Anda di halaman 1dari 39

Departemen Keperawatan Gerontik

LAPORAN PENDAHULUAN
DEMENSIA

Oleh:

Dea Gita Septianingsih, S.Kep


70900119016

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XV


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020

Dea Gita Septianingsih (70900119016)


Profesi Ners Ang.15 UIN Alauddin Makassar
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS

A. PENGERTIAN

Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh

berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan

kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada

intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan

masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi,

penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi. (Arif

Mansjoer, 2009)

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa

gangguan fungsi vegetatif atau keadaan yang terjadi.

Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian,

dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat

terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)

Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang

menyebabkan hilangnya independensi sosial. (William F.

Ganong, 2010)

Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental

yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana

terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan

kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi

kemunduran kepribadian.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama dari penyakit demensia adalah

penyakit alzheimer, yang penyebabnya sendiri belum

2
diketahui secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer

disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau

adanya kelainan gen tertentu (Ganong, 2008).

Penyebab lainnya dari Demensia yaitu, serangan stroke

yang berturut-turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil

dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan

yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara

bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah

otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya

aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang

disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark.

Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau

kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan

pembuluh darah di otak (Godefroy, 2013)

Penyebab demensia menurut Nugroho (2009) dapat

digolongkan menjadi 3 golongan besar :

a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi

dasarnya tidak dikenal kelainan yaitu : terdapat pada

tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem

enzim, atau pada metabolisme

b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi

belum dapat diobati, penyebab utama dalam golongan

ini diantaranya :

1. Penyakit degenerasi spino-serebelar.

2. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert

3. Khorea Huntington

3
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat

diobati, dalam golongan ini diantaranya

1. Penyakit cerebro kardiofaskuler

2. penyakit- penyakit metabolik

3. Gangguan nutrisi

4. Akibat intoksikasi menahun

C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain

(Alagiakrisnhnan, 2010) :

1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.

2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.

3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).

4. Defisit neurologi dan fokal.

5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.

6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan

paranoid.

7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)

8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.

9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.

10. Lupa meletakkan barang penting.

11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.

12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.

13. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya:

lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita

demensia berada

D. KLASIFIKASI DEMENSIA

4
Adapun klasifikasi demensia menurul (Dewi, 2014),

sebagai berikut :

1. Menurut Kerusakan Struktur Otak

a. Tipe Alzheimer

Demensia ini ditandai dengan gejala :

1. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap

dan progresif,

2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia,

apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif,

3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi

baru,

4. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive,

kecurigaan),

5. Kehilangan inisiatif.

b. Demensia Vascular

Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan

sirkulasi darah di otak dan setiap penyebab atau

faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya

demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi

tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah

otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai

demensia vaskular

Tanda-tanda neurologis fokal seperti :

1. Peningkatan reflek tendon dalam

2. Kelainan gaya berjalan

3. Kelemahan anggota gerak

5
2. Menurut Umur:

a. Demensia senilis ( usia >65tahun)

b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)

3. Menurut perjalanan penyakit :

a. Reversibel (mengalami perbaikan)

b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus,

subdural hematoma, vit.B, Defisiensi,

Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)

Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran

vertrikel dengan meningkatnya cairan

serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :

1. Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).

2. Inkontinensia urin.

3. Demensia.

4. Menurut sifat klinis

a. Demensia proprius

b. Pseudo-demensia

E. PATOFISIOLOGI

Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia

>65 tahun) adalah adanya perubahan kepribadian dan

tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.

Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala

yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana

Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan

degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu

sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika

6
meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-

nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal

yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya

mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal

bersama mereka, mereka merasa khawatir terhadap

penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali

lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan

perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai

adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya

ingat yang dialami oleh orang tua mereka .

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya

berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan

lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja

diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan

memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja

lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai

berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia

penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia

bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali

demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim

kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki

kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala

demensia (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat

dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan

7
pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan

untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan demensia

yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit

daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan

depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia

dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan

gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan

depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya

akan menghilang.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003)

1. Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu

diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu

pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia

reversible, walaupun 50% penyandang demensia

adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium

normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya

dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin

dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap,

urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi

hati, hormone tiroid, kadar asam folat

2. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin

8
dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih

dipertanyakan.

3. Pemeriksaan EEG

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan

gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah

normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi

gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.

4. Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai

awitan demensia akut, penyandang dengan

imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan

panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus

normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal

pada CT scan.

5. Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein

pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu

epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel

mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya

frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia

Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik

menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4

sebagai penanda semakin meningkat.

6. Sebagai suatu asessment awal pemeriksaan Status

Mental Mini (MMSE) adalah test yang paling banyak

dipakai, tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan

9
memori ringan (Tang-Wei,2003). Pemeriksaan status

mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering

dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30

cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi,

menetapkan data dasar dan memantau penurunan

kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27

dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan

kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan

tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

G. PENATALAKSANAAN MEDIK

1. Farmakologi

Sebagian besar kasus demensia tidak dapat

disembuhkan. Untuk mengobati demensia alzheimer

digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti

Donepezil, Rivastigmine , Galantamine , Memantine

Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti

platelet seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk

melancarkan aliran darah ke otak sehingga

memperbaiki gangguan kognitif.

Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak

dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa

diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati

tekanan darah tinggi atau kencing manis yang

berhubungan dengan stroke.

10
Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi,

diberikan obat anti-depresi seperti Sertraline dan

Citalopram.

2. Dukungan atau Peran Keluarga

a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu

penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya

yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau

radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.

b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu

bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita

yang senang berjalan-jalan.

c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya

secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.

d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu,

bahkan akan memperburuk keadaan.

e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial

dan perawatan, akan sangat membantu.

3. Terapi Simtomatik

Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik,

meliputi :

a. Diet

b. Latihan fisik yang sesuai

c. Terapi rekreasional dan aktifitas

d. Penanganan terhadap masalah-masalah

H. PENCEGAHAN DAN PERAWATAN DEMENSIA

11
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko

terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga

ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan

fungsi otak, seperti :

1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-

sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.

2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir

hendaknya dilakukan setiap hari.

3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita

sehat dan aktif.

4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha

untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat

membuat otak kita tetap sehat.

12
PATHWAY
Gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, penyakit degenerative, factor usia, dll.

Kerusakan sel otak

Hilangnya memori/ingatan jangka pendek


Sumber (Delaiz, 2013)
Kemampuan belajar menurun

Dementia

D. Alzheimer D. Vaskular

Peningkatan reflek tendon


Kematian sel otak yg massif kelemahan anggota gerak

Mudah lupa gangguan kognitif kelainan gaya berjalan

Tremor, Ketidakmampuan muncul gejala kurang koordinasi gerakan


Konfusi akut
Menggunakan benda neuropsikiatrik

Penurunan kemampuan perubahan nafsu agitasi Risiko cedera


Melakukan aktifitas makan
kesulitan tidur Gangguan
perubahan persepsi, pola tidur
Defisit transmisi dan
perawatan diri
integrasi sensori
Defisit Nutrisi
Cepat marah, Koping
Curiga, mudah defensif

13
Tersinggung
Perubahan
Gangguan persepsi Koping tidak
komunikasi sensori efektif
verbal

14
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian fungsi kognitif lansia

Fungsi kognitif lansia dapat dikaji dengan beberapa cara, diantaranya

adalah dengan MMSE dan CDR (Miller, 2012).

1. Mini Mental Status Exam (MMSE)

Mini Mental Status Exam (MMSE) merupakan suatu metode

pengkajian yang dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan

kepada klien sebagai tes awal untuk mengetahui kondisi kognitif klien

(Woodford & George, 2007). Pada pemeriksaan MMSE, klien

dihadapkan dengan beberapa pertanyaan yang berfokus pada masalah

ketidakseimbangan kognitif, fokus dan orientasi spesifik, kemampuan

berbahasa, perhatian, dan konsentrasi (Miller, 2012). MMSE terdiri

dari dua bagian,. Bagian pertama hanya membutuhkan respon verbal

dan mengkaji orientasi, memori, dan atensi. Bagian kedua mengkaji

kemampuan menulis kalimat, menamakan obyek, mengikuti perintah

tertulis dan verbal, serta menyalin gambar poligon komplek (Dewi,

2014).

Berikut format pengkajian MMSE (Dewi, 2014)


Tabel 2.3 Mini Mental Status Exam (MMSE)
No Langkah Skor Skor
Maks
I. ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), 5
(hari) apa? Satu poin untuk setiap jawaban benar.
Tidak ada poin setengah.
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), 5
(rumah sakit), (lantai/kamar) Satu poin untuk setiap
jawaban benar. Tidak ada poin setengah.

15
II. REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda yang tidak 3
berhubungan (apel, meja, koin). Klien diminta
mengulangi nama benda.
Sebutkan tiga benda dengan perlahan kira-kira 1
detik untuk masing-masing benda. Setelah
disebutkan ketiganya, klien diminta mengulangi
ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama
benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah
pengulangan.
III. ATENSI DAN KALKULASI
4 Klien diminta menghitung mundur: mengurangi 5
100 dengan 7. Hentikan setelah klien memberikan 5
jawaban. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar.
Jika klien tidak dapat melakukannya, minta klien
mengeja terbalik kata ”DUNIA”. Nilai diberi pada
huruf yang benar sebelum kesalahan,misalnya aiund
= 2 nilai.
IV. MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Klien diminta menyebut kembali 3 nama benda 3
yang telah disebutkan pada poin registrasi. Satu
poin untuk setiap jawaban benar.
V. BAHASA
6 Klien diminta menyebutkan 2 nama benda yang 2
ditunjuk (pensil, buku). Satu poin untuk setiap
jawaban benar.
7 Klien diminta mengulang kalimat yang telah 1
disebutkan terlebih dahulu ”namun”, ”tanpa”,
”bila”. Satu poin untuk setiap pengulangan
sempurna.
8 Klien diminta melakukan perintah: ”Ambil kertas 3
ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua, dan
letakkan di lantai”. Satu poin untuk setiap perintah
yang dilakukan dengan benar.
9 Klien diminta membaca dan melakukan perintah 1
”Pejamkanlah mata anda” yang tertulis di selembar
kertas. Satu poin untuk perintah yang dilakukan
dengan benar.
10 Pasien diminta menulis kalimat dengan spontan. 1
Jangan mendikte kalimat. Kalimat minimal terdiri
dari subyek dan predikat. Ejaan dan tanda baca
tidak diperhitungkan. Satu poin jika klien dapat
melakukannya.
11 Klien diminta meniru gambar. Satu poin untuk 1
salinan gambar yang sesuai.

