Anda di halaman 1dari 33

GANGGUAN SISTEM SARAF OTONOM, RESPIRASI, DAN

MENELAN

SISTEM SARAF OTONOMI


Anatomi
Manifestasi yang paling luar biasa daripada sistem saraf otonom (SSO)
adalah bahwa sebagian besar bagian terletak di luar otak dan medula spinalis,
tetapi dekat dengan struktur visceral yang dipersarafi. Posisi ini melambangkan
kemandirian relatif dari sistem serebrospinal. Berbeda dengan sistem
neuromuskular somatik di mana satu neuron motorik menjadi penghubung
diantara sistem saraf pusat (SSP) dan organ efektor.

Gambar 25-1. Aliran simpatis dari medula spinalis dan perjalanan serta distribusi serabut
simpatis. Jaras preganglionik berwarna biru; jaras postganglionik berwarna merah dan ungu.

Sistem saraf otonom selalu memiliki dua neuron eferen untuk menjalankan
fungsi ini, dimana satu (preganglionik) muncul dari nukleusnya di batang otak

1
atau medula spinalis dan yang lainnya (postganglionik) yang timbul dari sel-sel
saraf khusus di ganglia perifer. Gambar 25-1 mengilustrasikan manifestasi
anatomi dasarnya. Neuron preganglionik merupakan bagian dari SSP yang
membentuk jaringan otonom pusat, yang terdiri dari struktur yang terhubung
secara timbal balik yang terletak di korteks, hipotalamus, batang otak, dan tulang
belakang. Neuron postganglionik dibagi menjadi simpatis dan parasimpatis.
Sistem saraf otonom dari sudut pandang anatomi dibagi lagi menjadi dua
bagian, yaitu: kraniosakral atau parasimpatis dan torakolumbalis atau simpatis
(Gambarr. 25-2 dan 25-3). Perbedaan sistem secara arsitektural dalam hal
ganglion dalam sistem saraf simpatik terletak di paravertebral yang berdekatan
dan saling berhubungan, rantai longitudinal (rantai simpatik), sedangkan ganglia
parasimpatis didistribusikan di dekat struktur yang dipersarafinya. Selain itu,
neurotransmiter utama dari koneksi postganglionik ke organ akhir adalah
norepinefrin untuk saraf simpatis dan asetilkolin untuk persarafan parasimpatis.
Terdapat pengecualian yang berkaitan dengan persarafan simpatis kelenjar
keringat (sudomotor) yang bersifat kolinergik. Neurotransmiter antara pre dan
postneuron di seluruh SSO, simpatis dan parasimpatis adalah asetilkolin. Sinapsis
antara saraf kolinergik pra dan pascaganglion ini tidak diblokir oleh atropin
(nikotinik) sedangkan impuls pascaganglion diblokir oleh atropin (muskarinik).
Secara fungsional, kedua bagian tersebut saling melengkapi dalam
menjaga keseimbangan aktivitas tonik pada banyak struktur dan organ visceral.
Pemisahan menjadi bagian simpatis dan parasimpatis ini, meskipun berguna untuk
tujuan eksposisi, secara fisiologis tidak mutlak. Dari sudut pandang ahli saraf,
kedua komponen sering terpengaruh antara satu dan lainnya. Meskipun demikian,
gagasan tentang sistem otonom simpatis dan parasimpatis yang seimbang telah
teruji dan tetap merupakan konsep yang benar.

Sistem Saraf Parasimpatis (Gambar 25-2)


Ada dua divisi dari sistem saraf parasimpatis, yaitu: kranial dan sakral.
Divisi kranial berasal dari inti viseral midbrain, pons, dan medula. Nukleus ini
termasuk nukleus pupil Edinger-Westphal, nukleus salivatorius superior dan

2
inferior, nukleus motorik dorsal vagus, dan nukleus retikuler yang berdekatan.
Akson (jaras preganglionik) dari inti kranial visceral berjalan melalui saraf kranial
okulomotor, fasialis, glosofaringeal, dan vagus.

Gambar 25-2. Divisi parasimpatis (kraniosakral) SSO. Serabut preganglionik memanjang dari
nukleus batang otak dan segmen sakral medula spinalis ke ganglia perifer. Serabut postganglionik
pendek, memanjang dari ganglia ke organ efektor. Hipotalamus lateral-posterior adalah bagian dari
mekanisme supranuklear untuk pengaturan aktivitas parasimpatis. Bagian frontal dan limbik dari
alat pengatur supranuklear tidak ditunjukkan dalam diagram.

Jaras preganglionik dari nukleus Edinger-Westphal melintasi saraf


okulomotor dan bersinaps di ganglion siliaris di orbit; akson sel ganglion siliaris
menginervasi otot siliaris dan sfingter pupil (Gambar 13-9). Jaras preganglionik
dari nukleus salivatorius superior memasuki nervus fasialis, dan pada suatu titik di

3
dekat ganglion genikulatum membentuk nervus petrosus superfisialis mayor
hingga mencapai ganglion sfenopalatina; serat postganglionik dari sel ganglion ini
mempersarafi kelenjar lakrimal (Gambar 25-2 dan 44-3).
Jaras lain yang berasal dari nukleus salivatorius dibawa ke nervus fasialis
dan melintasi rongga timpani sebagai korda timpani yang akhirnya bergabung
dengan ganglion submandibula. Sel-sel ganglion ini mempersarafi kelenjar sub
mandibula dan sublingual. Akson sel saraf salivatorius inferior memasuki saraf
glosofaringeal dan mencapai ganglion otik melalui pleksus timpani dan saraf
petrosus superfisial yang lebih rendah; sel-sel ganglion otik mengirim serat ke
kelenjar parotis.
Jaras preganglionik berasal dari nukleus motorik dorsal nervus vagus dan
nukleus visceral yang berdekatan di formasio reticularis lateral (terutama nukleus
ambiguus), masuk ke nervus vagus dan berakhir di ganglia yang banyak terletak
di dinding viscera toraks dan abdomen. Sel-sel ganglion membentuk jaras
postganglionik pendek yang mengaktifkan otot polos dan kelenjar faring,
esofagus, saluran pencernaan, jantung, pankreas, hati, kandung empedu, ginjal,
dan ureter.
Bagian sakral sistem parasimpatis berasal dari sel kornu lateral segmen
sakral kedua, ketiga, dan keempat. Akson dari neuron sakral yang merupakan
jaras preganglionik, melintasi akar saraf tulang belakang sakral dari kauda equina
dan bersinaps di ganglia yang terletak di dalam dinding kolon distal, kandung
kemih, dan organ panggul lainnya. Saraf otonom sakral, seperti saraf kranial
memiliki serat praganglion yang panjang dan serat pascaganglion yang pendek,
suatu fitur yang memungkinkan pengaruh terbatas pada organ target.
Organ yang mengandung otot polos yang dipersarafi oleh jaras
parasimpatis dan tidak berada di bawah kendali volunter, terdapat persarafan
paralel otot lurik volunter yang berdekatan oleh sel-sel kornu anterior. Misalnya,
neuron yang mengaktifkan sfingter eksternal kandung kemih (otot volunter)
berbeda dengan neuron yang mensuplai otot polos sfingter internal.
Pada tahun 1900, Onufrowicz menggambarkan sekelompok sel yang
relatif kecil di kornu anterior segmen sakral 2-4. Neuron ini awalnya dianggap

4
berfungsi otonom, terutama karena manifestasi histologisnya. Bukti menunjukkan
bahwa neuron ini merupakan somatomotor yang mempersarafi otot rangka dari
uretra eksternal dan sfingter anal (Holstege dan Tan). Neuron di segmen korda
sakral yang terletak di wilayah yang analog dengan kolom sel intermediolateral
dari sistem saraf simpatik, menginervasi detrusor dan sfingter internal dinding
kandung kemih. Secara sepintas, perlu dicatat bahwa pada penyakit sistem
motorik, di mana fungsi kandung kemih dan usus biasanya dipertahankan sampai
akhir penyakit, neuron di nukleus Onuf berbeda dengan neuron somatomotor lain
di medula sakral yang cenderung tidak terlibat dalam proses degeneratif.
Terdapat hubungan yang rumit antara pusat supranuklear, terutama di
hipotalamus, ke sfingter pupil, kelenjar lakrimal dan kelenjar ludah yang berjalan
di batang otak. Berkenaan dengan persarafan supranuklear nukleus parasimpatis
di segmen sakral masih sedikit yang diketahui. Terdapat hubungan antara neuron-
neuron hipotalamus, lokus seruleus, dan pusat perkemihan yang ada di pontine,
meskipun perjalanannya di medula spinalis manusia belum diidentifikasi dengan
pasti.

