Anda di halaman 1dari 22

Departemen Keperawatan Anak

LAPORAN PENDAHULUAN

“MALFORMASI ANOREKTAL (MAR)”

Oleh:

Dea Gita Septianingsih

NIM: 70900119016

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2019
ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA“MALFORMASI ANOREKTAL (MAR)”

PADA By. Ny. I DI RUANGAN NICU RSUP WAHIDIN SUDIRO HUSODO

Oleh:

Dea Gita Septianingsih

NIM: 70900119016

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena


telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya berupa kesempatan, kesehatan dan
pengetahuan sehingga laporan pendahuluan “Malformasi anorektal (MAR)” ini
bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-ide serta saran dan masukannya sehingga
laporan pendahuluan ini bisa diselesaikan dan disusun dengan baik dan rapi.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang


sempurna, Kami berharap semoga laporan pendahuluan ini bisa menambah
pengetahuan bagi para pembaca maupun penulis sendiri. Maka dari itu kami
penulis mengharapakan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
penyusunan laporan pendahuluan yang lebih baik lagi.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan pendahuluan ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, November 2019

Dea Gita Septianingsih, S.Kep


BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital
dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau
tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara
tetap pada daerah anus. (Capenito, 2010)

Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan


oleh ganggan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
(Wong, 2013)

Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi


anorektal adalah suatu kelainan congenital dan tidak lengkapnya
perkembangan embrionik dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar yang
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus.

B. Etiologi
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum
diketahui. Namun para ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini
merupakan anomaly gastrointestinal yang bersifat congenital
Menurut Capenito (2010) malformasi anorektal dapat disebabkan
karena:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahirtanpa lubang dubur
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan
3. Berkaitan dengan sindrom down
C. Patofisiologi
Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana
saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan
anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan
struktur anorektal. Malformasi anorektal terjadi karena tidak sempurnanya
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 mingggu selama
perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya
agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada
proses obstruksi. Malformasi anorektal dapat terjadi karena tida adanya
pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak
dapat dikeluarkan (Price, 2012)

D. Manifestasi Klinik
Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut (Price,
2012) :
1. Perut kembung, sedang muntah timbul kemudian.
2. Kejang usus.
3. Bising usus meningkat.
4. Distensi abdomen.
5. Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak
fistel).
6. Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.