16
Setelah format terisi, maka selanjutnya dilakukan penilaian.

Penilaian MMSE adalah sebagai berikut (Dewi, 2014):


Tabel 2.4 Penilaian MMSE
Skor Keterangan
Nilai 24-30 Tidak ada gangguan kognitif/ normal
Lansia cenderung pelupa, cenderung untuk melakukan
pekerjaan di rumah, dapat melakukan pekerjaan yang
mudah dan aman, dapat mengenali nama/ alamat
sendiri, pembicaraan terbatas namun masih dapat
dimengerti, dan dapat mengerjakan tugas khusus
Nilai 18-23 Gangguan kognitif sedang
Sering kali tersesat di luar rumah, tidak tahu alamat,
risiko kecelakaan lebih tinggi
Nilai 0-17 Gangguan kognitif berat
Gangguan memori berat, pembicaraan kacau, tidak
mempedulikan personal hygiene.
2. Clinical Dementia Rating (CDR)

CDR merupakan suatu metode pengkajian dengan wawancara

klinis dengan klien dan informan lain untuk mendapatkan informasi

mengenai 6 domain kognitif, yakni memori, orientasi, penilaian dan

penyelesaian masalah, hubungan sosial, serta hobi dan perawatan diri.

Dari hasil pengkajian tersebut, tenaga kesehatan akan mendapatkan

hasil yang menyatakan tingkat demensia seseorang. Cara menentukan

seseorang mengalami demensia pada tingkat berapa, perawat dapat

mengikuti beberapa langkah dibawah ini (Dewi, 2014) :

1. Lakukan pengkajian kepada pasien dan informan lain

menggunakan form yang terlampir di bawah. Perawat perlu

memperhatikan beda form yang akan digunakan kepada pasien

dan informan

17
2. Lakukan penilaian dan tentukan nilai terhadap masing-masing

domain. Menurut website http://www.ncbi.nlm.nih.gov, masing-

masing domain dinilai pada 5 skala poin, yaitu:

a. 0 : tidak ada gangguan

b. 0,5 : penurunan dipertanyakan

c. 1 : gangguan ringan

d. 2 : gangguan sedang

e. 3 : gangguan berat

*(kecuali domain perawatan diri dinilai pada 4 skala poin

tanpa skala poin 0,5)

3. Kriteria penilaian masing-masing skala poin pada masing-masing

domain dapat dilihat pada tabel yang terlampir.

4. Tentukan skor keseluruhan dengan dihitung menggunakan sebuah

algoritma.

5. Tentukan tingkat demensia pasien berdasarkan hasil skor

keseluruhan yang didapat. Berikut ini merupakan interpretasi dari

hasil skor keseluruhan yang didapat (Ellis, 2013) :

a. Stage 1: CDR-0 atau tidak ada gangguan

Stage 1 CDR menggambarkan tidak adanya gangguan pada

kemampuan seseorang yang artinya pasien tidak memiliki

masalah memori yang signifikan, sepenuhnya berorientasi

pada waktu dan tempat, memiliki penilaian yang normal,

berfungsi optimal dalam hubungan sosialnya, memiliki

kehidupan di rumah yang terpelihara dengan baik, dan

sepenuhnya mampu melakukan perawatan kebutuhan diri

sendiri.

18
b. Stage 2: CDR-0,5 atau gangguan dipertanyakan

Skor 0,5 pada skala CDR menggambarkan sangat sedikit

gangguan. Pasien kemungkinan memiliki inkonsistensi

memori yang kecil. Pasien juga kemungkinan berusaha keras

untuk memecahkan masalah yang menantang dan memiliki

masalah dengan waktu. Selain itu, pasien kemungkinan

melakukan keliru atau salah pada saat kerja atau ketika terlibat

dalam kegiatan sosial. Namun, pasien pada tahap ini masih

dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan.

c. Stage 3: CDR-1 atau gangguan ringan

Stage 3 CDR menggambarkan adanya gangguan pada tiap

domain namun gangguan tersebut masih ringan. Memori

jangka pendek pasien mengalami gangguan dan dapat

mengganggu kehidupan sehari-hari pasien. Pasien mulai

menjadi disorientasi tempat dan kemungkinan memiliki

masalah dengan arah dan bepergian dari satu tempat ke tempat

lain. Pasien mulai mengalami masalah dalam aktivitasnya di

luar rumah. Tugas-tugas rumah pasien pun akan mulai

diabaikan dan pasien membutuhkan seseorang untuk

mengingatkan pasien untuk melakukan perawatan personal

hygiene.

d. Stage 4: CDR-2 atau gangguan sedang

Pasien pada tahap ini membutuhkan bantuan dalam hal

hygiene. Meskipun pasien pada tahap ini cukup baik dalam

melakukan aktivitas sosial atau melakukan tugas-tugasnya,

namun pasien membutuhkan pendampingan. Pada tahap ini

19
pula, pasien mengalami disorientasi waktu dan tempat. Pasien

mudah tersesat dan berusaha keras untuk memahami

hubungan antarwaktu. Memori jangka pendek klien

mengalami gangguan yang serius dan sulit mengingat sesuatu

yang baru, termask orang-orang yang baru saja ditemui.

e. Stage 5: CDR-3 atau gangguan berat

Tahap ini merupakan tahap yang paling parah dari demensia.

