Anda di halaman 1dari 12

HIPERTENSI

102012011 Kelly
102012158 Chaterine Wijanarko
102012267 Angie
102012276 Leni Putu Gantiasih
102012303 Eriya Zaetun Anjeli
102012363 Fikranaya Salim
102012363 Chrissa Maichel Kainama
102012371 Andry Susanto
Kelompok 2 Kepaniteraan Dasar Gelombang 2 Tahun 2018 Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, RT.5/RW.2, Jakarta. (021) 56942061

ABSTRAK
Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang ditandai oleh meningkatnya tekanan
darah dalam tubuh. Seseorang yang menderita hipertensi dapat berpotensi mengalami
komplikasi, seperti stroke dan penyakit jantung lainnya yang dapat berakibat fatal. Dalam
kehidupan sehari – hari banyak sekali orang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi,
hal ini disebabkan karena gejalanya dari hipertensi yang tidak nyata dan pada stadium awal dan
belum meninggalkan gangguan yang serius pada kesehatannya. Hipertensi juga sering kali
berakibat fatal dan menimbulkan kerusakan beberapa organ tubuh selain jantung seperti ginjal,
mata dan pembuluh darah. Kerusakan atau komplikasi tersebut tergantung pada ukuran tekanan
darah, lama diderita, penanganannya dan faktor resiko lain. Selain hipertensi bisa menyebabkan
gangguan pada beberapa organ di atas, orang tersebut juga dapat menyebabkan hipertensi apabila
terdapat kelainan atau gangguan pada organ tersebut. Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua,
yaitu esensial dan sekunder. Sebanyak 90 % hipertensi esensial dan hanya 10 % yang
penyebabnya diketahui.

ABSTRACT
Hypertension is a circulatory system disorder characterized by increased blood pressure in the
body. A person suffering from hypertension could potentially develop complications, such as
stroke and other heart disease that can be fatal. In daily life - today many people do not realize
that he was suffering from hypertension, it is because the symptoms of hypertension that is not
real, and at an early stage and has not left a serious disturbance in health. Hypertension is also
often fatal and cause damage to several organs other than the heart, such as the kidneys, eyes
and blood vessels.Damage or complications depends on the size of the blood pressure, long
suffered, handling and other risk factors. In addition to hypertension can cause disturbances in
some organs of the above, the person can also lead to hypertension if there are abnormalities or
disorders in these organs. The cause of hypertension is divided into two, namely the essential
and secondary. As many as 90% of essential hypertension and only 10% the cause is known.

Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan
berlanjut ke suatu organ target sepert stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk
pembuluh darah), ginjal dan hipertrofi ventrikel kiri (untuk otot jantung).1 Hipertensi adalah
suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut
dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi tubuh. Menurut WHO pada tahun 2014 dan the International Society of
Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan dan
menyebabkan 9,4 juta kematian serta mencakup 7% dari beban penyakit di dunia. Diperkirakan
negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.1
Peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner, stroke
iskemik serta stroke hemoragik. Tingkat tekanan darah terbukti berhubungan dengan
peningkatan risiko stroke dan penyakit jantung koroner.2 Hipertensi menyebabkan setidaknya
45% kematian karena penyakit jantung dan 51% kematian karena penyakit stroke di Indonesia.
Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, terutama penyakit jantung koroner dan
stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030.3 Selain
penyakit jantung koroner dan stroke, komplikasi tekanan darah meliputi gagal jantung, penyakit
vaskular perifer, kerusakan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan.2
Prevalensi hipertensi di Jawa Barat tahun 2013 sebesar 29,4% dari 46.300.543 jiwa atau
sebesar 13.612.359 jiwa penduduk Jawa Barat yang menderita penyakit hipertensi.4 Untuk
Provinsi Jawa Barat persentase perokok adalah 27,1%. Persentase merokok menurut jenis
kelamin berdasarkan RISKESDAS tahun 2013 didapatkan bahwa pada laki-laki lebih banyak
dibandingkan pada perempuan (47,5% banding 1,1%).5

Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
akan berlanjut ke suatu organ target sepert stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah), ginjal dan hipertrofi ventrikel kiri (untuk otot jantung).1
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara
kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat
mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.
Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi atau penyakit
tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah
didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk
tekanan darah tinggi (minum obat sendiri).6
Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan
diagnosis hipertensi.7
2.2 Epidemiologi Hipertensi
Berdasarkan data WHO pada tahun 2014 terdapat sekitar 600 juta penderita
hipertensi diseluruh dunia dan menyebabkan 9,4 juta kematian serta mencakup 7% dari
beban penyakit di dunia. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar
31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%)
dan terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013
terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi
berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah
mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka
Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia
yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang
didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1
persen yang minum obat sendiri. Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan
menggunakan unit analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk
Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar
252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi
yang cukup mengejutkan.8
Terdapat 5 provinsi yang prevalensinya tertinggi berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
dengan tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9%
x 1.380.762 jiwa = 426.655 jiwa, disusul provinsi Kalimantan Selatan (30,8%) dengan
perhitungan secara absolut sebanyak 30,8% x 3.913.908 = 1.205.483 jiwa, provinsi
Kalimantan Timur (29,6%) dengan perhitungan secara absolut sebanyak 29,6% x
4.115.741 jiwa = 1.218.259 jiwa, provinsi Jawa Barat (29,4%) dengan perhitungan secara
absolut didapatkan sebanyak 29,4% x 46.300.543 jiwa = 13.612.359 jiwa, dan provinsi
Gorontalo (29,4%) dimana perhitungan secara absolut didapatkan sebanyak 29,4% x
1.134.498 jiwa = 33.542 jiwa.8
Sedangkan untuk jumlah penderita hipertensi terendah di 5 provinsi berdasarkan
hasil Riskesdas 2013 ialah provinsi Riau (20,9%) dengan perhitungan secara absolut
sebanyak 20,9% x 6.358.636 jiwa = 1.328.954 jiwa, disusul provinsi Papua Barat
(20,5%) dimana perhitungan secara absolut didapatkan sebanyak 20,5% x 877.437 jiwa =
179.874 jiwa, provinsi DKI Jakarta (20,0%) dengan perhitungan secara absolut
didapatkan sebanyak 20,0% x 10.135.030 jiwa = 2.027.006 Jiwa, provinsi Bali (19,9%)
dimana dengan perhitungan secara absolut didapatkan sebanyak 19,9% x 4.225.384 jiwa
= 840.851 jiwa, dan provinsi Papua (16,8%) dengan perhitungan absolut didapatkan
sebanyak 16,8% x 3.468.432 jiwa = 585.720 jiwa.8
Adapun prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2007
didapatkan perempuan (31,9%) dan laki-laki (31,2%) sedangkan pada tahun 2013
didapatkan perempuan (28,8%) dan laki-laki (22,8%). Berdasarkan hasil data tersebut
dimana prevalensi hipertensi menurut jenis kelamin didapatkan pada perempuan lebih
tinggi dibanding laki-laki.8

2.3 Klasifikasi Tekanan Darah


Klasifikasi hipertensi yang diagnosis dengan merujuk klasifikasi Joint National
Committee VII (JNC VII) 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
Dan klasifikasi terbaru saat ini dengan merujuk klasifikasi Joint National Committee VIII
(JNC VIII) 2013 yang dapat dilihat pada tabel 2.2, dimana klasifikasi hipertensi tersebut
berdasarkan usia dan penyakit komorbid.

Tabel 2.1 Classification of blood pressure for adults in JNC-VII 2003


Category Systolic Blood Pressure Diastolic Blood Pressure
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 or <80
Pre-hypertension 120-139 or 80-89
Stage 1 hypertension 140-159 or 90-99
Stage 2 hypertension >160 or >100
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL et al. Seventh report of the Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, Hypertension. Archives of Internal Medicine:
2003; 1206-1252.