Sistem Saraf Simpatis (Gambar 25-3)


Neuron preganglionik dari divisi simpatis berasal dari sel kolumna
intermediolateral materi abu-abu tulang belakang dari segmen servikal kedelapan
hingga lumbar kedua. Low dan Dyck (1977) memperkirakan bahwa setiap
segmen medula spinalis memiliki sekitar 5.000 sel kornu lateral dan mengalami
erosi sekitar 5-7 persen per dekade pada kehidupan dewasa akhir.
Akson serabut saraf yang berasal dari kolumna intermediolateral memiliki
kaliber kecil dan bermielin; ketika dikelompokkan akan membentuk white
communicating rami seperti Gambar 25-1. Jaras preganglionik ini bersinaps
dengan badan sel neuron postganglionik yang dikumpulkan menjadi dua rantai
atau korda ganglion besar, dimana satu korda berada di setiap sisi kolumna
vertebralis (ganglia paravertebral), dan beberapa ganglia prevertebral tunggal
yang merupakan ganglia simpatis.

5
Gambar 25-3. Divisi simpatik (thorakolumbar) sistemsaraf otonom. Jaras preganglionik
memanjang dari nukleus intermediolateralis medula spinalis ke ganglia otonom perifer, dan
serabut postganglionik memanjang dari ganglia perifer ke organ efektor berdasarkan skema pada
Gambar 25-1.
Akson sel ganglion simpatis juga memiliki kaliber kecil, tetapi tidak
bermielin. Sebagian besar serabut postganglion berjalan melalui gray
communicating rami ke saraf tulang belakang yang berdekatan dari T5 ke L3.
Terdapat pembuluh darah, kelenjar keringat, folikel rambut, dan juga membentuk
pleksus yang memasok jantung, bronkus, ginjal, usus, pankreas, kandung kemih,
dan organ seks.
Serabut postganglionik ganglia prevertebral (terletak di posterior abdomen
retroperitoneal dari paravertebral, di sepanjang sisi kolom tulang belakang)

6
membentuk pleksus hipogastrik, splanknik, dan mesenterika yang mempersarafi
kelenjar, otot polos, dan pembuluh darah internal perut dan panggul (Gambar 25-
3). Persarafan simpatis medula adrenal termasuk unik, hal ini disebabkan oleh
karena sel-sel sekretoriknya menerima jaras preganglionik secara langsung
melalui saraf splanknikus.
Hal ini menjadi pengecualian dari aturan bahwa organ yang dipersarafi
oleh sistem saraf otonom hanya menerima serat postganglionik. Susunan khusus
ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa sel-sel medula adrenal memiliki
morfologis yang homolog dengan neuron simpatis postganglionik dan mensekresi
epinefrin serta norepinefrin (transmiter postganglionik) langsung ke dalam aliran
darah. Dengan cara ini, sistem saraf simpatis dan medula adrenal bekerja bersama
untuk menghasilkan efek difus, seperti yang diharapkan dari perannya dalam
reaksi darurat.
Terdapat 3 servikal (superior, tengah, dan inferior, atau stellata), 11 toraks,
dan 4 hingga 6 ganglia simpatis lumbar. Kepala menerima persarafan simpatis
dari servikal kedelapan dan dua segmen korda torakalis pertama yang serabutnya
melewati ganglia servikal inferior ke tengah dan superior. Serabut postganglionik
dari sel-sel ganglion servikal superior mengikuti arteri karotis interna dan eksterna
dan mempersarafi pembuluh darah dan otot polos, serta kelenjar keringat,
lakrimal, dan saliva di kepala.
Serat pasca ganglionik ini paling banyak berasal dari T1 yang merupakan
jaras iodilator pupil dan yang mempersarafi otot Müller kelopak mata atas
(menghubungkan tarsus atas ke permukaan bawah levator); otot tarsus inferior
kecil yang dipersarafi secara simpatis. Lengan menerima persarafan
postganglioniknya dari ganglion servikal inferior dan ganglion thorakalis paling
atas (keduanya menyatu untuk membentuk ganglion stellata).
Pleksus jantung dan saraf simpatis toraks lainnya berasal dari ganglion
stellata dan pleksus viseralis abdomen, dari ganglia toraks kelima hingga
kesembilan atau kesepuluh. Ganglia toraks paling bawah tidak memiliki hubungan
visceral abdomen; aksonnya berjalan secara rostral dan kaudal dalam rantai

7
simpatis. Ganglia lumbal atas mensuplai kolon desendens, organ panggul, dan
tungkai.
Ujung saraf otonom dan pertemuannya dengan otot polos serta kelenjar
lebih sulit untuk divisualisasikan dan dipelajari daripada motor end plate otot
lurik. Saat akson postganglionik memasuki suatu organ, biasanya melalui
pembuluh darah, kemudian terbagi menjadi banyak cabang yang lebih kecil dan
menyebar tanpa selubung Schwann untuk dapat menginervasi serat otot polos,
kelenjar, dan, dalam jumlah terbesar, arteri kecil, arteriol, dan sfingter prekapilar.
Beberapa dari terminal ini menembus otot polos arteriol; yang lain tetap
berada di adventitia. Sebagian berada di ujung serat postganglionik dan sebagian
lagi di sepanjang jalurnya dengan membentuk pembengkakan yang terletak di
dekat sarcolemma atau membran sel kelenjar yang sering terlihat sebagai serat
otot berlekuk untuk mengakomodasi pembengkakan ini. Pembengkakan aksonal
mengandung vesikel sinaptik, beberapa jernih dan lainnya dengan inti granular
padat. Vesikel bening mengandung asetilkolin dan vesikel dengan inti padat
mengandung katekolamin, terutama norepinefrin (Falck). Hal ini diilustrasikan
dengan baik di iris, di mana saraf menuju otot dilator (simpatis) mengandung
vesikel inti padat dan saraf ke konstriktor (parasimpatis) mengandung vesikel
yang bening. Satu serabut saraf di bagian dalam menginisiasi beberapa otot polos
dan sel kelenjar.
Ahli anatomi telah menyatakan bahwa sistem saraf otonom sebagai fungsi
motorik dan sekretorik eferen murni. Namun, sebagian besar saraf otonom
bercampur dan mengandung serat aferen yang menyampaikan impuls sensorik
dari visera dan pembuluh darah. Badan sel neuron sensorik ini terletak di ganglia
sensorik akar posterior; beberapa akson sentral dari sel-sel ganglion ini bersinaps
dengan sel-sel kornu lateral medula spinalis dan berfungsi sebagai refleks viseral;
yang lain bersinaps di kornu dorsalis dan menyampaikan atau memodulasi impuls
untuk sensasi sadar. Aferen sekunder membawa impuls sensorik ke nukleus
batang otak, terutama nukleus traktus solitarius, seperti yang akan dijelaskan
kemudian, dan talamus melalui jalur spinotalamikus lateral dan polisinaps.

8
Pengaturan Pusat Fungsi Viseral
Fungsi utama dari jaringan otonom pusat adalah modulasi respon stres,
baroregulasi, termoregulasi dan keseimbangan energi. Integrasi fungsi otonom
terjadi pada dua tingkat, batang otak dan serebrum. Di batang otak, nukleus aferen
visceral utama adalah nukleus traktus solitarius (NTS). Aferen kardiovaskular,
respiratorik, dan gastrointestinal dibawa oleh saraf kranial X dan IX melalui
nodose dan ganglia petrosus, berakhir pada subnukleus spesifik NTS.
Subnukleus kaudal adalah lokasi penerima utama untuk serat
viscerosensori; daerah lain yang kurang diketahui pasti menerima informasi
baroreseptor dan kemoreseptor. NTS kaudal mengintegrasikan sinyal ini dan
memproyeksikan ke sejumlah area penting di hipotalamus, amigdala, dan korteks
insular, yang terutama terlibat dalam kontrol kardiovaskular, serta ke pontin dan
inti meduler yang mengontrol ritme pernapasan. Oleh karena itu, NTS memiliki
fungsi integrasi penting untuk sirkulasi dan respirasi.
Kemajuan besar dalam pemahaman kita tentang sistem saraf otonom
terjadi dengan elaborasi fungsi pengatur otonom hipotalamus. Nukleus kecil yang
tampak tidak signifikan di dinding ventrikel ketiga dan di bagian korteks limbik
yang tertanam, memiliki hubungan dua arah yang kaya dengan pusat otonom di
berbagai bagian sistem saraf.
Hipotalamus berfungsi sebagai mekanisme integrasi sistem saraf otonom
dan sistem limbik. Aktivitas pengaturan hipotalamus dilakukan dengan dua cara,
melalui jalur langsung yang turun ke kelompok sel tertentu di batang otak dan
medula spinalis, dan melalui hipofisis kemudian ke kelenjar endokrin lainnya.
Aparatus regulasi supranuklear hipotalamus meliputi tiga struktur serebral
utama, diantaranya: korteks lobus frontal, korteks insular, dan amigdaloid serta
nukleus yang berdekatan. Korteks ventromedial prefrontal dan cingulatum
berfungsi sebagai tingkat integrasi otonom tertinggi. Stimulasi satu lobus frontal
dapat menyebabkan perubahan suhu dan keringat pada lengan dan tungkai
kontralateral; lesi masif di sini biasanya menyebabkan hemiplegia dan dapat
mengubah fungsi otonom ke arah inhibisi atau fasilitasi.

