya program KB.
a. Manfaat Bagi Ibu
Untuk mengatur jumlah anak dan jarak kelahiran sehingga dapat
memperbaiki kesehatan tubuh karena mencegah kehamilan yang berulang
kali dengan jarak yang dekat. Peningkatan kesehatan mental dan sosial
karena adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak, beristirahat dan
menikmati waktu luang serta melakukan kegiatan lainnya.
b. Manfaat Dari Anak Yang Dilahirkan
Anak dapat tumbuh secara wajar karena ibu yang hamil dalam
keadaan sehat. Setelah lahir, anak akan mendapatkan perhatian,
pemeliharaan dan makanan yang cukup karena kehadiran anak tersebut
memang diinginkan dan direncanakan.
c. Bagi Suami
Program KB bermanfaat untuk memperbaiki kesehatan fisik,
mental dan sosial karena kecemasan berkurang serta memiliki lebih banyak
waktu luang untuk keluarganya.
d. Manfaat Dari Seluruh Keluarga
Dimana kesehatan anggota keluarga tergantung kesehatan seluruh
keluarga. Setiap anggota keluarga akan mempunyai kesempatan yang lebih
besar untuk memperoleh Pendidika.
4. Fase Dalam Penggunaan Kontrasepsi pada Program KB a.
Fase Menunda/Mencegah Kehamilan
Pada pasangan usia subur (PUS) dengan istri yang berumur kurang
dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya karena berbagai

10
alasan. Untuk itu perlu penggunaan kontrasepsi untuk mencegah adanya
kehamilan yang tidak direncanakan. Adapun syarat alat kontrasepsi yang
diperlukan untuk fase ini adalah reversibilitas yang tinggi, artinya
kembalinya kesuburan dapat terjamin hampir 100% karena pada masa ini
akseptor belum mempunyai anak. efektivitas yang tinggi, karena kegagalan
akan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi dan
kegagalan ini merupakan kegagalan program. Alat kontrasepsi yang
direkomendasikan pada fase ini berturut-turut adalah pil, IUD mini dan
kontrasepsi sederhana (Hartanto, 2015).
b. Fase Menjarangkan Kehamilan
Periode umur istri antara 20-35 tahun merupakan periode umur
paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak
kelahiran adalah 2-4 tahun. Adapun ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai pada
fase ini adalah efektivitas cukup tinggi, reversibilitas cukup tinggi karena
akseptor masih mengharapkan punya anak lagi dan dapat dipakai 2-4 tahun
yaitu sesuai dengan jarak kehamilan yang disarankan, tidak menghambat
ASI, karena ASI merupakan makanan terbaik untuk anak sampai umur 2
tahun dan akan mempengaruhi angka kesakitan serta kematian anak. Alat
kontrasepsi yang direkomendasikan pada fase ini berturut-turut adalah
IUD, suntik, pil, implant dan kontrasepsi sederhana (Hartanto, 2015).
c. Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan
Periode istri berumur lebih dari 35 yahun sangat dianjurkan untuk
mengakhiri kesuburan setelah mempunyai anak lebih dari 2 orang dengan
alasan medis yaitu akan timbul berbagai komplikasi pada masa kehamilan
maupun persalinan. Adapun syarat kontrasepsi yang disarankan digunakan
pada fase ini adalah efektifitas sangat tinggi
karena kegagalan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi
bagi ibu maupun bayi, terlebih lagi akseptor tidak mengharapkan punya
anak lagi, dapat dipakai untuk jangka panjang, tidak menambah kelainan
yang sudah atau mungkin ada karena pada masa umur ini risiko terjadi

11
kelainan seperti penyakit jantung, hipertensi, keganasan dan metabolic
meningkat. Alat kontrasepsi yang direkomendasikan pada fase ini berturut-
turut adalah kontrasepsi mantap, IUD, implant, suntikan, pil dan
kontrasepsi sederhana (Hartanto, 2015).
5. Sasaran Program Keluarga Berencana
Sasaran dari program keluarga berencana dibagi menjadi dua yaitu
sasaran utama dan sasaran antara. Sasaran utama adalah Pasangan Usia Subur
(PUS), sedangkan untuk sasaran antara adalah tenaga kesehatan. Sasaran
program KB dibagi menjadi 2 sasaran, yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak
langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya
adalah pasangan usia subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat
kelahiran dengan cara penggunaan alat kontrasepsi secara berkelanjutan.
Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksanaan dan pengelola KB,
dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekan kebijaksanaan
kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas dan
keluarga sejahtera (Rahayu dan Prijatni, 2016).
6. Ruang Lingkup Keluarga Berencana (KB)
Menurut Hartanto (2015) ruang lingkup program KB secara umum:
E. Keluarga berencana
F. Kesehatan reproduksi remaja
G. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga
H. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas
I. Keserasian kebijakan kependudukan
J. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)

K. Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan

3. Kontrasepsi
1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra, berarti “mencegah” atau
“melawan” dan kontrasepsi yang berarti pertemuan sel telur yang matang dan
sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari

12
terajadinya kehamilan akibat pertemuan sel telur matang dengan sel sperma
(BKKBN, 2013). Program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas. Kontrasepsi merupakan komponen
penting dalam pelayanan Kesehatan reproduksi sehingga dapat mengurangi
risiko kematian dan kesakitan dalam kehamilan (BKKBN,2013).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2015, kontrasepsi adalah
upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya yang dilakukan dalam
pelayanan kontrasepsi dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen.
Pelayanan kontrasepsi adalah pemberian atau pemasangan kontrasepsi maupun
tindakan-tindakan lain yang berkaitan kontrasepsi kepada calon dan peserta
keluarga berencana yang dilakukan dalam fasilitas pelayanan KB.
Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat
dipertanggungjawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, serta segi
Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Kontrasepsi adalah alat atau obat yang salah satunya upaya untuk
mencegah kehamilan atau tidak ingin menambah keturunan. Cara kerja
kontrasepsi yaitu mencegah ovulasi, mengentalkan lender serviks dan
membuat rongga dinding Rahim yang tidak siap menerima pembuahan dan
menghalangi bertemunya sel telur dengan sel sperma (Kasim & Muchtar,
2019). Tujuan menggunakan kontrasepsi adalah mengatur pendewasaan
perkawinan, mengatur kehamilan dan kelahiran, memelihara Kesehatan ibu
dan anak dan peningkatan ketahanan, kesejahteraan keluarga (Rusmin et al,
2019).
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen.
Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi)
atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim.
Kontrasepsi merupakan upaya pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan
(Nugroho dan Utama, 2014).