E. Komplikasi
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan
komorbiditas yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak
tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga
paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya
mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi
(Price, 2012)
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia
primer, walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi
terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula
vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak laki-
laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan
fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan
anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik (Price,
2012)
Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu (Syamsuddin, 2015) :
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Komplikasi jangka panjang
4. Eversi mukosa anal
5. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
6. Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
7. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
8. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
9. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada seseorang yang
mengalami Malformasi anorektal antara lain (Capenito, 2010) :
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic
yang umum dilakukan pada gangguan ini
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel
epitel meconium
3. Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu
pada atau di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rectum penuh
dengan mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong
rectal
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara
menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium
tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut
dianggap sebagai defek tingkat tinggi
G. Penatalaksanaan
Menurut Capenito (2010) penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien
dengan penyakit maformasi anorektal ada dua macam yaitu dengan tindakan
sementara dan tindakan definitive, sebagai berikut:
1. Tindakan Sementara
a. Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera
dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum,
bayi harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi
transversum akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan
dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi dan
sigmoidkolostomi.
b. Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/
diiris hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar
perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin
yang dilapisi vaselin didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung
rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek
letak rendah langsung dilakukan terapi definitif yaitu anorektoplasti
posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan kolostomi sementara.
2. Tindakan Definitif
a. Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi
dan mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum
setelah bayi berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti
posterior sagital (PSAVURP).
b. Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada
defek ;
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a. Identitas anak
Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
nomor rekam medic, alamat.
b. Identitas Orang tua
Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan
alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus
(anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan
terjadi muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki
dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi
perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada
vagina.
b. Riwayat Kesehatan dahulu
1) Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan
persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal
timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
2) Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang
berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital,
kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
3) Riwayat kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami
gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang
berhubungan langsung dengan gangguan system gastrointestinal.
3. Pemeriksaan Fisik
Pra Operatif
a. Daerah perineum
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari
hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau
stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk melihat
adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama
urine) untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel
dan terapi segeranya
b. Abdomen
1) Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).
2) Amati adanya distensi abdomen.
3) Ukur lingkar abdomen.
4) Dengarkan bising usus (4 kuadran).
5) Perkusi abdomen
6) Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
c. Kaji hidrasi dan status nutrisi
1) Timbang berat badan tiap hari
2) Amati muntah proyektif (karakteristik muntah)
d. TTV
Pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan
thermometer melalui anus. Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui
suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus
imperforata atau tidak, Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea
atau dyspnea) dan Ukur nadi (terjadinya takikardia)
Post Operatif
a. Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat
badan, tinggi badan.
b. Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah
c. System pernapasan
Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
d. Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
e. Sistem Pencernaan
Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah atau
menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen
karena ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi
PSARP. Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi,
warna pink seperti cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan
stoma dan bagaimana jumlah dan tipe feses. Bentuk abdomen datar,
tekstur kulit lembut. Pada saat palpasi apakah adanya pembesaran atau
massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah
dicabut, tidak adanya pembesaran hepar dan limpa,pada saat auskultasi
terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah terdapat bunyi timpani
atau danles.
f. System endokrin
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR,
kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
g. Sistem Genitourinaria
Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter,
pada laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah
disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.
h. Sistem Muskuloskeletal
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR,
kaji ROM, kekuatan otot, dan reflex.
i. Sistem Integumen
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR,
kaji adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh.

j. Sistem persarafan
Kaji fungsi serebral dan cranial klien
4. Data Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya :
haemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit.
Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru
operasi) biasanya ditemukan adanya peningkatan leukosit dari
10.000/mm3, hal ini menunjukan adanya infeksi oleh mikroorganisme.
Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat adanya
perdarahan yang mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan
namun setelah post operasi yang lama tidak ditemukan adanya data
laboratorium yang menyimpang dari harga normal.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah Tumor buli-buli
menurut SDKI (Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia) adalah :
a. Pra Operatif
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
muntah.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder
terhadap distensi abdomen.
3. Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur
pembedahan.
b. Post operatif
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru
sekunder terhadap pemberian anestesi.
2. Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder
terhadap pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada
pembedahan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat
sekunder terhadap tirah baring
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan
jaringan
Diagnosa 1 : Ansietas
a. Defenisi : kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifikakibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman.
b. Penyebab
1. Krisis siruasional
2. Kebutuhan tidak terpenuhi
3. Krisi maturasional
4. Ancaman terhadap konsep diri
5. Ancaman terhadap kematian
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan
7. Terpapar bahaya lingkungan(mis. Toksin, polutan, dan lain-lain)
8. Kurang terpapar informasi
c. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif :
- Merasa bingung
- Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
- Sulit berkonsentrasi
2. Objektif :
- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Sulit tidur
d. Gejala dan tanda minor
1. Subjektif :
- Mengeluh pusing
- Anoreksia
- Palpitasi
- Merasa tidak berdaya
2. Objektif :
- Frekuensi nafas meningkta
- Frekuensi nadi meningkat
- Tekanan darah meningkat
- Diaphoresis
- Tremor
- Muka tampak pucat
- Suara bergetar
- Kontak mata buruk
- Sering berkemih
- Berioetrasi dengan masa lalu
Diagnosa 2 : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Kondisi saat kadar cairan di dalam tubuh seseorang menjadi tidak seimbang,
bisa terlalu tinggi atau terlalu rendah yang menimbulkan berbagai gangguan
pada fungsi organ di dalam tubuh.
Diagnosa 3 : Nyeri Akut
a. Defenisi : pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
Kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan konsep
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab :
1. Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, dan
neuplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedara fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur oprasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
c. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif : mengeluh nyeri
2. Ojektif :
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari
nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
d. Gejala dan tanda minor
1. Subjektif : tidak tersedia
2. Objektif :
- Tekanan darah meningkat
- Pola nafas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berfikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaphoresis
Diagnosa 4 : Resiko Infeksi
a. Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
b. Faktor Risiko
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
c. Kondisi Klinis Terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyalahgunaan obat
4) Kanker
5) Gagal ginjal