9
Lesi yang melibatkan bagian posterior dari frontal superior dan bagian
anterior girus cingulatum (biasanya bilateral, kadang-kadang unilateral)
mengakibatkan hilangnya kontrol volunter kandung kemih dan usus. Hal ini
disebabkan kontingen besar serat ini berakhir di hipotalamus yang mengirimkan
jaras ke batang otak dan medula spinalis. Jalur tulang belakang menurun dari
hipotalamus diyakini terletak ventromedial ke serat kortikospinalis.
Korteks insular menerima proyeksi dari NTS, nukleus parabrachial pons,
dan nukleus hipotalamus lateral. Stimulasi langsung dari insula menghasilkan
aritmia dan sejumlah perubahan dalam fungsi visceral. Girus cingulatum dan
hippocampal serta struktur subkortikal yang terkait (substantia innominata dan
amigdaloid, septal, piriformis, habenular, dan inti tegmental otak tengah)
diidentifikasi sebagai pusat pengaturan otonom otak yang penting. Bersama-sama
mereka disebut otak visceral.
Amigdala penting dalam regulasi otonom dikarenakan sebagai pusat utama
asal proyeksi ke hipotalamus dan batang otak. Anatomi dan efek stimulasi dan
ablasi amigdala telah dibahas dalam Bab. 24, yang berkaitan dengan emosi dalam
neurologi. Selain hubungan sentral yang disebutkan di atas, perlu dicatat bahwa
interaksi penting antara SSO dan kelenjar endokrin terjadi pada tingkat perifer.
Contoh paling terkenal adalah di medula adrenal. Hubungan serupa berkaitan
dengan kelenjar pineal, di mana norepinefrin (NE) dilepaskan dari serat
postganglionik yang berakhir pada sel pineal merangsang beberapa enzim yang
terlibat dalam biosintesis melatonin.
Aparatus juxtaglomerular ginjal dan islets of Langerhans di pankreas
dapat berfungsi sebagai transduser neuroendokrin dengan mengubah stimulus
saraf (adrenergik) menjadi sekresi endokrin (renin, glukagon, dan insulin).
Berbagai interaksi otonom-endokrin diuraikan dalam bab berikutnya. Akhirnya,
peran penting yang dimainkan hipotalamus dalam inisiasi dan regulasi aktivitas
otonom, baik simpatis maupun parasimpatis.
Respon simpatis paling mudah diperoleh dengan stimulasi regio posterior
dan lateral hipotalamus, dan respon parasimpatis dari regio anterior. Serabut
simpatis desendens sebagian besar atau seluruhnya tidak bersilangan. Menurut

10
Carmel, serabut dari hipotalamus kaudal mula-mula berjalan di bidang prerubral,
dorsal dan sedikit rostral ke nukleus merah, dan kemudian ventral ke nukleus
thalamus ventrolateral; kemudian turun di tegmentum lateral otak tengah, pons,
dan medula untuk bersinaps di kolom sel intermediolateral medula spinalis.
Di medula, jalur simpatis desendens terletak di daerah retroolivary
posterolateral, di mana jalur ini sering terlibat dalam infark medula lateral. Di
korda servikal, serabut berjalan di sudut posterior kornu anterior. Beberapa serat
yang menginervasi neuron sudomotor berjalan di luar area ini tetapi juga tetap
ipsilateral.
Jansen, dengan menggunakan vektor virus pada tikus, kita dapat memberi
label neuron tertentu dari hipotalamus dan medula ventral yang merangsang
aktivitas simpatik di ganglion stellata dan kelenjar adrenal. Mereka berhipotesis
bahwa kontrol ganda ini mendasari respons fight-or-flight, seperti yang dijelaskan
dalam Bab. 24. Sebaliknya, jalur serat parasimpatis desendens tidak terdefinisi
dengan baik. Proyeksi aferen dari medula spinalis ke hipotalamus telah
ditunjukkan pada hewan dan memberikan rute potensial dimana sensasi dari
struktur somatik dan mungkin visceral dapat mempengaruhi respon otonom.

Konsiderasi Fisiologis dan Farmakologis


Fungsi sistem saraf otonom dalam pengaturan organ visceral pada tingkat
yang tinggi tidak tergantung pada kontrol dan kesadaran volunter. Selanjutnya,
organ-organ ini terus berfungsi ketika saraf otonom terganggu, tetapi tidak lagi
efektif dalam mempertahankan homeostasis dan beradaptasi dengan tuntutan
perubahan kondisi internal dan tekanan eksternal. Organ visceral memiliki suplai
saraf ganda, simpatis dan parasimpatis dan secara umum kedua bagian sistem
saraf otonom ini memberikan efek yang berlawanan. Misalnya, efek sistem saraf
simpatis pada jantung bersifat rangsang dan efek penghambatan dilakukan oleh
parasimpatis. Namun, beberapa struktur kelenjar keringat, pembuluh darah kulit,
dan folikel rambut hanya menerima serabut pascaganglion simpatis, dan kelenjar
adrenal hanya memiliki persarafan simpatis praganglion. Juga, beberapa neuron
parasimpatis telah diidentifikasi di ganglia simpatik.

11
Transmiter Neurohumoral
Semua fungsi otonom dimediasi melalui pelepasan transmiter kimia.
Konsep modern transmiter neurohumoral dimulai pada dekade awal abad kedua
puluh. Pada tahun 1921, Loewi menemukan bahwa stimulasi saraf vagus
melepaskan zat kimia (Vagusstoff) yang memperlambat jantung. Kemudian zat ini
disebut Dale sebagai asetilkolin (ACh). Cannon (1920) melaporkan bahwa
stimulasi batang simpatis melepaskan zat mirip epinefrin yang dapat
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Mereka menamakan zat ini
sebagai "simpathin," kemudian menjadi norepinefrin, atau NE. Dale menemukan
bahwa ACh memiliki efek farmakologis serupa dengan stimulasi saraf
parasimpatis. Mereka menyebut efek ini sebagai "parasimpatomimetik."
Pengamatan ini menempatkan transmiter neurokimia sebagai dasar yang kokoh
dalam transmiter kolinergik dan adrenergik pada SSO.
Neurotransmiter otonom yang paling penting adalah ACh dan NE. ACh
disintesis di terminal akson dan disimpan dalam vesikel presinaptik dan
dilepaskan akibat kedatangan impuls saraf. ACh dilepaskan di ujung semua
serabut preganglionik (baik di ganglia simpatis maupun parasimpatis), serta di
ujung semua serabut parasimpatis postganglionik dan beberapa serabut simpatis
postganglionik khusus, terutama yang mensuplai kelenjar keringat. ACh
merupakan transmiter kimiawi impuls saraf ke serat otot rangka.
Fungsi postganglionik parasimpatis dimediasi oleh dua jenis reseptor ACh
yang berbeda, yaitu: nikotinat dan muskarinik, dinamakan demikian oleh Dale
karena respons yang diinduksi kolin serupa dengan nikotin atau dengan alkaloid
muskarin. Reseptor parasimpatis postganglionik terletak di dalam organ yang
dipersarafi dan bersifat muskarinik; yaitu, dihambat oleh obat-obatan atropinik.
Reseptor di ganglia, seperti reseptor di otot rangka, adalah nikotinik; tidak
diblokir oleh atropin tetapi berlawanan dengan agen lain (misalnya, tubokurarin).
Terdapat kemungkinan yang menunjukkan bahwa lrbih banyak ACh yang terlibat
dalam transmiter saraf pada tingkat ganglionik. Banyak peptida-substansi P,
enkephalins, somatostatin, peptida usus vasoaktif, adenosin trifosfat (ATP), dan