13
Kontrasepsi adalah usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Metode kontrasepsi dapat dibagi berdasarkan jangka waktu pemakaian yaitu
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan non MKJP. MKJP yang
terdiri dari Intra Uterine Device (IUD), Metode Operasi Pria (MOP), Metode
Operasi Wanita (MOW) dan Implant, sedangkan non MKJP terdiri dari
kondom, pil, dan injeksi (Affandi dkk, 2014).
2. Macam-Macam Metode Kontrasepsi
Terdapat beberapa alat kontrasepsi menurut Syukaisih (2015) yang
dapat digunakan antara lain :
a. Kontrasepsi Non Hormonal
1) Senggama Terputus (koitus interruptus)
2) Pembilasan Pasca Senggama (postcoital douche)
3) Perpanjangan Masa Menyusui Anak (prolonged lactation)
4) Pantang Berkala (rhythm metbod)
5) Kondom
6) Diafragma Vaginal
7) Kontrasepsi Dengan Obat-Obat Spermitisida
b. Kontrasepsi Hormonal
1) Kontrasepsi Pil
2) Kontrasepsi Implant
3) Kontrasepsi Suntik
c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
d. Kontrasepsi Mantap (KONTAP)

3. Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi suntik adalah salah satu metode kontrasepsi efektif yang
popular, kontrasepsi hormonal selain pil dan implant/ kontrasepsi ini meliputi
kontrasepsi progestin dan kontrasepsi suntik kombinasi. Kontrasepsi suntik ini
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kekuragan dari kontrasepsi
suntik 3 bulan adalah terganggunya pola menstruasi seperti amenorrhea,
bercak (spotting), terlambat Kembali kesuburan setelah penghentian
pemakaian dan peningkatan berat badan. Sedangkan kontrasepsi suntik 1 bulan

14
memiliki kekurangan seperti efek samping menstruasi tidak lancar, sakit
kepala, tidak aman bagi ibi menyusui, terlambat Kembali kesuburan setelah
penghentian pemakaian. Jumlah orang yang menggunakan kontrasepsi suntik
di Indonesia sebesar 47,54% (Qomariah & Sartika, 2019).
Kontrasepsi suntik adalah alat kontrasepsi yang disuntikan ke dalam
tubuh dalam jangka waktu tertentu, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah
diserap sedikit demi sedikit oleh tubuh yang berguna untuk mencegah
timbulnya kehamilan (Qomariah & Sartika, 2019).
a. Jenis-Jenis Kontrasepsi Suntik
Jeni salat kontrasepsi menurut (Qomariah & Sartika , 2019) :
1) Kb suntik 3 bulan menggunakan Depo Medroxy Progesterone Acetat
(DMPA) yang mengandung 150 mg DMPA yang diberikan tiap 3 bulan
sekali dengan cara disuntik secara Intramuscula (IM).
2) Kb suntik 1 bulan kombinasi mengandung hormon esterogen dan
progesterone yang diberikan 1 bulan sekali dengan cara disuntik secara
Intramuscular (IM).
b. Kontrasepsi Suntik 3 Bulan
1) Mekanisme
Mekanisme kontrasepsi suntik 3 bulan (DMPA) secara primer
terjadi pada tingkat hipofise dan hipotalamus, yaitu DMPA
mengganggu pengiriman pesan hormonal dari otak ke ovarium yang
berperan untuk terjadinya ovulasi. Secara spesifik, DMPA
mencegah aliran LH yang memuncak pada pertengahan siklus yang
diperlukan untuk terjadinya ovulasi, disamping itu juga memiliki efek
pada mucus serviks, yaitu mucus enjadi sedikit dan kental sehingga
menghambat pertemuan sperma dan ovum. Segera setelah injeksi
pertama DMPA, endometrium mulai menipis dan kurang berkembang.
Dalam keadaan ini secara teori DMPA dapat menghambat
implantasi.cara kerja kontrasepsi. Cara kerja kontrasepsi suntik Depo-
provera menurut (Pinem, 2014) :

15
a) Menghalangi pengeluaran FSH dan LH sehingga tidak terjadi
pelepasan ovum
b) Mengentalkan lender serviks, sehingga sulit ditembus
spermatozoa.
c) Mengganggu suasana endometrium, sehingga tidak sempurna
untuk implantasi hasil konsepsi.
2) Keuntungan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan / DMPA
Menurut (Pinem, 2014 & Noviawaty, 2016) keuntungan Depo-
provera yaitu :
a) Sangat efektif
b) Tidak ada interaksi dengan obat-obatan lain
c) Relatif aman untuk ibu menyusui
d) Tidak mengandung esterogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung dan pembekuan darah
e) Sedikit efek samping
f) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
g) Dapat digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai
menopause
h) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik
i) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
j) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul
k) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (Sickle cell)

3) Efek Samping Kontrasepsi Suntik 3 Bulan / DMPA


Sering ditemukan gangguan menstruasi sebagai efek samping dari
kontrasepsi Depo-provera, seperti :
a) Siklus haid yang memanjang atau memendek
b) Perdarahan yang banyak atau sedikit
c) Tidak haid sama sekali
d) Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
e) Klien sangat bergantung pada sarana pelayanan kesehatan

16
f) Penurunan densitas mineral tulang terbesar terjadi saat 2 tahun
pertama penggunaan kontrasepsi ini, bahkan hal ini meningkatkan
juga resiko fraktur pada wanita post menopause. Bahkan
menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido,
gangguan emosi (jarang), sakit kepala, nervositas dan jerawat.
g) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikkan berikut
h) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian,
karena belum habisnya pelepasan obat suntikkan dari deponya
(tempat suntikkan)
i) Tidak menjamin perlindungan tergadap penularan infeksi menular
seksual, virus hepatitis B atau inveksi virus HIV.
c. Keuntungan Kontrasepsi Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA)
Menurut Qomariah & Sartika (2019) keuntungan kontrasepsi
suntik DMPA adalah sebagai berikut :
1) Mudah digunakan
2) Aman Digunakan Saat Laktasi
3) Sangat Efektif
4) Tidak Berpengaruh Dengan Obat-Obatan Lainnya
d. Kerugian Kontrasepsi Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA)
Masalah utama pada penggunaan DMPA adalah pendarahan,
menstruasi yang tidak teratur, nyeri payudara, kenaikan berat badan, dan
depresi. Sejauh ini, masalah yang paling umum adalah perubahan pada
menstruasi (Affandi dkk, 2014).
Dalam sebuah penelitian internasional, alasan medis paling umum
untuk menghentikan DMPA selama 2 tahun penggunaan adalah sebagai
berikut: sakit kepala (2,3%), penambahan berat badan (2,1%), pusing
(1,2%), nyeri perut (1,1%), kecemasan (0,7%). Depresi, kelelahan, libido
menurun dan hipertensi dan juga dijumpai, namun apakah DMPA
menyebabkan efek samping ini sulit diketahui karena mereka adalah
keluhan yang sangat umum terjadi pada pengguna. Efek pada kembali
kesuburan, keterlambatan dalam hamil setelah berhenti menggunakan