Pada tahap ini, pasien tidak dapat berfungsi pada semua

aktivitas tanpa bantuan. Pasien juga mengalami hilang

memori yang ekstrim serta disorientasi waktu atau tempat.

Hal ini menyebabkan pasien tidak mungkin lagi terlibat dalam

aktivitas sosial. Serta aktivitas pasien di rumah akan sangat

memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

pribadi pasien.

B. DIAGNOSA (SDKI, 2017)

1. Konfusi akut

a. Definisi : gangguan kesadaran, perhatian, kognitif, dan persepsi

yang reversible, berlangsung tiba-tiba dan singkat

b. Penyebab :

1) Delirium

2) Demensia

3) Fluktuasi siklus tidur-bangun

4) Usia lebih dari 60 tahun

5) Penyalahgunaan zat

2. Defisit perawatan diri

20
a. Definisi : tidak mampu melakukan atau meyelesaikan aktivitas

perawatan diri

b. Penyebab :

1) Gangguan musculoskeletal

2) Gangguan neuromuscular

3) Kelemahan

4) Gangguan psikologis dan/atau psikotik

5) Penurunan motivasi/minat

3. Defisit nutrisi

a. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolism

b. Penyebab :

1) Kurangnya asupan makanan

2) Ketidakmampuan menelan makanan

3) Ketidakmampuan mencerna makanan

4) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient

5) Peningkatan kebutuhan metabolism

6) Faktor ekonomis (mis. finansial tidak mencukupi)

7) Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan)

4. Gangguan persepsi sensori

a. Definisi : perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal

maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,

berlebihan atau terdistorsi

b. Penyebab :

1) Gangguan penglihatan

2) Gangguan pendengaran

21
3) Gangguan penghiduan

4) Gangguan perabaan

5) Hipoksia serebral

6) Penyalahgunaan zat

7) Usia lanjut

8) Pemanjaan toksin lingkungan

5. Koping tidak efektif

a. Definisi : ketidakmampuan menilai dan merespon stressor dan/atau

ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk

mengatasi masalah

b. Penyebab :

1) Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengalami

masalah

2) Ketidakadekuatan system pendukung

3) Ketidakadekuatan strategi koping

4) Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan

5) Ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stressor

6) Disfungsi system keluarga

7) Krisis situasional

8) Kerentanan personalitas

9) ketidakpastian

6. Koping defensif

a. Definisi : proyeksi evaluasi diri untuk melindungi diri dari

ancaman terhadap harga diri

b. Penyebab :

1) Konflik antara persepsi dan system nilai

22
2) Takut mengalami kegagalan

3) Takut mengalami penghinaan

4) Takut terhadap dampak situasi yang dihadapi

5) Kurangnya rasa percaya kepada orang lain

6) Kurangnya kepercayaan diri

7) Kurangnya dukungan system pendukung (support sistem)

8) Harapan yang tidak realistis

7. Gangguan pola tidur

a. Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor

eksternal

b. Penyebab

1. Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar,

suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap,

jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

2. Kurangnya kontrol tidur

3. Kurangnya privasi

4. Restrain fisik

5. Ketiadaan teman tidur

6. Tidak familiar dengan peralatan tidur

8. Risiko cedera

a. Definisi : berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang

menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam

kondisi baik

b. Faktor risiko :

1) Eksternal

a) Terpapar pathogen

23
b) Terpapar zat kimia toksik

c) Terpapar agen nosocomial

d) Ketidakamanan transportasi

2) Internal

a) Ketidaknormalan profil darah

b) Perubahan orientasi afektif

c) Perubahan sensasi

d) Disfungsi autoimun

e) Disfungsi biokimia

f) Hipoksia jaringan

g) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh

h) Malnutrisi

i) Perubahan fungsi psikomotor

j) Perubahan fungsi kogniif

24
C. INTERVENSI (SIKI, 2018)
No Diagnosis Luaran Intervensi Rasional
keperawatan keperawata
n
1. Konfusi akut b/d Konfusi akut Manajemen Delirium
Delirium, Demensia, membaik 1. Observasi
Fluktuasi siklus tidur- a. Identifikasi faktor risiko delirium Mengetahui penyebab
bangun, Usia lebih dari (mis. usia >75 tahun, disfungsi delirium
60 tahun, kognitif, gangguan
Penyalahgunaan zat, penglihatan,/pendengaran,
ditandai dengan : penurunan kemampuan
DS : fungsional, infeksi
1. Kurang motivasi hipo/hipertermia, hipoksia,
untuk malnutrisi, efek obat, toksin,
memulai/menyelesa gangguan tidur, stres) Mengetahui tipe delirium
ikan perilaku b. Identifikasi tipe delirium (mis.
berorientasi tujuan hipoaktif, hiperaktif, campuran) Mengetahui adanya kelainan
2. Kurang motivasi c. Monitor status neurologis dan neurologis
untuk tingkat delirium
memulai/menyelesa 2. Terapeutik Menstimulasi otak
ikan perilaku a. Berikan pencahayaan yang baik Membantu orientasi realita
terarah b. Sediakan jam dan kalender
3. Salah persepsi yang mudah terbaca Mengurangi kebisingan
DO : c. Hindari stimulus sensorik
1. Fluktuasi fungsi berlebihan (mis. televisi,
kognitif pengumuman interkom)
2. Fluktuasi tingkat d. Lakukan pengekangan fisik, Menambah pengetahuan