Tabel 2.2 Classification of blood pressure for adults in JNC-VIII 2013


Patient Subgroup Target SBP Target DBP
(mmHg) (mmHg)
≥60 years <150 <90
<60 years <140 <90
≥18 years with CKD <140 <90
≥18 years with diabetes <140 <90
James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison C, Handler J et al. 2014 Evidence-Based Guideline for The
Management of High Blood Pressure in Adults: Report from the Panel member Appointed to the Eight Joint National Committee
(JNC 8). JAMA; 18 Dec 2013; 507-520.

Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:


2.3.1. Berdasarkan Penyebab

2.3.1.1. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial


Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.2

2.3.1.2. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial


Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita
hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB).2

2.3.2. Berdasarkan Bentuk Hipertensi


Berdasarkan bentuk hipertensi, dibagi manjadi hipertensi diastolik (diastolic
hypertension), hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi), hipertensi
sistolik (isolated systolic hypertension).2

2.4 Etiologi Hipertensi


Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu esensial dan sekunder. Sebanyak 90 %
hipertensi esensial dan hanya 10 % yang penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal,
kelainan pembuluh darah, dan kelainan hormonal. Hipertensi primer didefinisikan jika
penyebab hipertensi tidak dapat diidentifikasi. Ketika tidak ada penyebab yang dapat di
identifikasi, sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara genetik dan interaksi
lingkungan. Biasanya hipertensi esensial terjadi pada usia antara 25-55 tahun dan jarang pada
usia di bawah 20 tahun. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh sleep apnea, obat-obatan,
gangguan ginjal, coarctation aorta, pheochromocytoma, penyakit tiroid dan paratiroid.9

2.4. 1. Penyakit ginjal


Penyakit ginjal adalah penyebab terbanyak pada hipertensi sekunder. Hipertensi
dapat timbul dari penyakit diabetes nefropati ataupun inflamasi glomerulus, penyakit
intertisial tubulus, dan polikista ginjal. Kebanyakan kasus berhubungan dengan
peningkatan volume intravascular atau peningkatan system renin-angiotensin-
alodesteron.10

2.4. 2. Renal vascular hypertension


Arteri stenosis ginjal dapat muncul pada 1-2 % pasien hipertensi. Penyebabnya
pada orang muda adalah fibromuscular hyperplasia. Penyakit pembuluh darah ginjal
yang lain adalah karena aterosklerosis stenosis dari arteri renal proksimal.
Mekanisme hipertensinya berhubungan dengan peningkatan renin berlebih karena
pengurangan dari aliran darah ke ginjal. Hipertensi pembuluh darah ginjal harus
dicurigai jika terdapat keadaan seperti berikut: (1) terdapat pada usia sebelum 20
tahun atau sesudah usia 50 tahun. (2) bruit pada epigastrik atau artery renal. (3) jika
terdapat penyakit atrerosklerosis dari arteri perifer, 15-25 % pasien dengan
aterosklerosis tungkai bawah yang simtomatik terdapat artery stenosis ginjal. (5)
terjadi penurunan fungsi ginjal setelah pemberian penghambat ACE.10

2.4. 3. Hiperaldosteron primer


Penyakit ini timbul karena sekresi yang berlebihan dari aldosteron oeh korteks
adrenal. Pada pasien hipertensi dengan hipokalemia, krn pengeluaran kalium yang
berlebih melalui urin (biasanya > 40 mEq/L).11
2.4. 4. Sindrom Cushing
Pada penderita sindroma Cushing, hipertensi timbul sekitar 75-85 %. Patogenesis
tentang terjadinya hipertensi pada sindroma Cushing masih tidak jelas. Mungkin
dihubungkan dengan retensi garam dan air dari efek mineralocorticoid karena
glukokortikoid berlebih.11