17
Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) adalah masalah yang unik
untuk kontrasepsi suntik. Pada metode kontrasepsi lain kesuburan kembali
lebih cepat dibandingkan penggunaan DMPA (Affandi dkk, 2014).
Menurut Qomariah & Sartika (2019) efek samping yang paling
sering dikeluhkan oleh akseptor kontrasepsi suntik DMPA adalah
gangguan menstruasi (pendarahan menstruasi yang tidak teratur atau
amenorrhea) dan kenaikan berat badan, selain itu terdapat efek samping
lain seperti sakit kepala, memperburuk gejala depresi pada pasien dengan
riwayat gangguan mood dan sindrom pramenstruasi (PMS) yang berat juga
dapat menurunkan sirkulasi esradiol pada wanita yang menyebabkan
kekeringan pada vagina walaupun jarang ditemui.

C. Kontrasepsi Hormonal
1. Definisi Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal merupakan metode kontrasepsi yang dapat
mencegah kehamilan karena mengandung estrogen dan progesterone (Zettira
& Nisa, 2015). Kontrasepsi hormonal termasuk dalam metode kontrasepsi
efektif, kontrasepsi hormonal adalah suatu alat atau obat kontrasepsi yang
bertujuan untuk mencegah kehamilan dimana yang akan mengubah produksi
hormon pada tubuh wanita dalam konsepsi.
Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi yang paling
efektif dan reversible untuk mencegah terjadinya konsepsi. Kontrasepsi
hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan progesterone
memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus
sehingga terjadi hambatan terhadap folikel dan proses ovulasi (Saswita, 2017).
a. Metode Hormonal Kombinasi (Esterogen dan Progesterone)
Pil kombinasi berisi progesterone sintetik dan esterogen yang banyak
dipakai berupa etinil estradiol dan mestranol.
Suntik kombinasi mengandung (Tanto el al., 2014) :
1) 25 mg Depo Mendroxy Progesterone Acetat (DMPA) dan 5 mg
Estradiol Sipionat.

18
2) 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat.
b. Motode Hormonal Progesterone Saja
Pil progestin (mini pil) pemberian progestogen (klormadinon acetat) dalam
dosis kecil (0,5 mg per hari) efek utamanya adalah terhadap lender serviks
dan juga terhadap endometrium sehingga nidasi blastokista tidak terjadi.
Sedangkan metode suntikan progestin terdiri dari dua jenis (Tanto et al.,
2014) :
1) Depo Mendroxy Progesterone Acetat (DMPA, Depo-provera) : 150
mg DMPA disuntikkan secara Intramuscular (IM) tiap 3 bulan.
2) Depo Noretisteron Enantat (NE, Depo Noristerat) : 200 mg NE,
disuntikkan secara Intramuscular tiap 2 bulan.
Keunggulan Kontrasepsi Hormonal menurut Hartanto (2015) yaitu :
a. Sangat efektif
b. Pemakaiannya sederhana
c. Tidak mengganggu hubungan seksual
d. Tidak mempengaruhi pemberian ASI
e. Dapat digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai
perimenopause
f. Kesuburan segera kembali setelah pemakaian selesai
Efek Samping Kontrasepsi Hormonal menurut Hartanto (2015) yaitu :
a. Siklus menstruasi yang memendek dan memanjang
b. Perdarahan yang banyak atau sedikit
c. Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting)
d. Fluor Albus (keputihan)
e. Permasalahan berat badan

Kontrasepsi alamiah merupakan metode kontrasepsi tanpa


menggunakan alat ataupun hormon. Jenis Kontrasepsi alamiah (Tanto et al.,
2014) :
a. Coitus interruptus (senggama terputus), yaitu metode mengeluarkan penis
dari vagina sebelum ejakulasi.

19
b. Metode Ovulasi Billing (MOB) atau dikenal dua hari lender serviks
dengan pengukuran lender serviks.
c. Sistem kalender/pantang berkala, penghindaran hubungan seksual yang
sungguh-sungguh selama 2 hari sebelum ovulasi dan 2-3 hari sesudah
ovulasi.
d. Pengukuran suhu basal (sebelum memulai aktivitas apapun) setiap hari.
Saat periode ovulasi, suhu tubuh mneingkat 0,2°C selama sekitar tiga hari
berturut-turut
e. Simtomtermal, menggunakan kombinasi dua atau lebih metode diatas.
2. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal
Hormon esterogen dan progesterone memberikan umpan balik terhadap
kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap
perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus dan hipofisis,
esterogen dapat menghambat pengeluaran Folicle Stimulating Hormone
(FSH) sehingga perkembangan dan kematangan Folicle De Graaf tidak
terjadi. Di samping itu progesterone dapat menghambat pengeluaran Hormon
Luteinizing (LH). Esterogen mempercepat peristaltic tuba sehingga hasil
konsepsi mencapai uterus endometrium yang belum siap untuk menerima
implantasi (Sulistyawati, 2013). Adapun mekanisme kerja kontrasepsi
hormonal sebagai berikut :
a. Mekanisme Kerja Hormon Esterogen
1) Menekan ovulasi : Menekan ovulasi pada efek di hipotalamus
mengakibatkan suppresi pada FSH dan LH kelenjar hypophyse.
2) Mencegah implantasi : Keseimbangan esterogen dan progesterone
tidak tepat menyebabkan pola endometrium abnormal sehingga
menjadi tidak baik untuk implantasi.
3) Mempercepat transport gamet/ovum : Transport gamet/ovum
dipercepat oleh esterogen disebabkan efek hormonal pada sekresi dan
peristaltic tuba serta kontraktilitas uterus.
b. Mekanisme Kerja Hormon Progesterone