12
oksida nitrat yang telah diidentifikasi pada ganglia otonom. Beberapa kasus
menunjukkan terlokalisasi pada sel yang sama dengan Ach (tanpa meniadakan
"prinsip Dale," atau "hukum Dale," yang menetapkan bahwa satu neuron
menguraikan hanya satu neurotransmiter, seperti yang ditunjukkan Tansey).
Sebagian besar neuropeptida memberikan efek pascasinapsnya melalui
sistem transduksi protein G menggunakan mediator adenil siklase atau fosfolipase
C. Neuropeptida bertindak sebagai modulator transmiter saraf, meskipun fungsi
pastinya dalam banyak kasus masih harus ditentukan. Dengan dua pengecualian,
serabut simpatis postganglionik hanya melepaskan NE pada terminalnya. Kelenjar
keringat dan beberapa pembuluh darah di otot dipersarafi oleh serat simpatis
postganglionik, tetapi terminalnya melepaskan ACh.
NE yang dilepaskan ke ruang sinaptis mengaktifkan reseptor adrenergik
spesifik pada membran pascasinaps sel target. Reseptor adrenergik terdiri dari dua
jenis, awalnya diklasifikasikan oleh Ahlquist sebagai alfa dan beta. Secara umum,
reseptor alfa memediasi vasokonstriksi, relaksasi usus, dan dilatasi pupil; reseptor
beta memediasi vasodilatasi, terutama pada otot, relaksasi bronkus, dan
peningkatan kecepatan dan kontraktilitas jantung. Masing-masing reseptor ini
dibagi lagi menjadi dua jenis.
Reseptor alfa 1 bersifat pascasinaps; sedangkan reseptor alfa 2 terletak di
membran prasinaps dan ketika dirangsang mengurangi pelepasan transmiter.
Reseptor beta 1, untuk semua tujuan praktis, terbatas pada jantung; aktivasi beta 1
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas. Reseptor beta 2, bila dirangsang
dapat mendilatasi otot polos bronkus dan sebagian besar tempat lain, termasuk
pembuluh darah otot rangka.
Penjelasan komprehensif tentang transmiter neurohumoral dan fungsi
reseptor dapat ditemukan dalam monografi oleh Cooper. Integrasi kedua sistem
ini dapat dicapai terutama di hipotalamus. Selain itu, kelenjar endokrin
dipengaruhi oleh katekolamin yang bersirkulasi, dan beberapa di antaranya
dipersarafi oleh serat adrenergik.

13
Pengaturan Tekanan Darah
Tekanan darah tergantung pada kecukupan volume darah intravaskular
pada resistensi vaskular sistemik dan curah jantung. Sistem otonom dan endokrin
mempengaruhi lapisan vaskular otot, kulit, dan mesenterika (splanknik), denyut
jantung, dan volume sekuncup jantung. Tindakan ini berfungsi untuk
mempertahankan tekanan darah normal dan memungkinkan pemeliharaan refleks
tekanan darah dengan perubahan posisi tubuh. Dua jenis baroreseptor berfungsi
sebagai komponen aferen dari refleks ini dengan merasakan gradien tekanan yang
melintasi dinding pembuluh darah besar.
Baroreseptor yang berada di sinus karotis dan arkus aorta sensitif terhadap
penurunan tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik),
sedangkan yang berada di bilik jantung kanan dan pembuluh pulmonal lebih
merespons perubahan volume darah. Baroreseptor sinus karotis memiliki respon
yang cepat dan mampu mendeteksi perubahan denyut-demi-denyut, berbeda
dengan saraf lengkung aorta yang memiliki waktu respon lebih lambat dan hanya
membedakan perubahan tekanan yang lebih besar dan lebih lama.
Saraf yang muncul dari reseptor ini adalah serat kaliber kecil bermielin
tipis yang berjalan di saraf kranial IX dan X dan berakhir di nukleus traktus
solitarius (NTS). Menanggapi peningkatan stimulasi reseptor ini, aktivitas eferen
vagal berkurang, menghasilkan refleks akselerasi kardio. Hal ini dicapai melalui
koneksi polisinaps antara NTS dan nukleus motorik dorsal vagus; dari struktur
inilah neuron vagal berproyeksi ke nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular, dan
otot ventrikel kiri.
Aktivitas vagal menghasilkan penurunan denyut jantung dan kekuatan
kontraktil miokardium (inotropi negatif). Peningkatan resistensi vaskular sistemik
dimediasi secara bersamaan melalui koneksi paralel antara NTS dan area penekan
medula yang diproyeksikan ke sel intermediolateral dari korda midthorasik.
Aliran simpatis utama dari segmen toraks ini adalah melalui saraf splanknikus
mayor ke ganglion seliaka, saraf postganglionik yang memproyeksikan ke
pembuluh kapasitansi usus.

14
Kapasitansi vena splanknikus bertindak sebagai reservoir sebanyak 20%
dari total volume darah, dan gangguan saraf splanknik menyebabkan hipotensi
postural yang parah. Hiperemia usus dan kompensasi vasokonstriksi perifer pada
otot dan kulit setelah seseorang makan makanan tinggi karbohidrat. Dasar
vaskular mesenterika juga telah diketahui sangat responsif terhadap redistribusi
ortostatik volume darah, tetapi tidak terhadap tekanan mental.
Respon yang berlawanan dengan yang dijelaskan sebelumnya, yaitu
bradikardia dan hipotensi terjadi ketika tonus vagal meningkat dan tonus simpatis
berkurang. Respon ini dapat dipicu oleh baroreseptor, atau mungkin timbul dari
rangsangan otak seperti ketakutan atau melihat darah pada individu yang rentan
serta dari rasa sakit yang hebat, terutama yang timbul di viscera.
Dua mekanisme humoral yang bekerja lebih lambat dalam mengatur
volume darah dan melengkapi kontrol resistensi vaskular sistemik. Sel
juxtaglomerular ginjal yang peka terhadap tekanan melepaskan renin yang
merangsang produksi angiotensin dan mempengaruhi produksi aldosteron, yang
keduanya mempengaruhi peningkatan volume darah. Pengaruh yang lebih rendah
dalam pengendalian tekanan darah adalah hormon antidiuretik, dibahas dalam bab
berikutnya; tetapi efek peptida ini menjadi lebih penting ketika kegagalan otonom
memaksa ketergantungan pada mekanisme sekunder untuk mempertahankan
tekanan darah. Nitric oxide memiliki peran lokal yang penting dalam
mempertahankan tonus pembuluh darah, terutama dengan cara melemahkan
respon terhadap stimulasi simpatis.

Pengaturan Fungsi Kandung Kemih


Fungsi kandung kemih dan saluran kemih bagian bawah dikendalikan oleh
tiga komponen struktural, yaitu: kandung kemih itu sendiri, komponen utamanya
adalah otot detrusor besar (tipe transisi); sfingter internal yang terdiri dari otot
serupa; dan sfingter eksternal atau diafragma urogenital. Sfingter memastikan
kontinensia. Sfingter internal pada pria juga mencegah refluks air mani dari uretra
selama ejakulasi. Sfingter harus rileks ketika berkemih agar memungkinkan
detrusor mengeluarkan urin dari kandung kemih ke dalam uretra.

15
Gambar 25-4. Persarafan kandung kemih dan sfingternya

Hal ini dapat dicapai dengan mekanisme kompleks yang melibatkan


sistem saraf parasimpatis (saraf perifer sakral yang berasal dari segmen sakral
kedua, ketiga, dan keempat dari medula spinalis dan serat sensorimotor
somatiknya) dan serat simpatis yang berasal dari toraks pada tingkat lebih rendah.
“Pusat berkemih” batang otak yang terlokalisasi secara samar-samar dengan
koneksi tulang belakang dan suprasegmentalnya (Gambar. 25-4).
Otot detrusor menerima persarafan motorik dari sel-sel saraf di kolom
intermediolateral substansia grisea, terutama dari segmen sakral ketiga dan
keempat dari medula spinalis ("pusat detrusor"). Neuron ini membentuk serat
preganglionik bersinaps di ganglia parasimpatis di dalam dinding kandung kemih.
Serabut postganglionik pendek berakhir pada reseptor asetilkolin muskarinik dari
serabut otot. Ada juga reseptor beta-adrenergik di kubah kandung kemih yang
diaktifkan oleh serat simpatis yang muncul di sel saraf intermediolateral segmen
T10, T11, dan T12.
Serabut preganglionik ini berjalan melalui saraf splanknikus inferior ke
ganglia mesenterika inferior (Gambar 25-1); Akson simpatis pra dan