Diagnosa 5 : Pola Nafas Tidak Efektif


a. Definisi
Inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
b. Penyebab
1) Depresi pusat pencernaan
2) Hambatan upaya nafas
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuskuler
6) Imaturitas neurologis
7) Penurunan energy
8) Obesitas
9) Kecemasan
c. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif
Dipsnea
2) Objektif
Penggunaan otot bantu pernafasan
Fase ekspirasi memanjang
Pola nafas abnormal
d. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
Ortopnea
2) Objektif
Pernapasan cuping hidung
Ventilasi semenit turun
Kapasitas vital menurun
Ekskursi dada berubah
e. Kondisi klinis terkait
1) Depresi system saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Stroke
5) Intoksikasi alkohol
Diagnosa 6 : Gangguan integritas kulit/jaringan
1) Defenisi
Kerusakan kulit (dermis atau epidermis) atau jaringan membrane
mukosa, kornea, fasia, otot, tendong, tulang, kartilago, kapsul
sendi dan atau ligament.
2) Penyebab
a) Perubahan sirkulasi
b) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
c) Kekurangan atau kelebihan volume cairan
d) Penurunan mobilitas
e) Bahan kimia iritatif
f) Suhu lingkungan yang ekstream
g) Kurang terpapar informasi tentang upaya
memepertahankan/melindungi integritas jaringan
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjekti
-
b) Objektif
(1) Kerusakan jaringa dan atau lapisan kulit
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
-
b) Objektif
(1) Nyeri
(2) Perdarahan
(3) Kemerahan
(4) Hematoma
5) Kondisi klinis terkait
a) Imobilisasi
b) Gagal jantung kongestif
c) Gagal ginjal
d) Diabetes mellitus
e) Imonodefisiensi (mis, AIDS)
C. Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan berdasarkan SIKI (Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia) adalah sebagai berikut :
Diagnosa 1 : Ansietas
Intervensi Rasional
1. Reduksi ansietas
Observasi Observasi
Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan Memantau tanda-tanda kecemasan
nonverbal)
Terapeutik
Terapeutik
Ciptakan suasana terapeutik untuk Untuk membngun kepercayan kepada pasien
menimbulkan kepercayaan Edukasi
Edukasi Memberikan kenyamanan pada pasien
Latih tehnik relaksasi Kolaborasi
Kolaborasi Untuk menghilangkan rasa cemas
Kolaborasi pemberian obat ansietas jika perlu
2. Dukungan emosional
Observasi
Observasi
Identifikasi fungsi marah, frustasi dan diamuk Untuk mengetahui perasaan pasien ketika
bagi pasien marah
Terapeutik Terapeutik
Kurangi tuntan berfikir saat sakit atau lelah Agar pasien dapat menenangkan perasaannya
Edukasi Edukasi
Anjurkan mengungkapkan perasaan yang Agar pasien merasa nyaman setelah
dialami(mis. Ansietas, marah, sedih)
mengungkapkan perasaannya
Kolaborasi
Rujuk untuk konseling jika perlu Kolaborasi
Agar pasien dpat mengontrol emosi yang
dirasakan
Diagnosa 2 : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Intervensi Rasional
Manajemen cairan
Observasi
Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi,
kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, Untuk memenuhi kebutuhan cairan
kelembapan mukosa, turgor kulit,tekanan
darah)