25
kesadaran sesuai indikasi pasien
3. Fluktuasi aktivitasi e. Sediakan informasi tentang apa
psikomotorik yang terjadi dan apa yang
4. Halusinasi dapat terjadi selanjutnya Menghindari pasien salah
5. Gelisah f. Batasi pembuatan keputusan dalam mengambil keputusan
g. Hindari memvalidasi Tidak menmperberat
mispersepsi atau interpretasi misinterpretasi pasien
realita yang tidak akurat (mis. Menghindari sensifitas pasien
halusinasi, waham) terhadap persepsi realitas
h. Nyatakan persepsi dengan cara yang diberikan
yang tenang, menyakinkan dan Membantu memperbaiki
tidak argumentif misinterpretasi pasien
i. Fakus pada apa yang dikenali
dan bermakna saat interaksi Rutinitas yang konsisten
interpersonal membuat pasien lebih
j. Lakukan reorientasi meningkatkan orientasinya
k. Sediakan lingkungan fisik dan Meningkatkan perilaku yang
rutinitas harian yang konsisten sesuai dengan oreintasi
l. Gunakan isyarat lingkungan realitas
untuk stimlasi memori,
reorientasi dan meningkatkan
perilaku yang sesuai (mis. Informasi yang sedikit tapi
tanda, gambar, jam, kalender, sering diulang-ualng akan
dan kode warna pada menstimulasi otak untuk
lingkungan) selalu ingat
m. Berikan informasi baru secara Menginagtkan pasien pada
perlahan, sedikit demi sedikit keluarganya
diulang-ulang Membantu pasien agar tidak

26
3. Edukasi salah sensori dan persepsi
a. Anjurkan kunjungan keluarga,
jika perlu
b. Anjurkan penggunaan alat Mengurangi ansietas dan
bantu sensorik (mis. kacamata, /atau agitasi
alat bantu dengar, dan gigi
palsu)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat
ansietas atau agitasi
2. Defisit perawatan diri Perawatan Dukungan perawatan diri
b/d Gangguan diri membaik 1. Observasi
musculoskeletal, a. Indentifikasi kebiasaan aktivitas Mengetahui kemampuan
Gangguan perawatan diri sesuai usia mandiri pasien dalam
neuromuscular, b. Monitor tingkat kemandirian perawatan diri
Kelemahan, Gangguan c. Identifikasi kebutuhan alat
psikologis dan/atau kebersihan diri, berpakaian, Mengetahui pengetahuan
psikotik, Penurunan berhias, dan makan pasien tentang perawatan diri
motivasi/minat, 2. Terapeutik
ditandai dengan : a. Sediakan lingkungan yang Membauat pasie merasa
DS : terapeutik (mis. suasana nyaman
1. Menolak melakukan hangat, rileks, dan makan)
perawtaan diri b. Siapkan keperluan pribadi
DO : (parfum, sikat gigi dan sabum Membantu pasien mengetahui
1. Tidak mampu mandi) peralatan perawatan diri
mandi/mengenakan c. Dampingi dalam melakukan Menghindari kesalahn pasien
pakaian/makan/keto perawatan diri sampai mandiri dalam merawat diri
ilet/berhias secara d. Fasilitasi untuk menerima Membantu pasien menjalani

27
mandiri keadaan ketergantungan perawatan diri sehingga
2. Minat melakukan e. Fasilitasi kemandirian, bantu mampu menerima
perawatan diri jika tidak mampu melakukan ketergantungan
kurang perawatan diri
f. Jadwalkan rutinitas perawatan Agar pasien rutin dalam
diri melakukan perawatan drii
3. Edukasi Memandirikan pasien
a. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
3. Defisit nutrisi b/d Nutrisi Manajemen nutrisi
kurangnya asupan membaik 1. Observasi
makanan, a. Identifikasi status nutrisi Menghindari akibat buruk
ketidakmampuan b. Identifikasi alergi dan yang disebabkan karena
menelan makanan, intoleransi makanan alergi makanan.
ketidakmampuan c. Identifikasi makanan yang Mengetahui status nutrisi
mencerna makanan, disukai pasien dan adanya tanda
ketidakmampuan d. Identifikasi kebutuhan kalori diabetes mellitus
mengabsorbsi nutrien, dan jenis nutrient Mengetahui adanya
peningkatan e. Identifikasi perlunya kekurangan cairan
kebutuhan penggunaan selang nasogastric Mual muntah dapat
metabolisme, faktor f. Monitor asupan makanan menurunkan nafsu makan
ekonomi (mis. finansial g. Monitor berat badan
tidak mencukupi), h. Monitor hasil pemeriksaan Semi fowler atau fowler tinggi
faktor psikologis (mis. laboratorium mempermudah turunnya
stress, keengganan 2. Terapeutik makanan dari mulut ke
untuk makan)ditandai a. Lakukan oral hygiene sebelum esophagus
dengan : makan, jika perlu Untuk mencegah konstipasi