2.4. 5. Pheochromocytoma
Tumor yang mensekresikan katekolamin yang berada di medulla adrenal dan
menyebabkan hipertensi sekitar 0,05 %.11

2.4. 6. Coarctation of the aorta


Coarctation of the aorta merupakan penyakit jantung congenital tersering yang
menyebabkan hipertensi. Insiden sekitar 1-8 per 1000 kelahiran.10

2.5. Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan


yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil. Algoritma
diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension Education Program seperti yang dapat
dilihat pada gambar 1.7
Gambar 1. Algoritma Diagnosis Hipertensi Berdasarkan The Canadian Recommendation for The
Management of Hypertension 2014.

Sumber: PERKI INA Heart Association. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular. Jakarta: PERKI(1); 2015.

2.6. Tatalaksana Hipertensi


2.6.1. Non Medikamentosa
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,
yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,
tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.7
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah:

 Penurunan berat badan


Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-
buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti
menghindari diabetes dan dislipidemia.7

 Mengurangi asupan garam


Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional
pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam
pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang,
diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari.7

 Olah raga
Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –60 menit/hari, minimal 3
hari/minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak
memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di
tempat kerjanya.7

 Mengurangi konsumsi alkohol


Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup yang umum di Negara
kita, namun konsumsi alkohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alkohol lebih
dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan
tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol sangat
membantu dalam penurunan tekanan darah.7

 Berhenti merokok
Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama
penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.7

2.6.2. Medikamentosa

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi
derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup
sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi
yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :7

 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal


 Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti pada usia 55–80 tahun,
dengan memperhatikan faktor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan
angiotensin II receptor blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.7
Algoritma tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki
persamaan prinsip, dan gambar 2 dibawah ini adalah algoritma tatalaksana hipertensi secara
umum, yang dikutip dari A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension 2013.7

Gambar 2. Algoritma Tatalaksana Hipertensi Berdasarkan the American Society of Hypertension


and the International Society of Hypertension 2013.

Sumber: PERKI INA Heart Association. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular. Jakarta: PERKI(1); 2015.

2.7. Prognosis
Hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun dpaat dikontrol dengan terapi yang sesuai.
Terapi obat dan modifikasi gaya hidup umumnya dapat mengontrol tekanan darah agar tidak
merusak organ target. Oleh karena itu, obat antihipertensi harus terus diminum untuk
mengontrol tekanan darah dan mencegah komplikasi.12
Daftar Pustaka

1. Narayana IPA, Sudhana IW. Gambaran kebiasaan merokok dan kejadian hipertensi pada masyarakat
dewasa di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I. Bali: SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas
Udayana/RSUP Sanglah; 2013.
2. WHO. Raised blood pressure. Jenewa: World Health Organization; 2014.
3. Kemenkes RI, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin: Hipertensi. Jakarta:
Kemenkes RI; 2014.
4. Balitbang Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI; 2013.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013.h.133-5. Diunduh 20 Januari 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar
tahun 2013.Diunduh tanggal 20 Januari 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
7. PERKI INA Heart Association. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular.
Jakarta: PERKI(1); 2015.
8. Departemen Kesehatan. Hipertensi. Infodatin: pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI;
2014.h.3-5. Diunduh tanggal 20 Januari 2018.
http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-info-datin.html
9. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention: detection,
evaluation, and treatment of high blood pressure; JNC 7 report. JAMA: 2003 May;289(19):2560–72.
10. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition. New York:
McGrawHill; 2008.
11. McPhee, Stephen J, et al. Current medical diagnosis and treatment. New York: McGrawHill; 2009.
12. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Hipertensi dalam: penatalaksanaan
di bidang ilmu penyakit dalam, panduan praktik klinis. Jakarta: Interna Publishing;
2015.h.413.

Anda mungkin juga menyukai