20
1) Menghambat ovulasi : Ovulasi dihambat karena terganggu fungsi
proses hipotalamus, hypophyse, ovarium dan modifikasi dari FSH dan
LH pada pertengahan siklus.
2) Menghambat implantasi : implementasi dapat dicegah bila diberikan
progesterone pra ovulasi.
3) Mengentalkan lender serviks.
3. Jenis – Jenis Kontrasepsi Hormonal
a. Kontrasepsi Pil
Kontrasepsi pil adalah metode yang efektif untuk mencegah kehamilan dan
salah satu metode yang paling disukai karena kesuburan langsung Kembali
bila pengguna dihentikan. Ada dua macam kontrasepsi pil, yaitu : pil
kombinasi dan pil progestin. Kegagalan kontrasepsi pil oral kombinasi
dapat disebabkan karena kurangnya kepatuhan dalam mengkonsumsi pil
tersebut. Kepatuhan diartikan sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan, sedangkan
dalam teori sudah dijelaskan bagaimana cara pemakaian pil oral kombinasi
harus diminum setiap hari dan sebaiknya pada saat yg sama. Jika pasien
patuh maka ia akan minum pil tersebut setiap hari pada saat yang sama
sesuai anjuran profesional Kesehatan (Anna, Artathi & Retnowati, 2015).
b. Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device)
Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) atau alat kontrasepsi dalam
Rahim adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rongga rahim,
dan terbuat dari plastic yang fleksibel. Beberapa jenis IUD dililit tembaga
bercampur perak, bahkan ada yang disisipi hormone progesterone. IUD
yang bertembaga dapat dipakai selama 10 tahun. Cara kerja dari alat
kontrasepsi tersebut adalah terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,
walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi
perempuan dan memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam
uterus (Kasim & Muchtar, 2019).
c. Kontrasepsi Implant

21
Kontrasepsi implant adalah suatu alat kontrasepsi yang disusupkan
dibawah kulit, biasanya di lengan bagian atas. Implant mengandung
levonogestrel, keuntungan dari metode ini tahan sampai 5 tahun, setelah
kontrasepsi diambil kesuburan akan Kembali dengan segera. Efek samping
dari pemakaian kontrasepsi implant ini yaitu peningkatan berat badan
karena hormon yang terkandung dapat merangsang pusat pengendali nafsu
makan di hipotalamus (Larasati, 2017).
4. Indikasi Kontrasepsi Hormonal
Menurut (Handayani, 2016) ada beberapa indikasi dalam kontrasepsi
hormonal atau suntik, sebagai berikut :
a. Usia produktif
b. Menghendaki kontrasepsi jangka Panjang dan yang memiliki efektifitas
tinggi
c. Sedang menyusui atau membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
d. Setelah melahirkan dan tidak menyusui
e. Setelah abortus atau keguguran

f. Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi


g. Perokok
h. Mempunyai tekanan darah <180/190 mmHg dengan masalah gangguan
pembekuan darah atau anemia bulan sabit
i. Menggunakan obat untuk epilepsy (fenotoin dan barbiturat) obat
tuberkulosis (rifampisin)
j. Tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung esterogen
k. Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
l. Anemia defisiensi besi
m. Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh
menggunakan pil kontrasepsi kombinasi.
5. Kontraindikasi Kontrasepsi Hormonal
Menurut (Handayani, 2016) ada beberapa kontraindikasi kontrasepsi
hormonal atau suntikan, sebagai berikut :
a. Hamil atau diduga hamil

22
b. Perdarahan pervaginam tak jelas penyebabnya
c. Perokok usia >35 tahun yang merokok
d. Riwayat penyakit jantung atau tekanan darah tinggi (>180/110)
e. Riwayat thromboemboli atau DM >20 tahun
f. Penyakit hati akut
g. Keganasan payudara
h. Menyusui dibawah 6 minggu pasca persalinan
i. Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau migran.

D. Menstruasi
1. Definisi Menstruasi
Menstruasi adalah proses keluarnya darah dari dalam rahim yang terjadi karena
luruhnya dinding rahim bagian dalam yang mengandung banyak pembuluh
darah dan sel telur yang tidak dibuahi. Proses menstruasi dapat terjadi
dikarenakan sel telur pada organ wanita tidak dibuahi, hal ini menyebabkan
endometrium atau lapisan dinding rahim menebal dan menjadi luruh yang
kemudian akan mengeluarkan darah melalui saluran reproduksi wanita.
Normal siklus menstruasi adalah 21 hari sampai 35 hari yang ditandai dengan
keluarnya darah sebanyak 10 hingga 80 ml perhari. Menstruasi atau haid yang
terjadi dengan siklus lebih dari 35 hari termasuk kategori siklus yang tidak
normal, hal ini terjadi karena banyak penyebab seperti keadaan hormone yang
tidak seimbang, stres, penggunaan KB atau karena tumor (Nuraini, 2018).
Menurut (Utami, dkk dalam Nuraini 2015) menstruasi atau haid pada
wanita terjadi melalui empat fase, yaitu : fase menstruasi, fase folikular, fase
ovulasi dan fase luteal. Sedangkan menurut (Verawaty, 2017) menstruasi
adalah pengeluaran darah yang terjadi akibat perubahan hormon yang terus
menerus dan mengarah pada pembentukan endometrium, ovulasi sehingga
terjadi pengeluaran dinding rahim jika kehamilan tidak terjadi.
2. Fisiologi Menstruasi
Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesterone
secara tiba-tiba, terutama progesterone pada akhir siklus ovarium bulanan.