28
DS b. Fasilitas menentukan pedoman
1. Cepat kenyang diet (mis. piramida makanan)
setelah makan c. Sajikan makanan secara Menambah pengetahuan
2. Kram/nyeri menarik dan suhu yang sesuai pasien dan keluarga
abdomen d. Berikan makanan tinggi serat Dapat meningkatkan
3. Nafsu makan untuk mencegah konstipasi keteraturan dan
menurun e. Berikan makanan tinggi kalori keseimbangan pola makan
DO dan tinggi protein
1. Berat badan f. Berikan makanan tinggi kalori Memperbaiki status gizi
menurun minimal dan tinggi protein pasien
10% dari rentang g. Berikan supplement makanan,
ideal jika perlu
2. Bising usus h. Hentikan pemberian makanan Untuk mempertahankan
hiperaktif melaluin selang nasogastric jika intake cairan yang adekuat
3. Otot pengunyah asupan oral dapat ditoleransi
lemah 3. Edukasi Asupan oral memudahkan
4. Otot mnelan lemah a. Anjurkan posisi duduk jika pasien makan dengan porsi
5. Membrane mukosa mampu yang banyak dan konsistensi
pucat b. Ajarkan diet yang yang padat
6. Sariawan diprogramkan
7. Serum albumin 4. Kolaborasi Mencegah adanya reflus
turun a. Kolaborasi pemberian medikasi lambung
8. Rambut rontok sebelum makan (mis. pereda
berlebihan nyeri, antieemetik), jika perlu
9. Diare b. Kolaborasi dengan akhli gizi Mengurangi sakit dan mual
untuk menentukan jumlah muntah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

29
4. Gangguan persepsi Persepsi Minimalisasi rangsangan
sensori b/d Gangguan sensori 1. Observasi
penglihatan, Gangguan membaik a. Periksa status mental, status Mengetahui kondisi pasien
pendengaran, sensori, dan tingkat untuk melanjutkan intervensi
Gangguan penghiduan, kenyamanan (mis. nyeri,
Gangguan perabaan, kelelahan)
Hipoksia serebral, 2. Terapeutik Mengetahui keinginan dan
Penyalahgunaan zat, a. Diskusikan tingkat toleransi batas toleransi pasien
Usia lanjut, Pemanjaan terhadap beban sensori (mis. terhadap stimulus
toksin lingkungan, cahaya, suara, aktivitas)
ditandai dengan : b. Jadwalkan aktivitas harian dan Kegiatan yang rutuin akan
DS : waktu istirahat memudahkan asien untuk
1. Mendengarkan c. Kombinasi prosedur/tindakan mengingatnya
suara atau melihat dalam satu waktu, sesuai Mengurangi kejenuhan akibat
bayangan kebutuhan tindakan yang lama
2. Merasakan sesuatu 3. Edukasi Menambah pengetahuan
melalui indera a. Ajarkan cara meminimalisasi pasien
perabaan, stimulus (mis. mengatur
penciuman atau pencahayaan ruangan,
pengecapan mengurangi kebisingan,
3. Menyatakan kesal membatasi kunjungan)
DO : 4. Kolaborasi Mengurangi adanya
1. Distorsi sensori a. Kolaborasi dalam rangsangan berlebihan akinat
2. Respon tidak sesuai meminimalkan prosedur atau tindakan/prosedur
3. Bersikap seolah tindakan Membantu meningkatkan
melihat, b. Kolaborasi pemberian obat persepsi stimulus yang positif
mendengar, yang mempengaruhi persepsi
mengecap, meraba stimulus

30
atau mencium
sesuatu
4. Menyendiri
5. Melamun
6. Konsentrasi buruk
7. Disorientasi waktu,
tempat, orang atau
situasi
8. Curiga
9. Melihat kesatu arah
10. Mondar-mandir
11. Bicara sendiri
5. Koping tidak efektif b/d Koping Dukungan pengambilan
Ketidakpercayaan membaik keputusan
terhadap kemampuan 1. Observasi Mengetahui kondisi dan
diri mengalami a. Identifikasi persepsi mengenai masalah yang dialami pasien
masalah, masalah dan informasi yang
Ketidakadekuatan memicu konflik Membantu membuat pilihan
system pendukung, 2. Terapeutik
Ketidakadekuatan a. Fasilitasi mengklarifikasi nilai
strategi koping, dan harapan yang membantu Membantu pasien dalam
Ketidakteraturan atau membuat pilihan memikirkan keputusan yang
kekacauan lingkungan, b. Diskusi kelebihan dan akan diambil
Ketidakcukupan kekurangan dari setiap solusi Mengembalikan keadaan
persiapan untuk c. Fasilitasi melihat situasi yang pasien ke hal yang realistic
menghadapi stressor, realistis Mengetahui harapan pasien
Disfungsi system d. Motivasi mengungkapkan
keluarga, Krisis tujuan perawatan yang