16
pascaganglion dibawa oleh saraf hipogastrik ke pleksus panggul dan kubah
kandung kemih. Sfingter internal dan dasar kandung kemih (trigonum) terdiri dari
otot polos yang juga dipersarafi oleh serat simpatis dari saraf hipogastrik;
reseptornya berasal dari tipe alfa-adrenergik yang memungkinkan untuk
memanipulasi fungsi sfingter secara terapeutik dengan obat-obatan yang bersifat
adrenergik serta kolinergik yang lebih umum digunakan.
Sfingter uretra dan ani eksternal terdiri dari serat otot lurik. Persarafan
mereka diatur oleh saraf pudendal yang berasal dari sekelompok neuron
somatomotor (nukleus Onuf) padat di kauda anterolateral segmen sakral 2, 3, dan
4. Sel-sel di bagian ventrolateral dari nukleus Onuf menginervasi sfingter uretra
eksternal, dan sel-sel bagian mediodorsal mempersarafi sfingter anal. Serabut otot
sfingter merespons efek nikotinik dari ACh.
Saraf pudendal juga mengandung serat aferen yang berjalan dari uretra dan
sfingter eksternal ke segmen sakral medula spinalis. Serabut ini menyampaikan
impuls sensasi untuk aktivitas refleks dan, melalui koneksi dengan pusat yang
lebih tinggi. Beberapa dari serat ini berjalan melalui pleksus hipogastrik, seperti
yang ditunjukkan oleh pasien dengan lesi transversal komplit pada medula
spinalis setinggi T12 yaitu beruba sensasi ketidaknyamanan pada uretra yang
hilang timbul. Kandung kemih sensitif terhadap rasa sakit dan tekanan; indera ini
ditransmisikan ke pusat yang lebih tinggi di sepanjang jalur sensorik.
Tidak seperti otot lurik rangka, detrusor mampu melakukan beberapa
kontraksi karena sistem postganglioniknya, meskipun tidak sempurna setelah
kerusakan total segmen sakral medula spinalis. Isolasi pusat medula sakral (lesi
transversal medula spinalis di atas tingkat sakral) dan saraf perifernya
memungkinkan kontraksi otot detrusor, tetapi masih belum mengosongkan
kandung kemih sepenuhnya; pasien dengan lesi tersebut biasanya didapati
dyssynergia otot detrusor dan sfingter eksternal yang menunjukkan bahwa
koordinasi otot-otot ini harus terjadi pada tingkat supraspinal (Blaivas).
Fungsi segmen sakral menghilang selama beberapa minggu dengan cara
yang sama seperti neuron motorik otot rangka (keadaan syok tulang belakang)
ketika terjadi lesi transversal akut pada medula spinalis.

17
Penyimpanan urin dan pengosongan kandung kemih yang efisien hanya
mungkin terjadi jika segmen tulang belakang, bersama dengan serabut saraf aferen
dan eferennya terhubung pusat berkemih di tegmentum pontomesensefalik. Pada
hewan percobaan, pusat ini terletak di dalam atau berdekatan dengan lokus
seruleus. Regio medial memicu untuk berkemih, sedangkan area lateral
tampaknya lebih penting untuk kontinensia. Neuron ini menerima impuls aferen
dari segmen korda sakral. Serabut eferennya berjalan ke bawah melalui traktus
retikulospinalis di funikulus lateral medula spinalis dan mengaktifkan sel-sel
dalam nukleus Onuf, serta dalam kelompok sel intermediolateral segmen sakral
(Holstege dan Tan). Pusat pontomesencephalic pada kucing menerima serat
desendens dari bagian anteromedial korteks frontal, talamus, hipotalamus, dan
serebelum, tetapi pusat batang otak dan jalur desendensnya belum ditentukan
secara pasti pada manusia.
Serabut lain dari korteks motorik turun bersama serabut kortikospinalis ke
sel kornu anterior korda sakralis dan menginervasi sfingter eksterna. Menurut
Ruch, jalur desenden dari tegmentum otak tengah bersifat inhibisi dan jalur dari
pontin tegmentum dan hipotalamus posterior bersifat memfasilitasi. Jalur yang
turun dengan traktus kortikospinalis dari korteks motorik bersifat inhibisi. Efek
dari lesi di otak dan medula spinalis pada refleks berkemih dapat berupa inhibisi
atau fasilitasi (DeGroat).
Hampir semua informasi ini telah disimpulkan dari percobaan pada hewan
dan terdapat sedikit bahan patologis pada manusia yang menguatkan peran inti
batang otak dan korteks dalam kontrol kandung kemih.
Dalam sebuah studi yang melakukan pemeriksaan positron emission
tomography (PET) pada subyek sukarela selama berkemih menunjukkan
peningkatan aliran darah di tegmentum pontin kanan, daerah periaqueductal,
hipotalamus, dan korteks frontal inferior kanan, ketika kandung kemih penuh dan
subjek dicegah untuk berkemih. Peningkatan aktivitas terlihat pada tegmentum
pontin ventral kanan. Arti dari temuan lateralisasi ini tidak jelas, tetapi penelitian
ini mendukung anggapan bahwa pusat pontin terlibat dalam berkemih.

18
Berkemih merupakan refleks dan kejadian involunter. Relaksasi involunter
dari perineum merupakan hal pertama yang terjadi ketika orang normal ingin
berkemih, diikuti oleh peningkatan tegangan pada dinding perut, kontraksi lambat
otot detrusor, dan pembukaan sfingter internal. Akhirnya, terjadi relaksasi sfingter
eksternal (Denny-Brown dan Robertson). Kontraksi detrusor dapat dianggap
sebagai refleks regangan tulang belakang yang tergantung pada fasilitasi dan
inhibisi dari pusat yang lebih tinggi.
Penutupan volunter sfingter eksterna dan kontraksi otot perineum
menyebabkan kontraksi detrusor menghilang. Otot-otot perut memiliki sedikit
peran dalam memulai berkemih kecuali ketika otot detrusor tidak berfungsi secara
normal. Hambatan berkemih yang involunter dipenagruhi oleh otak dan dimediasi
serat yang muncul di lobus frontal (daerah motorik paracentral), turun di medula
spinalis hanya anterior dan medial dari traktus kortikospinalis, dan berakhir pada
sel-sel kornu anterior dan kolumna sel intermediolateral dari segmen sakral.
Koordinasi fungsi detrusor dan sfingter eksternal bergantung pada jalur desendens
dari pusat yang ditempatkan di tegmentum pontin dorsolateral.

Pengaturan Fungsi Usus


Usus besar dan sfingter anal memiliki prinsip yang sama yang dengan
kandung kemih. Fungsi usus diatur oleh sistem saraf enterik intrinsik yang berasal
dari pleksus myenteric (atau Auerbach) dan pleksus submukosa (dari Meissner)
yang terletak di dinding usus. Pleksus yang pertama menstimulasi otot polos dan
yang terakhir mengatur sekresi mukosa dan aliran darah. Sistem ini mengontrol
peristaltik secara independen dari pengaruh otonom lainnya tetapi sangat
responsif terhadap rangsangan kimia dan mekanik lokal.

Reaksi dan Alarm Darurat


Sistem saraf otonom dan kelenjar adrenal telah diketahui selama bertahun-
tahun sebagai dasar saraf dan humoral dari semua perilaku naluriah dan
emosional. Dalam kondisi kecemasan kronis dan reaksi panik akut, psikosis
depresif, mania, dan skizofrenia yang semuanya ditandai oleh perubahan emosi,

19
tidak menunjukkan disfungsi otonom atau endokrin yang konsisten, kecuali untuk
penurunan respons hormon pertumbuhan pada gangguan panik.
Kurangnya supresi kortisol melalui injeksi hormon adrenokortikotropik
(ACTH) selama beberapa waktu juga dianggap sebagai aspek yang konsisten dari
penyakit depresi, tetapi belum sepenuhnya spesifik. Hal ini mengecewakan karena
teori darurat dari aksi simpatoadrenal yang diberikan oleh Cannon adalah konsep
yang menjanjikan dari neurofisiologi tentang emosi akut, dan Selye telah
memperluas teori ini dengan sangat masuk akal untuk menjelaskan semua reaksi
terhadap stres pada hewan dan manusia.
Menurut teori-teori ini, emosi yang kuat, seperti kemarahan atau ketakutan
memacu sistem saraf simpatis dan korteks adrenal (melalui faktor pelepas
kortikotropin [CRF] dan ACTH), yang berada di bawah kendali langsung dari
saraf dan endokrin. Reaksi simpatoadrenal ini singkat dan dapat mendorong
hewan dalam "melarikan diri atau melawan". Hewan yang kekurangan korteks
adrenal atau manusia dengan penyakit Addison tidak dapat mentolerir stres karena
mereka tidak mampu memobilisasi medula adrenal dan korteks adrenal. Stres
berkepanjangan dan produksi ACTH mengaktifkan semua hormon adrenal
(glukokortikoid, mineralokortikoid, dan adrenokortikoid) dan telah dieliti secara
ekstensif terhadap reaksi imun dan fungsi sistemik lainnya, meskipun tanpa
temuan konsisten yang belum dapat diterapkan secara klinis.

Pemeriksaan untuk Kelainan Sistem Saraf Otonom


Ahli saraf cenderung lebih sederhana dalam mengevaluasi fungsi sistem
saraf otonom dengan beberapa pengecualian, seperti menguji reaksi pupil dan
pemeriksaan kulit untuk kelainan warna dan keringat. Meskipun demikian,
beberapa pemeriksaan sederhana namun informatif dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi kesan klinis seseorang dan untuk memperoleh kelainan fungsi
otonom yang dapat membantu dalam diagnosis.

20
Tekanan darah penting dievaluasi untuk mendeteksi penurunan dengan
perubahan posisi tubuh dari berbaring atau duduk, ke posisi berdiri untuk
mendeteksi penyakit tertentu. Kombinasi pemeriksaan biasanya diperlukan,
karena pemeriksaan tertentu sangat sensitif terhadap kelainan fungsi simpatis dan
yang lain terhadap fungsi aferen parasimpatis atau baroreseptor. Hal ini dijelaskan
dan diringkas dalam Tabel 25-1.