23
Dengan mekanisme yang ditimbulkan oleh kedua hormon di atas terhadap sel
endometrium, maka lapisan endometrium yang nekrotik dapat dikeluarkan
disertai dengan perdarahan yang normal. Selama siklus menstruasi, jumlah
hormon estrogen dan progesterone yang dihasilkan oleh ovarium berubah.
Bagian pertama siklus menstruasi yang dihasilkan oleh ovarium adalah
sebagian estrogen. Estrogen ini yang akan menyebabkan tumbuhnya lapisan
darah dan jaringan yang tebal diseputar endometrium. Di pertengahan siklus,
ovarium melepas sebuah sel telur yang dinamakan ovulasi. Bagian kedua
siklus menstruasi, yaitu antara pertengahan sampai datang menstruasi
berikutnya, tubuh wanita menghasilkan hormon progesterone yang
menyiapkan uterus untuk kehamilan (Guyton, Hall, 2014).
Proses terjadinya menstruasi diregulasi oleh hormon Luteinizing Hormon (LH)
dan Follicle Stimulating Hormon (FSH) yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis, menetuskan ovulasi dan menstimulasi ovarium untuk memproduksi
esterogen dan progesterone. Esterogen dan progesterone akan menstimulus
uterus dan kelenjar payudara agar kompeten untuk memungkinkan terjadinya
pembuahan (Sinaga et al, 2017).
3. Perubahan Histologik Pada Siklus Menstruasi
Siklus di ovarium terdiri dari fase folikuler (sebelum telur dilepaskan),
fase ovulasi (pelepasan telur), fase luteal (setelah sel telur dilepaskan), dan fase
menstruasi. Menstruasi sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang
memengaruhi ovulasi, jika proses ovulasi teratur maka siklus menstruasi akan
teratur (Guyton, Hall, 2014).
a. Perubahan Histologik Pada Ovarium Dalam Siklus Menstruasi
1) Fase folikuler yang dimulai pada hari pertama periode menstruasi.
Berikut ini hal -hal yang terjadi selama fase folikuler:
a) Follicle Stimulating Hormon (FSH) atau hormone perangsang
folikel dan Luteinizing Hormon (LH) atau hormone pelutin
dilepaskan oleh otak menuju ke ovarium untuk merangsang
perkembangan sekitar 15-20 sel telur di dalam ovarium. Telur-telur

24
itu berada di dalam kantungnya masing-masing yang disebut
folikel.
b) Hormon FSH dan LH juga memicu peningkatan produksi
esterogen.
c) Peningkatan level esterogen menghentikan produksi FSH.
Keseimbangan hormone ini membuat tubuh bisa membatasi jumlah
folikel yang matang.
d) Saat fase folikuler berkembang, satu buah folikel di dalam salah
satu ovarium menjadi dominan dan terus matang. Folikel dominan
ini menekan seluruh folikel lain kelompoknya sehingga yang lain
berhenti tumbuh dan mati. Folikel dominan akan terus
memproduksi esterogen (Guyton, Hall, 2014).
b. Fase Ovulasi biasanya dimulai sekitar 14 hari setelah fase folikuler.
Fase ini adalah titik tengah dari siklus menstruasi, dengan periode
menstruasi berikutnya akan dimulai sekitar 2 minggu kemudian.
Peristiwa di bawah ini terjadi di fase ovulasi:
1) Peningkatan esterogen dari folikel dominan memicu lonjakan
jumlah LH yang diproduksi oleh otak sehingga menyebabkan
folikel dominan melepaskan sel telur dari dalam ovarium.
2) Sel telur dilepaskan (proses ini disebut sebagai ovulasi) dan
ditangkap oleh ujung-ujung tuba fallopi yang mirip dengan tangan
(fimbria). Fimbria kemudian menyapu telur masuk ke dalam tuba
fallopi. Sel telur akan melewati tuba faloopi selama 2-3 hari setelah
ovulasi.
3) Selama tahap ini terjadi pula peningkatan jumlah dan kekentalan
lender serviks. Jika seseorang melakukan hubungan intim pada
masa ini, lendir yang kental akan menangkap sperma pria lalu
melihatnya dan membantunya bergerak ke atas menuju sel telur
untuk melakukan fertilisasi (Guyton, Hall, 2014).
c. Fase Luteal dimulai tepat setelah ovulasi dan melibatkan proses-
proses dibawah ini :

25
1) Setelah sel telur dilepaskan, folikel yang kosong berkembang
menjadi struktur baru yang disebut dengan corpus luteum.
2) Corpus luteum mengeluarkan hormone progesterone. Hormone
inilah yang mempersiapkan uterus agar siap ditempati oleh embrio.
3) Jika sperma telah memfertilisasi sel telur (proses pembuahan), telur
yang telah dibuahi (embrio) akan melewati tuba fallopi kemudian
turun ke uterus untuk melakukan proses implantasi. Pada tahap ini,
si wanita sudah dianggap hamil.
Jika pembuahan tidak terjadi, sel telur akan melewati uterus,
mengiring dan meninggalkan tubuh sekitar 2 minggu kemudian
melalui vagina. Oleh karena itu dinding uterus tidak dibutuhkan
untuk menompang kehamilan, maka lapisannya rusak dan luruh.
Darah dan jaringan dari dinding uterus pun (endometrium)
bergabung untuk membentuk aliran menstruasi yang umumnya
berlangsung selama 4-7 hari (Sinaga et al, 2017).
4) Fase Menstruasi
Di fase ini yang terjadi adalah keluarnya darah haid dari organ
reproduksi wanita yang ditandai dengan penurunan kondisi menjadi
lemas dan dikatakan normal apabila menstruasi terjadi dari hari kelima
sampai ketujuh. Menurunnya hormon progesterone juga terjadi pada
fase ini diselingi dengan keluarnya darah menstruasi sebanyak 10-80
ml/cc (Nuraini, 2015).
Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi sperma,
sehingga corpus luteum menghentikan produksi hormon esterogen dan
progesterone. Turunnya kadar esterogen dan progesterone sehingga
terjadinya perdarahan. Fase menstruasi berlangsung kira-kira 5 hari.
Darah yang keluar selama menstruasi berkisar antara 50-150 ml/cc
(Irianto, 2014). Selama menstruasi, arteri yang memasok dinding
uterus mengerut dan kapilernya melemah. Darah mengalir dari
pembuluh yang rusak, melepaskan lapisan-lapisan dinding uterus.
Pelepasan bagian-bagian ini tidak semuanya sekaligus tapi secara acak.