31
situasional, Kerentanan diharapkan Agar pasien merasa dihargai
personalitas, e. Fasilitasi pengambilan
ketidakpastian, keputusan secara kolaboratif Meningkatkan harga diri
ditandai dengan : f. Hormati hak pasien untuk pasien
DS : menerima atau menolak
1. Mengungkapkan informasi Membina hubungan social
tidak mampu g. Fasilitasi menjelaskan pasien
mengatasi masalah keputusan kepada orang lain,
2. Tidak mampu jika perlu
memenuhi h. Fasilitasi hubungan antara Memberikan pengetahuan
kebutuhan dasar pasien, keluarga, dan tenaga kepada pasien
3. Kekhawatiran kronik kesehata lainnya Menambah pengetahuan
DO : 3. Edukasi pasien
1. Tidak mampu a. Informasikan alternatif solusi
memenuhi peran secara jelas Membantu pasien dalam
yang diharapkan b. Berikan informasi yang diminta mengambil keputusan
(sesuai harapan) pasien
2. Menggunakan 4. Kolaborasi
mekanisme koping a. Kolaborasi dengan tenaga
yang tidak sesuai kesehatan lain dalam
3. Penyalahgunaan zat memfasilitasi pengambilan
4. Memanpulasi orang keputusan
lain untuk
memenuhi
keinginannya
sendiri
5. Perilaku tidak asertif
6. Partisipasi sosial

32
kurang
6. Koping defensif b/d Koping Promosi kesadaran diri
Konflik antara persepsi defensif 1. Observasi
dan system nilai, Takut membaik a. Identifikasi keadaan emosional Mengetahui keadaan pasien
mengalami kegagalan, saat ini untuk melanjutkan intervensi
Takut mengalami b. Identifikasi respons yang Mengetahui respons pasien
penghinaan, Takut ditunjukkan berbagai situasi
terhadap dampak 2. Terapeutik Mengetahui konsep diri pasien
situasi yang dihadapi, a. Diskusikan nilai-nilai yang
Kurangnya rasa berkontribusi terhadap konsep Membantu pasien agar sadar
percaya kepada orang diri kondiri dan perilakuna
lain, Kurangnya b. Diskusikan tentang pikiran, Menambah pengetahuan
kepercayaan diri, perilaku atau respons terhadap pasien
Kurangnya dukungan kondisi
system pendukung c. Diskusi dampak penyakit pada Membantu pasien menerima
(support sistem), konsep diri kenyataan
Harapan yang tidak d. Ungkapkan penyangkalan
realistis, ditandai tentang kenyataan
dengan : e. Motivasi dalam meningkatkan
DS : kemampuan belajar Mambatu pasien mengenali
1. Menyalahkan orang 3. Edukasi dirinya
lain a. Anjurkan mengenali pikiran dan
2. Menyangkal adanya perasaan tentang diri Menyadarkan pasien bahwa
masalah b. Anjurkan menyadari bahwa hidup bersosial itu penting
3. Menyangkal setiap orang unik Mengetahui kondisi emosia
kelemahan diri c. Anjurkan mengungkapkan pasien
4. Merasionalisasi perasaan (mis. marah atau
kegagalan depresi) Menumbuhkan sifat social

33
5. Meremehkan orang d. Anjurkan meminta bantuan pasien
lain orang lain, sesuai kebutuhan
DO : e. Anjurkan mengubah pandangan Meningkatkan kepercayan diri
1. Hipersensitif diri sebagai korban pasien
terhadap kritik f. Anjurkan mengidentifikasi
2. Melemparkan perasaan bersalah Agar pasien dapat sadar dan
tanggung jawab g. Anjurkan mengidentifikasi meminta maaf
3. Tawa permusuhan situasi ang memicu kecemasan Kecemasan akan
4. Sikap superior h. Anjurkan mengevalusi kembali menyebabkan stress yang
terhadap orang lain persepsi negatif tentang diri dapat mengganggu kesehatan
5. Tidak dapat i. Anjurkan dalam Meningkatkan kesadaran diri
membedakan mengekspresikan diri dengan pasien
realitas kelompok sebaya
6. Kurang minat j. Ajarkan cara membuat prioritas Menumbuhkan sifat social
mengikuti hidup
perawatan/pengoba k. Latih kemampuan positif yang Membuat hidup pasien lebih
tan dimiliki terarah
7. Sulit membangun Meningkatkan harga diri dan
atau kepercayaan diri pasien
mempertahankan
hubungan
7. Gangguan pola tidur Pola tidur Dukungan tidur
b/d hambatan membaik 1. Observasi
lingkungan (mis. a. Identifikasi pola tidur/aktivitas Mengetahui kondisi dan pola
kelembaban pasien tidur pasien
lingkungan sekitar, b. Identifikasi faktor pengganggu Mengetahuai jumlah jam tidur
suhu lingkungan, tidur (fisik dan/atau psikologis) pasien
pencahayaan, c. Identifikasi makanan dan

34
kebisingan, bau tidak minuman yang mengganggu Meningkatkan kenyamanan
sedap, jadwal tidur (mis. kopi, teh, alkohol, untuk memancing tidur
pemantauan,/pemeriks makan mendekati waktu tidur,
aan/tindakan), minum banyak air sebelum
kurangnya kontrol tidur)
tidur, kurangnya d. Identifikasi obat tidur yang Menambah pengetahuan
privasi, ditandai dikonsumsi kepada pasien dan keluarga
dengan : 2. Terapeutik
DS a. Modifikasi lingkungan (mis.
1. Mengeluh susah Pencahayaan, kebsingan, suhu,
tidur matras dan tempat tidur) Meningkatkan/memancing
2. Mengeluh sering b. Batasi waktu tidur siang, jika untuk tidur
terjaga perlu
3. Mengeluh tidak c. Fasilitasi menghilangkan stress Meningkatkan kenyamanan
puas tidur sebelum tidur
4. Mengeluh pola tidur d. Tetapkan jadwal tidur rutin
berubah e. Lakukan prosedur untuk Mengatur jadwal tidur terjaga
5. Mengeluh istirahat meningkatkan kenyamanan pasien
tidak cukup (mis. pijat, pengaturan posisi,
DO terapi akupresur)
(tidak tersedia) f. Sesuaikan jadwal pemberian
obat dan/atau tindakan untuk Menambah pengetahuan
menunjang siklus tidur terjaga pasien
3. Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur cukup Pola tidur yang teratur
selama sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan Meningkatkan kualitas tidur
waktu tidur