Terapeutik
Untuk membantu memenuhi kebutuhan
Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian deuretik jika perlu

Diagnosa 5 : Nyeri Akut


Intervensi Rasional
1. Manajemen nyeri
Observasi Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Untuk mengetahui tingat nyeri yang
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dirasakan pasien
Terapeutik Terapeutik
Control lingkungan yang memperberat rasa Memberikan lingkungan yang nyaman
nyeri Imis. Suhu ruangan, pencahayaan, kepada pasien
kebisingan)
Edukasi Edukasi
Ajarkan tehnik non farmokologis untuk Membantu pasien dalam mengurangi nyeri
mengurangi rasa nyeri tanpa minum obat
Kolaborasi Kolaborasi
Pemberian analgetik jika perlu Berikan obat jika kontrol nyeri tak
tertahankan
Diagnosa 6 : Risiko Infeksi
Intervensi Rasional
Pencegahan Infeksi Observasi
Observasi Untuk mengetahui adanya gangguan infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan lokal dan sistemik
sistemik
Terapeutik
Terapeutik
Berikan perawatan kulit pada area edema Agar dapat mengurangi infeksi

Edukasi Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi Agar pasien mengerti terkait gejala infeksi
Ajarkan cara memeriksa luka operasi Untuk memandirikan pasien pasca operasi

Diagnosa 5 : Pola Nafas Tidak Efektif


Intervensi Rasional
Manajemen Jalan Nafas
Observasi Observasi
Monitor pola nafas Untuk mengetahui status pernafasan
Monitor bunyi nafas tambahan
Untuk mengetahui bunyi nafas tambahan
Terapeutik
Posisikan semifowler/fowler Terapeutik
Berikan Oksigen Memberikan rasa nyaman dan rileks
Edukasi Untuk memenuhi kebutuhan Oksigen
Ajarkan teknik batuk efektif Edukasi
Kolaborasi Untuk membantu mengeluarkan sputum
Pemberian Bronkodilator Kolaborasi
Bronkodilator dapat membantu meningkatkan
kapasitas paru-paru
Diagnosa 6 : Gangguan Integritas Kulit
Intervensi Rasional
Perawatan integritas kulit
Observasi Observasi
Identivikasi penyebab gangguan integritas Untuk mengetahui penyebab gangguan
kulit (mis, perubahan sirkulasi, perubahan kerusakan kulit
status nutrisi, penurunan kelembabapan,
suhu lingkungan ekstream, penurunan
mobilitas)
Terapeutik Terapeutik
a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring Memberikan rasa nyaman dan rileks
b) Gunakan produk berbahan ringan/
alami dan hipoalergik pada kulit
sensitive
c) Hindari produk berbahan dasr alcohol
pada kulit kering.
Edukasi Edukasi
a) Anjurkan menggunakan pelembab Untuk mencegah terjadinya kerusakan
(mis, lation, serum) jaringan
b) Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstream
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, LJ, 2010, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa


Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.

Price & Wilson,2012, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,EGC,


Jakarta

Syamsudin, R. Song. 2015 Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta.

Wong, Dona L. 2013. Pedoman Keperawatan Pediatrik. EGC, Jakarta.


PENYIMPANGAN KDM

Gangg. Pertumbuhan Fusi


Pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik

Malformasi
Anorektal

Feses tidak keluar

Feses menumpuk

Pola Nafas
Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa
Tidak Efekti
intra abdominal metabolisme tubuh

Operasi : Anoplasti, Mual, Muntah Keracunan


Colostomi

Gangguan
Keseimbangan
Cairan

Perubahan defekasi Trauma jaringan

Pengeluaran tidak
terkontrol
Sensasi Nyeri Perawatan tidak
adekuat
Iritasi mukosa

Gangguan Nyeri Akut Resiko


integritas kulit Infeksi

Ansietas
22

Anda mungkin juga menyukai