26
Lendir endometrium dan darah turun dari uterus berupa cairan (Sinaga
et al, 2017).
b. Perubahan Histologik Pada Endometrium Dalam Siklus Menstruasi
1) Fase Proliferasi/Fase Pra-Ovulasi
Hormon pembebas gonandotropin yang disekresikan
hipotalamus akan memacu hipofisis untuk mensekresikan FSH. FSH
memacu pematangan folikel dan merangsang folikel untuk
mensekresiakan hormon esterogen. Adanya esterogen menyebabkan
pembentukan kembali (poliferasi) dinding endometrium. Peningkatan
kadar esterogen juga menyebabkan leher rahim untuk mensekresikan
lendir yang bersifat basa. Lendir ini berfingsi untuk menetralkan
suasana asam pada vagina sehingga mendukung kehidupan sperma
(Sinaga et al, 2017).
2) Fase Sekresi/Fase Pasca Ovulasi
Masa kemunduran ovum bila tidak terjadi fertilisasi. Pada tahap
ini, terjadi kenaikan produksi progesterone sehingga endometrium
menjadi lebih tebal dan siap menerima embrio untuk berkembang. Jika
tidak terjadi fertilisasi, maka hormon seks akan berulang menjadi
menstruasi kembali (Sinaga et al, 2017).
4. Hormon-Hormon Yang Memengaruhi Siklus Menstruasi
Menurut (Sinaga et al, 2017) ada beberapa hormon yang
mengendalikan siklus menstruasi yakni estrogen, progesterone, GnRH, FSH
dan LH. Berikut adalah penjelasan masing-masing hormon tersebut: a.
Hormon Esterogen
Hormon esterogen adalah hormon yang secara terus menerus
meningkat sepanjang dua minggu pertama siklus menstruasi. Esterogen
mendorong menebalan dinding Rahim atau endometrium. Esterogen juga
menyebabkan perubahan sifat dan jumlah lender serviks.
b. Hormon Progesterone
Hormon progesterone adalah hormon yang diproduksi selama
pertengahan akhir siklus menstruasi. Progesterone menyiapkan uterus

27
sehingga memungkinkan telur yang telah dibuahi untuk melekat dan
berkembang. Jika kehamilan tidak terjadi, maka level progesterone
akan turun dan uterus akan meluruhkan dindingnya dan menyebabkan
terjadinya pendarahan menstruasi.
c. Gonandotropin Releasing Hormone (GnRH)
Hipotalamus memproduksi GnRH yang akan dilepaskan menuju
aliran darah dan berjalan ke hipofisi. Respon dari hipofisis dengan
melepaskan hormon gonadoteropin yaitu LH dan FSH. Saat kadar
esterogen tinggi, esterogen memberikan umpan balik ke hipotalamus
sehingga kadar GnRH menjadi rendah, dan begitupun sebaliknya. Pada
wanita sehat GnRH dilepaskan dengan cara denyutan
d. Follicle Stimulating Hormone (FSH)
FSH berfungsi untuk merangsang pertumbuhan folikel ovarium,
sebuah kista kecil di dalam ovarium yang mencengkram sel telur. Pada sel-
sel basal hipofisis anterior hormon FSH diproduksi, ini merupakan bentuk
respon dari GnRH yang berfungsi untuk memicu pertumbuhan dan
pematangan folikel dan sel-sel granulosa di ovarium. Sekresi FSH
dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium melalui umpan
balik negatif.
e. Luteinizing Hormone (LH)
LH adalah hormon yang dilepaskan oleh otak dan bertanggung
jawab atas pelepasan sel telur dari ovarium atau ovulasi. Ovulasi biasanya
terjadi sekitar 36 jam setelah peningkatan LH. Alat prediksi ovulasi
mengetes peningkatan level LH.
5. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Siklus Mesntruasi
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan
siklus menstruasi yakni :
a. Stres
Stres menyebabkan perubahan sistemik di dalam tubuh, khususnya system
persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan prolactin yang dapat
memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan liteinizing hormone

28
(LH) yang menyebabkan amenorrhea. Biasanya hormon kortisol ini
dijadikan tolak ukur untuk melihat derajat stres seseorang. Semakin stres
seseorang, kadar kortisol dalam tubuhnya akan semakin tinggi. Ini
disebabkan karena stres yang dialami mempengaruhi kerja hormon kortisol
diatur oleh hipotalamus otak dan kelenjar pituitary. Dengan dimulainya
aktivitas hipotalamus ini, hipofisis mengeluarkan FSH dan proses stimulus
ovarium akan menghasilkan esterogen. Jika terjadi gangguan pada hormon
FSH dan LH akan menyebabkan tidak terbentuknya sel telur. Jika
demikian, hormon esterogen dan progesterone juga tidak akan terbentuk
sebagaimana seperti seharusnya (Kartikawati, 2017).
b. Status Gizi
Status gizi berperan penting dalam mempengaruhi fungsi organ
reproduksi. Selama ini telah diketahui bahwa remaja yang memiliki status
gizi kurang memiliki resiko terjadinya gangguan siklus menstruasi yang
diakibatkan oleh terganggunya pertumbuhan dan perkembangan system
reproduksi. Berat badan yang rendah atau penurunan berat badan secara
mendadak dapat menghambat pelepasan GnRH yang dapat mengurangi
kadar LH dan FSH hormon yang bertanggung jawab untuk perkembangan
telur dalam ovarium, tetapi sel telur tidak akan pernah dibebaskan karena
kekurangan hormon. Akan tetapi gangguan siklus menstruasi juga
ditemukan pada remaja dengan status gizi lebih. Hal ini diakibatkan oleh
jumlah jaringan lemak tubunhnya (Andriana, 2018).
c. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik yang tidak normal lebih banyak mengalami siklus
menstruasi tidak normal, dibandingkan dengan aktifitas fisik yang normal.
Aktifitas fisik adalah segala macam gerak yang membutuhkan energi,
aktifitas fisik secara teratur telah lama dianggap sebagai komponen penting
dari gaya hidup sehat. Tingkat aktifitas fisik yang sedang dan berat dapat
membatasi fungsi menstruasi. Aktifitas fisik merangsang inhibisi GnRH
dan aktifitas GnRH sehingga menurunkan level serum esterogen (< 149
Pg/ml) sehingga tidak merangsang perbaikan dinding uterus yaitu