35
c. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang Meningkatkan kualitas tidur
mengganggu tidur
d. Anjurkan penggunaan obat tidur
yang mengandung supresor Menambah pengetahuan
terhadap tidur REM pasien
e. Ajarkan faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis.
psikologis, gaya hidup, sering Memberikan ketenangan dan
berubah shift bekerja) kenyamanan atau rasa rileks
f. Ajarkan teknik relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
8. Risiko cedera Risiko cedera Pencegahan cedera
dibuktikan dengan menurun 1. Observasi
faktor risiko : a. Identifikasi area lingkungan yang Mengetahui kondisi pasien untuk
1. Eksternal berpotensi menyebabkan cedera menentukan intervensi
a) Terpapar b. Identifikasi obat yang berpotensi Menghindari cedera yang potensi
pathogen menyebabkan cedera untuk terjadi
b) Terpapar zat c. Identifikasi kesesuaikan alas kaki atau Menghindari cedera pada kaki dengan
kimia toksik stocking elastis pada ekstremitas bawah penggunaan alas kaki yang tidak
c) Terpapar agen 2. Terapeutik sesuai
nosocomial a. Sediakan pencahayaan yang memadai Memberikan penglihatan terhadap
d) Ketidakamanan b. Gunakan lampu tidur selama jam tidur lingkungan dengan jelas
transportasi c. Sosialisasikan pasien dan keluarga Memberikan pencahyaan yang redup
2. Internal dengan lingkungan ruang rawat (mis. ketika tidur agar tidur tidak terganggu
a) Ketidaknormalan penggunaan telpon, tempat tidur, Memudahkan menghubungi orang

36
profil darah penerangan ruangan dan lokasi kamar lain saat terjadi cedera
b) Perubahan mandi)
orientasi afektif d. Gunakan alas kaki jika beresiko Menghindari cedera pada kaki
c) Perubahan mengalami cedera serius
sensasi e. Sediakan alas kaki antislip Menghindari jatuh
d) Disfungsi f. Sediakan pispot atau urinal untuk Jika pasien sangat berisiko jatuh
autoimun eliminasi ditempat tidur, jika perlu
e) Disfungsi g. Pastikan bel panggilan atau telpon Memudahkan menghubungi bantuan
biokimia mudah untuk dijangkau jika terjadi sesuatu yang tidak
f) Hipoksia jaringan h. Pastikan baranng-barang pribadi mudah diinginkan
g) Kegagalan dijangkau
mekanisme i. Pertahankan posisi tempat tidur diposisi Memudahkan pasien untuk turun dari
pertahanan terendah saat digunakan tempat tidur
tubuh j. Pastikan roda tempat tidur atau kursi Agar tempat tidur tidak mudah
h) Malnutrisi roda dalam kondisi terkunci bergerak
i) Perubahan fungsi k. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai Menghindari cedera
psikomotor dengan kebijakan fasilitas pelayanan
j) Perubahan fungsi kesehatan
kogniif l. Pertimbangkan penggunaan alarm Jika pasien tidak mampu menjangkau
elektronik pribadi atau alarm sensor bel panggilan atau pasien tidak sadar
pada tempat tidur atau kursi
m. Diskusikan mengenai latihan dan terapi Membantu pergerakan dan latihan
fisik yang diperlukan otot pasien
n. Diskusikan mengenai alat bantu Memudahkan mobilisasi mandiri
mobilitas yang sesuai (mis. tonkat atau pasien
alat bantu jalan)
o. Diskusikan bersama anggota keluarga Mencegah cedera pasien dengan
yang dapat mendampingi pasien adanya pendampingan

37
p. Tingkakan frekuensi observasi dan Mengetahui kondisi pasien dengan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan peningkatan pengawasan
3. Edukasi
a. Jelaskan alasan intervensi pencegahan Menambah pengetahuan pasien
jatuh kepada pasien dan keluarga
b. Anjurkan berganti posisi secara Memposikan tubuh ke keadaan yang
perlahan dan duduk selama beberapa yang stabil, termasuk dalam sirkulasi
menit sebelum berdiri tubuh

38
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. 2009. Keperawatan gerontik dan geriatric.Edisi ketiga. Jakarta :


EGC.

Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :  Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.

Maryam, R. Siti & dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut danPerawatannya. Jakarta :
Salemba Medika

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnosis. Edisi I. Cetakan III (Revisi). Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnosis. Edisi I. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.

William, F. Ganong. 2010. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC;


Jakarta.
Delaiz. 2013. Asuhan Keperawatan Alzaimer. Jakarta: Nuha Medika

39

Anda mungkin juga menyukai