Pengujian Tekanan Darah dan Detak Jantung


Pemeriksaan ini adalah salah satu pemeriksaan fungsi otonom yang paling
sederhana dan paling penting serta sebagian besar laboratorium memiliki teknik
otomatis untuk menghitungnya. McLeod dan Tuck menyatakan bahwa dalam
perubahan dari posisi telentang ke posisi berdiri, penurunan sistolik lebih dari 30

21
mm Hg dan diastolik 15 mm Hg tidak normal; yang lain memberikan angka 20
dan 10 mm Hg.

Gambar 25-5. Perbandingan respons normal terhadap kemiringan (kontrol) dengan hipotensi
ortostatik (OH). Peningkatan HR normal (>10 BPM dan <30 BPM) terlihat pada kedua contoh.
Tekanan darah stabil pada subjek kontrol yang sehat. Panel kanan menunjukkan supine
hypetension dan ditandai OH selama kemiringan. Kecepatan aliran darah serebral stabil pada
subjek kontrol dan berkurang pada OH.

Mereka mengingatkan bahwa lengan tempat manset dipasang harus


dipegang secara horizontal saat berdiri, sehingga penurunan tekanan lengan tidak
akan terhalang oleh tekanan hidrostatik tambahan. Seperti yang ditekankan dalam
Bab. 17 pada sinkop, penentuan tekanan darah dalam pengujian ortostatik
idealnya dilakukan dengan meminta pasien tetap terlentang selama mungkin
sebelum pengujian, dan menggeser dari posisi terlentang ke berdiri, tanpa
interposisi duduk. Selain itu, tekanan darah paling informatif jika diukur segera
setelah berdiri dan diukur lagi sekitar 1 dan 3 menit. Respon yang diharapkan
adalah peningkatan sesaat dan sedikit tekanan yang biasanya tidak terdeteksi
dengan manset manual, diikuti dengan sedikit penurunan dalam beberapa detik
setelah berdiri, dan kemudian pemulihan yang lambat dalam 1 menit pertama.
Hipotensi persisten pada 1 menit menunjukkan kegagalan adrenergik simpatis dan

22
pengukuran selanjutnya menegaskan hal ini jika tekanan darah gagal untuk pulih
atau terus menurun (Gbr. 25-5).

Gambar 25-6. Perbandingan tiga jenis utama sinkop yang dimediasi saraf. Sinkop dikaitkan
dengan penurunan TD diastolik dan kecepatan ADO. Respons HR dan TD membedakan setiap
jenis sinkop, sedangkan respons ADO serupa di antara semua jenis sinkop. HR turun sebelum TD
pada sinkop kardiovagal, penurunan HR tidak dijumpai pada sinkop vasodepresor. HR dan TD
turun secara bersamaan pada sinkop campuran. ADO menunjukkan pola vasodilatasi khas pada
semua jenis sinkop yang ditandai dengan penurunan diastolik dan peningkatan ADO sistolik. ADO
diastolik sama atau mendekati nol selama sinkop.

Penyebab utama penurunan tekanan darah ortostatik adalah hipovolemia.


Namun, dalam konteks pingsan berulang, penurunan tekann darah yang
berlebihan mencerminkan aktivitas vasokonstriktor simpatis yang tidak adekuat.
Penggunaan meja miring, seperti yang dijelaskan dalam “Pengujian Meja Miring”
di Bab. 17 dan selanjutnya, merupakan sarana tambahan untuk menginduksi
perubahan ortostatik dan juga menimbulkan refleks pingsan pada pasien yang
rentan terhadap sinkop dari refleks jantung yang terlalu sensitif yaitu refleks yang
menghasilkan vasodilatasi (sinkop neurokardiogenik).
Penurunan tekanan darah yang diinduksi, direspon dengan peningkatan
denyut jantung (terutama di bawah kendali vagal). Kegagalan peningkatan denyut
jantung sebagai respons terhadap penurunan tekanan darah dengan posisi berdiri

23
adalah indikator paling sederhana dari disfungsi saraf vagal. Sinkop yang
dimediasi saraf dapat menunjukkan salah satu dari tiga pola awal dengan
pengujian pada meja miring, dimana: respons vasodepresor saja (sinkop
vasodepresor), respons bradikardi dan hipotensi gabungan (sinkop campuran), dan
hanya bradikardia (sinkop kardiovagal) (Gambar. 25-6). Sinkop campuran adalah
bentuk paling umum dari sinkop yang dimediasi saraf. Kemiringan meja
memungkinkan diferensiasi di antara ini atau menjelaskan urutan terjadinya
peristiwa.
Selain itu, denyut jantung yang meningkat sebagai respons terhadap postur
berdiri tegak (bukan dengan meja miring), melambat setelah sekitar 15 detak
untuk mencapai detak yang stabil pada detak ketiga puluh. Rasio interval R-R
dalam elektrokardiogram (EKG), sesuai dengan denyut ke-30 dan ke-15 (rasio
30:15), adalah ukuran yang bahkan lebih sensitif dari integritas penghambatan
vagal pada SA node.
Rasio pada orang dewasa di bawah usia 60 kurang dari 1,07 biasanya
abnormal, menunjukkan hilangnya tonus vagal dan rasio normal semakin tinggi
untuk usia yang lebih muda, misalnya biasanya di atas 1,12 pada usia 30 dan 1,1
pada usia 40. Prosedur sederhana untuk mengukur fungsi vagal murni terdiri dari
pengukuran variasi denyut jantung selama pernapasan dalam (respiratory sinus
arrhythmia).
EKG direkam saat pasien bernapas dengan frekuensi teratur 6 napas per
menit. Biasanya, denyut jantung bervariasi sebanyak 10 denyut per menit atau
bahkan lebih antara ekspirasi dan inspirasi; perbedaan kurang dari 7 denyut per
menit untuk usia 60 hingga 69, dan 9 untuk usia 50 hingga 59 mungkin tidak
normal.
Pemeriksaan fungsi vagal yang lebih akurat adalah pengukuran rasio
interval R-R terpanjang selama ekspirasi lambat yang kuat (distandarisasi sebagai
hembusan konstan pada tekanan 40 mm Hg selama 10 detik) dengan interval R-R
terpendek selama inspirasi, yang memungkinkan penurunan rasio ekspirasi-
inspirasi (E:I). Ini adalah metode terbaik yang divalidasi dari semua pengukuran
denyut jantung, terutama karena metode komputerisasi dapat digunakan untuk

24
menampilkan spektrum interval EKG denyut-ke-denyut selama pernapasan. Hasil
pemeriksaan ini harus selalu dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada
individu normal pada usia yang sama. Sampai usia 40 tahun, rasio E:I kurang dari
1,2 (menandakan variasi 20 persen) tidak normal. Rasio menurun seiring
bertambahnya usia, dan sangat jelas setelah usia 60 tahun (mendekati 1,04 atau
kurang), seperti pada neuropati diabetik ringan sekalipun. Hasil tes harus
diidentifikasi dengan hati-hati pada orang tua atau individu dengan diabetes. Rasio
serupa telah dikembangkan untuk perubahan denyut jantung selama manuver
Valsava; rasio Valsava.
Metode komputerisasi power spectral analysis dapat digunakan untuk
mengekspresikan varians dalam denyut jantung sebagai fungsi dari interval
denyut-ke-denyut. Beberapa puncak daya dinilai, dimana: satu terkait dengan
respiratory sinus arrhythmia dan lainnya mencerminkan baroreseptor dan
aktivitas simpatis jantung. Semua pemeriksaan variasi denyut jantung ini biasanya
dikombinasikan dengan pengukuran denyut jantung dan tekanan darah selama
manuver Valsava, seperti yang dijelaskan di bawah, dan dengan uji meja miring,
seperti yang dijelaskan dalam Bab. 17.
Manuver Valsava dilakukan dengan subjek menghembuskan napas ke
dalam manometer atau dengan glotis yang tertutup selama 10 detik, menciptakan
tekanan intratoraks positif. Penurunan tajam aliran balik vena ke jantung
menyebabkan penurunan curah jantung dan TD; respons pada baroreseptor
menyebabkan refleks takikardia dan vasokonstriksi perifer. Pelepasan tekanan
intratoraks, aliran balik vena, volume sekuncup, dan TD meningkat ke tingkat
yang lebih tinggi dari normal; pengaruh refleks parasimpatis kemudian
mendominasi dan menghasilkan bradikardia (lihat Gambar 25-5).
Kegagalan peningkatan HR selama fase tekanan intratoraks positif dari
manuver Valsava menunjukkan disfungsi simpatis dan kegagalan detak untuk
melambat selama periode tekanan darah yang melampaui batas menunjukkan
gangguan parasimpatis. Pasien dengan kegagalan otonom tidak mengalami
penurunan tekanan darah selama beberapa detik terakhir dari peningkatan tekanan
intratoraks, dan tidak ada peningkatan tekanan darah saat napas dilepaskan. Rasio

25
Valsava adalah ukuran lain yang sering digunakan dalam pengujian otonom
komprehensif. Adapun rasio tersebut mengacu pada detak jantung maksimum
yang dihasilkan oleh manuver ke detak jantung terendah dalam waktu 30 detik
dari puncak tersebut.