29
endometrium sehingga pembentukan endometrium < 8-13 mm. esterogen
yang naik akan menghambat pembentukan FSH dan memerintahkan
hipofisis menghasilkan LH yang berfungsi merangsang folikel de graaf
yang masak untuk mengadakan ovulasi, jika tidak terjadi fertilisasi maka
hormon seks akan menjadi menstruasi kembali (Andriana, 2018 ;
Kusmiran, 2014).
d. Gangguan Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon yang menjaga metabolism
tubuh. Fungsi tiroid mempengaruhi semua hormon di tubuh. Hormon tiroid
yang tidak seimbang seperti pada hipertiroidisme dapat menghasilakan
berbagai gejala seperti menstruasi yang tidak teratur, kelelahan,
penambahan berat badan dan depresi (Haryono, 2016).
e. Konsumsi Obat Hormonal
Konsumsi obat tertentu seperti kontrasepsi hormonal dan obat yang
dapat meningkatkan hormon prolactin sehingga menyebabkan perubahan
siklus menstruasi. Metode kontrasepsi akan memanipulasi siklus
menstruasi karena hormon-hormon yang diproduksi memaksa tubuh untuk
membentuk siklus buatan (Haryono, 2016).
6. Gangguan Menstruasi
a. Gangguan Lama dan Jumlah Menstruasi
1) Hipermenorea (menoragia)
Hipermenorea (menoragia) adalah perdarahan menstruasi dengan
jumlah darahnya lebih banyak atau memiliki durasi lebih lama dari
normal tetapi masih dengan siklus yang normal teratur. Pada gangguan
hipermenorea (menoragia) jumlah darah menstruasi yang keluar
sebanyak >80ml per siklus dan memiliki durasi >7 hari.
2) Hipomenorea
Hipomenorea adalah pendarahan menstruasi dengan jumlah darahnya
lebih sedikit atau memiliki durasi yang lebih pendek dari normal nya
(Afiyanti, 2016)
b. Gangguan Siklus Menstruasi

30
1) Amenorhea
Amenorrhea adalah kondisi dimana perempuan tidak mengalami
menstruasi pada usia subur. Amenorrhea dibagi menjadi 2 yaitu,
amenorrhea primer dan amenorrhea sekunder. Amenorrhea primer
apabila seorang perempuan yang telah berusia 14 tahun dan belum
mengalami menstruasi dan tidak mengalami pertumbuhan karakteristik
seksual sekunder lain seperti perkembangan payudara dan
pertumbuhan rambut pubis. Atau berusia 16 tahun namun tidak
mengalami menstruasi meskipun karakteristik seksual sekunder sudah
berkembang (Afiyanti, 2016).
2) Oligomenorrhea
Oligomenorrhea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus panjang.
Oligomenorrhea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari.
3) Polimenorhea
Polimenorhea adalah kelainan haid dimana siklus kurang dari 21 hari
dan siklus pendek dari 25 hari (Yusnaini, 2020).
E. Penelitian Terdahulu Kontrasepsi Suntik 3 Bulan Dengan Gangguan
Menstruasi
Penyebab kejadian gangguan menstruasi amenorrhea sekunder, spotting,
dan oligomenorrhea pada pengguna KB suntik progestin yaitu adanya ketidak
seimbangan hormone di dalam tubuh seorang wanita, seperti halnya yang
disebutkan oleh Wilujeng (2018) bahwa amenorrhea sekunder disebabkan oleh
salah satunya adalah konsumsi hormon tambahan (KB) sehingga hormon dalam
tubuh menjadi tidak seimbang. Munayarokh (2014) yang menuliskan bahwa
gangguan spotting dapat disebabkan oleh ketidak seimbangan hormon dan
Khamzah (2015) menerangkan bahwa kejadian oligomenorrhea dapat disebabkan
oleh peningkatan hormon androgen sehingga terjadi gangguan ovulasi.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Sagita Darmasari (2016) disebutkan dari
30 responden terdapat 24 responden menggunakan KB Suntik semuanya
cenderung mengalami gangguan menstruasi (66,7%) dan 6 responden tidak
menggunakan KB Suntik tetapi sedikit cenderung mengalami gangguan

31
menstruasi (33,3%). Adapun penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jannati
(2015) dengan judul “Hubungan Lama Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntikan
Dengan Siklus Menstruasi Pada Akseptor KB di Puskesmas “PB” Kabupaten Aceh
Besar menyatakan bahwa terdapat hubungan antara lama pemakaian KB suntik 3
bulan dengan gangguan menstruasi dan kejadian spotting.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Andi dkk (2016) menyatakan
bahwa yang menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan dengan mengalami
gangguan menstruasi berjumlah 20 orang (48,8%) dan yang menggunakan
kontrasepsi suntik 3 bulan dengan tidak mengalami gangguan menstruasi
berjumlah 2 orang (4,9%). Interpretasi dalam penelitian ini adalah terdapat
hubungan antara pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan dengan gangguan
menstruasi hal ini berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihombing
(2019) mengatakan bahwa lebih dari setahun menggunakan kontrasepsi suntik 3
bulan dan mengalami berbagaimacam gangguan menstruasi seperti amenorrhea
maupun spotting (Metode et al., 2022).
Lama pemakaian KB suntik 3 bulan dapat menyebabkan gangguan
menstruasi menurut penelitian Riyanti dan Mahmudah (2015) hasil menunjukkan
bahwa lama pemakaian KB suntik 3 bulan berhubungan signifikan dimana
semakin lama penggunaan KB suntik 3 bulan maka kejadian lama menstruasi
akseptor KB suntik 3 bulan semakin memendek bahkan sampai menjadi tidak
menstruasi, perubahan lama menstruasi tersebut disebabkan komponen gestagen
yang terkandung di dalam KB suntik 3 bulan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa yang menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan lebih banyak dan didapatkan
hasil ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi dengan siklus menstruansi pada
akseptor KB suntik 3 bulan (Kebidanan et al., 2020).

32
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep (conceptual frame work) adalah model pendahuluan dari
sebuah masalah penelitian dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel
yang diteliti. Kerangka konsep dibuat berdasarkan literatur dan teori-teori yang
sudah ada (Swarjana, 2015). Kerangka konsep ini terdiri dari variable-variabel
serta hubungan dari variable yang satu dengan yang lainnya. Adapun kerangka
konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

B. Jenis Penelitian
Desain penelitian merupakan bagian penelitian yang berisi uraian-uraian
tentang gambaran alur penelitian yang menggambarkan pola pikir peneliti dalam
melakukan penelitian yang lazim disebut paradigma penelitian (Muhammad, 2015).
Jenis penelitian ini menggunakan survey analitik, dengan pendekatan cross-
sectional yaitu mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi.
Untuk mengetahui hubungan antara lama pemakaian alat kontrasepsi suntik 3 bulan
selama lebih dari 12 bulan dengan gangguan menstruasi pada akseptor KB suntik 3
bulan di PMB Luh Ayu Koriawati Tahun 2022.
C. Populasi
Menurut Sugiyono (2018), populasi adalah generalisasi yang terdiri atas obyek
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi juga
merupakan keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi dalam

