napas yang dirasakan sejak 1 hari SMRS, sesak napas dirasakan terus menerus,
semakin lama semakin berat dan tidak membaik dengan istirahat. Sebelum sesak
muncul, pasien mengalami batuk kering sejak 1 minggu SMRS. Batuk dirasakan
terus-menerus dan semakin lama semakin memberat hingga pada 3 hari SMRS batuk
terdengar seperti suara menggonggong. Keluhan pilek disangkal. Selain itu pasien
juga mengeluhkan mual dan muntah 3x saat setelah pasien batuk. Pasien
mengeluhkan demam sejak 2 hari SMRS. Dari keluhan-keluhan pasien tersebut,
termasuk dalam gejala prodormal, yang kemungkinan besar terjadi akibat infeksi
Human Parainfluenza Virus terutama tipe 1 (HPIV–1), HPIV-2, HPIV-3, dan HPIV-4
yang biasanya terdapat pada sekitar 75% kasus. Pasien menyangkal adanya keluarga
yang mengalami hal yang sama, serta tidak ada riwayat asma sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit berat,
kesadaran composmentis, nadi 155x/menit, respirasi 35x/menit, suhu 37,5 0C, dan
SpO2 94%. Pada pemeriksaan kepala dan leher tampak napas cuping hidung dan
dyspneu. Pada pemeriksaan fisik thorax tampak retraksi intercostal, serta ditemukan
suara rhonki dan wheezing di paru kanan, dan terdapat juga stridor. Karena akibat
adanya peradangan pada saluran napas sehingga menyebabkan penyempitan stridor
diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi (selama inspirasi). Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan leukosit 3800/μl. Hal ini menunjukkan leukopenia yang
biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Pada pemeriksaan thorax ditemukan infiltrat
di perihiler dextra serta adanya gambaran steeple sign, yaitu adanya penyempitan dari
subglotis akibat adanya peradangan.
Dari seluruh gejala-tanda klinis, serta pemeriksaan penunjang, ditetapkan
diagnosis kerja untuk pasien ini adalah viral croup. Pasien ini dikategorikan sebagai
moderate viral cruop sesuai dengan Severity Scoring Westley Modified Croup Score
didapatkan nilai 3 (retraksi dinding dada 2, stridor dengan agitasi 1).
Pasien langsung diberikan terapi berupa IVFD D% ½ NS 1000cc/hari untuk
memebuhi kebutuhan cairan, ceftriaxone inj 2 x 750 mg untuk mencegah adanya
infeksi sekunder, dexamethasone ing 3 x 2 mg sebagai anti peradangan, paracetamol
drip 4 x 250 mg untuk terapi demam, inhalasi ventolin 3x/hari, inhalasi adrenalin 1
amp 3x/hari, serta O2 sungkup 5 liter untuk penanganan sesak, pasien sementara
dipuasakan, dan dirawat di ICU agar bisa termonitor secara jelas.
Hari pertama pasien dirawat, di ICU masih ditemukan gejala klinis seperti
awal masuk IGD berupa sesak, batuk menggonggong, dan lemas, namun suhu sudah
mulai menunjukan penurunan. Retraksi dinding dada, rhonki, wheezing dan stridor
masih ditemukan. Terapi yang diberikan masih sama seperti awal masuk RS. Hari
kedua pasien dirawat, demam sudah tidak ditemukan, namun pasien masih mengeluh
batuk menggonggong, sesak, dan lemas. Retraksi dinding dada, rhonki, wheezing
mengalami penurunan, stridor sudah tidak ditemukan. Terapi yang diberikan masih
sama seperti awal masuk RS. Hari ketiga pasien pindah rawat ke bangsal anak, gejala
yang ditemukan masih terdapat batuk menggonggong namun sudah menunjukkan
penurunan, sesak dan demam disangkal. Retraksi, rhonki, dan wheezing sudah tidak
ditemukan. Hari keempat pasien dirawat keluhan batuk menggonggong tidak
ditemukan, makan dan minum sudah mulai normal, pemeriksaan fisik dalam batas
normal, dan pasien diperbolehkan untuk pulang.
Tatalaksana
Tatalaksana yang diberikan pada pasien Nebulisasi epinephrin.
ini berupa : Nebulisasi epinefrin sebaiknya juga
IVFD D% ½ NS 1000cc/hari diberikan kepada anak dengan sindrom
Ceftriaxone inj 2 x 750 mg croup sedang-berat yang disertai dengan
Dexamethasone inj 3 x 2 mg stridor saat istirahat dan membutuhkan