Tes Reaksi Vasomotor


Pemeriksaan ini umumnya menguji fungsi kolinergik simpatis.
Pengukuran suhu kulit adalah indeks kasar, tetapi berguna dari fungsi vasomotor.
Paralisis vasomotor menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah kulit dan
peningkatan suhu kulit; vasokonstriksi menurunkan suhu. Seseorang dapat
membandingkan area yang terkena gangguan dan area normal dalam kondisi
standar menggunakan termometer kulit. Suhu kulit normal adalah 31°C (87,8°F)
hingga 33°C (91,4°F) ketika suhu ruangan adalah 26°C (78,8°F) hingga 27°C
(80.6°F).
Tonus vasokonstriktor dapat diuji dengan mengukur penurunan suhu kulit
di tempat yang jauh sebelum dan sesudah merendam satu atau kedua tangan
dalam air dingin. Integritas lengkung refleks simpatis meliputi baroreseptor di
aorta dan sinus karotis, jalur aferennya, pusat vasomotor, dan aliran keluar
simpatis serta parasimpatis dapat diuji dengan menggabungkan tes cold pressor,
tes grip, tes mental aritmatika, dan manuver Valsava.
Vasokonstriksi menyebabkan penyempitan tekanan darah. Ini adalah dasar
dari tes cold pressor. Pada orang normal, merendam satu tangan dalam air es
selama 1 sampai 5 menit meningkatkan tekanan sistolik sebesar 15 sampai 20 mm
Hg dan tekanan diastolik sebesar 10 sampai 15 mm Hg. Demikian pula, kontraksi
isometrik berkelanjutan dari sekelompok otot (misalnya, lengan bawah dalam
genggaman) selama 5 menit biasanya meningkatkan denyut jantung dan tekanan
sistolik dan diastolik setidaknya 15 mm Hg. Respon pada kedua tes ini berkurang
atau tidak ada dengan lesi pada lengkung refleks simpatis, terutama pada
ekstremitas eferen, tetapi tak satu pun dari tes ini telah dikuantifikasi atau
divalidasi dengan baik. Stres yang terlibat dalam melakukan aritmatika mental di
lingkungan yang bising dan mengganggu juga akan merangsang peningkatan nadi

26
dan tekanan darah yang ringan namun terukur. Respon ini tidak bergantung pada
cabang aferen dari lengkung refleks simpatis dan harus dimediasi oleh mekanisme
kortikal-hipotalamus.
Respons abnormal terhadap manuver Valsava dan respons terhadap tes
cold pressor normal pada umumnya menunjukkan lesi yang berada di
baroreseptor atau saraf aferennya. Defek tersebut ditemukan pada pasien diabetes
dan umum terjadi pada banyak neuropati. Kegagalan peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah selama aritmatika mental ditambah dengan manuver Valsava
yang abnormal menunjukkan adanya defek pada jalur simpatis eferen sentral atau
perifer.

Tes Fungsi Sudomotor


Integritas jalur eferen simpatis dapat dinilai lebih lanjut dengan tes
aktivitas sudomotor. Terdapat beberapa pemeriksaan fungsi otonom khusus yang
biasa digunakan. Pemeriksaan yang paling dasar melibatkan penimbangan
keringat setelah diserap oleh kertas saring. Selain itu, bubuk arang yang
ditaburkan di kulit akan menempel di area yang lembab dan tidak akan kering.
Pati yodium (Minor) adalah tes kualitatif yang memperhatikan perubahan warna
pada tepung jagung yang ditaburi pada kulit yang ditutupi dengan tingtur yodium.
Tes minor dapat digunakan untuk mendeteksi hipo atau hiperhidrosis. Kuinizarin
yang dijelaskan sebelumnya (abu-abu saat kering, ungu saat basah) menggunakan
prinsip yang sama. Metode yang dijelaskan di atas mencerminkan fungsi
sudomotor postganglionik.
Dalam tes resistensi kulit simpatis atau galvanik, satu set elektroda yang
ditempatkan pada kulit mengukur resistensi terhadap aliran arus lemah melalui
kulit; kemungkinan besar, perubahan potensial listrik adalah hasil dari arus ionik
di dalam kelenjar keringat, bukan hanya peningkatan keringat yang menurunkan
resistensi kulit. Metode ini dapat digunakan untuk menggambarkan area yang
mengalami penurunan keringat karena lesi saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh
karena responsnya bergantung pada aktivasi simpatis kelenjar keringat (Gutrecht).

27
Namun, respons kulit galvanik timbul dengan rangsangan berulang dan tidak akan
menunjukkan respons jika ada neuropati sensorik.
Metode cetakan silikon adalah pemeriksaan postganglionik kuantitatif
yang mengukur tetesan keringat yang disebabkan oleh iontoforesis asetilkolin,
pilokarpin, atau metakolin. Metode cetak rentan menimbulkan artefak meskipun
secara teori diketahui sebagai pemeriksaan kuantitatif.
Pemeriksaan yang lebih kuantitatif dan dapat direproduksi dari fungsi
sudomotor postganglionik adalah QSART (quantitative sudomotor axon reflex
test) yang pernah dite. Pemeriksaan ini pada dasarnya adalah tes integritas aksonal
simpatis distal menggunakan refleks akson lokal. Larutan asetilkolin 10 persen
diiontoforesis ke kulit sebanyak 2mA selama 5 menit. Pengeluaran keringat
terekam di kulit yang berdekatan oleh sel-sel melingkar yang dapat mendeteksi air
keringat. Lengan bawah, tungkai proksimal, tungkai distal, dan kaki telah dipilih
sebagai tempat perekaman standar.
Low mampu menentukan pola tidak adanya atau tertundanya keringat
yang menandakan kegagalan simpatis postganglionik pada neuropati serat kecil
dan keringat berlebih atau penurunan latensi sebagai respons, seperti yang terlihat
pada distrofi refleks simpatis. Ini adalah metode yang lebih dipilih dalam menilai
keringat dan fungsi jaras simpatis distal, tetapi kompleksitas teknisnya
membuatnya hanya tersedia di laboratorium yang dilengkapi secara khusus.
Tes keringat termoregulasi atau thermoregulatory sweat testing (TST)
mengukur integritas jalur sudomotor simpatis pusat dan perifer. Pengujian
dilakukan dengan menaikkan suhu inti tubuh dengan meningkatkan suhu
lingkungan dan pola keringat divisualisasikan dengan indikator warna.
Thermoregulatory sweat testing dapat menunjukkan hasil yang mencolok, tetapi
memakan waktu, membutuhkan persiapan khusus pada pasien, dan ruang klinis
yang besar.
Keuntungan TST adalah dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan yang
mengukur fungsi postganglionik, dapat membedakan antara kegagalan
postganglionik (semua tes abnormal) dibandingkan preganglionik (hanya TST
abnormal).

28
Fungsi Lakrimal
Air mata dapat diperkirakan secara kasar dengan memasukkan salah satu
ujung kertas saring tipis selebar 5 mm dan panjang 25 mm ke dalam kantung
konjungtiva bawah, sedangkan ujung lainnya menggantung di tepi kelopak mata
bawah (tes Schirmer). Air mata membasahi potongan kertas saring, menghasilkan
bagian depan yang lembab.
Setelah 5 menit, area yang dibasahi meluas sekitar 15 mm pada orang
normal. Luas kurang dari 10 mm menunjukkan hipolakrima. Tes ini digunakan
untuk mendeteksi mata kering (keratokonjungtivitis sicca) dari sindrom Sjögren,
tetapi juga dapat membantu dalam pemeriksaan pasien dengan berbagai neuropati
otonom.

Tes Fungsi Kandung Kemih, Gastrointestinal, dan Ereksi Penis


Fungsi kandung kemih paling baik dinilai dengan cystometrogram yang
mengukur tekanan intravesikular sebagai fungsi dari volume larutan garam yang
mengalir mengikuti gravitasi ke dalam kandung kemih. Kenaikan tekanan saat
500 mL cairan dialirkan secara bertahap ke dalam kandung kemih, kontraksi
pengosongan detrusor, dan volume di mana pasien melaporkan sensasi penuh
pada kandung kemih dapat dicatat oleh manometer (penjelasan rinci tentang
teknik sistometri dapat ditemukan dalam monografi Krane dan Siroky).
Cara sederhana untuk menentukan atonia kandung kemih (obstruksi
prostat dan overdistensi telah disingkirkan) adalah dengan mengukur sisa urin
(dengan kateterisasi kandung kemih) segera setelah berkemih secara volunter atau
untuk memperkirakan volumenya dengan pencitraan ultrasound.
Gangguan motilitas gastrointestinal dapat ditunjukkan dengan
pemeriksaan radiologis. Penggunaan barium dapat mengungkapkan sejumlah
kelainan dalam keadaan disautonomik, termasuk dilatasi atonik esofagus, atonia
dan distensi lambung, waktu pengosongan lambung yang tertunda, dan pola usus
halus yang khas yang terdiri dari peningkatan frekuensi dan amplitudo gelombang
peristaltik dan kecepatan transit usus.