33
penelitian ini adalah seluruh akseptor yang menggunakan metode kontrasepsi suntik 3
bulan di PMB luh ayu Koriawati Tahun 2022.
D. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat memberikan data atau
informasi yang dibutuhkan secara langsung (Sugiyono, 2018). Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh akseptor yang menggunakan kontrasepsi Suntik 3 Bulan
di PMB Luh Ayu Koriawati yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menjadi
responden. Kriteria dalam penelitian ini adalah :
a. Kriteria Inklunsi
1) Bersedia menjadi responden
2) Wanita usia subur yang menjadi akseptor KB suntik 3 bulan
b. Kriteria Eklusi
a) Tidak bersedia menjadi responden
b) Tidak berlaku pada kunjungan pertama

E. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampling adalah sebuah strategi yang digunakan untuk
memilih elemen atau bagian dari populasi atau proses untuk memilih elemen populasi
untuk diteliti. Teknik sampling pada penelitian ini adalah total sampling, dimana total
sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan jumlah sampel sama dengan
populasi (Swarjana, 2015). Maka total sampling pada penelitian ini adalah seluruh
populasi akseptor KB Suntik 3 Bulan di PMB Luh Ayu Koriawati yang berjumlah 70
akseptor.
Sampel diambil dengan cara memasukkan seluruh populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dan diambil datanya dalam kurun waktu penelitian hingga besar sampel
yang diinginkan terpenuhi. Pengambilan sampel dimulai dari kunjungan akseptor ke
PMB Luh Ayu Koriawati yang berada di wilayah Denpasar Selatan yang memenuhi
kriteria inklusi pada kartu peserta KB kemudian akseptor akan diberikan penjelasan
terlebih dahulu mengenai tujuan dari penelitian ini dan diminta persetujuan dan
kesediaannya untuk dilibatkan menjadi sampel dalam penelitian ini, apabila setuju
dilanjutkan dengan pengambilan data melalui wawancara dan pengisian kuesioner.
F. Variabel Penelitian

34
Variabel merupakan bagian sebuah objek yang dapat diukur (measurable) yang
memerlukan alat pengukuran data atau dalam penelitian disebut sebagai research
instrument (Swarjana, 2015).
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah lama penggunaan
kontrasepsi suntik 3 bulan.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah gangguan
menstruasi.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah salah satu unsur penelitian yang berdasarkan atas teori,
namun bersifat operasional yang secara umum telah diakui validitasnya. Definisi
operasional adalah batasan yang digunakan untuk mendefinisikan variabel-variabel
atau faktor-faktor yang mempengaruhi variabel pengetahuan. Pada umumnya definisi
dibuat secara naratif, namun ada juga yang membuatnya dalam bentuk tabel
(Swarjana, 2015).
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
N Variabel Definisi Alat Hasil Skala
o Operasi Ukur Ukur Penguku
onal ran
1 Variabel Lama Kuisio 1=Penggu Nominal
. bebas waktu ner naan
(independ penggun selama
ent) Lama aan KB kurang
pengguna suntik 3 dari 12
an KB bulan bulan
suntik 3 2=Penggu
bulan naan
selama
lebih dari
sama

35
dengan 12
bulan
2 Variable Ganggua Kuisio 1=Tidak Nominal
terikat n ner ada
(depende menstrua 2=Ada
d) si yang gangguan
Gangguan dialami
Menstrua setelah
si penggun
aan KB
suntik 3
bulan

H. Teknik Pengumpulan Data

Setelah data terkumpul langkah yang dilakukan peneliti adalah


mengolah data sehingga dapat dianalisis dan diambil kesimpulannya. Dalam
pengolahan data dilakukan langkah sebagai berikut :
a. Data Primer
Data diperoleh sendiri oleh peneliti dengan menggunakan
kuesioner pertanyaan terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada
responden tentang maksud penelitian ini, penjelasan singkat tentang
pengisian kuesioner dan dinyatakan kepada responden apabila ada hal yang
tidak dimengerti. Data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan
jenis kuesioner tertutup dimana responden tinggal memilih alternative
jawaban yang disediakan sesuai petunjuk dengan tujuan supaya lebih
mudah mengarahkan jawaban responden dan lebih mudah diolah.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan data sekunder
meliputi daftar akseptor KB Suntik 3 bulan di PMB Luh Ayu Koriawati
Tahun 2022.

36
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
kuesioner. Kuesioner merupakan Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi beberapa pertanyaan kepada responden untuk dijawab (Sugiyono,
2017). Kuesioner dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk pilihan “Ya atau Tidak”
yang berkaitan dengan variable-variable yang diteliti dan didistribusikan kepada
responden.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini antara lain :
a. Tahap Persiapan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah :
1) Menyiapkan lenbar permohonan menjadi responden
2) Menyiapkan lembar persetujuan menjadi responden (informed
consent)
3) Mempersiapkan alat - alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu
berupa lembar inform consent dan pedoman wawancara
4) Menyerahkan surat izin penelitian. Peneliti mengajukan surat izin yang
disahkan oleh Rektor “x” kepada PMB “M”
b. Tahap Pelaksanaan
Setelah izin penelitian diperoleh, dilanjutkan ketahap pelaksanaan yaitu:
1) Sebelum melakukan penelitian, peneliti sudah mendapatkan izin dari
PMB Luh Ayu Koriawati
2) Peneliti akan menjelaskan latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian
kepada responden serta menjelaskan kerahasiaan identitas responden.
3) Responden yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian bisa
langsung mengisi kuesioner yang diberikan.
4) Selanjutnya dilakukan pengolahan data.

I. Alat dan Bahan Instrumen


Dalam penelitian ini menggunakan data primer atau data langsung. Menurut
Sugiyono (2017) sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
hasil wawancara dan kuesioner yang diberikan kepada sampel responden yang sesuai
dengan sasaran dalam penelitian ini yaitu seluruh akseptor KB suntik 3 bulan. Data

37
primer dalam penelitian ini adalah hasil jawaban responden yang berasal dari
kuesioner yang diisi langsung oleh responden.
Lembar kuesioner dalam penelitian ini adalah selembar kertas yang terdiri dari
data umum responden dan beberapa pertanyaan. Sebelum di uji kepada responden,
lembar kuesioner sudah dilakukan uji validitasnya terlebih dahulu oleh peneliti. Uji
validitas dan rehabilitas pada kuesioner ini dilakukan oleh penguji face validity dimana
penguji melakukan pengecekan terhadap masing-masing pertanyaan dalam kuesioner
dengan sampel yang digunakan adalah akseptor KB suntik 3 bulan yang memiliki
karakteristik yang sama dengan sampel.

38

Anda mungkin juga menyukai