Anda di halaman 1dari 5

PENELITIAN MENGENAI KEGUNAAN TERAPI ZINK ORAL UNTUK

PENGOBATAN AKRODERMATITIS ENTEROPATIKA

I. Pendahuluan
Akrodermatitis enteropatika adalah kelainan genetik yang langka ditandai dengan
gejala diare , ruam inflamasi di sekitar mulut dan / atau anus serta kerontokan pada rambut. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya malabsorpsi zink di dalam sel intestinal. Penyebab
akrodermatitis enteropatik tidak diketahui secara pasti, tetapi mungkin berhubungan dengan
mutasi pada gen ( SLC39A4 ) yang mengangkut protein zink (ZIP4), hilang nya protein tersebut
menyebabkan terjadinya penurunan absorbsi zink dan abnormalitas metabolisme zink.
Akrodermatitis enteropatika terdapat dua macam bentuk yaitu congenital dan di dapat. Pada
akrodermatitis enteropatika congenital biasanya mewarisi dua gen abnormal (masing-masing
satu gen dari ibu dan bapak) yaitu gen autososmal resesif. Sedangkan akrodermatitis yang
didapat biasanya mewarisi satu gen normal dan satu gen abnormal, pasien tersebut dianggap
sebagai carrier dan biasanya tidak menunjukkan gejala.
Zink merupakan salah satu komponen penting dari makanan. Kandungan zink di dalam
ASI lebih mudah di absorbsi daripada kandungan zink dalam susu formula/ susu sapi, oleh
karena itu onset terjadinya akrodermatitis enteropatika lebih cepat terjadi pada anak yang
mengkonsumsi susu formula daripada ASI. Zinc juga ditemukan dalam daging, kerang-kerangan
dan gandum. Kandungan zink di dalam sayur-sayuran termasuk rendah. Jenis makanan seperti
sereal dan kedelai serta makanan tinggi kalsium dapat mengurangi penyerapan zink melalui
duodenum. Manfaat zink dalam tubuh yaitu mengandung metalloenzymes yang terlibat dalam
banyak proses seluler di seluruh tubuh. Termasuk diantaranya untuk memproduksi agen anti inflamasi ( sitokin dan antioksidan ) dan menormalkan fungsi otak.
Bila memiliki kecurigaan adanya defisiensi zink dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
diantaranya :

Mengukur kadar serum/ plasma zink untuk menunjang diagnosis (nilai normal 60-140
mikrogram/dL);

Penurunan jumlah eksresi zink dalam urin;

Hitung darah dapat menunjukkan adanya anemia;


1

Biopsy kulit menunjukkan gambaran karakteristik defisiensi zink.


Karakteristik akrodermatitis enteropatika ditunjukkan dengan adanya gejala diare

kronis (mulai dari ringan sampai berat), dapat disertai adanya zat lemak dalam tinja (steatorrhea).
Peradangan pada kulit yaitu pada daerah mulut , anus , dan mata ; kulit siku , lutut , tangan , dan
kaki. Lesi kulit biasanya berbentuk

blister/ vesikobulosa yang kemudian dapat pecah dan

mengering menjadi seperti gambaran psoriasis. Terdapat juga peradangan pada kuku, dimana
kuku menjadi abnormal akibat malnutrisi jaringan. Kerontokan rambut di kepala ,kelopak mata ,
dan alis dapat terjadi secara total sampai bentuk alopesia. Kadang-kadang dapat disertai
inflamasi pada mukosa mata yaitu dapat terjadi konjungtivitis.

II. Bahan dan Metode


Sebanyak tiga puluh pasien secara klinis didiagnosis acrodermatitis enteropathica diambil
untuk penelitian. Kriteria diagnosis berdasarkan gambaran klinis yaitu terdapat dermatitis
vesikuloerosif pustular yang simetris pada tungkai atas dan bawah serta daerah periorifisial.
Kriteria diagnostik lain yaitu pasien tersebut memiliki respons yang cepat terhadap terapi oral
zink. Pasien yang dipilih yaitu anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Persetujuan tertulis telah
diambil dari orang tua pasien tersebut sebelum penelitian dimulai. Pemeriksaan darah rutin
dilakukan pada semua pasien. Pemeriksaan histopatologi dilakukan apabila diagnosis diragukan.
Kadar serum zink dihitung sebelum pengobatan dimulai. Pasien tersebut diberikan terapi oral
zink apabila kadar serum zink menunjukkan hasil di bawah 50 gm / dl. Anak-anak dengan
defisiensi zink diberikan suplemen zinc oral dalam bentuk sirup zink sulfat dengan dosis 5 mg
/kg berat badan. Oral zink diberikan selama 4 minggu atau sampai terjadi perbaikan dermatitis
dari kondisi sebelumnya. Setelah terapi zink oral dilakukan pengukuran kadar zink serum
kembali.
Spesimen plasma zink dikumpulkan dalam syringes atau di dalam tabung vacum dengan
karet penutup untuk mencegah kontaminasi dari luar yang dapat menyebabkan pengukuran
hasil menjadi normal.