29
Barium enema dapat menunjukkan distensi kolon dan penurunan aktivitas
propulsif. Teknik manometrik yang canggih sekarang tersedia untuk pengukuran
motilitas gastrointestinal. Ereksi penis nokturnal dicatat di beberapa laboratorium
tidur dan dapat digunakan sebagai tes tambahan dari persarafan otonom sakral
(parasimpatis).

Tes Farmakologis Fungsi Otonom


Pemeriksaan pupil dapat dilakukan dalam cahaya sekitar, cahaya terang,
dan cahaya redup untuk menentukan apakah seseorang telah kehilangan
persarafan simpatis atau parasimpatis, pemeriksaan farmakologis dapat digunakan
untuk memperbaiki diagnosis. Bagian dari alasan di balik tes khusus ini adalah
"Hukum Cannon," atau fenomena hipersensitivitas denervasi, di mana organ
efektor, 2 hingga 3 minggu setelah denervasi menjadi hipersensitif terhadap zat
neurotransmiter tertentu dan obat terkait.
Dalam uji klinis, agen ditanamkan ke dalam kedua kantung konjungtiva
dan pupil nonmiotik sebagai kontrol untuk membandingkan satu mata yang
kemungkinan terlibat sindrom Horner. Apraclonidine agonis simpatis telah
digunakan untuk menunjukkan bahwa miosis disebabkan oleh denervasi simpatis
pupil. Agen ini dapat mengembalikan miosis yang disebabkan oleh lesi sentral
atau perifer dan lebih mudah diperoleh daripada agen yang lebih tua. Hasil
pemeriksaan positif, pembalikan miosis tergantung pada hipersensitivitas
denervasi yang berkembang setelah beberapa hari atau adanya sindrom Horner.
Hasil negatif ditunjukkan oleh tidak adanya pembesaran pupil, miosis mungkin
hal yang fisiologis. Agen ini memiliki kelebihan tambahan, yaitu dapat
mengembalikan ptosis pada sindrom Horner (Bab 13 dan Gambar 13-10). Agen
ini dapat menyebabkan depresi pernapasan pada anak-anak dan hal itu dihindari.
Mereka yang telah ditetapkan mengalami sindrom Horner mungkin untuk
membedakan denervasi simpatis pre- dari postganglionik (ganglion servikal
superior) pupil dengan memberikan hidroksiamfetamin 1 persen. Efeknya
tergantung pada keberadaan norepinefrin yang ada di ujung terminal saraf yang
mempersarafi iris. Kegagalan dilatasi menunjukkan lesi postganglionik.

30
Pemeriksaan lain dapat digunakan pada anak-anak dikarenakan risiko yang
dapat timbul karena pemberian aproclonidine. Pemberian larutan kokain topikal 4
sampai 10 persen ke dalam kantung konjungtiva dapat meningkatkan potensi efek
NE dengan mencegah reuptake. Respon normal terhadap kokain berupa dilatasi
pupil. Denervasi simpatis yang disebabkan oleh lesi pada jaras post atau
praganglion tidak menyebabkan perubahan ukuran pupil karena tidak ada zat
transmiter yang tersedia dan kokain tidak memiliki substrat untuk dipotensiasi.
Alasan kurangnya respon pada lesi preganglionik kronis diduga karena penurunan
NE pada jaras postganglionik. Dalam kasus lesi simpatis sentral, midriasis ringan
dapat terjadi.

Respon Flare Kulit


Injeksi histamin intrakutan 0,05 mL, 1:1.000 biasanya menyebabkan
benjolan berukuran 1 cm setelah 5 sampai 10 menit. Benjolan tersebut dikelilingi
oleh areola merah yang akhirnya dikelilingi oleh flare eritematosa yang
memanjang 1 sampai 3 cm di luar batas benjolan tersebut. "Tiga respons" serupa
mengikuti pelepasan histamin ke dalam kulit sebagai akibat dari goresan. Hal ini
dapat timbul pada individu yang sensitif dengan menggaruk kulit (dermatografia).
Benjolan dan areola merah disebabkan oleh kerja langsung histamin pada
pembuluh darah sebagai respons terhadap cedera lokal, sedangkan flare
tergantung pada integritas refleks akson. Refleks akson ini dimediasi oleh
stimulasi antidromik dari serabut C sensorik yang menyebabkan pelepasan
berbagai zat vasoaktif seperti bradikinin dan zat P. Kerusakan pada ganglion akar
dorsal dapat menghilangkan flare. Komponen flare dipengaruhi secara terpusat
melalui mekanisme yang belum diketahui.
Respon flare terhadap histamin dan garukan tidak dijumpai pada
disautonomia familial. Respon sudomotor kuantitatif terhadap asetilkolin topikal
lebih menjadi pilihan dikarenakan sensitivitas dan akurasinya, meskipun
memerlukan peralatan khusus. Respon dermatografis dengan gambaran benjolan
dan flare mungkin hilang pada mereka yang mengalami cedera medula spinalis,

31
tetapi dapat kembali dalam beberapa hari atau lebih, sebanding dengan pemulihan
dari spinal shock.

Infus Pressor dan Tes Kardiovaskular Langsung Lainnya


Pemeriksaan ini bukan bagian dari evaluasi laboratorium rutin dari
penyakit SSO, tetapi pemeriksaan ini tetap menyajikan informasi fisiologis yang
menarik. Infus NE menyebabkan peningkatan tekanan darah yang biasanya lebih
jelas dengan kecepatan infus tertentu pada keadaan disautonomik dibandingkan
subjek normal. Misalnya pada mereka dengan sindrom Guillain-Barré mengalami
peningkatan tekanan darah yang berlebihan akibat tidak adekuatnya penghentian
hipertensi oleh baroreseptor daripada refleks dari hipersensitivitas denervasi yang
sebenarnya. Hal ini mencerminkan disfungsi dari jaras aferen lengkung refleks.
Infus NE pada pasien dengan disautonomia familial menyebabkan bercak
eritematosa pada kulit, seperti yang mungkin terjadi di bawah tekanan emosional.
Kondisi ini mungkin mewakili respons berlebihan terhadap NE endogen.
Infus angiotensin II pada pasien dengan hipotensi ortostatik idiopatik juga
menyebabkan respons tekanan darah yang berlebihan. Respon serupa terhadap
metakolin dan NE telah diinterpretasikan sebagai hipersensitivitas denervasi
terhadap neurotransmitter atau zat terkait. Mekanisme yang berbeda digunakan
untuk respon tekanan darah yang diinduksi oleh angiotensin. Hal ini dapat
disebabkan oleh kerusakan fungsi baroreseptor.
Integritas persarafan otonom jantung dapat dievaluasi dengan injeksi
atropin, efedrin, atau neostigmin intramuskular dengan pemantauan denyut
jantung. Injeksi atropin intramuskular 0,8 mg biasanya menyebabkan takikardia
sebagai akibat dari blok parasimpatis dan penarikan tonus vagal. Tidak ada
perubahan yang terjadi pada kasus denervasi parasimpatis (vagal) jantung,
kondisi yang paling umum adalah diabetes dan sindrom Guillain-Barré dan yang
paling dramatis adalah keadaan kematian otak, dimana tidak ada lagi aktivitas
vagal tonik untuk diablasi dengan atropin.

32
Metode laboratorium tersedia untuk pengukuran NE dan dopamin b-
hidroksilase dalam serum. Biasanya, kadar NE serum meningkat dua atau tiga kali
lipat ketika seseorang berubah dari posisi telentang ke posisi berdiri.
Low menekankan bahwa pemeriksaan yang paling informatif adalah
pemeriksaan kuantitatif dan telah distandarisasi serta divalidasi pada pasien
dengan gangguan otonom ringan dan berat. Pemeriksaan yang paling nyaman
dilakukan bed-side adalah pengukuran denyut jantung ortostatik dan perubahan
tekanan darah, respons tekanan darah terhadap manuver Valsava, estimasi
perubahan denyut jantung dengan pernapasan dalam, respons pupil terhadap
terang dan gelap, dan estimasi berkeringat pada telapak tangan, telapak kaki dan
dengan lesi pada medula spinalis, serta pada batang tubuh. Hasil pemeriksaan dan
situasi klinis menentukan apakah pemeriksaan lebih lanjut diperlukan.

33

Anda mungkin juga menyukai