III. Hasil
Hasil data yang di dapat ditabulasikan dan dianalisis. Sebagian besar pasien ( 50 % )
berada di bawah usia 1 tahun, 33,3 % pasien diantaranya berusia13-24 bulan (Tabel I). Tabel II
menunjukkan jenis kelamin pasien yaitu 60 % diantaranya anak laki-laki dan 40 % anak
perempuan. Perubahan kuku didapatkan pada 60 % peninggian kuku/pengerutan kuku (nail
ridging), 40 % paronychia kuku, dan 6,66% diantaranya distrofi kuku (Tabel III). Pada tabel IV
sebagian besar timbul pada daerah perioral ( 86,6 % ), area anogenital pada 80 % pasien, telapak
tangan dan telapak kaki 66,6 % pasien, serta pada daerah lengan 46,6 % pasien dan kaki terlihat
di 40 % pasien. Dermatitis terjadi pada 100 % pasien, gejala alopecia didapatkan 40 % pasien,
diare pada 60 %, dan ganguan mental 30 % pasien ( Tabel V ).

IV. Diskusi
Bentuk lain pada akrodermatitis enteropatika didapatkan adanya konjungtivitis, kepekaan
terhadap cahaya/fotopobia, kehilangan nafsu makan, diare ringan atau berat, lekas marah (bayi
menangis dan merengek terus-menerus), perasaan depresi dan kegagalan pertumbuhan.
Pemeriksaan histologis dari spesimen biopsi kulit memiliki kekhasan namun karakteristik
tersebut juga di dapatkan pada penyakit akibat gangguan nutrisi lainnya. Pemeriksaan histologis
bervariasi sesuai dengan usia lesi. Lesi awal menunjukkan konfluen parakeratosis terkait dengan
berkurangnya lapisan granular. Seringkali didapatkan eksositosis neutrofil di dalam lapisan
epidermis, yang mungkin dapat terjadi akantosis dan sedikit spongiosis. Terdapat edema
intraselular sampai tampak gambaran pucat pada sepertiga atas epidermis. Selanjutnya, celah
subcorneal dan intraepidermal dapat berkembang membentuk gelembung besar dan terjadi
degenerasi reticular disertai dengan nekrosis keratinosit. Pada lesi lambat didapatkan gambaran
4

hiperplasia psoriasiform pada lapisan epidermis dan berkurangnya warna pucat pada lapisan
epidermal.
Pemberian suplementasi oral zink sulfat pada pasien akrodermatitis enteropatika
dilakukan seumur hidup. Suplemen ini harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan.
Dilakukan evaluasi kadar zink serum dan alkalin fosfat setiap 3-6 bulan. Dari 30 kasus, satu
pasien diantaranya mengalami diare hebat disertai dehidrasi berat dan akhirnya meninggal akibat
terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Tiga kasus berasal dari riwayat keluarga yang postif, dua
diantaranya memiliki saudara yang menderita penyakit sejenis. Beberapa anak menderita anemia
dan ascariasis. Dalam penelitian ini, perbaikan klinis dimulai dalam waktu 2 - 3 minggu setelah
pemberian suplementasi zink (Gambar 4, 5). Pemberian Diodoquin (iodoquinol) adalah salah
satu terapi yang dapat menghilangkan gejala klinis dalam seminggu. Dapat dilakukan Kompres
air hangat untuk mengangkat krusta, diikuti dengan pemberian vaselin di area kulit yang erosi
dapat meningkatkan reepitelisasi pada kulit bersamaan dengan pemberian terapi zink. Tidak ada
diet khusus pada dermatitis enteropatika selama suplementasi zink tetap dilanjutkan dan
konsumsi diet tinggi zink seperti tiram, kepiting, daging sapi, daging babi dan unggas.

V. Kesimpulan dan saran


Pemberian zink yang adekuat selama pengobatan pada pasien akrodermatitis
enteropatika terbukti menunjukkan perbaikan secara klinis. Perlunya dilakukan konseling kepada
keluarga pasien berkaitan dengan edukasi kebutuhan nutrisi pasien dan kepatuhan dalam
pengobatan zink.

Anda mungkin juga menyukai